bab ii kajian pustaka 2.1. konsep dan definisi 2.1.1 ... ii.pdf · dan belanja daerah (apbd)...

25
15 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Konsep dan Definisi 2.1.1 Disharmoni Disharmoni adalah tidak adanya keselarasan dan keserasian antara kebijakan yang satu dengan kebijakan yang lain. Terjadi tumpang tindih, tidak saling melengkapi antar kebijakan. Pada prinsipnya Kebijakan Umum Anggaran (KUA), Prioritas Plafon Anggaran Sementara (PPAS), dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) merupakan kebijakan yang saling berkaitan, KUA- PPAS merupakan pendukung dalam menyusun rencana APBD, namun pada kenyataannya tidak adanya keterpaduan antara data yang didukung dengan data yang mendukung. 2.1.2 Proses Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Penetapan APBD harus tepat waktu, yaitu paling lambat tanggal 31 Desember tahun sebelumnya sebagaimana diatur dalam Pasal 116 ayat (2) Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006, sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 21 Tahun 2011. Sejalan dengan hal tersebut, pemerintah daerah harus memenuhi jadwal proses penyusunan APBD, mulai dari penyusunan dan penyampaian rancangan KUA dan rancangan PPAS kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) untuk dibahas dan disepakati bersama paling lambat akhir bulan Juli tahun sebelumnya. Selanjutnya KUA dan PPAS yang telah disepakati bersama

Upload: lehuong

Post on 17-Mar-2019

221 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

15

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1. Konsep dan Definisi

2.1.1 Disharmoni

Disharmoni adalah tidak adanya keselarasan dan keserasian antara

kebijakan yang satu dengan kebijakan yang lain. Terjadi tumpang tindih, tidak

saling melengkapi antar kebijakan. Pada prinsipnya Kebijakan Umum Anggaran

(KUA), Prioritas Plafon Anggaran Sementara (PPAS), dan Anggaran Pendapatan

dan Belanja Daerah (APBD) merupakan kebijakan yang saling berkaitan, KUA-

PPAS merupakan pendukung dalam menyusun rencana APBD, namun pada

kenyataannya tidak adanya keterpaduan antara data yang didukung dengan data

yang mendukung.

2.1.2 Proses Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah

(APBD)

Penetapan APBD harus tepat waktu, yaitu paling lambat tanggal 31

Desember tahun sebelumnya sebagaimana diatur dalam Pasal 116 ayat (2)

Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006, sebagaimana telah

diubah beberapa kali terakhir dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 21

Tahun 2011. Sejalan dengan hal tersebut, pemerintah daerah harus memenuhi

jadwal proses penyusunan APBD, mulai dari penyusunan dan penyampaian

rancangan KUA dan rancangan PPAS kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah

(DPRD) untuk dibahas dan disepakati bersama paling lambat akhir bulan Juli

tahun sebelumnya. Selanjutnya KUA dan PPAS yang telah disepakati bersama

16

akan menjadi dasar bagi pemerintah daerah untuk menyusun, menyampaikan dan

membahas rancangan APBD Tahun Anggaran berikutnya antara pemerintah

daerah dengan DPRD sampai dengan tercapainya kesepakatan bersama antara

kepala daerah dengan DPRD terhadap rancangan Peraturan Daerah tentang

APBD, paling lambat tanggal 30 Nopember tahun sebelumnya, sebagaimana

diatur dalam ketentuan Pasal 105 ayat (3c) Peraturan Menteri Dalam Negeri

Nomor 13 Tahun 2006, sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan

Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 21 Tahun 2011. Tahapan dan jadwal

proses penyusunan APBD dapat dilihat pada tabel 2.1 lampiran 1.

2.1.3 Kebijakan Umum APBD (KUA)

Substansi KUA mencakup hal-hal yang sifatnya kebijakan umum dan

tidak menjelaskan hal-hal yang bersifat teknis. Hal-hal yang sifatnya kebijakan

umum, seperti.

1) Gambaran kondisi ekonomi makro termasuk perkembangan indikator

ekonomi makro daerah;

2) Asumsi dasar penyusunan Rancangan APBD, termasuk laju inflasi,

pertumbuhan PDRB dan asumsi lainnya terkait dengan kondisi ekonomi

daerah;

3) Kebijakan pendapatan daerah yang menggambarkan prakiraan rencana

sumber dan besaran pendapatan daerah serta strategi pencapaiannya;

4) Kebijakan belanja daerah yang mencerminkan program dan langkah

kebijakan dalam upaya peningkatan pembangunan daerah yang merupakan

17

manifestasi dari sinkronisasi kebijakan antara pemerintah daerah dan

pemerintah serta strategi pencapaiannya;

5) Kebijakan pembiayaan yang menggambarkan sisi defisit dan surplus anggaran

daerah sebagai antisipasi terhadap kondisi pembiayaan daerah dalam rangka

menyikapi tuntutan pembangunan daerah serta strategi pencapaiannya.

Kebijakan Umum APBD (KUA) merupakan sasaran dan kebijakan

pemerintah dalam satu tahun anggaran yang menjadi petunjuk dan ketentuan

umum yang disepakati sebagai pedoman penyusunan RAPBD. Dalam menyusun

Rancangan Kebijakan Umum APBD, Kepala Daerah dibantu oleh Tim Anggaran

Pemerintah Daerah (TAPD) yang diketuai oleh Sekretaris Daerah. Kebijakan

tersebut disampaikan oleh Sekretaris Daerah selaku koordinator pengelola

keuangan daerah kepada Kepala Daerah, paling lambat pada awal bulan Juni

tahun sebelumnya, Rancangan Kebijakan Umum APBD disampaikan Kepala

Daerah kepada DPRD untuk dibahas paling lambat pertengahan bulan Juni Tahun

Anggaran sebelumnya untuk dibahas dalam pembahasan Pendahuluan RAPBD

tahun anggaran berikutnya. Pembahasan dilakukan oleh Tim Anggaran

Pemerintah Daerah bersama Badan Anggaran DPRD. Rancangan Kebijakan

Umum APBD yang telah dibahas selanjutnya disepakati menjadi Kebijakan

Umum APBD paling lambat minggu pertama bulan Juli tahun anggaran

sebelumnya.

