tradisi larangan perkawinan adat jawa dalam...

116
TRADISI LARANGAN PERKAWINAN ADAT JAWA DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM (Studi Kasus Tradisi Kebo Balik Kandang Pada Masyarakat Desa Sugihwaras Kecamatan Prambon Kabupaten Nganjuk Jawa Timur) HALAMAN JUDUL Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H) Oleh: MOHAMAD ZIAD MUBAROK (1112044100038) PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1438 H/2017 M

Upload: lamngoc

Post on 07-Aug-2019

265 views

Category:

Documents


3 download

TRANSCRIPT

Page 1: TRADISI LARANGAN PERKAWINAN ADAT JAWA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41817/1/MOHAMAD ZIAD...TRADISI LARANGAN PERKAWINAN ADAT JAWA. DALAM . PERSPEKTIF HUKUM

TRADISI LARANGAN PERKAWINAN ADAT JAWA DALAM

PERSPEKTIF HUKUM ISLAM

(Studi Kasus Tradisi Kebo Balik Kandang Pada Masyarakat Desa Sugihwaras

Kecamatan Prambon Kabupaten Nganjuk Jawa Timur)

HALAMAN JUDUL

Skripsi

Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum untuk Memenuhi Persyaratan

Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H)

Oleh:

MOHAMAD ZIAD MUBAROK

(1112044100038)

PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1438 H/2017 M

Page 2: TRADISI LARANGAN PERKAWINAN ADAT JAWA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41817/1/MOHAMAD ZIAD...TRADISI LARANGAN PERKAWINAN ADAT JAWA. DALAM . PERSPEKTIF HUKUM
Page 3: TRADISI LARANGAN PERKAWINAN ADAT JAWA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41817/1/MOHAMAD ZIAD...TRADISI LARANGAN PERKAWINAN ADAT JAWA. DALAM . PERSPEKTIF HUKUM
Page 4: TRADISI LARANGAN PERKAWINAN ADAT JAWA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41817/1/MOHAMAD ZIAD...TRADISI LARANGAN PERKAWINAN ADAT JAWA. DALAM . PERSPEKTIF HUKUM
Page 5: TRADISI LARANGAN PERKAWINAN ADAT JAWA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41817/1/MOHAMAD ZIAD...TRADISI LARANGAN PERKAWINAN ADAT JAWA. DALAM . PERSPEKTIF HUKUM

v

ABSTRAK

Mohamad Ziad Mubarok, NIM 1112044100038, Tradisi Larangan

Perkawinan Adat Jawa dalam Perspektif Hukum Islam (Studi Kasus Tradisi Kebo

Balik Kandang pada Masyarakat Desa Sugihwaras Kecamatan Prambon

Kabupaten Nganjuk Jawa Timur), Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam

Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta 1438/2017 M, 92 Halaman.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan

larangan perkawinan tradisi Kebo Balik Kandang, untuk mengetahui bagaimana

pandangan masyarakat terhadap larangan perkawinan tradisi Kebo Balik Kandang

dan untuk mengetahui pandangan hukum Islam terhadap larangan perkawinan

tradisi Kebo Balik Kandang.

Adapun penelitian ini menggunakan metode kualitatif, dengan melakukan

pendekatan normatif. Penelitian ini juga dapat dikategorikan sebagai penelitian

lapangan (field research), dan merupakan kelanjutan dari penelitian deskriptif

yang bertujuan bukan hanya sekedar memaparkan karakteristik tertentu. Tetapi

juga menganalisa dan menjelaskan mengapa atau bagaimana hal itu terjadi.

Kriteria data yang didapatkan berupa data primer dan sekunder. Teknik

pengumpulan data yang digunakan adalah observasi, wawancara, dokumentasi,

dan studi pustaka.

Dari hasil penelitian yang penulis lakukan bahwa larangan perkawinan

tradisi Kebo Balik Kandang adalah, laki-laki dan perempuan dilarang

melangsungkan perkawinan jika orang tua mereka dahulu satu desa, dan salah

satu orang tua dari mereka, sebelum melangsungkan perkawinan telah pindah dari

desa tersebut. Tradisi ini menjadi pro kontra di kalangan masyarakatnya, sebagian

masyarakat masih memegang akan tradisi ini dan sebagian masyarakat

menganggap sudah tidak relevan untuk diterapkan di zaman sekarang. Tradisi ini

pada dasarnya bertentangan dengan hukum Islam karena tidak sesuai dengan apa

yang telah di syariatkan Islam dalam praktiknya.

Kata Kunci : Larangan Perkawinan, Tradisi Kebo Balik Kandang Desa

Sugihwaras, Pandangan Hukum Islam Terhadap Larangan

Perkawinan Tradisi Kebo Balik Kandang

Pembimbing : Dr. H. A. Juaini Syukri, Lc, MA

Daftar Pustaka : Tahun 1951 s.d Tahun 2017

Page 6: TRADISI LARANGAN PERKAWINAN ADAT JAWA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41817/1/MOHAMAD ZIAD...TRADISI LARANGAN PERKAWINAN ADAT JAWA. DALAM . PERSPEKTIF HUKUM

vi

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, segala puji bagi Allah SWT Tuhan semesta alam yang

telah memberikan nikmat, rahmat, taufik, hidayah dan ridha-Nya kepada penulis

tanpa ada batasan, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat

serta salam senantiasa tercurahkan kepada Baginda Nabi Muhammad SAW,

makhluk yang paling sempurna sebagai suri tauladan umatnya, beserta keluarga,

para sahabat dan pengikutnya yang senantiasa selalu patuh dan ta’at dalam

menjalankan pirintah Allah SWT dan Rasulnya.

Penulisan skripsi ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh

Sarjana Hukum (SH). Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini masih jauh

dari kesempurnaan, karena masih banyak terdapat kekhilafan, kekurangan dan

keterbatasan ilmu pengetahuan yang penulis miliki.

Terselesaikannya skripsi ini tidak terlepas dari pihak-pihak yang telah

banyak membantu penulis baik dari segi moral maupun materil. Oleh karena itu,

penulis ingin mengucapkan banyak-banyak terima kasih kepada:

1. Kedua orang tua tercinta, Ibunda Hj. Maryati dan Ayahanda H. Abdul

Mujib, yang selalu meberikan cintanya, kasih sayangnya dan yang selalu

memberikan nasihat, motivasi serta alunan doa yang tiada henti terucap

dengan rasa tulus dan ikhlas. Semoga Allah SWT selalu melindungi,

memberi kesehatan dan memberi umur yang panjang untuk mereka. Dan

Page 7: TRADISI LARANGAN PERKAWINAN ADAT JAWA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41817/1/MOHAMAD ZIAD...TRADISI LARANGAN PERKAWINAN ADAT JAWA. DALAM . PERSPEKTIF HUKUM

vii

tidak lupa juga untuk kakak tercantikku Eka Sri Hilayati yang selalu

memberikan semangat, motivasi, doa serta dorongan yang luar biasa.

Semoga Allah membalas semua kebaikan yang berlimpah. Dan kepada

keluarga besar Bapak H. Rudi yang selalu memberikan motivasi dan

dukungan untuk penulis.

2. Dr. Asep Saepudin Jahar, M.A., Dekan Fakultas Syariah dan Hukum

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Dr. H. Abdul Halim, M.Ag, Ketua Program Studi Hukum Keluarga, yang

selalu memberikan semangat dan motivasi-motivasi kepada penulis.

4. Arif Furqon, M.A. Sekretaris Program Studi Hukum Keluarga, yang

selalu memberikan pelayanan terbaik.

5. Dr. H. A. Juaini Syukri, Lc, MA, selaku dosen pembimbing, semoga apa

yang telah beliau berikan dapat bermanfaat bagi penulis dan dibalas

dengan kebaikan yang berlimpah.

6. Dr. JM Muslimin, MA. Ph.D, selaku Dosen Pembimbing Akademik, yang

telah meluangkan waktu, tenaga serta pikirannya untuk membimbing

penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

7. Staf Perpustakaan Syariah dan Hukum dan Perpustakaan Utama

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, yang telah

memfasilitasi penulis dalam mencari referensi penelitian ini.

8. Seluruh Bapak dan Ibu Dosen di Lingkungan Program Studi Hukum

Keluarga yang dengan sabar telah memberikan ilmu-ilmu kepada penulis.

Page 8: TRADISI LARANGAN PERKAWINAN ADAT JAWA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41817/1/MOHAMAD ZIAD...TRADISI LARANGAN PERKAWINAN ADAT JAWA. DALAM . PERSPEKTIF HUKUM

viii

9. Fitrititis, S.S., yang selalu memberikan semangat dan motivasi kepada

penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

10. Ahmad Faiq, S.H., yang telah menemani penulis dalam melakukan

penelitian skripsi ini.

11. Teman-teman seperjuangan, Luthfan Adly, Rahmat Muhajir, Kiyai Hilmi,

Ilham Harsya, Kajo Adit, Choirul Rofiq, Fauzi Nabawi, Rivaldi Fahlevi,

Muhammad Martin, Sufyan Zulkarnain, M Akrom, Komet Syah Ul-Haq,

Naniek, April, Sarifah Dacosta, Putri Shafwatil Huda, Choirunnisa, Alfida

Husna, Aisyah Yusriyah, Moch Anam, Latief, Abdul Qodir Batubara,

Rahmat Ramdani, Habib, Lia Yulianti, dan semua yang selalu memberikan

bantuan dan motivasi.

12. Teman-teman Islamic Family Law 2012, yang selalu memberikan saran

dan masukan dalam menyelesaikan skripsi ini.

13. Teman-teman KKN PRASARTI, Mamih Runi, Yulvie Sabriani, Nisa,

Ismi, Mita Eka Sari, Nia, Galih Sukmana, Falahul Yusuf, Roni Asriadi,

Yasir Muharram, yang selalu memberikan motivasi dan semangat dalam

menyelesaikan skripsi ini.

14. Teman-teman BLUE SCHOOL dan WT ALL BASE, Ogay, Uqonzua,

Alvin Murot, Akmal Maulziandra, Fajri Erfan, Alan Golks, Abet Wisnu,

Anas Satria, Lia, Marha Ulfia, Tika El Hassan, dan semuanya, yang selalu

memberikan dukungan dan motivasi.

15. Perangkat Desa Sugihwaras dan Mayarakat Desa Sugihwaras, Ibu Deno,

Bapak Gunawan, Ibu Setyastuti, Kiai Hanafi, Rrizki Sonia Safitri, Bapak

Page 9: TRADISI LARANGAN PERKAWINAN ADAT JAWA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41817/1/MOHAMAD ZIAD...TRADISI LARANGAN PERKAWINAN ADAT JAWA. DALAM . PERSPEKTIF HUKUM

ix

Bari dan semua Masyarakat Desa Sugihwaras, yang telah memberikan

dukungan, doa serta motivasi kepada penulis, sehingga penulisan skripsi

ini dapat berjalan lancar.

16. Teman-teman dan para senior Himpunan Mahasiswa Islam Komisariat

Fakultas Syariah dan Hukum dan LKBHMI (Lembaga Kajian dan Bantuan

Hukum Mahasiswa Islam), terimakasih atas saran, support dan

dukungannya.

17. Dan kepada semua pihak yang telah membantu serta memberikan

dukungan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini, yang tidak

dapat penulis sebutkan satu persatu, namun tidak mengurangi rasa hormat

dan terima kasih penulis yang sebesar-besarnya.

Semoga Amal dan kebaikan mereka semua dibalas oleh Allah SWT dan

penulis berharap semoga skripsi ini mampu memberikan manfaat yang besar bagi

penulis maupun bagi pembaca.

Jakarta, 7 Juni 2017

Mohamad Ziad Mubarok

Page 10: TRADISI LARANGAN PERKAWINAN ADAT JAWA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41817/1/MOHAMAD ZIAD...TRADISI LARANGAN PERKAWINAN ADAT JAWA. DALAM . PERSPEKTIF HUKUM

x

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL .............................................................................................. i

LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ..................................................... ii

PENGESAHAN PANITIA UJIAN ..................................................................... iii

LEMBAR PERNYATAAN ................................................................................. iv

ABSTRAK ............................................................................................................. v

KATA PENGANTAR .......................................................................................... vi

DAFTAR ISI .......................................................................................................... x

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah ......................................................................... 1 B. Identifkasi Masalah ................................................................................ 7 C. Batasan dan Rumusan Masalah .............................................................. 8 D. Tujuan dan Manfaat Penelitian ............................................................... 9 E. Metode Penelitian ................................................................................ 10 F. Review Studi Terdahulu ....................................................................... 12 G. Sistematika Penelitian .......................................................................... 15

BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG PERKAWINAN17

A. Pengertian dan Dasar Hukum Perkawinan ........................................... 17 B. Syarat dan Rukun Perkawinan ............................................................. 27 C. Tujuan dan Hikmah Perkawinan .......................................................... 31 D. Perkawinan yang Terlarang .................................................................. 36

BAB III POTRET DESA SUGIHWARAS DAN LARANGAN

PERKAWINAN TRADISI KEBO BALIK KANDANG

A. Potret Desa Sugihwaras ........................................................................ 49 B. Tradisi Larangan Perkawinan Kebo Balik Kandang pada Masyarakat

Desa Sugihwaras Kecamatan Prambon Kabupaten Nganjuk

Jawa Timur........................................................................................... 59

Page 11: TRADISI LARANGAN PERKAWINAN ADAT JAWA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41817/1/MOHAMAD ZIAD...TRADISI LARANGAN PERKAWINAN ADAT JAWA. DALAM . PERSPEKTIF HUKUM

xi

BAB IV TRADISI LARANGAN PERKAWINAN KEBO BALIK

KANDANG DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM

A. Pandangan Masyarakat tentang Tradisi Kebo Balik Kandang .............. 68 B. Pandangan Hukum Islam terhadap Larangan Perkawinan Tradisi Kebo

Balik Kandang ..................................................................................... 72 C. Analisis Penulis .................................................................................... 82

BAB V PENUTUP ............................................................................................... 86

A. Kesimpulan .......................................................................................... 86 B. Saran-Saran .......................................................................................... 87

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 89

LAMPIRAN ......................................................................................................... 95

Page 12: TRADISI LARANGAN PERKAWINAN ADAT JAWA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41817/1/MOHAMAD ZIAD...TRADISI LARANGAN PERKAWINAN ADAT JAWA. DALAM . PERSPEKTIF HUKUM

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Perkawinan merupakan salah satu fase kehidupan yang lazim

dilakukan oleh setiap manusia (akil baligh), siap secara lahir dan batin serta

memliki rasa tanggung jawab dalam membangun rumah tangga. Setiap orang

yang telah memenuhi persyaratan untuk menikah dianjurkan agar

menginjakkan kakinya kejenjang pernikahan. Jenjang inilah yang menandai

sebuah fase kehidupan yang sangat penting bagi kelangsungan hidup

seseorang pada masa mendatang.1

Allah SWT telah menciptakan makhluk hidup itu berpasang-pasangan

yaitu jantan dan betina, laki-laki dan perempuan. Tetapi manusia tidak sama

dalam hal menyalurkan insting seksualnya dengan makhluk lainnya, yang

bebas mengikuti nalurinya tanpa aturan. Untuk menjaga kehormatan dan

martabat manusia maka Allah memberikan jalan terhormat berdasarkan

kerelaan dalam suatu ikatan yang disebut dengan pernikahan atau

perkawinan. Pernikahan atau perkawinan inilah yang diridhai Allah dan

diabadikan dalam Islam untuk selamanya.2

Dalam Pasal 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974

tentang

Perkawinan menyatakan, “Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara

1 Happy Susanto, Nikah Siri Apa Untungnya?, (Jakarta: Visimedia, 2007), cet. Ke-1, h. 1 2 Slamet Abidin dan H. Aminuddin, Fiqih Munakahat 1, (Bandung: Pustaka Setia, 1999),

h. 2

Page 13: TRADISI LARANGAN PERKAWINAN ADAT JAWA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41817/1/MOHAMAD ZIAD...TRADISI LARANGAN PERKAWINAN ADAT JAWA. DALAM . PERSPEKTIF HUKUM

2

seorang pria dan seorang wanita sebagai ikatan suami istri dengan tujuan

membentuk keluarga atau rumah tangga yang bahagia dan kekal berdasarkan

Ketuhanan Yang Maha Esa”. 3

Sedangkan dalam Pasal 2 Kompilasi Hukum Islam (KHI)

menyebutkan, “Perkawinan menurut hukum Islam adalah pernikahan, yaitu

akad yang sangat kuat atau mitsaqon gholidzon untuk mentaati perintah Allah

dan melaksanakannya merupakan ibadah”. 4

Islam memandang ikatan perkawinan sebagai ikatan yang kuat atau

(mitsaqan ghalidzan), ikatan yang suci (transenden), suatu perjanjian yang

mengandung makna magis, suatu ikatan yang bukan saja hubungan atau

kontrak keperdataan biasa, tetapi juga hubungan menghalalkan terjadinya

hubungan badan antara suami istri sebagai penyaluran libido seksual manusia

yang terhormat. Oleh karena itu, hubungan tersebut di pandang sebagai

ibadah.5

Tujuan perkawinan menurut agama Islam ialah untuk mendirikan

petunjuk agama dalam rangka mendirikan keluarga yang harmonis, sejahtera

dan bahagia. Harmonis dalam menggunakan hak dan kewajiban anggota

keluarga, sejahtera artinya terciptanya ketenangan lahir dan batinnya,

sehingga muncul kebahagiaan, yakni kasih sayang antar anggota keluarga.6

3 Yayasan Peduli Anak Negeri, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang

Perkawinan 4 Ditjen Pembinaan Kelembagaan Islam Departemen Agama, Kompilasi Hukum Islam di

Indonesia, (Jakarta: Direktorat Pembinaan Peradilan Agama Islam, 2001) 5 Yayan Sofyan, Islam Negara; Tansformasi Hukum Perkawinan Islam dalam Hukum

Nasional, (Jakarta: RMBooks, 2012). Cet. Ke-2, h. 127 6 Abdul Rahman Ghazali, Fiqh Munakahat, (Jakarta: Kencana, 2010), cet. Ke-4, h. 22

Page 14: TRADISI LARANGAN PERKAWINAN ADAT JAWA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41817/1/MOHAMAD ZIAD...TRADISI LARANGAN PERKAWINAN ADAT JAWA. DALAM . PERSPEKTIF HUKUM

3

Dari perkawinan akan timbul hubungan suami istri dan kemudian

hubungan antara orang tua dengan anak-anaknya. Timbul pula hubungan

kekeluargaan sedarah dan semenda. Oleh karena itu perkawinan mempunyai

pengaruh yang sangat luas, baik dalam hubungan kekeluargaan khususnya,

maupun dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara pada umumnya,

karena perkawinan merupakan titik awal pembentukan keluarga, dan keluarga

merupakan suatu unit terkecil dari suatu bangsa.7

Berbicara mengenai suatu bangsa, Indonesia adalah negara yang

dibangun oleh pilar-pilar keragaman. Baik itu etnik, budaya, adat maupun

agama. Untuk yang terakhir, agama di Indonesia lahir dan berkembang

dengan segala norma yang mengikat setiap penganutnya. Norma tersebut

mulai menyerap dalam institusi masyarakat.8

Usaha untuk mengaplikasikan hukum Islam dalam tiap unsur

kehidupan masyarakat tidak terlepas dari budaya, kebiasaan, dan hukum adat

yang masih dipertahankan di sebagian daerah. Istilah hukum adat adalah

terjemahan dari bahasa Belanda yaitu adatrecht.9 Setiap suku (dalam konteks

Indonesia) memiliki adat istiadat atau kebiasaan tersendiri yang berbeda-

beda. Adat kebiasaan suatu masyarakat dibangun atas dasar nilai-nilai yang

dianggap oleh masyarakat tersebut. Nilai-nilai tersebut diketahui, dipahami

7 Mona Eliza, Pelanggaran Terhadap UU Perkawinan dan Akibat Hukumnya,

(Tangerang Selatan: Adelina Bersaudara, 2009), h. 2 8 Yayan Sopyan, Islam Negara: Transformasi Hukum Perkawinan Islam Dalam hukum

Nasional, (Jakarta: PT. Wahana Semesta Intermedia, 2012) h. 11 9 Bushar Muhammad, Asas-Asas Hukum Adat: Suatu Pengantar, (Jakarta: Pradnya

Paramita, 1994), cet. Ke-9, h. 9

Page 15: TRADISI LARANGAN PERKAWINAN ADAT JAWA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41817/1/MOHAMAD ZIAD...TRADISI LARANGAN PERKAWINAN ADAT JAWA. DALAM . PERSPEKTIF HUKUM

4

dan dilaksanakan atas dasar kesadaran masyarakat.10

Termasuk di dalamnya

masalah tentang perkawinan.

Mengenai perkawinan, memang banyak adat yang mengatur di setiap

daerah. Baik itu yang bertentangan dengan syariat Islam maupun tidak. Tidak

dapat kita pungkiri bahwa perkawinan harus mengikuti adat yang berlaku di

daerah tersebut. Perkawinan memanglah salah satu adat yang berkembang

mengikuti berkembangnya masyarakat, namun kepercayaan untuk berpegang

teguh kepada hukum adat masih berlaku di dalam sebuah adat pernikahan

tersebut. Karena hukum akan efektif apabila mempunyai basis sosial yang

relatif kuat. Artinya hukum adat tersebut dipatuhi oleh masyarakat secara

sukarela.11

Sifat dan kebudayaan yang terjadi di masyarakat mewujudkan aturan-

aturan yang berbeda. Tidak menutup kemungkinan perbedaan itu terjadi

terhadap aturan adat dan aturan agama. Perbedaan yang sering kita jumpai di

masyarakat adalah dalam hal perkawinan. Walaupun agama Islam telah

memberikan aturan yang jelas tentang perkawinan, akan tetapi pada

kenyataannya masih banyak ditemukan dalam pelaksanaan dan praktik

perkawinan yang berbeda dikalangan umat Islam.

Tiap suku bangsa mempunyai sistem perkawinan adat yang berbeda.

Sistem perkawinan adat tersebut terbagi menjadi tiga macam, pertama

exogami, yaitu seorang pria dilarang menikah dengan wanita yang semarga

10 A. Djazuli, Kaidah-Kaidah Fikih: Kaidah-Kaidah Hukum Islam dalam Menyelesaikan

Masalah-Masalah yang Praktis, (Jakarta: Kencana, 2007), cet. Ke-2, h. 78 11 Soerjono Soekanto, Hukum Adat Indonesia, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2003), h.

340

Page 16: TRADISI LARANGAN PERKAWINAN ADAT JAWA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41817/1/MOHAMAD ZIAD...TRADISI LARANGAN PERKAWINAN ADAT JAWA. DALAM . PERSPEKTIF HUKUM

5

atau sesuku dengannya. Ia harus menikahi seorang wanita di luar marganya

(klan-patrilineal). Kedua endogami, yaitu seorang pria diharuskan menikahi

wanita dalam lingkungan kerabat (suku, klan atau family) sendiri dan dilarang

menikahi wanita di luar kerabat. Ketiga eleutrogami, yaitu seorang pria tidak

lagi diharuskan atau dilarang untuk menikahi wanita di luar atau pun di dalam

lingkungan kerabat atau suku melainkan dalam batas-batas yang telah

ditentukan hukum Islam dan hukum Perundang-Undangan yang berlaku.12

Dalam sebuah adat atau tradisi terdapat nilai dan norma kehidupan,

yang dimana sangat berguna untuk mencari keseimbangan hidup.13

Nilai dan

norma itu di bentuk sesuai masyarakat setempat, yang pada akhirnya menjadi

sebuah adat istiadat, kepercayaan atau tradisi yang terdapat di dalam

masyarakat pada umumnya merupakan pencerminan nilai budi luhur untuk

masyarakat itu sendiri.

Pada masyarakat Indonesia, khususnya di Pulau Jawa sungguh

terkenal akan ketaatan dan kepatuhan terhadap aturan atau hukum adat yang

berlaku. Salah satu tradisi yang masih di percaya dan masih di pegang teguh

oleh Masyarakat Jawa adalah tradisi Kebo Balik Kandang14

yang ada pada

Masyarakat Desa Sugihwaras Kecamatan Prambon, Kabupaten Nganjuk Jawa

Timur.

12 Hilman Hadikusuma, Hukum Perkawinan Adat, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 1990),

h. 67-69 13 Thomas Wiyasa Brawidjaja, Upacara Tradisional Masyarakat Jawa, (Jakarta: Pustaka

Sinar Harapan, 2004), h. 9 14 Kebo Balik Kandang adalah tradisi larangan perkawinan adat Jawa, laki-laki dan

perempuan dilarang melangsungkan perkawinan jika orang tua laki-laki mereka dahulu satu desa,

dan salah satu dari orang tua laki-laki mereka, sebelum melangsungkan perkawinan telah keluar

dari desa tersebut.

Page 17: TRADISI LARANGAN PERKAWINAN ADAT JAWA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41817/1/MOHAMAD ZIAD...TRADISI LARANGAN PERKAWINAN ADAT JAWA. DALAM . PERSPEKTIF HUKUM

6

Tradisi Kebo Balik Kandang merupakan tradisi yang masih dipercayai

dan dilakukan oleh masyarakat Desa Sugihwaras, tradisi Kebo Balik Kandang

adalah ayah kedua calon suami istri dilahirkan di desa yang sama, dan seiring

berjalannya waktu, salah satu dari keluarga mereka pindah dari desa

kelahirannya tersebut, maka calon pasangan suami istri tersebut dilarang

menikah, dan jika mereka (calon mempelai) kekeuh untuk melangsungkan

perkawinan atau melanggar tradisi ini, maka di yakini akan menimbulkan

adanya bencana besar dalam keluarga, salah satunya adalah meninggalnya

orang tua dari kedua calon mempelai.15

Islam tidak pernah melarang pernikahan berbeda suku, budaya,

daerah, ataupun berbeda ras. Akan tetapi tradisi bukanlah sesuatu yang harus

di khawatirkan selama tidak bertentangan dengan akidah dan hukum Islam.

