bab ii kajian pustaka 2.1 penelitian terdahulueprints.umm.ac.id/41817/3/bab ii.pdf ·...

16
21 BAB II Kajian Pustaka 2.1 Penelitian Terdahulu Penelitian terdahulu merupakan penelitian yang telah dilakukan sebelumnya dan memiliki keterkaitan dengan penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti. Penelitian terdahulu yang memiliki kesamaan dengan penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti, yaitu pertama jurnal berjudul Makna Kewirausahaan pada Etnis Jawa, Minang, dan Tionghoa: Sebuah Studi Representasi Sosial (Okki Susanto, Nani Nurachman, 2018). Kedua, jurnal berjudul Memaknai Keberhasilan Usaha: Studi pada Perempuan Pengusaha di Yogyakarta (Erita Y. Diahsari, Suryana Sumantri, Diana Harding, & Marina Sulastiana, 2015). Ketiga, jurnal berjudul Pengaruh Pelatihan Cashflow 101 Terhadap Pola Pikir Entrepreneurship Mahasiswa (David Sukardi Kodrat dan Paulus Hindarto, 2012). Keempat, jurnal berjudul Mengembangkan Pola Pikir Berwirausaha (Kadeni, 2017). Kelima, jurnal internasional berjudul Entrepreneurship Mindset For Students’ entrepreneurship Build-up: A Review Paper (Moh. Mizanur Rahman, Adedeji Babatunji S, Moh. Jamal Uddin, Md, 2017). Hasil penelitian dan relevansi antara jurnal dengan penelitian selanjutnya akan dijelaskan pada tabel berikut ini. Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu No Judul Hasil Penelitian Relevansi 1. Makna Kewirausahaan pada Etnis Jawa, Minang, dan Tionghoa: Sebuah Studi Representasi Sosial Penelitian ini menghasilkan temuan perbedaan makna kewirausahaan pada etnis Jawa, Minang, dan Tionghoa. Pada etnis Jawa Penelitian yang akan dilakukan memiliki relevansi terhadap jurnal yang telah dijelaskan. Relevansi tersebut adalah membahas tentang

Upload: others

Post on 24-Dec-2019

8 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

21

BAB II

Kajian Pustaka

2.1 Penelitian Terdahulu

Penelitian terdahulu merupakan penelitian yang telah dilakukan sebelumnya

dan memiliki keterkaitan dengan penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti.

Penelitian terdahulu yang memiliki kesamaan dengan penelitian yang akan

dilakukan oleh peneliti, yaitu pertama jurnal berjudul Makna Kewirausahaan pada

Etnis Jawa, Minang, dan Tionghoa: Sebuah Studi Representasi Sosial (Okki

Susanto, Nani Nurachman, 2018). Kedua, jurnal berjudul Memaknai Keberhasilan

Usaha: Studi pada Perempuan Pengusaha di Yogyakarta (Erita Y. Diahsari, Suryana

Sumantri, Diana Harding, & Marina Sulastiana, 2015). Ketiga, jurnal berjudul

Pengaruh Pelatihan Cashflow 101 Terhadap Pola Pikir Entrepreneurship

Mahasiswa (David Sukardi Kodrat dan Paulus Hindarto, 2012). Keempat, jurnal

berjudul Mengembangkan Pola Pikir Berwirausaha (Kadeni, 2017). Kelima, jurnal

internasional berjudul Entrepreneurship Mindset For Students’ entrepreneurship

Build-up: A Review Paper (Moh. Mizanur Rahman, Adedeji Babatunji S, Moh.

Jamal Uddin, Md, 2017). Hasil penelitian dan relevansi antara jurnal dengan

penelitian selanjutnya akan dijelaskan pada tabel berikut ini.

Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu No Judul Hasil Penelitian Relevansi

1.

Makna Kewirausahaan

pada Etnis Jawa,

Minang, dan Tionghoa:

Sebuah Studi

Representasi Sosial

Penelitian ini menghasilkan

temuan perbedaan makna

kewirausahaan pada etnis

Jawa, Minang, dan

Tionghoa. Pada etnis Jawa

Penelitian yang akan

dilakukan memiliki relevansi

terhadap jurnal yang telah

dijelaskan. Relevansi tersebut

adalah membahas tentang

22

(Okki Susanto, Nani

Nurachman, 2018)

kewirausahaan diasosiasikan

dengan sifat atau nilai

penting terkait seperti

kemandirian dan kerja keras.

