bab ii kajian pustaka 2.1 kajian teori -...

19
5 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori Dalam bagian kajian teori ini berisi tentang pustaka untuk materi model pembelajaran kooperatif tipe Team Games Tournament (TGT) dan teori belajar matematika Dienes. 2.1.1 Pembelajaran Kooperatif Pada awal pelaksanaan pembelajaran yang diterapkan dalam dunia pendidikan adalah kompetitif dan individualistik. Namun dalam perjalanannya, muncul kelemahan-kelemahan dari kompetitif dan individualistik, yaitu (a) kompetisi siswa kadang tidak sehat, sebagai contoh jika seorang siswa menjawab pertanyaan guru, siswa yang lain berharap agar jawaban yang diberikan salah, (b) siswa berkemampuan rendah akan kurang termotivasi, (c) siswa berkemampuan rendah akan sulit untuk sukses dan semakin tertinggal, dan (d) dapat membuat frustrasi siswa lainnya Slavin (2005: 6). Pembelajaran kooperatif muncul untuk mengatasi kelemahan tersebut. Belajar kooperatif sering dilakukan oleh siswa atau bahkan guru sewaktu menjadi siswa. Siswa bekerja sama dengan beberapa temannya untuk menyelesaikan tugas dari guru, sebagai contoh saat bekerja membuat keterampilan tangan. Dalam belajar kooperatif, siswa dibentuk dalam kelompok- kelompok yang terdiri dari 4-5 orang untuk bekerja sama dalam menguasai materi yang diberikan guru. Kelompok dibagi secara heterogen, dimana pembagian anggota sesuai tingkat prestasi, jenis kelamin, ras, agama, dan latar belakang yang berbeda dan merata. Setelah dibagi dalam kelompok, siswa mendapat kesempatan untuk belajar bersama, lalu menjawab soal atau kuis secara individu yang hasilnya digabungkan dengan anggota kelompok yang lain. Nilai rata-rata kelompok yang tertinggi akan mendapat sertifikat yang manarik dan menambahkan foto anggota kelompok dan dipajang dalam dinding kelas Slavin (2005: 8). Dalam belajar kooperatif siswa belajar bersama sebagai suatu tim dalam menyelesaikan tugas-tugas kelompok untuk mencapai tujuan bersama, pendapat Artzt & Newman dalam Abdussakir (2011). Masing-masing anggota memiliki

Upload: hoangdien

Post on 18-Mar-2019

233 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/781/3/T1_292008011_BAB II.pdf · Sebagai contoh sebagai tugas merangkum atau meringkas

5

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Kajian Teori

Dalam bagian kajian teori ini berisi tentang pustaka untuk materi model

pembelajaran kooperatif tipe Team Games Tournament (TGT) dan teori belajar

matematika Dienes.

2.1.1 Pembelajaran Kooperatif

Pada awal pelaksanaan pembelajaran yang diterapkan dalam dunia

pendidikan adalah kompetitif dan individualistik. Namun dalam perjalanannya,

muncul kelemahan-kelemahan dari kompetitif dan individualistik, yaitu (a)

kompetisi siswa kadang tidak sehat, sebagai contoh jika seorang siswa menjawab

pertanyaan guru, siswa yang lain berharap agar jawaban yang diberikan salah, (b)

siswa berkemampuan rendah akan kurang termotivasi, (c) siswa berkemampuan

rendah akan sulit untuk sukses dan semakin tertinggal, dan (d) dapat membuat

frustrasi siswa lainnya Slavin (2005: 6). Pembelajaran kooperatif muncul untuk

mengatasi kelemahan tersebut.

Belajar kooperatif sering dilakukan oleh siswa atau bahkan guru sewaktu

menjadi siswa. Siswa bekerja sama dengan beberapa temannya untuk

menyelesaikan tugas dari guru, sebagai contoh saat bekerja membuat

keterampilan tangan. Dalam belajar kooperatif, siswa dibentuk dalam kelompok-

kelompok yang terdiri dari 4-5 orang untuk bekerja sama dalam menguasai materi

yang diberikan guru. Kelompok dibagi secara heterogen, dimana pembagian

anggota sesuai tingkat prestasi, jenis kelamin, ras, agama, dan latar belakang yang

berbeda dan merata. Setelah dibagi dalam kelompok, siswa mendapat kesempatan

untuk belajar bersama, lalu menjawab soal atau kuis secara individu yang hasilnya

digabungkan dengan anggota kelompok yang lain. Nilai rata-rata kelompok yang

tertinggi akan mendapat sertifikat yang manarik dan menambahkan foto anggota

kelompok dan dipajang dalam dinding kelas Slavin (2005: 8).

Dalam belajar kooperatif siswa belajar bersama sebagai suatu tim dalam

menyelesaikan tugas-tugas kelompok untuk mencapai tujuan bersama, pendapat

Artzt & Newman dalam Abdussakir (2011). Masing-masing anggota memiliki

Page 2: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/781/3/T1_292008011_BAB II.pdf · Sebagai contoh sebagai tugas merangkum atau meringkas

6

tanggung jawab yang sama untuk keberhasilan kelompok, selain itu sebagai

individu anggota juga harus paham tentang materi yang diperoleh kelompok.

Johnson & Johnson dalam Abdussakir (2011) menyatakan bahwa tujuan pokok

belajar kooperatif adalah memaksimalkan belajar siswa untuk peningkatan

prestasi akademik dan pemahaman baik secara individu maupun secara kelompok.