Namun permasalahannya apabila tradisi itu tidak sesuai dengan prinsip-

prinsip yang ada dalam agama Islam dan bertentangan, maka sudah

sepantasnya tradisi tersebut ditinggalkan.

Larangan perkawinan seperti tradisi Kebo Balik Kandang ini

merupakan sebuah tradisi penghalang pernikahan bagi seseorang yang ingin

menikah. Sedangkan untuk melihat larangan perkawinan lebih jauh dijelaskan

dalam Pasal 8, 9, dan 10 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang

Perkawinan dan Pasal 39 sampai 44 Kompilasi Hukum Islam,16

selain itu

15 Hasil Wawancara dengan Rizki Sonia Safitri, Tokoh Masyarakat Desa Sugihwaras,

(Via Telepon) 22 September 2016 16 Zainudin Ali, Hukum Perdata Islam di Indonesia, (Jakarta: Sinar Grafika, 2007), h. 30-

31

Page 18: TRADISI LARANGAN PERKAWINAN ADAT JAWA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41817/1/MOHAMAD ZIAD...TRADISI LARANGAN PERKAWINAN ADAT JAWA. DALAM . PERSPEKTIF HUKUM

7

larangan yang lain juga disebutkan dalam Alquran seperti yang tertera dalam

QS. Al-Baqarah (1) : 221

“Dan janganlah kamu menikahi wanita-wanita musyrik, sebelum

mereka beriman. Sesungguhnya wanita budak yang mukmin lebih baik dari

wanita musyrik, walaupun dia menarik hatimu. Dan janganlah kamu

menikahkan orang-orang musyrik (dengan wanita-wanita mukmin) sebelum

mereka beriman. Sesungguhnya budak yang mukmin lebih baik dari orang

musyrik walaupun dia menarik hatimu. Mereka mengajak ke neraka, sedang

Allah mengajak ke surga dan ampunan dengan izin-Nya. Dan Allah

menerangkan ayat-ayat-Nya (perintah-perintah-Nya) kepada manusia supaya

mereka mengambil pelajaran” (QS. Al-Baqarah (1) : 221)

Melihat dari permasalahan di atas, penulis menganggap perlu adanya

penelitian dalam permasalahan tradisi seperti ini. Dari uraian yang sudah

dipaparkan di atas maka penulis tertarik untuk mengangkat permasalahan ini

ke dalam sebuah skripsi yang berjudul : “Tradisi Larangan Perkawinan

Adat Jawa dalam Perspektif Hukum Islam (Studi Kasus Tradisi Kebo

Balik Kandang Pada Masyarakat Desa Sugihwaras Kecamatan Prambon

Kabupaten Nganjuk Jawa Timur)”

B. Identifkasi Masalah

1. Tradisi larangan perkawinan Kebo Balik Kandang di Desa Sugihwaras

Nganjuk Jawa Timur

Page 19: TRADISI LARANGAN PERKAWINAN ADAT JAWA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41817/1/MOHAMAD ZIAD...TRADISI LARANGAN PERKAWINAN ADAT JAWA. DALAM . PERSPEKTIF HUKUM

8

2. Tata cara pelaksanaan tradisi Kebo Balik Kandang di Desa Sugihwaras

Nganjuk Jawa Timur

3. Dampak melanggar tradisi larangan perkawinan Kebo Balik Kandang di

Desa Sugihwaras Nganjuk Jawa Timur

4. Asal muasal tradisi larangan perkawinan Kebo Balik Kandang di Desa

Sugihwaras Nganjuk Jawa Timur

5. Perspektif hukum Islam tentang tradisi Kebo Balik Kandang di Desa

Sugihwaras Nganjuk Jawa Timur

C. Batasan dan Rumusan Masalah

1. Batasan Masalah

Dalam skripsi ini perlu adanya pembatasan masalah agar lingkup

bahasannya tidak terlalu luas dan melebar. Adapun batasan masalah

dalam skripsi ini adalah mengenai persoalan larangan perkawinan tradisi

Kebo Balik Kandang yang ada di Desa Sugihwaras Kecamatan Prambon

Kabupaten Nganjuk Jawa Timur, tata cara tradisi perkawinan, dan

bagaimana Islam serta hukum positif memandang tradisi tersebut.

2. Rumusan Masalah

Sesungguhnya dalam Islam tidak terdapat pembeda ataupun

pengkhususan dalam hal perkawinan bagi setiap orang. Namun dalam

masyarakat Desa Sugihwaras Kecamatan Prambon, Kabupaten Nganjuk

Jawa Timur terdapat pengkhususan bagi sebagian orang yang akan

melakukan perkawinan.

Page 20: TRADISI LARANGAN PERKAWINAN ADAT JAWA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41817/1/MOHAMAD ZIAD...TRADISI LARANGAN PERKAWINAN ADAT JAWA. DALAM . PERSPEKTIF HUKUM

9

Penulis bermaksud mengkaji dan mengungkapkan lebih jauh

mengenai tradisi Kebo Balik Kandang, adapun untuk mempermudah

pembahasan ini penulis merumuskan masalah dalam bentuk pertanyaan

sebagai berikut:

a. Bagaimana tradisi larangan perkawinan Kebo Balik Kandang di Desa

Sugihwaras Nganjuk Jawa Timur?

b. Bagaimana pandangan masyarakat tentang tradisi larangan

perkawinan Kebo Balik Kandang di Desa Sugihwaras Nganjuk Jawa

Timur?

c. Bagaimana Pandangan hukum Islam tentang tradisi larangan

perkawinan Kebo Balik Kandang di Desa Sugihwaras Nganjuk Jawa

Timur?

D. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Tujuan suatu penelitian adalah mengungkapkan secara jelas apa yang

ingin dicapai dalam penelitian yang akan dilakukan. Dari pemahaman

tersebut, maka tujuan penelitian ini adalah :

1. Mengetahui tradisi larangan perkawinan Kebo Balik Kandang.

2. Mengetahui pandangan masyarakat tentang tradisi larangan

perkawinan Kebo Balik Kandang.

3. Mengetahui pandangan hukum Islam tentang tradisi larangan

perkawinan Kebo Balik Kandang.

Page 21: TRADISI LARANGAN PERKAWINAN ADAT JAWA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41817/1/MOHAMAD ZIAD...TRADISI LARANGAN PERKAWINAN ADAT JAWA. DALAM . PERSPEKTIF HUKUM

10

Sejalan dengan tujuan penelitian, maka penelitian ini diharapkan dapat

bermanfaat bagi penulis dan masyarakat.

1. Dapat memberikan sumbangan pemikiran (sebagai informasi ilmiah)

bagi akademisi tentang tradisi larangan perkawinan Kebo Balik

Kandang dalam masyarakat Desa Sugihwaras Kecamatan Prambon,

Kabupaten Nganjuk Jawa Timur.

2. Memberikan pengetahuan kepada masyarakat tentang tradisi Kebo

Balik Kandang dalam masyarakat Desa Sugihwaras Kecamatan

Prambon, Kabupaten Nganjuk Jawa Timur.

3. Menambah khazanah kekayaan budaya lokal yang berkaitan dengan

hukum perkawinan khususnya perkawinan masyarakat Jawa.

E. Metode Penelitian

Metode penelitian adalah cara yang akan ditempuh oleh penyusun

untuk menjawab permasalahan penelitian atau rumusan masalah.17

Adapun

metode yang digunakan dalam penelitian ini untuk mendapatkan hasil yang

maksimal dan optimal maka penyusun menggunakan tahapan-tahapan sebagai

berikut :

1. Jenis dan Sifat Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif yaitu penelitian

lapangan (field reasecrh) artinya penelitian yang dilakukan dengan cara

terjun langsung ke daerah obyek penelitian untuk mendapatkan data-data

17 Samiaji Sarosa, Penelitan Kualitatif Dasar-Dasar, (Jakarta: Permata Puti Media, 2012),

cet. Ke-1, h. 3

Page 22: TRADISI LARANGAN PERKAWINAN ADAT JAWA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41817/1/MOHAMAD ZIAD...TRADISI LARANGAN PERKAWINAN ADAT JAWA. DALAM . PERSPEKTIF HUKUM

11

yang berkaitan dengan pembahasan yang dibahas, dalam hal ini mengenai

tradisi larangan perkawinan Kebo Balik Kandang dalam perkawinan Jawa.

Data diperoleh dari wawancara dengan tokoh-tokoh masyarakat dan

masyarakat yang masih menjalankan tradisi tersebut. Penulis

menghubungkannya dengan penelitian antropologi yang mempelajari garis

perilaku yang terjadi berulang-ulang dan terus-menerus dilaksanakan,

karena perilaku itulah yang merupakan sesuatu yang menjadi kebiasaan

dan menjadi hukum dalam masyarakat tersebut.18

Adapun sifat penelitian yang digunakan adalah “deskriptik-

analitik” yaitu mengelola dan mendeskripsikan penelitian yang dikaji

dalam tampilan data yang lebih bermakna dan lebih dapat dipahami

sekaligus manganalisis data tersebut.19

2. Pendekatan

Pendekatan yang Penulis gunakan dalam penelitian ini adalah

pendekatan normatif, yaitu pendekatan dengan menggunakan sudut

pandang Islam yakni Penulis akan menggunakan metode ushul fiqh yang

berarti bahwa Alquran, Hadis, dan pendapat para ulama menjadi rujukan

dalam pendekatan ini.

3. Sumber Data Penelitian

Sumber yang digunakan adalah sumber data primer dan data

sekunder.

18 Hilman Hadikusuma, Antropologi Hukum Indonesia, (Bandung: PT. Alumni, 1986), h.

27 19 Nana Sudjana, Tuntunan Penelitian Karya Ilmiah, Makalah-Skripsi-Tesis-Disertasi.

(Bandung: Sinar Baru Algesindo, 1999), h. 77

Page 23: TRADISI LARANGAN PERKAWINAN ADAT JAWA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41817/1/MOHAMAD ZIAD...TRADISI LARANGAN PERKAWINAN ADAT JAWA. DALAM . PERSPEKTIF HUKUM

12

a. Sumber data primer, yaitu sumber data yang diperoleh dari responden

langsung yaitu pihak masyarakat pemuka adat, tokoh masyarakat,

ulama setempat, dan masyarakat yang memegang tradisi tersebut.

b. Data sekunder, yaitu menjadikan penjelasan mengenai bahan hukum

primer tersebut. Data sekunder dalam penelitian ini adalah studi

kepustakaan, buku-buku, artikel ilmiah, arsip-arsip yang mendukung

atau dokumen-dokumen.

F. Review Studi Terdahulu

Setelah melakukan penelusuran, penulis menemukan beberapa

literatur dari hasil penelitian yang membahas dan mengkaji tentang

permasalahan-permalahan yang berhubungan dengan pernikahan, khususnya

membahas tentang larangan pernikahan, namun penyusun belum menemukan

judul yang sama dengan tema yang diangkat yaitu analisis hukum Islam

terhadap Tradisi Kebo Balik Kandang.

Berdasarkan hasil penelusuran yang penulis lakukan, ditemukan hasil

penulisan yang menyangkut tentang pandangan hukum Islam terhadap

perkawinan adat. Diantaranya adalah sebagai berikut:

Irsyad Rifai Hasibun yang dituangkan dalam bentuk skripsi yang

berjudul “Tinjauan Hukum Islam Terhadap Perkawinan Satu Marga dalam

Masyarakat Batak Angkola, Sumatera Utara”. Dalam hal ini dijelasakan

mengenai larangan perkawinan satu marga dalam adat Batak Angkola, dan

sanksi bagi yang melanggar adat tersebut serta menjelaskan perspektif hukum

Page 24: TRADISI LARANGAN PERKAWINAN ADAT JAWA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41817/1/MOHAMAD ZIAD...TRADISI LARANGAN PERKAWINAN ADAT JAWA. DALAM . PERSPEKTIF HUKUM

13

Islam terhadap perkawinan satu marga. Perbedaan dengan skripsi yang akan

penulis susun adalah terletak pada larangan dan daerah yang akan diteliti,

penulis akan meneliti larangan perkawinan adat Kebo Balik Kandang dalam

perkawinan adat Jawa.20

Septi Muslimah, dalam skripsinya “Larangan Nikah Adu Kalen pada

Masyarakat Banyusoco Playen Gunung Kidul (Tinjauan Normatif

Sosiologis)”. Penelitian ini menjelaskan tentang larangan nikah yang

merupakan tradisi pernikahan yang ada dan diamalkan di Dusun Banyusoco

di mana calon suami istri dalam satu pedusunan berada antara dua tempat

yang berseberangan yang dipisahakan oleh sungai.21

Dalam hal larangan

pernikahan, penelitian ini menitikberatkan pada letak tinggal geografis pelaku

pernikahan, sedangkan dalam penelitian penyusun menitikberatkan pada

larangan menikah pada pelaku pernikahan yang dulunya satu desa dan salah

satu dari mereka keluar dari desa tersebut.

Fasry Helda Dwisuryati, dalam skripsinya “Tinjauan Hukum Islam

terhadap Larangan Menikah pada Bulan Safar di Masyarakat Kecamatan

Sungairaya Kalimantan Selatan”. Skripsi ini menjelaskan, bulan Safar

merupakan bulan panasan dan tidak baik melangsungkan pernikahan, karena

sering terjadi perselisihan yang mengakibatkan perpecahan antara warga

20 Irsyad Rifai Hasibun, Tinjauan Hukum Islam Terhadap Perkawinan Satu Marga dalam

Masyarakat Batak Angkola, Sumatera Utara, (Skripsi Fakultas Syariah Dan Hukum Uin Syarif

Hidayatullah Jakarta) 21 Septi Muslimah, Larangan Nikah Adu Kalen pada Masyarakat Banyusoco, Playen,

Gunung Kidul Yogyakarta. (Skripsi Fakultas Syariah dan Hukum UIN Sunan Kalijaga, 2005)

Page 25: TRADISI LARANGAN PERKAWINAN ADAT JAWA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41817/1/MOHAMAD ZIAD...TRADISI LARANGAN PERKAWINAN ADAT JAWA. DALAM . PERSPEKTIF HUKUM

14

masyarakatnya.22

Dalam hal larangan pernikahan, penelitian ini menitik

beratkan pada waktu bulan tertentu dalam pelaksanaannya, sedangkan dalam

penelitian penyusun menitik beratkan pada pelaku pernikahan yang dulunya

satu desa dan salah satu dari mereka keluar dari desa tersebut.

Muchamad Iqbal Ghozali, dalam skripsinya yang berjudul “Larangan

Menikah pada Dino Ngeblak Tiyang Sepuh di Masyarakat Kampung

Sangrahan Kecamatan Mlati Kabupaten Sleman dalam Perspektif Hukum

Islam”. Larangan itu didasarkan karena pada waktu itu merupakan hari

meninggalnya orang tua, maka sudah sepantasnya sebagai seorang anak

melakukan prihatin pada waktu itu dan memanjatkan doa kepada mereka

yang telah meninggal, dan jangan melakukan acara pesta pora atau

bersenang- senang, karena dianggap tidak menghargai orang tuanya yang

telah Meninggal.23

Dalam hal larangan pernikahan, penelitian ini

menitikberatkan pada waktu pelaksanaannya, sedangkan dalam penelitian

penyusun menitik beratkan pada pelaku pernikahan yang dulunya satu desa

dan salah satu dari mereka keluar dari desa tersebut.

Nur Faidah, dalam skripsinya “Mantenan Adat Satu Suro di Desa

Traji Kecamatan Parakan Kabupaten Temanggung Jawa Tengah Menurut

Tinjauan Hukum Islam”. Skripsi ini menjelaskan tata cara ritual mantenan

pada tanggal satu suro, yang dilaksanakan pada setiap malam tanggal satu

22 Fasry Helda Dwisuryati, Tinjauan Hukum Islam terhadap Larangan Menikah Bulan

Safar di Masyrakat Kecamatan Sungai Raya Kalimantan Selatan, (Skripsi Fakultas Syariah dan

Hukum UIN Sunan Kalijaga, 2007) 23 Muchamad Iqbal Ghozali, Larangan Menikah pada Dino Geblak Tiyang Sepuh di

Masyarakat Kampung Sanggrahan Kecamatan Mlati Kabupaten Sleman dalam Perspektif Hukum

Islam, (Skripsi Fakultas Syari’ah dan Hukum UIN Sunan Kalijaga, 2012)

Page 26: TRADISI LARANGAN PERKAWINAN ADAT JAWA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41817/1/MOHAMAD ZIAD...TRADISI LARANGAN PERKAWINAN ADAT JAWA. DALAM . PERSPEKTIF HUKUM

15

Suro, waktunya yaitu dimulai menjelang matahari terbenam atau setelah

maghrib. Dalam hal pernikahan, penelitian ini menitik beratkan pada tata cara

pelaksanaannya.24

Sedangkan dalam penelitian ini penyusun menitik beratkan

pada larangan menikah bagi pelaku pernikahan yang dulunya satu desa dan

salah satu dari mereka keluar dari desa tersebut.

Penelitian-penelitian yang penulis sebutkan di atas berbeda dengan

penelitian ini karena penelitian tersebut tidak membahas tentang tradisi Kebo

Balik Kandang yang mana tradisi ini digunakan ketika orang tua dari kedua

calon mempelai pengantin, yang tadinya satu desa, dan salah satu dari orang

tua calon mempelai keluar dari desa tersebut.

G. Sistematika Penelitian

Untuk memperoleh kerangka penelitian dan mengetahui penelitian

selanjutnya, sehingga dapat mempermudah dalam penyusunan skripsi ini,

maka penulis membuat sistematika penulisan yang dijelaskan di bawah ini:

Bab I Dalam bab ini penyusun akan menulis tentang Pendahuluan yang

berisi Latar Belakang Masalah, Pembatasan dan Rumusan Masalah,

Tujuan dan Kegunaan Penelitian, Review Studi Terdahulu, Metode

Penelitian dan Sistematika Penulisan.

Bab II Menjelaskan tentang gambaran umum tentang perkawinan yeng

meliputi, Pengertian Perkawinan, Dasar Hukum Perkawinan,

24 Nur Faidah, Mantenan Adat Satu Suro di Desa Traji Kecamatan Parakan Kabupaten

Temanggung Jawa Tengah Menurut Tinjauan Hukum Islam, (Skripsi Fakultas Syari’ah, IAIN

Sunan Kalijaga, 2003)

Page 27: TRADISI LARANGAN PERKAWINAN ADAT JAWA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41817/1/MOHAMAD ZIAD...TRADISI LARANGAN PERKAWINAN ADAT JAWA. DALAM . PERSPEKTIF HUKUM

16

Tujuan dan Hikmah Perkawinan, Syarat dan Rukun Perkawinan

dan Perkawinan yang Terlarang.

Bab III Potret Desa Sugihwaras Kecamatan Prambon Kabupaten

Nganjuk Jawa Timur yang terdiri dari, Kondisi Geografis.

Perkembangan Kependudukan, Ekonomi Masyarakat, Demografi

Pendidikan dan Keadaan Sosial Keagamaan, serta Tradisi Larangan

Perkawinan Kebo Balik Kandang.

Bab IV Membahas tentang Tradisi Larangan Perkawinan Kebo Balik

Kandang dari Pandangan Masyarakat dan Pandangan Hukum

Islam.

Bab V Berisikan tentang Kesimpulan dari permasalahan yang dibahas

pada bab-bab sebelumnya dan Saran-saran sebagai solusi dari

permasalahan.

Page 28: TRADISI LARANGAN PERKAWINAN ADAT JAWA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41817/1/MOHAMAD ZIAD...TRADISI LARANGAN PERKAWINAN ADAT JAWA. DALAM . PERSPEKTIF HUKUM

17

BAB II

GAMBARAN UMUM TENTANG PERKAWINAN

Perkawinan sejatinya dilakukan oleh seorang laki-laki dan perempuan

dengan suatu akad yang kuat yang dibuat sungguh-sungguh dengan tujuan untuk

melaksanakan perintah Allah dan membina suatu rumah tangga yang bahagia dan

penuh akan cinta dan kasih sayang. Untuk lebih jelasnya lagi berikut akan

dijelaskan mengenai perkawinan.

A. Pengertian dan Dasar Hukum Perkawinan

1. Pengertian Perkawinan

Secara bahasa perkawinan atau pernikahan berasal dari kata

serapan bahasa Arab yang mempunyai makna menghimpun atau

mengumpulkan. Ilmu fikih mengenal perkawinan dalam dua kata yaitu

“nikah” dan perkataan “zawaj”. Kata “nikah” mempunyai arti sebenarnya

(haqiqat) dan arti kata kiasan (majazy). Arti kata sebenarnya dari kata

“nikah” adalah “dham” yang berarti menghimpit, menindih atau

berkumpul. Sedangkan arti kiasannya ialah “watha” yang berarti setubuh,

atau “aqad” yang berarti mengadakan perjanjian pernikahan.1 Sehingga

kata “nikah” maupun “zawaj” mencakup penghalalan dua perkara yaitu

jima’ (hubungan suami istri) dan aqad (perjanjian).

Secara terminologi perkawinan (nikah) yaitu akad yang

membolehkan terjadinya istimta’ (persetubuhan) antara seorang pria

1 Adil Abdul Min’im Abu Abbas, Ketika Menikah Menjadi Pilihan, (Jakarta: Almahira,

2008), h. 33

Page 29: TRADISI LARANGAN PERKAWINAN ADAT JAWA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41817/1/MOHAMAD ZIAD...TRADISI LARANGAN PERKAWINAN ADAT JAWA. DALAM . PERSPEKTIF HUKUM

18

dengan seorang wanita, selama seorang wanita tersebut bukan dengan

seorang wanita yang diharamkan baik dengan sebab keturunan atau seperti

sebab susuan.2

Menurut fikih, definisi dari perkawinan atau pernikahan di

antaranya adalah:

Menurut syara’ nikah adalah melakukan aqad (perjanjian) antara

calon suami dan istri agar dihalalkan melakukan “pergaulan” sebagaimana

suami istri dengan mengikuti norma, nilai-nilai sosial dan etika agama.

Aqad dalam sebuah pernikahan merupakan pengucapan ijab dari pihak

wali perempuan atau wakilnya dan pengucapan qabul dari pihak calon

suami atau bisa diwakilkan.3

Menurut Imam Hanafi, nikah di definisikan sebagai akad yang

berakibat pada pemilikan “sex” secara sengaja, yang dimaksud dengan

pemilikan seks di sini, pemilikan laki-laki atas kelamin serta seluruh badan

perempuan untuk dinikmati (setubuh). Sudah tentu kepemilikan di sini

bukan kepemilikan hakiki, karena kepemilikan hakiki hanya ada pada

Allah SWT.4 Sedangkan menurut Imam Syafi’i pengertian nikah ialah

suatu aqad (perjanjian) yang dengannya menjadi halal hubungan seksual

antara pria dan wanita.5

2 Mardani, Hukum Perkawinan Islam di Dunia Modern, (Jakarta: Graha Ilmu, 2011), h. 4 3 Mohamad Asmawi, NIkah dalam Perbincangan dan Perbedaan, (Yogyakarta:

Darussalam Perum Griya Suryo Asri, 2004), h. 18 4 Syafiq Hasyim, Hal-Hal Yang Tak Terpikirkan, (Bandung: Mizan, 2001), h. 150 5 M. Idris Ramulyo, Tinjauan Beberapa Pasal UU Nomor 1 Tahun 1974 Dari Segi

Hukum Perkawinan Islam, (Jakarta: Ind. Hillco-Co, 1990), cet. Ke-2, h. 2

Page 30: TRADISI LARANGAN PERKAWINAN ADAT JAWA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41817/1/MOHAMAD ZIAD...TRADISI LARANGAN PERKAWINAN ADAT JAWA. DALAM . PERSPEKTIF HUKUM

19

Dalam masalah perkawinan ini, para ahli fikih mengartikan

“nikah” menurut arti kiasan. Mereka berbeda pendapat tentang arti kiasan

yang mereka pakai. Imam Hanafi memakai arti “setubuh” sedangkan

Imam Syafi’i memakai arti “mengadakan perjanjian perikatan.”

Perbedaan pendapat antara kedua Imam di atas dalam mengartikan

pengertian, “nikah” merupakan pangkal dari perbedaan-perbedaan

pendapat antara mereka dalam masalah perkawinan pada umumnya.6

Jika ditinjau dari segi adanya kepastian hukum dan pemakaian

perkataan “nikah” dalam Alquran dan Hadis-Hadis, maka “nikah” dengan

arti “perjanjian perikatan” lebih tepat dan banyak dipakai daripada

“nikah” dengan arti “setubuh”.7 Sedangkan di dalam kitab-kitab fikih

klasik akan didapatkan suatu kesimpulan bahwa para ulama fikih

mendefinisikan suatu perkawinan sebagai halalnya hubungan seksual

antara laki-laki dan perempuan.8

Adapun definisi Perkawinan menurut beberapa pakar yang ada di

Indonesia:9

Menurut Sajuti Thalib, Perkawinan adalah suatu perjanjian yang

suci, kuat dan kokoh untuk hidup bersama secara sah antara seorang laki-

6 Kamal Muchtar, Asas-Aasas Hukum Islam tentang Perkawinan, (Jakarta: PT Bulan

Bintang, 1987), cet. Ke-2, h. 2 7 Kamal Muchtar, Asas-Aasas Hukum Islam tentang Perkawinan, (Jakarta: PT Bulan

Bintang, 1987), cet. Ke-2, h. 2 8 Ahmad Tholabi Kharlie dan Asep Syarifuddin Hidayat., Hukum Keluarga di Dunia

Islam Kontemporer, (Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2011), cet. Ke-

1, h. 259 9 Amiur Nuruddin dan Azhari Akmal Tarigan, Hukum Perdata Islam di Indonesia (Studi

Kritis Perkembangan Hukum Islam dari Fikih, UU No 1/1974 sampai KHI), (Jakarta: Prenada

Media, 2004), h. 40

Page 31: TRADISI LARANGAN PERKAWINAN ADAT JAWA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41817/1/MOHAMAD ZIAD...TRADISI LARANGAN PERKAWINAN ADAT JAWA. DALAM . PERSPEKTIF HUKUM

20

laki dengan seorang perempuan dengan tujuan membentuk keluarga yang

kekal, santun-menyantuni, kasih-mengasihi, tentram dan bahagia.

