bab ii kajian pustaka 2.1 merek (brandlibrary.binus.ac.id/ecolls/ethesisdoc/bab2/2012-1-00415-mn bab...

45
BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Merek (Brand) 2.1.1 Pengertian Merek (Brand) Keahlian yang sangat unik dari pemasar profesional adalah kemampuannya untuk menciptakan, memelihara, melindungi, dan meningkatkan merek. Para pemasar mengatakan bahwa pemberian merek adalah seni dan bagian paling penting dalam pemasaran. Brand dapat diartikan sebagai asal atau sumber dari suatu produk atau pembeda sebuah produk dari produk lainnya. Karenanya pengertian brand berbeda dengan produk. “Produk meliputi benda-benda fisik, jasa layanan, toko eceran, bisnis online, orang, organisasi, tempat, maupun ide. Sedangkan brand, ada untuk sebuah produk, namun pada brand dapat ditambahkan dimensi yang menjadi pembeda dari produk-produk lain yang didesain untuk memenuhi kebutuhan yang sama”. (Keller, 2003, p.32-33). Menurut Wheeler (2006:5) pengertian brand adalah “A brand is the nucleus of sales and markerting activities, generating increased awareness and loyalty, when managed strategically”. (Sebuah merek adalah inti dari penjualan dan kegiatan pemasaran, menghasilkan peningkatan kesadaran dan loyalitas, bila dikelola secara strategis.) Definisi merek menurut Keller (2007:5) adalah: Sebuah merek merupakan lebih dari sekedar produk, karena mempunyai sebuah dimensi yang 8

Upload: dothu

Post on 08-Apr-2019

220 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Merek (Brandlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2012-1-00415-MN BAB 2.pdf · percaya diri konsumen dalam mengambil kepastian pembelian, yang lebih

1

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Merek (Brand)

2.1.1 Pengertian Merek (Brand)

Keahlian yang sangat unik dari pemasar profesional adalah

kemampuannya untuk menciptakan, memelihara, melindungi, dan

meningkatkan merek. Para pemasar mengatakan bahwa pemberian merek

adalah seni dan bagian paling penting dalam pemasaran.

Brand dapat diartikan sebagai asal atau sumber dari suatu produk atau

pembeda sebuah produk dari produk lainnya. Karenanya pengertian brand

berbeda dengan produk. “Produk meliputi benda-benda fisik, jasa layanan, toko

eceran, bisnis online, orang, organisasi, tempat, maupun ide. Sedangkan brand,

ada untuk sebuah produk, namun pada brand dapat ditambahkan dimensi yang

menjadi pembeda dari produk-produk lain yang didesain untuk memenuhi

kebutuhan yang sama”. (Keller, 2003, p.32-33).

Menurut Wheeler (2006:5) pengertian brand adalah “A brand is the

nucleus of sales and markerting activities, generating increased awareness and

loyalty, when managed strategically”. (Sebuah merek adalah inti dari

penjualan dan kegiatan pemasaran, menghasilkan peningkatan kesadaran dan

loyalitas, bila dikelola secara strategis.)

Definisi merek menurut Keller (2007:5) adalah: Sebuah merek

merupakan lebih dari sekedar produk, karena mempunyai sebuah dimensi yang

8

Page 2: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Merek (Brandlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2012-1-00415-MN BAB 2.pdf · percaya diri konsumen dalam mengambil kepastian pembelian, yang lebih

9

menjadi diferensiasi dengan produk lain yang sejenis. Diferensiasi tersebut

harus rasional dan terlihat secara nyata dengan performa suatu produk dari

sebuah merek atau lebih simbolis, emosional, dan tidak kasat mata yang

mewakili sebuah merek. Berdasarkan definisi di atas, satu merek berfungsi

untuk mengidentifikasikan penjual atau perusahaan yang menghasilkan produk

tertentu yang membedakannya dengan penjual atau perusahaan lain yang

memiliki nilai yang berbeda pada setiap merek-nya. Merek (brand) dapat

berbentuk logo, nama, trademark atau gabungan dari keseluruhannya.

Aaker (2004) juga mengatakan merek dapat dikatakan sebagai sebuah

janji seorang penjual atau perusahaan untuk konsisten memberikan nilai,

manfaat, fitur dan kinerja tertentu bagi pembelinya. Janji tersebut harus janji

yang benar dan harus ditepati kepada pembelinya sehingga merek yang

menjanjikan tersebut dapat memberikan semua hal yang dijanjikan, dan juga

memberikan nilai lebih dari janji tersebut. Hal ini sangat penting untuk

menjaga kepercayaan dan juga menjaga image dari suatu merek.

Definisi Brand menurut Bennett (2005, p256) adalah “a name, term,

sign, symbol, or any other feature that identifies one seller’s good or service as

distinct from those of the sellers”. (sebuah nama, istilah, tanda, simbol atau

ciri-ciri lain yang memperkenalkan barang atau jasa milik suatu penjual

sebagai pembeda dari milik penjual-penjual lainnya.)

Menurut Lamb (2001, p421) merek adalah suatu nama, istilah, tanda,

simbol, atau desain, atau kombinasi semuanya, yang mengidentifikasikan

produk para penjual dan membedakannya dari produk pesaing.

Page 3: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Merek (Brandlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2012-1-00415-MN BAB 2.pdf · percaya diri konsumen dalam mengambil kepastian pembelian, yang lebih

10

Menurut Simamora (2003, p504) “Brand (merek) adalah segala sesuatu

yang mengidentifikasi barang atau jasa penjual dan membedakannya dari

barang dan jasa lainnya. Merek dapat berupa sebuah kata, huruf-huruf,

sekelompok kata, simbol, desain, atau beberapa kombinasi di atas.”

Menurut Asosiasi Pemasaran Amerika mendefinisikan merek sebagai

sebuah nama, tanda, istilah, simbol, desain, atau kombinasi dari semuanya,

dengan tujuan untuk mengidentifikasi sebuah produk atau jasa dari seorang

penjual ataupun sekelompok penjual untuk membedakannya dari produk atau

jasa kompetitor lainnya (Kotler, 2003, p418).

Sedangkan dalam kamus kosakata interbrand - Charles Brymer (CEO of

Interbrand Schecter), mendefinisikan Brand secara lebih spesifik, yakni :

A mixture of attribute, tangible and intangible, symbolized in a trade

mark, which if managed properly, creates values and influence. (Interbrand

Group, 2003, Par 5). (suatu perpaduan dari atribut, nyata dan abstrak, yang

disimbolkan melalui sebuah nama dagang, yang apabila dikelola dengan tepat,

dapat menghasilkan nilai dan pengaruh.)

Shimp (2003:298) menyebutkan bahwa merek merupakan rancangan

unik perusahaan atau merek dagang (trademark) yang membedakan

penawarannya dari kategori produk pendatang lain.

Dari beberapa definisi di atas, maka dapat disimpulkan bahwa merek

adalah sesuatu hal yang membedakan produk atau jasa sebuah perusahaan

menjadi berbeda dengan produk atau jasa yang ditawarkan oleh pesaing. Yang

Page 4: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Merek (Brandlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2012-1-00415-MN BAB 2.pdf · percaya diri konsumen dalam mengambil kepastian pembelian, yang lebih

11

membedakan adalah dikarenakan nama, simbol, tanda, dan rancangan dari

setiap merek.

2.1.2 Tingkatan Pengertian Merek

Menurut Kotler (2005, p82) ada enam tingkatan arti dari sebuah merek,

yaitu:

1) Atribut (attributes): suatu merek mengingatkan atribut-atribut tertentu.

2) Manfaat (benefit): atribut-atribut harus diterjemahkan menjadi manfaat

fungsional dan emosional.

3) Nilai (value): merek juga menyatakan sesuatu tentang nilai produsen.

4) Budaya (culture): merek dapat mewakili atau melambangkan suatu budaya

tertentu.

5) Personal (personality): sebuah merek dapat mencerminkan kepribadian

tertentu.

6) Pemakai (user): merek tersebut menyiratkan jenis konsumen yang

membeli atau menggunakan produk tersebut.

Merek harus memiliki kualitas yang lebih sehingga suatu merek dapat

dikenal dan memiliki keunikan sendiri. Menurut Kotler (2003, p413), suatu

perusahaan dapat menentukan kebijakan mereknya perlu memperhatikan

kualitas dari merek itu sendiri. Adapun kualitas dari suatu merek sebagai

berikut :

1) Nama merek harus menunjukan manfaat produk tersebut

2) Nama merek harus menunjukan mutu suatu produk

Page 5: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Merek (Brandlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2012-1-00415-MN BAB 2.pdf · percaya diri konsumen dalam mengambil kepastian pembelian, yang lebih

12

3) Nama merek mudah diucapkan, dikenal dan diingat

4) Nama merek harus menjadi ciri khas yang dapat dibedakan

5) Nama merek tidak membawa arti yang kurang baik di lain negara atau

bahasa

2.1.3 Peranan dan Kegunaan Merek

Menurut Keller (2003, p20), merek bermanfaat bagi produsen dan

konsumen. Bagi produsen merek berperan penting sebagai :

1) Sarana identifikasi untuk memudahkan proses penanganan atau pelacakan

produk bagi perusahaan, terutama dalam pengorganisasian persediaan dan

pencatatan akuntansi.