Karena siswa bekerja dalam suatu tim, maka dengan sendirinya dapat

memperbaiki hubungan di antara para siswa dari berbagai latar belakang etnis dan

kemampuan, mengembangkan keterampilan-keterampilan proses kelompok dan

pemecahan masalah, menurut Louisell & Descamps dalam Abdussakir (2011).

Pembelajaran kooperatif berbeda dengan pembelajaran kelompok yang

beranggota secara acak. Roger dan David Johnson dalam Anita Lie (2002: 20)

berpendapat bahawa tidak semua kerja kelompok bisa dianggap pembelajaran

kooperatif. Dalam pelaksanaanya ada beberapa unsur penting dalam belajar

kooperatif. Unsur-unsur yang dikemukakan oleh Roger dan David Johnson dalam

Anita Lie (2002: 20) , yaitu sebagai berikut:

1. Saling ketergantungan positif

Keberhasilan kelompok sangat bergantung pada usaha setiap anggota, bekerja

sama untuk mencapai satu tujuan dan terikat satu sama lain. Seluruh anggota

terikat dengan tugas yang dibawa dalam mencapai tujuan kelompok, sehingga

anggota saling tergantung satu sama lain.

2. Tanggung jawab individual

Tugas yang diberikan setiap anggota berbeda, sehingga merasa memiliki

tanggung jawab dalam kelompok. Masing-masing anggota kelompok harus

melaksanakan tanggung jawabnya sendiri agar tugas selanjutnya dalam

kelompok dapat dilaksanakan.

3. Tatap muka

Saling bertukar ide atau pendapat dalam sebuah diskusi akan memperkuat

hubungan positif dalam kelompok. Kegiatan interaksi ini akan memberikan

para pembelajar untuk membentuk sinergi yang menguntungkan semua

anggota. Inti dari sinergi ini adalah menghargai perbedaan, memanfaatkan

kelebihan, dan mengisi kekurangan masing-masing.

Page 3: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/781/3/T1_292008011_BAB II.pdf · Sebagai contoh sebagai tugas merangkum atau meringkas

7

4. Komunikasi antar anggota

Keberhasilan suatu kelompok juga bergantung pada kesediaan para anggotanya

untuk saling mendengarkan dan kemampuan mereka untuk mengutarakan

pendapat mereka. Sehingga tugas guru memberi contoh tidakan atau ungkapan

kepada anggota yang setelah memberi pendapat.

5. Evaluasi proses kelompok

Memberikan fasilitas khusus bagi kelompok untuk mengevaluasi proses kerja

kelompok dan hasil kerja sama dengan lebih efektif.

Teori-teori yang dapat menjelaskan keunggulan pembelajaran kooperatif

dibagi menjadi dua kategori utama, yiatu :

a. Teori Motivasi

Teori motivasi memfokuskan pada penghargaan yang diberikan kepada siswa

yang melakukan usaha. Deutsch dalam Slavin (2005: 34) mengidentifikasikan tiga

struktur tujuan motivasi, yaitu :

a) Kooperatif, individu memberi kontribusi pada pencapaian tujuan anggota

lainnya.

b) Konpetitif, tiap individu menghalangi pencapaian tujuan anggota lainnya.

c) Individualistik, tiap individu tidak memiliki konsekuensi apa pun bagi

pencapaian tujuan anggota lain.

Menciptakan kondisi dimana satu-satunya cara agar setiap anggota kelompok

tercapai tujuan pribadi mereka dengan membantu kelompoknya untuk bisa sukses

dalam melakukan sebuah kegiatan. Sehingga dengan alami muncul motivasi-

motivasi yang tibul akibat saling mendukung antar anggota (pujian dan dukungan)

agar anggota kelomponya dapat melakukan usaha maksimal.

b. Teori Kognitif

Teori Kognitif menekankan pada pengaruh dari kerja sama (sebuah kelompok

mencoba mencapai tujuan bersama atau tidak). Menurut Slavin (2005: 36) teori

kognitif yang berbeda terbagi menjadi dua kategori utama yaitu :

a) Teori Pembangunan, menurut para pakar tahun 80an khususnya yang

menganut paham Piaget yang disimpulkan oleh Slavin dalam bukunya (2005:

38) yaitu interaksi yang terjadi antar siswa akan berjalan sendirinya untuk

Page 4: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/781/3/T1_292008011_BAB II.pdf · Sebagai contoh sebagai tugas merangkum atau meringkas

8

mengembangkan prestasi siswa. Antar siswa akan belajar satu sama lain

melalui diskusi mengenai materi yang dibahas, konflik pengetahuan (kognitif)

akan timbul, alasan yang kurang tepat akan keluar dan mendapat masukan

sehingga pemahaman dengan kualitas yang lebih tinggi akan tercipta sebagai

kesepakatan bersama. Menurut Slavin (2005: 37) mengatakan “Terdapat

dukungan yang besar terhadap gagasan bahwa interaksi di antara teman

sebaya dapat membantu anak-anak yang non-conservers (tidak mampu

melihat kekekalan) menjadi conservers (mampu melihat kekekalan)”.

