bab ii kajian pustaka 2.1. kajian teori 2.1.1....
TRANSCRIPT
5
5
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1. Kajian Teori
2.1.1. Metode
Proses belajar mengajar yang dilakukan antara guru dan siswa diharapkan
dapat mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditentukan. Dalam kegiatan
pembelajaran, guru menggunakan metode untuk mencapai tujuan pembelajaran.
Menurut Slameto (1988:84) ”metode adalah cara atau jalan yang harus dilalui
untuk mencapai suatu tujuan tertentu”. Menurut Sumantri dan Permana
(1999:134) metode merupakan cara yang ditempuh guru untuk menciptakan
situasi pembelajaran yang menyenangkan dan mendukung bagi kelancaran proses
belajar dan tercapainya prestasi belajar anak yang maksimal. Dapat disimpulkan
bahwa metode merupakan cara yang digunakan guru pada saat pembelajaran
untuk mencapai tujuan pembelajaran.
Sudjana (2008:76) mengemukakan bahwa metode mengajar ialah cara
yang dipergunakan guru dalam berinteraksi dengan siswa pada saat pembelajaran.
Dalam pemilihan metode mengajar sebaiknya disesuaikan dengan materi ajar,
kebutuhan dan karakteristik siswa, sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai.
2.1.2. Metode Investigasi Kelompok
Metode investigasi kelompok melibatkan siswa sejak perencanaan, baik
dalam menentukan sub topik maupun cara untuk mempelajarinya melalui
investigasi. Metode ini menuntut para siswa untuk memiliki kemampuan yang
baik dalam berkomunikasi maupun dalam ketrampilan proses kelompok. Pada
metode investigasi kelompok, siswa dikelompokkan dalam beberapa kelompok
yang terdiri dari 4 sampai 5 siswa secara heterogen. Para siswa kemudian memilih
topik yang akan dipelajari, melakukan investigasi pada subtopik yang telah dipilih
secara kooperatif yang berisi penemuan, kemudian melaporkan hasil penemuan
mereka.
MenurutWinaputra (2001:75):
Dalam metode investigasi kelompok terdapat tiga konsep utama, yaitu:
penelitian atau enquiri, pengetahuan atau knowledge, dan dinamika
6
kelompok atau the dynamic of the learning group. Penelitian di sini
adalah proses dinamika siswa memberikan respon terhadap masalah dan
memecahkan masalah tersebut. Pengetahuan adalah pengalaman belajar
yang diperoleh siswa baik secara langsung maupun tidak langsung.
Sedangkan dinamika kelompok menunjukkan suasana yang
menggambarkan sekelompok saling berinteraksi yang melibatkan
berbagai ide dan pendapat serta saling bertukar pengalaman melaui
proses saling beragumentasi.
Menurut Slavin (2008:218) dalam investigasi kelompok, para siswa
bekerja melalui enam tahap. Guru tentunya perlu mengadaptasi pedoman-
pedoman ke enam tahapan investigasi kelompok ini sesuai dengan latar belakang,
umur, dan kemampuan para siswa. Enam tahapan dalam pelaksanaan investigasi
kelompok, yaitu:
Tahap 1: Mengidentifikasikan topik dan mengatur murid ke dalam kelompok.
a. Para siswa meneliti beberapa sumber, mengusulkan sejumlah topik, dan
mengkategorikan saran-saran.
b. Para siswa bergabung dengan kelompoknya untuk mempelajari topik yang
telah mereka pilih.
c. Komposisi kelompok didasarkan pada ketertarikan siswa dan harus
bersifat heterogen.
d. Guru membantu dalam pengumpulan informasi dan memfasilitasi
pengaturan.
Tahap 2: Merencanakan tugas yang akan dipelajari.
Para siswa merencanakan bersama mengenai:
a. Apa yang kita pelajari?
b. Bagaimana kita mempelajarinya?
c. Siapa melakukan apa? (pembagian tugas)
d. Untuk tujuan atau kepentingan apa kita menginvestigasi topik ini?
Tahap 3: Melaksanakan investigasi.
a. Para siswa mengumpulkan informasi, menganalisis data, dan membuat
kesimpulan.
b. Tiap anggota kelompok berkontribusi untuk usaha-usaha yang dilakukan
kelompoknya.
7
c. Para siswa saling bertukar, berdiskusi, mengklarifikasi, dan mensintesis
semua gagasan.
Tahap 4: Menyiapkan laporan akhir.
a. Anggota kelompok menentukan pesan-pesan esensial dari proyek mereka.
b. Anggota kelompok merencanakan apa yang akan mereka laporkan, dan
bagaimana mereka akan membuat presentasi mereka.
c. Wakil-wakil kelompok membentuk sebuah panitia acara untuk
mengkoordinasi rencana-rencana presentasi.
Tahap 5: Mempresentasikan laporan akhir.
a. Presentasi yang dibuat untuk seluruh kelas dalam berbagai macam bentuk.
b. Bagian presentasi tersebut harus dapat melibatkan pendengarnya secara
aktif.
c. Para pendengar tersebut mengevaluasi kejelasan dan penampilan
presentasi berdasarkan kriteria yang telah ditentukan sebelumnya oleh
seluruh anggota kelas.
Tahap 6: Evaluasi.
a. Para siswa saling memberikan umpan balik mengenai topik tersebut,
mengenai tugas yang telah mereka kerjakan, mengenai keefektivan
pengalaman-pengalaman mereka.
b. Guru dan siswa berkolaborasi dalam mengevaluasi pembelajaran siswa.
c. Penilaian hasil belajar siswa.
Sintak metode investigasi kelompokmenurut Slavin (2008:218), yaitu:
1. Mengidentifikasikan topik dan mengatur murid ke dalam kelompok.
Siswa memilih sub topik tertentu dalam bidang permasalahan umum yang
biasanya ditentukan guru. Selanjutnya siswa diorganisasikan ke dalam
kelompok kecil yang berjumlah 4 sampai 5 siswa.
2. Merencanakan tugas yang akan dipelajari.
Siswa dan guru merencanakan prosedur pembelajaran, tugas, dan tujuan
pembelajaran yang sesuai sub topik yang telah dipilih.
3. Melaksanakan investigasi.
8
Siswa mengumpulkan informasi, menganalisis data, dan membuat
simpulan terkait dengan permasalahan-permasalahan yang diselidiki, serta
siswa saling bertukar pikiran.
4. Menyiapkan laporan akhir.
Anggota kelompok menentukan pesan-pesan esensial dari proyek mereka.
