bab ii kajian pustaka 2.1. kajian teori 2.1.1. definisi...

14
6 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teori 2.1.1. Definisi Belajar Menurut E.R. Hilgard,1962 (Susanto.A, 2013) belajar adalah suatu perubahan kegiatan reaksi terhadap lingkungannya. Perubahan kegiatan yang dimaksud mencakup pengetahuan, kecakapan, tingkah laku, dan ini diperoleh melalui latihan pengalaman. Sedangkan menurut W.S. Winkel (2002) adalah suatu aktivitas mental yang berlangsung dalam interaksi aktif antara seseorang dengan lingkungan, dan menghasilkan perubahan- perubahan dalam pengetahuan, pemahaman, keterampilan, dan nilai sikap yang bersifat relatif konstan dan berbekas. Sementara menurut Gagne, belajar dimaknai sebagi suatu proses untuk memperoleh motivasi dalam pengetahuan, keterampilan, kebiasaan, dan tingkah laku. Dari pendapat beberapa para ahli tersebut bahwa belajar adalah merupakan perubahan yang dapat berlangsung melalui aktivitas dalam interaksi seseorang dengan lingkungan dan belajar juga suatu proses untuk memperoleh motivasi dalam mencakup pengetahuan,kecakapan,tingkah laku dan melalui latihan pengalaman yang dialaminya. 2.1.2 Hasil Belajar Penelitian fokus pada hasil belajar. Karena itu, perlu diberikan pemaparan terlebih dahulu tentang hasil belajar itu sendiri, seperti pengertian hasil belajar juga faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar itu sendiri. 2.1.3. Pengertian Hasil Belajar Menurut (Sudjana.N, 2011) hasil belajar adalah kemampuan- kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya. Horward Kingsley membagi tiga macam hasil belajar, yakni (a) keterampilan dan kebiasaan, (b) pengetahuan dan pengertian, (c) sikap dan cita-cita. Masing-masing jenis hasil belajar dapat diisi dengan bahan yang telah ditetapkan dalam kurikulum. Sedangkan Gagne membagi lima

Upload: doantram

Post on 09-May-2019

221 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

6

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1. Kajian Teori

2.1.1. Definisi Belajar

Menurut E.R. Hilgard,1962 (Susanto.A, 2013) belajar adalah suatu

perubahan kegiatan reaksi terhadap lingkungannya. Perubahan kegiatan

yang dimaksud mencakup pengetahuan, kecakapan, tingkah laku, dan ini

diperoleh melalui latihan pengalaman. Sedangkan menurut W.S. Winkel

(2002) adalah suatu aktivitas mental yang berlangsung dalam interaksi

aktif antara seseorang dengan lingkungan, dan menghasilkan perubahan-

perubahan dalam pengetahuan, pemahaman, keterampilan, dan nilai sikap

yang bersifat relatif konstan dan berbekas. Sementara menurut Gagne,

belajar dimaknai sebagi suatu proses untuk memperoleh motivasi dalam

pengetahuan, keterampilan, kebiasaan, dan tingkah laku.

Dari pendapat beberapa para ahli tersebut bahwa belajar adalah

merupakan perubahan yang dapat berlangsung melalui aktivitas dalam

interaksi seseorang dengan lingkungan dan belajar juga suatu proses untuk

memperoleh motivasi dalam mencakup pengetahuan,kecakapan,tingkah

laku dan melalui latihan pengalaman yang dialaminya.

2.1.2 Hasil Belajar

Penelitian fokus pada hasil belajar. Karena itu, perlu diberikan

pemaparan terlebih dahulu tentang hasil belajar itu sendiri, seperti

pengertian hasil belajar juga faktor-faktor yang mempengaruhi hasil

belajar itu sendiri.

2.1.3. Pengertian Hasil Belajar

Menurut (Sudjana.N, 2011) hasil belajar adalah kemampuan-

kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman

belajarnya. Horward Kingsley membagi tiga macam hasil belajar, yakni

(a) keterampilan dan kebiasaan, (b) pengetahuan dan pengertian, (c) sikap

dan cita-cita. Masing-masing jenis hasil belajar dapat diisi dengan bahan

yang telah ditetapkan dalam kurikulum. Sedangkan Gagne membagi lima

7

kategori hasil belajar, yakni (a) informasi verbal, (b) keterampilan

intelektual, (c) strategi kognitif,(d) sikap, dan (e) keterampilan motoris

(Sudjana.N, 1990).

