bab ii kajian pustaka 2.1 kajian pustaka dan landasan teori …eprints.umm.ac.id/41818/3/bab...
TRANSCRIPT
20
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Kajian Pustaka dan Landasan Teori
2.1.1 Kajian Pustaka
a. Pemberdayaan Masyarakat
Pemberdayaan berasal dari bahasa Inggris “empowerment”, yang secara
harfiah bisa diartikan sebagai “pemberkuasaan”, dalam arti pemberian atau
peningkatan “kekuasaan” (power) kepada masyarakat yang lemah atau tidak
beruntung atau disadvantaged (Suharto dalam Huraerah, 2008:82).
Subejo dan Supriyanto (2004), pemberdayaan masyarkat adalah upaya
yang disengaja untuk memfasilitasi masyarakat lokal dalam merencanakan,
memutuskan, dan mengelola sumber daya lokal yang dimiliki melalui
collective action dan networking sehingga pada akhirnya mereka memiliki
kamampuan dan kemandirian secara ekonomi, ekologi, dan sosial. Pengertian
yang lebih luas, pemberdayaan masyarakat merupakan proses untuk
memfasilitasi dan mendorong masyarakat agar mampu menempatkan diri
secara proporsional dan menjadi pelaku utama dalam memanfaatkan
lingkungan strategisnya untuk mencapai sesuatu keberlanjutan dalam jangka
panjang (Subejo dan Supriyanto dalam Mardikanto, 2017:45).
World Bank (2001) mengartikan pemberdayaan sebagai upaya untuk
memberikan kesempatan dan kemampuan kepada kelompok masyarakat
(miskin) untuk mampu dan berani bersuara (voice) atau menyuarakan
pendapat, ide, atau gagasan-gagasannya, serta kemampuan dan keberanian
21
untuk memilih (choice) sesuatu (konsep, metode, produk, tindakan, dll) yang
terbaik bagi pribadi, keluarga, dan masyarakatnya. Dengan kata lain,
pemberdayaan merupakan proses meningkatkan kemampuan dan sikap
kemandirian masyarakat (Word Bank dalam Mardikanto, 2017:28)
Dalam berbagai kesempatan pakar pemberdayaan, Prof. Haryono Suyono
sering mengatakan bahwa “pemberdayaan bukan membentuk Supermen, tetapi
dalam pemberdayaan perlu membentuk Super Tim”. Keberdayaan dalam
konteks masyarakat merupakan kemampuan individu berpartisipasi aktif dalam
masyarakat. Tingkat partisipasi ini meliputi partisipasi fisik, mental, dan juga
manfaat yang diperoleh oleh individu yang bersangkutan (Anwas, 2014:51).
Selanjutnya menurut Ife (1995), pemberdayaan adalah menyiapkan
kepada masyarakat berupa sumber daya, kesempatan, pengetahuan, dan
keahlian untuk meningkatkan kapasitas diri masyarakat di dalam menentukan
masa depan mereka, serta berpartisipasi dan mempengaruhi kehidupan dalam
komunitas masyarakat itu sendiri (Ife dalam Anwas, 2014:49).
Dengan demikian pemberdayaan merupakan proses meningkatkan
kemampuan individu atau masyarakat untuk berdaya yang dilakukan secara
demokratis agar mampu membangun diri dan lingkungannya dalam
meningkatkan kualitas kehidupannya sehingga mampu mandiri dan sejahtera.
b. Prinsip Pemberdayaan
Pemberdayaan ditujukan agar klien/sasaran mampu meningkatkan
kualitas kehidupannya untuk berdaya, memiliki daya saing, dan mandiri.
Mengacu pada hakikat dan konsep pemberdayaan, maka dapat
diidentifikasikan beberapa prinsip pemberdayaan masyarakat sebagai berikut:
22
1. Pemberdayaan dilakukan dengan cara yang demokratis dan menghindari
unsur paksaan. Setiap individu memiliki hak yang sama untuk berdaya.
2. Kegiatan pemberdayaan didasarkan pada kebutuhan, masalah, dan potensi
klien/sasaran. Proses pemberdayaan dimulai dengan menumbuhkan
kesadaran kepada sasaran akan potensi dan kebutuhannya yang dapat
dikembangkan dan diberdayakan untuk mandiri.
3. Sasaran pemberdayaan adalah sebagai subjek atau pelaku dalam kegiatan
pemberdayaan. Oleh karena itu sasaran menjadi dasar pertimbangan dalam
menentukan tujuan, pendekatan, dan bentuk aktivitas pemberdayaan.
4. Pemberdayaan berarti menumbuhkan kembali nilai, budaya, dan kearifan-
kearifan lokal yang memiliki nilai luhur dalam masyarakat. Budaya dan
kearifan lokal seperti sifat gotong royong, kerjasama, hormat kepada yang
lebih tua, dan kearifan lokal lainnya sebagai jati diri masyarakat perlu
ditumbuh kembangkan melalui berbagai bentuk pemberdayaan sebagai
modal sosial dalam pembangunan.