2) Bentuk proteksi hukum terhadap fitur atau aspek produk yang unik. Merek

bisa mendapat perlindungan seperti intelektual.

3) Signal tingkat kualitas bagi para pelanggan yang puas, sehingga mereka bisa

dengan mudah memilih dan membelinya lagi dilain waktu.

4) Sarana menciptakan asosiasi dan makna unik yang membedakan produk

dari para pesaing.

5) Sumber keunggulan kompetitif, terutama melalui perlindungan hukum,

loyalitas pelanggan, dan citra unik yang terbentuk dalam benak konsumen.

6) Sumber financial return, terutama menyangkut pendapatan masa datang.

Bagi konsumen, merek bisa memberikan beraneka ragam nilai melalui

sejumlah fungsi dan manfaat potensial. Keller (2003, p21) mengemukakan 7

manfaat pokok merek bagi konsumen, yaitu sebagai:

Page 6: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Merek (Brandlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2012-1-00415-MN BAB 2.pdf · percaya diri konsumen dalam mengambil kepastian pembelian, yang lebih

13

1) Identifikasi sumber produk

2) Penetapan tanggung jawab pada pemanufaktur atau distributor tertentu

3) Pengurang resiko

4) Penekan biaya pencarian internal dan eksternal

5) Janji atau ikatan khusus dengan produsen

6) Alat simbolis yang memproyeksikan citra diri

7) Signal kualitas

Menurut Durianto, et.al. (2004, p2), peranan dan kegunaan merek

diantaranya adalah:

1) Merek mampu menembus setiap pagar budaya dan pasar

Bisa dilihat bahwa suatu merek yang kuat mampu diterima di seluruh dunia

dan budaya.

2) Merek mampu menciptakan komunikasi interaksi dengan konsumen

Semakin kuat suatu merek, semakin kuat pula interaksinya dengan

konsumen dan semakin tampak asosiasi merek yang terbentuk dalam merek

tersebut. Jika asosiasi merek telah terbentuk memiliki kualitas dan kuantitas

yang kuat, potensi ini meningkatkan citra merek (brand image).

3) Merek sangat berpengaruh dalam membentuk perilaku konsumen

Merek yang kuat akan sanggup merubah perilaku konsumen.

4) Merek memudahkan proses pengambilan keputusan konsumen

Dengan adanya merek, konsumen dapat dengan mudah membedakan

produk yang akan dibelinya dengan produk lain sehubungan dengan

Page 7: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Merek (Brandlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2012-1-00415-MN BAB 2.pdf · percaya diri konsumen dalam mengambil kepastian pembelian, yang lebih

14

kualitas, keputusan, kebanggaan ataupun atribut lain yang merekat pada

merek tersebut.

2) Merek berkembang menjadi sebuah sumber aset terbesar bagi perusahaan

2.2 Ekuitas Merek (Brand Equity)

2.2.1 Pengertian Ekuitas Merek (Brand Equity)

Kotler dan Amstrong (2004) mendefinisikan ekuitas merek sebagai efek

pembeda positif dari respon konsumen atas suatu barang dan jasa sebagai

akibat dari pengetahuan konsumen atas nama merek dari barang dan jasa

tersebut.

Dalam perspektif pemasaran, salah satu definisi brand equity yang paling

banyak dikutip adalah definisi versi David A. Aaker yang menyatakan bahwa

brand equity adalah serangkaian aset dan kewajiban merek yang terkait dengan

sebuah merek, nama dan simbolnya, yang menambah atau mengurangi nilai

yang diberikan sebuah produk atau jasa kepada perusahaan atau pelanggan

perusahaan tersebut. Aset ekuitas merek pada umumnya menambah atau

mengurangi nilai bagi para konsumen. Aset-aset ini membentu mereka

menafsirkan, berproses dan menyimpan informasi dalam jumlah besar

mengenai produk dan merek. Ekuitas merek juga bisa mempengaruhi rasa

percaya diri konsumen dalam mengambil kepastian pembelian, yang lebih

penting adalah kenyataan bahwa kesan kualitas dan asosiasi merek bisa

menguatkan keputusan konsumen dengan pengalaman menggunakannya.

Page 8: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Merek (Brandlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2012-1-00415-MN BAB 2.pdf · percaya diri konsumen dalam mengambil kepastian pembelian, yang lebih

15

Aaker menyiratkan bahwa brand equity bisa bernilai bagi perusahaan dan

bagi konsumen. Peran ekuitas merek dalam memberikan nilai atau manfaat

bagi konsumen antara lain:

1) Merek membantu konsumen dalam menafsirkan, memproses dan

menyimpan informasi yang terkait dengan produk dan merek tersebut

2) Ekuitas merek dapat mempengaruhi rasa percaya diri konsumen dalam

pengambilan keputusan atas dasar pengalaman masa lalu dalam penggunaan

atau kedekatan, dan asosiasi dengan berbagai karakteristik merek.

3) Perceived quality dan brand association dapat mempertinggi tingkat

kepuasan konsumen.

Bagi perusahaan brand equity berperan sebagai :

1) Dapat menguatkan program, memikat konsumen baru atau merangkul

kembali konsumen lama

2) Memungkinkan margin yang lebih tinggi dan memungkinkan harga

optimum dan mengurangi ketergantungan pada promosi

3) Dapat memberikan landasan untuk pertumbuhan melalui perluasan merek

4) Ekuitas merek yang kuat dapat meningkatkan penjualan karena mampu

menciptakan loyalitas saluran distribusi

5) Dapat memberikan keuntungan kompetitif bagi perusahaan dengan

memanfaatkan celah-celah yang tidak dimiliki pesaing

Page 9: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Merek (Brandlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2012-1-00415-MN BAB 2.pdf · percaya diri konsumen dalam mengambil kepastian pembelian, yang lebih

16

2.2.2 Lima Kategori Ekuitas Merek

Dalam model Aaker, brand equity diformulasikan dari sudut pandang

manajerial dan strategi korporat, meskipun landasan utamanya adalah prilaku

konsumen. Aaker menjabarkan aset merek yang berkontribusi pada penciptaan

brand equity kedalam lima dimensi, yaitu brand awareness, percieved quality,

brand associations, brand loyalty, dan other proprietary brand assets

(Tjiptono, 2005, p40-41)

Konsep ekuitas merek ini dapat ditampilkan pada gambar 2.1, yang

memperlihatkan kemampuan ekuitas merek dalam menciptakan nilai bagi

perusahaan atau pelanggan atas dasar lima kategori aset yang telah disebutkan.

Sumber : Aaker dalam Durianto, et.al. (2001)

Gambar 2.1 Konsep Brand Equity

brand awareness percieved quality

brand loyality

brand associations

other proprietary brand assets

BRAND EQUITY

Memberikan nilai kepada pelanggan dengan memperkuat: • Interpretasi/proses informasi • Rasa percaya diri dalam

pembelian • Pencapaian kepuasan dari

pelanggan

Memberikan nilai kepada perusahaan dengan memperkuat : • Efisiensi dan efektivitas program

pemasaran • Brand loyalty • Harga/laba • Perluasan merek • Peningkatan perdagangan • Keuntungan kompetitif

Page 10: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Merek (Brandlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2012-1-00415-MN BAB 2.pdf · percaya diri konsumen dalam mengambil kepastian pembelian, yang lebih

17

Menurut Aaker (dalam Durianto, et al, 2004, pp3-4) ekuitas merek dapat

dikelompokkan menjadi lima kategori, yaitu:

1) Kesadaran merek (brand awareness)

Kesanggupan calon pembeli untuk mengenali atau mengingat kembali

bahwa merek merupakan bagian dari kategori produk tertentu.

Peran brand awareness dalam keseluruhan brand equity tergantung dari

sejauh mana tingkatan kesadaran yang dicapai oleh suatu merek. Tingkatan

kesadaran merek secara berurutan, dapat digambarkan sebagai piramida

seperti di bawah ini :

Puncak pikiran

(top of mind)

Pengingatan kembali merek (brand recall)

Pengenalan merek (brand recognition)

Tidak meyadari merek (brand unware)

Sumber : Aaker dalam Durianto, et. al. (2001)

Gambar 2.2 Piramida Brand Awareness

Penjelasan Mengenai Piramida Brand Awareness dari tingkat terendah

sampai tingkat tertinggi adalah :

(1) Tidak meyadari merek (brand unware)

Merupakan tingkat yang paling rendah dalam piramida kesadaran

merek, di mana konsumen tidak menyadari akan adanya suatu merek.

(2) Pengenalan merek (brand recognition)

Page 11: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Merek (Brandlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2012-1-00415-MN BAB 2.pdf · percaya diri konsumen dalam mengambil kepastian pembelian, yang lebih

18

Tingkat minimal dari kesadaran merek. Hal ini penting pada saat

seseorang pembeli memilih suatu merek pada saat melakukan

pembelian.

(3) Brand recall (Pengingatan kembali terhadap merek)

Pengingatan kembali pada merek didasarkan terhadap permintaan

seseorang untuk menyebutkan merek tertentu dalam suatu kelas produk.

Hal ini diistilahkan dengan pengingatan kembali tanpa bantuan, karena

berbeda dari tugas pengenalan, responden tidak perlu dibantu untuk

memunculkan merek tersebut.