Etnis Minang memaknai

kewirausahaan dengan

mengasosiasikannya dengan

sejumlah alat seperti

berdagang produk dan

modal. Sedangkan pada etnis

Tionghoa kewirausahaan

dimaknai sebagai bentuk

kerja keras, strategi, dan

manajemen.

makna kewirausahaan

(entrepreneurship). Namun,

perbedaan diantara keduanya

adalah penelitian ini berfokus

pada makna entrepreneurship

mindset menurut pengusaha

cafe, sedangkan jurnal lebih

berfokus pada makna

kewirausahaan

(entrepreneurship) menurut

beberapa etnis.

2.

Memaknai Keberhasilan

Usaha: Studi pada

Perempuan Pengusaha

di Yogyakarta (Erita Y.

Diahsari, Suryana

Sumantri, Diana

Harding, & Marina

Sulastiana, 2015)

Perempuan pengusaha

memaknai keberhasilan yang

dirasakan dengan perspektif

yang berbeda. Kelompok

pengusaha yang berperan

ganda mempriotitaskan

makna spiritual dan

kepedulian pada orang lain,

dan diikuti dengan makna

yang berkaitan dengan

bisnisnya sendiri. Perempuan

pengusaha dari kalangan

mahasiswa lebih memaknai

keberhasilan berdasarkan

perkembangan bisnis, baru

diikuti dengan makna yang

berkaitan dengan orang lain.

Relevansi yang terdapat

dalam jurnal penelitian

terdahulu dengan penelitian

yang akan dilakukan adalah

terkait pemaknaan tentang

kewirausahaan. Namun

perbedaan diantara keduanya

adalah jurnal penelitian

berfokus pada perempuan

pengusaha, sedangkan

penelitian yang akan

dilakukan berfokus pada

pemaknaan entrepreneurship

mindset oleh manajer cafe.

3.

Pengaruh Pelatihan

Cashflow 101 Terhadap

Pola Pikir

Entrepreneurship

Mahasiswa (David

Sukardi Kodrat dan

Paulus Hindarto, 2012)

Pelatihan cashflow 101

mempunyai kontribusi

terhadap pola pikir

mahasiswa. Pelatihan

tersebut telah

mengembangkan pola pikir

entrepreneurship. Tentunya

pola pikir mahasiswa yang

mengikuti pelatihan dengan

tidak mengikuti pelatihan

jelas akan berbeda.

Mahasiswa yang telah

mengikuti akan mempunyai

pola pikir entrepreneurship

yang lebih berkembang.

Cashflow 101 merupakan

program pelatihan yang

diciptakan oleh Robert T,

Kiyosaki dan rekannya.

Konsep Cashflow 101 ini

Relevansi penelitian ini

dengan jurnal adalah

pembahasan mengenai pola

pikir kewirausahaan atau

entrepreneurship mindset.

Namun ada perbedaannya

yaitu jurnal membahas

tentang pelatihan cashflow

101, sedangkan penelitian ini

membahas tentang

pemaknaan dari seorang

manajer cafe.

23

menjelaskan tentang

pentingnya financial literacy

bagi setiap orang yang ingin

memperoleh passive income

demi tercapainya kebebasan

finansial. Dalam konteks

Cashflow 101, melek

finansial berarti kemampuan

untuk membaca dan

memahami hal-hal yang

berhubungan dengan

masalah finansial/ keuangan.

4.

Mengembangkan Pola

Pikir Berwirausaha

(Kadeni, 2017)

Wirausaha tentunya

mempunyai sangat banyak

manfaat. Salah satu

contohnya adalah memberi

peluang untuk melakukan

suatu perubahan serta

membuat suatu inovasi yang

akan membawa keuntungan

tersendiri. Saat ini seseorang

telah dituntut untuk

mempunyai jiwa

kewirausahaan, karena itu

akan menciptakan usaha

yang bisa mengurangi

masalah pengangguran.

Untuk berwirausaha harus

memiliki prinsip-prinsip

kewirausahaan yaitu berani

atau keluar dari rasa takut

akan gagal. Upaya yang

harus dilakukan agar

wirausaha mencapai

keberhasilan adalah pola

pikir perlu diperhatikan dan

dikembangkan dengan cara

pengambil risiko, menjadi

innovator, dan menjadikan

usaha sebagai pekerjaan.