2.1.4 Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara (PPAS)

Substansi PPAS lebih mencerminkan prioritas pembangunan daerah yang

dikaitkan dengan sasaran yang ingin dicapai termasuk program prioritas dari

18

Satuan Kerja Perangkat Daerah( SKPD) terkait. PPAS juga menggambarkan pagu

anggaran sementara dimasing- masing SKPD berdasarkan program dan kegiatan

prioritas dalam RKPD. Pagu sementara tersebut akan menjadi pagu definitif

setelah rancangan peraturan daerah tentang APBD disetujui bersama antara kepala

daerah dengan DPRD serta rancangan peraturan daerah tentang APBD tersebut

ditetapkan oleh kepala daerah menjadi peraturan daerah tentang APBD.

Untuk menjamin konsistensi dan percepatan pembahasan rancangan KUA

dan rancangan PPAS, kepala daerah harus menyampaikan rancangan KUA dan

rancangan PPAS tersebut kepada DPRD dalam waktu yang bersamaan, yang

selanjutnya hasil pembahasan kedua dokumen tersebut disepakati bersama antara

kepala daerah dengan DPRD pada waktu yang bersamaan, sehingga keterpaduan

substansi KUA dan PPAS dalam proses penyusunan RAPBD akan lebih efektif.

Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara (PPAS) merupakan program

prioritas dan patokan batas maksimal anggaran yang diberikan kepada SKPD

untuk setiap program dan kegiatan sebagai acuan dalam penyusunan RKA-SKPD.

Berdasarkan KUA yang telah disepakati, pemerintah daerah menyusun rancangan

PPAS dengan tahapan sebagai berikut.

1) Menentukan skala prioritas untuk urusan wajib dan urusan pilihan.

2) Menentukan urutan program untuk masing-masing urusan.

3) Menyusun plafon anggaran untuk masing-masing program.

Kepala Daerah menyampaikan rancangan Prioritas dan Plafon Anggaran

Sementara (PPAS) yang telah disusun kepada DPRD untuk dibahas paling lambat

minggu kedua bulan Juli tahun anggaran sebelumnya. Pembahasan dilakukan oleh

19

Tim Anggaran Pemerintah Daerah bersama Panitia Anggaran DPRD. Rancangan

PPAS yang telah dibahas selanjutnya disepakati menjadi Prioritas dan Plafon

Anggaran (PPA) paling lambat akhir bulan Juli tahun anggaran sebelumnya.

KUA-PPAS yang telah disepakati masing-masing dituangkan ke dalam Nota

Kesepakatan yang ditandatangani oleh kepala daerah dan pimpinan DPRD.

2.1.5 Kompetensi Sumber Daya Manusia

Kompetensi sumber daya manusia adalah kemampuan seseorang untuk

melaksanakan tugas dan tanggung jawab yang diberikan kepadanya dengan

bekal pendidikan, pelatihan, pengetahuan tentang penyusunan anggaran,

pemahaman dalam menyusun anggaran, dan perilaku dalam bekerja. Sumber

daya manusia pengguna sistem dituntut untuk memiliki tingkat keahlian yang

memadai atau paling tidak memiliki kemauan untuk terus belajar dan

mengasah kemampuan. Kemampuan sumber daya manusia itu sendiri sangat

berperan dalam menghasilkan informasi yang berkualitas.

Untuk dapat menyusun RAPBD berdasarkan prestasi kerja atau anggaran

berbasis kinerja diperlukan sumber daya manusia yang mampu untuk

melaksanakannya. Pranesti dan Roekhudin (2001) menyatakan bahwa faktor

manusia merupakan bagian penting dari penganggaran. Seringkali orang

menganggap anggaran seolah-olah sebagai alat mekanis saja, namun dibalik aspek

teknis tentang anggaran, adalah manusia. Manusia yang merancang tujuan dan

sasaran, dan manusia pula yang bertanggung jawab untuk mencapai tujuan dan

sasaran yang ditetapkan. Perilaku manusia sebagai individu maupun kelompok

akan berpengaruh terhadap penyusunan anggaran, dan sebaliknya, anggaran akan

20

berpengaruh terhadap perilaku individu dan kelompok. Suatu anggaran tidak akan

efektif bila anggaran tersebut tidak dapat mengakomodasi semua kepentingan

kelompok yang terlibat dalam pelaksanaannya.

Persoalan yang penting dalam proses penyusunan APBD adalah perilaku

manusia yang terkandung dalam proses perencanaan anggaran. Beberapa metode

penyusunan anggaran dapat dilakukan sesuai dengan kebutuhan penerapannya,

namun keberhasilan pelaksanaannya sangat tergantung pada manusia yang

melaksanakannya. Untuk itu perlu diperhatikan apa yang memotivasi individu dan

kelompok dalam penyusunan APBD dan pelaksanaan anggaran.

2.1.6 Perencanaan Anggaran

Perencanaan merupakan cara organisasi menetapkan tujuan dan sasaran

organisasi. Perencanaan meliputi aktivitas yang sifatnya strategik, taktis, dan

melibatkan aspek operasional. Faktor keterampilan dan keahlian dalam proses

perencanaan anggaran, pengetahuan tentang anggaran, data sumber anggaran dan

target yang ingin dicapai, prosedur perencanaan, faktor informasi yang valid dan

mutakhir merupakan upaya yang dilakukan agar perencanaan anggaran dapat

berjalan dengan baik. Proses perencanaan juga melibatkan aspek perilaku, yaitu

partisipasi dalam pengembangan system perencanaan, penetapan tujuan, dan

pemilihan alat yang paling tepat untuk memonitor perkembangan pencapaian

tujuan. Lemahnya perencanaan anggaran memungkinkan munculnya

underfinancing atau overfinancing yang akan mempengaruhi tingkat efesinsi dan

efektifitas anggaran (Mardiasmo, 2004).