5. Pemberdayaan merupakan sebuah proses yang memerlukan waktu,
sehingga dilakukan secara bertahap dan berkesinambungan. Tahapan ini
dilakukan secara logis dari yang sifatnya sederhana menuju yang komplek.
6. Kegiatan pendampingan atau pembinaan perlu dilakukan secara bijaksana,
bertahap, dan berkesinambungan. Kesadaran dan kehati-hatian dari agen
pemberdayaan perlu dilakukan terutama dalam menghadapi keragaman
karakter, kebiasaan, dan budaya masyarakat yang sudah lama tertanam
lama.
23
7. Pemberdayaan tidak bisa dilakukan dari salah satu aspek saja, tetapi perlu
dilakukan secara holistik terhadap semua aspek kehidupan yang ada dalam
masyarakat.
8. Pemberdayaan perlu dilakukan tehadap kaum perempuan terutama remaja
dan ibu-ibu muda sebagai potensi besar dalam mendongkrak kualitas
kehidupan keluarga dan pengentasan kemiskinan.
9. Pemberdayaan dilakukan agar masyarakat memiliki kebiasaan untuk terus
belajar, belajar sepanjang hayat (life long learning/education). Individu dan
masyarakat perlu dibiasakan belajar menggunakan berbagai sumber yang
tersedia. Sumber belajar tersebut bisa: pesan, orang (termasuk masyarakat
di sekitarnya), bahan, alat, teknik, dan juga lingkungan di sekitar tempat
mereka tinggal. Pemberdayaan juga perlu diarahkan untuk menggunakan
prinsip belajar sambil bekerja (learning go doing).
10. Pemberdayaan perlu memperhatikan adanya keragaman budaya. Oleh
karena itu diperlukan berbagai metode dan pendekatan pemberdayaan yang
sesuai dengan kondisi di lapangan.
11. Pemberdayaan diarahkan untuk menggerakkan partisipasi aktif individu
dan masyarakat seluas-luasnnya. Partisipasi ini mulai dari tahapan
perencanaan, pengembangan, pelaksanaan, evaluasi, termasuk partisipasi
dalam menikmati hasil dari aktivitas pemberdayaan.
12. Klien/ sasaran pemberdayaan perlu ditumbuhkan jiwa kewirausahaan
sebagai bekal menuju kemandirian. Jiwa kewirausahaan tersebut, mulai
dari: mau berinovasi, berani mengambil resiko terhadap perubahan,
24
mencari dan memanfaatkan peluang, serta mengembangkan networking
sebagai kemampuan yang diperlukan dalam era globalisasi.
13. Agen pemberdayaan atau petugas yang melaksanakan pemberdayaan perlu
memiliki kemampuan (kompetensi) yang cukup, dinamis, fleksibel dalam
bertindak, serta dapat mengikuti perkembangan zaman dan tuntutan
masyarakat. Agen pemberdayaan ini lebih berperan sebagai fasilitator.
14. Pemberdayaan perlu melibatkan berbagai pihak yang ada dan terkait dalam
masyarakat, mulai dari unsur pemerintah, tokoh, guru, kader, ulama,
pengusaha, LSM, relawan, dan anggota masyarakat lainnya. Semua pihak
tersebut dilibatkan sesuai peran, potensi, dan kemampuannya (Oos Anwas,
2014:58-60).
c. Tujuan Pemberdayaan
Mengacu pada konsep-konsep diatas, maka tujuan pemberdayaan
meliputi beragam upaya perbaikan sebagai berikut:
1. Perbaikan pendidikan (better education)
Pemberdayaan harus dirancang sebagai suatu bentuk pendidikan yang lebih
baik. Perbaikan pendidikan yang dilakukan melalui pemberdayaan, tidak
terbatas pada: perbaikan materi, perbaikan metode, perbaikan yang
menyangkut tempat dan waktu, serta hubungan fasilitator dan penerima
manfaat, tetapi yang lebih penting adalah perbaikan pendidikan yang mampu
menumbuhkan semangat belajar seumur hidup.
2. Perbaikan aksesibilitas (better accessibility)
Dengan tumbuh dan kembangnya semangat belajar seumur hidup,
diharapkan akan memperbaiki aksesibilitasnya, utamanya tentang
25
aksesibilitas dengan sumber informasi/inovasi, sumber pembiayaan,
penyedia produk dan peralatan, lembaga pemasaran.
3. Perbaikan tindakan (better action)
Dengan berbekal perbaikan pendidikan dan perbaikan aksesibilitas dengan
beragam sumberdaya yang lebih baik, diharapkan akan terjadi tindakan-
tindakan yang semakin lebih baik.
4. Perbaikan kelembagaan (better institution)
Dengan perbaikan kegiatan/tindakan yang dilakukan, diharapkan akan
memperbaiki kelembagaan, termasuk pengembangan jejaring kemitraan-
usaha.
5. Perbaikan usaha (better business)
Perbaikan pendidikan (semangat belajar), perbaikan aksesibilitas, kegiatan,
dan perbaikan kelembagaan, diharapkan akan memperbaiki binis yang
dilakukan.