Menurut Bloom, hasil belajar mencakup kemampuan kognitif,

afektif, dan psikomotorik. Domain kognitif adalah knowledge

(pengetahuan, ingatan), comprehension (pemahaman, menjelaskan,

meringkas, contoh), application (menerapkan), analysis

(menguraikan,menentukan hubungan), synthesis (mengorganisasikan,

merencanakan,membentuk bangunan baru),dan evaluation (menilai).

Domain afektif adalah receiving (sikap menerima), responding

(memberikan respons), valuing (nilai), organization (organisasi),

characterization (karakterisasi). Domain psikomotor meliputi

initiatory,pre-routine,dan rountinized. Psikomotor juga mencakup

keterampilan produktif, teknik, fisik, sosial, manajerial, dan intelektual.

Menurut Nawami dalam (K.Brahim,2007:39) yang menyatakan

bahwa hasil belajar dapat diartikan sebagai tingkat keberhasilan siswa

dalam mempelajari materi pelajaran di sekolah yang di nyatakan dalam

skor yang diperoleh dari hasil tes mengenal sejumlah pelajaran tertentu.

Dapat disimpulkan bahwa dari beberapa para ahli mengatakan

bahwa hasil belajar merupakan kemampuan yang dimiliki oleh siswa

setelah menerima pengalaman belajar, dan hasil belajar juga mencakup

kemampuan kognitif,afektif dan psikomotor. Hasil belajar juga dapat

dilihat dari tingkat keberhasilan siswa tersebut dalam pembelajaran

disekolahnya.

Hasil belajar juga dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu: faktor

internal dan faktor eksternal. Faktor internal adalah kondisi internal dan

proses kognitif siswa. Faktor eksternal adalah lingkungan yang ada

disekitar siswa, antaranya: guru,sarana dan prasarana

pembelajaran,lingkungan sosial siswa disekolah dan kurikulum sekolah.

8

2.1.4. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Hasil Belajar

Menurut Wasliman,2007:158 dalam (Susanto.A, 2013) hasil

belajar yang dicapai oleh peserta didik merupakan hasil interaksi antara

berbagai faktor yang memengaruhi, baik faktor internal maupun eksternal.

faktor internal dan eksternal, sebagai berikut:

1. faktor internal; faktor internal merupakan faktor yang bersumber dari

dalam diri peserta didik, yang memengaruhi kemampuan belajarnya.

Faktor internal ini meliputi: kecerdasan, minat dan perhatian, motivasi

belajar, ketekunan,sikap,kebiasaan belajar,serta kondisi fisik dan

kesehatan.

2. Faktor eksternal; faktor yang bersal dari luar diri peserta didik yang

memengaruhi hasil belajar yaitu keluarga sekolah, dan masyarakat.

Keadaan keluarga berpegaruh terhadap hasil belajar siswa. Keluarga

yang morat-morit keadaaan ekonominya,pertengkaran suami istri,

perhatian orantua yang kurang terhadap anaknya, serta kebiasaan

sehari-hari berperilaku yang kurang baik dari orangtua dalam

kehidupan sehari-hari berpengaruh dalam hasil belajar peserta didik.

Selanjutnya, dikemukan oleh Wasliman (2007:159) dalam

(Susanto.A, 2013), bahwa sekolah merupakan salah satu faktor yang

ikut menentukan hasil belajar siswa. Semakin tinggi kemampuan

belajar siswa dan kualitas pengajaran di sekolah, maka semakin tinggi

pula hasil belajar siswa.