(4) Top of Mind ( Puncak Pikiran)

Apabila seseorang ditanya secara langsung tanpa diberi bantuan

pengingatan dan ia dapat ,menyebutkan satu nama merek, maka merek

yang paling banyak disebutkan pertama sekali merupakan puncak

pikiran. Dengan kata lain, merek tersebut merupakan merek utama dari

berbagai merek yang ada di dalam benak konsumen.

2) Asosiasi merek (brand association)

Segala hal yang berkaitan dengan ingatan mengenai sebuah merek. Asosiasi

ini merupakan atribut yang ada di dalam merek itu dan memiliki suatu

tingkat kekuatan. Asosiasi merek menjadi salah satu komponen yang

membentuk ekuitas merek. Hal ini disebabkan karena asosiasi merek dapat

membentuk image positif terhadap merek yang muncul, yang pada akhirnya

akan menciptakan perilaku positif konsumen.

Page 12: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Merek (Brandlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2012-1-00415-MN BAB 2.pdf · percaya diri konsumen dalam mengambil kepastian pembelian, yang lebih

19

Di sisi lain menurut Keller (2003 :52) bahwa asosiasi merek didorong pula

oleh identitas dari merek tersebut yang ingin dibangun oleh perusahaan.

Lebih lanjut disebutkan, asosiasi merek memiliki berbagai tipe sebagai

berikut :

(1) Atributes (Atribut), asosiasi yang dikaitkan terhadap atribut-atribut dari

merek tersebut, baik yang berhubungan langsung terhadap produknya

maupun yang tidak berhubungan langsung terhadap produknya. Seperti

harga (price), perasaan (feeling), pengalaman (experiences) dan

personalitas merek (brand Personality).

(2) Benefit (manfaat), asosiasi suatu merek dikaitkan dengan manfaat

fungsional (functional benefit), manfaat simbolik (symbolic benefit),

dari pemakaian dan pengalaman yang dirasakan oleh pengguna

(experiental benefit).

(3) Attitudes (sikap), asosiasi yang muncul dikarenakan motivasi diri

sendiri yang merupan sikap dari berbagi sumber, seperti punishment,

reward dan ilmu pengetahuan (knowledge). patents, trade mark, dan

lain sebagainya.

3) Persepsi kualitas (perceived quality)

Persepsi pelanggan terhadap keseluruhan kualitas atau keunggulan suatu

produk atau jasa layanan yang berkaitan dengan apa yang diharapkan

pelanggan.

4) Loyalitas merek (brand loyalty)

Page 13: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Merek (Brandlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2012-1-00415-MN BAB 2.pdf · percaya diri konsumen dalam mengambil kepastian pembelian, yang lebih

20

Loyalitas merek merupakan suatu ukuran keterkaitan pelanggan kepada

sebuah merek. Loyalitas merek merupakan inti dari Brand Equity yang

menjadi gagasan sentral dalam pemasaran, karena hal ini merupakan suatu

ukuran keterkaitan seseorang pelanggan pada sebuah merek.

5) Aset-aset merek lainnya (other proprietary brand assets)

Ekuitas merek dapat memberikan nilai, baik bagi perusahaan maupun bagi

konsumen.

2.2.3 Peran Ekuitas Merek

Menurut Durianto, et.al. (2004, p6), ekuitas merek mempunyai peranan

kepada konsumen dan perusahaan. Peran ekuitas merek bagi konsumen

diantaranya adalah:

1) Aset (nama, simbol) yang dikandungnya dapat membantu dalam

menafsirkan, memproses, dan menyimpan informasi yang terkait dengan

produk dan merek tersebut.

2) Ekuitas merek dapat mempengaruhi rasa percaya diri konsumen dalam

pengambilan keputusan pembelian atas dasar pengalaman masa lalu dalam

penggunaan atau kedekatan, asosiasi dengan berbagai karakteristik merek.

3) Dalam kenyataannya, persepsi kualitas dan asosiasi merek dapat

mempertinggi tingkat kepuasan konsumen.

Peran ekuitas merek bagi perusahaan, antara lain sebagai berikut:

1) Ekuitas merek yang kuat dapat mempertinggi keberhasilan program dalam

memikat konsumen baru atau mempertahankan konsumen lama. Promosi

Page 14: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Merek (Brandlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2012-1-00415-MN BAB 2.pdf · percaya diri konsumen dalam mengambil kepastian pembelian, yang lebih

21

yang dilakukan akan lebih efektif jika merek dikenal. Ekuitas merek yang

kuat dapat menghilangkan keraguan konsumen terhadap kualitas merek.

2) Ekuitas merek yang kuat dapat digunakan sebagai dasar untuk pertumbuhan

dan perluasan merek kepada produk lainnya atau menciptakan bidang bisnis

baru yang terkait yang biayanya akan jauh lebih mahal untuk dimasuki

tanpa merek yang memiliki ekuitas merek tersebut.

3) Ekuitas merek yang kuat dapat meningkatkan penjualan karena mampu

menciptakan loyalitas saluran distribusi.

2.2.4 Pengertian Loyalitas Merek (Brand Loyalty)

Menurut (Giddens, 2002) ”Brand loyalty adalah pilihan yang dilakukan

konsumen untuk membeli merek tertentu dibandingkan merek yang lain dalam

satu kategori produk.”

Schiffman & Kanuk (2004) mendefinisikan ”Brand loyalty sebagai

preferensi konsumen secara konsisten untuk melakukan pembelian pada merek

yang sama pada produk yang spesifik atau kategori pelayanan tertentu.”

Menurut Aaker dalam Durianto, et.al. (2004, p126) “Brand loyalty adalah

suatu ukuran keterkaitan pelanggan kepada suatu merek.” Ukuran ini mampu

memberikan gambaran tentang mungkin tidaknya seorang pelanggan beralih ke

merek produk lain. Seorang pelanggan yang sangat loyal kepada suatu merek

tidak akan dengan mudah memindahkan suatu pembeliannya ke merek lain,

apa pun yang terjadi dengan merek tersebut. Bila persepsi konsumen terhadap

Page 15: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Merek (Brandlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2012-1-00415-MN BAB 2.pdf · percaya diri konsumen dalam mengambil kepastian pembelian, yang lebih

22

merek meningkat, kerentanan kelompok pelanggan tersebut dari ancaman dan

serangan merek produk pesaing dapat dikurangi.

2.2.5 Tingkatan-Tingkatan Brand Loyalty

Menurut Aaker dalam Durianto, et.al. (2004, p128), tingkatan-tingkatan

yang terdapat dalam loyalitas merek adalah sebagai berikut:

1) Berpindah-pindah (switcher)

Pelanggan yang berada pada tingkat loyalitas ini dikatakan sebagai

pelanggan yang berada pada tingkat yang paling dasar. Semakin sering

pembelian konsumen berpindah dari suatu merek ke merek yang lain

mengindikasikan bahwa mereka tidak loyal, semua merek dianggap

memadai. Dalam hal ini, merek memegang peranan kecil dalam keputusan

pembelian. Ciri yang jelas dalam kategori ini adalah mereka membeli suatu

merek karena harganya murah.

2) Pembeli yang bersifat kebiasaan (habitual buyer)

Pembeli pada tingkat ini dikategorikan sebagai pembeli yang puas dengan

merek produk yang dikonsumsinya. Tidak ada alasan yang kuat baginya

untuk membeli merek produk lain atau berpindah merek, terutama jika

peralihan itu membutuhkan usaha, biaya, atau pengorbanan lain. Dapat

disimpulkan bahwa pembeli ini membeli suatu merek karena kebiasaan.

3) Pembeli yang puas karena biaya peralihan (satisfied buyer)

Pada tingkatan ini, pembeli merek masuk ke dalam kategori puas bila

mereka mengonsumsi merek tersebut.

Page 16: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Merek (Brandlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2012-1-00415-MN BAB 2.pdf · percaya diri konsumen dalam mengambil kepastian pembelian, yang lebih

23

4) Menyukai merek (liking the brand)

Pembeli dalam kategori ini adalah pembeli yang benar-benar menyukai

merek tersebut. Pada tingkat ini dijumpai perasaan emosional yang terkait

dengan merek. Rasa suka pembeli ini bisa saja didasari oleh asosiasi yang

terkait dengan simbol, rangkaian pengalaman dalam penggunaan

sebelumnya baik yang dialami pribadi maupun kerabatnya ataupun yang

disebabkan oleh karena persepsi kualitas yang tinggi.

5) Pembeli yang komit (comitted buyer)

Pada tahap ini pembeli merupakan pelanggan yang setia. Mereka memiliki

suatu kebanggaan sebagai pengguna suatu merek dan bahkan merek tersebut

menjadi sangat penting bagi mereka dipandang dari segi fungsinya maupun

sebagai suatu ekspresi mengenai siapa mereka sebenarnya. Pada tingkatan

ini, salah satu aktualisasi loyalitas pembeli ditujukan oleh tindakan

merekomendasikan dan mempromosikan merek tersebut kepada pihak lain.

Comitted buyer

Liking the brand

Satisfied buyer

Habitual buyer

Switcher

Sumber : Aaker dalam Durianto, et.al. (2004:130)

Gambar 2.3 Piramida Brand Loyalty

Page 17: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Merek (Brandlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2012-1-00415-MN BAB 2.pdf · percaya diri konsumen dalam mengambil kepastian pembelian, yang lebih

24

Dari piramida loyalitas diatas terlihat bahwa bagi merek yang belum

memiliki brand equity yang kuat, porsi tersebut dari konsumennya berada

pada tingkatan switcher hingga porsi terbesar, di tempati oleh commited buyer.