Relevansi penelitian ini

dengan jurnal adalah sama

membahas tentang pola pikir

kewirausahaan, namun

perbedaannya adalah jurnal

membahas tentang cara

mengembangkan pola pikir,

sedangkan penelitian ini

membahas tentang makna

entrepreneurship mindset

atau pola pikir kewirausahaan

oleh manajer cafe.

5.

Entrepreneurship

mindset For Students’

entrepreneurship Build-

up: A Review Paper

(Moh. Mizanur

Rahman, Adedeji

Babatunji S, Moh.

Jamal Uddin,

Md. Saidur Rahaman)

Membangun pola pikir

kewirausahaan atau

entrepreneurship mindset

melalui pendidikan.

Tujuannya adalah untuk

membangkitkan minat siswa

dan menciptakan

entrepreneurship mindset

dengan metode tradisional

dan innovative. Selain itu

Relevansi penelitian ini

dengan jurnal adalah sama

membahas tentang pola pikir

kewirausahaan atau

entrepreneurship mindset.

Namun perbedaannya adalah

jurnal terkait berfokus pada

mengembangkan pola pikir

kewirausahaan melalui

pendidikan dengan

24

juga berkunjung ke lokasi

bisnis serta melakukan

wawancara merupakan

metode yang digunakan

dalam mengembangkan

entrepreneurship mindset

pada siswa.

menggunakan berbagai

metode. Sedangkan

penelitian selanjutnya

berfokus pada makna pola

pikir kewirusahaan oleh

manajer cafe.

2.2 Tinjauan Pustaka

2.2.1 Konsep Pemaknaan

Seseorang mempelajari makna objek-objek selama proses sosialisasi

berlangsung. Sebagian dari kita dalam mempelajari sekumpulan umum

makna-makna, tetapi dalam banyak kasus, seperti halnya cafe yang secara

umum artinya sebagai tempat nongkrong yang menyediakan makanan ringan,

kopi, dan minuman lainnya. Tetapi berbeda jika seorang pengusaha atau

manajer memaknai cafe sebagai aset usaha jangka panjang. Sehingga dapat

dikatakan bahwa seseorang mempunyai perbedaan dalam memaknai suatu

objek tertentu.

Makna bukan berasal dari proses mental yang soliter tetapi dari proses

interaksi. Manusia mempelajari makna-makna di dalam interaksi sosial.

Sementara manusia merespons tanda-tanda tanpa pikir panjang, mereka

merespon simbol-simbol dengan cara yang penuh pemikiran. Tanda-tanda

berarti bagi dirinyaa sendiri, contohnya: gerak isyarat seseorang yang sedang

marah atau air bagi seorang yang sedang sekarat karena kehausan (George

Ritcher, 2012:629).

Orang sering menggunakan simbol untuk mengkomunikasikan sesuatu

yang menyangkut tentang dirinya. Misalnya seseorang yang mengendarai

25

mobil mewah, tentu bisa dimakna bahwa seorang tersebut telah menampilkan

gaya hidupnya. Selain itu bahasa dan tindakan juga bisa membuat simbol-

simbol yang mempunyai makna. Tindakan serta ucapan bahasa tidak bisa

terlepas dari pemaknaan seseorang ketika menjalin interaksi sosial.

2.2.2 Konsep Entrepreneurship

Mempelajari entrepreneurship pada dasarnya merupakan mempelajari

manusia dalam memenuhi kebutuhan hidup melalui pertukaran, proses

mental, perilaku manusia, dan struktur organisasi manusia. Hal itu diperlukan

dalam kegiatan entrepreneurship yang dimana bertujuan untuk mencapai

suatu keberhasilan. Sebelum membuka usaha baru, seseorang biasanya

melihat kebutuhan pasar terlebih dahulu. Jika kebutuhan pasar tinggi terhadap

produk yang diinginkan oleh masyarakat, maka disitulah peluang usaha

muncul dan berkembang. Peluang usaha adalah pertemuan antara kebutuhan

dan keinginan konsumen dengan penawaran produk atau jasa (Kodrat,

2015:63).