Anggota kelompok merencanakan apa yang akan mereka laporkan, dan
bagaimana mereka akan membuat presentasi mereka. Wakil-wakil kelompok
membentuk sebuah panitia acara untuk mengkoordinasi rencana-rencana
presentasi.
5. Mempresentasikan laporan akhir.
Penyajian kelompok pada keseluruhan kelas dalam berbagai variasi bentuk
penyajian, kelompok lain terlibat aktif sebagai pendengar, dan pendengar
memberikan tanggapan.
6. Evaluasi.
Guru dan siswa mengkolaborasi dan mengevaluasi tentang pembelajaran
yang telah dilakukan.
Dari sintak di atas, dapat dijabarkan bahwa langkah-langkah implementasi
metode investigasi kelompok sebagai berikut:
1. Kegiatan Awal
a. Guru memberi salam.
b. Guru bersama siswa mengawali pelajaran dengan doa.
c. Guru melakukan absensi.
d. Apersepsi (eksplorasi)
2. Kegiatan Inti
a. Guru menginformasikan tentang topik yang akan dipelajari yaitu sifat-sifat
cahaya. (eksplorasi)
b. Guru memberikan penjelasan singkat tentang sifat-sifat cahaya dengan
memberikan peta konsep kepada siswa. (elaborasi)
c. Guru menjelaskan bahwa siswa akan bekerja bersama-sama dalam
kelompok kecil untuk menyusun penelitian melalui pertanyaaan yang
diajukan masing-masing kelompok. (elaborasi)
9
d. Guru membagi siswa dalam kelompok kecil secara heterogen. (elaborasi)
e. Siswa mengajukan beberapa pertanyaan tentang topik sifat-sifat cahaya.
(elaborasi)
Kemungkinan pertanyaan yang dapat dipakai:
1. Mengapa ada bayangan dari suatu benda?
2. Bagaimana arah rambatan cahaya?
3. Mengapa kolam yang airnya jernih tampak dangkal?
4. Bagaimana membuktikan bahwa cahaya putih dapat diuraikan menjadi
berbagai warna?
5. Mengapa kita dapat melihat bayangan kita di cermin?
f. Masing-masing kelompok memilih satu pertanyaan di papan tulis.
(elaborasi)
g. Siswa menyusun rencana penelitian untuk menemukan jawaban tersebut
dan menuliskannya di kertas serta guru membimbing siswa jika
diperlukan. (elaborasi)
h. Siswa bekerja dalam kelompok untuk mengumpulkan data, melakukan
penelitian, dan menyelesaikan tugas yang mereka rancang sendiri.
(elaborasi)
i. Guru membimbing penelitian masing-masing kelompok. (elaborasi)
j. Siswa berdiskusi membahas hasil penelitian. (elaborasi)
k. Siswa menyusun laporan penelitiannya. (elaborasi)
l. Guru membimbing siswa dalam penyusunan dan pembuatan laporan.
(elaborasi)
m. Siswa membagi tugas untuk melaporkan hasil penelitiannya. (elaborasi)
n. Setiap kelompok melaporkan hasil penelitiannya. (elaborasi)
o. Siswa melakukan tanya jawab dari hasil laporan masing-masing
kelompok. (elaborasi)
p. Siswa dibimbing guru menarik kesimpulan dengan menggabungkan semua
penelitian yang dilakukan masing-masing kelompok. (konfirmasi)
3. Kegiatan akhir
a. Guru memberikan evaluasi. (konfirmasi)
10
b. Guru menutup pelajaran dengan salam.
MenurutNarudin (2009) keberhasilan dari penerapan pembelajaran dengan
metode Group Investigation dipengaruhi oleh faktor-faktor yang kompleks,
diantaranya:
1) Pembelajaran berpusat pada siswa.
2) Pembelajaran yang dilakukan membuat suasana saling bekerjasama dan
berinteraksi antar siswa dalam kelompok tanpa memandang latar belakang.
3) Siswa dilatih untuk memiliki kemampuan yang baik dalam berkomunikasi.
4) Adanya motivasi yang mendorong siswa agar aktif dalam proses belajar mulai
dari tahap pertama sampai tahap akhir pembelajaran.
Menurut Santoso (2011), dalam pemanfaatan metode investigasi kelompok
terdapat beberapa kelebihan dan kelemahan sebagai berikut:
a. Kelebihan
1. Dapat melatih siswa untuk menumbuhkan kemampuan berpikir mandiri,
analitis, kritis, kreatif, reflektif, dan produktif.
2. Dapat melatih siswa untuk mengembangkan sikap saling memahami dan
menghormati (demokrasi).
3. Dapat melatih siswa untuk memiliki kemampuan yang baik dalam
berkomunikasi.
4. Dapat menumbuhkan sikap saling bekerjasama antar siswa.
b. Kekurangan
1. Merupakan model paling kompleks dan paling sulit dilakukan dalam
proses belajar mengajar.
2. Dalam pelaksanaannya membutuhkan waktu yang relatif lama.
3. Sulit diterapkan apabila siswa tidak memiliki kemampuan berkomunikasi
yan baik.
2.1.3. Metode Demonstrasi
Pada saat kegiatan belajar mengajar, seringkali guru harus menunjukkan
dan memperagakan materi ajar yang memerlukan suatu pergaan. Untuk
melakukan hal tersebut, guru dapat menggunakan metode demonstrasi. Metode
demonstrasi diharapkan dapat mempermudah siswa dalam memahami materi ajar
11
melalui demonstrasi yang disampaikan di depan kelas. Rahardja (2002:87)
mengemukakan bahwa metode demonstrasi merupakan cara dalam menyajikan
bahan pelajaran dimana guru mempertujukkan atau memperagakan tindakan atau
langkah-langkah proses yang disertai penjelasan, ilustrasi seperlunya dan siswa
mengamati seksama.
Sumantri(1999:154) menjelaskan:
Metode demonstrasi digunakan guru untuk memperagakan atau
menunjukan suatu prosedur yang harus dilakukan peserta didik yang
tidak dapat dijelaskan dengan kata-kata saja. Metode demostrasi
diartikan sebagai cara penyajian pelajaran dengan memperagakan dan
mempertunjukkan kepada siswa tentang suatu proses, situasi atau benda
tertentu yang sedang dipelajari baik dalam bentuk sebenarnya maupun
dalam bentuk tiruan yang dipertunjukkan oleh guru. Metode demonstrasi
biasanya berkenaan dengan tindakan-tindakan atau prosedur yang harus
dilakukan, misalnya proses mengatur sesuatu, proses mengerjakan dan
menggunakannya, komponen-komponen yang membentuk sesuatu,
membandingkan suatu cara dengan cara lain dan untuk mengetahui atau
melihat kebenaran sesuatu.
