bab ii kajian pustaka 2.1 media pembelajaraneprints.umm.ac.id/40834/3/bab ii.pdf · 2018. 11....
TRANSCRIPT
9
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Media Pembelajaran
Media pembelajaran adalah perantara ilmu antara pendidik dan
peserta didik yang memudahkan proses pembelajaran dalam suatu kelas.
Media berasal dari bahasa Latin, yaitu segala yang membawa informasi dari
sumber menuju ke penerima. Seperti yang dikatakan oleh Syahrudin (2016)
mengatakan bahwa media merupakan piranti bantu yang dimanfaatkan sebagai
sarana komunikasi guna penyampaian pesan. Penggunaan media hendaknya
memperhatikan beberapa tingkat perkembangan peserta didik dan tujuan
pembelajaran. Adapun juga Kharisma, Kurniawan, & Wijaya (2015) media
pembelajaran secara garis besar adalah perangkat pendukung dalam langkah-
langkah pembelajaran. Sebuah media pembelajaran harus mendukung model,
strategi, metode pembelajaran. Karena komponen-komponen tersebut saling
mendukung untuk mewujudkan pembelajaran yang baik. Penggunaan media
erat kaitannya dengan beberapa teori komunikasi dan belajar.
Teori kerucut Dale menunjukkan bahwa masing-masing
pemahaman peserta didik mulai dari konkret menuju ke abstrak. Pengalaman
peserta didik bermula dari 1) pengalaman langsung; 2) pengamat pengalaman
langsung; 3) pengamat pengalaman langsung yang disampaikan melalui
perantara; dan 4) simbol sebagai perwakilan dari pengalaman langsung yang
diamati peserta didik. Pemanfaatan pembelajaran yang lebih abstrak bagi
peserta didik membuat pemahamannya kian konkret terhadap pemaknaan
10
representasi realita yang lebih abstrak. Seperti yang dikatakan Molenda (2003)
mengatakan bahwa kerucut pengalaman merupakan penggambaran sistem
pengelompokkan Dale terhadap macam-macam pengalaman pembelajaran
dengan media, yang ditunjukkan pengalaman paling konkret (dasar kerucut)
sampai pengalaman paling abstrak (puncak kerucut). Perpindahan pengalaman
belajar dalam masing-masing tahapan akan membuat alokasi waktu semakin
bertambah singkat (Smaldino, Lowther, & Russsell, 2011). Seperti
pengamatan mengenai contoh arsitektur dalam bangun ruang sisi datar, yaitu
piramida di Mesir membutuhkan waktu lama apabila peserta didik
mengunjungi situs tersebut, dibanding memaparkan video mengenai gambar
piramida itu sendiri.
Penggunaan media juga ditinjau dengan teori belajar Thorndike.
Teori tersebut menghasilkan hukum-hukum yang dipengaruhi oleh rangsangan
dan tanggapan (stimulus and respon), yaitu 1) hukum akibat, hasil tanggapan
yang ditimbulkan oleh keadaan perasaan peserta didik seperti riang atau sedih;
2) hukum latihan atau pengulangan, kumpulan rangsangan yang diulang
dengan intensitas sering mengakibatkan tanggapan peserta didik yang baik dan
daya ingat kuat; dan 3) hukum tanggapan berganda, tindakan coba-coba yang
dilakukan untuk menemukan tanggapan. Motivasi dan kesiapan mental
merupakan unsur yang membangun hukum-hukum tersebut. Seorang pendidik
hendaknya memperhatikan hal-hal tersebut dalam merancang pendayagunaan
media (Sudjana & Ahmad, 2007). Teori komunikasi juga menjadi acuan
pengggunaan media. Komunikasi antara pendidik dan peserta didik adalah hal
wajar untuk membuat pembelajaran yang baik. Beberapa kategori atau unsur
11
mengenai komunikasi dibagi menjadi tiga, yaitu encoder, sign/signal, dan
decoder. Encoder diibaratkan sebagai pengirim pesan atau informasi, yaitu
pendidik. Pendidik harus memberikan informasi secara tepat dan cepat, agar
dapat dipahami oleh decoder. Pengertian sebenarnya mengenai encoder ialah
penyandi, sebab mereka menyampaikan bentuk pesan atau materi melalui
sandi atau kode. Sebagai contoh, materi pelajaran disampaikan melalui bentuk
bahasa lisan dan tulisan yang mewakili simbol perkataan dan gambar sebagai
simbol visual. Bentuk bahasa tulisan, lisan, gambar, begitu juga dengan
diagram, rekaman yang dipakai oleh pendidik adalah lambang itu sendiri.