2.3. Pengertian Pembelajaran Kooperatif (Cooperative Learning)

Tipe Make a Match

2.3.1. Pengertian model Pembelajaran Kooperatif

Cooperative Learning adalah suatu model pembelajaran dimana

peserta didik belajar dan bekerja dalam kelompok-kelompok kecil secara

kolaboratif yang anggotanya terdiri dari empat samapai dengan enam

orang dengan struktur kelompoknya yang bersifat heterogen. Dan

9

dikatakan pula,keberhasilan belajar dari kelompok tergantung pada

kemampuan dan aktivitas anggota kelompok, baik secara individual

maupun secara kelompok. Cooperative Learning mengandung pengertian

bekerja sama dalam mencapai tujuan bersama. Dalam kegiatan

Cooperative Learning, peserta didik secara individual mencari hasil yang

menguntungkan bagi seluruh kelompoknya. Jadi, belajar kooperatif adalah

pemanfaatan kelompok kecil dalam pengejaran yang memungkinkan

peserta didik bekerjasama untu memaksimalkan belajar mereka dan belajar

anggota lainnya dalam kelompok tersebut. Model pembelajaran

Cooperative Learning merupakan suatu model pembelajaran yang

membantu peserta didik dalam pengembangan pemahaman dan sikapnya

sesuai dengan kehidupan nyata di masyarakat. Sehingga dengan bekerja

bersama-sama diantara sesama kelompok akan meningkatkan produktifitas

dan perolehan belajar,serta ditemui selama proses pembelajaran

(Sumarna.D, 2013:119)

Artzt & Newwan (1990:448) dalam (Trianto, 2014)menyatakan,

bahwa dalam belajar kooperatif siswa belajar bersama sebagai suatu tim

dalam menyelesaikan tugas keolompok untuk mencapai tuhuan bersama.

Jadi, setiap anggota kelompok memiliki tanggung jawab yang sama untuk

keberhasilan kelompoknya.

Berdasarkan pengertian tersebut, maka pembelajaran dengan

Cooperative Learning akan dapat mengembangkan kualitas dari peserta

didik terutama aspek efektivitas peserta didik dapat dilakukan secara

bersama-sama. Belajar dalam kelompok kecil dengan prinsip kooperatif

sangat baik digunakan untuk tujuan belajar, baik yang bersifat

kognitif,afektif maupun konatif.

Beberapa ahli menyatakan bahwa model Cooperative Learning

tidak hanya unggul dalam membantu peserta didik dalam memahami

konsep yang sulit, tetapi juga sangat berguna untuk menumbuhkan

kemampuan berfikir kritis, bekerjasama, dan membantu teman. Dalam

Cooperative Learning, peserta didik terlibat aktif proses pembelajaran

10

sehingga memberikan dampak positif tehadap kualitas interaksi dan

komunikasi yang berkualitas, dapat memotivasi peseta didik untuk

meningkatkan prestai belajarnya (Isjoni,2010:18) dalam (Sumarna.D,

2013:119).

2.3.2 Tujuan Cooperative Learning

Menurut (Sumarna.D, 2013:119) tujuan utama dalam penerapan

model belajar mengajar Cooperative Learning adalah agar peserta didik

dapat belajar secara berkelompok bersama teman-temannya dengan saling

menghargai pendapat dan memberikan kesempatan dengan menyampaikan

pendapat mereka secara berkelompok.

Pada dasarkan model Cooperative Learning di kembangkan untuk

mencapai setidak-tidaknya tiga tujuan pembelajaran penting yang

dirangkum Ibrahim,Et Al, (2000), yaitu:

a. Hasil belajar akademik

Dalam Cooperative Learaning meskipun mencakup beragam

tujuan sosial, juga memperbaiki prestasi peserta didik atau tugas-tugas

akademis penting lainnya. Para pengembang model ini telah menunjukkan,

model struktur penghargaan kooperatif telah meningkatkan nilai peserta

didik pada belajar akademik dan perubahan norma yang berhubungan

dengan hasil belajar, Coopeartive Learning dapat memberi keuntungan,

baik pada peserta didik kelompok bawah maupun kelompok atas bekerja

bersama meenyelesaikan tugas-tugas akademik.

b. Penerimaan terhadap perbedaan individu

Tujuan lain model Cooperative Learning adalah penerimaan secara

luas dari orang-orang yang berbeda ras,budaya, kelas, sosial, kemampuan,

dan ketidakmampuannya.

c. Pengembangan keterampilan sosial

Tujuan penting ketiga Cooperative Learning adalah mengajarkan

kepada peserta didik keterampilan bekerjasama dan kolaborasi.

11

Keterampilan-keterampilan sosial penting dimiliki peserta didik, sebab

saat ini banyak anak muda masih kurang dalam keterampilan sosial.