Dapat disimpulkan bahwa metode demonstrasi merupakan suatu metode mengajar
yang digunakan guru untuk menunjukkan proses terjadinya sesuatu.
Sintak pelaksanaan metode demonstrasi menurut Rahardja (2002:90),
yaitu:
1. Persiapan
a. Guru mengkaji kesesuaian kesesuaian metode dengan tujuan yang akan
dicapai.
b. Memilih, memilah peralatan yang akan dipakai.
c. Mencoba peralatan terlebih dahulu.
d. Memperkirakan waktu yang akan diperlukan.
2. Pelaksanaan
a. Guru menjelaskan tujuan yang akan dicapai dengan demonstrasi tersebut.
b. Mempersiapkan siswa untuk mengikuti demonstrasi dengan menjelaskan
prosedur atau cara kerja peralatan yang dipakainya.
c. Memperagakan suatu proses atau prosedur yang disertai penjelasan,
ilustrasi, pertanyaan-pertanyaan yang diikuti oleh seluruh siswa secara
seksama.
12
3. Tindak Lanjut
a. Siswa diberi kesempatan untuk mendiskusikan, menanyakan terhadap
suatu proses atau urutan langkah-langkah yang baru saja selesai
didemonstrasikan.
b. Siswa diberi kesempatan untuk mendemonstrasikan ulang, bila belum
tepat atau salah guru dapat memperagakan ulang.
c. Guru mengadakan evaluasi.
d. Guru memberikan tugas-tugas kepada siswa untuk lebih memperjelas
terhadap bahan yang baru saja didemonstrasikan.
Langkah-langkah metode demonstrasi sesuai sintak dapat diuraikan
sebagai berikut:
A. Kegiatan Awal
a. Guru memberi salam.
b. Guru dan siswa mengawali pelajaran dengan doa.
c. Guru melakukan absensi.
d. Apersepsi. (eksplorasi)
B. Kegiatan Inti
a. Guru menginformasikan tentang topik yang akan dipelajari yaitu sifat-sifat
cahaya. (eksplorasi)
b. Guru menjelaskan tujuan yang akan dicapai. (eksplorasi)
c. Guru menjelaskan prosedur peralatan yang digunakan. (eksplorasi)
d. Guru memberikan penjelasan tentang sifat cahaya dapat merambat lurus.
(elaborasi)
e. Guru mendemonstrasikan percobaan yang membuktikankan bahwa cahaya
merambat lurus. (elaborasi)
f. Siswa menyebutkan contoh peristiwa yang menunjukkan bahwa sifat
cahaya merambat lurus. (elaborasi)
g. Guru memberikan penjelasan tentang sifat cahaya dapat menembus benda
bening. (eksplorasi)
h. Guru mendemonstrasikan percobaan yang membuktikankan bahwa cahaya
menembus benda bening. (elaborasi)
13
i. Siswa menyebutkan contoh peristiwa yang menunjukkan bahwa sifat
cahaya menembus benda bening. (elaborasi)
j. Guru memberikan penjelasan tentang sifat cahaya dapat dibiaskan.
(eksplorasi)
k. Guru mendemonstrasikan percobaan yang membuktikankan bahwa cahaya
dapat dibiaskan. (elaborasi)
l. Siswa menyebutkan contoh peristiwa yang menunjukkan bahwa sifat
cahaya dapat dibiaskan. (elaborasi)
m. Guru memberikan penjelasan tentang sifat cahaya dapat dipantulkan.
(eksplorasi)
n. Guru mendemonstrasikan percobaan yang membuktikankan bahwa cahaya
dapat dipantulkan. (elaborasi)
o. Siswa menyebutkan contoh peristiwa yang menunjukkan bahwa sifat
cahaya dapat diuraikan. (elaborasi)
p. Siswa berdiskusi dengan teman sebangku dan menayakan hal yang belum
dimengerti kepada guru. (elaborasi)
q. Siswa diberi kesempatan untuk mendemonstrasikan ulang dan guru
membimbingnya. (elaborasi)
r. Siswa menuliskan hasil analisisnya tentang sifat-sifat cahaya yang telah
didemonstrasikan. (elaborasi)
C. Kegiatan akhir
a. Guru memberikan evaluasi. (konfirmasi)
b. Guru menutup pelajaran dengan doa.
Rahardja (2002:88) menjelaskan kelebihan dan kekurangan metode
demonstrasi sebagai berikut:
1. Kelebihan metode demonstrasi
a. Dapat memperjelas pemahaman siswa dengan mengamati peragaan dari
guru.
b. Dapat memperkecil kemungkinan terjadinya pemahaman yang salah
terhadap bahan pelajaran dibandingkan dengan mendengarkan ceramah
dari guru.
14
c. Siswa dapat memperoleh pengalaman langsung dengan secara langsung
mengamati peragaan dalam demonstrasi.
d. Dapat mempermudah pemusatan perhatian siswa, karena secara khusus
dituntut mengamati secara seksama.
e. Mendorong keberanian siswa untuk mengajukan pertanyaan terhadap hal-
hal yang belum diketahui selama kegiatan demonstrasi berjalan.
2. Kekurangan metode demonstrasi
a. Memerlukan waktu yang cukup lama.
b. Memerlukan persiapan yang matang, teliti, dan cermat.
c. Memerlukan peralatan yang memadahi siswa tidak salah persepsi.
d. Belum tentu semua siswa dapat mendemonstrasikan ulang setelah
menyaksikan peragaan guru.
e. Tidak semua bahan pelajaran dari berbagai bidang studi tepat
didemonstrasikan.
2.1.4. Pembelajaran
Pada kegiatan pembelajaran terjadi interaksi antara guru dan siswa. Guru
bertindak sebagai pengelola kegiatan belajar mengajar dan berfungsi untuk
membelajarkan siswa. Siswa bertindak sebagai pencari, penerima, dan penyimpan
isi pelajaran untuk mencapai tujuan pembelajaran. Jadi, pada saat kegiatan
pembelajaran akan terjadi proses transfer ilmu dari guru ke siswa. Joni dalam
Rahardja (2002:1) mengemukakan bahwa hakekat belajar mengajar meliputi:
1. Peristiwa belajar mengajar terjadi apabila subjek didik secara aktif berinteraksi
dengan lingkungan belajar yang diatur oleh guru.