Hazairin menyatakan bahwa inti dari sebuah perkawinan adalah

hubungan seksual. Menurutnya tidak ada nikah (perkawinan) bila tidak

ada hubungan seksual.

Definisi lain dari perkawinan menurut Lord Penzance seperti yang

dikutip Lili Rasjidi dalam disertasinya mendefinisikan nikah adalah; “I

conceive that marriage as understood in Christendom, maybe defined as

the voluntary for life of one man and one women to the exclusion of all

other”. Intisari dari pengertian di atas ada tiga hal yaitu perkawinan itu

haruslah berdasarkan sukarela. Selanjutnya perkawinan dimaksudkan

untuk seumur hidup dan bersifat monogami.10

Pasal 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang

Perkawinan menyebutkan, “Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara

seorang pria dan seorang wanita sebagai ikatan suami istri dengan tujuan

membentuk keluarga atau rumah tangga yang bahagia dan kekal

berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”.11

Sedangkan dalam Kompilasi Hukum Islam, pengertian Perkawinan

dijelaskan lebih spesifik. Sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 2 (KHI),

Perkawinan menurut Islam adalah pernikahan, yaitu akad yang sangat kuat

(mitsaqon gholidzon) untuk mentaati perintah Allah dan melaksanakannya

merupakan ibadah. Pengertian akad yang sangat kuat mengandung arti

10 Kama Rusdiana dan Jaenal Aripin, Perbandingan Hukum Perdata, (Jakarta: Lembaga

Penelitian UIN Jakarta dengan UIN Jakarta Press, 2007), cet. Ke-1, h. 3 11 Yayasan Peduli Anak Negeri, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974

Page 32: TRADISI LARANGAN PERKAWINAN ADAT JAWA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41817/1/MOHAMAD ZIAD...TRADISI LARANGAN PERKAWINAN ADAT JAWA. DALAM . PERSPEKTIF HUKUM

21

bahwa ikatan perkawinan bukanlah ikatan yang main-main yang dapat

dengan mudahnya dinyatakan berakhir, tanpa adanya alasan-alasan syar’i

yang dapat membenarkannya. Selain itu dengan klausul untuk mentaati

perintah Allah dan menjalankannya merupakan ibadah, maka pelaksanaan

perkawinan, sejak awal haruslah sesuai dengan tuntutan yang telah

digariskan oleh agama.12

Dengan demikian, dari segi hukum, jelaslah bahwa perkawinan

adalah salah satu akad yang suci dan luhur antara laki-laki dan perempuan

yang menjadi sebab sahnya status sebagai suami isteri dan di halalkannya

hubungan seksual dengan tujuan mencapai keluarga yang tentram

(sakinah), penuh kasih sayang, penuh kebajikan dan kerelaan untuk saling

menyantuni.13

2. Dasar Hukum

Hukum nikah (perkawinan) adalah, hukum yang mengatur antara

hubungan manusia dengan sesamanya yang menyangkut penyaluran

biologis antar jasmani, dan hak serta kewajiban yang berhubungan dengan

akibat perkawinan tersebut.14

Untuk membangun rumah tangga yang ideal

harus melalui ikatan perkawinan yang sesuai dengan ketentuan-ketentuan

ajaran Islam.15

12 Luthfi Surkalam, Kawin Kontrak Dalam Hukum Nasional Kita, (Pamulang-Tangerang:

CV Pamulang Komplek Depag Blok 11/E1 Bambu Apus, 2005), cet. Ke-1, h. 1 13 Sudarsono, Hukum kekeluargaan Nasional, (Jakarta: Rineka Cipta, 1991), h. 62 14 H.M.A. Tihami dan Sohari Sahrani, Fikih Munakahat; Kajian Fiqih Nikah Lengkap,

(Jakarta: Rajawali Pers, 2009), h. 12 15 Hasanuddin AF, Perkawinan dalam Persfektif Alquran: nikah, talak, cerai, rujuk,

(Jakarta: Nusantara Damai Press, 2009), h. 12

Page 33: TRADISI LARANGAN PERKAWINAN ADAT JAWA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41817/1/MOHAMAD ZIAD...TRADISI LARANGAN PERKAWINAN ADAT JAWA. DALAM . PERSPEKTIF HUKUM

22

Perkawinan adalah suatu perbuatan yang diperintahkan oleh Allah

dan Rasul-Nya. Banyak suruhan-suruhan Allah dalam Alquran untuk

melaksanakan Perkawinan. Berikut akan dijelaskan dasar hukum dari

perkawinan.16

a. Alquran

Ayat-ayat Alquran yang mengatur hal ihwal perkawinan itu ada

sekitar 85 ayat di antara lebih dari 6000 ayat yang tersebar dalam sekitar

22 surat dari 114 surat dalam Alquran. Keseluruhan ayat Alquran tentang

munakahat tersebut disepakati keberadaan (thubut) nya sebagai firman

Allah atau disebut juga dengan qath’iy al-tsubut.17

Firman Allah SWT dalam QS. An-Nuur (24) : 32

“Dan kawinkanlah orang-orang yang sendirian diantara kamu,

dan orang-orang yang layak (berkawin) dari hamba-hamba sahayamu

yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan. Jika mereka

miskin Allah akan memampukan mereka dengan karunia-Nya. Dan Allah

maha luas (pemberian-Nya) lagi Maha mengetahui.” (QS. An-Nuur (24) :

32)

16 Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia; Antara Fikih Munakahat

dan Undang-Undang Perkawinan, (Jakarta: Kencana, 2007), h. 43 17 Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia; Antara Fikih Munakahat

dan Undang-Undang Perkawinan, (Jakarta: Kencana, 2007), h. 6

Page 34: TRADISI LARANGAN PERKAWINAN ADAT JAWA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41817/1/MOHAMAD ZIAD...TRADISI LARANGAN PERKAWINAN ADAT JAWA. DALAM . PERSPEKTIF HUKUM

23

Dalam QS. An-Nahl (16) : 72

“Allah menjadikan bagi kamu isteri-isteri dari jenis kamu sendiri

dan menjadikan bagimu dari isteri-isteri kamu itu, anak-anak dan cucu-

cucu, dan memberimu rezeki dari yang baik-baik. Maka mengapakah

mereka beriman keoada yang bathil dan mengingkari nikmat Allah?.”

(QS. An-Nahl (16) : 72)

b. Hadis

Bagitu banyak pula suruhan Nabi kepada umatnya untuk

melakukan perkawinan. Diantaranya, seperti dalam hadis Nabi dari Anas

bin Malik menurut riwayat Ahmad dan disahkan oleh Ibnu Hibban:

18(رواه احمد)تزوجوا الودود الولود فإنى مكاثر بكم االمم يوم القيامة

“Kawinlah perempuan-perempuan yang dicintai yang subur,

karena sesungguhnya aku akan berbangga karena banyak kaum di hari

kiamat”. (HR. Ahmad).

Kemudian hadis Nabi dari Abdullah bin Mas’ud muttafaq alaih

yang berbunyi:

يا معشر الشباب من استطاع منكم الباءة فاليتزوج فإنه اغض للبصر واحصن للفرج

19(رواه البخاري و مسلم) يستطع فعليه بالصوم فإنه له وجاء فمن لم

“Wahai generasi muda, barangsiapa di anatara kamu telah

mempunyai kemampuan (secara fisik dan harta), hendaklah ia kawin,

karena perkawinan itu lebih menutup mata dari penglihatan yang tidak

baik dan lebih menjaga kehormatan. Bila ia tidak mampu untuk kawin

18 Muhammad bin Hambal bin Hilal bin Asad Al-Marwazi Al-Baghdadi, al-Musnad al-

Kabir, (Sunan Ahmad, no. 12613, no. 13569), (Lahore, Pakistan: Maktabae Rehmania, 1837) 19 Abu Abdullah Muhammad bin Ismail al-Bukhari, Shahih Bukhari (Bab Nikah no.

1905, 5065, 5066), (Beirut: Bait al Afkar ad-Dauliyah 2002 M/1463 H), h. 1292 dan Muslim,

(IV/128), At-Tirmidzi, (no. 1018), An-Nasa’iy, (VI/56-58), Ad-Darami (II/132) dan Al-Baihaqi

(VII/77)

Page 35: TRADISI LARANGAN PERKAWINAN ADAT JAWA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41817/1/MOHAMAD ZIAD...TRADISI LARANGAN PERKAWINAN ADAT JAWA. DALAM . PERSPEKTIF HUKUM

24

hendaklah ia berpuasa; karena puasa itu baginya pengekang hawa

nafsu”. (HR. Bukhari Muslim).

c. Ijmak Ulama

Dalam persfektif fikih, nikah disyariatkan dalam Islam berdasarkan

Alquran, Sunnah dan Ijma’. Dan dari segi Ijma’, para ulama sepakat

mengatakan nikah itu disyariatkan. Hukum asal suatu perkawinan adalah

boleh atau mubah. Namun dengan melihat kepada sifatnya adalah

sunnatullah.20

Sementara ulama mazhab Syafi’i berpendapat bahwa hukum

asal perkawinan adalah mubah. Sedangkan ulama Zahiriyah berpendapat

bahwa perkawinan wajib dilakukan oleh seseorang yang telah mampu.

Para ulama Malikiyah mutaakhirin berpendapat bahwa nikah itu wajib

untuk sebagian orang, sunnah untuk sebagian lainnya dan mubah untuk

segolongan lainnya.21

Dari hasil penalaran tersebut para ahli fikih menyatakan bahwa

hukum pernikahan dalam Islam tersebut mempunyai lima gradasi hukum,

yaitu hukum yang menjadi wajib, sunnah, mubah atau makruh.

Adapun keterangan kelima hukum tersebut adalah sebagai berikut:

1. Wajib hukumnya menurut jumhur ulama bagi orang yang

mampu untuk menikah dan khawatir akan melakukan

perbuatan zina. Alasannya, dia wajib menjaga dirinya agar

terhindar dari perbuatan haram.

20 Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia; Antara Fikih Munakahat

dan Undang-Undang Perkawinan, (Jakarta: Kencana, 2007), h. 43 21 Abdul Rahman Ghazali, Fiqih Munakahat, (Jakarta: Kencana 2010), cet. Ke-4, h. 16

Page 36: TRADISI LARANGAN PERKAWINAN ADAT JAWA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41817/1/MOHAMAD ZIAD...TRADISI LARANGAN PERKAWINAN ADAT JAWA. DALAM . PERSPEKTIF HUKUM

25

2. Sunnah hukumnya menurut jumhur ulama bagi orang yang

apabila tidak menikah, sanggup menjaga diri untuk tidak

melakukan perbuatan haram dan, apabila ia menikah, ia yakin

tidak akan mendzalimi dan membawa mudarat kepada istrinya.

3. Haram hukumnya bagi orang yang yakin akan mendzalimi dan

membawa mudarat kepada istrinya karena ketidakmampuan

dalam memberi nafkah lahir dan batin.

4. Makruh hukumnya apabila seseorang secara jasmani cukup

umur walau belum terlalu mendesak. Tetapi belum mempunyai

penghasilan tetap sehingga bila ia kawin akan membawa

kesengsaraan hidup bagi anak dan istrinya.22

Imam Al-Ghazali

mengatakan bahwa seseorang yang mengkhawatirkan

perkawinannya dapat mengurangi semangat beribadah kepada

Allah SWT dan semangat kerja dalam bidang ilmiah, maka

hukumnya lebih makruh lagi.23

5. Mubah hukumnya bagi laki-laki yang tidak terdesak alasan-

alasan yang mewajibkan segera nikah, atau alasan-alasan yang

menyebabkan ia harus menikah, maka hukumnya mubah.

22 Mardani, Hukum Perkawinan Islam di Dunia Islam Modern, (Yogyakarta: Graha Ilmu,

2011), h. 12 23 Rijaludin F.N, Nasehat Pernikahan, (Jakarta: Pusat Kajian Islam FAI UHAMKA,

2008)

Page 37: TRADISI LARANGAN PERKAWINAN ADAT JAWA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41817/1/MOHAMAD ZIAD...TRADISI LARANGAN PERKAWINAN ADAT JAWA. DALAM . PERSPEKTIF HUKUM

26

d. Peraturan Perundang-Undangan di Indonesia

Perkawinan menurut Hukum serta Peraturan Perundang-Undangan

yang berlaku.24

Pasal 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang

Perkawinan merumuskan bahwa perkawinan adalah ikatan lahir batin

antara seorang pria dengan seorang wanita untuk membentuk rumah

tangga (keluarga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Tuhan yang Maha

Esa. Pertimbangannya ialah sebagai negara yang berdasarkan Pancasila,

dimana sila yang pertamanya ialah Ketuhanan Yang Maha Esa, maka

perkawinan mempunyai hubungan yang erat sekali dengan

agama/kerohanian, sehingga perkawinan bukan saja mempunyai unsur

lahir/jasmani, tetapi unsur batin/rohani juga mempunyai peranan yang

penting. Membentuk keluarga yang bahagia rapat hubungannya dengan

keturunan yang pula merupakan tujuan perkawinan, memelihara, dan

pendidikan menjadi hak dan kewajiban orang tua.25

Selain Undang-Undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974,

Kompilasi Hukum Islam (KHI) juga mengatur tentang hukum perkawinan,

dengan berdasarkan Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1991 tanggal 10

Juli 1991 diberlakukannya Kompilasi Hukum Islam yang berisikan

pedoman bagi orang-orang Islam mengenai Perkawinan, Pewarisan dan

24 Sukri Ghazali dkk, Nasihat Perkawinan dalam Islam, (Jakarta, Kuningan mas Offset,

1983), h. 14-15 25 M. Idris Ramulyo, Tinjauan Beberapa Pasal UU Nomor 1 Tahun 1974 Dari Segi

Hukum Perkawinan Islam, (Jakarta, Ind.Hillco-Co, 1990), h. 2

Page 38: TRADISI LARANGAN PERKAWINAN ADAT JAWA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41817/1/MOHAMAD ZIAD...TRADISI LARANGAN PERKAWINAN ADAT JAWA. DALAM . PERSPEKTIF HUKUM

27

Perwakafan.26

Dengan adanya Kompilasi Hukum Islam sangat membantu

para Hakim dalam menyelesaikan setiap masalah perkawinan.

B. Syarat dan Rukun Perkawinan

Perkawinan dalam Islam tidaklah semata-mata sebagai hubungan

atau kontrak keperdataan biasa, akan tetapi ia mempunyai nilai ibadah.

Maka, amatlah tepat jika Kompilasi Hukum Islam menegaskannya sebagai

akad yang kuat (mitsaqon ghalidzan) untuk menaati perintah Allah dan

melaksanakannya merupakan ibadah.27

Rukun dan syarat perkawinan menentukan suatu perbuatan hukum,

terutama yang menyangkut dengan sah atau tidaknya perbuatan tersebut

dari segi hukum. Rukun dan syarat mengandung arti yang sama dalam hal

pernikahan, keduanya merupakan sesuatu yang harus di adakan dalam

pernikahan. Dalam suatu acara pernikahan rukun dan syarat tidak boleh

tertinggal, artinya perkawinan tidak sah apabila rukun dan syaratnya tidak

ada.28

Oleh karena itulah, perkawinan yang sarat nilai dan bertujuan

untuk mewujudkan kehidupan rumah tangga yang sakinah, mawaddah dan

26 Kama Rusdiana dan Jaenal Aripin, Perbandingan Hukum Perdata, (Jakarta: Lembaga

Penelitian UIN Jakarta dengan UIN Jakarta Press, 2007), cet. Ke-1, h. 1 27 Ditjen Pembinaan Kelembagaan Islam Departemen Agama, Kompilasi Hukum Islam di

Indonesia, (Jakarta: Direktorat Pembinaan Peradilan Agama Islam, 2001) 28 Amir Syarifuddin, Fikih Sunnah, (Bandung: Al-Ma’arif, 1994), jilid 6, h. 18

Page 39: TRADISI LARANGAN PERKAWINAN ADAT JAWA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41817/1/MOHAMAD ZIAD...TRADISI LARANGAN PERKAWINAN ADAT JAWA. DALAM . PERSPEKTIF HUKUM

28

rahmah perlu diatur dengan syarat dan rukun tertentu agar tujuan

disyaratkannya perkawinan tercapai.29

Menurut hukum Islam syarat dan rukun perkawinan adalah:

a. Harus adanya calon laki-laki dan calon pengantin yang telah

aqil dan baligh

b. Adanya persetujuan yang bebas antara kedua calon pengantin

tersebut

c. Harus adanya wali nikah bagi calon pengantin perempuan

d. Harus ada 2 (dua) orang saksi laki-laki muslim yang adil

e. Harus ada mahar (mas kawin) yang diberikan oleh pengantin

laki-laki kepada pengantin wanita

f. Harus ada ijab dan qabul antara pengantin tersebut. Ijab artinya

pernyataan kehendak dari calon pengantin wanita yang diwakili

oleh walinya dan qabul artinya pernyataan kehendaknya

(penerimaan) dari calon pengantin pria kepada calon wanita,

yang tidak boleh berjarak yang lama antara ucapan ijab dengan

pernyataan qabul tersebut.30

Rukun dan syarat perkawinan mengandung arti yang berbeda dari

segi bahasa, bahwa rukun itu adalah sesuatu yang berada di dalam hakikat

29 Ahmad Rafiq, Hukum Keluarga Di Indonesia, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,

1998), cet. Ke-3 h 69-72 30 Mohd. Idris Ramulyo, Hukum Perkawinan, Hukum Kewarisan, Hukum Acara

Peradilan Agama dan Zakat Menurut Hukum Islam, (Jakarta: Sinar Grafika, 1995), h. 20

Page 40: TRADISI LARANGAN PERKAWINAN ADAT JAWA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41817/1/MOHAMAD ZIAD...TRADISI LARANGAN PERKAWINAN ADAT JAWA. DALAM . PERSPEKTIF HUKUM

29

dan merupakan bagian atau unsur yang mewujudkannya, sedangkan syarat

adalah sesuatu yang berada di luarnya tidak merupakan unsurnya.31

Adapun kalau kita perhatikan bahwasannya Undang-Undang

Perkawinan sama sekali tidak berbicara tentang rukun perkawinan.

Undang-Undang Perkawinan hanya membicarakan syarat-syarat

perkawinan, yang mana syarat-syarat tersebut lebih banyak berkenaan

dengan unsur-unsur atau rukun perkawinan.32

Menurut Hanafiah, nikah itu terdiri dari syarat-syarat yang

terkadang berhubungan dengan sighat, berhubungan dengan dua calon

mempelai dan berhubungan dengan kesaksian. Menurut Syafi’iyyah syarat

perkawinan itu ada kalanya menyangkut sighat, wali, calon suami-istri dan

juga syuhud (saksi). Berkenaan dengan rukunnya, bagi mereka ada lima,

calon suami-istri, wali, dua orang saksi dan sighat. Menurut Malikiyyah,

rukun nikah itu ada lima, wali, mahar, calon suami-istri dan sighat.

Jelaslah para ulama tidak saja berbeda dalam menggunakan kata

rukun dan syarat tetapi juga berbeda dalam detailnya. Malikiyyah tidak

menempatkan saksi sebagai rukun, sedangkan Syafi’i menjadikan dua

orang saksi sebagai rukun.33

31 Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia; Antara Fikih Munakahat

dan Undang-Undang Perkawinan, (Jakarta: Kencana, 2007), h.59 32 Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia; Antara Fikih Munakahat

dan Undang-Undang Perkawinan, (Jakarta: Kencana, 2007), h. 61 33 Amiur Nuruddin dan Azhari Akmal Tarigan, Hukum Perdata Islam di Indonesia; Studi

Kritis Perkembangan Hukum Islam dari Fikih, UU No 1/1974 sampai KHI, (Jakarta: Prenada

Media, 2004), h. 60-61

Page 41: TRADISI LARANGAN PERKAWINAN ADAT JAWA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41817/1/MOHAMAD ZIAD...TRADISI LARANGAN PERKAWINAN ADAT JAWA. DALAM . PERSPEKTIF HUKUM

30

Adapun syarat-syarat Perkawinan dalam Pasal 6 Undang-Undang

Nomor 1 Tahun 1974 menyebutkan:34

1) Perkawinan harus didasarkan atas persetujuan kedua calon mempelai.

2) Untuk melangsungkan perkawinan seorang yang belum mencapai

umur 21 (dua puluh satu) tahun harus mendapat izin kedua orang tua.

3) Dalam hal salah seorang dari kedua orang tua telah meninggal dunia

atau dalam keadaan tidak mampu menyatakan kehendaknya, maka

izin yang dimaksud ayat (2) pasal ini cukup diperoleh dari orang tua

yang masih hidup atau dari orang tua yang mampu menyatakan

kehendaknya.

4) Dalam hal kedua orang tua telah meninggal dunia atau dalam keadaan

tidak mampu menyatakan kehendaknya, maka izin diperoleh dari wali,

orang yang memelihara atau keluarga yang mempunyai hubungan

darah dalam garis keturunan lurus keatas selama mereka masih hidup

dan dalam keadaan dapat menyatakan kehendaknya.

5) Dalam hal ada perbedaan pendapat antara orang-orang yang disebut

dalam ayat 2, 3 dan 4 pasal ini, atau salah seorang atau lebih diantara

mereka tidak menyatakan pendapatnya, maka Pengadilan dalam

daerah hukum tempat tinggal orang yang akan melangsungkan

perkawinan atas permintaan orang tersebut dapat memberikan izin

setelah lebih dahulu mendengar orang-orang tersebut dalam ayat 2, 3

dan 4 pasal ini.

34 Yayasan Peduli Anak Negeri, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang

Perkawinan

Page 42: TRADISI LARANGAN PERKAWINAN ADAT JAWA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41817/1/MOHAMAD ZIAD...TRADISI LARANGAN PERKAWINAN ADAT JAWA. DALAM . PERSPEKTIF HUKUM

31

6) Ketentuan tersebut ayat 1 sampai dengan ayat 5 pasal ini berlaku

sepanjang hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu

dari yang bersangkutan tidak menentukan lain.

Sedangkan dalam Kompilasi Hukum Islam secara jelas

membicarakan rukun perkawinan sebagaimana yang terdapat dalam pasal

14:35

1. Calon Suami;

2. Calon Istri;

3. Wali Nikah;

4. Dua orang saksi dan;

5. Ijab dan Kabul.

C. Tujuan dan Hikmah Perkawinan

1. Tujuan Perkawinan

Allah SWT mensyari’atkan perkawinan dalam Islam untuk

mecapai tujuan-tujuan yang mulia, di antaranya adalah:

a. Menjaga Keturunan

Dengan perkawinan yang sah, anak-anak akan mengenal ibu,

bapak dan nenek moyangnya, mereka merasa tenang dan damai dalam

masyarakat, sebab keturunan mereka jelas, dan masyarakatpun

menemukan kedamaian, karena tidak ada dari anggota mencurigakan

nasabnya.

35 Ditjen Pembinaan Kelembagaan Islam Departemen Agama, Kompilasi Hukum Islam di

Indonesia, (Jakarta: Direktorat Pembinaan Peradilan Agama Islam, 2001)

Page 43: TRADISI LARANGAN PERKAWINAN ADAT JAWA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41817/1/MOHAMAD ZIAD...TRADISI LARANGAN PERKAWINAN ADAT JAWA. DALAM . PERSPEKTIF HUKUM

32

Sebagaimana hal ini terjadi pada kelompok masyarakat yang rusak,

yang disebabkan dekadensi moral, free sex dan perilaku-perilaku

menyimpang, anak-anak yang tidak mengetahui nasab keturunannya, akan

merasa hina dan tidak berguna.

b. Menjaga Wujud Manusia

Tanpa perkawinan yang sah, tidak akan langgeng wujud manusia

di muka bumi ini, sedangkan dengan perkawinan, manusia berkembang

baik melalui lahirnya anak laki-laki dan perempuan. Allah SWT

menerangkan tujuan-tujuan perkawinan kepada kita, dalam firman-Nya:

……..

”Allah menjadikan bagimu istri-istri dari jenis kamu sendiri dan

menjadikan bagimu dari istri-istri kamu itu anak-anak dan cucu-

cucu…..”(QS. An-Nahl (16) : 72)

c. Mengarahkan Penyaluran Kebutuhan Biologis

Islam menyeru pengikutnya untuk melaksanakan perkawinan yang

sah apabila mereka telah mampu dan memenuhi persyaratan, oleh sebab

itu Islam menghalangi tingginya mahar dalam perkawinan dan mengajak

untuk memudahkan jalan menuju perkawinan, Rasulullah saw bersabda:

”Wahai kaum muda, barangsiapa telah sanggup baa’ah

(membiayai kehidupan), maka kawinlah karena pandangan akan lebih

terjaga dan faraj (kemaluan) akan lebih terbentengi, barangsiapa yang

belum sanggup, maka berpuasalah karena ia akan menajdi obat penahan

baginya. (HR. muttafaq’ alaih)”.