2.3.3. Langkah-Langkah Pembelajaran Kooperatif Tipe Make a

Match

Model Coopertaive Learning tipe Make a Match ini adalah model

pembelajaran yang kooperatif dengan maksud siswa dapat meningkatkan

aktivitas belajarnya dan mampu memotivasi didalam pembelajaran. Dan

memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk bekerjasama dan

saling membantu dalam melakukan tugas kelompok. Dengan cooperative

learning tipe make a match ini juga dapat melatihkan peserta didik

bagaimana mereka bisa menerima siswa lainnya dalam bekerja sama pada

1 tim/kelompok. Serta melatih keberanian siswa untuk dapat tampil

presentasi dan efektif melatih kedisplinan siswa menghargai waktu untuk

belajar.

Dikembangkan pertama kali pada 1994 oleh Lorna Curran dalam

(Huda, 2013) strategi Make a Match saat ini menjadi salah satu strategi

penting dalam ruang kelas. Tujuan dari strategi ini antara lain: 1)

pendalaman materi; 2) penggalian materi; dan 3) edutainment. Tata

laksananya cukup mudah, tetapi guru perlu melakukan beberapa persiapan

khusus sebelum menerapkan strategi ini. Beberapa persiapannya antara

lain:

1. Membuat beberapa pertanyaan yang sesuai dengan materi yang

dipelajari (jumlahnya tergantung tujuan pembelajaran) kemudian

menulisnya dalam kartu-kartu pertanyaan.

2. Membuat kunci jawaban dari pertanyaan-pertanyaan yang telah dibuat

dan menulisnya dalam kartu-kartu jawaban. Akan lebih baik jika kartu

pertanyaan dan kartu jawaban berbeda warna.

12

3. Membuat aturan yang berisi penghargaan bagi siswa yang berhasil dan

sanksi bagi siswa yang gagal (di sini, guru dapat membuat aturan ini

bersama-sama dengan siswa).

4. Menyediakan lembaran untuk mencatat pasangan-pasangan yang

berhasil sekaligus untuk penskoran presentasi.

Sintak strategi Make a Match dapat dilihat pada langkah-langkah

kegiatan pembelajaran berikut ini,

1. Guru menyampaikan materi atau memberi tugas kepada siswa untuk

memperlajari materi dirumah.

2. Siswa dibagi ke dalam 2 kelompok, misalnya kelompok A dan

kelompok B. Kedua kelompok diminta untuk berhadap-hadapan.

3. Guru membagikan kartu pertanyaan kepada kelompok A dan kartu

jawaban kepada kelompok B.

4. Guru menyampaikan kepada siswa bahwa mereka harus

mencari/mencocokkan kartu yang dipegang dengan kartu kelompok

lainnya. Guru juga perlu menyampaikan batasan maksimum waktu

yang ia berikan kepada mereka.

5. Guru meminta semua anggota kelompok A untuk mencari

pasangannya di kelompok B. Jika mereka sudah menemukan

pasangannya masing-masing, guru meminta mereka melaporkan diri

kepadanya. Guru mencatat mereka pada kertas yang sudah

dipersiapkan.

6. Jika waktu suda habis, mereka harus diberitahu bahwa waktu sudah

habis. Siswa yang belum menemukan pasangan diminta untuk

berkumpul tersendiri.

7. Guru memanggil satu pasangan untuk presentasi. Pasangan lain dan

sisswa yang tidak mendapatkan pasangan memperhatikan dan

memberikan tanggapan apakah pasangan itu cocok atau tidak.

8. Terakhir, guru memberikan konfirmasi tentang kebenaran dan

kecocokan pertanyaan dan jawaban dari pasangan yang memberikan

presentasi.

13

9. Guru memanggil pasangan berikutnya, begitu seterusnya sampai

seluruh pasangan melakukan presentasi.

2.3.4. Kelebihan dan Kelemahan Pembelajaran Kooperatif Tipe Make

a Match

Kelebihan strategi Make A Match ( (Huda, 2013) adalah:

1) Dapat meningkatkan aktivitas belajar siswa, baik secara kognitif

maupun fisik.

2) Karena ada unsur permainan,metode ini menyenangkan

3) Meningkatkan pemahaman siswa terhadap materi yang dipelajari dan

dapat meningkatkan motivasi belajar siswa:

4) Efektif sebagai sarana melatih keberanian siswa untuk tampil

presentasi; dan

5) Efektif melatih kedisiplinan siswa mengahragi waktu untuk belajar.

