bab ii kajian pustaka 2.1. kajian teori 2.1.1. definisi...
TRANSCRIPT
6
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1. Kajian Teori
2.1.1. Definisi Belajar
Menurut E.R. Hilgard,1962 (Susanto.A, 2013) belajar adalah suatu
perubahan kegiatan reaksi terhadap lingkungannya. Perubahan kegiatan
yang dimaksud mencakup pengetahuan, kecakapan, tingkah laku, dan ini
diperoleh melalui latihan pengalaman. Sedangkan menurut W.S. Winkel
(2002) adalah suatu aktivitas mental yang berlangsung dalam interaksi
aktif antara seseorang dengan lingkungan, dan menghasilkan perubahan-
perubahan dalam pengetahuan, pemahaman, keterampilan, dan nilai sikap
yang bersifat relatif konstan dan berbekas. Sementara menurut Gagne,
belajar dimaknai sebagi suatu proses untuk memperoleh motivasi dalam
pengetahuan, keterampilan, kebiasaan, dan tingkah laku.
Dari pendapat beberapa para ahli tersebut bahwa belajar adalah
merupakan perubahan yang dapat berlangsung melalui aktivitas dalam
interaksi seseorang dengan lingkungan dan belajar juga suatu proses untuk
memperoleh motivasi dalam mencakup pengetahuan,kecakapan,tingkah
laku dan melalui latihan pengalaman yang dialaminya.
2.1.2 Hasil Belajar
Penelitian fokus pada hasil belajar. Karena itu, perlu diberikan
pemaparan terlebih dahulu tentang hasil belajar itu sendiri, seperti
pengertian hasil belajar juga faktor-faktor yang mempengaruhi hasil
belajar itu sendiri.
2.1.3. Pengertian Hasil Belajar
Menurut (Sudjana.N, 2011) hasil belajar adalah kemampuan-
kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman
belajarnya. Horward Kingsley membagi tiga macam hasil belajar, yakni
(a) keterampilan dan kebiasaan, (b) pengetahuan dan pengertian, (c) sikap
dan cita-cita. Masing-masing jenis hasil belajar dapat diisi dengan bahan
yang telah ditetapkan dalam kurikulum. Sedangkan Gagne membagi lima
7
kategori hasil belajar, yakni (a) informasi verbal, (b) keterampilan
intelektual, (c) strategi kognitif,(d) sikap, dan (e) keterampilan motoris
(Sudjana.N, 1990).
Menurut Bloom, hasil belajar mencakup kemampuan kognitif,
afektif, dan psikomotorik. Domain kognitif adalah knowledge
(pengetahuan, ingatan), comprehension (pemahaman, menjelaskan,
meringkas, contoh), application (menerapkan), analysis
(menguraikan,menentukan hubungan), synthesis (mengorganisasikan,
merencanakan,membentuk bangunan baru),dan evaluation (menilai).
Domain afektif adalah receiving (sikap menerima), responding
(memberikan respons), valuing (nilai), organization (organisasi),
characterization (karakterisasi). Domain psikomotor meliputi
initiatory,pre-routine,dan rountinized. Psikomotor juga mencakup
keterampilan produktif, teknik, fisik, sosial, manajerial, dan intelektual.
Menurut Nawami dalam (K.Brahim,2007:39) yang menyatakan
bahwa hasil belajar dapat diartikan sebagai tingkat keberhasilan siswa
dalam mempelajari materi pelajaran di sekolah yang di nyatakan dalam
skor yang diperoleh dari hasil tes mengenal sejumlah pelajaran tertentu.
Dapat disimpulkan bahwa dari beberapa para ahli mengatakan
bahwa hasil belajar merupakan kemampuan yang dimiliki oleh siswa
setelah menerima pengalaman belajar, dan hasil belajar juga mencakup
kemampuan kognitif,afektif dan psikomotor. Hasil belajar juga dapat
dilihat dari tingkat keberhasilan siswa tersebut dalam pembelajaran
disekolahnya.