21

Pentingnya efektivitas pengelolaan anggaran mulai dari penyusunan

anggaran, pelaksanaan anggaran sampai dengan pelaporan/pertanggungjawaban

anggaran karena dampaknya terhadap akuntabilitas pemerintah, sehubungan

dengan fungsi pemerintah dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat.

Bentuk reformasi anggaran dalam upaya memperbaiki proses penganggaran

adalah penerapan anggaran berbasis kinerja (Tamasoleng, 2015)

Pada tahap awal perencanaan, pertama kali yang dilakukan adalah

melakukan penjaringan aspirasi masyarakat dan musyawarah perencanaan

pembangunan (Musrenbang). Musrenbang fokus pada perencanaan sebagai proses

perencanaan program kerja yang menganut pola perencanaan berbasis masyarakat,

artinya bahwa semua usulan yang muncul merupakan usulan yang bersumber dari

musyawarah masyarakat berdasarkan kebutuhan prioritas dan potensi yang

dimiliki. Penyelenggaran Musrenbang di Daerah dalam rangka penyusunan

(Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) dilakukan melalui proses

pembahasan yang terkoordinasi antara Bappeda dengan seluruh Satuan Kerja

Perangkat Daerah (SKPD). Titik berat pembahasannya adalah pada sinkronisasi

rencana kerja SKPD, dan antara Pemerintah, Pemerintah Daerah dan masyarakat.

Musrenbang, sinkronisasi dan RKPD adalah pijakan musyawarah. Ketiga hal ini

dapat bersinergi bila orang-rang yang terlibat dalam musyawarah telah memiliki

pengetahuan tentang bagaimana musrenbang diselenggarakan, dan bagaimana

penyusunan program kerja dan usulan kegiatan seharusnya dilakukan (Rudianto,

2007).

Perencanaan berperan sangat penting dalam pencapaian tujuan

pembangunan dalam skala daerah dan nasional. Daerah sebagai suatu bagian dari

22

organisasi pemerintahan harus menyusun perencanaan guna mencapai tujuan

pembangunan dengan memperhitungkan sumber daya yang dimiliki. Perencanaan

diperlukan karena keinginan masyarakat yang tak terbatas sedangkan sumber daya

(anggaran) yang ada terbatas. Anggaran merupakan instrumen penting bagi

pemerintah untuk menetapkan prioritas program pembangunan di tingkat daerah.

Anggaran dalam APBD menjadi dasar pengelolaan keuangan daerah untuk satu

tahun, yang mana merupakan hasil akhir dari proses perencanaan dan

penganggaran daerah selama setahun penuh.

Untuk mengatur kegiatan perekonomian daerah, maka suatu daerah harus

menyusun Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Penetapan struktur

dan penyusunan APBD merupakan rencana keuangan pemerintah daerah yang

dibahas dan disetujui bersama oleh pemerintah daerah dan Dewan Perwakilan

Rakyat Daerah yang ditetapkan dengan peraturan daerah. APBD ini sebagai dasar

untuk pengelolaan keuangan daerah dalam masa satu tahun anggaran.

Pada lingkup perencanaan anggaran terdapat sasaran dari pengendalian

dan evaluasi berupa : (1) prioritas dan sasaran pembangunan tahunan daerah; (2)

rencana program dan kegiatan prioritas daerah ; serta (3) pagu indikatif, disusun

dalam beberapa dokumen berupa proses penetapan anggaran pembangunan

seperti Kebijakan Umum Anggaran (KUA), Plafon dan Prioritas Anggaran

Sementara (PPAS), hingga dokumen anggaran sendiri yaitu dokumen Anggaran

Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Bias antara rencana dan pelaksanaan

sangat sering terjadi pada tahap perencanaan anggaran. Bias tersebut dikarenakan

(1) Kekeliruan penafsiran KUA dan PPAS (2) Konsensus prioritas program dan

kegiatan dalam KUA dan PPAS sering tidak dianggap dalam proses penyusunan

23

RAPBD sehingga ketidaksepakatan dalam pembahasan KUA dan PPAS ini telah

menyebabkan berulang-ulangnya pembahasan; (3) Setelah pembahasan di tingkat

komisi yang dilanjutkan panitia kerja RAPBD oleh DPRD, perubahan program

dan kegiatan masih berjalan terus. Hal ini berpotensi mengakibatkan proses

penyusunan RAPBD selalu terancam dibahas ulang dari titik awal.

2.1.7 Politik Anggraran

Dalam organisasi sektor publik, penganggaran merupakan suatu proses

politik. Anggaran sektor publik merupakan instrument akuntabilitas atas

pengelolaan dana publik dan pelaksanaan program-program yang dibiayai dengan

uang publik. Proses paling rumit dalam konteks politik yang berhubungan dengan

produk politik adalah upaya untuk membuat keputusan guna menyelesaikan suatu

fenomena atau gejala sosial ekonomi yang muncul. Anderson (1984) dalam

Abdullah & Asmara (2010) mengutarakan pendapatnya mengenai faktor-faktor

yang melatar belakangi eksekutif dan legislatif dalam membuat keputusan

anggaran yakni.

1) Personal Values, atau nilai-nilai personal (individu). Dalam konteks ini maka

personal values menjadi logika berpikir yang perlu juga diperhatikan dalam

memahami penetapan atau pengambilan keputusan.

2) Policy Values adalah nilai-nilai atau standar-standar kebijakan yang berwarna

kepentingan publik. Pembuat keputusan dapat bertindak dengan baik

berdasarkan persepsi mereka mengenai kepentingan publik atau kepercayaan

pada kebijakan publik yang secara moral benar atau pantas.