Kekalan yang dimaksud adalah hukum kekalan yang diciptakan Jean Piaget

seperti yang tertulis dalam buku Nyimas Aisyah (2008: 19) dimana enam

hukum kekalan itu yaitu kekalan bilangan (6-7 tahun), kekalan materi (7-8

tahun), kekalan panjang (8-9 tahun), kekalan luas (8-9 tahun) dan kekalan isi

(14-15 tahun).

b) Teori Elaborasi Kognitif, Wittock dalam Slavin (2005: 38) mengatakan

bahwa penelitian dalam bidang kognitif telah membuktikan bahwa informasi

jika masih ingin dipertahankan memori jangka panjang orang tersebut harus

terlibat dalam semacam pengaturan kembali kognitif, atau elaborasi dari

materi. Sebagai contoh sebagai tugas merangkum atau meringkas menuntut

siswa mengatur kembali materinya dan memilih bagian yang penting dari

materi dan kegiatan ini lebih baik jika dibandingkan dengan tugas yang hanya

mencatat materi dari sumbernya. Cara elaborasi yang paling efektif adalah

menjelaskan materi kepada orang lain. Donald Darsereau dalam buku Slavin

(2005: 39) menyatakan bahwa peserta didik yang bekerja dalam struktur

rancangan kooperatif dapat memahami materi lebih baik daripada mereka

yang bekerja sendiri. Rangkaian kegiatan sebagi berikut

“para siswa tersebut mengambil peran sebagai pembaca dan pendengar.

Mereka yang membaca satu bagian dari teks, dan kemudian pembaca

merangkum informasinya sementara pendengar mengoreksi kesalahan,

mengisi materi yang hilang, dan memikirkan cara bagaimana kedua

siswa dapat mengingat gagasan utamanya. Pada bagian teks berikutnya

para siswa bertukar peran.”

Page 5: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/781/3/T1_292008011_BAB II.pdf · Sebagai contoh sebagai tugas merangkum atau meringkas

9

Ini memperlihatkan terjadinya penemuan peer-tutoring (pengajaran

antarteman), siswa yang paling banyak mendapatkan keuntungan dari

kegiatan kooperatif adalah mereka yang memberikan penjelasan elaboratif

kepada teman yang lain.

Menurut penelitian Deutsch yang dilakukan pada 50 siswa yang dibagi dalam 10

kelompok dalam buku Huda (2011: 9) menunjukkan bahwa siswa-siswa yang

berada dalam kelompok kooperatif lebih sering bekerja sama, terkoordinasi, lebih

memperhatikan pembagian kerja yang setara antarsetiap anggota di dalamnya.

Mereka lebih peduli pada gagasan orang lain, efektif berkomunikasi dan

termotivasi mencapai tujuan bersama. Huda (2011: 17) menunjukkan bahwa studi

oleh pakar pembelajaran kooperatif seperti Johnson dan Johnson, Slavin dan

Sharan menyimpulkan bahwa pembelajaran kooperatif (cooperative learning)

merupakan strategi pengajaran efektik dalam meningkatkan prestasi dan

sosialisasi siswa sekaligus turut berkontribusi bagi perbaikan sikap dan pandangan

tentang pentingnya belajar dan bekerja sama, khususnya bagi mereka yang berada

pada lingkungan sekolah yang berasal dari latar belakang etnis yang berbeda-

beda.

Menurut Slavin (2005: 40) pembelajaran kooperatif memiliki potensi penghalang

dalam pelaksanaanya, yaitu adanya pemboncengan nama dalam setiap tugas

kelompok. Kontribusi sebagian anggota kurang maksimal akan mengakibatkan

anggota kelompok yang kooperatif merasa dirugikan. Maka dari itu diperlukan

komitmen dari siswa untuk berperan aktif dalam pembelajaran kooperatif.

2.1.2 Kooperatif tipe Team Game Tournament (TGT)

Dalam kelas siswa pasti memiliki kemampuan yang berbeda-beda, sehingga

guru menjadi kesulitan untuk memilih dan menerapkan pembelajaran yang tepat

untuk jenis kelas yang siswanya heterogen. Menurut Huda (2011: 4) pertengahan

abad 20, penelitian tentang perilaku manusia dalam kelompok konteks ilmu sosial

menghasilkan bahwa kelompok (group) berpengaruh signifikan terhadap perilaku

sosial individu. Penelitian tahun 1949 oleh Morton Deutsch dalam Huda (2011:

11) membuktikan bahwa pembelajaran kooperatif akan mencapai tujuannya

dengan lebih prosuktif, saling berkomunikasi dengan intens dari pada mereka

Page 6: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/781/3/T1_292008011_BAB II.pdf · Sebagai contoh sebagai tugas merangkum atau meringkas

10

yang memilih untuk berkompetisi sendiri. Penelitian ini didukung pernyataan

Robert E. Slavin dalam bukunya Slavin (2005: 4) bahwa pembelajaran kooperatif

dapat meningkatkan pencapaian prestasi siswa dan juga akibar positif lainnya

dapat mengembangkan hubungan antar kelompok, penerimaan terhadap teman

yang berkemampuan lemah dalam bidang akademik dan meningkatkan rasa harga

diri. Selain itu, untuk siswa sendiri adalah tumbuhnya kesadaran bahwa siswa

perlu belajar untuk berfikir, menyelesaikan masalah, dan mengintegrasikan serta

mengaplikasikan kemampuan dan pengetahuan mereka.