Hasil belajar juga dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu: faktor
internal dan faktor eksternal. Faktor internal adalah kondisi internal dan
proses kognitif siswa. Faktor eksternal adalah lingkungan yang ada
disekitar siswa, antaranya: guru,sarana dan prasarana
pembelajaran,lingkungan sosial siswa disekolah dan kurikulum sekolah.
8
2.1.4. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Hasil Belajar
Menurut Wasliman,2007:158 dalam (Susanto.A, 2013) hasil
belajar yang dicapai oleh peserta didik merupakan hasil interaksi antara
berbagai faktor yang memengaruhi, baik faktor internal maupun eksternal.
faktor internal dan eksternal, sebagai berikut:
1. faktor internal; faktor internal merupakan faktor yang bersumber dari
dalam diri peserta didik, yang memengaruhi kemampuan belajarnya.
Faktor internal ini meliputi: kecerdasan, minat dan perhatian, motivasi
belajar, ketekunan,sikap,kebiasaan belajar,serta kondisi fisik dan
kesehatan.
2. Faktor eksternal; faktor yang bersal dari luar diri peserta didik yang
memengaruhi hasil belajar yaitu keluarga sekolah, dan masyarakat.
Keadaan keluarga berpegaruh terhadap hasil belajar siswa. Keluarga
yang morat-morit keadaaan ekonominya,pertengkaran suami istri,
perhatian orantua yang kurang terhadap anaknya, serta kebiasaan
sehari-hari berperilaku yang kurang baik dari orangtua dalam
kehidupan sehari-hari berpengaruh dalam hasil belajar peserta didik.
Selanjutnya, dikemukan oleh Wasliman (2007:159) dalam
(Susanto.A, 2013), bahwa sekolah merupakan salah satu faktor yang
ikut menentukan hasil belajar siswa. Semakin tinggi kemampuan
belajar siswa dan kualitas pengajaran di sekolah, maka semakin tinggi
pula hasil belajar siswa.
2.3. Pengertian Pembelajaran Kooperatif (Cooperative Learning)
Tipe Make a Match
2.3.1. Pengertian model Pembelajaran Kooperatif
Cooperative Learning adalah suatu model pembelajaran dimana
peserta didik belajar dan bekerja dalam kelompok-kelompok kecil secara
kolaboratif yang anggotanya terdiri dari empat samapai dengan enam
orang dengan struktur kelompoknya yang bersifat heterogen. Dan
9
dikatakan pula,keberhasilan belajar dari kelompok tergantung pada
kemampuan dan aktivitas anggota kelompok, baik secara individual
maupun secara kelompok. Cooperative Learning mengandung pengertian
bekerja sama dalam mencapai tujuan bersama. Dalam kegiatan
Cooperative Learning, peserta didik secara individual mencari hasil yang
menguntungkan bagi seluruh kelompoknya. Jadi, belajar kooperatif adalah
pemanfaatan kelompok kecil dalam pengejaran yang memungkinkan
peserta didik bekerjasama untu memaksimalkan belajar mereka dan belajar
anggota lainnya dalam kelompok tersebut. Model pembelajaran
Cooperative Learning merupakan suatu model pembelajaran yang
membantu peserta didik dalam pengembangan pemahaman dan sikapnya
sesuai dengan kehidupan nyata di masyarakat. Sehingga dengan bekerja
bersama-sama diantara sesama kelompok akan meningkatkan produktifitas
dan perolehan belajar,serta ditemui selama proses pembelajaran
(Sumarna.D, 2013:119)
Artzt & Newwan (1990:448) dalam (Trianto, 2014)menyatakan,
bahwa dalam belajar kooperatif siswa belajar bersama sebagai suatu tim
dalam menyelesaikan tugas keolompok untuk mencapai tuhuan bersama.
Jadi, setiap anggota kelompok memiliki tanggung jawab yang sama untuk
keberhasilan kelompoknya.