24

3) Ideological Values, yaitu nilai-nilai atau standar-standar ideologis. Ideologi

adalah sekumpulan kepercayaan dan nilai yang berhubungan secara logis yang

memberikan gambaran sederhana mengenai dunia dan cara bertindak sebagai

petunjuk bagi seseorang untuk berperilaku. Berdasarkan pendapat Anderson,

(1984), maka politik penganggaran bersifat abstrak sehingga belum ada standar

yang baku sebagai pedoman dalam politik penganggaran. Adanya pengaruh

proses politik juga merupakan bagian dari kerangka konseptual dari Standar

Akuntansi Pemerintahan (SAP) yang tercantum dalam Peraturan Pemerintah

Nomor 24 Tahun 2005 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan yaitu salah

satu ciri yang penting dalam mewujudkan keseimbangan fiskal dengan

mempertahankan kemampuan keuangan negara yang bersumber dari

pendapatan pajak dan sumber-sumber lainnya guna memenuhi keinginan

masyarakat adalah berlangsungnya proses politik untuk menyelaraskan

berbagai kepentingan yang ada di masyarakat. Oleh karena itu, penganggaran

merupakan kegiatan politik maka proses maupun produknya adalah produk

politik, maka untuk memahami keigiatan politik perlu mencermati bagaimana

anggaran itu dibuat dan prioritas-prioritas yang muncul dari anggaran tersebut.

Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan

Keuangan Daerah, tergambar peran DPRD dalam proses perencanan tahunan dan

penganggaran pemerintah daerah. DPRD sudah terlibat secara aktif sejak dari

penyusunan RKPD, KUA, PPAS sampai pada pembahasan RAPBD yang

diajukan pemerintah daerah. RAPBD pada hakekatnya merupakan kumpulan dari

program dan kegiatan yang dimuat dalan Rencana Kerja dan Anggaran (RKA)

yang dibuat oleh setiap SKPD. RKA yang dibuat oleh SKPD adalah untuk

25

menjabarkan anggaran dari kegiatan-kegiatan yang telah disepakati oleh legislatif

dan eksekutif dalam KUA dan PPAS.

2.1.8 Dana Perimbangan / Dana Transfer

Dana Perimbangan merupakan dana yang bersumber dari penerimaan

Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang dialokasikan kepada

daerah untuk membiayai kebutuhan daerah. Dana Perimbangan disebut juga

transfer atau grants. Transfer merupakan konsekuensi dari tidak meratanya

keuangan dan ekonomi daerah. Selain itu tujuan transfer adalah mengurangi

keuangan horizontal antar daerah, mengurangi kesenjangan vertical Pusat dan

Daerah, mengatasi persoalan efek pelayanan publik antar daerah, dan untuk

menciptakan stabilitas aktivitas perekonomian di daerah (Abdullah dan Halim

2003). Dana perimbangan/ transfer terdiri dari : (1) Dana Bagi Hasil, (2) Dana

Alokasi Khusus, (3) Dana Alokasi Umum.

Pelaksanaan urusan perimbangan keuangan pusat dan daerah terkait

dengan Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang perimbangan keuangan

antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Pelaksanaan desentralisasi

diwujudkan melalui pemberian bantuan dalam bentuk transfer dana dari

Pemerintah Pusat kepada Pemerintah Daerah (Pemda). Transfer ke Daerah (TKD)

merupakan mekanisme baru dimana alokasi dana untuk pemda disalurkan secara

langsung melalui pemindah bukuan dari Rekening Kas Umum Negara pada

Direktorat Pengelolaan Kas Negara, Direktorat Jenderal Perbendaharaan, ke

Rekening Kas Umum Daerah, tanpa adanya keterlibatan pemda sebagai penerima

dana dalam proses pencairan dana.

26

2.1.9 Transparansi Publik

Dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan

Informasi Publik. Informasi publik adalah informasi yang dihasilkan, disimpan,

dikelola, dikirim, dan/ atau diterima oleh suatu badan publik yang berkaitan

dengan penyelenggara dan penyelenggaraan negara dan/ atau penyelenggara dan

penyelenggaraan badan publik lainnya yang sesuai dengan Undang-Undang ini

serta informasi lain yang berkaitan dengan kepentingan publik. Undang-Undang

ini bertujuan untuk: (a) menjamin hak warga negara untuk mengetahui rencana

pembuatan kebijakan publik, program kebijakan publik, dan proses pengambilan

keputusan publik, serta alasan pengambilan suatu keputusan publik, (b)

mendorong partisipasi masyarakat dalam proses pengambilan kebijakan publik,

(c) meningkatkan peran aktif masyarakat dalam pengambilan kebijakan publik

dan pengelolaan badan publik yang baik, (d) mewujudkan penyelenggaraan

negara yang baik, yaitu yang transparan, efektif dan efisien, akuntabel serta dapat

dipertanggungjawabkan, (e) mengetahui alasan kebijakan publik yang

mempengaruhi hajat hidup orang banyak, (f) mengembangkan ilmu pengetahuan

dan mencerdaskan kehidupan bangsa dan/atau, (g) meningkatkan pengelolaan dan

pelayanan informasi di lingkungan Badan Publik untuk menghasilkan layanan

informasi yang berkualitas.

Mursyidi (2009) mendefenisikan transparansi sebagai pemberian informasi

keuangan yang terbuka dan jujur kepada masyarakat berdasarkan pertimbangan

bahwa masyarakat memiliki hak untuk mengetahui secara terbuka dan

menyeluruh atas pertanggungjawaban pemerintah dalam pengelolaan sumber daya

27

yang dipercayakan kepadanya dan ketaatannya pada peraturan perundang

undangan.