Sedangkan sign/signal adalah pesan yang diberikan kepada decoder guna
mendapatkan informasi atau pesan. Decoder merupakan pihak penerima pesan,
yaitu peserta didik. Secara harfiah, pengertian decoder adalah pemecah sandi.
Penyampaian sandi atau lambang yang mewakili pesan atau informasi harus
dipahami, diperhatikan, dipecahkan maknanya. Apabila seorang pendidik
dapat membuat pemahaman yang jelas dari materi yang abstrak dan
mendorong terjadinya interaksi tanya jawab yang intens, maka dikatakan
tujuan komunikasi telah berjalan.
Perkembangan media pada era ini sangat berkembang pesat
berdasarkan jenis-jenisnya dikarenakan perkembangan teknologi. Mulai dari
zaman dahulu yang hanya menggunakan media berupa buku dan tulisan
hingga proyektor dan website pada zaman sekarang. Adapun beberapa jenis
media yang digunakan sampai saat ini adalah alat manipulasi, media cetak,
audio, video, komputer, dan sebagainya. Berdasarkan Naz & Akbar (2010)
mengatakan macam-macam media pembelajaran dapat dibagi menjadi tujuh,
12
yaitu media grafik, media cetak, fotografis, audio, video, komputer, dan
simulasi atau permainan. Sejalan juga dengan Sadiman (2010) berpendapat
bahwa media pembelajaran dikelompokkan menjadi tiga yaitu, media audio,
media visual, dan audio-visual. Hal tersebut diwujudkan dengan adanya
format media. Format media merupakan bentuk nyata sebuah media, misal
media grafik (poster), video (DVD), audio (CD), dan sebagainya.
Media mempunyai peran yang utama dalam pelaksanaan
pembelajaran. Terdapat beberapa peran media, yaitu sebagai penarik minat
belajar peserta didik, mengurangi kesalahpahaman dalam banyak pengartian
konsep pembelajaran, dan mengurangi kinerja pendidik dalam menyampaikan
ilmu. Seperti yang dikatakan oleh Haryanto (2015) media pembelajaran
mempunyai keuntungan; 1) media mendorong terciptanya emosi peserta didik;
2) perwujudan bahan pembelajaran lebih baku dan berarti; 3) model dan
metode pengajaran bertambah macamnya; dan 4) menaikkan kegiatan belajar.
Lebih lanjut dijelaskan oleh Arsyad (2013) pemanfaatan media pembelajaran
adalah sebagai berikut 1) penyajian materi dan informasi semakin baik dan
jelas yang berdampak menaikkan proses dan hasil belajar; 2) peserta didik
lebih terfokus konsentrasinya terhadap materi yang diajarkan sehingga
menyebabkan interaksi peserta didik dan lingkungannya berjalan intens; 3)
mengurangi keterbatasan berupa waktu, tempat, dan gaya belajar yang
berbeda-beda; dan 4) membawa peserta didik menuju pengalaman langsung.
Media perlu dibutuhkan pada setiap pembelajaran.
13
2.2 Website
Website merupakan perkembangan rekayasa perangkat lunak
dengan jutaan alamat situs yang berbagi file, seperti teks dan gambar yang
saling terhubung dengan internet dengan berbagai protokol-protokol yang
mendukung. Menurut Hartono (2014) halaman-halaman web yang tersimpan
dalam sebuah hosting atau web server yang dikunjungi lewat DNS (Domain
Name System). Lebih lanjut Darmawan (2014) website adalah himpunan besar
dari berbagai macam bentuk informasi dan dokumentasi yang tersimpan dalam
banyak server, dan berformat hypertext dengan menggunakan bahasa
pemrograman hypertext markup language (HTML). Akibat penggunaan HTML
memudahkan pemrogram menautkan berbagai macam jenis dokumen dalam
satu tempat dengan mudah. Kebanyakan website adalah kumpulan berbagai
jenis media, seperti audio, video, foto, grafis, dan sebagainya. Konten-konten
(isi) sebuah website menentukan jenis-jenis website, misal website pendidikan,
ekonomi, pariwisata, dan sebagainya. Website pendidikan dirasa penting dalam
pembelajaran peserta didik saat ini. Sejalan dengan Scanlon, Buckingham, &
Burn (2005) mengatakan bahwa website yang terdiri dari perangkat komputer,
atau laptop beserta internet memberikan potensi untuk mengajak dan
memotivasi peserta didik dalam berbagai cara belajar daripada metode
konvensional oleh pendidik. Selama beberapa tahun ke belakang website
diklaim membuat pembelajaran semakin menyenangkan. Adanya konten yang
baik adalah syarat utama di mana untuk menarik pengunjung. Seperti yang
dikatakan oleh Rosen & Purinton (2004) yang menyatakan bahwa konten web
adalah salah satu faktor yang mendukung kunjungan secara berulang, membuat
14
konten yang baik adalah cara yang efektif. Penggunaan media digital seperti
website kebanyakan ditunjukkan dengan mengakses versi demonstrasi maupun
tutorial.