Pembelajaran kooperatif memiliki banyak tipe, salah satunya yaitu Team

Games Tournament (TGT). Metode ini merupakan pembelajaran pertama dari

John Hopkins, menggunakan turnamen mingguan dimana siswa memainkan game

akademik dengan anggota tim lain untuk menyumbangkan poin bagi skor timnya.

Tipe ini menggabungkan model pembelajaran kooperatif itu sendiri yang

digabungkan dengan model kompetisi antar kelompok. Anita Lie (2002: 23)

berpendapat bahwa model kompetisi bisa menimbulkan rasa cemas yang dapat

memacu siswa untuk meningkatkan kegiatan belajar. Meningkatnya kegiatan

belajar ini perdampak dalam meningkat hasil belajar yang pada akhir

pembelajaran akan dibandingkan dengan hasil siswa atau kelompok lain.

Menurut Robert E. Slavin (2005: 166), pembelajaran kooperatif tipe TGT

terdiri dari 5 komponen utama, yaitu

1. Presentasi di Kelas

Guru menyampaikan materi seperti yang biasa dilakukan ketika

memberikan materi dimatapelajaran sebelumnya, misalnya menggunakan

ceramah dan diskusi yang dipimpin guru. Selain itu guru juga

menyampaikan tujuan, tugas, kegiatan yang harus dilakukan siswa, dan

memberian motivasi agar siswa menikmati setiap sesi pembelajaran. Pada

saat penyampaian materi oleh guru siswa harus benar-benar

memperhatikan, karena akan membantu siswa ketika akan melakukan

turnamen karena skor individu mempengaruhi skor kelompok.

2. Tim (belajar kelompok)

Page 7: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/781/3/T1_292008011_BAB II.pdf · Sebagai contoh sebagai tugas merangkum atau meringkas

11

Guru membagi siswa dalam beberapa kelompok yang setiap kelompok

mewakili (kemampuan akademik, ras, etnis, dan jenis kelamin) sehingga

adanya heterogenitas diharapkan antar anggota kelompok saling membantu.

Dalam persiapan melalui belajar kelompok kegiatan yang dapat dilakukan

siswa adalah memecahkan masalah bersama, membandingkan jawaban, dan

mengoreksi tiap kesalahan pemahaman oleh teman anggota

kelompok.Selain itu setiap kelompok memiliki tugas untuk memperdalam

pengetahuan bersama kelompoknya sebagai persiapan anggota untuk

mengikuti turnamen.

3. Persiapan Game

Guru menyiapkan pertanyaan-pertanyaan yang kontennya sesuai mateti

yang disajikan dan dirancang untuk menguji kemampuan siswa yang

diperolehnya dari presentasi di kelas dan pelaksanaan belajar tim. Yang

perlu disiapkan adalah kartu soal yang dilengkapi dengan nomor, skor,

pertanyaan, jawaban mengenai materi dan tabel skor tim. Game dimainkan

oleh tiga atau lebih anak dalam sebuah meja, dan masing-masing adalah

perwakilan dari tim masing-masing.

4. Turnamen

Turnamen adalah sebuah struktur game yang dimainkan. Dilaksanakan

setelah penyajian materi oleh guru dan belajar kelompok oleh siswa. Pada

tahap pertama guru menempatkan 3 atau 4 (sesuai banyak kelompok)

perwakilan dari tiap tim untuk menduduki meja turnamen 1, 4 siswa

berikutnya perwakilan dari tiap-tiap tim meduduki meja turnamen 2, dan

seterusnya. Setiap jawaban salah, pada kolom skor diberi angka 0 (nol) jika

jawaban benar kolom skor diisi sesuai skor yang tertera dalam soal, dan

begitu seterusnya.

5. Rekognisi Tim

Bagi tim yang memiliki nilai rata-rata terbaik mendapat penghargaan berupa

sertifikat atau penghargaan dalam bentuk lain.

Page 8: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/781/3/T1_292008011_BAB II.pdf · Sebagai contoh sebagai tugas merangkum atau meringkas

12

Gambar 2.1 Skema pertandingan atau turnamen TGT menurut Slavin

Keterangan bagan :

Kelas dibagi dalam beberapa kelompok, contoh diatas kelompok A, B dan C.

A1, B1, C1 = siswa berkemampuan tinggi

A(2,3) B(2,3) C(2,3) = siswa berkemampuan sedang

A4, B4, C4 = siswa berkemampuan rendah

Meja Turnamen 1,2,3,4 = meja turnamen tiap kemampuan

Pembelajaran TGT (Team Game Turnament) memiliki kelebihan dan

kekurangan, antara lain :

a. Kelebihan

- Jika siswa dikondisikan dalam tim heterogen, kemampuan siswa

yang lemah dalam akademik dapat termotivasi dengan siswa yang

akademiknya tinggi.

- Siswa menjadi lebih bersemangat dalam belajar.

Meja

Turnamen

1

Meja

Turnamen

2

Meja

Turnamen

3

Meja

Turnamen

4

Page 9: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/781/3/T1_292008011_BAB II.pdf · Sebagai contoh sebagai tugas merangkum atau meringkas

13

- Keterlibatan siswa dalam belajar sangat tinggi.

- Pengetahuan yang diperoleh siswa bukan hanya didapat dari

presentasi guru namun melalui kontruksi siswa sendiri.