Adapun kelemahan strategi Make A Match adalah:

1) Jika strategi ini tidak dipersiapkan dengan baik, akan banyak waktu

yang terbuang;

2) Pada awal-awal penerapan metode, banyak siswa yang akan malu

berpasangan dengan lawan jenisnya;

3) Jika guru tidak mengarahkan siswa dengan baik, akan banyak siswa

yang kurang memperhatikan pada saat presentasi pasangan;

4) Guru harus hari-hati dan bijaksana saat memberi hukuman pada siswa

yang tidak mendapatkan pasangan, kerena mereka bisa malu; dan

5) Menggunakan metode ini secara terus-menerus akan menimbulkan

kebosanan. (buku model-model pengajaran dan pembelajaran).

2.5. Pengertian Ilmu Pengetahuan Alam (IPA)

2.5.1. Hakikat Ilmu Pengetahuan Alam (IPA)

Menurut Marsetio Donosepoetro,1990:6 dalam (Trianto,

2012),pada hakikatnya IPA dibangun atas dasar produk ilmiah, proses

ilmiah,dan sikap ilmiah. Selain itu, IPA dipandang pula sebagai proses,

sebagai produk, dan sebagai prosedur. Sebagai proses diartikan semua

14

kegiatan ilmiah untuk menyempurnakan pengetahuan tentang alam

maupun untuk menemukan pengetahuan baru. Sebagi produk diartikan

sebagi hasil proses, berupa pengetahuan yang diajarkan dalam sekolah

atau di luar sekolah ataupun bahan bacaan untuk penyebaran atau

dissiminasi pengetahuan. Sebagai prosedur dimaksudkan adalah

metodologi atau cara yang dipakai untuk mengetahui sesuatu (riset pada

umumnya) yang lazim disebut metode ilmiah (scientific method).

Sementara itu, menurut Laksmi Prihantoro dkk.,(1986) mengatakan bahwa

IPA hakikatnya merupakan suatu produk, proses, dan aplikasi. Sebagai

produk, IPA merupakan sekumpulan pengetahuan dan sekumpulan konsep

dan bagan konsep. Sebagai suatu proses, IPA merupakan proses yang

dipergunakan untuk memperlajari objek studi, menemukan dan

mengembangkan produk-produk sains, dan sebagai aplikasi, teori-teori

IPA akan melahirkan teknologi yang dapt memberikan kemudahan bagi

kehidupan.

Padahal untuk anak jenjang sekolah dasar, menurut

(Marjono,1996), hal yang harus di utamakan adalah bagaimana

mengembangkan rasa ingin tahu dan daya berpikir kritis mereka terhadap

suatu masalah.Hakikat pembelajaran sains yang didefinisikan sebagai ilmu

tentang alam yang dalam bahasa Indonesia disebut dengan ilmu

pengetahuan alam, dapat diklasifikasikan menjadi tiga bagian,yaitu: ilmu

alam sebagai produk,proses,dan sikap.dari ketiga komponen ini, Sutrisno

(2007) menambahkan bahwa IPA juga sebagai prosedur dan IPA sebagai

teknologi dalam (Susanto.A, 2013).

Berdasarkan pengertian diatas, dapat ditarik kesimpulan dengan

demikian IPA adalah dibangun atas dasar produk ilmiah, proses ilmiah,dan

sikap ilmiah.IPA juga rasa ingin tahu dan daya pikir kritis seseorang

terhadap suatu masalah, dan IPA juga ilmu alam sebagai produk, proses

dan sikap.

15

2.5.2. Tujuan Pembelajaran IPA di Sekolah Dasar

Menurut (Susanto.A, 2013) pembelajaran sains disekolah dasar

dikenal dengan pembelajaran ilmu pengetahuan alam (IPA). Konsep IPA

di sekolah dasar merupakan konsep yang masih terpadu, karena belum

dipisahkan secara tersendiri, seperti mata pelajaran kimia,biologi,dan

fisika.

Adapun tujuan pembelajaran sains disekolah dasar dalam Badan

Nasional Standar Pendidikan (BSNP,2006), dimaksudkan untuk:

1. Memperoleh keyakinan terhadap kebesaran Tuhan Yang Maha Esa

berdasarkan keberadaan, keindahan, dan keteraturan alam ciptaannya.