Komponen ataupun konten harus dihubungkan terhadap kompetensi dan
relasi dalam pendidikan peserta didik. Berdasarkan Lunts (2003) menyatakan
bahwa hal-hal yang membuat konten-konten yang berhubungan adalah 1)
pergenalan seorang pendidik, informasi pendidik berperan penting dalam
membagikan keramahan dan ketertarikan sebagai kesan pertama dalam
pembuatan website, peserta didik akan merasa nyaman, karena berhubungan
dengan pendidiknya sendiri; 2) deskripsi kurikulum, website pendidikan saat
ini bertujuan dalam pemahaman konseptual, kemampuan pemecahan masalah,
dan pembelajaran kooperatif, bukan sekadar mengingat dan mengulang.
seorang pendidik harus mampu menyajikan daftar topik bahasan materi yang
sesuai dan tujuan pembelajaran dengan baik; 3) akses yang bebas bagi peserta
didik, sebuah website harus dapat diakses di manapun dan kapanpun, sehingga
menampakkan kenyamanan dan dukungan penuh terhadap berbagai gaya
belajar peserta didik; 4) tampilan website, seorang pendidik harus mampu
membuat website dengan perencanaan desain yang kreatif. komponen-
komponen pembentuk kreativitas sebuah website, yaitu font, background,
gambar berwarna, animasi, video, suara dan sebagainya; 5) navigasi, tata letak
gambar dan tulisan harus seimbang dan teratur, sehingga membuat peserta didik
lebih mudah untuk memahami maksud dari konten-konten yang ditampilkan;
dan 6) managemen website, penggunaan jangka panjang sebuah website harus
dijaga dan perlu komitemen tinggi untuk mengaturnya.
15
Website matematika yang baik, hendaknya menyesuaikan dengan
perkembangan kemampuan matematika peserta didik. Pemilihan media digital
website harus memenuhi beberapa kriteria mengenai materi matematika, yaitu
sebagai berikut, 1) media harus menyediakan pemaknaan yang jelas dan sama
bagi bermacam-macam latar belakang peserta didik; 2) media menyediakan
wadah perpindahan (transisi) dari materi dasar aritmatika menuju materi pra-
aljabar; dan 3) media mendorong peserta didik mengaplikasikan materi
matematika pada bidang lainnya, sosial, dan ilmu pengetahuan (Scruggs, 2007).
Menurut (In’am, 2017) menyatakan bahwa efektivitas sebuah media
pembelajaran dilihat dari tiga aspek, yaitu hasil belajar peserta didik, aktivitas
peserta didik, dan respon peserta didik. Hasil belajar peserta didik akan
menunjukkan pencapaian individu dan kelas dalam penguasaan materi yang
diajarkan lewat media. Adapun alat pengukur tingkat pencapaian tersebut
adalah tes jenis uraian dan tes objektif. Seperti yang dikatakan oleh (Sudijono,
2011) menyampaikan bahwa tes uraian menampakkan pemahaman mengenai
konsep masing-masing individu terhadap materi media pembelajaran. Adapun
pemahaman yang baik, apabila peserta didik dapat menginterpretasikan
pertanyaan yang ada dengan cermat. Begitu juga dengan sebaliknya,
pemahaman yang kurang baik, akibat peserta didik tidak dapat mencermati
pertanyaan yang ada.