2. Proses belajar mengajar yang efektif memerlukan strategi dan media atau
teknologi pendidikan yang tepat.
3. Program belajar mengajar dirancang dan diimplementasikan sebagai suatu
sistem.
4. Proses dan produk belajar perlu memperoleh perhatian seimbang didalam
pelaksanaan kegiatan belajar mengajar.
Moedjiono dalam Rahardja (2002:2) mengemukakan komponen-
komponen kegiatan belajar mengajar, yaitu:
15
1. Siswa, yaitu seseorang yang bertindak sebagai pencari, penerima, dan
penyimpan isi pelajaran yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan.
2. Guru, yaitu seseorang yang bertindak sebagai pengelola kegiatan belajar
mengajar, katalisator kegiatan belajar mengajar, dan peranan lainnya yang
memungkinkan belangsungnya kegiatan belajar mengajar yang efektif.
3. Tujuan, yaitu pernyataan tentang perubahan perilaku yang diinginkan terjadi
pada siswa setelah mengikuti kegiatan belajar mengajar. Perubahan perilaku
tersebut mencakup perubahan kognitif, psikomotorik, dan afektif.
4. Isi pelajaran, yaitu segala informasi fakta, prinsip, dan konsep yang diperlukan
untuk mencapai tujuan.
5. Metode, yaitu cara teratur unutk memberikan kesempatan kepada siswa untuk
mendapatkan informasi dari orang lain, di mana informasi tersebut dibituhkan
mereka untuk mencapai tujuan.
6. Media, yaitu bahan pembelajaran dengan atau tanpa perlatan yang digunakan
untuk menyajikan informasi kepada para siswa agar mereka dapat mencapai
tujuan.
7. Evaluasi, yaitu cara tertentu yang digunakan untuk menilai suatu proses dan
hasilnya. Evaluasi dilakukan terhadap seluruh komponen kegiatan belajar
mengajar dan sekaligus memberikan balikan bagi setiap komponen kegiatan
belajar mengajar.
Menurut Moedjiono dalam Rahardja (2002:3) bahwa ketujuh komponen
kegiatan balajar mengajar saling berinteraksi satu dengan yang lain dan berawal
serta bermuara pada tujuan. Ketujuh komponen tersebut saling mempengaruhi,
sehingga kegiatan belajar mengajar merupakan satu sistem.
Rahardja (2002:31) menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi proses
belajar mengajar, sebagai berikut:
1. Faktor internal, yaitu faktor yang berasal dari dalam diri siswa. Faktor internal
meliputi:
a. Faktor fisiologis, yaitu faktor yang ada pada diri setiap siswa yang
berhubungan dengan keadaan atau kondisi fisik dari siswa.
16
Faktor fisiologis yang pertama yaitu pendengaran, meliputi
kejelasan pendengaran dan diskriminasi (kemampuan seseorang untuk
membedakan mana suara rendah dan mana suara tinggi). Faktor fisiologis
yang kedua yaitu penglihatan, meliputi intensitas penglihatan, jarak
penglihatan, kemampuan membedakan warna, ketelitian penglihatan.
Sedangkan faktor fisiologis yang ketiga yaitu kondisi fisiologis, misalnya
kesegaran jasmani, gizi, dan ketelitian.
b. Faktor psikologis, yaitu faktor yang ada pada diri setiap siswa yang
berhubungan dengan keadaan kejiwaan dari setiap siswa yang
bersangkutan.
Faktor psikologis yang pertama adalah kecerdasan atau bakat yang
menentukan berhasil tidaknya seseorang dalam mengikuti kegiatan belajar
tertentu. Faktor psikologis yang kedua adalah motivasi, yaitu keadaan
dalam diri seseorang yang mendorong melakukan suatu kegiatan untuk
mencapai tujuan. Faktor psikologis yang ketiga adalah perhatian, yaitu
pemusatan energi psikis yang dilakukan secara sadar terhadap sesuatu
obyek atau materi pelajaran. Faktor psikologis yang keempat adalah
berpikir, yaitu kegiatan mental berupa pelukisan gagasan berdasarkan
pengetahuan yang ada dengan memperhitungkan hubungan sebab akibat,
dirangkaikan secara logis dan rasional. Faktor psikologis yang terakhir
adalah ingatan, yaitu suatu kegiatan kognitif yang memungkinkan
seseorang menyadari bahwa pengetahuan yang dimilikinya bersumber dari
masa lampau.
2. Faktor eksternal, yaitu faktor yang berasal dari luar diri siswa. Faktor eksternal
meliputi:
a. Faktor lingkungan belajar
Kondisi lingkungan belajar siswa akan berpengaruh terhadap
berlangsungnya proses belajar mengajar. Faktor lingkungan belajar yang
pertama yaitu faktor lingkungan dalam sekolah (lingkungan alam) yang
meliputi lingkungan fisik (gedung, instalasi, sarana prasarana belajar,
pertamanan, air, sampah), dan lingkungan sosial (suasana hubungan antara
17
siswa dengan siswa, siswa dengan guru, dan sebagainya). Sedangkan
faktor lingkungan belajar di luar sekolah meliputi lingkungan alam di luar
sekolah (topografi, flora-fauna, dan jenis mata pencaharian penduduk di
sekitar sekolah), lingkungan fisik (bangunan, gedung, perkantoran,
perumahan rakyat, jalur transportasi, dan sebagainya), lingkungan sosial
(struktur sosial, adat istiadat budaya setempat, kegotongroyongan, rasa
simpati, dan kekeluargaan terhadap warga belajar).
b. Faktor sistem instruksional
Aspek-aspek sistem instruksional yang dapat memepngaruhi proses
belajar mengajar, yaitu:
1) Kurikulum
Struktur kurikulum dalam kurikulum inti akan menentukan
pemilihan strategi belajar mengajar suatu mata pelajaran, sebab dalam
struktur tersebut dapat diketahui kedudukan dan peranan tiap mata
pelajaran dalam pembentukan kompetensi baik itu pribadi, akademik
atau profesional dan sosial.
2) Bahan belajar
Bahan belajar yang disajikan akan mempengaruhi dalam memilih
jenis strategi yang akan digunakan. Hal ini dikarenakan bahan belajar
mempunyai ciri khas atau sifat-sifat tersendiri.
3) Metode penyajian
Pemilihan dan penggunaan metode penyajian berkaitan erat dengan
pemilihan strategi belajar mengajar dan kegiatan belajar mengajar
yang akan dilaksanakan untuk mencapai tujuan pengajaran.