Berdasarkan pengertian tersebut, maka pembelajaran dengan
Cooperative Learning akan dapat mengembangkan kualitas dari peserta
didik terutama aspek efektivitas peserta didik dapat dilakukan secara
bersama-sama. Belajar dalam kelompok kecil dengan prinsip kooperatif
sangat baik digunakan untuk tujuan belajar, baik yang bersifat
kognitif,afektif maupun konatif.
Beberapa ahli menyatakan bahwa model Cooperative Learning
tidak hanya unggul dalam membantu peserta didik dalam memahami
konsep yang sulit, tetapi juga sangat berguna untuk menumbuhkan
kemampuan berfikir kritis, bekerjasama, dan membantu teman. Dalam
Cooperative Learning, peserta didik terlibat aktif proses pembelajaran
10
sehingga memberikan dampak positif tehadap kualitas interaksi dan
komunikasi yang berkualitas, dapat memotivasi peseta didik untuk
meningkatkan prestai belajarnya (Isjoni,2010:18) dalam (Sumarna.D,
2013:119).
2.3.2 Tujuan Cooperative Learning
Menurut (Sumarna.D, 2013:119) tujuan utama dalam penerapan
model belajar mengajar Cooperative Learning adalah agar peserta didik
dapat belajar secara berkelompok bersama teman-temannya dengan saling
menghargai pendapat dan memberikan kesempatan dengan menyampaikan
pendapat mereka secara berkelompok.
Pada dasarkan model Cooperative Learning di kembangkan untuk
mencapai setidak-tidaknya tiga tujuan pembelajaran penting yang
dirangkum Ibrahim,Et Al, (2000), yaitu:
a. Hasil belajar akademik
Dalam Cooperative Learaning meskipun mencakup beragam
tujuan sosial, juga memperbaiki prestasi peserta didik atau tugas-tugas
akademis penting lainnya. Para pengembang model ini telah menunjukkan,
model struktur penghargaan kooperatif telah meningkatkan nilai peserta
didik pada belajar akademik dan perubahan norma yang berhubungan
dengan hasil belajar, Coopeartive Learning dapat memberi keuntungan,
baik pada peserta didik kelompok bawah maupun kelompok atas bekerja
bersama meenyelesaikan tugas-tugas akademik.
b. Penerimaan terhadap perbedaan individu
Tujuan lain model Cooperative Learning adalah penerimaan secara
luas dari orang-orang yang berbeda ras,budaya, kelas, sosial, kemampuan,
dan ketidakmampuannya.
c. Pengembangan keterampilan sosial
Tujuan penting ketiga Cooperative Learning adalah mengajarkan
kepada peserta didik keterampilan bekerjasama dan kolaborasi.
11
Keterampilan-keterampilan sosial penting dimiliki peserta didik, sebab
saat ini banyak anak muda masih kurang dalam keterampilan sosial.
2.3.3. Langkah-Langkah Pembelajaran Kooperatif Tipe Make a
Match
Model Coopertaive Learning tipe Make a Match ini adalah model
pembelajaran yang kooperatif dengan maksud siswa dapat meningkatkan
aktivitas belajarnya dan mampu memotivasi didalam pembelajaran. Dan
memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk bekerjasama dan
saling membantu dalam melakukan tugas kelompok. Dengan cooperative
learning tipe make a match ini juga dapat melatihkan peserta didik
bagaimana mereka bisa menerima siswa lainnya dalam bekerja sama pada
1 tim/kelompok. Serta melatih keberanian siswa untuk dapat tampil
presentasi dan efektif melatih kedisplinan siswa menghargai waktu untuk
belajar.
Dikembangkan pertama kali pada 1994 oleh Lorna Curran dalam
(Huda, 2013) strategi Make a Match saat ini menjadi salah satu strategi
penting dalam ruang kelas. Tujuan dari strategi ini antara lain: 1)
pendalaman materi; 2) penggalian materi; dan 3) edutainment. Tata
laksananya cukup mudah, tetapi guru perlu melakukan beberapa persiapan
khusus sebelum menerapkan strategi ini. Beberapa persiapannya antara
lain:
1. Membuat beberapa pertanyaan yang sesuai dengan materi yang
dipelajari (jumlahnya tergantung tujuan pembelajaran) kemudian
menulisnya dalam kartu-kartu pertanyaan.