2.3 Flat Design
Secara harfiah, apabila dilihat dari penggunaan kata, flat berarti datar
maupun pipih dan design adalah desain, apabila digabungkan secara mudah flat
design dipahami sebagai desain datar/pipih. Flat design merupakan macam
16
desain yang diilhami oleh the swiss style atau international design di Swiss pada
dekade 1940-an hingga 1950-an yang muncul kembali tahun 2010-an, sampai
menjadi populer dalam lingkungan desain pada tahun 2013 (Anindita & Riyanti,
2016). Flat design adalah desain yang menekankan pada kesederhanaan
(minimalis) pada segi bentuk, bayangan, tulisan, dan warna. Lebih lanjut, flat
design adalah desain yang mempunyai karakteristik yang tentu minimalis,
berfokus pada penghilangan elemen tambahan, seperti bayangan, pencahayaan,
dan tekstur. Macam pemberian efek untuk menghasilkan hasil yang sangat
sederhana dan terlihat pipih pada layar dengan menggunakan warna yang cerah,
garis sederhana sebagai layout (Pratas, 2014). Jenis tampilan ini merupakan
pilihan yang tepat untuk diterapkan dalam tampilan antarmuka website, agar
semakin ramah pengguna (Fauzia, Agustin, Syaripudin, & Ichsani, 2016).
Pilihan penggunaan flat design menjadi tren bagi pengembang website saat ini.
Kebanyakan website pada lima tahun ini menggunakan desain berjenis flat
design yang bertujuan untuk mengefektifkan tampilan website yang terkesan
sederhana dan good looking. Flat design membawa pengunjung website untuk
mengakses ilustrasi-ilustrasi berbentuk ikon. Ikon-ikon tersebut bukan hanya
mengenai tulisan maupun warna yang sederhana, tetapi kemampuan desainer
untuk membawa pesan konten yang dimaksud kepada user (pengunjung
website) secara komunikatif dan sederhana. Karena desain yang sederhana,
membuat beberapa perusahaan teknologi, termasuk apple, google, facebook,
dan microsoft membuat ulang ikon-ikonnya.
17
Komponen-komponen flat design mengacu pada font, dan warna.
Penggunaan font dalam flat design seringkali mengambil keluarga sant-serif,
seperti proxima nova, future, lato, mont serrat, open sans, dan aller. Pemilihan
font-font tersebut mengacu pada konten-konten website yang akan dibuat.
Secara ideal, maksimal dua atau tiga jenis font yang digunakan untuk
kenyamanan tampilan. Selain itu, untuk warna dalam flat design kebanyakan
terlihat indah dan sederhana yang berorientasi pada gradasi dan tekstur. Ketika
warna flat design tampil, maka akan tercipta efek gradasi yang diakibatkan efek
LCD screen. Perlu mengetes kesesuaian warna, agar terlihat bagus.
2.4 Pemanfaatan Media Pembelajaran Website dengan Flat Design
Pemanfaatan berbagai macam media pembelajaran semakin gencar
dilakukan dekade ini. Pembelajaran media konvensional yang digunakan
sebelumnya perlahan tergeser dengan penggunaan media berbasis teknologi.
Perkembangan teknologi telah mendorong praktisi-praktisi pendidikan untuk
berkecimpung ke dalam dunia pengembangan media. Inovasi-inovasi
Gambar 2.1: Tampilan Grafik Flat Design
18
diciptakan guna memenuhi kebutuhan media pembelajaran yang efektif dan
mengakomodasi tujuan pembelajaran. Seperti yang dikatakan oleh Darmawan
(2014) teknologi pembelajaran menjadi pemecahan masalah pembelajaran
dengan membawa kemudahan model pembelajaran pada inovasi berbasis
teknologi informasi, yaitu pembelajaran dengan animasi, pembelajaran dengan
permainan (games), dan pembelajaran tutorial berbasis komputer. Bentuk
pembelajaran tutorial berbasis komputer diejawantahkan salah satunya lewat
sebuah website pendidikan. Pembelajaran menggunakan website pada intinya
adalah kesatuan kegiatan belajar yang dapat menggunakan berbagai akses
internet yang sesuai. Seperti yang dikatakan oleh Wena (2014) prinsip
pengaksesan website selain dihubungkan melalui internet, dapat juga
menggunakan akses wilayah lokal (LAN). Pemanfaatan media pembelajaran
website secara tidak langsung menggantikan pembelajaran konvensional
seluruhnya. Namun, sebagai fungsi penambah dan pelengkap pembelajaran.