Proses entrepreneurship terjadi karena adanya proses untuk

mengembangkan usaha baru yang melibatkan penyelesaian masalah dalam

suatu manajemen. Seorang pengusaha maupun manajer, harus bisa

menemukan, mengevaluasi, dan mengembangkan sebuah peluang usaha

dengan mengatasi masalah yang menyebabkan terhalangnya penemuan

sesuatu yang baru. Menurut Hisrich (2008:11), proses entrepreneurship

memiliki empat tahap yang berbeda, yaitu:

26

1. Identifikasi dan evaluasi peluang

2. Pengembangan rencana bisnis

3. Penetapan sumber daya

4. Manajemen perusahaan

Tahap-tahap tersebut akan dilalui secara progresif tanpa ada satu pun

tahap yang terisolasi atau sama sekali dapat diselesaikan sebelum pekerjaan

pada tahap lain terjadi. Sebagai contoh, untuk dapat mengidentifikasi dan

mengevaluasi peluang (tahap 1), seorang pengusaha harus membayangkan

usaha yang akan dibangun (tahap 4).

Sementara itu menurut Kasmir (2010:6), syarat menjadi seorang

pengusaha harus memiliki kemauan dan kemudian barulah kemampuan.

Paling tidak ada empat keuntungan yang diperoleh dari wirausaha, yaitu

1. Harga diri

2. Penghasilan

3. Ide dan motivasi

4. Masa depan

Namun perlu diingat juga bahwa dalam entrepreneurship ada pula sisi

negatifnya, yang dimana banyak pengusaha yang gulung tikar dengan

berbagai sebab. Salah satu penyebabnya adalah kesalahan dalam pengelolaan

sebuah usaha. Seorang pengusaha harus berani dalam mengambil resiko, baik

uang maupun waktu. Disamping itu seorang pengusaha dituntut untuk

27

memiliki kemampuan mengelola usahanya dan memiliki tanggung jawab

terhadap kegiatan yang dilakukan, serta komitmen terhadap yang dijalankan.

Dalam bidang entrepreneurship, seseorang diwajibkan untuk memiliki

kemampuan yang kreatif dan inovatif dalam menemukan bahkan

menciptakan berbagai ide. Karena setiap pikiran dan langkah seorang

pengusaha adalah sebuah ide yang dimunculkan untuk berkreasi dalam

menemukan bisnis baru. Kegiatan usaha dapat dikelola sendiri maupun

dikelola orang lain. Jika dikelola sendiri maka pengusaha tersebut telah

memiliki modal uang dan pengetahuan untuk mengelola usahanya.

Sebaliknya, usaha yang dikelola oleh orang lain, maka pengusaha tersebut

hanya memberikan modal uang dan pengelolaannya diserahkan orang lain.

Untuk menjalankan sebuah usaha dapat dijalankan seorang diri atau

sekolompok orang. Secara pribadi artinya membuka usaha dengan inisiatif

dan modal sendiri. Sementara itu, berkelompok adalah berwirausaha secara

bersama-sama lebih dari satu orang dengan cara mengumpulkan modal dan

dikelola bersama ataupun orang lain.

Jenis usaha yang dijalankan dapat bersifat komersial dan sosial, bahkan

bisa juga kedua-duanya. Komersial yang memiliki arti bahwa usaha yang

dijalankan hanya mencari keuntungan semata. Sedangkan usaha bersifat

sosial lebih menekankan pada pelayanan masyarakat. Namun saat ini sangat

jarang untuk ditemui usaha yang bersifat sosial, lebih banyak yang bersifat

komersial. Menurut Kasmir (2010:19) untuk berwirausaha dapat dilakukan

dengan cara:

28

1. Memiliki modal sekaligus menjadi pengelola

2. Menyetor modal dan pengelolaan ditangani pihak mitra

3. Hanya menyerahkan tenaga namun dikonversikan ke dalam bentuk saham

sebagi bukti kepemilikan usaha.

Oleh karena itu ini penting agar seorang pengusaha memiliki

pengetahuan dalam dunia usaha. Sehingga bisa menerapkan ilmu tersebut

dalam usaha yang dijalankan. Hal itu bertujuan untuk menghindari sesuatu

yang bisa merugikan seorang pengusaha.

Untuk menjadi pengusaha juga diharuskan memiliki etika dalam

berwirausaha. Karena suatu kegiatan harus dilakukan dengan etika atau

norma-norma yang berlaku di masyarakat bisnis. Etika atau norma-norma ini

digunakan supaya para pengusaha tidak melanggar aturan yang telah dibuat

dan disetujui. Dengan melaksanakan etika yang benar, maka akan terjadi

keseimbangan hubungan antara pengusaha dengan masyarakat dan

stakeholder lainnya. Masing-masing pihak akan saling menghormati dan

menghargai, sehingga akan ada rasa saling membutuhkan di antara mereka

dan pada akhirnya akan menumbuhkan suatu kepercayaan yang bisa

membuat usaha dapat berkembang seperti yang diinginkan.