Handayani (2009) berpendapat bahwa Transparansi Publik adalah adanya

keterbukaan tentang anggaran yang mudah diakses oleh masyarakat secara cepat.

Sopanah (2003) mensyaratkan bahwa anggaran yang disusun oleh pihak eksekutif

dikatakan transparansi jika memenuhi kriteria berikut : 1) Terdapat pengumuman

kebijakan anggaran, 2) Tersedia dokumen anggaran dan mudah diakses, 3)

Tersedia laporan pertanggung jawaban yang tepat waktu, 4) Terakomodasinya

suara/usulan masyarakat, 5) Terdapat sistem pemberian informasi kepada publik.

Transparansi adalah azas yang menentukan bahwa setiap kegiatan dari

perencanaan sampai hasil akhir pengelolaan APBD harus dapat

dipertanggungjawabkan kepada rakyat sebagai kedaulatan tertinggi. Ciri utama

dalam pengelolaan APBD adalah akuntabilitas dan transparansi. Salah satu

elemen penting dalam rangka perwujudan pemerintahan yang baik (Good

Governance) adalah adanya pengelolaan APBD yang baik (Good Financial

Governance).

2.2. Teori yang Relevan

2.2.1 Anggaran Berbasis Kinerja

Anggaran Berbasis Kinerja adalah sistem penganggaran yang berorientasi

pada output organisasi dan berkaitan sangat erat terhadap Visi, Misi dan Rencana

Strategis organisasi. Anggaran Berbasis Kinerja mengalokasikan sumberdaya

pada program bukan pada unit organisasi semata dan memakai output

measurement sebagai indikator kinerja organisasi (Bastian, 2006).

28

Penyusunan APBD berbasis kinerja dilakukan berdasarkan capaian

kinerja, indikator kinerja, analisis standar belanja, standar satuan harga, dan

Standar Pelayanan Minimal. Penyelenggaraan urusan pemerintahan dibagi

berdasarkan kriteria eksternalitas, akuntabilitas, dan efisiensi dengan

memperhatikan keserasian hubungan antar susunan pemerintahan. Dalam

penyelenggaraannya, pemerintah daerah dituntut lebih responsif, transparan, dan

akuntabel terhadap kepentingan masyarakat (Mardiasmo, 2006).

2.2.2 Sumber Daya Manusia

Kebijakan Teori Edward III dalam Widodo (2011) mengemukakan bahwa

sumber daya memiliki peranan penting dalam implementasi kebijakan. Sumber

daya di sini berkaitan dengan segala sumber yang dapat digunakan untuk

mendukung keberhasilan implementasi kebijakan. Sumber daya ini mencakup

sumber daya manusia, anggaran, fasilitas, informasi dan kewenangan. Menurut

Amirudin (2009), kapasitas sumber daya manusia adalah kemampuan dari

anggota eksekutif maupun legislatif dalam menjalankan fungsi dan perannya

masing-masing dalam proses penyusunan kebijakan dalam pengelolaan keuangan

daerah.

Penempatan pegawai memerlukan perhatian yang penuh dari pimpinan

daerah dan pimpinan SKPD Kabupaten Tabanan. Apabila orang yang ditempatkan

tidak tepat pada jabatan-jabatan yang tersedia akan memberikan pengaruh yang

negatif terhadap perkembangan organisasi antara lain: para pegawai akan merasa

frustasi dalam bekerja, para pegawai akan bekerja lamban dan hasil kerjanya

kurang bermutu.

29

Wiley (1997), menyebutkan bahwa sumber daya manusia merupakan pilar

penyangga utama sekaligus penggerak roda organisasi dalam usaha mewujudkan

visi dan misi serta tujuan dari organisasi tersebut. Sumber daya manusia (human

resources) merujuk kepada orang-orang di dalam organisasi untuk mencapai

tujuan organisasi Simamora (2001). Menurut Irawan (2000), yang dimaksud

dengan sumber daya manusia adalah semua orang yang tergabung dalam suatu

organisasi dengan peran dan sumbangannya masing-masing mempengaruhi

tercapainya tujuan-tujuan organisasi. Sedangkan Matindas (2002) mengemukakan

bahwa sumber daya manusia adalah kesatuan tenaga manusia yang ada dalam

suatu organisasi dan bukan sekedar penjumlahan karyawan karyawan yang ada.

Sebagai kesatuan, Sumber Daya Manusia harus dipandang sebagai suatu sistem

di mana tiap-tiap karyawan merupakan bagian yang saling berkaitan satu dengan

lainnya dan bersama-sama berfungsi untuk mencapai tujuan organisasi.

Widodo (2001) dalam Kharis (2010) menjelaskan kompetensi sumber

daya manusia adalah kemampuan sumber daya manusia untuk

melaksanakan tugas dan tanggungjawab yang diberikan kepadanya dengan

bekal pendidikan, pelatihan, dan pengalaman yang cukup memadai. Sumber

Daya Manusia yang kompeten tersebut akan mampu memahami logika akuntansi

dengan baik. Kegagalan sumber daya manusia Pemerintah Daerah dalam

memahami dan menerapkan logika akuntansi akan berdampak pada kekeliruan

laporan keuangan yang dibuat dan ketidaksesuaian laporan dengan standar

yang ditetapkan pemerintah Warisno (2008). Kompetensi sumber daya manusia

mencakup kapasitasnya, yaitu kemampuan seseorang atau individu, suatu

organisasi (kelembagaan), atau suatu sistem untuk melaksanakan fungsi -

30

fungsi atau kewenangannya untuk mencapai tujuannya secara efektif dan

efisien.Kapasitas harus dilihat sebagai kemampuan untuk mencapai kinerja, untuk

menghasilkan keluaran-keluaran (outputs) dan hasil-hasil (outcomes).