Page 44: TRADISI LARANGAN PERKAWINAN ADAT JAWA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41817/1/MOHAMAD ZIAD...TRADISI LARANGAN PERKAWINAN ADAT JAWA. DALAM . PERSPEKTIF HUKUM

33

d. Melindungi Masyarakat dari Dekandensi Moral dan Perilaku

Menyamping

Kelompok masyarakat yang berpegang teguh dengan norma-norma

mulia serta menjauhi perbuatan keji dan kotor, senantiasa mengutamakan

pembangunan pilar-pilar keluarga bahagia, pada gilirannya akan

melahirkan anak-anak yang berguna bagi Negara dan umat serta

kemanusiaan itu sendiri yang selalu tunduk dengan ketentuan-ketentuan

agama serta ikatan-ikatan syariat. Sehingga dapat terjauh dari perilaku

menyimpang dan kebebasan seksual.

e. Menumbuhkan Perasaan Kasih Sayang dan Kebersamaan

Perasaan kasih sayang dan kebersamaan tidak akan terealisasikan

tanpa perkawinan yang sah, sang suami akan merasa terikat dengan

keluarganya, merasakan kedamaian dan ketenangan, pada saat dia pulang

dari kerja dengan segala kelelahan dan kerumitan, ia menemukan

ketentraman, kesejukan dan kelapangan dalam keluarganya.36

Menurut Imam Al-Ghazali dalam kitab Ihya Ulumuddin seperti

yang dikutip oleh Abdul Rahman Ghazali menyebutkan bahwa tujuan

perkawinan yaitu: 37

36 Muhamad Fu’ad Syaki, Perkawinan Terlarang; al-misyar (kawin perjalanan), al-‘urfi

(kawin bawah tangan), as-sirri (kawin rahasia), al-mut’ah, (Jakarta: Cendekia Sentra Muslim,

2002), h. 11-15 37 Abdul Rahman Ghozali, Fiqih Munakahat, (Jakarta: Kencana, 2010), cet. Ke-4, h. 24

Page 45: TRADISI LARANGAN PERKAWINAN ADAT JAWA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41817/1/MOHAMAD ZIAD...TRADISI LARANGAN PERKAWINAN ADAT JAWA. DALAM . PERSPEKTIF HUKUM

34

a. Mendapatkan dan melangsungkan keturunan,

b. Memenuhi hajat manusia untuk menyalurkan syahwatnya dan

menumpuhkan kasih sayang,

c. Memenuhi panggilan agama, memelihara diri dari kejahatan dan

kerusakan,

d. Menumbuhkan kesungguhan untuk bertanggung jawab menerima

hak serta kewajiban, juga bersungguh-sungguh untuk memperoleh

harta kekayaan yang halal,

e. Membangun rumah tangga untuk membentuk masyarakat yang

tentram atas dasar cinta dan kasih sayang.

Sedangkan dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang

Perkawinan menyebutkan bahwasannya tujuan dari perkawinan yang

terdapat dalam Pasal 1 adalah “Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara

seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan

membentuk keluarga atau rumah tangga yang bahagia dan kekal

berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.” Dari Pasal 1 tersebut jelaslah

bahwa tujuan dari perkawinan adalah membentuk keluarga atau rumah

tangga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.38

Dalam Kompilasi Hukum Islam, tujuan dari perkawinan menurut Pasal 3

adalah “Perkawinan bertujuan untuk mewujudkan rumah tangga yang

sakinah, mawaddah dan rahmah”.39

38 Yayasan Peduli Anak Negeri, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang

Perkawinan 39 Ditjen Pembinaan Kelembagaan Islam Departemen Agama, Kompilasi Hukum Islam di

Indonesia, (Jakarta: Direktorat Pembinaan Peradilan Agama Islam, 2001)

Page 46: TRADISI LARANGAN PERKAWINAN ADAT JAWA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41817/1/MOHAMAD ZIAD...TRADISI LARANGAN PERKAWINAN ADAT JAWA. DALAM . PERSPEKTIF HUKUM

35

2. Hikmah Perkawinan

Sungguh amat jelas bahwa perkawinan yang terjadi pada makhluk

hidup, baik tumbuhan, binatang, maupun manusia adalah untuk

keberlangsungan dan perkembangbiakan makhluk yang bersangkutan.

Alquran Al-Karim mengisyaratkan kepada kita akan adanya hikmah dari

perkawinan, dengan firman Allah SWT.40

“Hai sekalian manusia bertakwalah kamu kepada Tuhanmu, yang

telah menciptakan kamu dari seorang diri, dan darinya Allah menciptakan

pasangannya, dan dari keduanya Allah memperkembangbiakan banyak

laki-laki dan perempuan. Dan bertakwalah kepada Allah yang dengan

nama-Nya kamu saling meminta, dan (peliharalah) hubungan

silaturrahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasimu.”

(QS. An-Nissa’ (4) : 1)

Hikmah perkawinan menurut ajaran Islam adalah untuk

memelihara manusia dari pada pekerjaan maksiat yang dapat

membahayakan diri, harta dan pikiran.41

Sedangkan Menurut Abd. Muhaimin As’ad, hikmah perkawinan

meliputi:

a) Supaya manusia itu hidup berpasang-pasangan, dengan cinta kasih

dan berbagi rasa dalam suka dan duka.

b) Supaya terbina rumah tangga yang damai, tenang dan sejahtera.

40 Mahmud Al-Shabbagh, Tuntunan Keluarga Bahagia Menurut Islam, (Bandung;

Resmaja Rosdakarya, 1991), h. 1-2 41 Amir Taat Nasution, Rahasia Perkawinan Dalam Islam; Tuntunan Keluarga Bahagia,

(Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 1994), cet. Ke-3, h. 31

Page 47: TRADISI LARANGAN PERKAWINAN ADAT JAWA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41817/1/MOHAMAD ZIAD...TRADISI LARANGAN PERKAWINAN ADAT JAWA. DALAM . PERSPEKTIF HUKUM

36

c) Supaya lahir keturunan yang sah dan terhomat dalam masyarakat,

sehingga terciptalah masyarakat yang tangguh dan

bertanggungjawab.

d) Supaya terbina hubungan yang rapat dan kait-mengkait bagaikan

rantai yang sangat kuat dan tidak akan putus dari keturunan yang

turun - temurun dari pasangan suami istri itu.

e) Supaya terjadi proses regenerasi yang baik, yang mampu memelihara

dan menanggung kedua orang tua sehingga mereka aman dan

sejahtera, karena diasuh dan di didik oleh orang tuanya dengan

baik.42

D. Perkawinan yang Terlarang

Perkawinan yang tidak sesuai dengan yang di syariatkan dalam

Islam, sangatlah di benci oleh Rasulullah Saw. Karena dari segi tujuan

perkawinannya tidak sesuai dengan yang tertera dalam Alquran dan Hadis.

Misalnya dari segi tujuan perkawinan, tujuannya tidak untuk melanjutkan

keturunan ataupun membentuk keluarga yang sakinah, mawaddah dan

rahmah tetapi semata-mata untuk memuaskan hawa nafsu, meskipun

dalam perkawinan ini sudah terpenuhi semua syarat dan rukunnya.

Perkawinan seperti inilah yang dilarang dalam Islam.43

Hukum perkawinan telah diatur sedemikian rupa oleh syariah

sehingga ia dapat membentuk suatu umat yang ideal. Untuk mencapai

42 Idhoh Anas, Risalah Nikah ‘Ala Rifaiyyah, (Pekalongan: Al-Asri, 2008), h. 10 43 Kamal Muchtar¸ Asas-Asas Hukum Islam Tentang Perkawinan, (Jakarta: Bulan

Bintang, 1974), h. 110-116

Page 48: TRADISI LARANGAN PERKAWINAN ADAT JAWA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41817/1/MOHAMAD ZIAD...TRADISI LARANGAN PERKAWINAN ADAT JAWA. DALAM . PERSPEKTIF HUKUM

37

tujuan itu, Alquran dan Sunah telah menjelaskan macam-macam larangan

dalam perkawinan.44

1. Nikah Mut’ah

Nikah mut’ah adalah ikatan tali perkawinan antara seorang laki-

laki dan wanita, dengan mahar yang telah disepakati, disebut dalam akad

sampai pada waktu yang telah ditentukan.45

, nikah mut’ah merupakan

perkawinan yang bersifat sementara atau perkawinan yang mempunyai

jangka waktu, seperti kawin satu hari, satu minggu, satu bulan dan

seterusnya.46

Nikah seperti ini tidak memerlukan wali dan saksi, dan

wanita dapat menikahkan dirinya sendiri dengan pria calon suaminya.47

Perkawinan semacam ini merupakan suatu bentuk perkawinan

terlarang yang dijalani dalam tempo yang singkat untuk mendapatkan

perolehan yang ditetapkan. Mut’ah diperkenankan pada masa awal

pembentukan ajaran Islam, sebelum syariat Islam ditetapkan secara

lengkap. Mut’ah diperbolehkan pada hari-hari permulaan sewaktu

seseorang melakukan perjalanan atau ketika orang-orang sedang

bertempur melawan musuh. Alasan mengapa diperkenankan adalah bahwa

orang-orang yang baru memeluk Islam tengah mulai masa transisi dari

Jahiliyah menuju Islam. Pada masa Jahiliyah, perzinahan merupakan hal

yang sangat wajar sehingga tidak dianggap dosa. Diperkenankannya nikah

44 Abdur Rahman, Perkawinan dalam Syariat Islam, Penerjemah: Basri Ibn Asghari dan

Wadi Masturi, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 1992), h. 17 45 Ja’far Murthada Al-Amili, Nikah Mut’ah dalam Islam, (Kajian Ilmiah dari Berbagai

Mazhab), alih bahasa Abu Muhammad Jawad, (Jakarta: Yayasan As-sajjad, 1992), h. 17 46 Sayyid Shabiq, Fikih Sunnah, (Bandung: Al-ma’arif, 1990), h. 57 47 Sudirman Tebba, Sosiologi Hukum Islam, (Yogyakarta: UII Press Indonesia, 2003), cet.

Ke-1, h. 52

Page 49: TRADISI LARANGAN PERKAWINAN ADAT JAWA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41817/1/MOHAMAD ZIAD...TRADISI LARANGAN PERKAWINAN ADAT JAWA. DALAM . PERSPEKTIF HUKUM

38

mut’ah pada masa terdahulu karena orang-orang yang berjuang di medan

tempur belum mempunyai keteguhan iman dan mencoba melakukan zina

semasa perang itu. Sedangkan yang kuat imannya menahan keinginannya

dengan keras untuk mengendalikan hawa nafsunya.48

Setelah syariat Islam mencapai kesempurnaan, maka izin nikah

mut’ah pun diharamkan dan dicabut oleh Rasulullah melalui hadisnya,

diantaranya,

“Sesungguhnya Rasulullah melarang kawin mut’ah dan memakan

daging keledai”. (HR. Bukhari).49

2. Nikah Syighar

Nikah syighar yaitu seorang laki-laki menikahkan seorang

perempuan atau putrinya yang dibawah perwaliannya dengan laki-laki

lain, dengan perjanjian laki-laki lain itu menikahkan pula dengan wanita

dibawah perwaliannya tanpa membayar mahar.50

Al-syighar dalam istilah Arab berarti mempunyai seekor anjing

sewaktu ia lewat melintas. Inilah sebabnya mengapa kata yang sama

dikenakan pada bentuk pernikahan yang tak diinginkan ini karena ada

persamaan dengan menjemput seorang wanita tanpa membayar mas kawin

(mahar) pada waktu menikahkannya.51

48 Abdurrahman I Doi, Perkawinan Dalam Syariat Islam, (Jakarta: PT Rineka Cipta,

1992),

h. 59 49 Amiur Nuruddin dan Azhari Akmal Tarigan, Hukum Perdata Islam di Indonesia; Studi

Kritis Perkembangan Hukum Islam dari Fikih, UU No 1/1974 sampai KHI, (Jakarta: Prenada

Media, 2004), h. 154 50 Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah, (Bandung: Al-ma’arif, 1990), cet. Ke-7, h. 76 51 Abdurrahman I Doi, Perkawinan Dalam Syariat Islam, (Jakarta: PT Rineka Cipta,

1992), h. 6

Page 50: TRADISI LARANGAN PERKAWINAN ADAT JAWA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41817/1/MOHAMAD ZIAD...TRADISI LARANGAN PERKAWINAN ADAT JAWA. DALAM . PERSPEKTIF HUKUM

39

Pada masa sebelum Islam, syighar diakui sebagai suatu bentuk

perkawinan, akan tetapi setelah datangnya Islam kemudian Rasulullah

melarang perkawinan seperti ini karena perkawinan syighar ini

menghalangi wanita dari haknya untuk mendapatkan mahar.52

3. Nikah Muhalil

Nikah Muhalil ialah suatu perkawinan yang dilakukan oleh seorang

laki-laki terhadap perempuan yang sudah ditalak ba’in (talak tiga) dengan

maksud agar mantan suaminya yang sudah mentalak tiga dapat

menikahinya lagi setelah diceraikan oleh suami yang baru setelah habis

masa ‘iddah-nya.53

Perkawinan semacam ini merupakan perkawinan yang dilarang

dalam Islam, karena tidak sesuai dengan tujuan dari perkawinan yang

sudah di tetapkan dalam Alquran maupun hadis.

Sebenarnya dalam hukum Perkawinan Islam dikenal sebuah asas

yang disebut dengan asas selektivitas. Maksud dari asas ini adalah

seseorang yang hendak menikah harus terlebih dahulu menyeleksi dengan

siapa ia boleh menikah dan dengan siapa ia terlarang untuk menikah.54

Dalam persfektif fikih mengenal adanya larangan perkawinan yang disebut

dengan mahram (orang yang haram dinikahi).

52 Abdurrahman I Doi, Perkawinan Dalam Syariat Islam, (Jakarta: PT Rineka Cipta,

1992), h. 61 53 Ahmidi, H. MD. Ali, Islam dan Perkawinan, (Jakarta: PT. Al-Massrif, 1951), h. 50 54 Mohd. Idris Ramulyo, Hukum Perkawinan Islam: Suatu Analisis dari Undang-Undang

Nomor 1 Tahun 1974 dan Kompilasi Hukum Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1996), h. 34

Page 51: TRADISI LARANGAN PERKAWINAN ADAT JAWA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41817/1/MOHAMAD ZIAD...TRADISI LARANGAN PERKAWINAN ADAT JAWA. DALAM . PERSPEKTIF HUKUM

40

Ulama fikih telah membagi mahram ini kepada dua macam.

Pertama disebut dengan mahram mu’aqqat (larangan untuk waktu

tertentu) dan kedua mahram mu’abbad (larangan untuk selamanya).

Wanita yang haram dinikahi untuk waktu yang selamanya

(mahram mu’abbad), terbagi kedalam tiga kelompok yaitu, pertama,

wanita-wanita seketurunan (al muharramat min an-nasab), kedua, wanita-

wanita sepersusuan (al muharramat min ar-rada’ah), dan ketiga, wanita-

wanita yang haram dikawini karena hubungan persemendaan (al

muharramat min al-musaharah).

Dalam hal larangan perkawinan ini agaknya Alquran memberikan

aturan yang tegas dan terperinci. Dalam surat An-Nisa’ ayat 22-23 Allah

SWT dengan tegas menyatakan:

“Dan janganlah kamu kawini wanita-wanita yang telah dikawini

oleh ayahmu, terkecuali pada masa yang telah lampau. Sesungguhnya

perbuatan itu amat keji dan dibenci Allah dan seburuk-buruk jalan (yang

ditempuh). Diharamkan atas kamu (mengawini) ibu-ibumu; anak-anakmu

Page 52: TRADISI LARANGAN PERKAWINAN ADAT JAWA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41817/1/MOHAMAD ZIAD...TRADISI LARANGAN PERKAWINAN ADAT JAWA. DALAM . PERSPEKTIF HUKUM

41

yang perempuan; saudara-saudaramu yang perempuan, saudara-saudara

bapakmu yang perempuan; saudara-saudara ibumu yang perempuan;

anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang laki-laki; anak-anak

perempuan dari saudara-saudaramu yang perempuan; ibu-ibumu yang

menyusui kamu; saudara perempuan sepersusuan; ibu-ibu isterimu

(mertua); anak-anak isterimu yang dalam pemeliharaanmu dari isteri

yang telah kamu campuri, tetapi jika kamu belum campur dengan isterimu

itu (dan sudah kamu ceraikan), maka tidak berdosa kamu mengawininya;

(dan diharamkan bagimu) isteri-isteri anak kandungmu (menantu); dan

menghimpunkan (dalam perkawinan) dua perempuan yang bersaudara,

kecuali yang telah terjadi pada masa lampau; sesungguhnya Allah Maha

Pengampun lagi Maha Penyayang”.(QS. An-Nisa’ (4) : 22-23)

Berpijak dari pengertian ayat di atas maka para ulama membuat

rumusan-rumusan yang lebih sistematis sebagai berikut:

1. Karena pertalian nasab (hubungan darah)

a. Ibu, nenek (dari garis ibu atau bapak) dan seterusnya ke

atas.

b. Anak perempuan, cucu perempuan dan seterusnya ke

bawah.

c. Saudara perempuan sekandung, seayah dan seibu.

d. Saudara perempuan ibu (bibi atau tante).

e. Saudara perempuan bapak (bibi atau tante).

f. Anak perempuan dari saudara laki-laki sekandung.

g. Anak perempuan dari saudara laki-laki seayah.

h. Anak perempuan dari saudara laki-laki seibu.

i. Anak perempuan saudara perempuan sekandung.

j. Anak perempuan saudara perempuan seayah.

k. Anak perempuan saudara perempuan seibu.

Page 53: TRADISI LARANGAN PERKAWINAN ADAT JAWA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41817/1/MOHAMAD ZIAD...TRADISI LARANGAN PERKAWINAN ADAT JAWA. DALAM . PERSPEKTIF HUKUM

42

2. Karena hubungan semenda

a. Ibu dari istri (mertua).

b. Anak (bawaan) istri yang telah dicampuri (anak tiri).

c. Istri bapak (ibu tiri).

d. Istri anak (menantu).

e. Saudara perempuan istri adik atau kakak ipar selama dalam

ikatan perkawinan.

3. Karena pertalian sepersusuan

a. Wanita yang menyusui seterusnya ke atas.

b. Wanita sepersusuan dan seterusnya menurut garis ke

bawah.

c. Wanita saudara sepersusuan dan kemanakan sesusuan ke

bawah.

d. Wanita bibi susuan dan bibi susuan ke atas.

e. Anak yang disusui oleh istrinya dan keturunannya.55

Sedangkan larangan yang bersifat mahram mu’aqqat (larangan

untuk waktu tertentu) yaitu:56

1. Larangan bilangan

2. Larangan mengumpulkan

3. Larangan kehambaan

4. Larangan kafir

55 Amiur Nuruddin dan Azhari Akmal Tarigan, Hukum Perdata Islam di Indonesia; Studi

Kritis Perkembangan Hukum Islam dari Fikih, UU No 1/1974 sampai KHI, (Jakarta: Prenada

Media, 2004), h.145-148 56 Abdul Rahman Ghozali, Fiqh Munakahat, (Jakarta: Kencana, 2010), cet. Ke-4, h. 103

Page 54: TRADISI LARANGAN PERKAWINAN ADAT JAWA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41817/1/MOHAMAD ZIAD...TRADISI LARANGAN PERKAWINAN ADAT JAWA. DALAM . PERSPEKTIF HUKUM

43

5. Larangan Ihram

6. Larangan sakit

7. Larangan iddah

8. Larangan perceraian tiga kali bagi suami yang menceraikan

9. Larangan peristrian

Di Indonesia juga memiliki peraturan yang menentukan

perkawinan mana yang diperbolehkan dan perkawinan mana yang dilarang

menurut hukum.57

Dalam Undang-Undang Perkawinan menentukan

beberapa larangan untuk melangsungkan perkawinan yang dimuat dalam

Pasal 8, 9 dan 10.58

Ketentuan-ketentuan dalam Pasal 8, 9 dan 10 Undang-Undang

Perkawinan tersebut telah sangat mendekati ketentuan-ketentuan larangan

perkawinan dalam Islam.59

Pasal 8 Undang-Undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974

menyatakan melarang perkawinan antara dua orang yang mempunyai

hubungan darah baik keatas, kebawah maupun garis menyamping,

mempunyai hubungan semenda, hubungan susuan, hubungan saudara

dengan istri dan hubungan yang oleh agamanya atau peraturan lain yang

berlaku yang melarang untuk kawin. Pasal 9 melarang seseorang yang

masih terikat tali perkawinan dengan orang lain untuk kawin lagi, kecuali

57 R. Wirjono Prodjodikoro, Hukum Perkawinan di Indonesia, ( Bandung: Sumur

Bandung, 1991), h. 34 58 K. Wantjik Saleh, Hukum Perkawinan Indonesia, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1978), h.

27 59 Sayuti Thalib, Hukum Kekeluargaan Indonesia:Berlaku Bagi Umat Islam,(Jakarta:

Universitas Indonesia Press, 1986), h. 54

Page 55: TRADISI LARANGAN PERKAWINAN ADAT JAWA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41817/1/MOHAMAD ZIAD...TRADISI LARANGAN PERKAWINAN ADAT JAWA. DALAM . PERSPEKTIF HUKUM

44

ada izin dari Pengadilan. Dan Pasal 10 melarang perkawinan kembali

antara suami istri yang telah bercerai untuk kedua kalinya.60

Untuk mengetahui penjelasan yang lebih rinci dalam pasal 8

Undang-Undang Perkawinan Tahun 1974 telah diatur dengan jelas

mengenai larangan perkawinan yang menyatakan:

Perkawinan dilarang antara dua orang yang:

a. Berhubungan darah dalam garis keturunan lurus ke bawah

ataupun ke atas.

b. Berhubungan darah dalam garis keturunan menyamping yaitu

antara saudara, antara seorang dengan saudara orang tua dan

anatar seorang dengan saudara neneknya.

c. Berhubungan semenda, yaitu mertua, anak tiri menantu dan

ibu/bapak tiri.

d. Berhubungan susuan yaitu otang tua susuan, anak susuan,

saudara susuan dan bibi/paman susuan.

e. Berhubungan saudara dengan istri atau sebagai bibi atau

kemenakan dari istri, dalam hal seorang suami beristri lebih

dari seorang.

f. Mempunyai hubungan yang oleh agamanya atau peraturan lain

yang berlaku dilarang kawin.

Selanjutnya di dalam Pasal 9 Undang-Undang Perkawinan

menyatakan, seseorang yang masih terikat tali perkawinan dengan orang

60 Asmin, Status Perkawinan Antar Agama: Ditinjau dari Undang-Undang Perkawinan

No.1/1974, (Jakarta: PT Dian Rakyat, 1986), h. 25

Page 56: TRADISI LARANGAN PERKAWINAN ADAT JAWA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41817/1/MOHAMAD ZIAD...TRADISI LARANGAN PERKAWINAN ADAT JAWA. DALAM . PERSPEKTIF HUKUM

45

lain tidak dapat kawin lagi, kecuali dalam hal yang tersebut pada pasal 3

ayat (2) dan pasal 4 undang-undang ini.61

Berbeda dengan Undang-Undang Perkawinan yang hanya memuat

secara singkat hal-hal yang termasuk larangan perkawinan, Kompilasi

Hukum Islam menjelaskannya lebih rinci dan tegas. Bahkan Kompilasi

Hukum Islam dalam hal ini mengikuti sistematika fikih yang telah baku.

Masalah larangan perkawinan ini dimuat pada Bab VI Pasal 39 sampai

Pasal 44. 62

Di dalam Pasal 39 dinyatakan, dilarang melangsungkan

perkawinan anatar seorang pria dengan seorang wanita disebabkan:

1. Karena pertalian nasab:

a. Dengan seorang wanita yang melahirkan atau menurunkannya

atau keturunannya.

b. Dengan seorang wanita keturanan ayah atau ibu.

c. Dengan seorang wanita saudara yang melahirkan.

2. Karena pertalian kerabat semenda:

a. Dengan seorang wanita yang melahirkan istrinya atau bekas

istrinya.

b. Dengan seorang wanita bekas istri orang yang menurunkannya.

61 Amiur Nuruddin dan Azhari Akmal Tarigan, Hukum Perdata Islam di Indonesia; Studi

Kritis Perkembangan Hukum Islam dari Fikih, UU No 1/1974 sampai KHI, (Jakarta: Prenada

Media, 2004), h.149-150 62 Abdul Rahman Ghozali, Fiqh Munakahat, (Jakarta: Kencana, 2010), cet. Ke-4, h. 114

Page 57: TRADISI LARANGAN PERKAWINAN ADAT JAWA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41817/1/MOHAMAD ZIAD...TRADISI LARANGAN PERKAWINAN ADAT JAWA. DALAM . PERSPEKTIF HUKUM

46

c. Dengan seorang wanita keturunan istri atau bekas istrinya,

kecuali putusnya hubungan perkawinan dengan bekas istrinya

itu qabla ad-dukhul.

3. Karena pertalian sesusuan:

a. Dengan wanita yang menyusuinya dan seterusnya menurut

garis lurus ke atas.

b. Dengan seorang wanita sesusuan dan seterusnya menurut garis

lurus ke bawah.

c. Dengan seorang wanita saudara sesusuan, dan kemenakan

sesusuan ke bawah.

d. Dengan seorang wanita bibi sesusuan dan nenek bibi sesusuan

ke atas.

e. Dengan anak yang disusui oleh istrinya dan keturunannya.