Dalam arti luas, etika sering disebut sebagi tindakan mengatur tingkah

laku atau perilaku manusia dengan masyarakat. Tingkah laku ini perlu diatur

supaya tidak melanggar norma-norma atau kebiasaan yang berlaku di

29

masyarakat. Etika dan norma yang harus ada dalam benak dan jiwa setiap

penguasaha adalah sebagai berikut (Kasmir, 2010:20-21)

1. Kejujuran

2. Tanggung jawab

3. Menepati janji

4. Disiplin

5. Taat hukum

6. Suka membantu

7. Komitmen dan menghormati

8. Mengejar prestasi

Semua etika tersebut harus dimiliki seorang pengusaha maupun

manajer yang sebagai pengelola usaha. Karena itu juga merupakan modal

atau kunci kesuksesan dalam entrepreneurship.

2.2.3 Konsep Entrepreneurship Mindset

Entrepreneurship mindset merupakan pola pikir seseorang dalam

bidang kewirausahaan yang didasari atas pengetahuan yang telah didapat

dalam masyarakat. Cara berpikir pengusaha tentu beda dengan seseorang

yang bukan pengusaha. Seorang pengusaha mungkin berpikir secara berbeda

ketika berhadapan dengan tugas atau lingkungan keputusan yang berbeda.

Karena pengusaha sering kali membuat keputusan dalam lingkungan

ketidakpastian yang tinggi dimana resiko yang dihadapi juga tinggi, tekanan

waktu yang mendesak, dan dalam investasi yang melibatkan emosi.

30

Menurut Hisrich (2008:36-49) dengan lingkungan pengambilan

keputusan seperti itu, seorang pengusaha kadang kala harus melakukan

sesuatu sebagai berikut:

1) Menumbuhkan efektuasi

Proses efektuasi merupakan sebuah proses yang dimulai dengan apa

yang dimiliki seseorang (siapa mereka, apa yang mereka tahu, dan siapa

yang mereka tahu) lalu memilih di antara hasil yang mungkin dicapai

(Hisrich, 2008:36). Sebagai seorang pemimpin bisnis tentu akan dilatih

berpikir secara rasional dan kemungkinan akan mendapatkan peringatan

jika tidak seperti itu. Peringatan tersebut sangat perlu oleh pemimpin

bisnis, agar usaha yang dikendalikan tidak menimbulkan keburukan

baginya.

Proses efektuasi digunakan untuk membangun perusahaannya,

pengusaha dapat membangun beberapa jenis usaha dalam industri yang

sama sekali yang berbeda. Hal ini berarti bahwa gagasan awal (atau

kumpulan klausa) tidak berimplikasi pada satu cakupan strategis tunggal

apapun bagi perusahaan (atau efek tertentu). Sebaliknya proses efektuasi

memungkinkan pengusaha menciptakan satu atau beberapa efek yang

mungkin terjadi tanpa memperhatikan tujuan akhir yang akan dicapai dari

apa yang telah dimulainya. Proses ini bukan hanya memungkinkan

realisasi beberapa efek yang mungkin terjadi (meskipun secara umum

hanya ada satu ataupun beberapa yang benar-benar direalisasikan dalam

implementasinya), tetapi juga memperbolehkan pengambil keputusan

31

mengubah tujuannya atau bahkan membentuk dan membangun tujuan itu

sepanjang waktu (Sarasvathy dalam Hisrich, 2008:40).

2) Beradaptasi secara kognitif

Kemampuan beradaptasi secara kognitif menjelaskan sampai sejauh

apa seorang pengusaha bersikap dinamis, fleksibel, mengatur diri sendiri,

dan terlibat dalam proses mendapatkan kerangka kerja pengambilan ragam

keputusan yang berfokus pada kemampuan merasakan serta memproses

perubahan dalam lingkungan mereka lalu bertindak pada perubahan

tersebut. Kerangka kerja pengambilan keputusan adalah pengetahuan

sebelumnya yang terorganisasi tentang orang dan situasi yang digunakan

untuk membantu seseorang merasakan apa yang terjadi. Kemampuan

beradaptasi secara kognitif terefleksi dalam kesadaran metakognitif

pengusaha, yaitu kemampuan untuk merefleksikan, memahami, dan

mengendalikan cara berpikir orang lain dan belajar (Schraw dalam

Hisrich, 2008:46).