2.1.5. Hakikat IPA
Ilmu Pengetahuan Alam merupakan salah satu mata pelajaran untuk
sekolah dasar yang ada pada kurikulum. Menurut Samatowa (2010:2)
pengetahuan diartikan sebagai segala sesuatu yang diketahui oleh manusia.
Sedangkan pengetahuan alam merupakan pengetahuan tentang alam semesta dan
isinya. Ilmu Pengetahuan Alam dalam arti sempit diartikan sebagai disiplin ilmu
dari physical sciences dan life sciences. Iskandar (1997:2) menjelaskan bahwa
18
secara harfiah IPA merupakan ilmu tentang alam yang mempelajari peristiwa-
peristiwa yang terjadi di alam.
Menurut Darmojo dalam Samatowa (2010:2) secara singkat IPA diartikan
sebagai pengetahuan yang rasional dan objektif tentang alam semesta dengan
segala isinya. Conant dalam Samatowa (2010:1) mendefinisikan IPA sebagai
suatu deretan konsep dan skema konseptual yang berhubungan satu sama lain,
yang tumbuh sebagai hasil eksperimentasi dan observasi, yang berguna untuk
diamati dan dieksperimentasikan lebih lanjut. Menurut Samatowa (2010:3) IPA
membahas tentang gejala-gejala alam yang disusun sistematis yang didasarkan
pada hasil percobaan dan pengamatan manusia.Selanjutnya Samatowa (2010:3)
menyimpulkan bahwa IPA adalah pengetahuan yang mempunyai objek dan
menggunakan metode ilmiah.
Pada Peraturan Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006 tentang
Standar Isi untuk Satuan Sekolah Dasar (SD)/Madrasah Ibtidaiyah (MI) dijelaskan
bahwa Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) berhubungan dengan cara mencari tahu
tentang alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan kumpulan
pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja
tetapi juga merupakan suatu proses penemuan. IPA diperlukan dalam kehidupan
sehari-hari untuk memenuhi kebutuhan manusia melalui pemecahan masalah-
masalah yang dapat diidentifikasikan.Penerapan IPA perlu dilakukan secara
bijaksana agar tidak berdampak buruk terhadap lingkungan.
Ruang lingkup bahan kajian IPA di SD/MI menurutPeraturan Pendidikan
Nasional Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi untuk Satuan Sekolah Dasar
(SD)/Madrasah Ibtidaiyah (MI), sebagai berikut:
1. Makhluk hidup dan proses kehidupan, yaitu manusia, hewan,
tumbuhan dan interaksinya dengan lingkungan, serta kesehatan.
2. Benda atau materi, sifat-sifat dan kegunaannya meliputi: cair, padat
dan gas.
3. Energi dan perubahannya meliputi: gaya, bunyi, panas, magnet, listrik,
cahaya dan pesawat sederhana.
4. Bumi dan alam semesta meliputi: tanah, bumi, tata surya, dan benda-
benda langit lainnya.
19
2.1.6. Pembelajaran IPA
Pembelajaran IPA perlu diberikan kepada siswa sekolah dasar agar siswa
dapat berpikir kritis, bersikap ilmiah, dan memahami alam ini. Hal ini akan
berguna bagi kehidupan sehari-hari siswa. Menurut Peraturan Pendidikan
Nasional Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi untuk Satuan Sekolah Dasar
(SD)/Madrasah Ibtidaiyah (MI) dijelaskan bahwa “pembelajaran IPA sebaiknya
dilaksanakan secara inkuiri ilmiah (scientific inquiry) untuk menumbuhkan
kemampuan berpikir, bekerja dan bersikap ilmiah serta mengkomunikasikannya
sebagai aspek penting kecakapan hidup”. Oleh karena itu pembelajaran IPA di SD
lebih menekankan pada pemberian pengalaman belajar secara langsung melalui
penggunaan dan pengembangan keterampilan proses dan sikap ilmiah, daripada
perolehan pengetahuan.Piaget dalam Samatowa (2010:5) mengatakan bahwa
pengalaman langsung berperan penting sebagai pendorong perkembangan kognitif
anak.Efisiensi pengalaman langsung pada anak tergantung pada konsistensi antara
hubungan metode danobjek serta tingkat perkembangan anak.
Cullingford dalam Samatowa (2010:9) menjelaskan bahwa pembelajaran
IPA tidak hanya dengan hafalan dan pemahaman konsep, tetapi anak harus diberi
kesempatan untuk mengembangkan sikap ingin tahu dan berbagai penjelasan
logis. Hal ini akan mendorong anak untuk mengekspresikan kreativitasnya. Anak
juga didorong untuk mengembangkan cara berpikir logis dan kemampuan untuk
membangkitkan penjelasan ilmiah untuk alasan yang bersifat hakiki dan praktis.
Sedangkan Claxton dalam Samatowa (2010:9) menyatakan bahwa pendidikan
IPA dapat ditingkatkan apabila siswa dapat lebih bersikap seperti ilmuwan bagi
mereka sendiri, dan jika mereka diperbolehkan dan didorong untuk melakukan hal
itu.Para ilmuwan melakukan berbagai percobaan untuk menghasilkan teori,
sedangkan siswa melakukan kegiatan serupa untuk memahami konsep baru atau
menguji ide.
Tujuan pembelajaran IPA di SD/MI menurutPeraturan Pendidikan
Nasional Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi untuk Satuan Sekolah Dasar
(SD)/Madrasah Ibtidaiyah (MI), sebagai berikut:
20
1. Mengembangkan ilmu pengetahuan dan tekhnologi serta memberikan
pemahaman mengenai konsep-konsep IPA yang bermanfaat serta dapat
diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.
2. Mengembangkan rasa ingin tahu dan motivasi untuk menggali
pengetahuan baru sehingga terjadi respon positif tentang adanya
hubungan yang saling mempengaruhi antara IPA, lingkungan,
teknologi, dan masyarakat.
2.1.7. Efektivitas pembelajaran
Efektivitas berasal dari bahasa Inggris yaitu effective yang berarti berhasil,
tepat atau manjur. Menurut Starawaji dalam Mawardi (2010), efektivitas
menunjukkan taraf tercapainya suatu tujuan, suatu usaha dikatakan efektif apabila
usaha itu mencapai tujuannya.