Sedangkan larangan yang bersifat mahram mu’aqqat (larangan

untuk waktu tertentu) seperti yang termuat pada Pasal 40 Kompilasi

Hukum Islam dinyatakan dilarang melangsungkan perkawinan antara

seorang pria dengan seorang wanita karena keadaan tertentu:

a. Karena wanita yang bersangkutan masih terkait satu

perkawinan dengan pria lain.

b. Seorang wanita yang masih berada dalam masa iddah dengan

pria lain.

c. Seorang wanita yang tidak beragama Islam.

Page 58: TRADISI LARANGAN PERKAWINAN ADAT JAWA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41817/1/MOHAMAD ZIAD...TRADISI LARANGAN PERKAWINAN ADAT JAWA. DALAM . PERSPEKTIF HUKUM

47

Pasal 41 menjelaskan larangan perkawinan karena pertalian nasab

dengan perempuan yang telah dikawini, atau karena sepersusuan.

(1) Seorang pria dilarang memadu istrinya dengan seorang wanita

yang memiliki pertalian nasab atau susuan dengan istrinya

a. Saudara kandung, seayah atau seibu serta keturunannya

b. Wanita dengan bibinya atau kemenakannya

(2) Larangan tersebut pada ayat (1) tetap berlaku meskipun istri-

istrinya telah ditalak raj’i, tetapi masih dalam masa iddah

Larangan kawin juga berlaku bagi seorang laki-laki yang telah

beristri empat orang dan masih terikat dalam perkawinan atau ditalak raj’i

masih dalam masa ‘iddah.

Di dalam Pasal 42 dinyatakan:

Seorang pria dilarang melangsungkan perkawinan dengan seorang

wanita apabila pria tersebut sedang mempunyai 4 (empat) orang

istri yang keempat-empatnya masih terikat perkawinan atau sedang

yang lainnya dalam masa iddah talak raj’i.

Larangan terhadap istri yang telah ditalak tiga dan di li’an diatur

dalam Pasal 43 yang berbunyi:

(1) Dilarang melangsungkan perkawinan antara seorang pria:

a. Dengan seorang wanita bekas istrinya yang ditalak tiga kali.

b. Dengan seorang wanita bekas istrinya yang di li’an.

Page 59: TRADISI LARANGAN PERKAWINAN ADAT JAWA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41817/1/MOHAMAD ZIAD...TRADISI LARANGAN PERKAWINAN ADAT JAWA. DALAM . PERSPEKTIF HUKUM

48

(2) Larangan tersebut pada ayat (1) huruf a gugur kalau bekas istrinya

tadi telah kawin dengan pria lain, kemudia perkawinan tersebut

putus ba’da dukhul dan telah habis masa iddahnya.

Selanjutnya di dalam Pasal 44 menyatakan bahwa, seorang wanita

Islam dilarang melangsungkan perkawinan dengan pria yang tidak

beragama Islam.

Tampaknya berkenaan dengan larangan perkawinan yang termuat

dalam fikih, Undang-Undang Perkawinan dan juga Kompilasi Hukum

Islam tidak menunjukkan adanya pergeseran konseptual, hal ini

disebabkan karena masalah larangan perkawinan ini adalah masalah

normatif yang bisa dikatakan sebagai sesuatu yang taken for granted.63

63 Amiur Nuruddin dan Azhari Akmal Tarigan, Hukum Perdata Islam di Indonesia; Studi

Kritis Perkembangan Hukum Islam dari Fikih, UU No 1/1974 sampai KHI, (Jakarta: Prenada

Media, 2004), h.150-153

Page 60: TRADISI LARANGAN PERKAWINAN ADAT JAWA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41817/1/MOHAMAD ZIAD...TRADISI LARANGAN PERKAWINAN ADAT JAWA. DALAM . PERSPEKTIF HUKUM

49

BAB III

POTRET DESA SUGIHWARAS DAN LARANGAN PERKAWINAN

TRADISI KEBO BALIK KANDANG

A. Potret Desa Sugihwaras

1. Kondisi Geografis

Secara geografis Desa Sugihwaras adalah desa yang terletak di

Kecamatan Prambon Kabupaten Nganjuk Jawa Timur, Desa Sugihwaras

merupakan desa yang kaya akan dengan tanah sawahnya yang terhampar

luas, begitupun dengan luas wilayahnya yang mencapai 283.59 Ha yang

berbatasan dengan Desa/Kelurahan Sonoageng di sebelah Utara,

Rowoharjo di sebelah Selatan, kemudian Watudandang di sebelah Timur,

serta Sumber Kepuh di sebelah Barat.1

Tabel 1.1

Batas Wilayah Desa Sugihwaras

No Batas Wilayah Desa/Kel Kecamatan

1 Sebelah utara Sonoageng Tanjunganom

2 Sebelah Selatan Rowoharjo Tarokan

3 Sebelah Timur Watudandang Ngronggot

Sumber : Badan Pemberdayaan Mayarakat Desa Sugihwaras Kecamatan

Prambon Kabupaten Nganjuk Jawa Timur 2016-2017

1 Asip Data Badan Pemberdayaan Masyarakat Desa Sugihwaras 2016-2017

Page 61: TRADISI LARANGAN PERKAWINAN ADAT JAWA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41817/1/MOHAMAD ZIAD...TRADISI LARANGAN PERKAWINAN ADAT JAWA. DALAM . PERSPEKTIF HUKUM

50

Lembaga kemasyarakatan Desa (LKD) dari Desa Sugihwaras

terdiri dari 5 Dusun atau dalam bahasa Jawa disebut dengan 5 Dukuan,

dari setiap Dusun yang ada di Desa Sugihwaras masing-masingnya

memiliki kepala dusun, atau dalam bahasa Jawa disebut dengan

Kamituwo. Kamituwo merupakan gelar bagi kepala dusun pada sistem

pemerintahan tingkat desa, terutama di daerah yang masih berlaku sistem

tingkatan jabatan dalam tradisi Jawa.2

Disamping itu lembaga kemasyarakatan Desa Sugihwaras sendiri

juga memliki 59 RT dan 18 RW, dan ruang lingkup dari kepengurusan RT

masing-masing memegang 3 jenis kegiatan yakni dusun, dan untuk ruang

lingkup kegiatan RW memegang 6 jenis kegiatan yakni dusun.3

Orbitasi atau jarak dari Desa Sugihwaras menuju pusat

pemerintahan dapat ditempuh dengan jarak :

- Ibu kota Kecamatan : 2.00 Km

- Ibu kota Kabupaten : 25.00 Km

- Ibu kota Provinsi : 125.00 Km

Adapun untuk luas wilayah penggunaan dari Desa Sugihwaras

sendiri dapat dilihat dari tabel dibawah ini :

2 Hasil Wawancara dengan Dra. Deno Indiyanto, Kepala Desa Sugihwaras, 19 April 2017 3 Arsip Data Badan Pemberdayaan Masyarakat Desa Sugihwaras 2016-2017

Page 62: TRADISI LARANGAN PERKAWINAN ADAT JAWA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41817/1/MOHAMAD ZIAD...TRADISI LARANGAN PERKAWINAN ADAT JAWA. DALAM . PERSPEKTIF HUKUM

51

Tabel 1.2

Luas Wilayah Desa Sugihwaras Menurut Penggunaan4

No Batas Wilayah Penggunaan Jumlah

1 Luas tanah sawah 79,00 Ha

2 Luas tanah kering 128,00 Ha

3 Luas tanah basah 10, 00 Ha

4 Luas tanah perkebunan 0,00 Ha

5 Luas fasilitas umum 66,59 Ha

6 Luas tanah hutan 0,00 Ha

7 Total Luas 283,59 Ha

Sumber : Badan Pemberdayaan Mayarakat Desa Sugihwaras Kecamatan

Prambon Kabupaten Nganjuk Jawa Timur 2016-2017

2. Perkembangan Kependudukan

Perkembangan kependudukan di Desa Sugihwaras pada tahun

2016 memiliki jumlah penduduk sekitar 9.630 jiwa dan pada tahun 2017

jumlah penduduk dari Desa Sugihwaras bertambah menjadi 13.479 jiwa,

dengan presentase perkembangan untuk laki-laki mecapai 30.63% dan

untuk perempuan 49.21%. Kemudian untuk jumlah kepala keluarga pada

masyarakat Desa Sugihwaras, pada tahun 2016 mencapai 3.033 KK dan

pada tahun 2017 berkembang menjadi 3.700 KK.5

4 Arsip Data Badan Pemberdayaan Masyarakat Desa Sugihwaras 2016-2017 5 Arsip Data Badan Pemberdayaan Masyarakat Desa Sugihwaras 2016-2017

Page 63: TRADISI LARANGAN PERKAWINAN ADAT JAWA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41817/1/MOHAMAD ZIAD...TRADISI LARANGAN PERKAWINAN ADAT JAWA. DALAM . PERSPEKTIF HUKUM

52

Adapun rincian dari kependudukan dan kepala keluarga Desa

Sugihwaras dapat dilihat dari tabel sebagai berikut :6

Tabel 1.3

Jumlah Penduduk Desa Sugihwaras

Jumlah Penduduk Laki-laki Perempuan

Tahun 2016 4792 orang 4838 orang

Tahun 2017 6260 orang 7219 orang

Presentasi Perkembangan 30.63 % 49.21 %

Sumber : Badan Pemberdayaan Mayarakat Desa Sugihwaras Kecamatan

Prambon Kabupaten Nganjuk Jawa Timur 2016-2017

Tabel 1.4

Jumlah Keluarga Desa Sugihwaras

Jumalah Keluarga KK Laki-laki KK

Perempuan

Total

KK Tahun 2016 2512 KK 521 KK 3033 KK

KK Tahun 2017 3106 KK 594 KK 3700 KK

Presentasi

Perkembangan

23.65 % 14.01 %

Sumber : Badan Pemberdayaan Mayarakat Desa Sugihwaras Kecamatan

Prambon Kabupaten Nganjuk Jawa Timur 2016-2017

Berdasarkan kedua diagram tabel diatas, bahwasannya

perkembangan kependudukan dari Desa Sugihwaras sangatlah pesat, dapat

6 Arsip Data Badan Pemberdayaan Masyarakat Desa Sugihwaras 2016-2017

Page 64: TRADISI LARANGAN PERKAWINAN ADAT JAWA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41817/1/MOHAMAD ZIAD...TRADISI LARANGAN PERKAWINAN ADAT JAWA. DALAM . PERSPEKTIF HUKUM

53

dilihat dari jumlah kependudukan yang bertambah dari tahun 2016 sampai

dengan tahun 2017 dengan rata-rata mencapai 2000 orang.

3. Ekonomi Masyarakat

Keadaan ekonomi masyarakat Desa Sugihwaras terfokuskan

kepada mata pencaharian pokok seperti, pertanian, buruh tani, industri,

pegawai negri sipil (PNS), perdagangan dan jasa. Akan tetapi potensi dan

perkembangan mata pencaharian masyarakat Desa Sugihwaras sangat

mendominasi dalam bidang pertanian, karena di sepanjang jalan Desa

Sugihwaras banyak sekali tanah sawah yang dikelola oleh masing-masing

kepala keluarga, khususnya orang deawasa yang telah memiliki anak.

Berbeda dengan dengan anak-anak mereka atau para pemuda disana yang

kebanyakan dari mereka bekerja di luar dari Desa Sugihwaras.

Mata pencaharian pokok dari Desa Sugihwaras yang mendominasi

dalam bidang pertanian dan ternak, dapat dilihat dari pendapatan perkapita

menurut sektor usahanya. Menurut data yang yang penulis peroleh dari

Desa/Kelurahan, jumlah pendapatan dari sektor pertanian untuk setiap

rumah tangga mencapai Rp. 724.000,00, kemudian untuk pendapatan

perkapita dari sektor peternakan untuk setiap rumah tangga hanya sebatas

berjumlah Rp. 575.000,00.7 Selanjutnya untuk mengetahui jenis mata

pencaharian dari masyarakat Desa Sugihwaras dapat dilihat dari diagram

tabel dibawah ini :8

7 Arsip Data Badan Pemberdayaan Masyarakat Desa Sugihwaras 2016-2017 8 Arsip Data Badan Pemberdayaan Masyarakat Desa Sugihwaras 2016-2017

Page 65: TRADISI LARANGAN PERKAWINAN ADAT JAWA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41817/1/MOHAMAD ZIAD...TRADISI LARANGAN PERKAWINAN ADAT JAWA. DALAM . PERSPEKTIF HUKUM

54

Tabel 1.5

Data Mata Pencaharian Pokok Desa Sugihwaras

No Jenis Pekerjaan Laki-laki Perempuan

1 Petani 2012 Orang 1124 Orang

2 Buruh Tani 1306 Orang 1325 Orang

3 PNS 76 Orang 98 Orang

4 Peternak 492 Orang 31 Orang

5 Pedagang Keliling 81 Orang 103 Orang

6 Pengrajin Industri Rumah

Tangga

8 Orang 9 Orang

Sumber : Badan Pemberdayaan Mayarakat Desa Sugihwaras Kecamatan

Prambon Kabupaten Nganjuk Jawa Timur 2016-2017

4. Demografi Pendidikan

Masyarakat Desa Sugihwaras merupakan desa yang sangat

potensial, hal ini dapat kita lihat dari data penduduk berdasarkan

pendidikannya, mulai dari masyarakatnya yang tergolong mengenal baca

tulis, kemudian dari tingkat pendidikan masyarakat mulai dari penduduk

yang tamat SD/sederajat dengan jumlah 3679 orang, dan yang tidak tamat

Sd/sederajat berjumlah 13 orang. Kemudian untuk penduduk yang tamat

SLTP/sederajat berjumlah 1601 orang dan yang tidak tamat

SLTP/sederajat berjumlah 23 orang. Adapun untuk masyarakat yang tamat

SLTA/sederajat 41 orang, sedangkan untuk masyarakat yang sedang

Page 66: TRADISI LARANGAN PERKAWINAN ADAT JAWA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41817/1/MOHAMAD ZIAD...TRADISI LARANGAN PERKAWINAN ADAT JAWA. DALAM . PERSPEKTIF HUKUM

55

SLTA/sederajat sekitar 5187 orang. Dan penduduk yang melangsungkan

ke jenjang perguruan tinggi sekiranya berjumlah 2229 orang.

Terlihat dari data diatas bahwa Desa Sugihwaras sangatlah

potensial dari segi pendidikan. Walaupun kebanyakan dari pada orang tua

disana tidak melanjutkan pendidikan mereka ke jenjang yang lebih tinggi,

akan tetapi perhatian masyarakat akan pentingnya pendidikan untuk anak-

anak mereka sangatlah besar, demi mencapai hidup yang lebih baik.9

Adapun untuk lebih jelasnya dapat dilihat dari tabel dibawah ini :

Tabel 1.6

Tingkat dan Jumlah Pendidikan

No. Tingkat Pendidikan Jumlah

1 Tamat SD 3679 Orang

2 Tamat SLTP 1601 Orang

3 Tamat SLTA 5187 Orang

4 Tamat Perguruan Tinggi 2229 Orang

Sumber : Badan Pemberdayaan Mayarakat Desa Sugihwaras Kecamatan

Prambon Kabupaten Nganjuk Jawa Timur 2016-2017

Melihat dari penduduk desa yang memberikan perhatian lebih

terhadap pendidikan, pemerintah Desa Sugihwaras juga memberikan

fasilitas sarana pendidikan dan lembaga pendidikan yang statusnya sudah

terdaftar dan terakreditasi oleh swasta dan juga pemerintah, serta tenaga

pengajar yang cukup berpotensi. Hal ini dapat dibuktikan dengan adanya

data yang telah penulis dapatkan dari pemerintah Desa/Kelurahan yang

9 Arsip Data Badan Pemberdayaan Masyarakat Desa Sugihwaras 2016-2017

Page 67: TRADISI LARANGAN PERKAWINAN ADAT JAWA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41817/1/MOHAMAD ZIAD...TRADISI LARANGAN PERKAWINAN ADAT JAWA. DALAM . PERSPEKTIF HUKUM

56

bersumber dari Badan Pemberdayaan Masyarakat Desa Sugihwaras tahun

2016-2017. Lembaga pendidikan yang ada di Desa Sugihwaras terbagi

menjadi dua yaitu, pendidikan formal dan pendidikan formal keagamaan.10

Untuk lebih jelasnya dapat dilihat dari deskripsi diagram dibawah ini :

Tabel 1.7

Sarana Pendidikan Desa Sugihwaras11

No. Sarana Pendidikan Jumlah

1 Gedung SMA/sederajat 1 buah

2 Gedung SD/sederajat 5 buah

3 Gedung TK 3 buah

4 Perpustakaan Desa/Kelurahan 1 buah

5 Taman Baca 1 buah

Sumber : Badan Pemberdayaan Mayarakat Desa Sugihwaras Kecamatan

Prambon Kabupaten Nganjuk Jawa Timur 2016-2017

Tabel 1.8

Pendidikan Formal12

Nama Jumlah Status Kepemilikan Pengajar Siswa

Play Group 1 Terdaftar Swasta 7 72

SD 5 Terdaftar Pemerintah 38 642

SMA 1 Terdaftar Pemerintah 27 466

Sumber : Badan Pemberdayaan Mayarakat Desa Sugihwaras Kecamatan

Prambon Kabupaten Nganjuk Jawa Timur 2016-2017

10 Arsip Data Badan Pemberdayaan Masyarakat Desa Sugihwaras 2016-2017 11 Arsip Data Badan Pemberdayaan Masyarakat Desa Sugihwaras 2016-2017 12 Arsip Data Badan Pemberdayaan Masyarakat Desa Sugihwaras 2016-2017

Page 68: TRADISI LARANGAN PERKAWINAN ADAT JAWA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41817/1/MOHAMAD ZIAD...TRADISI LARANGAN PERKAWINAN ADAT JAWA. DALAM . PERSPEKTIF HUKUM

57

Tabel 1.9

Pendidikan Formal Keagaman

Nama Jumlah Kepemilikan Pengajar Siswa

Sekolah Islam 1 Swasta 8 18

Raudhatul Athfal 1 Swasta 12 164

Ibtidaiyah 1 Swasta 8 18

Sumber : Badan Pemberdayaan Mayarakat Desa Sugihwaras Kecamatan

Prambon Kabupaten Nganjuk Jawa Timur 2016-2017

5. Keadaan Sosial Keagamaan

Mengingat urgensinya kerukunan antar umat beragama, maka

MPR dalam sidangnya pada tahun 1978 melalui ketetapan No.

IVMPR/1978 tentang GBHN BAB IV di bidang agama, menyatakan

bahwa :

Angka 1 huruf b : kehidupan keagamaan dan kepercayaan kepada

Tuhan yang Maha Esa makin dikembangkan, sehingga terbina rukun

diantara sesama umat beragama, diantara sesama penganut kepercayaan

terhadap Tuhan yang maha Esa dalam usaha memperkokoh kesatuan dan

persatuan bangsa dan meningkatkan amal untuk bersama-sama

membangun masyarakat.13

13 Syamsir Salam dan Amir Fadhilah, Sosiologi Pedesaan, (Jakarta: Lembaga Penelitian

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2008), h. 107

Page 69: TRADISI LARANGAN PERKAWINAN ADAT JAWA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41817/1/MOHAMAD ZIAD...TRADISI LARANGAN PERKAWINAN ADAT JAWA. DALAM . PERSPEKTIF HUKUM

58

Diantara umat beragama yang ada di Desa Sugihwaras, yaitu:

warga yang beragama Islam terdapat 13392 orang, beragama Kristen 43

orang, dan untuk warga yang beragama Katolik sebanyak 44 orang.14

Untuk lebih jelasnya keadaan sosial keagamaan di Desa

Sugihwaras dapat dilihat dari tabel berikut :

Tabel 1.10

Agama/Aliran Kepercayaan

Agama Laki-laki Perempuan

Islam 6222 Orang 7170 Orang

Kristen 20 Orang 23 Orang

Katolik 18 Orang 26 Orang

Sumber : Badan Pemberdayaan Mayarakat Desa Sugihwaras Kecamatan

Prambon Kabupaten Nganjuk Jawa Timur 2016-2017

Mayoritas penduduk Desa Sugihwaras kebanyakan dari mereka

adalah pemeluk agama Islam, terlihat dari prasarana peribadatan yang

berada di Desa Sugihwaras memiliki jumlah Masjid sebanyak 8 buah dan

Langgar/Surau/Musholla berjumlah 29 buah. Sedangkan prasarana

peribadatan untuk pemeluk agama Kristen dan Katolik tidak tersedia.15

Pada kenyataannya, tingginya angka pemeluk agama Islam dalam

suatu masyarakat tidak serta merta di iringi dengan tingginya angka

keaktifan dalam menjalankan kegiatan keagamaan. Hal tersebut terjadi di

14 Arsip Data Badan Pemberdayaan Masyarakat Desa Sugihwaras 2016-2017 15 Arsip Data Badan Pemberdayaan Masyarakat Desa Sugihwaras 2016-2017

Page 70: TRADISI LARANGAN PERKAWINAN ADAT JAWA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41817/1/MOHAMAD ZIAD...TRADISI LARANGAN PERKAWINAN ADAT JAWA. DALAM . PERSPEKTIF HUKUM

59

masyarakat Desa Sugihwaras, dimana penduduknya mayoritas memeluk

agama Islam namun cenderung pasif dalam melakukan kegiatan dalam

bidang keagamaan.

B. Tradisi Larangan Perkawinan Kebo Balik Kandang pada Masyarakat

Desa Sugihwaras Kecamatan Prambon Kabupaten Nganjuk Jawa

Timur

Masyarakat Jawa biasanya menyebut perkawinan itu dengan istilah

mantu. Yang maksudnya mengantu-antu artinya sangat ditunggu-tunggu.

Sementara pengantin dalam bahasa Jawa adalah pinanganten, yang kata

asalnya berasal dari kapur dan sirih, terdapat pada tumbuh-tumbuhan di

tanah. Pinang dan Ganten ini akhrinya menyatu dalam kuyahan saat orang

makan sirih. Istilah ini maksudnya asam di gunung dan garam di laut,

bertemu dalam belanga. Pengantin laki-laki dan perempuan yang berasal

dari kultur berbeda akan bersatu dalam sebuah harmoni keluarga yang

saling melengkapi kekurangan masing-masing sehingga tercipta keluarga

bahagia.16

1. Sejarah larangan perkawinan tradisi Kebo Balik Kandang di Desa

Sugihwaras

Menurut Kiai Hanafi, salah seorang Tokoh Agama Desa

Sugihwaras, larangan perkawinan tradisi Kebo Balik Kandang adalah

16 M. Hari Wijaya, Tata Cara Penyelenggaraan Perkawinan Adat Jawa (Yogyakarta:

Hanggar Kreator, 2004), h. 13-14

Page 71: TRADISI LARANGAN PERKAWINAN ADAT JAWA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41817/1/MOHAMAD ZIAD...TRADISI LARANGAN PERKAWINAN ADAT JAWA. DALAM . PERSPEKTIF HUKUM

60

tradisi yang di wariskan oleh para raja-raja zaman dahulu kala, yang

dimana daerah Jawa Timur merupakan daerah yang dulunya dikuasai oleh

Belanda dan Kesultanan Yogyakarta, sedangkan daerah Nganjuk sendiri

merupakan mancanegara kesunanan Surakarta. Adanya tradisi larangan

perkawinan Kebo Balik Kandang di Desa Sugihwaras dipengaruhi oleh

kebudayaan asing dan juga pemeluk Agama diluar dari Islam seperti Hindu,

Budha dan Katholik.17

Tradisi atau kebiasaan adalah sesuatu yang telah dilakukan sejak

lama, dan menjadi bagian dari kehidupan suatu kelompok masyarakat,

biasanya dari suatu Negara, kebudayaan, waktu, atau agama yang sama.