Meskipun demikian bagi merek yang memiliki brand equity yang kuat,

tingkatan dalam brand loyalty-nya diharapkan membentuk segitiga terbalik,

maksudnya makin ke atas makin melebar sehingga diperoleh jumlah commited

buyer yang lebih besar dari pada switcher.

Menurut Giddens (2002) konsumen yang loyal terhadap suatu merek

memiliki ciri-ciri sebagai berikut:

1) Memiliki komitmen pada merek tersebut

2) Berani membayar lebih pada merek tersebut bila dibandingkan dengan

merek yang lain

3) Akan merekomendasikan merek tersebut pada orang lain

4) Dalam melakukan pembelian kembali produk tersebut tidak melakukan

pertimbangan

5) Selalu mengikuti informasi yang berkaitan dengan merek tersebut

6) Mereka dapat menjadi semacam juru bicara dari merek tersebut dan mereka

selalu mengembangkan hubungan dengan merek tersebut

2.2.6 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Brand Loyalty

Schiffman & Kanuk (2004) menyebutkan faktor-faktor yang

memengaruhi terbentuk atau terciptanya brand loyalty adalah:

Page 18: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Merek (Brandlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2012-1-00415-MN BAB 2.pdf · percaya diri konsumen dalam mengambil kepastian pembelian, yang lebih

25

1) Penerimaan keunggulan produk (perceived product superiority)

2) Keyakinan yang dimiliki oleh seseorang terhadap merek tersebut (personal

fortitude)

3) Keterikatan dengan produk atau perusahaan (bonding with the product or

company)

4) Kepuasan yang diperoleh konsumen

Serta, menurut Subroto dalam majalah SWA 02/XXI/19 Januari–2

Februari 2005 menyebutkan ada lima faktor yang menyebabkan pelanggan

loyal pada merek yang digunakannya, yaitu:

1) Nilai merek (brand value)

Yaitu dimana pelanggan menilai merek secara relatif dibanding kompetitor

dari tiga hal, yakni harga (economic price), kualitas, dan citra merek itu

dibandingkan merek lain. Faktor itu sangat penting karena akan menghitung

nilai ekonomi yang dikorbankan konsumen dalam mengakuisisi merek

tertentu dibanding kualitas yang diterima, serta persepsi mereka terhadap

citra merek itu dibanding merek lain.

2) Karakteristik pelanggan

Faktor ini berhubungan dengan karakter konsumen dalam menggunakan

merek. Jika konsumennya memiliki karakter yang setia terhadap suatu

merek maka konsumen tersebut tidak akan beralih ke merek lain.

3) Switching barrier

Page 19: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Merek (Brandlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2012-1-00415-MN BAB 2.pdf · percaya diri konsumen dalam mengambil kepastian pembelian, yang lebih

26

Yakni hambatan yang muncul ketika konsumen akan pindah dari satu merek

ke merek lain. Hambatan ini tidak selalu economic value, tetapi bisa juga

berkaitan dengan fungsi, psikologis, sosial, bahkan ritual.

4) Pengalaman pelanggan.

Pengalaman pelanggan ketika melakukan kontak dengan merek yang

digunakannya. Peran kepuasan pelanggan (customer satisfaction), dengan

harapan bahwa semakin puas pelanggan, semakin tinggi kemungkinan

mereka tidak pindah ke merek lain.

5) Lingkungan yang kompetitif (competitive environment).

Faktor ini menyangkut sejauh mana kompetisi yang terjadi antar merek

dalam satu kategori produk.

2.2.7 Fungsi Brand Loyalty

Menurut Durianto, et.al. (2004, p21), beberapa potensi yang dapat

diberikan oleh brand loyalty kepada perusahaan adalah:

1) Mengurangi biaya pemasaran

Dalam kaitannya dengan biaya pemasaran, akan lebih mudah

mempertahankan pelanggan dibanding dengan upaya mendapatkan

pelanggan baru. Jadi, biaya pemasaran akan mengecil jika loyalitas merek

meningkat. Ciri yang paling terlihat dari jenis pelanggan ini adalah mereka

membeli suatu produk karena harganya murah.

2) Meningkatkan perdagangan

Page 20: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Merek (Brandlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2012-1-00415-MN BAB 2.pdf · percaya diri konsumen dalam mengambil kepastian pembelian, yang lebih

27

Loyalitas yang kuat terhadap suatu merek akan meningkatkan perdagangan

dan memperkuat keyakinan perantara pemasaran. Dapat disimpulkan bahwa

pembeli dalam membeli suatu merek didasarkan atas kebiasaan mereka

selama ini.

3) Menarik minat pelanggan baru

Dengan banyaknya pelanggan baru yang merasa puas dan suka pada merek

tersebut akan menimbulkan perasaan yakin bagi calon pelanggan untuk

mengkonsumsi merek tersebut terutama jika pembelian yang mereka

lakukan mengandung resiko tinggi. Di samping itu, pelanggan yang puas

umumnya akan merekomendasikan merek tersebut kepada orang yang dekat

dengannya sehingga akan menarik pelanggan baru.

4) Memberi waktu untuk merespon ancaman persaingan

Jika salah satu pesaing mengembangkan produk yang unggul, pelanggan

yang loyal akan memberikan waktu pada perusahaan tersebut untuk

memperbaharui produknya dengan cara menyesuaikan atau

menetralisasikannya.

2.2.8 Keuntungan Brand Loyalty

Menurut Reichfield (dalam Gommans, et.al., 2001) keuntungan yang

diperoleh oleh suatu merek yang memiliki pelanggan yang loyal adalah:

1) Dapat mempertahankan harga secara optimal

2) Memiliki posisi tawar menawar yang kuat dalam saluran distribusi

3) Mengurangi biaya penjualan

Page 21: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Merek (Brandlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2012-1-00415-MN BAB 2.pdf · percaya diri konsumen dalam mengambil kepastian pembelian, yang lebih

28

4) Memiliki penghalang yang kuat terhadap produk-produk baru yang memiliki

potensi yang besar untuk masuk dalam kategori produk atau layanan yang

dimiliki oleh merek tersebut

5) Keuntungan sinergis yang diperoleh dari brand extension yang berhubungan

dengan kategori produk atau pelayanan dari merek tersebut

Giddens (2002) juga menambahkan dengan adanya loyalitas merek maka

dapat meningkatkan:

1) Volume penjualan

Dengan adanya loyalitas merek, maka kehilangan konsumen dapat

dikurangi. Dengan adanya pengurangan kehilangan konsumen, maka akan

meningkatkan pertumbuhan perusahaan dan penjualan.

2) Kemampuan perusahaan untuk menetapkan harga yang optimal

Karena konsumen yang memiliki loyalitas merek kurang sensitif pada

perubahan harga.

3) Konsumen dengan loyalitas merek akan selalu mencari merek favoritnya

dan kurang sensitif pada promosi yang kompetitif

4) Dengan adanya loyalitas merek di kalangan pelanggan, maka perusahaan

dapat mengurangi biaya promosi produknya karena konsumen tetap akan

mencari merek yang disukainya.

2.3 Ekuitas Merek Berbasis Pelanggan (Customer-Based Brand Equity)

Sementara itu model Keller lebih berfokus pada perspektif perilaku

konsumen. Ia mengembangkan model ekuitas merek berbasis pelanggan (CBBE :

Page 22: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Merek (Brandlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2012-1-00415-MN BAB 2.pdf · percaya diri konsumen dalam mengambil kepastian pembelian, yang lebih

29

Customer-Based Brand Equity). Asumsi pokok model ini menekankan bahwa

kekuatan sebuah merek terletak apa yang dipelajari, dirasakan, dilihat dan

didengarkan konsumen tentang merek tersebut sebagai hasil pengalamannya

sepanjang waktu (Keller, 2007).

Berdasarkan model ini, sebuah merek dikatakan memiliki customer-based

brand equity positif apabila pelanggan bereaksi lebih positif terhadap sebuah

produk dan cara produk tersebut dipasarkan manakala mereknya diidentifikasi,

dibandingkan bila nama mereknya tidak teridentifikasi. Brand equity baru

terbentuk jika pelanggan mempunyai tingkat awareness dan familiaritas yang

tinggi terhadap sebuah merek dan memiliki asosiasi merek yang kuat, positif dan

unik dalam memorinya. Jika suatu brand memiliki CBBE yang tinggi dapat

memberikan banyak keuntungan dan manfaat seperti meningkatkan loyalitas

konsumen terhadap kenaikan harga, lebih sensitifnya mereka terhadap penurunan

harga, dan sebagainya.

Keller mengajukan proses empat langkah dalam membangun merek, yakni :

menyusun identitas merek yang tepat, menciptakan makna merek yang sesuai,

menstimulasi respon merek yang diharapkan, dan menjalin relasi merek yang

tepat bagi pelanggan. Dengan kata lain, keempat langkah ini mencerminkan empat

pertanyaan fundamental :

1) Who are you ? (identitas merek)

2) What are you ? (makna merek)

3) What about you, what do I think or feel about you ? (respon merek)

Page 23: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Merek (Brandlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2012-1-00415-MN BAB 2.pdf · percaya diri konsumen dalam mengambil kepastian pembelian, yang lebih

30

4) What about you and me ? what kind association and how much of a connection

would I like to have with you ? (relasi merek)

Proses implementasi keempat tahap ini membutuhkan enam brand building

blocks utama, yaitu brand salience, brand performance, brand imagery, brand

judgments, brand feelings dan brand resonance.