- Menumbuhkan sikap-sikap positif dalam diri siswa seperti

kerjasama, kebersamaan, toleransi, tanggung jawab, dan bisa

menerima pendapat orang lain.

b. Kekurangan

- Membutuhkan sarana dan prasarana yang memadai.

- Butuh penyesuaian kondisi jika dipakai sebagai kegiatan rutinitas.

- Jika siswa tidak diawasi dengan baik akan menimbulkan kegaduhan

dikelas.

- Siswa terbiasa mendapatkan hadiah.

2.1.3 Pembelajaran Matematika Melalui Teori Belajar Dienes

2.1.3.1 Pembelajaran Matematika

Matematika merupakan suatu bahan kaji yang memiliki objek abstrak dan

dibangun melalui proses penalaran deduktif, yaitu kebenaran suatu konsep dalam

matematika bersifat sangat kuat dan jelas. Suminarsih (2007: 1) mengemukakan

bahwa matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang memberikan

kontribusi positif tercapainya masyarakat yang cerdas dan bermartabat melalui

sikap kritis dan berpikir logis. Maka dari itu mata pelajaran matematika

dimasukkan dalam tiga tingkat pendidikan di Indonesia, yaitu Sekolah Dasar

(SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Sekolah Menengah Atas (SMA).

Dalam matematika di SD membekali peserta didik untuk mampu berpikir logis,

analitis, sistematis, kritis, dan kreatif, serta kemampuan bekerjasama.

Pembelajaran matematika disekolah harus memberikan peluang kepada

siswa untuk berusaha dan mencari pengalaman tentang matematika. Dengan

berjalannya waktu muncul teori-teori belajar yang dapat dimanfaatkan guru untuk

memaksimalkan pembelajaran matematika. Ditambah muncul beberapa model-

model pembelajaran yang dapat mendukung kesuksesan pembelajaran matematika

lebih menarik dalam penyajiannya kepada siswa.

Page 10: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/781/3/T1_292008011_BAB II.pdf · Sebagai contoh sebagai tugas merangkum atau meringkas

14

2.1.3.2 Teori Belajar Dienes

Zoltan P. Dienes seorang matematikawan yang memusatkan perhatian pada

cara-cara pengajaran terhadap siswa-siswa. Dasar teori ini bertumpu pada Piaget

dan pengembangannya diorientasikan pada siswa-siswa, sehingga sistem yang

dikembangkan menarik bagi siswa yang mempelajarinya. Teori Piaget melihat sisi

atau aspek dalam diri siswa yaitu tingkat perkembangan kognitif khususnya siswa.

Sependapat dengan Piaget, tentang perkembangan intelektual. Selain itu teori

Dienes ini juga berkaintan dengan pendekatan PAKEM yang didalamnya ada

unsur permianan.

Jean Piaget menurut Soemakin dalam Nyimas Aisyah dkk (2008: 3)

berpendapat bahwa proses berpikir manusia memiliki tahapan dari lahir hingga

dewasa. Proses berpikir dibagi dalam empat tahap perkembangan, sebagai berikut:

1. Periode Sensori Motor (0-2) tahun. Karakteristik period ini merupakan

gerakan-gerakan sebagai akibat reaksi langsung dari rangsangan yang

timbul karena anak melihat objek dan meraba-raba objek.

2. Periode Pra-operasional (2-7) tahun. Operasi yang dimaksud disini adalah

suatu proses berpikir atau logik, dan merupakan aktivitas mental, bukan

aktivitas sensori motor. Pada periode ini anak belum dapat mengambil

keputusan secara logis, melainkan keputusan yang dapat dilihat seketika.

Periode ini sering disebut juga periode pemberian simbol, misalnya suatu

benda diberi nama (simbol). Anak terpaku pada kontak langsung dengan

lingkungannya, tetapi anak mulai memanipulasi simbol dari benda-benda

sekitar.

3. Periode operasi kongkret (7-12) tahun. Periode ini disebut operasi kongkret

sebab berpikir logiknya didasarkan atas manipulasi fisik dari objek-objek.

Pengerjaan-pngerjaan logika dapat dilakukan dengan berorientasi ke objek-

objek atau peristiwa-peristiwa yang langsung dialami anak. Anak masih

terikat dengan pengalaman pribadi, pengalaman anak masih kongkret dan

belum formal. Dalam periode operasi kongkret, karakteristik berpikir anak

adalah sebagai berikut :

Page 11: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/781/3/T1_292008011_BAB II.pdf · Sebagai contoh sebagai tugas merangkum atau meringkas

15

a. Kombinasivitas atau klasifikasi adalah suatu operasi dua kelas atau

lebih yang dikomunikasikan ke dalam suatu kelas yang lebih besar.