Menurut Mevarech dalam Hisrich (2008:47-48) hal yang perlu

dilakukan untuk mampu beradaptasi secara kognitif adalah menanyakan

diri sendiri yang berkaitan dengan serangkaian pertanyaan sebagai berikut.

Pertama, pertanyaan pemahaman yang didesain untuk

meningkatkan pemahaman pengusaha tentang sifat alamiah dari

lingkungan.

32

Kedua, tugas keterkaitan yang didesain untuk menstimulasi

pengusaha agar berpikir tentang situasi saat ini berkaitan dengan kesamaan

dan perbedaan dalam situasi yang sebelumnya dihadapi dan dipecahkan.

Ketiga, tugas strategis yang didesain untuk menstimulasi pengusaha

agar berpikir tentang strategi-strategi yang sesuai untuk memecahkan

permasalahan (dan mengapa digunakan strategi tersebut) atau mengejar

peluang (bagaimana cara mengejar peluang tersebut).

Keempat, tugas refleksi yang didesain untuk menstimulasi

pengusaha agar berpikir tentang pemahaman dan perasaan mereka seiring

kemajuan yang dilakukan selama proses kewirausahaan.

3) Belajar dari kegagalan

Kegagalan bisnis terjadi karena adanya penurunan pendapatan

maupun peningkatan pengeluaran, sehingga perusahaan menjadi pailit

serta tidak mampu mengambil pinjaman baru. Hal itu mengakibatkan

perusahaan tidak dapat beroperasi di bawah kepemilikan dan manajemen

yang ada. Meskipun banyak kasus kegagalan bisnis, hal yang paling umum

terjadi adalah pengalaman yang tidak mencukupi. Pengusaha maupun

manajer yang lebih memiliki pengalaman lebih banyak akan memiliki

pengetahuan untuk melakukan peran dan tugas dalam meraih keberhasilan.

Menurut Rita McGrath (Hisrich, 2008:49), bahwa para pengusaha

umumnya mencari keberhasilan dan menghindari kegagalan dalam proyek

mereka, maka kesalahan dianggap tidak hanya sebagai sesuatu yang

menghambat proses pembelajaran dan pemahaman, namun juga membuat

33

proyek menghadapi kemungkinan gagal lebih besar atau lebih mahal dari

yang seharusnya. Terdapat sejumlah manfaat yang diperoleh dari peluang

yang berisiko, meskipun mangejar peluang tersebut meningkatkan potensi

terjadinya kegagalan. Proses pembelajaran dari kegagalan juga

memberikan manfaat bagi masyarakat melalui penerapan pengetahuan

pada suatu bisnis.

2.3 Landasan Teori

2.3.1 Teori Interaksi Simbolik (Herbert Mead)

Menurut Mead (Ritcher, 2012:602-603) keseluruhan sosial mendahului

pikiran individual baik secara logis maupun secara temporal. Seperti suatu

pemikiran, individu yang sadar diri, mustahil secara logis dalam teori Mead

tanpa adanya kelompok sosial yang mendahuluinya. Kelompok sosial datang

lebih dulu dan mengahasilkan pengembangan pada keadaan mental-mental

yang sadar diri.

Interaksionisme simbolik yang digagas oleh Mead menjelaskan bahwa

manusia pada dasarnya melakukan tindakan dan gerak isyarat atas dasar

Mind, Self, dan Society. Dalam menganalisis tindakan, Mead melangkah

paling dekat dengan pendekatan behavioris dan berfokus pada stimulus dan

respons. Untuk memahaminya stimulus harus dijadikan sebagai kesempatan

atau peluang dalam melakukan tindakan, bukan sebagai paksaan (Ritcher,

2012:603). Tindakan hanya melibatkan satu orang, tetapi tindakan sosial akan

melibatkan dua orang atau lebih. Sehingga hal tersebut memunculkan gerak

isyarat dari masing-masing individu.