2. Mengembangakan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep IPA

yang bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.

3. Mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positif dan kesadaran tentang

adanya hubungan yang saling memengaruhi antara IPA, lingkungan,

teknologi, dan masyarakat.

4. Mengembangakan keterampilan proses untuk menyelidiki alam

sekitar, memecahkan masalah, dan membuat keputusan.

5. Meningkatkan kesadaran untuk berperan serta dalam memelihara,

menjaga, dan melestarikan lingkungan alam.

6. Meningkatkan kesadaran untuk menghargai alam dan segala

keteraturannya sebagai salah satu ciptaan Tuhan.

7. Memperoleh bekal pengetahuan, konsep, dan keterampilan IPA

sebagai dasar untuk melanjutkan pendidikan ke SMP.

Berdasarkan pernyataan diatas tersebut dapat disimpulkan bahwa

pengajaran IPA mempunyai tujuan umtuk menanamkan konsep ilmiah dan

sikap yang positif terhadap siswanya melalui proses pembelajaran IPA

dalam memecahkan masalah. Siswa akan selalu tertarik dengan alam

sekitar dan siswa akan mengenal serta dapat memanfaatkan lingkungan

sebagai sumber ilmu belajar, siswa juga akan dapat mengembangkan

16

pikiran melalui lingkungan yang banyak memberikan pengalaman dan

pengetahuan.

2.5.3. Ruang Lingkup IPA di SD

Adapun ruang lingkup bahan kajian IPA di SD/MI menurut Badan

Standar Nasional Pendidikan (BNSP) (2006:485) dalam

(www.docs.engine.com) meliputi aspek-aspek :

1) Mahkluk hidup dan proses kehidupan, yaitu manusia, hewan,

tumbuhan dan interaksinya dengan lingkungan, serta kesehatan,

2) Benda/materi, sifat-sifat dan kegunaannya meliputi : cair, padat dan

gas.

3) Energi dan perubahannya meliputi : gaya, bunyi, panas, magnet, listrik,

cahaya dan pesawat sederhana,

4) Bumi dan alam semesta meliputi : tata surya, dan benda-benda langit

lainnya.

Berdasarkan Badan Standar Nasional Pendidikan (BNSP)

(2006:485) dapat di simpulkan bahwa ruang lingkup IPA di SD adalah

mahkluk hidup dan proses kehidupan, benda/materi, energi dan

perubahan, serta bumi dan alam semesta.

2.6. Kajian Penelitian yang Relevan

Shinta Kurniawati ,2014 .Penerapan model kooperatif tipe make a

match untuk meningkatkan hasil belajar IPA materi gaya kelas V SD 5

Dersalam Kudus. Sebelum penelitian ini dilakukan,ditemukan bahwa hasil

belajar siswa rendah. Setelah melakukan 2 siklus hasil belajar siswa

meningkat, dimana siswa lulus dari KKM yang ditetapkan. Dengan

demikian, kesimpulan dari penelitian tindakan ini adalah bahwa kooperatif

tipe make a match dapat meningkatkan hasil belajar siswa.

Eny Khofitah,2013.Penerapan Metode Make A Match untuk

meningkatkan Motivasi dan Hasil Belajar Matematika Siswa Kelas 4 Sd

Negeri 1 Parikesit Kecamatan Kejajar kabupaten Wonosobo Semester 2

17

Tahun Pelajaran 2012/2013. Dengan melakukan 2 siklus maka metode

Make A Match ini dapat dilihat tingkat keberhasilan siswa dari siklus I dan

siklus II dengan KKM yang sudah ditetapkan. Dengan demikian, maka

dapat disimpulkan bahwa melalui metode Make A Match ini dapat

meningkatkan motivasi dan hasil belajar siswa.

Berdasarkan penelitian-penelitian diatas, penulis bermaksud untuk

melakukan lagi penelitian yang sama dengan menggunakan model

pembelajaran yang sama pada sekolah dan kelas yang berbeda. Penulis

beramsusi bahwa meskipun menerapkan model pembelajaran yang sama,

namum jika situasi pembelajaran (sekolah,fasilitas yang dimiliki, termasuk

keadaan subjek didik itu sendiri), akan memberikan konstribusi yang

berbeda pada hasil belajar itu sendiri. Dengan situasi yang demikian,

penulis bermaksud untuk melakukan uji coba kembali model penelitian

ini, dengan mengambil desain penelitian tindakan.