Anak dapat membentuk variasi relasi kelas dan mengerti bahwa

beberapa kelas dapat dimasukkan ke kelas lain. Misalnya semua

manusia laki-laki dan semua manusia perempuan adalah semua

manusia. Hubungan A>B, B>C menjadi A>C.

b. Reversibilitas adalah operasi kebalikan. Misalnya, 3 + ? = 4 sama

dengan 4 – 3 = ?. Reversibilitas ini merupakan karakteristik utama

untuk berpikir operasional di dalam teori Piaget.

c. Asosiasivitas adalah suatu operasi terhadap bebepa klas yang

dikombinasikan mnurut sembarang urutan. Misalnya himpunan

bilangan bulat, operasi “+”, berlaku hukum asosiatif terhadap

penjumlahan.

d. Identitas adalah suatu operasi dengan unsur atau kelas hasilnya tidak

berubah. Misalnya dalam himpunan bilangan bulat dengan operasi “+”,

Unsur nol adalah 0 sehingga 5 + 0 = 5. Demikian juga suatu jumlah

dapat dinolkan dengan mengkombinasikan lawannya, misalnya 5

ditambah – 5 menjadi 5 – 5= 0.

e. Korespondensi satu-satu antara objek-objek dari dua kelas. Misalnya

unsur dari suatu himpunan berkawan dengan satu unsur dari himpunan

kedua dan sebaliknya.

f. Kesadaran adanya prinsip-prinsip konservasi. Konservasi berkenaan

dengan kesadaran bahwa satu aspek dari benda, tetap sama sementara

aspek lainnya berubah. Anak pada periode ini dilandasi oleh observasi

dari pengalaman dengan objek nyata, tetapi ia seudah mulai

menggeneralisasi objek-objek tadi.

4. Periode Operasi Formal (12-seterusnya) tahun. Periode ini juga disebut

periode operasi hipotetik-deduktif yang merupakan tahap tertinggi dari

perkembangan intelektual. Anak-anak pada periode ini sudah memberikan

alasan dengan menggunakan lebih banyak simbol atau gagasan dalam cara

berpikir. Anak sudah dapat mengoperasikan argumen-argumen tanpa

Page 12: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/781/3/T1_292008011_BAB II.pdf · Sebagai contoh sebagai tugas merangkum atau meringkas

16

dikaitkan dengan benda-benda empirik. Anak sudah dapat melihat

hubungan-hubungan abstrak dan menggunakan proposisi-proposisi logik-

formal termasuk aksioma dan definisi-definisi verbal.

Ruseffendi yang ditulis Somakim dalam Nyimas Aisyah (2007: 17), untuk

dapat mengajarkan konsep matematika pada anak dengan baik dan mudah

dimengerti, maka materi yang akan disampaikan disesuaikan dengan tingkat

intelektualnya sudah siap atau belum dapat menerima materi tersebut. Menurut

Piaget dalam Ruseffendi Nyimas Aisyah (2007: 18), ada enam tahap dalam

perkembangan belajar anak yang disebut dengan hukum kekekalan, yaitu :

1. Hukum kekekalan bilangan (6-7 tahun)

Anak yang sudah memahami kekekalan bilangan akan mengerti bahawa

suatu jumlah benda itu tetap walaupun dipindah-pindah posisinya.

2. Hukum kekekalan materi (7-8 tahun)

Anak yang sudah memahami hukum kekekalan materi atau zat akan

mengatakan bahwa materi atau zat akan tetap sama banyaknya meskipun

dipindah tempatnya.

3. Hukum kekekalan panjang (8-9 tahun)

Anak yang sudah memahami hukum kekekalan panjang akan

mengatakan bahwa panjang tali akan tetap meskipun tali itu

dilengkungkan.

4. Hukum kekekalan luas (8-9 tahun)

Selain kekelan panjang, pada usia 8-9 tahun anak juga sudah waktunya

memahami tentang kekekalan luas. Anak yang sudah memahami hukum

kekekalan luas akan mengatakan bahwa luas daerah yang ditutupi suatu

benda akan tetap sama luas meskipun letak benda diubah.

5. Hukum kekekalan berat (9-10 tahun)

Anak yang sudah memahami hukum kekekalan berat akan mengatakan

bahwa berat suatu benda akan tetap meskipun bentuk, tempat dan alat

penimbangan benda tersebut berbeda.

6. Hukum kekekalan isi (14-15 tahun)

Page 13: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/781/3/T1_292008011_BAB II.pdf · Sebagai contoh sebagai tugas merangkum atau meringkas

17

Anak yang sudah memahami hukum kekalan isi menyatakan bahwa

pada suatu bak atau bejana yang penuh dan dimasukkan suatu benda,

maka air yang tumbah sama dengan benda yang dimasukkan.

Teori belajar Dienes yang menekankan pada tahapan permainan yang berarti

proses pembelajaran melibatkan anak didik dalam belajar. Dalam proses

pembelajaran dapat membuat anak didik senang dalam belajar. Oleh karena itu

selain terkait dengan teori Piaget, teori Dienes juga terkait dengan konsep

pembelajaran dengan pendekatan PAKEM (Pembelajaran Aktif Kreatif Efektif

dan Menyenangkan).

Secara garis besar PAKEM menggambarkan kondisi-kondisi sebagai berikut

:

a. Peserta didik terlibat dalam berbagai kegiatan (aktivitas) yang

mengembangkan keterampilan, kemampuan dan pemahamannya dengan

mnekankan pada belajat dengan berbuat (learning by doing).

b. Guru mennggunakan berbagai motivasi dan alat peraga, termasuk

lingkungan sebagai sumber belajar agar pengajar lbih menarik,

menyenangkan dan relevan bagi peserta didik.

c. Guru mengatur kelas untuk memajang buku dan materi dengan tampilan

yang menarik.

d. Guru menggunakan cara belajar yang lebih kooperatif dan interaktif

melalui pembagian siswa dalam kelompok-kelompok.

e. Guru mendorong siswa untuk menemukan caranya sendiri dalam

menyelesaikan suatu masalah yang disediakan guru maupun dari siswa

sendiri sehingga mereka dapat mengungkapkan gagasan sendiri dan

melibatkan peserta didik dalam menciptakan lingkungan sekolahnya

sendiri agar siswa lebih nyaman.

Yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan PAKEM, yaitu :

a. Memahami sifat anak (sesuai dengan umur)

b. Mengenal peserta didik secara individu, misalnya sejarah kesehatan

siswa. Bermanfaat untuk mengantisipasi kegiatan yang dihindari

anak-anak yang memiliki kondisi kesehatan yang kurang baik.

Page 14: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/781/3/T1_292008011_BAB II.pdf · Sebagai contoh sebagai tugas merangkum atau meringkas

18

c. Memanfaatkan perilaku anak dalam pengorganisasian belajar.

Misalnya menawarkan pada siswa bagi yang ingin menjadi ketua-

ketua kelompok, sekaligus melatih siswa berorganisasi.

d. Mengembangkan kemampuan berpikir kritis, kreatif dalam

kemampuan memecahkan masalah. Ini berarti kasus-kasus atau

masalah-masalah yang disediakan guru disesuikan kemampuan anak,

sehingga tidak terlalu mudah atau sulit bagi siswa.

e. Mengembangkan ruang kelas sebagai lingkungan belajar yang

menarik.

f. Memanfaatkan lingkungan sebagai sumber belajar.

g. Memberikan umpan balik yang tanggung jawab untuk meningkatkan

kegiatan belajar mengajar.

Dienes dalam Nyimas Aisyah (2008: 2) “mengemukakan bahwa tiap-tiap

konsep atau prinsip dalam matematika yang konkret akan dapat dipahami dengan

baik. Ini mengandung arti bahwa jika benda-benda atau objek-objek dalam bentuk

permainan akan sangat berperan bila dimanipulasi dengan baik dalam pengajaran

matematika.”

Didalam teorinya, Dienes membagi beberapa tahap agar konsep-konsep

matematika akan berhasil jika dipelajari dalam tahap-tahap tertentu. Tahapan

tersebut adalah:

1. Permainan Bebas (Free Play)

Permainan bebas merupakan tahap belajar konsep yang aktifitasnya tidak

berstruktur dan tidak diarahkan. Kebebasan untuk mengatur benda diberikan

siswa sehingga selama permainan pengetahuan anak akan muncul. Dengan

permainan bebas anak mulai mmbentuk struktur mental dan struktur sikap dalam

mempersiapkan diri untuk memahami konsep yang sedang dipelajari.

2. Permainan yang Menggunakan Aturan (Games)

Dalam permainan yang disertai aturan siswa sudah mulai meneliti pola-pola

dan keteraturan yang terdapat dalam konsep tertentu. Banyak pola akan

Page 15: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/781/3/T1_292008011_BAB II.pdf · Sebagai contoh sebagai tugas merangkum atau meringkas

19

mempengaruhi tingkat usaha siswa dalam mencari, sedangkan keteraturan dalam

konsep akan muncul ketika macam pola ditambah dan dilakukan berulang-ulang.

3. Permainan Kesamaan Sifat (Searching for communalities)

Dalam mecari kesamaan sifat siswa dimulai diarahkan dalam kegiatan

menemukan sifat-sifat kesamaan dalam permainan. Menyiapkan dua benda yang

berbeda dan mencari kesamaan dan perbedaannya.

4. Permainan Representasi (Representation)

Representasi adalah tahap pengambilan sifat dari beberapa situasi yang

sejenis. Siswa menyimpulkan kesamaan sifat yang terdapat dalam situasi-situasi

yang dihadapi, dengan demikian mereka telah mengarah pada pengertian struktur

matematika yang bersifat abstrak yang terdapat dalam konsep yang sedang

dipelajari.

5. Permainan dengan Simbolisasi (symbolization)

Simbolisasi termasuk tahap belajar konsep yang membutuhkan kemampuan

merumuskan representasi dari setiap konsep-konsep dengan menggunakan simbol

matematika atau perumusan verbal.

6. Permainan dengan Formalisasi (Formulization)

Dalam tahap ini siswa dituntut untuk merumuskan sifat-sifat konsep dan

kemudian merumuskan sifat-sifat baru konsep tersebut. Karso dalam Nyimas

Aisyah dkk (2008: 11) menyatakan, pada tahap formalisasi anak tidak hanya

mampu merumuskan teorema serta membuktikannya secara deduktif, tetapi

mereka sudah mempunyai pengetahuan tentang sistem yang berlaku dari

pemahaman konsep-konsep yang terlibat satu sama lainnya.

2.2 Kajian Hasil Penelitian yang Relevan

Ayuk Septiana Dewi (2011: 54) dalam penelitiannya yang berjudul

Keefektifan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TGT (Team Game Tournament)

Terhadap Hasil Belajar bagi Siswa Kelas V SD menyimpulkan bahwa model

pembelajaran kooperatif tipe TGT (Team Game Tournament) efektif terhadap

hasil belajar matematika siswa kelas V SD. Dalam penelitian eksperimen yang

dilakukan oleh Gigih Febrianto yang berjudul Pengaruh Penggunaan Model

Page 16: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/781/3/T1_292008011_BAB II.pdf · Sebagai contoh sebagai tugas merangkum atau meringkas

20

Pembelajaran Kooperatif Tipe TGT (Team Game Turnament) pada Pembelajaran

IPS Terhadap Hasil Belajar Siswa Kelas IV SD Ngeri 1 Wadeslintang Kecamatan

Wadeslintang Kabupaten Wonosobo Semester 2 Tahun Pelajaran 2010/2011.