Menurut Sambasalim dalam Mawardi (2010) pembelajaran dikatakan
efektif apabila dalam proses pembelajaran setiap elemen berfungsi secara
keseluruhan, peserta merasa senang, puas dengan hasil pembelajaran, membawa
kesan, sarana atau fasilitas memadai, materi dan metode affordable, serta guru
profesional. Tinjauan utama efektivitas pembelajaran adalah outputnya, yaitu
kompetensi siswa. Efektivitas dapat dicapai apabila semua unsur dan komponen
yang terdapat pada sistem pembelajaran berfungsi sesuai dengan tujuan dan
sasaran yang ditetapkan. Efektifitas pembelajaran dapat dicapai apabila rancangan
pada persiapan, implementasi, dan evaluasi dapat dijalankan sesuai prosedur serta
sesuai dengan fungsinya masing-masing.
Baso (2003) mengemukakan faktor-faktor yang mempengaruhi efektivitas
proses belajar mengajar, yaitu:
1. Peran pengajar (guru)
a. Guru mempunyai kemampuan profesional yang disyaratkan sehingga
dapat menyusun rencana program mengajar yang materinya relevan dan
menarik minat para siswa.
b. Jika guru dapat manyajikan pelajaran yang membangkitkan motivasi
belajar.
c. Jika guru dapat menaksir kemampuan dan kebutuhan belajar para siswa,
sehingga pelajaran yang diberikan sesuai dengan kemampuan dan
kebutuhan para siswa.
21
2. Faktor murid
a. Tingkat kecerdasan para siswa yang memadai.
b. Penyediaan waktu yang cukup untuk belajar di rumah.
c. Kepedulian orang tua terhadap pendidikan anaknya dengan memantau
kegiatan belajar, seraya memperingati, menegur, dan mendorong untuk
belajar.
3. Faktor situasi dan kondisi proses belajar mengajar
a. Situasi dan kondisi seperti alat belajar klasikal, seperti papan tulis dan
media pengajaran lainnya walaupun sederhana.
b. Situasi kelas yang agak sejuk karena cukup fentilasi.
c. Situasi fisik yang segar karena jarak sekolah tidak begitu jauh dari rumah,
sehingga tidak perlu mengeluarkan energi untuk berjalan kaki berkilo-kilo
meter setiap hari.
d. Situasi gembira menghadapi pelajaran karena adanya hubungan yang
akrab antara guru dengan para siswa.
e. Adanya rasa tentram dalam mengajar karena adanya hubungan yang baik,
antara guru dengan orang tua siswa, masyarakat, dan pemerintah setempat.
f. Adanya kegairahan mengajar karena lancarnya perbaikan kesejahteraan
sebagai hasil hubungan yang baik dan saling pengertian antara guru
dengan kepala sekolah, dengan Kakandep Diknas, kepala bidang sampai
Kakanwil Depdiknas.
4. Faktor materi
Materi yang dapat menarik minat dan perhatian siswa dalam belajar.
5. Faktor media
Tersedianya media atau alat peraga yang dapat menunjang proses
belajar mengajar.
2.1.8. Hasil Belajar
Kegiatan pembelajaran akan menghasilkan suatu hasil belajar. Hasil
belajar siswa dapat digunakan untuk mengetahui tercapai tidaknya suatu tujuan
pembelajaran. Sudjana (1990) menjelaskan, ”hasil belajar adalah kemampuan-
kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya”.
22
Horwart Kingsley dalam Sudjana (1990) membagi hasil belajar mengajar menjadi
tiga macam, yaituketerampilan dan kebiasaan, pengetahuan dan pengertian, sikap
dan cita-cita.Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah
keterampilan dan kebiasaan, pengetahuan dan pengertian, sikap dan cita-citayang
dimiliki siswa setelah kegiatan pembelajaran.
Cara mengetahui hasil belajar siswa, guru dapat melakukan dengan
berbagai cara salah satunya adalah dengan melakukan evaluasi melalui tes.
Menurut Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional, evaluasi pendidikan adalah kegiatan pengendalian,
penjamin, dan penetapan mutu pendidikan terhadap berbagai komponen
pendidikan pada setiap jalur, jenjang dan jenis pendidikan sebagai bentuk
pertanggungjawaban penyelenggaraan pendidikan. Hasil belajar dari pembelajaran
yang didapatkan melalui evaluasi merupakan hal penting yang harus diberikan
guru setelah pembelajaran.
Sudjana (2008:39-40) mengemukakan:
Hasil belajar yang dicapai siswa dipengaruhi oleh dua faktor yakni
faktor dari dalam diri siswa dan faktor dari luar diri siswa atau faktor
lingkungan.Faktor yang datang dari diri siswa terutama kemampuan
yang dimilikinya.Sedangkan salah satu faktor lingkungan yang paling
dominan mempengaruhi hasil belajar di sekolah, ialah kualitas
pengajaran. Yang dimaksud kualitas pengajaran ialah tinggi rendahnya
atau efektif tidaknya proses belajar mengajar dalam mencapai tujan
pengajaran. Hasil belajar pada hakikatnya tersirat dalam tujuan
pengajaran.Oleh sebab itu hasil belajar siswa dipengaruhi oleh
kamampuan siswa dan kualitas pengajaran.
2.1.9. Hasil Belajar IPA
Kegiatan pembelajaran IPA akan menghasilkan hasil belajar IPA. Hasil
belajar siswa dalam pembelajaran IPA bukan hanya pengetahuan saja, tetapi juga
ketrampilan yang dapat digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Peraturan
Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi untuk Satuan
Sekolah Dasar (SD)/Madrasah Ibtidaiyah (MI) menjelaskan bahwapeserta didik
dapat mempelajari diri sendiri dan alam sekitar, serta prospek pengembangan
lebih lanjut dalam menerapkannya di dalam kehidupan sehari-hari, melalui
pendidikan IPA.
23
Hasil belajar IPA harus dikaitkan dengan tujuan pendidikan IPA yang
telah tercantum dalam kurikulum dengan tidak melupakan hakekat IPA itu sendiri.
Hasil belajar IPA dikelompokkan berdasarkan hakekat sains yang meliputi Ilmu
Pengetahuan Alam sebagai produk, proses, dan sikap ilmiah. Oleh karena itu,
dapat disimpulkan bahwa hasil belajar Ilmu Pengetahuan Alam meliputi
pencapaian Ilmu Pengetahuan Alam sebagai produk, proses, dan sikap ilmiah.