Ruri Widiastuti (2013) dan Yudianta (2012) dengan penelitian pengaruh

SDM, teknologi informasi dan pengendalian intern terhadap kualitas informasi

akuntansi pada pelaporan keuangan SKPD Kabupaten Gianyar. Dudi Iskandar

(2013) menemukan bahwa aparatur pemerintahan yang profesional dan memiliki

kompetensi dalam menyusun RKA-SKPD akan berdampak positif terhadap

sinkronisasi dokumen APBD dengan dokumen KUA-PPAS. memiliki kompetensi

dalam menyusun RKA-SKPD akan berdampak positif terhadap sinkronisasi

dokumen APBD dengan dokumen KUA-PPAS pada Pemerintah Aceh Tenggara.

2.2.3 Perencanaan Anggaran

Perencanaan anggaran sangat berpengaruh pada disharmoni antara KUA-

PPAS dengan APBD. Penyusunan Anggaran dan Belanja Pemerintah Daerah

(APBD) meliputi perencanaan, pendapatan dan pengeluaran. Pada sisi pendapatan

dilakukan estimasi penerimaan daerah yang mungkin dicapai pada tahun yang

akan datang, begitu juga dengan pemikiran pengeluaran rutin, termasuk belanja

pegawai dan lain sebagainya. Atas dasar pemikiran penerimaan dan pengeluaran

rutin tersebut diketahui, dengan demikian besarnya dana untuk mencapai berbagai

sasaran pun dapat diperhitungkan, dibuktikan dengan penelitian Lidya Elfrina

(2014) yang menyimpulkan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan antara

perencanaan penganggaran terhadap sinkronisasi APBD dengan KUA-PPAS

dimana pada tahap awal perencanaan sudah tersusun dengan baik maka

31

berdampak pula pada perencanaan penganggaran selanjutnya. D.J. Mamesah

(1995) mengemukakan, bahwa dalam penyusunan anggaran pemerintah daerah

(APBD) meliputi empat prinsip :

1. Prinsip kemandirian, dimana adanya usaha untuk meningkatkan pendapatan

asli daerah (PAD) serta adanya upaya ketepatan penggunaan dana yang

tersedia agar dapat mengurangi ketergantungan kepada instansi yang lebih

tinggi.

2. Prinsip prioritas, dimana dalam penyusunan anggaran agar diupayakan

mempertajam prioritas dalam penggunaan dana.

3. Prinsip efesiensi dan efektifitas anggaran, dimana pengendalian pembiayaan

dan penghematan yang menyeluruh pada prioritas daerah tersebut diatas.

4. Prinsip disiplin anggaran, dimana setiap dinas /lembaga/satuan kerja daerah

yang memperoleh anggaran harus dapat menggunakan secara efisien, tepat

guna dan tepat waktu pertanggungjawabannya, serta tidak melaksanakan

kegiatan atau proyek yang tidak tersedia/ belum tersedia kredit anggarannya

dalam APBD.

2.2.4 Politik Anggaran

David Easton (1953) menjelaskan politik itu adalah alokasi nilai-nilai, dan

dalam konsep politik nilai-nilai itu adalah kekuasaan. Kekuasaan untuk

mengalokasikan Sumber Daya Alam dan Sumber Daya Manusia yang hendak

ditujukan untuk kebaikan bersama, kepentingan umum dan ke sejahteraan sosial.

Alokasi nilai-nilai tersebut tentunya akan diarahkan secara langsung

menyelesaikan fenomena-fenomena fisik dan sosial dalam kehidupan

32

bermasyarakat atau bernegara seperti yang akan dirinci dalam politik anggaran.

Bagaimana politik itu seharusnya menciptakan keseimbangan (balanced),

keadilan (justice), persamaan (equality) dan kebebasan (freedom) dan aspek-

aspek kemanusiaan (human beings). Pandangan Easton bahwa masalah kebijakan

juga dapat dilihat sebagai suatu sistem yang terdiri dari input, konversi dan output.

Didalam teori-teori politik yang umum dapat kita pahami bahwa ada dua

unsur dalam kehidupan berpolitik, negara (State) sebagai lembaga yang diberikan

kewenangan untuk mengatur kehidupan bersama dalam rangka mencapai cita-cita

bersama dan tujuan bersama dan masyarakat adalah yang mendelegasikan haknya

kepada negara untuk mengurusi kepentingan bersama. Negara dinilai sebagai

lembaga yang mengelola urusan-urusan yang berkenaan dengan pelayanan

publik.yang dijalankan dengan perumusan dan pelaksanaan pelayanan publik.

Perumusan dilaksanakan oleh lembaga legislatif dan pelaksanaan oleh eksekutif.

Sebuah kebijakan publik biasanya diawali dengan pengambilan keputusan yang

esensinya mewakili kepentingan orang banyak. Hal ini dapat kita tinjau ketika

perumusan tersebut di dukung oleh mayoritas dan kebijakan publik adalah output.

Dudi Iskandar (2013) politik penganggaran berpengaruh positif signifikan

terhadap sinkronisasi dokumen APBD dengan dokumen KUA-PPAS. Hal ini

menandakan bahwa peran eksekutif dan legislatif dalam penganggaran sangat

menentukan sinkronisasi dokumen APBD dengan dokumen KUA-PPAS pada

Pemerintah Aceh Tenggara. Amirudin (2009) menyimpulkan bahwa politik

anggaran berpengaruh terhadap sinkronisasi antara dokumen APBD dengan

dokumen KUA-PPAS pada Pemerintah Provinsi D.I Yogyakarta.

33

2.2.5 Dana Perimbangan/ transfer

Terdapat keterkaitan sangat erat antara transfer dari pemerintah pusat

dengan belanja pemerintah daerah. Variabel-variabel kebijakan pemerintah daerah

dalam jangka pendek disesuaikan (adjusted) dengan transfer yang diterima,

sehingga memungkinkan terjadinya respon yang non-linier dan asymetric

dinyatakan oleh Holtz-Eakin et. al. (1985). Berdasarkan landasan teori tersebut

Fathony (2011) menemukan bukti empiris dan menyimpulkan bahwa Dana

Alokasi Umum (DAU) berpengaruh positif terhadap perilaku oportunistik

penyusun anggaran Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Tengah.