Hasil penelitian menyatakan bahwa penggunaan model pembelajaran TGT

berpengaruh terhadap hasil belajar. Hasil belajar siswa setelah pemblajaran

dengan mnggunkana model pembelajaran kooperatif tipe TGT lebih tinggi

dibandingkan hasil belajar siswa setelah pembelajaran tanpa menggunakan model

pembelajaran kooperatif tipe TGT. Hal ini berdasar pada nilai rata-rata kelas

antara kelas kontrol mendapat 72,34 dan untuk kelas eksperimen mendapat 85,36.

Penelitian yang dilakukan oleh Wanda Ferdianto (2011: 46) yang berjudul

Pengaruh Penerapan Teori Belajar Dienes dalam Model Pembelajaran Kooperatif

Tipe STAD Terhadap Peningkatan Hasil Belajar Matematika Kelas IV Semester

II di SD Negeri Salatiga 01 menyimpulkan bahwa penerapan teori belajar Dienes

dalam pembelajaran kooperatif tipe STAD berpengaruh pada peningkatan hasil

belajar siswa.

Penelitian sebelumnya yang sudah disampaikan berbeda, akan tetapi masih

berhubungan dengan penelitian yang dilakukan peneliti. Dalam penelitian ini

terdapat unsur yang sama membahas tentang pembelajaran menggunakan TGT

dan penerapan teori Dienes. Namun penelitian kali ini menjadi berbeda, karena

dalam penelitian ini peneliti mengembangkan model pembelajaran TGT berdasar

teori Dienes dalam sebuah bahan ajar modul yang dibagikan oleh kelas penelitian

dalam mata pelajaran matematika materi sifat-sifat bangun ruang. Penelitian ini

melalui beberapa tahap pembuatan produk yang harus direvisi melalui pakar

modul, pakar model, dan saran perbaikan dari guru-guru sebagai praktikan yang

telah menggunakan produk penelitian berupa bahan ajar modul.

2.3 Kerangka Pikir

Matematika merupakan mata pelajaran yang dapat menjadikan manusia

Indonesia untuk kritis dan berfikir logis melalui rangkaian proses pembelajaran.

Dienes menciptakan tahapan-tahapan pembelajaran matematika dengan

permainan. Sehingga dalam proses pembelajaran dibutuhkan pendukungan yang

dapat memaksimalkan setiap tahapan permainan Dienes. Model pembelajaran

Page 17: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/781/3/T1_292008011_BAB II.pdf · Sebagai contoh sebagai tugas merangkum atau meringkas

21

kooperatif tipe Team Games Tournament (TGT) merupakan salah satu model

pembelajaran yang mengandung unsur positif dari kegiatan yang melalui

kelompok. TGT sudah menerapkan unsur-unsur yang dimiliki pembelajaran

kooperatif didalamnya (saling ketergantungan positif, tanggung jawab individual,

tatap muka, evaluasi proses kelompok dan komunikasi antar anggota).

Pembelajaran berupa permainan siswa tidak hanya bergantung pada kelompok

namun juga bertanggung jawab atas tugas individu untuk penambahan skor yang

dimiliki kelompok.

Dari keunggulan pembelajaran TGT, teori Dienes dan manfaat belajar

matematika yang sudah disampaikan peneliti ingin mengembangkan ketiga unsur

tersebut dalam bahan ajar yang menarik untuk siswa. Bahan ajar yang dimaksud

adalah bahan ajar berupa modul yang mencantumkan beberapa kegiatan yang

mencerminkan bahwa pembelajaran TGT dan teori belajar matematika Dienes

terlaksana. Produk yang berupa bahan aja berupa modul nantinya akan

mendampingi siswa dari kegiatan awal untuk menggali pengetahuan awal hingga

melaksanakan evaluasi sehingga anak terlibat aktif dalam pembelajaran.

Page 18: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/781/3/T1_292008011_BAB II.pdf · Sebagai contoh sebagai tugas merangkum atau meringkas

22

Gambar 2.2 Bagan kerangka berfikir

Kelebihan TGT Matematika sifat-

sifat bangun ruang

Kelebihan

Dienes

Produk awal

modul

Validasi produk

Pakar modul Pakar materi

Saran

perbaikan

Revisi produk

modul

Uji coba

produk

32 siswa kelas V SD

Negeri 5 Dimoro

5 guru kelas

kecamatan Toroh

Penyebaran angket

dan saran perbaikan

Revisi produk akhir

Penyebaran angket

dan hasil evaluasi

siswa

Hasil penelitian dan

produk akhir

modul

Page 19: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/781/3/T1_292008011_BAB II.pdf · Sebagai contoh sebagai tugas merangkum atau meringkas

23

2.4 Hipotesis Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah, kajian teori, dan kerangka berfikir, maka

peneliti dapat mengambil hipotesis dalam penelitian ini adalah model TGT (Team

Game Turnament) berdasarkan teori belajar Dienes yang dikembangkan diduga

efektif digunakan dalam pembelajaran kelas V SD.