34

Menurut Mead (Ritcher, 2012:609) gerak isyarat merupakan

mekanisme dasar di dalam tindakan sosial dan di dalam proses sosial secara

lebih umum. Manusia menunjukkan gerak isyarat dalam tindakannya, secara

otomatis akan mendatangkan respon oleh individu lainnya. Suatu simbol

signifikan adalah suatu jenis gerak isyarat yang hanya dapat dibuat oleh

manusia. Hal yang paling mungkin menjadi simbol-simbol signifikan adalah

ucapan-ucapan vokal atau Bahasa. Berbeda dengan gerak isyarat fisik yang

dapat menjadi simbol signifikan, tetapi belum tentu cocok secara ideal sebagi

simbol signifikan karena orang tidak mudah melihat atau mendengar gerak

isyarat fisiknya. Sehingga Bahasa yang sebagai simbol signifikan secara

umum dapat membangkitkan respon yang sama pada individu lainnya ketika

berbicara seperti yang dilakukan pada orang lain.

Simbol signifikan bisa memungkinkan sebagai interaksi simbolis.

Orang dapat berinteraksi satu sama lain bukan hanya melalui gerak isyarat

tetapi juga melalui simbol signifikan. Mead menjelaskan bahwa karyanya

yang sangat penting dalam teori interaksionisme simbolik adalah mind, self,

dan society menjadi dasar sebagai proses terjadinya tindakan dan gerak

isyarat. Berikut ini merupakan penjelasan mind, self, dan society oleh Mead.

1) Mind (Pikiran)

Pikiran didefinsikan sebagai suatu proses dan bukan sebagai suatu

benda, sebagai suatu percakapan batin dengan diri sendiri, tidak ditemukan

di dalam individu; itu bukan intracranial tetapi suatu fenomena (Franks

(2007) dalam Ritcher, 2012:614). Pikiran manusia muncul dan

35

berkembang karena adanya proses sosial. Karena proses sosial mendahului

pikiran, sehingga itu proses tersebut bukan produk dari pikiran. Satu ciri

khas pikiran adalah kemampuan individu seseorang yang membangkitkan

dirinya bukan respon dari individu seseorang, tetapi respon komunitas

secara keseluruhan.

Mead juga melihat pikiran dengan cara lain yang pragmatik. Yakni,

pikiran melibatkan proses berpikir yang berorientasi kearah pemecahan

masalah. Dunia nyata penuh dengan masalah sosial, dan fungsi pikiranlah

yang mencoba untuk memecahkan masalah tersebut dan memungkinkan

manusia bekerja secara lebih efektif dalam dunia nyata.

2) Self (Diri)

Konsep utama Mead, diri mengandaikan suatu proses sosial:

komunikasi diantara manusia. Bagi Mead mustahillah untuk

membayangkan suatu diri yang muncul di dalam absensi pengalaman-

pengalaman sosial. Akan tetapi, ketika diri telah berkembang, mungkinlah

baginya untuk berkesinambungan tanpa kontak sosial. Secara dialektis diri

sangat berhubungan dengan pikiran. Karena di satu sisi Mead menyatakan

bahwa tubuh bukan suatu diri dan menjadi suatu diri hanya bila pikiran

telah berkembang (Ritcher, 2012:615).

Secara esensial diri merupakan perkembangan dari pikiran. Maka

diri dan pikiran tidak bisa dipisahkan. Karena diri merupakan suatu proses

mental dan proses sosial. Menurut Mead (Ritcher, 2012:615) mekanisme

umum bagi perkembangan diri adalah reflesivitas atau kemampuan

36

meletakkan diri kita secara tidak sadar ke tempat orang lain dan bertindak

seperti mereka bertindak. Hasilnya, orang mampu memeriksa dirinya

seperti yang akan dilakukan oleh orang lain. Agar dapat mempunyai diri,

para individu harus mampu keluar dari dirinya, sehingga mampu

mengevaluasi diri dan dapat menjadi objek bagi diri sendiri.

3) Society (Masyarakat)

Mead menggunakan istilah masyarakat yang berarti proses sosial

yang terus menerus yang mendahului pikiran maupun diri. Karena itu

manfaatnya di dalam membentuk pikiran dan diri, masyarakat jelas

mempunyai peran sentral bagi Mead. Pada level lain masyarakat bagi

Mead menggambarkan sekumpulan respons yang teratur yang diambil alih

oleh individu di dalam bentuk “diriku”. Oleh karena itu, di dalam arti

demikian para individu membawa masyarakat ke sekitarnya, memberinya

kemampuan, melalui kritik diri, untuk mengendalikan diri mereka

(Ritcher, 2012:623).