Lebih lanjut Darmawan (2012) mengatakan bahwa sebagai penambah
pembelajaran (suplemen), agar dapat mempunyai peningkatan pengetahuan
maupun wawasan dan pelengkap pembelajaran (komplemen) guna penguatan
terhadap materi yang bersifat memperkaya atau mengulang materi yang telah
didapatkan dalam pembelajaran konvensional. Pencapaian fungsi-fungsi
tersebut dalam kemampuan peserta didik hendaknya didorong dan dianjurkan
juga oleh pendidik untuk mengakses media pembelajaran website secara
berkelanjutan.
19
Dorongan penggunaan website pembelajaran harus dilakukan
dengan menggunakan ajakan-ajakan yang bersifat persuasif, lewat segi
tampilan pengguna. Namun, banyak website pendidikan yang sedikit atau
bahkan kurang ramah tampilannya bagi pengguna. Apalagi kebanyakan
pengguna website pembelajaran adalah peserta didik itu sendiri. Pengalihan
desain tampilan website menjadi flat design menjadi solusi. Flat design
sekarang menjadi tren bagi kalangan generasi dekade ini. Jenis tampilan ini
akan membawa peserta didik merasa nyaman dan ramah dalam melihat website
yang ada.
2.5 Bangun Ruang Sisi Datar
Tabel 2.1: Kompetensi Dasar Bangun Ruang Sisi Datar
Kompetensi dasar
5.1 Mengidentifikasi sifat-sifat kubus, balok,
prisma, dan limas, serta bagian-bagiannya
5.2 Menghitung luas permukaan dan volume
kubus, balok, prisma, dan limas.
Bangun berwujud tiga dimensi yang dibatasi oleh bidang-bidang yang
berbentuk segi empat maupun segitiga, sebagai contoh adalah kubus, balok,
prisma, dan limas. Seperti juga dikatakan Priatna (2016) bangun ruang sisi
datar merupakan gabungan dari sejumlah daerah segi banyak, berupa segitiga,
segi empat, atau segi banyak. Daerah segi banyak dikatakan sebagai sisi
(bidang) sedemikian hingga perpotongannya adalah sebuah titik (titik sudut).
20
1. Kubus
Bangun ruang sisi datar yang dibatasi oleh 6 bidang sisi berbentuk persegi
yang kongruen, 12 rusuk, dan 8 titik sudut. Rusuk adalah perpotongan atau
pertemuan antarbidang pada suatu garis. Sedangkan, titik sudut merupakan
perpotongan atau pertemuan antarrusuk pada suatu titik. Kubus juga
memiliki beberapa unsur-unsur diagonal, berupa 12 diagonal sisi yang sama
panjang, 4 diagonal ruang yang sama panjang, dan 6 bidang diagonal yang
kongruen.
Gambar 2.2 : Bagan Keluarga Bangun Ruang Sisi Datar
21
Gambar 2.3: Bangun Kubus
Jaring-jaring kubus merupakan rangkaian enam buah persegi yang jika
dilipat-lipat menurut garis persekutuan dua persegi dapat membentuk kubus.
Adapun rumus volume, luas permukaan, dan panjang rusuk, sebagai berikut.
Misal V=volume, Lp=luas permukaan, dan r=rusuk
Rumus Volume 𝑉 = 𝑟 × 𝑟 × 𝑟
Rumus Luas Permukaan 𝐿𝑝 = 6 × 𝑟 × 𝑟
2. Balok
Bangun ruang sisi datar yang dibatasi oleh enam bidang sisi berbentuk
persegi panjang dengan 3 ukuran berbeda dengan masing-masing ukuran
sebanyak 2, 12 rusuk, dan 8 titik sudut. Rusuk adalah perpotongan atau
pertemuan antarbidang pada suatu garis. Sedangkan, titik sudut merupakan
perpotongan atau pertemuan antarrusuk pada suatu titik. Balok juga
mempunyai beberapa unsur diagonal, berupa 12 diagonal sisi (tiga ukuran
yang berbeda dengan masing-masing ukuran sebanyak empat), empat
diagonal ruang, dan enam bidang diagonal (tiga ukuran yang berbeda
dengan masing-masing ukuran sebanyak dua)
22
Jaring-jaring balok merupakan rangkaian enam buah persegi panjang yang
jika dilipat-lipat menurut garis persekutuan dua persegi panjang dapat
membentuk balok.