2. Membuat kunci jawaban dari pertanyaan-pertanyaan yang telah dibuat
dan menulisnya dalam kartu-kartu jawaban. Akan lebih baik jika kartu
pertanyaan dan kartu jawaban berbeda warna.
12
3. Membuat aturan yang berisi penghargaan bagi siswa yang berhasil dan
sanksi bagi siswa yang gagal (di sini, guru dapat membuat aturan ini
bersama-sama dengan siswa).
4. Menyediakan lembaran untuk mencatat pasangan-pasangan yang
berhasil sekaligus untuk penskoran presentasi.
Sintak strategi Make a Match dapat dilihat pada langkah-langkah
kegiatan pembelajaran berikut ini,
1. Guru menyampaikan materi atau memberi tugas kepada siswa untuk
memperlajari materi dirumah.
2. Siswa dibagi ke dalam 2 kelompok, misalnya kelompok A dan
kelompok B. Kedua kelompok diminta untuk berhadap-hadapan.
3. Guru membagikan kartu pertanyaan kepada kelompok A dan kartu
jawaban kepada kelompok B.
4. Guru menyampaikan kepada siswa bahwa mereka harus
mencari/mencocokkan kartu yang dipegang dengan kartu kelompok
lainnya. Guru juga perlu menyampaikan batasan maksimum waktu
yang ia berikan kepada mereka.
5. Guru meminta semua anggota kelompok A untuk mencari
pasangannya di kelompok B. Jika mereka sudah menemukan
pasangannya masing-masing, guru meminta mereka melaporkan diri
kepadanya. Guru mencatat mereka pada kertas yang sudah
dipersiapkan.
6. Jika waktu suda habis, mereka harus diberitahu bahwa waktu sudah
habis. Siswa yang belum menemukan pasangan diminta untuk
berkumpul tersendiri.
7. Guru memanggil satu pasangan untuk presentasi. Pasangan lain dan
sisswa yang tidak mendapatkan pasangan memperhatikan dan
memberikan tanggapan apakah pasangan itu cocok atau tidak.
8. Terakhir, guru memberikan konfirmasi tentang kebenaran dan
kecocokan pertanyaan dan jawaban dari pasangan yang memberikan
presentasi.
13
9. Guru memanggil pasangan berikutnya, begitu seterusnya sampai
seluruh pasangan melakukan presentasi.
2.3.4. Kelebihan dan Kelemahan Pembelajaran Kooperatif Tipe Make
a Match
Kelebihan strategi Make A Match ( (Huda, 2013) adalah:
1) Dapat meningkatkan aktivitas belajar siswa, baik secara kognitif
maupun fisik.
2) Karena ada unsur permainan,metode ini menyenangkan
3) Meningkatkan pemahaman siswa terhadap materi yang dipelajari dan
dapat meningkatkan motivasi belajar siswa:
4) Efektif sebagai sarana melatih keberanian siswa untuk tampil
presentasi; dan
5) Efektif melatih kedisiplinan siswa mengahragi waktu untuk belajar.
Adapun kelemahan strategi Make A Match adalah:
1) Jika strategi ini tidak dipersiapkan dengan baik, akan banyak waktu
yang terbuang;
2) Pada awal-awal penerapan metode, banyak siswa yang akan malu
berpasangan dengan lawan jenisnya;
3) Jika guru tidak mengarahkan siswa dengan baik, akan banyak siswa
yang kurang memperhatikan pada saat presentasi pasangan;
4) Guru harus hari-hati dan bijaksana saat memberi hukuman pada siswa
yang tidak mendapatkan pasangan, kerena mereka bisa malu; dan
5) Menggunakan metode ini secara terus-menerus akan menimbulkan
kebosanan. (buku model-model pengajaran dan pembelajaran).