Menurut Suherman, BA, selaku Kepala Kamituwo 1, memberikan

penejelasan bahwa, tradisi Kebo BaliK Kandang dalam sejarahnya terbagi

menjadi dua macam, pertama, tradisi Kebo Balik Kandang yang dilakukan

ketika seseorang merantau ke tempat lain, kemudian setelah mereka

berhasil mecapai kesuksesan, atau gagal dalam rantauannya mereka

kembali ke tempat asalnya. Kedua, tradisi Kebo Balik Kandang yang tidak

boleh dilakukan ketika akan melangsungkan suatu perkawinan. Misalnya,

“apabila orang tua laki-laki lahir di kota A, kemudian orang tua laki-laki

tersebut pindah ke kota B dan menikah di kota B dengan salah satu

perempuan yang ada di kota B, kemudian seiring berjalannya waktu

keduanya memiliki anak, baik anak itu laki-laki maupun anak perempuan,

setelah anak laki-laki maupun perempuan itu tumbuh dewasa, kedua orang

17 Hasil Wawancara dengan Kiai Hanafi, Tokoh Agama Desa Sugihwaras, 19 April 2017

Page 72: TRADISI LARANGAN PERKAWINAN ADAT JAWA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41817/1/MOHAMAD ZIAD...TRADISI LARANGAN PERKAWINAN ADAT JAWA. DALAM . PERSPEKTIF HUKUM

61

tua tersebut ingin menikahkan anaknya dengan salah seorang yang berasal

dari kota kelahiran orang tua laki-lakinya (kota A), maka hal demikian

dinamakan dengan Kebo Balik Kandang.18

Menurut Suherman, BA, hal semacam tradisi Kebo Balik Kandang

adalah sesuatu yang turun-temurun dari orang-orang zaman dahulu, yang

dipengaruhi oleh bangsa asing yang masuk keperadaban Jawa, baik dari

etnis budaya, suku bangsa maupun Agama.19

2. Pengertian larangan perkawinan tradisi Kebo Balik Kandang

Menurut Kiai Hanafi selaku Tokoh Agama Desa Sugihwaras,

pengertian tradisi Kebo Balik Kandang dalam kiasan Jawa adalah apabila di

uraikan suku katanya satu- persatu, maka arti dari kata “Kebo” dapat

diartikan sebagai “Obyek (orangnya)”, kemudian untuk kata “Balik”

diartikan sebagai “Pulang” dan untuk kata “Kandang” diartikan sebagai

“Rumah”. Jadi kebo kalik kandang adalah larangan perkawinan yang tidak

boleh dilakukan apabila bapaknya dari Desa Sugihwaras (lahir di Desa

Sugihwaras) kemudian ia merantau atau pindah Desa dari Sugihwaras ke

Desa yang lain (Desa B) kemudian ia menetap dan menikah di Desa B,

setelah menikah bapaknya dan istrinya memiliki anak, setelah anaknya

18 Hasil Wawancara dengan Suherman, BA, Kepala Kamituwo (Dusun) 1 Desa

Sugihwaras, 20 April 2017 19 Hasil Wawancara dengan Suherman, BA, Kepala Kamituwo (Dusun) 1 Desa

Sugihwaras, 20 April 2017

Page 73: TRADISI LARANGAN PERKAWINAN ADAT JAWA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41817/1/MOHAMAD ZIAD...TRADISI LARANGAN PERKAWINAN ADAT JAWA. DALAM . PERSPEKTIF HUKUM

62

tumbuh dewasa, bapaknya ingin menikahkan anaknya dengan salah seorang

yang ada di Desa Sugihwaras (Desa kelahiran bapaknya).20

Begitupun dengan Setyastuti salah satu Tokoh Masyarakat Desa

Sugihwaras, Larangan perkawinan tradisi kebo balik kandang adalah tradisi

yang dilakukakan apabila orang tua laki-laki (bapak) lahir di kota A,

kemudian orang tua laki-laki (bapak) tersebut pindah ke kota B dan

menikah di kota B dengan salah satu perempuan yang berada di kota B,

kemudian seiring berjalannya waktu keduanya lalu memiliki anak, baik

anak itu laki-laki maupun perempuan, setelah anak laki-laki maupun

perempuan itu tumbuh dewasa, kedua orang tua tersebut ingin menikahkan

anaknya dengan seseorang yang berasal dari kota kelahiran orang tua laki-

laki (bapak) di kota A.21

Perkawinan menurut adat merupakan perkawinan yang mempunyai

akibat hukum terhadap hukum adat yang berlaku dalam masyarakat

bersangkutan. Setelah terjadinya ikatan perkawinan maka timbul hak-hak

dan kewajiban orang tua (termasuk anggota/kerabat) untuk memberikan

peran serta membina dan memelihara kerukunan, keutuhan dan

kelanggengan dari kehidupan anak-anak mereka yang terkait dalam

perkawinan menurut hukum adat setempat.22

20 Hasil Wawancara dengan Kiai Hanafi, Tokoh Agama Desa Sugihwaras, 19 April 2017 21 Hasil Wawancara dengan Setyastuti, Tokoh Masyarakat Desa Sugihwaras, 20 April

2017 22 Hilman Hadikusuma, Hukum Perkawinan Indonesia, Menurut: Perundangan, Hukum

Adat dan Agama, (Bandung: CV. Mandar Maju, 2007), h. 46

Page 74: TRADISI LARANGAN PERKAWINAN ADAT JAWA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41817/1/MOHAMAD ZIAD...TRADISI LARANGAN PERKAWINAN ADAT JAWA. DALAM . PERSPEKTIF HUKUM

63

3. Sanksi dari larangan perkawinan tradisi Kebo Balik Kandang

Setiap perkawinan pada adat Jawa biasanya terdapat banyak makna

yang terkandung dalam setiap prosesinya. Hal yang menjadi makna dalam

suatu perkawinan adalah pantangan-pantangan yang ada dan tidak boleh

dilanggar, karena apabila melanggar dari pantangan tersebut dapat

menyebabkan celaka dan tidak langgengnya pernikahan yang di jalaninya.

Mitos dianggap sebagai pengetahuan tentang kata-kata atau ucapan, kata-

kata atau ucapan ini bukan hanya sekedar ucapan biasa tapi dapat di

katakan sebagai ucapan yang suci yang mengandung ilham atau wahyu.

Keberadaan mitos sangat erat kaitannya dengan adat istiadat dan budaya

yang masih bersifat tradisional. Mitos yang telah berlalu tidak mudah

untuk di sisihkan dari kehidupan sehari-hari terutama pada masa lalu

karena jika melanggar pantangan pasti akan kualat atau sering disebut

dengan kata pamali.23

Dalam adat perkawinan Jawa terdapat beragam peraturan adat yang

harus dilaksanakan dan ditinggalkan, salah satunya adalah larangan

perkawinan Kebo Balik Kandang yang terdapat di Desa Sugihwaras

Kecamatan Prambon Kabupaten Nganjuk Jawa Timur.

Menurut Setyastuti, salah satu Tokoh Masyarakat Desa

Sugihwaras, tradisi Kebo Balik Kandang itu adalah tradisi yang sudah

lama ada di masyarakat Desa Sugihwaras, dan menurut beliau, sebagai

masyarakat yang tahu akan tradisi itu, tidak berani untuk melanggarnya,

23 Adeng Muchtar Ghazali, Antropologi Agama: Upaya Memahami Keragaman

Kepercayaan, Keyakinan dan Agama, (Bandung: Alfabeta, 2011), h. 14

Page 75: TRADISI LARANGAN PERKAWINAN ADAT JAWA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41817/1/MOHAMAD ZIAD...TRADISI LARANGAN PERKAWINAN ADAT JAWA. DALAM . PERSPEKTIF HUKUM

64

karena apabila melanggar dari tradisi tersebut dapat membahayakan

keluarga. Menurut beliau, sudah banyak kasus atau kejadian yang terjadi

karena melanggar tradisi tersebut, sebelumnya pernah terjadi kasus seperti,

orang tua laki-laki (bapaknya) berasal dari Desa Sugihwaras, kemudian ia

merantau bersama keluarganya ke Jakarta, setelah di Jakarta bapak

tersebut memiliki rumah, setelah 3 sampai 4 tahun, kemudian bapak

tersebut dan keluarganya kembali lagi ke Desa Sugihwaras dan

menikahkan anak laki-lakinya dengan salah seorang dari Desa Sugihwaras,

setelah anaknya menikah kemudian tinggalah anak laki-laki dan istrinya di

Desa Sugihwaras, setalah itu bapaknya kembali lagi ke Jakarta, selang

beberapa bulan dari pernikahan anaknya, bapak dari anak laki-lakinya

yang menikah, kemudian meninggal. Menurut Ibu Setyastuti, mungkin

kejadian tersebut tidak masuk di akal, akan tetapi itu benar terjadi dan ada

korbannya. Kemudian beliau juga mengungkapkan bahwa tradisi Kebo

Balik Kandang ini jangankan untuk yang sudah berbeda tempat tinggal

atau keluarganya sudah tidak tinggal di Desa Sugihwaras, berbeda gang

rumah saja boleh tidak boleh untuk menikah, akan tetapi kebanyakan

masyarakat di Desa Sugihwaras ini menurut Ibu Setyastuti, masih

memegang tradisi Kebo Balik Kandang.24

Tradisi atau adat adalah kebiasaan turun-temurun dari nenek

moyang yang masih dijalankan dalam masyarakat, baik berupa perkataan

maupun perbuatan yang dilakukan oleh suatu kelompok masyarakat

24 Hasil Wawancara dengan Setyastuti, Tokoh Masyarakat Desa Sugihwaras, 20 April

2017

Page 76: TRADISI LARANGAN PERKAWINAN ADAT JAWA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41817/1/MOHAMAD ZIAD...TRADISI LARANGAN PERKAWINAN ADAT JAWA. DALAM . PERSPEKTIF HUKUM

65

tertentu seakan-akan menjadi penilaian atau anggapan bahwa cara-cara

yang telah ada merupakan cara yang paling baik dan benar.25

Sebenarnya tradisi Kebo Balik Kandang ini tradisi yang di katakan

melarang seseorang melakukan perkawinan apabila bapak dari seseorang

yang ingin melangsungkan perkawinan pindah dari Desa Sugihwaras,

menurut Ibu Setyastuti, makna dari tradisi ini sebenarnya untuk menjaga

dari hal-hal yang tidak di inginkan untuk anak-anak kita dan begitupun

hal-hal yang tidak di inginkan oleh orang tua, menurut beliau, orang tua

bukan melarang anak-anaknya untuk tidak menikah, akan tetapi orang tua

menginginkan anaknya menikah dengan seseorang yang sesuai dan tidak

menyalahi aturan adat yang ada.26

Menurut Drs. Gunawan selaku Kepala Kamituwo 2, apabila

kembali melihat sejarah tradisi Kebo Balik Kandang ini merupakan tradisi

masyarakat Jawa yang hanya sebatas orang Jawa zaman dahulu yang

banyak mengetahui tentang tradisi ini, menurut beliau, orang Jawa zaman

dulu tidak berani untuk melanggar dari tradisi Kebo Balik Kandang ini,

karena menjadi sebuah pantangan tersendiri dan apabila melanggar dari

tradisi Kebo Balik Kandang menurut orang zaman dulu dampak yang

ditimbulkan sangatlah besar yaitu, salah satu keluarganya meninggal, dan

kebanyakan orang menyebutkan keluarga yang meninggal adalah dari

orang tua laki-laki (bapak). Kemudian beliau juga menambahkan bahwa,

25 Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia¸

(Jakarta: Pusat Bahasa, 2008), h. 12 26 Hasil Wawancara dengan Setyastuti, Tokoh Masyarakat Desa Sugihwaras, 20 April

2017

Page 77: TRADISI LARANGAN PERKAWINAN ADAT JAWA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41817/1/MOHAMAD ZIAD...TRADISI LARANGAN PERKAWINAN ADAT JAWA. DALAM . PERSPEKTIF HUKUM

66

dulu pernah ada yang melanggar tradisi ini, dampaknya adalah si anak

yang menikah dengan melanggar tradisi Kebo Balik Kandang tidak diakui

sebagai anak lagi oleh orang tuanya, atau di usir dari rumah orang tuanya,

tapi setelah bertahun-tahun lamanya akhirnya kembali diakui sebagai anak,

dan bahkan tidak terjadi apa-apa terhadap orang tua laki-laki (bapak).

Akan tetapi memang dari perkawinan si anak tersebut tidak terdapat wali

dari orang tuanya melainkan wali dari saudaranya. Dan sebenarnya sah

atau tidaknya suatu perkawinan tergantung dari syarat perkawinan

tersebut, kalau melihat dari perkawinan si anak tersebut sah-sah saja, akan

tetapi memang efek yang ditimbulkan dari kejadian tersebut sangatlah

besar.27

Menurut Bari salah satu Tokoh Masyarakat Desa Sugihwaras,

tradisi semacam Kebo Balik Kandang, memiliki suatu pantangan tersendiri

yang dapat dipercaya apabila kedua pasangan tetap melangsungkan

perkawinan maka akan menimbulkan sesuatu yang tidak di inginkan

seperti, salah satu orang tua laki-laki (bapak) dari kedua pasangan tersebut

meninggal. Dan menurut Bapak Bari sudah banyak korban dari melanggar

tradisi Kebo Balik Kandang ini, banyak saudara-saudara beliau yang

mengalaminya, karena tidak mematuhi tradisi tersebut, dan menurut

beliau, dulu juga pernah ada salah satu tetangga di Desa Sugihwaras,

mereka menyepelekan tradisi ini dan tetap melanggarnya, selang dari tiga

bulan pernikahan, kemudian orang tua laki-laki (bapak) dari kedua

27 Hasil Wawancara dengan Drs. Gunawan, Kepala Kamituwo (Dusun) 2 Desa

Sugihwaras, 20 April 2017

Page 78: TRADISI LARANGAN PERKAWINAN ADAT JAWA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41817/1/MOHAMAD ZIAD...TRADISI LARANGAN PERKAWINAN ADAT JAWA. DALAM . PERSPEKTIF HUKUM

67

pasangan suami istri (anaknya yang menikah) akhirnya meninggal dunia.

Menurut Bapak Bari, sebenarnya banyak sekali korban kejadian dari

melanggar tradisi ini, ada yang setelah mengetahui kejadian tersebut

akhirnya mereka pindah dari Desa Sugihwaras, dan tradisi atau adat yang

ada masih kental di masyarakat, akan tetapi tergantung bagaimana orang-

orang menyikapinya. 28

28 Hasil wawancara dengan Bari Tokoh Msayarakat Desa Sugihwaras, 20 April 2017

Page 79: TRADISI LARANGAN PERKAWINAN ADAT JAWA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41817/1/MOHAMAD ZIAD...TRADISI LARANGAN PERKAWINAN ADAT JAWA. DALAM . PERSPEKTIF HUKUM

68

BAB IV

TRADISI LARANGAN PERKAWINAN KEBO BALIK KANDANG

DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM

A. Pandangan Masyarakat tentang Tradisi Kebo Balik Kandang

Pola pikir masyarakat yang sudah berkembang tentunya akan

melihat sebuah realita yang terjadi yang dapat di jangkau oleh nalar dari

masyarakatnya sendiri, tanpa harus memikirkan sesuatu yang menjadi

beban dalam hidup mereka dengan masih mempercayai suatu adat

kebiasaan yang sudah ada sejak zaman dahulu, tradisi atau kebiasaan

turun-temurun yang dilakukan dikalangan masyarakat seolah-olah menjadi

norma yang mengikat.

Adat merupakan wujud ideal dari kebudayaan yang berfungsi

sebagai tata kelakuan. Kebudayaan adalah keseluruhan gagasan dan karya

manusia, yang harus dibiasakannya dengan belajar serta keseluruhan hasil

dari budi dan karyanya. Kata kebudayaan berasal dari kata Sansekerta

buddhayah, ialah bentuk jamak dari buddhi yang berarti “budi” atau akal,

dengan demikian kebudayaan dapat diartikan sebagai hal-hal yang

bersangkutan dengan budi dan akal.1

Bagi sebagian masyarakat Desa Sugihwaras, larangan perkawinan

tradisi Kebo Balik Kandang menjadi tradisi yang masih di pegang teguh

dalam kehidupan sehari-harinya, dengan alasan bahwa menjaga suatu

tradisi adalah kehormatan bagi leluhur-leluhur yang sudah berjuang di

1 Koentjaraningrat, Kebudayaan Jawa (Jakarta: Balai Pustaka, 2000), h. 19

Page 80: TRADISI LARANGAN PERKAWINAN ADAT JAWA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41817/1/MOHAMAD ZIAD...TRADISI LARANGAN PERKAWINAN ADAT JAWA. DALAM . PERSPEKTIF HUKUM

69

zamannya terdahulu, kemudian untuk alasan selanjutnya adalah, untuk

sebagian masyarakat yang masih memegang tradisi tersebut mereka

menganggap bahwa dampak yang ditimbulkan dari melanggar larangan

tradisi Kebo Balik Kandang menjadi sebuah keresahan bagi sebagian

masyarakat. Sedangkan pada kenyataannya tingkat keagamaan penduduk

Desa Sugihwaras untuk masyarakat yang beragama Islam sekitar 13,392

orang (Arsip Data Badan Pemberdayaan Masyarakat Desa Sugihwaras

2016-207), tidak mempengaruhi terhadap kepercayaan tradisi tersebut.

Untuk sebagian masyarakat yang lain memandang tradisi Kebo

Balik Kandang adalah tradisi yang sudah tidak relevan lagi untuk di

terapkan di zaman sekarang. Mereka beranggapan bahwa dengan tingkat

ekonomi yang terus berkembang, kemudian dengan tingkat pendidikan

masyarakatnya yang lebih maju, menjadi suatu alasan kuat untuk mereka

memilih mana yang lebih baik untuk kedepannya dan mana yang tidak.

Menurut Bari selaku Tokoh Masyarakat Desa Sugihwaras,

memandang tradisi Kebo Balik Kandang pada praktiknya, memang banyak

orang sudah tidak percaya dengan tradisi tersebut, akan tetapi beliau

sebagai masyarakat yang mengetahui dari tradisi Kebo Balik Kandang

masih memegang teguh terhadap tradisi itu, karena kecemasan beliau

dengan adanya dampak yang tersirat di dalam tradisi kebo Balik Kandang,

seakan-akan menjadi sebuah rem untuk berpikir dua kali. Salah satunya

dengan masih menerapkan tradisi tersebut di dalam keluarganya.2

2 Hasil Wawancara dengan Bari, Tokoh Masyarakat Desa Sugihwaras, 20 April 2017

Page 81: TRADISI LARANGAN PERKAWINAN ADAT JAWA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41817/1/MOHAMAD ZIAD...TRADISI LARANGAN PERKAWINAN ADAT JAWA. DALAM . PERSPEKTIF HUKUM

70

Berdasarkan hasil wawancara dengan Rizki Sonia Safitri salah satu

Tokoh Masyarakat Desa Sugihwaras, menurutnya untuk di era globalisasi

seperti ini tradisi Kebo Balik Kandang adalah kepercayaan yang

seharusnya tidak untuk diterapkan, karena sudah tidak relevan lagi,

melihat dari pola piker masyarakat yang terus berkembangakan, jumlah

penduduk yang semakin meningkat dan di tambah lagi dengan adanya

pendidikan yang semakin maju. Akan tetapi menurut beliau, melihat dari

keluarganya yang masih menerapkan tradisi tersebut, menjadi sebuah

kejanggalan (mau tidak mau harus menuruti apa kata orang tua).

Pemikiran kolot yang masih diterapkan dalam keluarganya tidak dapat di

hindarkan, karena telah menjadi hukum yang mengikat walaupun pada

dasarnya hal semacam tradisi Kebo Balik Kandang ini bertentangan

dengan ajaran Islam.3

Begitupun dengan Setyastuti Tokoh Masyarakat Desa Sugihwaras

yang masih memegang dan menerapkan tradisi Kebo Balik Kandang

dalam keluarganya, beliau beralasan bahwa, yang namanya ajal itu pasti

datang, akan tetapi kita tidak tahu datangnya kapan, karena hanya

Tuhanlah yang tahu, kita sebagai manusia hanya sebatas ngawas diri,

karena tradisi ini sudah ada sejak zaman dulu, dan sudah banyak

korbannya, dan menurut beliau, korban yang ada tidak hanya dua, tiga

orang saja akan tetapi banyak, dan “kita kan maunya pernikahan itu

langgeng sampai punya anak, sakinah, mawaddah warrahmah, dan juga

3 Hasil Wawancara dengan Rizki Sonia Safitri, Tokoh Masyarakat Desa Sugihwaras, (Via

Telepon) 22 September 2016

Page 82: TRADISI LARANGAN PERKAWINAN ADAT JAWA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41817/1/MOHAMAD ZIAD...TRADISI LARANGAN PERKAWINAN ADAT JAWA. DALAM . PERSPEKTIF HUKUM

71

kita sebagai orang tua ingin melihat anak kita bahagia dengan

pernikahannya, ingin melihat cucu-cucu kita tumbuh dewasa”, karena

itulah beliau masih mempertahankan dan menerapkan tradisi Kebo Balik

Kandang ini dalam keluarganya.4

Menurut Drs. Heri Kepala Desa Sugihwaras tradisi Kebo Balik

Kandang adalah larangan perkawinan yang tidak boleh dilakukan, karena

apabila dilanggar akan menimbulkan hal-hal yang negatif untuk keluarga.

Dan tradisi semacam Kebo Balik Kandang ini sudah ada sejak lama,

bahkan dapat dikatakan sebagai hukum adat, akan tetapi apabila melihat

dari seiring perkembangan zaman, banyak orang yang sudah tidak

mempercayainya atau mengabaikannya. Akan tetapi beliau berpandangan

bahwa hal semacam Kebo Balik Kandang ini tidak boleh dilakukan oleh

masyarakatnya.5

Seiring dengan semakin berkurangnya ajaran-ajaran adat dan

sedikit demi sedikit mulai mengalami pergeseran peran dalam masyarakat,

dan dibarengi dengan wawasan masyarakat yang sudah berkembang

banyak masyarakat yang sudah mengesampingkan akan hal tradisi kebo

balik kandang, menurut Bapak Gunawan selaku kepala kamituwo 2, tradisi

Kebo Balik Kandangadalah tradisi yang sudah kuno bahkan dapat

dikatakan tradisi yang sudah tidak berlaku lagi untuk zaman sekarang,

mungkin untuk sebagaian masyarakat masih ada yang menganggap tradisi

itu, akan tetapi menurut beliau, kalau kita melihat dari kenyataan yang ada

4 Hasil Wawancara dengan Setyastuti, Tokoh Masyarakat Desa Sugihwaras, 20 April

2017 5 Hasil Wawancara dengan Drs Heri Kepala Desa Sugihwaras, 20 April 2017

Page 83: TRADISI LARANGAN PERKAWINAN ADAT JAWA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41817/1/MOHAMAD ZIAD...TRADISI LARANGAN PERKAWINAN ADAT JAWA. DALAM . PERSPEKTIF HUKUM

72

dan seiring berkembangnya zaman, tradisi seperti Kebo Balik Kandang ini

sudah tidak berlaku untuk zaman sekarang.6

Menurut Dra Deno Kepala Desa Sugihwaras, tradisi Kebo Balik

Kandang ini apabila untuk diterapkan di zaman sekarang, sepertinya sudah

tidak relevan lagi, karena melihat dari perkembangan zaman yang sudah

moderen, dengan melihat kepada ekonomi seseorang yang ingin menikah,

apabila orang berpikir dan melihat kepada ekonomi, mungkin keluarga

yang masih memegang tradisi Kebo Balik Kandang akan berpikir dua kali,

menurut Ibu Deno, kalau untuk sekarang, tergantung melihat dari ekonomi

seseorang yang akan melangsungkan pernikahan.7

B. Pandangan Hukum Islam terhadap Larangan Perkawinan Tradisi

Kebo Balik Kandang

Masyarakat muslim diatur perilakunya oleh hukum Islam, baik itu

yang berkaitan dengan hubungan sosial, maupun hubungan vertikal. Titik

fungsional hukum Islam terus-menerus membentuk struktur sosial

masyarakat muslim dalam menjalani kehidupan sosialnya. Jika dikaji lebih

mendalam, hukum Islam mempunyai perbedaan dengan hukum yang ada

di masyarakat. Hukum Islam adalah peraturan yang di datangkan dari

langit, lewat kreasi intelektual para ulama fikih, dengan memahami pesan

yang tertulis dalam Alquran maupun sunah. Kreasi intelektual itu bersifat

6 Hasil Wawancara dengan Drs. Gunawan Kepala Kamituwo (Dusun) 2 Desa Sugihwaras,

20 April 2017 7 Hasil Wawancara dengan Dra. Deno Kepala Desa Sugihwaras, 20 April 2017

Page 84: TRADISI LARANGAN PERKAWINAN ADAT JAWA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41817/1/MOHAMAD ZIAD...TRADISI LARANGAN PERKAWINAN ADAT JAWA. DALAM . PERSPEKTIF HUKUM

73

nisbi, terkait dengan kemampuan nalar para ulama, sekaligus perubahan

sosial yang ada ketika Islam itu lahir.8

Berbicara mengenai hukum yang ada di masyarakat atau hukum

adat, jika ditinjau sesuai dengan kajian Ushul Fikih, pertama, adat yang

sesuai dengan hukum Islam adalah adat yang berulang-ulang dilakukan,

diterima oleh banyak orang, tidak bertentangan dengan agama, sopan

santun dan budaya yang luhur. Kedua, adat yang tidak sesuai dengan

hukum Islam adalah adat yang berlaku di suatu tempat meskipun merata

pelaksanannya, namun bertentangan dengan agama, undang-undang dan

sopan santun.9

Melihat adat yang ada di masyarakat Jawa, khusunya di Desa

Sugihwaras Kecamatan Prambon Kabupaten Nganjuk Jawa Timur, adat

atau tradisi dari Kebo Balik Kandang adalah adat yang mengatur tentang

larangan perkawinan, seseorang yang ingin melangsungkan perkawinan

terhalang apabila, orang tua laki-laki (bapak) dari kedua calon mempelai

sebelum melangsungkan perkawinan telah berpindah tempat tinggal dari

tempat kelahirannya, dan apabila kedua calon mempelai tetap

melangsungkan perkawinannya, dalam tradisi Kebo Balik Kandang ini

dipercaya salah satu atau kedua dari orang tua laki-laki (bapak) akan

mendapatkan celaka atau wafatnya orang tua laki-laki (bapak).