2.2.6 Transparansi Publik

Akses informasi yang berkaitan dengan pengelolaan keuangan daerah

sangat diperlukan oleh masyarakat karena masyarakat bisa ikut berpartisipasi aktif

dalam pembangunan di daerah. Masyararakat juga perlu mengetahui bagaimana

APBD itu direncanakan dan disusun, pos-pos pengeluaran apa saja yang

ditetapkan di APBD, berapa alokasi dananya, berapa dana untuk masyarakat, serta

berapa besar anggaran untuk kepentingan birokrasi dan DPR, dibuktikan dengan

penelitian Saifrisal (2013) Penyajian neraca daerah berpengaruh positif terhadap

transparansi dan akuntabilitas keuangan daerah.dan Aksesibilitas laporan

keuangan berpengaruh positif terhadap transparansi dan akuntabilitas keuangan

daerah. Penyajian neraca daerah dan aksesibilitas laporan keuangan secara

bersama-sama berpengaruh positif terhadap transparansi dan akuntabilitas

keuangan daerah.

34

Pentingnya aspirasi masyarakat, maka diperlukan langkah startegis agar

partisipasi masyarakat bisa berjalan secara kondusif. Salah satu upaya yang bisa

dilakukan adalah mengoptimalkan peran dari lembaga institusi lokal non

pemerintahan seperti lembaga swadaya masyarakat (LSM), dan media massa

tradisional maupun modern.

2.3 Keaslian Penelitian

Armansyah (2004), meneliti tentang analisis pengaruh pengeluaran

pemerintah daerah terhadap pertumbuhan ekonomi provinsi-provinsi di Indonesia.

Dengan menggunakan teknik analisis regresi sederhana (simple regression), dan

regresi berganda (multiple regression). Hasil penelitiannya untuk di setiap

propinsi menunjukkan bahwa pengeluaran pembangunan memberikan pengaruh

yang lebih besar dibandingkan pengeluaran rutin terhadap pertumbuhan ekonomi

di masing-masing propinsi di Indonesia.

Sardjito dan Muthaher (2007) dengan judul penelitiannya yaitu pengaruh

partisipasi penyusunan anggaran terhadap kinerja aparat pemerintah daerah,

budaya organisasi dan komitmen organisasi. Meneliti sejauh mana pengaruh

partisipasi penyusunan anggaran terhadap kinerja manajerial yang diterapkan pada

organisasi sektor publik dan untuk melihat seberapa besar pengaruh moderating

budaya organisasi dan komitmen organisasi terhadap hubungan partisipasi

penyusunan anggaran berbasis kinerja aparatur Pemerintah Daerah (Pemda) Kota

Semarang sebagai penyusun anggaran dengan metode kuesioner. Metode analisis

data yang digunakan dibagi dengan empat tahap. Pertama pengujian kualitas data,

tahap kedua, melakukan pengujian asumsi klasik, tahap ketiga, analisis regresi

35

berganda, tahap keempat, melakukan pengujian hipotesis. Hasil penelitiannya

menunjukkan terdapat pengaruh signifikan antara variabel komitmen dalam

memoderasi partisipasi penyusunan anggaran dengan kinerja aparatur pemerintah

daerah.

Amirudin (2009) dalam penelitiannya yang berjudul Identifikasi dan

Analisis Faktor-Faktor yang mempengaruhi Sinkronisasi Dokumen APBD dengan

Dokumen KUA-PPAS Studi Kasus Provinsi D.I. Yogyakarta TA 2008 dengan

menggunakan alat analisis faktor dengan jenis analisis faktor eksploratif

(Exploratory Factor Analysis-EFA), mengidentifikasi faktor-faktor yang

mempengaruhi sinkronisasi antar dokumen tersebut yaitu kapasitas sumber daya

manusia, politik penganggaran, perencanaan dan informasi pendukung. Hasil

penelitian tersebut juga mengungkapkan bahwa ketika memasuki pembahasan

komisi-komisi banyak dijumpai adanya tambahan usulan kegiatan dan

permohonan pergeseran anggaran dari satu kegiatan ke kegiatan lain yang pada

akhirnya menimbulkan perbedaan yang cukup signifikan antara dokumen APBD

dengan dokumen KUA-PPAS.

Lidya Elfrina (2014) dengan penelitian Pengaruh Kapasitas Sumber Daya

Manusia, Perencanaan Penganggaran, Politik Penganggaran, dan Informasi

Pendukung dengan Transparansi Publik sebagai Variabel Moderating terhadap

Sinkronisasi Dokumen APBD dengan Dokumen KUA PPAS (Studi Empiris pada

SKPD Kabupaten Lingga). Dengan menggunakan metode regresi linier berganda

yang menyimpulkan bahwa Kapasitas Sumber Daya Manusia, Perencanaan

Anggaran, Politik Anggaran dan Informasi Pendukung berpengaruh signifikan

terhadap Sinkronisasi APBD terhadap KUA-PPAS sedangkan Transparansi

36

Publik sebagai variabel moderating tidak berpengaruh signifikan terhadap

hubungan antara Kapasitas Sumber Daya Manusia, Perencanaan Penganggaran,

Politik Penganggaran dan Informasi Pendukung terhadap sinkronisasi dokumen

APBD dengan KUA-PPAS.