2.5. Pengertian Ilmu Pengetahuan Alam (IPA)
2.5.1. Hakikat Ilmu Pengetahuan Alam (IPA)
Menurut Marsetio Donosepoetro,1990:6 dalam (Trianto,
2012),pada hakikatnya IPA dibangun atas dasar produk ilmiah, proses
ilmiah,dan sikap ilmiah. Selain itu, IPA dipandang pula sebagai proses,
sebagai produk, dan sebagai prosedur. Sebagai proses diartikan semua
14
kegiatan ilmiah untuk menyempurnakan pengetahuan tentang alam
maupun untuk menemukan pengetahuan baru. Sebagi produk diartikan
sebagi hasil proses, berupa pengetahuan yang diajarkan dalam sekolah
atau di luar sekolah ataupun bahan bacaan untuk penyebaran atau
dissiminasi pengetahuan. Sebagai prosedur dimaksudkan adalah
metodologi atau cara yang dipakai untuk mengetahui sesuatu (riset pada
umumnya) yang lazim disebut metode ilmiah (scientific method).
Sementara itu, menurut Laksmi Prihantoro dkk.,(1986) mengatakan bahwa
IPA hakikatnya merupakan suatu produk, proses, dan aplikasi. Sebagai
produk, IPA merupakan sekumpulan pengetahuan dan sekumpulan konsep
dan bagan konsep. Sebagai suatu proses, IPA merupakan proses yang
dipergunakan untuk memperlajari objek studi, menemukan dan
mengembangkan produk-produk sains, dan sebagai aplikasi, teori-teori
IPA akan melahirkan teknologi yang dapt memberikan kemudahan bagi
kehidupan.
Padahal untuk anak jenjang sekolah dasar, menurut
(Marjono,1996), hal yang harus di utamakan adalah bagaimana
mengembangkan rasa ingin tahu dan daya berpikir kritis mereka terhadap
suatu masalah.Hakikat pembelajaran sains yang didefinisikan sebagai ilmu
tentang alam yang dalam bahasa Indonesia disebut dengan ilmu
pengetahuan alam, dapat diklasifikasikan menjadi tiga bagian,yaitu: ilmu
alam sebagai produk,proses,dan sikap.dari ketiga komponen ini, Sutrisno
(2007) menambahkan bahwa IPA juga sebagai prosedur dan IPA sebagai
teknologi dalam (Susanto.A, 2013).
Berdasarkan pengertian diatas, dapat ditarik kesimpulan dengan
demikian IPA adalah dibangun atas dasar produk ilmiah, proses ilmiah,dan
sikap ilmiah.IPA juga rasa ingin tahu dan daya pikir kritis seseorang
terhadap suatu masalah, dan IPA juga ilmu alam sebagai produk, proses
dan sikap.
15
2.5.2. Tujuan Pembelajaran IPA di Sekolah Dasar
Menurut (Susanto.A, 2013) pembelajaran sains disekolah dasar
dikenal dengan pembelajaran ilmu pengetahuan alam (IPA). Konsep IPA
di sekolah dasar merupakan konsep yang masih terpadu, karena belum
dipisahkan secara tersendiri, seperti mata pelajaran kimia,biologi,dan
fisika.
Adapun tujuan pembelajaran sains disekolah dasar dalam Badan
Nasional Standar Pendidikan (BSNP,2006), dimaksudkan untuk:
1. Memperoleh keyakinan terhadap kebesaran Tuhan Yang Maha Esa
berdasarkan keberadaan, keindahan, dan keteraturan alam ciptaannya.
2. Mengembangakan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep IPA
yang bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.
3. Mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positif dan kesadaran tentang
adanya hubungan yang saling memengaruhi antara IPA, lingkungan,
teknologi, dan masyarakat.
4. Mengembangakan keterampilan proses untuk menyelidiki alam
sekitar, memecahkan masalah, dan membuat keputusan.