Dalam segi produk, siswa diharapkan dapat memahami konsep-konsep
IPA dan keterkaitannya dalam kehidupan sehari-hari. Dari segi proses, siswa
diharapkan memiliki kemampuan untuk mengembangkan pengetahuan, gagasan,
pengetahuan, dan menerapkan konsep yang diperolehnya untuk memecahkan
masalah yang mereka hadapi dalam kehidupan sehari-hari. Dari segi ilmiah, siswa
diharapkan mempunyai minat untuk mempelajari benda-benda di sekitarnya,
bersikap ingin tahu, tekun, kritis, mawas diri, bertanggung jawab, dapat bekerja
sama dan mandiri, serta mengenal dan mengembangkan rasa cinta terhadap alam
sekitar dan Tuhan Yang Maha Esa. Dengan demikian, hasil belajar yang
dikembangkan di SD adalah hasil belajar yang mencakup penguasaan produk,
proses, dan sikap ilmiah.
2.1.10. Sifat-sifat Cahaya
Cahaya sangat bermanfaat bagi kehidupan. Cahaya membuat dunia ini
terang benderang. Cahaya membuat kita dapat melihat benda-benda di sekitar
kita. Menurut Azmiyawati (2008:110) cahaya mempunyai sifat-sifat tertentu.
Sifat-sifat cahaya banyak manfaatnya bagi kehidupan. Sifat-sifat cahaya yaitu:
1. Cahaya merambat lurus
Saat berjalan di kegelapan, kamu memerlukan senter. Ketika senter kamu
nyalakan, arah rambatan cahaya yang keluar dari senter tersebut arah rambatannya
menurut garis lurus. Untuk bisa lebih jelas mengenai arah rambatan cahaya dapat
dilihat gambar berikut.
Cahaya merambat lurus
24
Berdasarkan dapat tidaknya memancarkan cahaya, benda dikelompokkan
menjadi benda sumber cahaya dan benda gelap. Benda sumber cahaya dapat
memancarkan cahaya. Contoh benda sumber cahaya yaitu Matahari, lampu, dan
nyala api. Sementara itu, benda gelap tidak dapat memancarkan cahaya. Contoh
benda gelap yaitu batu, kayu, dan kertas.
2. Cahaya dapat menembus benda bening
Bayangan terbentuk karena cahaya tidak dapat menembus suatu
benda.Ketika cahaya mengenai tubuhmu, cahaya tidak dapat menembus tubuhmu
sehingga terbentuklah bayangan. Begitu pula ketika cahaya mengenai rumahmu
dan pohon yang besar.
Berdasarkan dapat tidaknya meneruskan cahaya, benda dibedakan menjadi
benda tidak tembus cahaya dan benda tembus cahaya. Benda tidak tembus cahaya
tidak dapat meneruskan cahaya yang mengenainya. Apabila dikenai cahaya, benda
ini akan membentuk bayangan. Contoh benda tidak tembus cahaya yaitu kertas,
karton, tripleks, kayu, dan tembok. Sementara itu, benda tembus cahaya dapat
meneruskan cahaya yang mengenainya. Contoh benda tembus cahaya yaitu kaca.
Benda tidak tembus cahaya
3. Cahaya dapat dipantulkan
Pemantulan cahaya ada dua jenis yaitu pemantulan baur (pemantulan
difus) dan pemantulan teratur. Pemantulan baur terjadi apabila cahaya mengenai
permukaan yang kasar atau tidak rata. Pada pemantulan ini, sinar pantul arahnya
tidak beraturan. Sementara itu, pemantulan teratur terjadi jika cahaya mengenai
permukaan yang rata, licin, dan mengilap. Permukaan yang mempunyai
sifatseperti ini misalnya cermin. Pada pemantulan ini sinar pantul memiliki arah
yang teratur.
25
Cermin merupakan salah satu benda yang memantulkan cahaya.
Berdasarkanbentuk permukaannya ada cermin datar dan cermin lengkung. Cermin
lengkung ada dua macam, yaitu cermin cembung dan cermin cekung.
c. Cermin datar
Cermin datar yaitu cermin yang permukaan bidang pantulnya datar dan
tidak melengkung. Cermin datar biasa digunakan untuk bercermin.
Cermin datar
Sifat-sifat dari cermin datar :
1) Ukuran (besar dan tinggi) bayangan sama dengan ukuran benda.
2) Jarak bayangan ke cermin sama dengan jarak benda ke cermin.
3) Kenampakan bayangan berlawanan dengan benda. Misalnya tangan kirimu
akan menjadi tangan kanan bayanganmu.
4) Bayangan tegak seperti bendanya.
5) Bayangan bersifat semu atau maya. Artinya, bayangan dapat dilihat dalam
cermin, tetapi tidak dapat ditangkap oleh layar.
d. Cermin cembung
Cermin cembung yaitu cermin yang permukaan bidang pantulnya
melengkung ke arah luar. Cermin cembung biasa digunakan untuk spion pada
kendaraan bermotor. Bayangan pada cermin cembung bersifat maya, tegak, dan
lebih kecil (diperkecil) daripada benda yang sesungguhnya.
Cermin cembung
26
c. Cermin cekung
Cermin cekung yaitu cermin yang bidang pantulnya melengkung ke arah
dalam. Cermin cekung biasanya digunakan sebagai reflektor pada lampu mobil
dan lampu senter.
Cermin cekung dan reflektor cahaya
Sifat bayangan benda yang dibentuk oleh cermin cekung sangat
bergantung pada letakbenda terhadap cermin.
1) Jika benda dekat dengan cermin cekung, baying an benda bersifat tegak, lebih
besar, dan semu (maya).
2) Jika benda jauh dari cermin cekung, bayangan benda bersifat nyata(sejati) dan
terbalik.
4. Cahaya dapat dibiaskan
Apabila cahaya merambat melalui dua zat yang kerapatannya berbeda,
cahaya tersebut akan dibelokkan. Peristiwa pembelokan arah rambatan cahaya
setelah melewati medium rambatan yang berbeda disebut pembiasan. Perhatikan
skema pembiasan cahaya berikut!
27
Apabila cahaya merambat dari zat yang kurang rapat ke zat yang lebih
rapat, cahaya akan dibiaskan mendekati garis normal. Misalnya cahaya merambat
dari udara ke air. Sebaliknya, apabila cahaya merambat dari zat yang lebih rapat
ke zat yang kurang rapat, cahaya akan dibiaskan menjauhi garis normal. Misalnya
cahaya merambat dari air ke udara. Pembiasan cahaya sering kamu jumpai dalam
kehidupan sehari-hari. Misalnya dasar kolam terlihat lebih dangkal daripada
kedalaman sebenarnya. Gejala pembiasan juga dapat dilihat pada pensil yang
dimasukkan ke dalam gelas yang berisi air. Pensil tersebut akan tampak patah.