1) Brand salience, berkenaan dengan aspek-aspek awareness sebuah merek,

seperti seberapa sering dan mudahkah merek diingat dan dikenali dalam

berbagai situasi. Faktor ini menyangkut seberapa bagus elemen merek

menjalankan fungsinya sebagai pengidentifikasi produk. Brand awareness

bukan sekadar menyangkut apakah konsumen mengetahui nama merek dan

pernah melihatnya, namun berkaitan pula dengan mengkaitkan merek (nama

merek, logo, simbol, dan seterusnya) dengan asosiasi-asosiasi tertentu.

2) Brand performance, berkenaan dengan kemampuan produk dan jasa dalam

memenuhi kebutuhan fungsional konsumen. Secara garis besar ada lima atribut

dan manfaat pokok yang mendasari kinerja merek, yaitu : (1) Unsur primer dan

fitur suplemen, (2) Reliabilitas, durabilitas, dan serviceability produk, (3)

Efektivitas, efisiensi, dan empati layanan, (4) Model dan desain, dan (5) Harga.

Pada hakikatnya, kinerja merek mencerminkan intrinsic properties merek

dalam hal karakteristik inheren (bawaan) sebuah produk atau jasa.

3) Brand imagery, menyangkut extrinsic properties produk atau jasa, yaitu

kemampuan merek dalam memenuhi kebutuhan psikologis atau sosial

pelanggan. Brand imagery bisa terbentuk secara langsung dan tak langsung.

Empat kategori brand imagery meliputi :

Page 24: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Merek (Brandlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2012-1-00415-MN BAB 2.pdf · percaya diri konsumen dalam mengambil kepastian pembelian, yang lebih

31

1) Profil pemakai, baik berdasarkan faktor demografi deskriptif (seperti usia,

gender, ras, pendapatan) maupun psikografis abstrak (seperti sikap

terhadap hidup, karir, kepemilikan, isu sosial atau institusi politik)

(2) Situasi pembelian (berdasarkan tipe saluran distribusi, toko spesifik,

kemudahan pembelian, dan sejenisnya) dan situasi pemakaian (kapan dan

dimana merek digunakan)

(3) Kepribadian dan nilai-nilai

(4) Sejarah, warisan (heritage), dan pengalaman

4) Brand judgments, berfokus pada pendapat dan evaluasi personal konsumen

terhadap merek dan asosiasi citra yang dipersepsikannya. Aspek brand

judgments meliputi :

1. Brand quality, yakni persepsi konsumen terhadap nilai dan kepuasan yang

dirasakannya.

2. Brand credibility, yaitu seberapa jauh sebuah merek dinilai kredibel dalam

hal expertise (kompeten, inovatif, pemimpin pasar), trustworthiness (bisa

diandalkan, selalu mengutamakan kepentingan pelanggan), dan likeability

(menarik, memang layak untuk dipilih dan digunakan).

3. Brand consideration, yaitu sejauh mana sebuah merek dipertimbangkan

untuk dibeli atau digunakan oleh konsumen.

4. Brand superiority, yakni sejauh mana konsumen menilai merek

bersangkutan unik dan lebih baik dibanding dengan merek-merek lain.

Page 25: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Merek (Brandlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2012-1-00415-MN BAB 2.pdf · percaya diri konsumen dalam mengambil kepastian pembelian, yang lebih

32

5) Brand feelings, yaitu respon dan reaksi emosional konsumen terhadap merek.

Reaksi semacam ini bisa berupa perasaan warmth, fun, excitement, security,

social approval, dan self-respect.

6) Brand resonance, mengacu pada karakteristik relasi yang dirasakan pelanggan

terhadap merek spesifik. Resonansi tercermin pada intensitas atau kekuatan

ikatan psikologis antara pelanggan dan merek, serta tingkat aktivitas yang

ditimbulkan loyalitas tersebut (misalnya, tingkat pembelian ulang, usaha dan

waktu yang dicurahkan untuk mencari informasi merek, dan seterusnya).

Secara khusus, resonansi meliputi loyalitas behavioral (share of category

requirements), loyalitas attitudinal, sense of community (identifikasi dengan

brand community), dan keterlibatan aktif (berperan sebagai brand evangelists

dan brand ambassadors).

Resonance

Judgments Feelings

Performance Imagery

Salience

Sumber : Keller (2001, p17)

Gambar 2.4 Customer-Based Brand Equity Pyramid

4. Relationship What about you and me?

3. Response What about you?

2. Meaning What are you?

1. Identity Who are you

Page 26: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Merek (Brandlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2012-1-00415-MN BAB 2.pdf · percaya diri konsumen dalam mengambil kepastian pembelian, yang lebih

33

Model Aaker dan Keller memiliki kesamaan prinsip, yaitu bahwa brand

equity mencerminkan nilai tambah yang didapatkan sebuah produk sebagai hasil

investasi pemasaran sebelumnya pada merek bersangkutan.

2.4 Keputusan Pembelian

2.4.1 Pengertian Keputusan Pembelian

Setiap konsumen melakukan berbagai macam keputusan tentang

pencarian, pembelian, penggunaan beragam bentuk, dan merek pada setiap

periode tertentu. Menurut Schiffman & Kanuk (2004, p347), “Keputusan

adalah pilihan diantara alternatif tindakan yang ada.” Menurut Schermerchon

(2002, p72), “Keputusan adalah penyeleksian dari pilihan-pilihan dua atau

lebih alternatif.”

Maka dapat disimpulkan oleh Schiffman & Kanuk (2004, p289)

mendefinisikan suatu keputusan adalah sebagai pemilihan suatu tindakan dari

dua atau lebih pilihan alternatif. Seorang konsumen yang hendak melakukan

pilihan, maka ia harus memilih pilihan alternatif. Jika konsumen tidak memilih

pilihan alternatif, maka hal tersebut merupakan bukan situasi konsumen

melakukan keputusan. Suatu keputusan tanpa pilihan tersebut, maka disebut

sebagai sebuah hobson’s choice.

Sedangkan menurut Kotler & Amstrong (2004:227) mengemukakan

bahwa “keputusan pembelian adalah tahap proses keputusan dimana konsumen

secara aktual melakukan pembelian produk”.

Page 27: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Merek (Brandlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2012-1-00415-MN BAB 2.pdf · percaya diri konsumen dalam mengambil kepastian pembelian, yang lebih

34

Dari beberapa pengertian diatas, penulis dapat menyimpulkan bahwa

keputusan pembelian merupakan tindakan atau keputusan dari beberapa

alternatif yang kemudian dipilih salah satu atau lebih untuk dibeli.

Proses kunci di dalam pembuatan keputusan konsumen ialah proses

integrasi dengan mana pengetahuan dikombinasikan untuk mengevaluasi dua

atau lebih alternatif perilaku, kemudian pilih salah satu. Hasil dari proses

integrasi adalah suatu pilihan, secara kognitif terwakili sebagai intensi perilaku.

Intensi perilaku disebut rencana keputusan (Supranto dan Limakrisna, 2007,

p211).

Berdasarkan faktor yang dipertimbangkan, menurut Hawkins et al. dalam

Simamora (2003, p8), pengambilan keputusan pembelian dapat dibagi menjadi

dua, yaitu:

1) Pengambilan keputusan berdasarkan atribut produk (atribute based

choice). Pengambilan keputusan ini memerlukan pengetahuan tentang

apa atribut suatu produk dan bagaimana kualitas atribut tersebut.

Asumsinya, keputusan diambil secara rasional dengan mengevaluasi

atribut-atribut yang dipertimbangkan.

2) Pengambilan keputusan berdasarkan sikap (attitude based choice).

Pengambilan keputusan ini diambil berdasarkan kesan umum, intuisi,

maupun perasaan. Pengambilan keputusan seperti ini bisa terjadi pada

produk yang belum dikenal atau tidak sempat dievaluasi oleh

konsumen.

Page 28: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Merek (Brandlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2012-1-00415-MN BAB 2.pdf · percaya diri konsumen dalam mengambil kepastian pembelian, yang lebih

35

Peter & Donnely (2007, p41) mengemukakan bahwa pengambilan

keputusan konsumen itu disebabkan oleh beberapa pengaruh yaitu :

1) Pengaruh sosial (Social influences)

Dalam perilaku konsumen, budaya, kelas sosial, dan grup referensi dapat

mempengaruhi keputusan pembelian dan konsumsi. Yang dapat

mempengaruhi proses pembelian baik secara langsung ataupun tidak

langsung. Secara langsung, melalui komunikasi langsung antara individu

dan anggota sosial lain tentang keputusan tertentu. Secara tidak langsung,

melalui pengaruh sosial pada nilai dasar individu dan sikap yang berperan

penting bahwa grup bermain dalam struktur personal individu.

2) Pengaruh pemasaran (Marketing influences)

Strategi-strategi pemasaran yang sering didesain untuk mempengaruhi

pengambilan keputusan konsumen dan menentukan pertukaran keuntungan.