5. Meningkatkan kesadaran untuk berperan serta dalam memelihara,
menjaga, dan melestarikan lingkungan alam.
6. Meningkatkan kesadaran untuk menghargai alam dan segala
keteraturannya sebagai salah satu ciptaan Tuhan.
7. Memperoleh bekal pengetahuan, konsep, dan keterampilan IPA
sebagai dasar untuk melanjutkan pendidikan ke SMP.
Berdasarkan pernyataan diatas tersebut dapat disimpulkan bahwa
pengajaran IPA mempunyai tujuan umtuk menanamkan konsep ilmiah dan
sikap yang positif terhadap siswanya melalui proses pembelajaran IPA
dalam memecahkan masalah. Siswa akan selalu tertarik dengan alam
sekitar dan siswa akan mengenal serta dapat memanfaatkan lingkungan
sebagai sumber ilmu belajar, siswa juga akan dapat mengembangkan
16
pikiran melalui lingkungan yang banyak memberikan pengalaman dan
pengetahuan.
2.5.3. Ruang Lingkup IPA di SD
Adapun ruang lingkup bahan kajian IPA di SD/MI menurut Badan
Standar Nasional Pendidikan (BNSP) (2006:485) dalam
(www.docs.engine.com) meliputi aspek-aspek :
1) Mahkluk hidup dan proses kehidupan, yaitu manusia, hewan,
tumbuhan dan interaksinya dengan lingkungan, serta kesehatan,
2) Benda/materi, sifat-sifat dan kegunaannya meliputi : cair, padat dan
gas.
3) Energi dan perubahannya meliputi : gaya, bunyi, panas, magnet, listrik,
cahaya dan pesawat sederhana,
4) Bumi dan alam semesta meliputi : tata surya, dan benda-benda langit
lainnya.
Berdasarkan Badan Standar Nasional Pendidikan (BNSP)
(2006:485) dapat di simpulkan bahwa ruang lingkup IPA di SD adalah
mahkluk hidup dan proses kehidupan, benda/materi, energi dan
perubahan, serta bumi dan alam semesta.
2.6. Kajian Penelitian yang Relevan
Shinta Kurniawati ,2014 .Penerapan model kooperatif tipe make a
match untuk meningkatkan hasil belajar IPA materi gaya kelas V SD 5
Dersalam Kudus. Sebelum penelitian ini dilakukan,ditemukan bahwa hasil
belajar siswa rendah. Setelah melakukan 2 siklus hasil belajar siswa
meningkat, dimana siswa lulus dari KKM yang ditetapkan. Dengan
demikian, kesimpulan dari penelitian tindakan ini adalah bahwa kooperatif
tipe make a match dapat meningkatkan hasil belajar siswa.
Eny Khofitah,2013.Penerapan Metode Make A Match untuk
meningkatkan Motivasi dan Hasil Belajar Matematika Siswa Kelas 4 Sd
Negeri 1 Parikesit Kecamatan Kejajar kabupaten Wonosobo Semester 2
17
Tahun Pelajaran 2012/2013. Dengan melakukan 2 siklus maka metode
Make A Match ini dapat dilihat tingkat keberhasilan siswa dari siklus I dan
siklus II dengan KKM yang sudah ditetapkan. Dengan demikian, maka
dapat disimpulkan bahwa melalui metode Make A Match ini dapat
meningkatkan motivasi dan hasil belajar siswa.
Berdasarkan penelitian-penelitian diatas, penulis bermaksud untuk
melakukan lagi penelitian yang sama dengan menggunakan model
pembelajaran yang sama pada sekolah dan kelas yang berbeda. Penulis
beramsusi bahwa meskipun menerapkan model pembelajaran yang sama,
namum jika situasi pembelajaran (sekolah,fasilitas yang dimiliki, termasuk
keadaan subjek didik itu sendiri), akan memberikan konstribusi yang
berbeda pada hasil belajar itu sendiri. Dengan situasi yang demikian,
penulis bermaksud untuk melakukan uji coba kembali model penelitian
ini, dengan mengambil desain penelitian tindakan.