Arniati dkk (2010), meneliti tentang Pengaruh Kapasitas Sumber Daya

Manusia, Politik Penganggaran, Perencanaan dan Informasi Pendukung terhadap

Sinkronisasi Dokumen APBD dengan Dokumen KUA-PPAS di lingkungan

Pemerintah Tanjungpinang. Pengujian dengan analisis regresi dilakukan dengan

menilai Goodness of fit. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kapasitas sumber

daya manusia, politik penganggaran, perencanaan dan informasi pendukung tidak

berpengaruh positif signifikan terhadap sinkronisasi dokumen APBD dengan

dokumen KUA-PPAS. Hasil dari penelitian ini telah di dipublikasikan pada

Simposium Nasional Akuntansi (SNA) XIII di Purwekoerto.

Husni (2011), meneliti tentang pengaruh dana alokasi umum, dana alokasi

khusus terhadap peningkatan pendapatan asli daerah dengan belanja modal

sebagai variabel intervening. Dengan menggunakan teknik analisis jalur model

Trimming. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dana alokasi khusus

berkontribusi signifikan sedangkan dana alokasi umum tidak terhadap belanja

modal.

Dudi Iskandar, dkk (2013) meneliti tentang Pengaruh Kapasitas Sumber

Daya Manusia, Perencanaan Anggaran dan Politik Anggaran dengan Transparansi

Publik sebagai Variabel Moderating terhadap Sinkronisasi Dokumen APBD

dengan Dokumen KUA-PPAS pada Pemerintah Kabupaten Aceh Tengah. Metode

analisis data yang digunakan pada penelitian ini adalah analisis regresi linier

37

berganda (Multiple Regression Analysis) untuk hipotesis pertama. Hasil uji

hipotesis secara simultan kapasitas sumber daya manusia, perencanaan anggaran

dan politik penganggaran berpengaruh siginifikan terhadap sinkronisasi dokumen

APBD dengan dokumen KUA-PPAS. Sedangkan uji hipotesis secara parsial

kapasitas sumber daya manusia, politik penganggaran berpengaruh positif

signifikan terhadap sinkronisasi dokumen APBD dengan dokumen KUA-PPAS,

sedangkan perencanaan anggaran berpengaruh negatif signifikan terhadap

sinkronisasi dokumen APBD dengan dokumen KUA-PPAS.

Ruri Widiastuti (2013) dan Yudianta (2012) dengan penelitian pengaruh

SDM, teknologi informasi dan pengendalian intern terhadap kualitas informasi

akuntansi pada pelaporan keuangan SKPD Kabupaten Gianyar dengan

menggunakan teknik analisis linier berganda menemukan bukti bahwa kompetensi

Sumber Daya Manusia Bidang Akuntansi memiliki pengaruh yang positif dan

signifikan terhadap kualitas laporan keuangan pemerintah daerah. Kompetensi

sumber daya manusia memiliki hubungan yang positif terhadap kualitas laporan

keuangan pemerintah daerah karena dalam menyusun dan menghasilkan laporan

keuangan yang berkualitas sumber daya manusia memiliki peran yang sangat

penting khususnya sumber daya manusia di bidang akuntansi.

Muh Irvan (2013) meneliti Proses Penyusunan Rancangan Anggaran

Pendapatan dan Belanja Daerah (R-APBD) Tahun 2013 Kota Parepare. Teknik

analisa data yang penulis gunakan adalah data yang diperoleh dilapangan akan

dianalisis dengan menggunakan teknis analisis data secara kualitatif, dengan

tujuan mendeskripsikan variabel-variabel yang diteliti berdasarkan pada laporan

laporan, catatan-catatan yang ada dilapangan dan diuraikan dalam bentuk

38

penggambaran (deskripsi) mengenai permasalahan dari objek penelitian. Hasil

penelitiannya menunjukkan bahwa pada proses penyusunan Rancangan Anggaran

Pendapatan dan Belanja Daerah (R-APBD) Tahun 2013 Kota Parepare mengalami

hambatan sehingga penyusunan hingga penetapannya tidak tepat waktu sesuai

dengan Pedoman Pemerintah Pusat. Sehingga proses penyusunan R-APBD

berdasarkan pendekatan Bottom Up dan Top Down belum berjalan dengan

optimal.

Subechan dkk (2013) dalam penelitian Analisis Faktor-faktor Penyebab

Keterlambatan Penetapan APBD Kabupaten Kudus, menggunakan teknik analisis

faktor dengan melakukan uji korelasi antar variabel. Hasil penelitian

menunjukkan bahwa proses pembahasan baik eksekutif maupun legislatif

melakukan penambahan maupun pengurangan terhadap program kegiatan yang

tercantum dalam RAPBD, bahkan seringkali menambah program kegiatan yang

tidak tercantum dalam KUA-PPAS. Kurangnya pemahaman baik legislatif

maupun eksekutif terhadap peraturan tentang penyusunan APBD menjadi

penyebab disharmoni antara APBD dan KUA-PPAS.

Isa Wahyudi (2010) meneliti pengaruh akuntabilitas publik, partisipasi

masyarakat dan transparansi kebijakan publik terhadap hubungan antara

pengetahuan anggaran dengan pengawasan anggaran APBD di wilayah Malang

Raya, Jawa Timur. Dalam penelitian ini diuji dengan menggunakan multiple

regression. Hasil Penelitiannya menunjukkan bahwa pengetahuan anggaran

berpengaruh signifikan terhadap pengawasan APBD baik menurut dewan maupun

masyarakat. Pengaruh yang ditunjukkan adalah positif artinya semakin tinggi

39

pengetahuan dewan tentang anggaran maka pengawasan yang dilakukan semakin

meningkat.

Dari beberapa penelitian sebelumnya yang membedakan dari penelitian ini

adalah peneliti menggunakan variabel-varabel dan lokasi penelitian yang berbeda

dalam mengkaji faktor-faktor penyebab disharmoni antara KUA-PPAS dengan

APBD yaitu Kompetensi Sumber Daya Manuasia, Transparansi Publik,

Perencanaan Anggaran, Politik Anggaran, dan Dana Perimbangan/ transfer

dengan mengambil lokasi pada Pemerintah Kabupaten Tabanan.