Pada dasarnya laki-laki adalah pasangan dari wanita, Allah

menciptakan tumbuh-tumbuhan, binatang maupun manusia secara

8 Yayan Sofyan, Islam-Negara Transformasi Hukum Perkawinan Islam Dalam Hukum

Nasional, (Tangerang Selatan: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2011), h. 12 9 Amir Syarifuddin, Ushul Fiqh Jilid 2, (Jakarta: Kharisma Putra Utama, 2011), h. 392

Page 85: TRADISI LARANGAN PERKAWINAN ADAT JAWA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41817/1/MOHAMAD ZIAD...TRADISI LARANGAN PERKAWINAN ADAT JAWA. DALAM . PERSPEKTIF HUKUM

74

berpasang-pasangan, begitupun Alquran memberikan penjelasan dalam

surat Ya-Sin (36) : 36

”Maha Suci Tuhan yang telah menciptakan pasangan-pasangan

semuanya, baik dari apa yang ditumbuhkan oleh bumi dan dari diri

mereka maupun dari apa yang tidak mereka ketahui” (QS. Ya-Sin (36) :

36)

Namun demikian, menurut hukum Islam tidak setiap laki-laki

dibolehkan menikah dengan setiap perempuan. Ada diantara perempuan

yang tidak boleh dinikahi oleh laki-laki tertentu karena antara keduanya

terdapat penghalang, dalam fiqh disebut dengan mawani’ an-nikah. Yaitu

hal-hal, pertalian-pertalian antara seorang laki-laki dengan seorang

perempuan yang menghalangi terjadinya perkawinan dan di haramkan

melakukan akad nikah antara keduanya.10

Larangan perkawinan tersebut

didasarkan pada :

Firman Allah Swt dalam surat An-Nisa (4) : 23

10 M idris ramulyo, Hukum Perkawinan Islam, (Jakarta: Sinar Grafika), h 45

Page 86: TRADISI LARANGAN PERKAWINAN ADAT JAWA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41817/1/MOHAMAD ZIAD...TRADISI LARANGAN PERKAWINAN ADAT JAWA. DALAM . PERSPEKTIF HUKUM

75

Diharamkan atas kamu (mengawini) ibu-ibumu; anak-anakmu

yang perempuan; saudara-saudaramu yang perempuan, saudara-saudara

bapakmu yang perempuan; saudara-saudara ibumu yang perempuan;

anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang laki-laki; anak-anak

perempuan dari saudara-saudaramu yang perempuan; ibu-ibumu yang

menyusui kamu; saudara perempuan sepersusuan; ibu-ibu isterimu

(mertua); anak-anak isterimu yang dalam pemeliharaanmu dari isteri

yang telah kamu campuri, tetapi jika kamu belum campur dengan isterimu

itu (dan sudah kamu ceraikan), maka tidak berdosa kamu mengawininya;

(dan diharamkan bagimu) isteri-isteri anak kandungmu (menantu); dan

menghimpunkan (dalam perkawinan) dua perempuan yang bersaudara,

kecuali yang telah terjadi pada masa lampau; sesungguhnya Allah Maha

Pengampun lagi Maha Penyayang” (QS. An-Nisa’ (4) : 23)

Melihat dari surat An-Nisa’ ayat 26 di atas, jika dikaitkan dengan

larangan perkawinan tradisi Kebo Balik Kandang terdapat ketidaksesuaian

antara siapa-siapa yang harus dinikahi dan siapa-siapa yang tidak boleh

dinikahi, dalam tradisi Kebo Balik Kandang, seseorang yang akan

melangsungkan perkawinan terhalang jika bapak dari calon mempelai

berpindah tempat tinggal sebelum melangsungkan perkawinan, kemudian

ketika calon mempelai ingin melakukan perkawinan, hal tersebut tidak

boleh dilakukan atau terhalang.

Melihat dari syarat sahnya perkawinan yang ada dalam Islam, hal-

hal yang harus terlibat dalam suatu perkawinan adalah, pertama, adanya

calon suami, kedua, adanya calon istri, ketiga, ijab dan qabul, keempat,

Page 87: TRADISI LARANGAN PERKAWINAN ADAT JAWA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41817/1/MOHAMAD ZIAD...TRADISI LARANGAN PERKAWINAN ADAT JAWA. DALAM . PERSPEKTIF HUKUM

76

adanya wali dan kelima, adanya dua orang saksi. 11

Akan tetapi berbeda

dengan tradisi Kebo Balik Kandang yang seakan-akan mensyaratkan

perkawinan itu haruslah antara laki-laki dan perempuan yang dimana

orang tua laki-laki (bapaknya) tidak pindah dari tempat kelahirannya.

Alquran memang tidak menjelaskan tentang larangan perkawinan

tradisi Kebo Balik Kandang, akan tetapi Islam tidak pernah melarang

perkawinan berbeda suku bangsa, daerah, ataupun orang tua laki-laki

(bapak) yang pindah dari tempat kelahirannya, seperti halnya larangan

perkawinan tradisi Kebo Balik Kandang. Bahkan Firman Allah Swt dalam

Surat Al-Hujarat (49) : 13 dan Surat Al-Baqarah (1) : 221 menegaskan

bahwa :

Firman Allah Swt dalam QS. Al-Hujarat (49) : 13

“Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari

seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu

berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal.

Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah

orang yang paling takwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha

Mengetahui lagi Maha Mengenal.”(QS. Al-Hujarat (49) : 13).

11 Abdul Rhaman Ghazali¸ Fiqh Munakahat,(Jakarta: Kencana, 2010), h. 47

Page 88: TRADISI LARANGAN PERKAWINAN ADAT JAWA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41817/1/MOHAMAD ZIAD...TRADISI LARANGAN PERKAWINAN ADAT JAWA. DALAM . PERSPEKTIF HUKUM

77

Firman Allah Swt dalam QS. Al-Baqarah (1) : 221

“Dan janganlah kamu menikahi wanita-wanita musyrik, sebelum

mereka beriman. Sesungguhnya wanita budak yang mukmin lebih baik

dari wanita musyrik, walaupun dia menarik hatimu. Dan janganlah kamu

menikahkan orang-orang musyrik (dengan wanita-wanita mukmin)

sebelum mereka beriman. Sesungguhnya budak yang mukmin lebih baik

dari orang musyrik walaupun dia menarik hatimu. Mereka mengajak ke

neraka, sedang Allah mengajak ke surga dan ampunan dengan izin-Nya.

Dan Allah menerangkan ayat-ayat-Nya (perintah-perintah-Nya) kepada

manusia supaya mereka mengambil pelajaran.” (QS. Al-Baqarah (1) :

221)

Apabila kita perhatikan surat Al-Hujarat ayat 13 dan surat Al-

Baqarah ayat 221, dalam suarat Al-Hujarat ayat 13, Allah telah

menciptakan seorang laki-laki dan perempuan untuk saling mengenal satu

sama lain dengan cara berbangsa-bangsa dan bersuku-suku, dan di dalam

surat Al-Baqarah ayat 221, Allah menyuruh kita untuk tidak menikahi

wanita musyrik sebelum dia beriman kepada Allah. Sebenarnya Islam

tidak memberikan batasan untuk seseorang melangsungkan perkawinan,

baik dengan suku manapun, bangsa manapun, bahkan menikahi

perempuan yang berbeda agamapun boleh dengan syarat haruslah

perempuan ahli kitab atau yang sudah beriman. Akan tetapi Islam

melarang menikahi orang yang tidak beriman (musyrik). Boleh dan

Page 89: TRADISI LARANGAN PERKAWINAN ADAT JAWA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41817/1/MOHAMAD ZIAD...TRADISI LARANGAN PERKAWINAN ADAT JAWA. DALAM . PERSPEKTIF HUKUM

78

tidaknya seseorang untuk melangsungkan pernikahan haruslah sesuai

dengan apa yang telah di syariatkan oleh Islam.

Begitupun dengan hadis Nabi yang diriwayatkan oleh Imam

Bukhari dan Imam Muslim dari Abu Hurairah r.a bahwasannya :

تنكح المرأة ألربع لمالها ولحسبها ولجمالها ولدينها فاظفر بذات الدين تربت يداك

(رواه البخاري و مسلم)12

"wanita itu boleh dinikahi karena empat hal : 1. karena hartanya.

2. Karena asal-usul(keturunan)nya, 3. Karena kecantikannya, 4. Karena

agamanya. Maka hendaklah kamu berpegang teguh (dengan perempuan)

yang memeluk agama Islam, (jika tidak), akan binasalah kedua tangan-

mu” (HR. Bukhari dan Muslim).

Dengan memahami hadis diatas tentu seseorang yang akan

melangsungkan pernikahan akan melihat kriteria dari pasangannya dengan

ketentuan yang sudah dijelaskan dalam hadis, dan bahkan yang terpenting

dari kriteria tersebut adalah seseorang yang berpegang teguh pada agama

Islam, bukan dengan kriteria seperti yang ada pada tradisi Kebo Balik

Kandang.

Islam merupakan agama yang fleksibel dan dinamis, cocok untuk

semua kalangan, untuk semua waktu dan kondisi. Islam juga sebenarnya

mengatur tentang kehidupan bermasyarakat. Mengenai bermasyarakat,

dalam Fiqh tidak terlalu membahas mengenai cara bermasyarakat. Namun

itulah fungsi manusia diberikan cara yang Islami. Hukum Islam juga

12 Abu Abdullah Muhammad bin Ismail al-Bukhari, Shaih Bukhari, (Bab Nikah no.

5090), (Beirut: Bait al-Afkar ad-Dauliyah, 2002 M/1463 H), h. 1298

Page 90: TRADISI LARANGAN PERKAWINAN ADAT JAWA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41817/1/MOHAMAD ZIAD...TRADISI LARANGAN PERKAWINAN ADAT JAWA. DALAM . PERSPEKTIF HUKUM

79

ditetapkan untuk kesejahteraan umat, baik secara perorangan maupun

secara bermasyarakat.13

Ulama sepakat dalam menerima adat. Adat yang dalam

perbuatannya terdapat unsur manfaat dan tidak ada unsur mudharatnya,

atau unsur manfaatnya lebih besar dari unsur mudhratnya, serta adat yang

pada prinsipnya secara substansial mengandung unsur maslahat, namun

dalam pelaksanaannya tidak dianggap baik oleh Islam. Adat dalam bentuk

itu di kelompokkan kepada adat yang shahih.14

Melihat dari segi penilaian baik dan buruknya, adat atau urf terbagi

menjadi 2 macam, yaitu urf shahih dan urf fasid. Urf shahih ialah sesuatu

yang telah saling dikenal oleh manusia dan tidak bertentangan dengan dalil

syara’ juga tidak menghalalkan yang haram dan juga tidak membatalkan

yang wajib. Sedangkan urf fasid yaitu apa yang telah saling dikenal oleh

manusia, akan tetapi bertentangan dengan syariat, atau menghalalkan yang

haram atau membatalkan yang wajib.15

Menurut ulama Hnafiyah, nikah itu terdiri dari syarat-syarat yang

berhubungan dengan shighat, berhubungan dengan dua calon mempelai

dan berhubungan dengan kesaksian. Menurut Syafi’iyyah melihat suatu

perkawinan itu ada kalanya menyangkut sighat dan wali calon suami-istri.

13 Abdul Rahman Ghazali, Fiqh Munakahat, (Jakarta: Kencana 2010), h. 13 14 Amir Syarifuddin, Ushul Fiqih, (Jakarta: Kencana, 2009), h. 395 15 Abdul Wahab Khallaf, Ilmu Ushul Fikih, Penerjemah: Halimuddin, (Jakarta: PT Rineka

Cipta, 2005), h. 105

Page 91: TRADISI LARANGAN PERKAWINAN ADAT JAWA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41817/1/MOHAMAD ZIAD...TRADISI LARANGAN PERKAWINAN ADAT JAWA. DALAM . PERSPEKTIF HUKUM

80

Berkenaan dengan rukunnya, bagi kalangan Syafi’iyyah ada lima syarat,

yaitu, calon suami istri, wali, dua orang saksi dan sighat.16

Sebenarnya syarat perkawinan yang ada di Desa Sugihwaras

Kecamatan Prambon Kabupaten Nganjuk Jawa Timur terdapat kesamaan

dalam ketentuan persyaratan yang ada dalam Islam, akan tetapi yang

mencolok dan berbeda dari tradisi Kebo Balik Kandang adalah seseorang

yang akan melangsungkan perkawinan tidak boleh orang tua laki-laki

(bapak) berpindah atau keluar dari Desa Sugihwaras, dan apabila tetap

kekeuh tetap melangsungkan perkawinan tanpa mempedulikan dampak

dari melanggar tradisi tersebut atau persyaratan yang ada, maka akan

berakibat dengan meninggalnya orang tua laki-laki (bapak) dari kedua

pasangan.

Kalau melihat dari persyaratan yang sudah dikemukakan oleh para

ulama diatas, apabila disandingkan dengan larangan perkawinan tradisi

Kebo Balik Kandang tidaklah sesuai, karena syarat sah seseorang yang

akan melangsungkan pernikahan sudah terpenuhi tanpa harus di batasi

dengan tidak boleh berpindahnya orang tua laki-laki (bapak) seperti tradisi

Kebo Balik Kandang.

Begitupun dengan dampak yang ditimbulkan dalam tradisi Kebo

Balik Kandang disebutkan bahwa apabila seseorang melanggar dari

ketentuan yang sudah ada, salah satu dari orang tua laki-laki (bapak) akan

16 Kama Rusdiana dan Jaenal Aripin, Perbandingan Hukum Perdata, (Jakarta: UIN

Syarifhidayatullah Jakarta Press, 2007), h. 4-5

Page 92: TRADISI LARANGAN PERKAWINAN ADAT JAWA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41817/1/MOHAMAD ZIAD...TRADISI LARANGAN PERKAWINAN ADAT JAWA. DALAM . PERSPEKTIF HUKUM

81

meninggal dunia. Hal ini jelas sangatlah bertentangan dengan Islam,

karena setiap manusia yang dilahirkan di dunia, cepat atau lambat pasti

akan mengalami proses berpisahnya ruh dengan jasad (kematian), akan

tetapi hanya Allah lah yang mengetahuinya. Sebagaimana yang telah

dijelaskan dalam Alquran Surat an-Nahl (16) ayat 70.

Firman Allah Swt dalam surat An-Nahl (16) : 70

"Allah menciptakan kamu, kemudian mewafatkan kamu; dan di

antara kamu ada yang dikembalikan kepada umur yang paling lemah

(pikun), supaya dia tidak mengetahui lagi sesuatupun yang pernah

diketahuinya. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Kuasa”

(QS. An-Nahl (16) : 70)

Menurut Kiai Hanafi, salah satu Tokoh Agama Desa Sugihwaras,

melihat bahwa setiap tradisi atau adat yang ada dikalangan masyarakat,

baik itu berupa perkataan maupun perbuatan dari zaman dahulu sampai

sekarang pada praktiknya tetap berlaku. Karena setiap adat atau tradisi

sudah menjadi hukum tersendiri dan memiliki simbol-simbol tertentu

sebagai alat untuk kita generasinya dapat menghormati para leluhur atau

raja-raja yang telah berjuang di zamannya. Begitupun dengan tradisi kebo

balik kandang, sudah menjadi hukum adat, meskipun pada praktiknya

tradisi semacam ini bertentangan dengan hukum Allah, akan tetapi

kembali lagi kepada masyarakatnya yang tahu akan tradisi tersebut dan

bagaimana cara masyarakat menyikapi dari hukum adat itu sendiri,

Page 93: TRADISI LARANGAN PERKAWINAN ADAT JAWA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41817/1/MOHAMAD ZIAD...TRADISI LARANGAN PERKAWINAN ADAT JAWA. DALAM . PERSPEKTIF HUKUM

82

walaupun pada praktiknya banyak orang yang sudah tidak peduli dengan

keberadaan tradisi Kebo Balik Kandang tersebut. 17

Menurut Drs. Gunawan selaku Kepala Kamituwo 2 Desa

Sugihwaras yang juga mengetahui ajaran Agama Islam, beliau mengatakan

bahwa setiap baik dan buruknya suatu perbuatan, apabila bertentangan

dengan ajaran Agama yang kita pegang haruslah di tinggalkan, tanpa harus

memikirkan dampak apa yang akan di dapat.18

Apabila melihat dari sudut pandang Islam, baik itu dalam Alquran

maupun sunnah Nabi, setiap perkara yang bertentangan dengan ajaran

Islam haruslah ditinggalkan. Namun terkadang sesuatu yang ada di

masyarakat, bahkan yang sudah menjadi bagian dari masyarakat walaupun

bertentangan dengan hukum Allah, mereka tetap menjalankannya, karena

kebiasaan yang sudah melekat tidak dapat dengan mudah untuk diubah.

C. Analisis Penulis

Dari seluruh pembahasan yang telah dikemukakan di atas dapat

dipahami bahwa larangan perkawinan tradisi Kebo Balik Kandang

merupakan tradisi yang telah ada sejak zaman dahulu di Desa Sugihwaras,

seorang yang telah berpindah dari desa A ke desa B, dan menetap di desa

B kemudian memiliki keturunan maka ia tidak boleh menikahkan

keturunannya dengan seseorang yang tinggal di Desa A (desa

sebelumnya). Jika perkawinan tersebut tetap dilaksanakan, maka keluarga

17 Hasil Wawancara dengan Kiai Hanafi, Tokoh Agama Desa Sugihwaras, 20 April 2017 18 Hasil Wawancara dengan Drs. Gunawan Kepala Kamituwo (Dusun) 2 Desa

Sugihwaras, 20 April 2017

Page 94: TRADISI LARANGAN PERKAWINAN ADAT JAWA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41817/1/MOHAMAD ZIAD...TRADISI LARANGAN PERKAWINAN ADAT JAWA. DALAM . PERSPEKTIF HUKUM

83

tersebut melanggar dari ketentuan adat yang sudah ditetapkan. Sanksi yang

di dapatkan oleh yang melanggar menurut kepercayaan dari masyarakat

Desa Sugihwaras adalah dengan meninggalnya orang tua pengantin.

Larangan perkawinan dalam hukum Islam telah dijelaskan secara

rinci dalam Alquran surat an-Nisa ayat 43 yang menjelaskan tentang

larangan perkawinan sepertalian darah, dan surat Albaqarah ayat 221 yang

menjelaskan tentang larangan perkawinan dengan laki-laki ataupun

perempuan musyrik. Baik dalam Alquran maupun sunah, tidak

menjelaskan tentang perkawinan yang berbeda tempat tinggal.

Larangan perkawinan tradisi Kebo Balik Kandang yang berada di

Desa Sugihwaras Kecamatan Prambon Kabupaten Nganjuk Jawa Timur,

sebagian dari masyarakatnya masih memegang dan mempercayai akan

tradisi tersebut, dan sebagian lagi sudah tidak mempercayainya.

Bagi sebagian masyarakat yang masih memegang larangan tradisi

Kebo Balik Kandang, apabila peneliti cermati, karena kurangnya keaktifan

masyarakat dalam mengikuti kegiatan keagamaan. Meskipun pada

kenyataannya mayoritas penduduk Desa Sugihwaras beragama Islam

(Tabel Sosial Keagamaan pada Bab III) akan tetapi pada praktiknya masih

banyak masyarakat yang lalai dalam melaksanakan ibadah. Lalu apabila

peneliti melihat, sebagian masyarakat yang masih memegang tradisi

tersebut dipengaruhi karena kondisi geografis masyarakat Desa

Sugihwaras yang aksesnya sangat jauh dari kota dan sebagian

masyarakatnya yang masih mempercayai tradisi tersebut dipengaruhi oleh

Page 95: TRADISI LARANGAN PERKAWINAN ADAT JAWA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41817/1/MOHAMAD ZIAD...TRADISI LARANGAN PERKAWINAN ADAT JAWA. DALAM . PERSPEKTIF HUKUM

84

masyarakatnya yang mata pencahariannya sebatas Petani dan Buruh Tani

(Tabel Mata Pencaharian Pokok pada Bab III). Kemudian dari hasil

wawancara dengan Tokoh Masyarakat Desa Sugihwaras, mereka beralasan

bahwa apabila melanggar dari tradisi tersebut menjadi sebuah kecemasan

tersendiri dengan sanksi atau dampak yang ditimbulkan. Maka dari itulah

mereka masih mempercayai dan bahkan menerapkannya sampai saat ini.

Berbeda dengan sebagian masyarakat yang sudah tidak

mempercayai tradisi Kebo Balik Kandang, mereka beralasan bahwa tradisi

tersebut sudah tidak relevan lagi untuk diterapkan di zaman sekarang. Dari

hasil wawancara dengan Tokoh masyarakat yang sudah tidak

mempercayai tradisi tersebut, mereka beralasan bahwa untuk di zaman era

globalisasi seperti ini, mencari seseorang yang ingin di nikahi tentu akan

melihat dari seberapa besar materi yang dimiliki seseorang tersebut.

Kemudian apabila peneliti cermati, dari sebagain masyarakat yang sudah

tidak mempercayai larangan perkawinan tradisi Kebo Balik Kandang

alasan yang sangat berpengaruh adalah dari pola pikir masyarakat yang

sudah mulai berkembang, kemudian dari segi pendidikan, yang dimana

perhatian masyarakat akan pentingnya pendidikan terhadap anak-anak

mereka sangatlah besar, kemudian dari segi ekonomi, yang dimana anak-

naka dari mereka bekerja keluar daerah dan bagi sebagian masyarakat

yang berpropesi sebagai PNS, mereka sudah tidak mempercayai larangan

perkawinan tradisi Kebo Balik Kandang.

Page 96: TRADISI LARANGAN PERKAWINAN ADAT JAWA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41817/1/MOHAMAD ZIAD...TRADISI LARANGAN PERKAWINAN ADAT JAWA. DALAM . PERSPEKTIF HUKUM

85

Untuk selanjutnya larangan perkawinan tradisi Kebo Balik

Kandang ini apabila peneliti cermati, merupakan adat atau tradisi yang

bertentangan dengan hukum Islam, karena sebagaimana yang telah

dijelaskan diatas bahwa agama Islam tidak memberikan batasan terhadap

seseorang untuk menikah, akan tetapi haruslah yang sesuai dengan apa

yang telah di syariatkan oleh hukum Allah.

Dengan demikian larangan perkawinan tradisi Kebo Balik

Kandang ini dapat menjadi tolak ukur masyarakat, dengan menilai mana

yang boleh dilakukan menurut Islam dan mana yang tidak boleh dilakukan

menurut Islam. Walaupun adat masih melekat pada kehidupan masyarakat

sehingga kebiasaan yang ada tidak bisa dengan mudah untuk di ubah, akan

tetapi masyarakat Jawa khusunya masyarakat Desa Sugihwaras yang

berada di Nganjuk Jawa Timur dapat menyadari bahwa kebiasaan yang

tidak sesuai dengan syariat Islam atau hukum Allah Swt haruslah

ditinggalkan.

Page 97: TRADISI LARANGAN PERKAWINAN ADAT JAWA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41817/1/MOHAMAD ZIAD...TRADISI LARANGAN PERKAWINAN ADAT JAWA. DALAM . PERSPEKTIF HUKUM

86

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari penjelasan yang sudah penulis kemukakan di atas, maka dapat

diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut :

1. Larangan perkawinan tradisi Kebo Balik Kandang adalah tradisi yang

ada di Desa Sugihwaras Kecamatan Prambon Kabupaten Nganjuk

Jawa Timur, larangan perkawinan tradisi kebo balik kandang adalah

tradisi yang dilakukakan apabila orang tua laki-laki (bapak) lahir di

kota A, kemudian orang tua laki-laki (bapak) tersebut pindah ke kota B

dan menikah di kota B dengan salah satu perempuan yang berada di

kota B, kemudian seiring berjalannya waktu keduanya lalu memiliki

anak, baik anak itu laki-laki maupun perempuan, setelah anak laki-laki

maupun perempuan itu tumbuh dewasa, kedua orang tua tersebut ingin

menikahkan anaknya dengan seseorang yang berasal dari kota

kelahiran orang tua laki-laki (bapak) di kota A.

2. Sanksi atau dampak untuk masyarakat dari tradisi Kebo Balik Kandang

yang berada di Desa Sugihwaras adalah dengan meninggalnya orang

tua dari pengantin, apabila kedua calon mempelai pasanganan yang

tetap melangsungkan pernikahan.

3. Pada praktiknya larangan perkawinan tradisi Kebo Balik Kandang

yang ada di Desa Sugihwaras Kecamatan Prambon Kabupaten

Page 98: TRADISI LARANGAN PERKAWINAN ADAT JAWA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41817/1/MOHAMAD ZIAD...TRADISI LARANGAN PERKAWINAN ADAT JAWA. DALAM . PERSPEKTIF HUKUM

87

Nganjuk Jawa Timur, bagi sebagian masyarakatnya masih memegang

dan menerapkan tradisi tersebut dalam keluarga, dengan alasan

kecemasan terhadap sanksi atau dampak yang ditimbulkan, dan apabila

penulis cermati, alasan yang lainnya adalah dengan kepasifan sebagian

masyarakat yang lalai dalam kegiatan keagamaan. Kemudian untuk

sebagian masyarakat sudah tidak mempercayai dari larangan

perkawinan tradisi Kebo Balik Kandang apabila penulis cermati alasan

yang sangat berpengaruh adalah karena perkembangan zaman yang

semakin modern, kemudian pola pikir masyarakat yang terus

berkembangan dengan adanya informasi-informasi yang beredar dalam

media sosial, televisi maupun yang lainnya. Dan larangan perkawinana

tradisi Kebo Balik Kandang yang ada dalam masyarakat Desa

Sugihwaras apabila dilihat dari sudut pandang hukum Islamn terdapat

ketidak sesuain antara syarat perkawinan yang sudah ditentukan dalam

Islam dan syarat yang ada di dalam tradisi Kebo Balik Kandang.

B. Saran-Saran

Melihat penjelasan dari penelitian yang penulis lakukan di atas,

penulis ingin menyampaikan saran-saran kepada semua agar menjadi

masyarakat yang lebih baik. Berkaitan dengan Larangan Perkawinan

Tradisi Kebo Balik Kandang ini agar tidak terjadi salah tafsir maka penulis

akan memberikan beberapa saran yang sesuai dengan apa yang penulis

teliti, diantaranya :

Page 99: TRADISI LARANGAN PERKAWINAN ADAT JAWA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41817/1/MOHAMAD ZIAD...TRADISI LARANGAN PERKAWINAN ADAT JAWA. DALAM . PERSPEKTIF HUKUM

88

1. Hendaklah seseorang yang akan melangsungkan pernikahan untuk

berkonsultasi terlebih dahulu kepada orang yang dituakan agar

mengetahui apa saja tahap-tahap yang harus dilakukan dari awal

sampai selesainya proses adat pernikahan.

2. Seseorang wajib memahami apa itu tradisi dalam suatu adat. Karena

banyaknya hal-hal baru dalam suatu adat istiadat maka diperlukan

pemahaman yang kuat akan hal tersebut. Jangan mengesampingkan

suatu budaya karena kita terlahir dan tumbuh di lingkungan yang

mempunyai budaya adat istiadat masing-masing.