Setiap elemen dari bauran pemasaran (produk, harga, promosi, dan

distribusi) dapat mempengaruhi konsumen dalam berbagai cara.

3) Pengaruh situasional (Situational influences)

Pengaruh situasional dapat didefinisikan sebagai semua faktor tertentu pada

suatu waktu dan tempat dari pengamatan yang mampu dibuktikan dan

sistematik mempengaruhi perilaku saat ini. Dalam situasi pembelian, ada

lima kelompok pengaruh situasional yang teridentifikasi, yakni fitur fisik,

fitur sosial, waktu, fitur tugas, dan kondisi saat ini. Pengaruh ini

dipersepsikan secara sadar dan mungkin telah cukup berefek pada pemilihan

merek dan produk.

Page 29: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Merek (Brandlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2012-1-00415-MN BAB 2.pdf · percaya diri konsumen dalam mengambil kepastian pembelian, yang lebih

36

4) Pengaruh psikologis (Psychological influences)

Informasi dari pengaruh sosial, pemasaran, dan situational mempengaruhi

apa yang konsumen pikirkan dan raskan tentang produk dan merek tertentu.

Bahwa, terdapat faktor psikologis yang mempengaruhi bagaimana informasi

diinterpretasikan dan digunakan dan bagaimana itu berdampak pada proses

pengambilan keputusan konsumen. Ada dua hal penting dalam faktor

psikologis yaitu pengetahuan produk (product knowledge) dan keterlibatan

produk (product involvement). Pengetahuan produk yang mengacu pada

seberapa banyak informasi yang ada dalam ingatan seorang konsumen

tentang kelas-kelas produk tertentu, bentuk produk, merek, model, dan cara

membeli produk tersebut. Sedangkan, keterlibatan produk mengacu pada

persepsi seorang konsumen pentingnya atau relevansi personal dari sebuah

produk.

Gambaran pengaruh pada proses pengambilan keputusan konsumen

dapat dilihat pada gambar 2.5 berikut:

Sumber : Peter & Donnely (2007, p41)

Gambar 2.5 Gambaran Proses Pembelian

Social influences Marketing influences

Psychological influences

Consumer decision making

Situational influences

Page 30: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Merek (Brandlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2012-1-00415-MN BAB 2.pdf · percaya diri konsumen dalam mengambil kepastian pembelian, yang lebih

37

2.4.2 Peran dalam Keputusan Pembelian

Peran keputusan pembelian merupakan hal yang penting bagi pembeli

dan penjual (perusahaan) itu sendiri. Bagi perusahaan adalah penting untuk

mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku pembelian, namun

terdapat hal lain yang harus juga diperhatikan perusahaan, yaitu pemegang

peranan dalam pembelian dan keputusan untuk membeli. Terdapat lima peran

yang terjadi dalam keputusan pembelian yang dijelaskan oleh Simamora (2004,

p15) yakni:

1) Pemrakarsa (initiator): orang yang pertama kali menyarankan membeli

suatu produk atau jasa tertentu.

2) Pemberi pengaruh (influencer): orang yang pandangan/nasehatnya memberi

bobot dalam pengambilan keputusan terakhir.

3) Pengambil keputusan (decider): orang yang sangat menentukan sebagian

atau keseluruhan keputusan pembelian, apakah membeli, apa yang dibeli,

kapan hendak membeli, dengan bagaimana cara membeli, dan dimana akan

membeli.

4) Pembeli (buyer): orang yang melakukan pembelian nyata.

5) Pemakai (user): orang yang mengkonsumsi atau menggunakan produk atau

jasa.

2.4.3 Perilaku Pembelian

Menurut Asosiasi pemasaran Amerika (Peter, J. Paul & Olson, Jerry C.,

2005) menyatakan bahwa definisi perilaku konsumen sebagai interaksi yang

Page 31: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Merek (Brandlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2012-1-00415-MN BAB 2.pdf · percaya diri konsumen dalam mengambil kepastian pembelian, yang lebih

38

dinamis antara rasa ingin tahu dan rasa suka, tingkah laku, dan lingkungan

yang akan mempengaruhi perubahan aspek-aspek dalam kehidupan seseorang.

Dengan kata lain, perilaku konsumen meliputi pengalaman yang dirasakan

maupun pemikiran seseorang dan tingkah laku yang ditunjukkan dalam proses

konsumsi.

Perilaku Konsumen menurut Schiffman & Kanuk (2004, p8) adalah

perilaku yang ditunjukkan konsumen dalam pencarian akan pembelian,

penggunaan, pengevaluasian, dan penggantian produk dan jasa yang

diharapkan dapat memuaskan kebutuhan konsumen.

Beberapa faktor yang mempengaruhi perilaku konsumen adalah :

1) Faktor Sosial

a) Group

Sikap dan perilaku seseorang dipengaruhi oleh banyak grup kecil.

Kelompok dimana orang tersebut berada yang mempunyai pengaruh

langsung disebut membership group. Membership group terdiri dari dua,

meliputi primary groups (keluarga, teman, tetangga, dan rekan kerja) dan

secondary group yang lebih formal dan memiliki interaksi rutin yang

sedikit (kelompok keagamaan, perkumpulan profesional dan serikat

dagang). (Kotler, Bowen, Makens, 2003, pp. 203-204).

b) Family Influence

Keluarga memberikan pengaruh yang besar dalam perilaku pembelian.

Para pelaku pasar telah memeriksa peran dan pengaruh suami, istri, dan

anak dalam pembelian produk dan servis yang berbeda. Anak-anak

Page 32: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Merek (Brandlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2012-1-00415-MN BAB 2.pdf · percaya diri konsumen dalam mengambil kepastian pembelian, yang lebih

39

sebagai contoh, memberikan pengaruh yang besar dalam keputusan yang

melibatkan pemilihan restoran fast food. (Kotler, Bowen, Makens, 2003,

p.204).

c) Roles and Status

Seseorang memiliki beberapa kelompok seperti keluarga, perkumpulan-

perkumpulan, organisasi. Sebuah role terdiri dari aktivitas yang

diharapkan pada seseorang untuk dilakukan sesuai dengan orang-orang di

sekitarnya. Tiap peran membawa sebuah status yang merefleksikan

penghargaan umum yang diberikan oleh masyarakat (Kotler &

Amstrong, 2006, p.135).

2) Faktor Personal

a) Economic Situation

Keadaan ekonomi seseorang akan mempengaruhi pilihan produk,

contohnya rolex diposisikan konsumen kelas atas sedangkan timex

dimaksudkan untuk konsumen menengah. Situasi ekonomi seseorang

amat sangat mempengaruhi pemilihan produk dan keputusan pembelian

pada suatu produk tertentu (Kotler & Amstrong, 2006, p.137).

b) Lifestyle

Pola kehidupan seseorang yang diekspresikan dalam aktivitas,

ketertarikan, dan opini orang tersebut. Orang-orang yang datang dari

kebudayaan, kelas sosial, dan pekerjaan yang sama mungkin saja

mempunyai gaya hidup yang berbeda (Kotler & Amstrong, 2006, p.138)

c) Personality and Self Concept

Page 33: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Merek (Brandlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2012-1-00415-MN BAB 2.pdf · percaya diri konsumen dalam mengambil kepastian pembelian, yang lebih

40

Personality adalah karakteristik unik dari psikologi yang memimpin

kepada kestabilan dan respon terus menerus terhadap lingkungan orang

itu sendiri, contohnya orang yang percaya diri, dominan, suka

bersosialisasi, otonomi, defensif, mudah beradaptasi, agresif (Kotler &

Amstrong, 2006, p.140). Tiap orang memiliki gambaran diri yang

kompleks, dan perilaku seseorang cenderung konsisten dengan konsep

diri tersebut (Kotler, Bowen, Makens, 2003, p.212).

d) Age and Life Cycle Stage

Orang-orang merubah barang dan jasa yang dibeli seiring dengan siklus

kehidupannya. Rasa makanan, baju-baju, perabot, dan rekreasi seringkali

berhubungan dengan umur, membeli juga dibentuk oleh family life cycle.

Faktor-faktor penting yang berhubungan dengan umur sering

diperhatikan oleh para pelaku pasar. Ini mungkin dikarenakan oleh

perbedaan yang besar dalam umur antara orang-orang yang menentukan

strategi marketing dan orang-orang yang membeli produk atau servis.

(Kotler, Bowen, Makens, 2003, pp.205-206)

e) Occupation

Pekerjaan seseorang mempengaruhi barang dan jasa yang dibeli.

Contohnya, pekerja konstruksi sering membeli makan siang dari catering

yang datang ke tempat kerja. Bisnis eksekutif, membeli makan siang dari

full service restoran, sedangkan pekerja kantor membawa makan

siangnya dari rumah atau membeli dari restoran cepat saji terdekat

(Kotler, Bowen, Makens, 2003, p. 207).