Rumus Volume Balok V = p × l × t
Rumus Luas Permukaan Balok Lp = 2{(p × l) + (l × t) + (p × t)}
Rumus panjang rusuk Pr = 4 (p + l + t)
Panjang rusuk merupakan jumlah panjang keseluruhan rusuk yang
membentuk kerangka sebuah bangun ruang.
3. Prisma
Bangun ruang yang dibatasi dengan dua bidang sisi alas yang berhadapan
dan kongruen serta bidang tegak yang berpotongan menurut rusuk-rusuk
yang sejajar. Penyebutan prisma bergantung pada alasnya. Jumlah sisi,
rusuk, dan titik sudut bergantung alas. Unsur-unsur tersebut dapat dihitung
menggunakan rumus S + T = R + 2 , dengan S = sisi, T =
titik sudut, dan R = rusuk. Sebuah prisma dikatakan tegak, apabila rusuk-
Gambar 2.4: Bangun Balok
23
rusuk tegaknya tegak lurus dengan alasnya. Alas suatu prisma biasanya
berbentuk, segitiga (segitiga sama sisi, sama kaki, sembarang, lancip, siku-
siku, tumpul), segi empat (persegi, persegi panjang, belah ketupat, jajar
genjang, trapesium, layang-layang), segi lima, segi enam, atau segi banyak
(segi-n).
Gambar 2.5: Bangun Prisma
Gambar 2.6: Pemberian Nama Prisma Bergantung pada Alasnya
Rumus Volume Prisma V = Luas alas × t,
Rumus Luas Permukaan Prisma Lp = 2 × Luas Alas +
Keliling alas × tinggi
4. Limas
Bangun ruang yang dibatasi bidang tegak berupa bangun datar segitiga dan
bidang alas berupa segi banyak yang bertemu pada titik puncak. Limas
merupakan bangun ruang sisi datar yang diselimuti oleh bidang datar
24
segitiga dengan satu titik persekutuan, yang disebut titik puncak. Sisi-sisi
penyusun limas disebut sisi limas. Pertemuan dua sisi pada suatu garis
dinamakan rusuk limas. Garis yang menghubungkan antara titik puncak dan
perpotongan diagonal-diagonal alas limas disebut sebagai tinggi (Sukino &
Simangunsong, 2007). Pemberian nama limas berdasarkan sisi alasnya.
Gambar 2.8: Pemberian Nama Limas Bergantung pada Alas
Rumus volume limas V =1
3 × Luas Alas × tinggi
Rumus luas Permukaan Limas Lp = Luas Alas + (n × Luas Sisi Tegak)
dengan n adalah banyaknya sisi tegak
Gambar 2.7: Bangun Limas
25
2.6 Pengembangan
Pengembangan adalah serangkaian kegiatan menghimpun, menyelidiki,
menganalisis, menyampaikan data secara bertahap dan teratur guna membuat
maupun memperbaharui produk dengan inovasi untuk menyelesaikan suatu
masalah. Menurut Sugiyono (2013) mengatakan metode penelitian dan
pengembangan merupakan jenis metode penelitian di mana suatu produk
diciptakan dan diuji keefektifannya. Sedangkan Sukmadinata (2008)
mengatakan penelitian dan pengembangan adalah pendekatan penelitian
mengenai produk baru yang diciptakan maupun disempurnakan. Beberapa
model-model pengembangan yang sering digunakan saat ini adalah 4D dan
ADDIE. Model 4D adalah singkatan dari define, design, develop, desiminate.
Sedangkan ADDIE merupakan singkatan dari analysis, design, development,
implementation, dan evaluation.
Model 4D diperkenalkan pada tahun 1974 oleh Sivaisalarn Thiagarajan,
Dorothy S. Semmel, Melvyn I. Semmel. Berdasarkan Thiagarajan, Semmel, &
Semmel (1974) menyatakan model 4D dibagi menjadi empat tahapan, yaitu define,
Define
Design
Develope
Desiminate
Gambar 2.9: Bagan Model Pengembangan 4D
26
design, develop, dan desiminate. Tahapan define, tahapan ini mempunyai tujuan
untuk menetapkan dan menentukan kebutuhan. Tahapan ini terdiri dari beberapa
fase, yaitu front-end analysis (analisis awal), learner analysis (analisis siswa), task
analysis (analisis materi), concept analysis, dan specifying instructional objectives.