3. Diharapkan kepada seluruh masyarakat Desa Sugihwaras Kecamatan

Prambon Kabupaten Nganjuk Jawa Timur untuk tetap menjaga

kerukunan antar keluarga, mengingat tradisi yang ada menjadi hal

yang sensitif bagi sebagian masyarakat. Dan hendaklah kepada ahli-

ahli hukum keluarga maupun orang yang mengerti agama mengenai

pernikahan, untuk memberikan pembelajaran kepada masyarakat, agar

masyarakat tidak hanya mengacu kepada hal yang sudah ada seperti

adanya adat istiadat, akan tetapi masyarakat dapat berwawasan luas

dengan melihat dari berbagai sudut pandang,baik itu sudut pandang

masyararakat lainnya, maupun sudut pandang agama.

Page 100: TRADISI LARANGAN PERKAWINAN ADAT JAWA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41817/1/MOHAMAD ZIAD...TRADISI LARANGAN PERKAWINAN ADAT JAWA. DALAM . PERSPEKTIF HUKUM

89

DAFTAR PUSTAKA

A. Sumber Tertulis

1. Buku

Alquran dan Terjemahan Departemen Agama Indonesia.

Abbas, Adil Abdul Min’im Abu. Ketika Menikah Menjadi Pilihan, Jakarta:

Almahira, 2008.

Abidin, Slamet dan H. Aminuddin. Fiqih Munakahat 1. Bandung: Pustaka

Setia, 1999.

AF, Hasanuddin. Perkawinan dalam Persfektif Alquran: nikah, talak, cerai,

rujuk. Jakarta: Nusantara Damai Press, 2009.

Al-Amili, Ja’far Murthada. Nikah Mut’ah dalam Islam. (Kajian Ilmiah dari

Berbagai Mazhab), alih bahasa Abu Muhammad Jawad. Jakarta:

Yayasan As-sajjad, 1992.

Al-Baghdadi, Muhammad bin Hambal bin Hilal bin Asad Al-Marwazi. Al-

Musnad al-Kabir. Lahore, Pakistan: Maktabae Rehmania, 1837.

Al-Bukhari, Abu Abdullah Muhammad bin Ismail. Shaih Bukhari. Beirut:

Bait al-Afkar ad-Dauliyah, 2002 M/1463 H.

Ali, Ahmidi, H. MD., Islam dan Perkawinan. Jakarta: PT. Al-Massrif, 1951.

Ali, Zainudin. Hukum Perdata Islam di Indonesia. Jakarta: Sinar Grafika,

2007.

Al-Shabbagh, Mahmud. Tuntunan Keluarga Bahagia Menurut Islam.

Bandung; Resmaja Rosdakarya, 1991.

Anas, Idhoh. Risalah Nikah ‘Ala Rifaiyyah. Pekalongan: Al-Asri, 2008.

Asmawi, Mohamad. Nikah dalam Perbincangan dan Perbedaan, Yogyakarta:

Darussalam Perum Griya Suryo Asri, 2004.

Asmin. Status Perkawinan Antar Agama: Ditinjau dari Undang-Undang

Perkawinan No.1/1974. Jakarta: PT Dian Rakyat, 1986.

Brawidjaja, Thomas Wiyasa. Upacara Tradisional Masyarakat Jawa.

Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 2004.

Page 101: TRADISI LARANGAN PERKAWINAN ADAT JAWA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41817/1/MOHAMAD ZIAD...TRADISI LARANGAN PERKAWINAN ADAT JAWA. DALAM . PERSPEKTIF HUKUM

90

Djazuli, A. Kaidah-Kaidah Fikih: Kaidah-Kaidah Hukum Islam dalam

Menyelesaikan Masalah-Masalah yang Praktis. cet. Ke-2. Jakarta:

Kencana, 2007.

Doi, Abdurrahman I. Perkawinan Dalam Syariat Islam. Jakarta: PT. Rineka

Cipta, 1992.

Eliza, Mona. Pelanggaran Terhadap UU Perkawinan dan Akibat Hukumnya.

Tangerang Selatan: Adelina Bersaudara, 2009.

F.N, Rijaludin. Nasehat Pernikahan. Jakarta: Pusat Kajian Islam FAI

UHAMKA, 2008.

Ghazali, Abdul Rahman. Fiqih Munakahat. cet. Ke-4. Jakarta: Kencana,

2010.

Ghazali, Adeng Muchtar. Antropologi Agama: Upaya MemahamiKeragaman

Kepercayaan, Keyakinan dan Agama. Bandung: Alfabeta, 2011.

Ghazali, Sukri dkk. Nasihat Perkawinan dalam Islam. Jakarta, Kuningan mas

Offset, 1983.

Hadikusuma, Hilman. Antropologi Hukum Indonesia. Bandung: PT. Alumni,

1986.

Hadikusuma, Hilman. Hukum Perkawinan Adat. Bandung: Citra Aditya

Bakti, 1990.

Hadikusuma, Hilman. Hukum Perkawinan Indonesia, Menurut:

Perundangan, Hukum Adat dan Agama. Bandung: CV. Mandar Maju,

2007.

Hasyim, Syafiq. Hal-Hal Yang Tak Terpikirkan. Bandung: Mizan, 2001.

Khallaf, Abdul Wahab. Ilmu Ushul Fikih, Penerjemah: Halimuddin. Jakarta:

PT Rineka Cipta, 2005.

Kharlie, Ahmad Tholabi dan Asep Syarifuddin Hidayat., Hukum Keluarga di

Dunia Islam Kontemporer. cet. Ke-1. Jakarta: Lembaga Penelitian

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2011.

Koentjaraningrat, Kebudayaan Jawa. Jakarta: Balai Pustaka, 2000.

Mardani. Hukum Perkawinan Islam di Dunia Islam Modern. Yogyakarta:

Graha Ilmu, 2011.

Page 102: TRADISI LARANGAN PERKAWINAN ADAT JAWA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41817/1/MOHAMAD ZIAD...TRADISI LARANGAN PERKAWINAN ADAT JAWA. DALAM . PERSPEKTIF HUKUM

91

Muchtar, Kamal. Asas-Aasas Hukum Islam tentang Perkawinan. cet. Ke-2.

Jakarta: PT Bulan Bintang, 1987.

Muhammad, Bushar. Asas-Asas Hukum Adat: Suatu Pengantar. Jakarta:

Pradnya Paramita. cet. Ke-9 1994.

Nasution, Amir Taat. Rahasia Perkawinan Dalam Islam; Tuntunan Keluarga

Bahagia. cet. Ke-3. Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 1994.

Nuruddin, Amiur dan Azhari Akmal Tarigan. Hukum Perdata Islam di

Indonesia. Studi Kritis Perkembangan Hukum Islam dari Fikih, UU

No 1/1974 sampai KHI. Jakarta: Prenada Media, 2004.

Prodjodikoro, R. Wirjono. Hukum Perkawinan di Indonesia. Bandung: Sumur

Bandung, 1991.

Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa

Indonesia. Jakarta: Pusat Bahasa, 2008.

Rafiq, Ahmad. Hukum Keluarga Di Indonesia. cet. Ke-3. Jakarta: PT Raja

Grafindo Persada, 1998.

Rahman, Abdur. Perkawinan dalam Syariat Islam, Penerjemah: Basri Ibn

Asghari dan Wadi Masturi. Jakarta: PT Rineka Cipta, 1992.

Ramulyo, M. Idris. Tinjauan Beberapa Pasal UU Nomor 1 Tahun 1974 Dari

Segi Hukum Perkawinan Islam. cet. Ke-2. Jakarta: Ind. Hillco-Co,

1990.

Ramulyo, Mohd. Idris. Hukum Perkawinan Islam: Suatu Analisis dari

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 dan Kompilasi Hukum Islam.

Jakarta: Bumi Aksara, 1996.

Ramulyo, Mohd. Idris. Hukum Perkawinan, Hukum Kewarisan, Hukum

Acara Peradilan Agama dan Zakat Menurut Hukum Islam. Jakarta,

Sinar Grafika, 1995.

Rusdiana, Kama dan Jaenal Aripin, Perbandingan Hukum Perdata. cet Ke-1.

Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Jakarta dengan UIN Jakarta Press,

2007.

Sabiq, Sayyid. Fikih Sunnah. cet. Ke-7. Bandung: Al-ma’arif, 1990.

Salam, Syamsir dan Amir Fadhilah, Sosiologi Pedesaan. Jakarta: Lembaga

Penelitian UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2008.

Saleh, K. Wantjik. Hukum Perkawinan Indonesia. Jakarta: Ghalia Indonesia,

1978.

Page 103: TRADISI LARANGAN PERKAWINAN ADAT JAWA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41817/1/MOHAMAD ZIAD...TRADISI LARANGAN PERKAWINAN ADAT JAWA. DALAM . PERSPEKTIF HUKUM

92

Sarosa, Samiaji. Penelitan Kualitatif Dasar-Dasar. cet. Ke-1. Jakarta:

Permata Puti Media, 2012.

Shata, Abu Bakar Muhammad. I’anat al-Talibin, juz III. Bairut: Dar al-

Kutub, 1999.

Soekanto, Soerjono. Hukum Adat Indonesia. Jakarta: Raja Grafindo Persada,

2003.

Sofyan, Yayan. Islam Negara; Tansformasi Hukum Perkawinan Islam dalam

Hukum Nasional. Cet. Ke-2. Jakarta: RMBooks, 2012.

Sofyan, Yayan. Islam-Negara Transformasi Hukum Perkawinan Islam

Dalam Hukum Nasional. Tangerang Selatan: UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta, 2011.

Sopyan, Yayan. Islam Negara: Transformasi Hukum Perkawinan Islam

Dalam hukum Nasional. Jakarta: PT. Wahana Semesta Intermedia,

2012.

Sudarsono. Hukum kekeluargaan Nasional. Jakarta: Rineka Cipta, 1991.

Surkalam, Luthfi. Kawin Kontrak Dalam Hukum Nasional Kita. cet. Ke-1.

Pamulang-Tangerang: CV Pamulang Komplek Depag Blok 11/E1

Bambu Apus, 2005.

Susanto, Happy. Nikah Siri Apa Untungnya?. cet. Ke-1. Jakarta: Visimedia,

2007.

Syaki, Muhamad Fu’ad. Perkawinan Terlarang; al-misyar (kawin

perjalanan), al-‘urfi (kawin bawah tangan), as-sirri (kawin rahasia),

al-mut’ah. Jakarta: Cendekia Sentra Muslim, 2002.

Syarifuddin, Amir. Fikih Sunnah. Jilid 6. Bandung: Al-Ma’arif, 1994.

Syarifuddin, Amir. Hukum Perkawinan Islam di Indonesia; Antara Fiqh

Munakahat dan Undang-Undang Perkawinan. Jakarta: Kencana,

2007.

Syarifuddin, Amir. Ushul Fiqh Jilid 2. Jakarta: Kharisma Putra Utama, 2011.

Syarifuddin, Amir. Ushul Fiqih. Jakarta: Kencana, 2009.

Tebba, Sudirman. Sosiologi Hukum Islam. cet. Ke-1. Yogyakarta: UII Press

Indonesia, 2003.

Thalib, Sayuti. Hukum Kekeluargaan Indonesia: Berlaku Bagi Umat Islam.

Jakarta: Universitas Indonesia Press, 1986.

Tihami, H.M.A dan Sohari Sahrani. Fiqih Munakahat; Kajian Fiqih Nikah

Lengkap. Jakarta: Rajawali Pers, 2009.

Page 104: TRADISI LARANGAN PERKAWINAN ADAT JAWA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41817/1/MOHAMAD ZIAD...TRADISI LARANGAN PERKAWINAN ADAT JAWA. DALAM . PERSPEKTIF HUKUM

93

Wijaya, M. Hari. Tata Cara Penyelenggaraan Perkawinan Adat Jawa.

Yogyakarta: Hanggar Kreator, 2004.

2. Undang-Undang

Ditjen Pembinaan Kelembagaan Islam Departemen Agama, Kompilasi

Hukum Islam di Indonesia. Jakarta: Direktorat Pembinaan Peradilan

Agama Islam, 2001.

Yayasan Peduli Anak Negeri. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang

Perkawinan. Jakarta: Lembaran Negara Republik Indonesia, 1974.

3. Arsip, Jurnal, dan Skripsi

Dokumen Badan Pemberdayaan Masyarakat Dan Pemerintah Desa Daerah

Kabupaten Nganjuk Jawa Timur Tahun 2016-2017.

Fasry Helda Dwisuryati, Tinjauan Hukum Islam terhadap Larangan Menika

Bulan Safar di Masyrakat Kecamatan Sungai Raya Kalimantan

Selatan. Skripsi Fakultas Syariah dan Hukum UIN Sunan Kalijaga,

2007.

Irsyad Rifai Hasibun, Tinjauan Hukum Islam Terhadap Perkawinan Satu

Marga dalam Masyarakat Batak Angkola, Sumatera Utara. Skripsi

Fakultas Syariah Dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Muchamad Iqbal Ghozali, Larangan Menikah pada Dino Geblak Tiyang

Sepuh di Masyarakat Kampung Sanggrahan Kecamatan Mlati

Kabupaten Sleman dalam Perspektif Hukum Islam. Skripsi Fakultas

Syari’ah dan Hukum UIN Sunan Kalijaga, 2012.

Nana Sudjana, Tuntunan Penelitian Karya Ilmiah, Makalah-Skripsi Tesis-

Disertasi. Bandung: Sinar Baru Algesindo, 1999.

Nur Faidah, Mantenan Adat Satu Suro di Desa Traji Kecamatan Parakan

Kabupaten Temanggung Jawa Tengah Menurut Tinjauan Hukum

Islam. Skripsi Fakultas Syari’ah, IAIN Sunan Kalijaga, 2003.

Septi Muslimah, Larangan Nikah Adu Kalen pada Masyarakat Banyusoco,

Playen, Gunung Kidul Yogyakarta. Skripsi Fakultas Syariah dan

Hukum UIN Sunan Kalijaga, 2005.

Page 105: TRADISI LARANGAN PERKAWINAN ADAT JAWA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41817/1/MOHAMAD ZIAD...TRADISI LARANGAN PERKAWINAN ADAT JAWA. DALAM . PERSPEKTIF HUKUM

94

B. Sumber Lisan

Wawanacara pribadi dengan Rizki Sonia Safitri, Tokoh Masyarakat (Via

Telepon), 22 Sepetember 2016.

Wawanacara pribadi dengan Drs. Heri Indiyanto Kepala Desa Sugihwaras, 20

April 2017.

Wawancara pribadi dengan Kiai Hanafi, Tokoh Agama Desa Sugihwaras,

20 April 2017.

Wawancara dengan Bapak Suherman, BA., Kepala Kamituwo 1 Desa

Sugihwaras, 20 April 2017.

Wawancara pribadi dengan Dra. Deno Indiyanto Kepala Desa Sugihwaras, 20

April 2017.

Wawancara pribadi dengan Drs. Gunawan Kepala Kamituwo 2 Desa

Sugihwaras, 20 April 2017.

Wawancara pribadi dengan Setyastuti, Tokoh Masyarakat Desa Sugihwaras,

20 April 2017.

Wawancara pribadi dengan Bari, Tokoh Masyarakat Desa Sugihwaras, 20

April 2017.

Page 106: TRADISI LARANGAN PERKAWINAN ADAT JAWA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41817/1/MOHAMAD ZIAD...TRADISI LARANGAN PERKAWINAN ADAT JAWA. DALAM . PERSPEKTIF HUKUM

LAMPIRAN

Page 107: TRADISI LARANGAN PERKAWINAN ADAT JAWA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41817/1/MOHAMAD ZIAD...TRADISI LARANGAN PERKAWINAN ADAT JAWA. DALAM . PERSPEKTIF HUKUM

HASIL WAWANCARA

Narasumber : Drs. Heri Indiyanto/Ibu Deno Indiyanto

Jabatan : Kepala Desa

Tempat : Desa/Kelurahan Sugihwaras Kecamatan Prambon

Kabupaten Nganjuk Jawa Timur

Tanggal : 20 April 2017

1. Berdasarkan pengetahuan Ibu, apakah yang di maksud dengan tradisi kebo

balik kandang ?

Kebo balik kandang adalah misalnya, bapaknya dari Desa Sugihwaras

kemudian ia merantau atau pindah desa ke kota B, lalu menikah dan

memiliki anak di kota B, setelah itu ia (bapaknya) ingin menikahkan

anaknya dengan seorang yang ada di Desa Sugihwaras, hal itu dinamakan

kebo balik kandang.

2. Bagaimana pandangan Ibu terhadap kebo balik kandang?

Kalau untuk zaman sekarang, hal semacam itu sudah tidak relevan lagi

untuk di terapkan, tergantung bagaimana kondisi ekonomi seseorang untuk

menikah menikah.

3. Dampak apa yang ditimbulkan dari melanggar tradisi kebo balik kandang?

Setahu saya, menurut orang zaman dulu apabila melanggar dari tradisi

tersebut keluarga dari orang yang akan menikah akan wafat.

Page 108: TRADISI LARANGAN PERKAWINAN ADAT JAWA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41817/1/MOHAMAD ZIAD...TRADISI LARANGAN PERKAWINAN ADAT JAWA. DALAM . PERSPEKTIF HUKUM

HASIL WAWANCARA

Narasumber : Kiai Imam Hanafi

Jabatan : Tokoh Masyarakat

Tempat : Kediaman Kiai Imam Hanafi

Tanggal : 20 April 2017

1. Apa yang dimaksud dengan kebo balik kandang dan asal usulnya seperti

apa?

Kebo balik kandang, bapane wong Sugihwaras, pindah Desa kemudian

menikah disana, lalu punya anak, setelah anaknya besar, ingin menikahkan

anaknya di Desa Sugihwaras bersama orang Sugihwaras, hal semacam itu

ndak bole dilakukan, tradisi ini sudah bawaan dari raja-raja zaman dulu

yang ada di masyarakat Jawa.

2. Dampak apa yang akan ditimbulkan apabila melanggar dari tradisi

tersebut?

Menurut kepercayaan orang zaman dulu, bapane sing mati apabila

melanggar dari ketentuan tersebut.

3. Lalu bagaimana Islam memandang tradisi ini dan apakah masih berlaku

tradisi ini?

Boleh-boleh saja, akan tetapi balik lagi kepada imane masing-masing,

karena ini adalah peninggalan hukum adat dari raja-raja zaman dulu dan

masih berlaku, hanya saja orang-orang sudah tidak mempedulikan.

Page 109: TRADISI LARANGAN PERKAWINAN ADAT JAWA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41817/1/MOHAMAD ZIAD...TRADISI LARANGAN PERKAWINAN ADAT JAWA. DALAM . PERSPEKTIF HUKUM

HASIL WAWANCARA

Narasumber : Suherman, BA

Jabatan : Kepala Kamituwo 1 Sugihwaras

Tempat : Kediaman Bapak Suherman, BA

Tanggal : 20 April 2017

1. Sepengetahuan Bapak, apa yang dimaksud dengan tradisi kebo balik

kandang?

Menurut saya, tradisi kebo balik kandang itu ada dua istilah, pertama,

orang yang merantau ke kota misalkan, kemudian setelah lama merantau,

ia kembali ke desanya karena tidak cukup memiliki ekonomi yang tinggi.

Kedua, tradisi kebo balik kandang yang dimana adalah sebuah larangan

perkawinan untuk anak dari bapaknya yang merantau ke luar desa,

kemudian si anak ingin dinikahkan kepada orang Desa Sugihwaras,

menurut orang zaman dulu itu menjadi hal yang tidak boleh dilakukan.

2. Lantas apakah masih berlaku tradisi kebo balik kandang dalam hal

perkawinan?

Menurut saya hal semacam itu sudah tidak berlaku lagi, karena sekarang

orang mikirnya dari kebahagiaan, kalau orang yang ingin menikah

mempunyai ekonomi yang tinggi, kenapa tidak untuk menikah.

3. Menurut Bapak apakah masih berlaku tradisi kebo balik kandang dalam

hal perkawinan?

Page 110: TRADISI LARANGAN PERKAWINAN ADAT JAWA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41817/1/MOHAMAD ZIAD...TRADISI LARANGAN PERKAWINAN ADAT JAWA. DALAM . PERSPEKTIF HUKUM

Kalau untuk zaman sekarang hal semacam itu sudah tidak relevan lagi

untuk diterapkan bahkan hampir hilang, akan tetapi sebagian masyarakat

masih ada yang memegang hal semacam itu, mungkin karena ketakutan

mereka dari dampak yang ditimbulkan apabila melanggar dari tradisi

tersebut.

Page 111: TRADISI LARANGAN PERKAWINAN ADAT JAWA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41817/1/MOHAMAD ZIAD...TRADISI LARANGAN PERKAWINAN ADAT JAWA. DALAM . PERSPEKTIF HUKUM

HASIL WAWANCARA

Narasumber : Ibu Setyastuti

Jabatan : Mayarakat Desa Sugihwaras

Tempat : Kediaman Ibu Setyastuti

Tanggal : 20 April 2017

1. Menurut Ibu, apa yang dimaksud dengan tradisi larangan perkawinan kebo

balik kandang?

Bapane dari Sugihwaras misalken, kemudia ia merantau ke Surabaya, lalu

menikah dan memiliki anak di Surabaya, setelah anaknya besar, bapane

ingin menikahkan anaknya sama orang Desa Sugihwaras, hal semacam itu

orang Jawa tidak berani.

2. Dampak apa yang ditimbulkan dari melanggar tradisi kebo balik kandang

tersebut?

Kalau melanggar tradisi tersebut, atau tetep kekeuh ingin melangsungkan

perkawinan, maka bapak dari calaon mempelai laki-laki dan perempuan

akan mati, karena sudah banyak korbannya, itulah yang menjadi

kecemasan saya, dan makanya saya masih menerapkan tradisi ini di

keluarga saya. Mungkin orang-orang yang diluar Jawa tidak percaya

dengan hal semacam ini, akan tetapi bagi orang Jawa hal semacam ini

benar adanya dan sudah banyak korbannya. Yang namane ajal kan kita

Page 112: TRADISI LARANGAN PERKAWINAN ADAT JAWA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41817/1/MOHAMAD ZIAD...TRADISI LARANGAN PERKAWINAN ADAT JAWA. DALAM . PERSPEKTIF HUKUM

ndak tau datengnya kapan, hanya Tuhan yang tahu, akan tetapi ini menjadi

tolak ukur untuk saya berpikir dua kali.

Page 113: TRADISI LARANGAN PERKAWINAN ADAT JAWA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41817/1/MOHAMAD ZIAD...TRADISI LARANGAN PERKAWINAN ADAT JAWA. DALAM . PERSPEKTIF HUKUM

HASIL WAWANCARA

Narasumber : Bapak Bari

Jabatan : Mayrakat Desa Sugihwaras

Tempat : Kediaman Bapak Bari

Tanggal : 20 April 2017

1. Menurut Bapak, apa yang dimaksud dengan tradisi kebo balik kandang?

Kalau menurut saya, tradisi kebo balik kandang itu pernikahan yang tidak

boleh dilakukan baik laki-laki maupun perempuan apabila bapaknya sudah

keluar dari Desa Sugihwaras.

2. Apakah masih berlaku tradisi kebo balik kandang tersebut?

Di dalam keluarga saya itu masih berlaku dan saya terapkan karena

menjaga sesuatu dari hal-hal yang tidak diinginkan, seperti meninggalnya

orang tua laki-laki dari pihak anak laki-laki maupun perempuan.

Page 114: TRADISI LARANGAN PERKAWINAN ADAT JAWA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41817/1/MOHAMAD ZIAD...TRADISI LARANGAN PERKAWINAN ADAT JAWA. DALAM . PERSPEKTIF HUKUM

HASIL WAWANCARA

Narasumber : Rizki Sonia Safitri

Jabatan : Masyarakat Desa Sugihwaras

Tempat : Via Telepon

Tanggal : 22 September 2016

1. Apa yang dimaksud dengan tradisi Kebo balik kandang?

Menurut saya, ayah kedua calon suami istri dilahirkan di desa yang sama,

dan seiring berjalannya waktu, salah satu dari keluarga mereka pindah dari

desa kelahirannya tersebut, maka calon pasangan suami istri tersebut

dilarang menikah, dan jika mereka (calon mempelai) kekeuh untuk

melangsungkan perkawinan atau melanggar tradisi ini, maka di yakini

akan menimbulkan adanya bencana besar dalam keluarga, salah satunya

adalah meninggalnya orang tua dari kedua calon mempelai.

2. Apakah tradisi tersebut masih berlaku?

Itu tergantung orangnya masing-masing, itu seperti sebuah kepercayaan

dari masing-masing masih keluarga. Akan tetapi di dalam keluarga saya

hal semacam tradisi kebo balik kandang ini masih diterapkan.

3. Lalu menurut Mbak, bagaimana hukum Islam memandang ini?

Kalau menurut saya sih ini bertentangan dengan Islam, karena hal

semacam inikah hal yang mustahil, tapi mau bagaimana lagi, ini sudah

menjadi ketentuan dari keluarga saya.

Page 115: TRADISI LARANGAN PERKAWINAN ADAT JAWA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41817/1/MOHAMAD ZIAD...TRADISI LARANGAN PERKAWINAN ADAT JAWA. DALAM . PERSPEKTIF HUKUM
Page 116: TRADISI LARANGAN PERKAWINAN ADAT JAWA DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41817/1/MOHAMAD ZIAD...TRADISI LARANGAN PERKAWINAN ADAT JAWA. DALAM . PERSPEKTIF HUKUM

TOKOH AGAMA DESA SUGIHWARAS

BERSAMA PERANGKAT DESA SUGIHWARAS