Page 34: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Merek (Brandlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2012-1-00415-MN BAB 2.pdf · percaya diri konsumen dalam mengambil kepastian pembelian, yang lebih

41

3) Faktor Psychological

a) Motivation

Kebutuhan yang mendesak untuk mengarahkan seseorang untuk mencari

kepuasan dari kebutuhan. Berdasarkan teori Maslow, seseorang

dikendalikan oleh suatu kebutuhan pada suatu waktu. Kebutuhan

manusia diatur menurut sebuah hierarki, dari yang paling mendesak

sampai paling tidak mendesak (kebutuhan psikologikal, keamanan,

sosial, harga diri, pengaktualisasian diri). Ketika kebutuhan yang paling

mendesak itu sudah terpuaskan, kebutuhan tersebut berhenti menjadi

motivator, dan orang tersebut akan kemudian mencoba untuk memuaskan

kebutuhan paling penting berikutnya (Kotler, Bowen, Makens, 2003,

p.214).

b) Perception

Persepsi adalah proses dimana seseorang memilih, mengorganisasi, dan

menerjemahkan informasi untuk membentuk sebuah gambaran yang

berarti dari dunia. Orang dapat membentuk berbagai macam persepsi

yang berbeda dari rangsangan yang sama (Kotler, Bowen, Makens, 2003,

p.215).

c) Learning

Pembelajaran adalah suatu proses, yang selalu berkembang dan berubah

sebagai hasil dari informasi terbaru yang diterima (mungkin didapatkan

dari membaca, diskusi, observasi, berpikir) atau dari pengalaman

sesungguhnya, baik informasi terbaru yang diterima maupun pengalaman

Page 35: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Merek (Brandlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2012-1-00415-MN BAB 2.pdf · percaya diri konsumen dalam mengambil kepastian pembelian, yang lebih

42

pribadi bertindak sebagai feedback bagi individu dan menyediakan dasar

bagi perilaku masa depan dalam situasi yang sama (Schiffman, Kanuk,

2004, p.207).

d) Beliefs and Attitude

Beliefs adalah pemikiran deskriptif bahwa seseorang mempercayai

sesuatu. Beliefs dapat didasarkan pada pengetahuan asli, opini, dan iman

(Kotler, Amstrong, 2006, p.144). Sedangkan attitudes adalah evaluasi,

perasaan suka atau tidak suka, dan kecenderungan yang relatif konsisten

dari seseorang pada sebuah obyek atau ide (Kotler & Amstrong, 2006,

p.145).

4) Faktor Cultural

Nilai-nilai dasar, persepsi, keinginan, dan perilaku yang dipelajari seseorang

melalui keluarga dan lembaga penting lainnya (Kotler & Amstrong, 2006,

p.129). Penentu paling dasar dari keinginan dan perilaku seseorang. Culture,

mengkompromikan nilai-nilai dasar, persepsi, keinginan, dan perilaku yang

dipelajari seseorang secara terus-menerus dalam sebuah lingkungan.

(Kotler, Bowen, Makens, 2003, pp.201-202).

a) Subculture

Sekelompok orang yang berbagi sistem nilai berdasarkan persamaan

pengalaman hidup dan keadaan, seperti kebangsaan, agama, dan daerah

(Kotler & Amstrong, 2006, p.130). Meskipun konsumen pada negara

yang berbeda mempunyai suatu kesamaan, nilai, sikap, dan perilakunya

Page 36: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Merek (Brandlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2012-1-00415-MN BAB 2.pdf · percaya diri konsumen dalam mengambil kepastian pembelian, yang lebih

43

seringkali berbeda secara dramatis. (Kotler, Bowen, Makens, 2003,

p.202).

b) Social Class

Pengelompokkan individu berdasarkan kesamaan nilai, minat, dan

perilaku. Kelompok sosial tidak hanya ditentukan oleh satu faktor saja

misalnya pendapatan, tetapi ditentukan juga oleh pekerjaan, pendidikan,

kekayaan, dan lainnya (Kotler & Amstrong, 2006, p.132).

Pengambilan keputusan konsumen berbeda-beda, tergantung pada jenis

keputusan pembelian. Ahli pemasaran Henry Assael, membedakan empat jenis

perilaku pembelian konsumen berdasarkan tingkat keterlibatan pembelian dan

tingkat perbedaan antar merek yang dikutip dari Kotler & Amstrong (2010,

p176) sebagai berikut:

1) Perilaku pembelian yang rumit

Konsumen terlibat dalam perilaku pembelian yang rumit bila mereka sangat

terlibat dalam pembelian dan sadar akan adanya perbedaan besar antar

merek. Perilaku pembelian yang rumit itu lazim terjadi bila produknya

mahal, jarang dibeli, berisiko, dan sangat mengekspresikan diri, seperti

mobil.

2) Perilaku pembelian pengurang ketidaknyamanan

Dalam kasus ini konsumen akan berbelanja dengan berkeliling untuk

mempelajari merek yang tersedia. Jika konsumen menemukan perbedaan

mutu antar merek, mungkin mereka akan memilih harga yang lebih tinggi.

Jika konsumen menemukan perbedaan kecil, mereka mungkin akan

Page 37: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Merek (Brandlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2012-1-00415-MN BAB 2.pdf · percaya diri konsumen dalam mengambil kepastian pembelian, yang lebih

44

membeli, semata-mata berdasarkan harga dan kenyamanan. Setelah

pembelian tersebut, konsumen mungkin mengalami ketidaknyamanan yang

muncul karena adanya fitur yang tidak mengenakkan atau mendengar kabar

yang menyenangkan tentang merek lain. Disini fungsi pemasar sangat

diperlukan untuk meyakinkan konsumen agar konsumen merasa yakin dan

benar dengan pilihannya.

3) Perilaku pembelian karena kebiasaan

Banyak produk yang dibeli pada kondisi rendahnya keterlibatan konsumen

dan tidak adanya perbedaan antar merek yang signifikan.

4) Perilaku pembelian yang mencari variasi

Beberapa situasi pembelian ditandai oleh keterlibatan konsumen yang

rendah tetapi perbedaan antar merek yang signifikan. Dalam situasi ini,

konsumen sering melakukan peralihan merek. Peran pemasar sangat

diperlukan, untuk mencari tahu sesuatu yang berbeda dari produk lain yang

diinginkan oleh para konsumen.

Empat jenis perilaku pembelian ini dapat di lihat dalam tabel 2.1 berikut:

Tabel 2.1 Empat Jenis Perilaku Pembeli

Keterlibatan Tinggi Keterlibatan Rendah

Perbedaan Besar antar

Merek

Perilaku pembelian yang rumit Perilaku pembelian yang

mencari variasi

Perbedaan Kecil Antar

Merek

Perilaku pembelian yang

mengurangi ketidaknyamanan

Perilaku pembelian yang

rutin/biasa

Sumber : Kotler & Amstrong (2010, p176)

Page 38: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Merek (Brandlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2012-1-00415-MN BAB 2.pdf · percaya diri konsumen dalam mengambil kepastian pembelian, yang lebih

45

2.4.4 Tahap-Tahap Proses Pengambilan Keputusan

Menurut Schiffman & Kanuk (2004, p.547), keputusan untuk membeli

dapat mengarah kepada bagaimana proses dalam pengambilan keputusan

tersebut itu dilakukan. Bentuk proses pengambilan keputusan tersebut dapat

digolongkan sebagai berikut:

1) Fully Planned Purchase, baik produk dan merek sudah dipilih

sebelumnya. Biasanya terjadi ketika keterlibatan dengan produk tinggi

(barang otomotif) namun bisa juga terjadi dengan keterlibatan pembelian

yang rendah (kebutuhan rumah tangga). Planned purchase dapat dialihkan

dengan taktik marketing misalnya pengurangan harga, kupon, atau

aktivitas promosi lainnya.

2) Partially Planned Purchase, bermaksud untuk membeli produk yang

sudah ada tetapi pemilihan merek ditunda sampai saat pembelajaran.

Keputusan akhir dapat dipengaruhi oleh harga diskon, atau display produk.

3) Unplanned Purchase, baik produk dan merek dipilih di tempat pembelian.

Konsumen sering memanfaatkan katalog dan produk pajangan sebagai

pengganti daftar belanja. Dengan kata lain, sebuah pajangan dapat

mengingatkan sesorang akan kebutuhan dan memicu pembelian.

Menurut Kotler & Amstrong (2010, p178) ada lima tahap dalam proses

pembelian konsumen yaitu:

1) Pengenalan masalah

Page 39: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Merek (Brandlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2012-1-00415-MN BAB 2.pdf · percaya diri konsumen dalam mengambil kepastian pembelian, yang lebih

46

Proses pembelian dimulai saat pembeli mengenali sebuah masalah atau

kebutuhan. Kebutuhan tersebut dapat dicetuskan oleh rangsangan internal

atau eksternal.

2) Pencarian informasi

Konsumen yang tergugah kebutuhannya, akan terdorong untuk mencari

informasi yang lebih banyak. Tantangan bagi marketer adalah mengenali

sumber informasi yang paling berpengaruh.

3) Evaluasi alternatif

Mengevaluasi berbagai alternatif yang ada dalam konteks kepercayaan

utama tentang konsekuensi yang relevan dan mengkombinasikan

pengetahuan tersebut untuk membuat keputusan.

4) Keputusan pembelian

Calon pembeli menentukan apa dan dimana produk pilihan mereka akan

dibeli. Marketer harus menyediakan jalan paling mudah bagi calon pembeli

untuk mendapatkan produk yang mereka inginkan. Misalnya, produk sudah

disalurkan hingga ke pengecer-pengecer kecil sekalipun sehingga dapat

menjangkau para calon pelanggan.