2.7. Kerangka Berpikir

Penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas. Penelitian kelas

merupakan penelitian yang berupaya untuk meningkatkan hasil belajar

yang dicapai oleh siswa pada mata pelajaran IPA dengan menerapkan

model Cooperative Learning Tipe Make a Match melalui proses bertahap

yang dikenal dengan siklus. Siklus merupakan tahapan-tahapan

pembelajaran yang perlu dilakukan dengan menerapkan model

pembelajaran yang direncanakan, dimana hasil dari siklus sebelumnya

menjadi hasil evaluasi bagi penerapan pada siklus berikut. Pemilihan

model cooperative learning tipe make a match ini digunakan dalam

pembelajaran bertahap ini ialah didasarkan pada pertimbangan bahwa

model cooperative learning tipe make a match ini dapat meningkatkan

hasil belajar IPA siswa di kelas V SDN Kumpulrejo 03. Pertimbangan-

pertimbangan yang dibangun didasarkan pada temuan-temuan

sebelumnya, baik itu pada temuan waktu observasi didalam kelas tentang

model cooperative learning tipe make a match ini, maupun hasil penelitian

18

sebelumnya mengungkapkan bahwa model pembelajaran ini dapat

meningkatkan hasil belajar IPA siswa di dikelas V SDN Kumpulrejo 03.

Dengan situasi ini pembelajaran maupun hasil belajar IPA siswa pada

kelas V SDN Kumpulrejo 03 yang belum mencapai dari KKM yang telah

ditetapkan, maka dengan menerapkan model cooperative learning tipe

make a match melalui tahapan-tahapan pembelajaran yaitu siklus-siklus

belajar siswa, diharapkan dapat meningkatkan hasil belajar IPA siswa.

Dalam menerapkan model Cooperative Learning Tipe Make a Match pada

mata pelajaran IPA yang banyak melibatkan siswa-siswinya didalam kelas

dalam waktu proses pembelajaran akan memberikan makna yang berbeda

dari pembelajaran yang sebelumnya. Sehingga siswa akan lebih mudah

untuk memahami konsep materi pokok yang akan di pelajari didalam

kelas. Model Cooperative Learning Tipe Make a Match dalam proses

pembelajaran siswa akan terkondisikan belajar aktif, efektif, dan

meningkatkan motivasi siswa dalam belajar kelompok dan berkerjasama.

Kondisi ini akan sangat membantu guru dalam memotivasi siswa untuk

belajar.

19

KERANGKA BERPIKIR

Gambar 2.1 Peningkatan Hasil Belajar IPA Melalui Model Pembelajaran Make A

Match

2.8. Hipotesis Tindakan

Dengan latar belakang dan kerangka berpikir diatas, maka hipotesis

tindakan dalam penelitian ini adalah: penerapan model cooperative learning tipe

make a match dapat meningkatkan hasil belajar IPA siswa dikelas V SDN

Kumpulrejo 03 Kecamatan Argomulyo Semester II Tahun Pelajaran 2015/2016.

Kondisi awal

Guru

Guru belum

menggunakan tipe

Make A Match

Siswa

Hasil belajar IPA

masih rendah (KKM

<68)

Tindakan

Guru

Menggunakan metode

Make a Match dalam

pembelajaran

Siklus I

Menggunakan metode make a

match dengan menggunakan kartu

kelompok yaitu kelompok A dan B.

Dimana terdapat kartu pertanyaan

dan jawaban dalam pembelajaran

IPA

Siklus II

Menerapkan metode make a match dengan

menggunaka nkartu kelompok yaitu kelompok A dan B.

Dimana terdapat kartu pertanyaan dan jawban dalam

pembelajaran IPA.

Kondisi akhir

Dengan menerapkan metode make a

match dapat meningkatkan hasil

belajar siswa kelas V SDN Kumpulrejo

kecamatan Argomulyo semester 2

tahun pelajaran 2015/2016 dengan

nilai yang diatas (KKM ≥68).