2.7. Kerangka Berpikir
Penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas. Penelitian kelas
merupakan penelitian yang berupaya untuk meningkatkan hasil belajar
yang dicapai oleh siswa pada mata pelajaran IPA dengan menerapkan
model Cooperative Learning Tipe Make a Match melalui proses bertahap
yang dikenal dengan siklus. Siklus merupakan tahapan-tahapan
pembelajaran yang perlu dilakukan dengan menerapkan model
pembelajaran yang direncanakan, dimana hasil dari siklus sebelumnya
menjadi hasil evaluasi bagi penerapan pada siklus berikut. Pemilihan
model cooperative learning tipe make a match ini digunakan dalam
pembelajaran bertahap ini ialah didasarkan pada pertimbangan bahwa
model cooperative learning tipe make a match ini dapat meningkatkan
hasil belajar IPA siswa di kelas V SDN Kumpulrejo 03. Pertimbangan-
pertimbangan yang dibangun didasarkan pada temuan-temuan
sebelumnya, baik itu pada temuan waktu observasi didalam kelas tentang
model cooperative learning tipe make a match ini, maupun hasil penelitian
18
sebelumnya mengungkapkan bahwa model pembelajaran ini dapat
meningkatkan hasil belajar IPA siswa di dikelas V SDN Kumpulrejo 03.
Dengan situasi ini pembelajaran maupun hasil belajar IPA siswa pada
kelas V SDN Kumpulrejo 03 yang belum mencapai dari KKM yang telah
ditetapkan, maka dengan menerapkan model cooperative learning tipe
make a match melalui tahapan-tahapan pembelajaran yaitu siklus-siklus
belajar siswa, diharapkan dapat meningkatkan hasil belajar IPA siswa.
Dalam menerapkan model Cooperative Learning Tipe Make a Match pada
mata pelajaran IPA yang banyak melibatkan siswa-siswinya didalam kelas
dalam waktu proses pembelajaran akan memberikan makna yang berbeda
dari pembelajaran yang sebelumnya. Sehingga siswa akan lebih mudah
untuk memahami konsep materi pokok yang akan di pelajari didalam
kelas. Model Cooperative Learning Tipe Make a Match dalam proses
pembelajaran siswa akan terkondisikan belajar aktif, efektif, dan
meningkatkan motivasi siswa dalam belajar kelompok dan berkerjasama.
Kondisi ini akan sangat membantu guru dalam memotivasi siswa untuk
belajar.
19
KERANGKA BERPIKIR
Gambar 2.1 Peningkatan Hasil Belajar IPA Melalui Model Pembelajaran Make A
Match
2.8. Hipotesis Tindakan
Dengan latar belakang dan kerangka berpikir diatas, maka hipotesis
tindakan dalam penelitian ini adalah: penerapan model cooperative learning tipe
make a match dapat meningkatkan hasil belajar IPA siswa dikelas V SDN
Kumpulrejo 03 Kecamatan Argomulyo Semester II Tahun Pelajaran 2015/2016.
Kondisi awal
Guru
Guru belum
menggunakan tipe
Make A Match
Siswa
Hasil belajar IPA
masih rendah (KKM
<68)
Tindakan
Guru
Menggunakan metode
Make a Match dalam
pembelajaran
Siklus I
Menggunakan metode make a
match dengan menggunakan kartu
kelompok yaitu kelompok A dan B.
Dimana terdapat kartu pertanyaan
dan jawaban dalam pembelajaran
IPA
Siklus II
Menerapkan metode make a match dengan
menggunaka nkartu kelompok yaitu kelompok A dan B.
Dimana terdapat kartu pertanyaan dan jawban dalam
pembelajaran IPA.
Kondisi akhir
Dengan menerapkan metode make a
match dapat meningkatkan hasil
belajar siswa kelas V SDN Kumpulrejo
kecamatan Argomulyo semester 2
tahun pelajaran 2015/2016 dengan
nilai yang diatas (KKM ≥68).