5) Perilaku pasca pembelian

Dalam perilaku pasca pembelian, hanya ada tiga kemungkinan, yaitu:

- Performa produk/jasa sama dengan ekspektasi.

- Performa produk/jasa lebih rendah dari ekspektasi.

- Performa produk/jasa lebih tinggi dari ekspektasi.

Page 40: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Merek (Brandlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2012-1-00415-MN BAB 2.pdf · percaya diri konsumen dalam mengambil kepastian pembelian, yang lebih

47

Proses pembelian dimulai jauh sebelum pembelian aktual dilakukan dan

memiliki dampak yang lama setelah itu. Proses tersebut dapat dipahami

melalui gambar 2.6 berikut :

Sumber : Kotler & Amstrong (2010, p177)

Gambar 2.6 Tahap Proses Pengambilan Keputusan

Menurut Comegys, et.al. (2006, p337) mengemukakan bahwa model

lima tahapan proses keputusan pembelian adalah sebuah alat yang berguna bagi

para pemasar untuk mendapatkan pemahaman yang lebih baik mengenai

pelanggan dan perilaku pelanggan tersebut. Ide dari model adalah ketika

seorang pelanggan membeli sebuah item, peristiwa pembelian adalah sebuah

proses pergerakan ke depan, yang mana jauh dimulai sebelum pembelian

aktual dan kelanjutannya bahkan setelah pembelian dilakukan.

Menurut Ma’ruf (2006, pp61-62), dalam membeli barang atau jasa,

seorang konsumen akan melalui tiga proses keputusan pembelian, yaitu:

1) Proses keputusan yang panjang (extended decision making)

Pencarian Informasi

Pengenalan Masalah

Evaluasi Alternatif

Keputusan Membeli

Perilaku Pasca Pembelian

Page 41: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Merek (Brandlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2012-1-00415-MN BAB 2.pdf · percaya diri konsumen dalam mengambil kepastian pembelian, yang lebih

48

Proses keputusan yang panjang ini biasanya terjadi untuk barang durable

seperti (rumah, lahan, mobil). Proses tersebut adalah stimulus kebutuhan

mencari informasi evaluasi transaksi perilaku pasca pembelian.

Dimana pengertian stimulus adalah situasi yang menyebabkan munculnya

kebutuhan dalam diri konsumen.

2) Proses keputusan terbatas (limited decision making)

Proses keputusan terbatas sebenarnya hampir sama dengan proses diatas,

tetapi terjadi secara lebih cepat dan kadang meloncati tahapan-tahapan.

Proses keputusan terbatas ini biasanya untuk barang seperti pakaian, hadiah,

mobil kedua, dan tempat wisata.

3) Proses keputusan pembelian rutin (routine decision making)

Keputusan pembelian ini terjadi secara kebiasaan sehingga proses

pembelian sangat singkat. Begitu dirasa ada kebutuhan, langsung dilakukan

pembelian.

2.5 Hubungan Antar Variabel Customer-Based Brand Equity, Variabel

Keputusan Pembelian, dan Variabel Loyalitas Merek

• Customer-Based Brand Equity dan Keputusan Pembelian

Kekuatan sebuah merek terletak pada apa yang dipelajari, dirasakan,

dilihat dan didengarkan konsumen tentang merek tersebut sebagai hasil

pengalamannya dari sepanjang waktu (Keller, 2001). Dengan adanya

ekuitas merek berbasis konsumen (customer-based brand equity) mampu

meningkatkan pengambilan keputusan pembelian konsumen pada merek

Page 42: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Merek (Brandlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2012-1-00415-MN BAB 2.pdf · percaya diri konsumen dalam mengambil kepastian pembelian, yang lebih

49

tersebut. Proses pengambilan keputusan pembelian menurut Kotler (2005,

p224), yakni dimulai dari pengenalan masalah atau kebutuhan yang paling

dasar sampai dengan perilaku pasca pembelian sebagai proses yang dilalui

oleh seorang konsumen dalam pembuatan keputusan membeli. Melalui

customer-based brand equity, intensitas atau kekuatan ikatan psikologis

antara pelanggan dan merek menjadi lebih baik. Bila ekuitas merek

perusahaan dikembangkan sesuai dengan apa yang diharapkan konsumen

maka dapat mempengaruhi keputusan pembelian konsumen tersebut. Leon

Schiffman dan Leslie Lazar Kanuk (2004:6) mengemukan bahwa: “studi

perilaku konsumen terpusat pada cara individu mengambil keputusan

untuk memanfaatkan sumber daya mereka yang tersedia (waktu, uang,

usaha) guna membeli barang-barang yang berhubungan dengan

konsumsi”.

Oleh karena itu, perusahaan harus lebih cekatan dalam menanggapi

apa yang menjadi perhatian konsumen dengan menciptakan ekuitas merek

berbasis pelanggan (customer-based brand equity) yang dibutuhkan.

Beberapa hal di atas ingin mengatakan bahwa adanya hubungan kausalitas

antara customer-based brand equity dengan keputusan pembelian.

• Customer-Based Brand Equity dan Loyalitas Merek

Seperti yang sudah diulas sebelumnya pada sub-bab 2.3, tingkat

elemen-elemen ekuitas merek berbasis pelanggan (customer-based brand

equity) sangat erat kaitannya dengan persepsi konsumen terhadap brand.

Hal senada juga diyakini oleh Durianto, et.al. (2004, p2), yang menyatakan

Page 43: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Merek (Brandlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2012-1-00415-MN BAB 2.pdf · percaya diri konsumen dalam mengambil kepastian pembelian, yang lebih

50

bahwa salah satu peranan dan kegunaan merek ialah sebuah merek mampu

menciptakan interaksi dengan konsumen. Dengan kata lain, semakin

kokoh ikon itu berdiri, semakin kokoh pula interaksi antara ikon dengan

konsumen sehingga terbentuklah asosiasi merek yang memiliki kualitas

dan kuantitas yang kuat di benak konsumen. Lanjut Beliau, brand loyalty

termasuk kategori ekuitas merek yang berperan meningkatkan penjualan

karena bisa menciptakan loyalitas konsumen.

Sedangkan menurut Giddens (2002), para konsumen yang loyal akan

proaktif mengikuti informasi-informasi terbaru yang berkaitan dengan

merek tersebut. Yang dapat mengembangkan hubungan interaksi dengan

merek yang bersangkutan sehingga perusahaan dapat meningkatkan

loyalitas merek dan menguasai pangsa pasar. Situasi saat ini, permintaan

pasar telah mendorong perusahaan untuk menyediakan produk yang sesuai

dengan harapan konsumen. Hal ini berarti bahwa terjadi kausalitas antara

customer-based brand equity dengan brand loyalty.

• Keputusan Pembelian dan Loyalitas Merek

Menurut Tjiptono (2005, p387) mengemukakan bahwa loyalitas

merek adalah komitmen yang dipegang teguh untuk membeli ulang atau

berlangganan dengan produk atau jasa yang disukai secara konsisten

dimasa mendatang, sehingga menimbulkan pembelian merek yang sama

secara berulang meskipun pengaruh situasional dan upaya pemasaran

berpotensi menyebabkan perilaku beralih merek. Dengan demikian berarti

bahwa brand loyalty mengakibatkan keputusan pembelian bila dijelaskan

Page 44: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Merek (Brandlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2012-1-00415-MN BAB 2.pdf · percaya diri konsumen dalam mengambil kepastian pembelian, yang lebih

51

dalam teori Lau dan Lee (2001, p46) pada jurnalnya yang berjudul

"Consumers Trust in a Brand and the Link in Brand Loyalty" dan teori

yang dikemukakan Tjiptono (2005, p387). Berarti bahwa terjadi kausalitas

antara brand loyalty dengan keputusan pembelian.

2.6 Kerangka Pemikiran

Sumber : Penulis

Gambar 2.7 Kerangka Pemikiran

2.6 Hipotesis

Berdasarkan pada latar belakang, perumusan masalah dan tujuan penelitian

serta uraian diatas, maka didapatkan suatu hipotesis sebagai berikut :

1) Ada pengaruh yang positif dan signifikan variabel customer-based brand

equity terhadap keputusan pembelian produk Joy Green Tea.

2) Ada pengaruh yang positif dan signifikan variabel customer-based brand

equity terhadap loyalitas merek pada produk Joy Green Tea.

Customer-Based Brand

Equity (X)

Keputusan Membeli

(Y)

Loyalitas Merek

(Z)

Salience

Performance

Imagery

Judgement

Feelings

Resonance

Pengenalan Kebutuhan

Pencarian Informasi

Evaluasi Alternatif

Keputusan Membeli

Pasca Pembelian

Switcher

Habitual Buyer

Satisfied Buyer

Liking the Brand

Comitted Buyer

Page 45: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Merek (Brandlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2012-1-00415-MN BAB 2.pdf · percaya diri konsumen dalam mengambil kepastian pembelian, yang lebih

52

3) Ada pengaruh yang positif dan signifikan variabel keputusan pembelian

terhadap loyalitas merek pada produk Joy Green Tea.

4) Ada pengaruh yang positif dan signifikan variabel customer-based brand

equity dan keputusan pembelian secara simultan terhadap loyalitas merek

pada produk Joy Green Tea.