Pembiasan pada pensil
5. Cahaya dapat diuraikan
Pelangi terjadi karena peristiwa penguraian cahaya (dispersi). Dispersi
merupakan penguraian cahaya putih menjadi berbagai cahaya berwarna. Cahaya
matahari yang kita lihat berwarna putih.Namun, sebenarnya cahaya matahari
tersusun atas banyak cahaya berwarna. Cahaya matahari diuraikan oleh titik-titik
air di awan sehingga terbentuk warna-warna pelangi.
Dispersi cahaya
Kamu juga dapat mengamati peristiwa dispersi cahaya pada balon air.
Kamu dapat menggunakan air sabun untuk membuat balon air. Jika air sabun
28
ditiup di bawah sinar matahari, kamu akan melihat berbagai macam warna
berkilauan pada permukaan balon air tersebut.
Peristiwa menguraian cahaya dalam kehidupan sehari-hari :
a. Terjadinya pelangi
b. Minyak yang tumpah di permukaan air
c. Peristiwa pelangi yang muncul di air terjun.
2.2. Hasil Penelitian yang Relevan
Penelitian yang dilakukan oleh Martina Sri Indriyati pada tahun 2009
dalam judul ”Penggunaan Metode Demonstrasi dalam Meningkatkan Prestasi
Belajar Siswa Kelas V pada Pembelajaran IPA Materi Gaya Magnet Di SD Negeri
Wonosari Kecamatan Wonosobo Kabupaten Wonosobo”. Menyimpulkan bahwa
penggunaan metode demonstrasi benar-benar meningkatkan prestasi belajar siswa
kelas V SD Negeri Wonosari yaitu 80% siswa memiliki nilai di atas kriteria
ketuntasan minimum sama dengan 60 sebanyak 42 peserta didik.
Penelitian yang dilakukan Binti Lisna Astuti pada tahun 2010 dengan
judul ”Penggunaan Metode Demonstrasi untuk Meningkatkan Prestasi Belajar
Siswa Kelas V pada Pembelajaran IPA di SD N Jepon 8 Kec. Jepon Kab. Blora
Tahun Ajaran 2009/2010”. Menyimpulkan bahwa hendaknya sebagai seorang
guru dalam menciptakan pembelajaran yang lebih bermakna dan mudah diterima
oleh anak dengan metode demonstrasi. Hal ini dikarenakan dalam metode
demonstrasi guru menggunakan alat atau media yang disesuaikan dengan
pembelajaran yang sedang dipelajari, guru kiranya selalu mengadakan perbaikan
pembelajaran untuk pengajuan bersama dan dalam proses pembelajaran sebaiknya
guru menggunakan metode dan media yang nyata dan dekat dengan kehidupan
keseharian siswa.
Penelitian yang dilakukan oleh Ratih Endarini Sudarmono pada tahun
2009 dengan judul”Peningkatan Aktivitas dan Hasil Belajar Siswa Kelas V
Melalui Penerapan Metode Group Investigations pada Pembelajaran IPAdi
SDSidorejo Lor 02 Salatiga Semester I Tahun Ajaran 2009/2010”. Menyimpulkan
bahwa aktivitas dan hasil belajar siswa kelas V SDN Sidorejo Lor 02 Salatiga
dapat ditingkatkan melalui metode group investigations yang di dalamnya
29
meliputi 6 tahap yaitu: tahap pengelompokan, tahap perencanaan, tahap
penyelidikan, tahap pengorganisasian, tahap presentasi, dan tahap evaluasi.
2.3. Kerangka Berpikir
Pembelajaran IPA sebaiknya dilaksanakan secara inkuiri ilmiah (scientific
inquiry) untuk menumbuhkan kemampuan berpikir, bekerja, mempraktekan
langsung dan bersikap ilmiah serta mengkomunikasikannya sebagai aspek penting
kecakapan hidup (Peraturan Pendidikan Nasional Nomor 22 tahun 2006 tentang
Standar Isi untuk satuan Sekolah Dasar (SD)/Madrasah Ibtidaiyah (MI)). Oleh
karena itu, diperlukan metode pembelajaran yang sesuai dengan pendekatan
inkuiri yang menekankan pada pencarian pengetahuan. Beberapa metode
pembelajaran yang dapat digunakan dalam pembelajaran dengan menerapkan
pendekatan inkuiri yaitu metode investigasi kelompok dan metode demonstrasi.
Pembelajaran dengan kedua metode tersebut akan menghasilkan hasil belajar
kognitif IPA pada siswa. Dari hasil belajar kognitif IPA pada siswa sebelum
mendapat perlakuan dengan metode investigasi kelompok dan metode
demonstrasi, dan setelah mendapat perlakuan dari kedua metode pembelajaran
tersebut kemudian dibandingkan. Hal ini digunakan untuk mengetahui adakah
perbedaan yang signifikan antara metode investigasi kelompok dan metode
demonstrasi terhadap hasil belajar IPA pada siswa. Sehingga guru dapat
menentukan metode mana yang lebih signifikan untuk diterapkan dalam
pembelajaran IPA pada materi sifat-sifat cahaya.
30
a. Kelas Kontrol b. Kelas Eksperimen
Gambar 2.1 Diagram Kerangka Berpikir
2.4. Hipotesis Penelitian
2.4.1. Hipotesis Empirik
Hipotesis empirik yang diajukan, yaitu ada perbedaan efektivitas
pembelajaran yang signifikan antara penggunaan metode investigasi kelompok
dengan metode demonstrasi dalam pembelajaran IPA di kelas VSD Imbas Gugus
Imam Bonjol Salatigasemester II tahun ajaran 2011/2012.
2.4.2. Hipotesis Statistik
Secara statistik, dapat dirumuskan H0 yaitu rata-rata hasil belajar yang
didapatkan dari metode investigasi kelompok sama dengan rata-rata hasil belajar
yang didapatkan dari metode demonstrasi (H0 : xy1 = xy2). Untuk H1 yaitu rata-
rata hasil belajar yang didapatkan dari metode investigasi kelompok tidak sama
dengan rata-rata hasil belajar yang didapatkan dari metode demonstrasi (H1 : xy1
≠ xy2).
Kondisi Awal
Pembelajaran dengan
Metode Demonstrasi
Pembelajaran dengan Metode
Investigasi Kelompok
Kondisi Awal
Hasil Belajar IPA pada Siswa Hasil Belajar IPA pada Siswa