Tahapan selanjutnya adalah design. Tahapan ini berguna dalam mendesain
prototype (rancangan) media. Design ini dapat dimulai setelah menentukan set of
behavioral for the instructional material. Fase-fase dalam tahapan design adalah
media selection, format selection, dan initial design. Hasil dalam dua tahapan
sebelumnya akan diujicobakan melalui tahapan develop. Tahapan develop dibagi
menjadi dua fase, yaitu expert appraisal dan developmental testing. Tahapan
terakhir adalah final packaging dan diffusion and adoption.
Berdasarkan Croxton & Chow (2015) menyatakan tahapan dalam model
ADDIE yaitu analysis, design, development, implementation, dan evaluation. Fase
analysis, fokus yang utama adalah testee (penguji coba), yaitu peserta didik dan
penentuan tentang lingkungan belajar, karakteristik peserta didik, waktu, dan tujuan
pendidikan antara peserta didik dan pendidik yang harus dipahami. Selama tahapan
design, pengembang harus menentukan materi yang sesuai, media yang tepat untuk
digunakan bersesuaian dengan materi. Hasil dalam tahapan analysis dan design
diwujudkan lewat tahapan development dengan mengkonstruksikan konten-konten
yang dapat mengirim pesan dari materi, dan mengecek dengan teliti sebelum pada
tahapan implementation. Tahapan implementation adalah tahapan di mana uji coba
dilakukan, pengembang, pendidik, dan peserta didik, harus bekerja sama dalam
menganalisis, mendesain kembali, dan mengevaluasi media. Tahapan terakhir
adalah evaluation, tahapan yang digunakan untuk mengevaluasi dampak terhadap
27
motivasi peserta didik dan membuat perubahan yang perlu untuk media tersebut.
Peneliti memilih model pengembangan ADDIE, dikarenakan tahapan-tahapan lebih
khusus terhadap kegiatan yang dilakukan.
2.7 Hasil penelitian yang relevan
1. Rasyidi (2014) meneliti mengenai pengembangan media pembelajaran
interaktif berbasis web menggunakan HTML, CSS, Macromedia Flash,
Coreldraw, dan Javascript serta efektivitas media. Jenis penelitian yang
digunakan adalah model pengembangan Research and Development (R &
D) dengan menggunakan siklus, yaitu (1) analisis kebutuhan; (2)
perancangan media; (3) pengembangan; (4) implementasi; (5) penilaian
(efektivitas). Materi yang disajikan dalam media berupa bahasan
matematika kelas VII Semester I himpunan, bilangan, segitiga, dan segi
empat. Adapun penilaian efektivitas media didasarkan pada lembar validasi
dan angket respon siswa. Lembar validasi memiliki presentasi kevalidan
media sebesar 37,5 % dan materi 48,15% pada siklus pertama, serta kategori
presentasi media valid dan materi sangat valid. Media website terdiri atas
bagian beranda, materi-materi, dan komentar. Sejalan dengan penelitian ini,
Analysis
Design
Development
Implementation
Evaluation
Gambar 2.10: Bagan Model Pengembangan ADDIE
28
didapati persamaan berupa format media yang dipilih, yaitu website.
Sedangkan perbedaannya adalah siklus model pengembangan dan materi
yang ditampilkan.
2. (Abdilah, 2017) melakukan penelitian pengembangan mengenai
pengembangan berbasis android untuk meningkatkan aktivitas belajar siswa.
Jenis penelitian yang digunakan adalah model pengembangan ADDIE.
Media berisikan materi kelas X SMA. Efektivitas media didasarkan hasil
belajar peserta didik, aktivitas, dan respon. Sebelum ke tahapan efektivitas,
peneliti melihat kelayakan media melalui validasi ahli media, materi, dan
praktisi pendidikan. Kelayakan media didukung dengan skor validasi media
sebesar 4,44 dengan kategori sangat layak, validasi ahli materi berjumlah
4,05 dengn kategori layak, dan praktisi pendidikan berjumlah 4,4 dengan
kategori sangat layak. Sejalan dengan penelitian ini, didapatkan persamaan
model pengembangan, yaitu ADDIE dan efektivitas media. Sedangkan
perbedaannya adalah format pengembangan media, yang berbasis Android.
3. (Nugroho & Purwati, 2013) melakukan penelitian mengenai pengembangan
media pembelajaran matematika berbasis Mobile Learning. Jenis penelitian
yang digunakan adalah penelitian pengembangan dengan model 4D dengan
materi persamaan linear dua variabel. Adapun validitas isi penilaian media
sebesar 91,3% dan validasi materi sebesar 93,6%.