6. Perbaikan pendapatan (better income)
Dengan terjadinya perbaikan bisnis yang dilakukan, diharapkan akan dapat
memperbaiki pendapatan yang diperolehnya, termasuk pendapatan keluarga
dan masyarakatnya.
7. Perbaikan lingkungan (better environment)
Perbaikan pendapatan diharapkan dapat memperbaiki lingkungan (fisik dan
sosial), karena kerusakan lingkungan seringkali disebabkan oleh kemiskinan
atau pendapatan yang terbatas.
26
8. Perbaikan kehidupan (better living)
Tingkat pendapatan dan keadaan lingkungan yang membaik, diharapkan
dapat memperbaiki keadaan kehidupan setiap keluarga dan masyarakat.
9. Perbaikan masyarakat (better community)
Keadaan kehidupan yang lebih baik, yang didukung oleh lingkungan (fisik
dan sosial) yang lebih baik, diharapkan akan terwujud kehidupan masyarakat
yang lebih baik pula (Mardikanto, 2017:109-110).
d. Kelompok Pembudidaya Ikan (POKDAKAN)
Kelompok Pembudidaya Ikan, yang selanjutnya disebut POKDAKAN
adalah kumpulan pembudidayaan ikan yang terorganisir, terbentuk dan
tumbuh atas dasar kepentingan bersama dengan rasa saling percaya,
keserasian, keakraban untuk bekerja sama dalam memanfaatkan sumber daya,
mengembangkan usaha, dan dana untuk meningkatkan kesejahteraan
anggotanya (Kementerian Kelautan dan Perikanan RI).
e. Budidaya Perikanan
Budidaya perikanan atau perikanan budidaya adalah kegiatan
memproduksi biota (organisme) akuantik (air) untuk mendapatkan
keuntungan. Dilihat dari asal katanya, istilah akuakultur diambil dari istilah
dalam Bahasa Inggris yaitu Aquaculture. Terdapat beberapa definisi
akuakultur seperti dikemukakan dalam beberapa sumber. Akuakultur
merupakan suatu proses pembiakan organisme perairan dari mulai proses
produksi, penanganan hasil sampai pemasaran (Wheaton, 1977).
Ruang lingkup budidaya perikanan berdasarkan spasial mencakup
kawasan sejak pegunungan hingga laut dalam, berdasarkan sumber air yang
27
dimanfaatkan mencakup budidaya air tawar, budidaya air payau dan budidaya
air laut berdasarkan pada kegiatan mencakup pengadaan sarana dan prasarana
produksi, proses produksi hingga pemanenan, serta penanganan pascapanen
dan pemasaran.
Selain untuk tujuan konsumsi, budidaya perikanan juga ditujukan untuk
menghasilkan ikan hias (ornamental fish). Ikan hias diproduksi karena
memiliki warna dan bentuk tubuh serta tingkah lakunya yang unik dan
menarik sehingga memiliki nilai ekonomi yang tinggi. Selain itu, nilai
ekonomi ikan hias juga dipengaruhi oleh tingkat kesulitan dalam
pengembangbiakannya (breeding). Semakin sulit suatu jenis ikan hias
dikembangbiakkan sehingga ketersediaan di pasar sangat terbatas (ikan
langka) maka ikan hias tersebut semakin bernilai ekonomi (mahal).
2.1.2 Penelitian Terdahulu
Penelitian terdahulu yang memiliki relevansi dengan penelitian yang akan
dilakukan tentang proses pemberdayaan masyarakat melalui kelompok
pembudidaya ikan (POKDAKAN). Penelitian terdahulu yang pertama, penelitian
milik Bayu Dwi Prasetya tahun 2015 yang berjudul “Pelaksanaan Pemberdayaan
Masyarakat Melalui Budidaya Ikan Air Tawar”. Penelitian terdahulu kedua, milik
Aprilia Veriningtyas tahun 2014 yang berjudul “Pemberdayaan Perempuan
Melalui Kelompok Pembudidaya Ikan (POKDAKAN) MinaSari di Dusun Beji,
Sumberagung, Jetis, Bantul”. Penelitian ketiga, milik Linda Rachmawati tahun
2016 yang berjudul “Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat oleh Kelompok
Pembudidaya Ikan Mina Soka di Dusun Kadisoka, Purwomartani, Kalasan,
Sleman”. Penelitian keempat, milik Rizal Latief tahun 2017 yang berjudul
28
“Pemberdayaan Masyarakat Melalui Kelompok Budidaya Ikan Mina Persada
(KBI-MP) di Dusun Pacar Desa Timbulharjo Kecamatan Sewon Kabupaten
Bantul”. Selain itu penelitian terdahulu juga di ambil dari jurnal internasional
yaitu milik Roseline E. Tawo tahun 2008 yang berjudul “Partisipasi Gender dan
Kewarganegaraan dalam Program Pemberdayaan di Pertanian untuk Pengentasan
Kemiskinan di Negara Bagian Lintas Sungai”.
Beberapa penelitian terdahulu memiliki relevansi dengan penelitian yang
akan dilakukan. Dapat dilihat dari judul penelitian dan hasil temuan masing-
masing penelitian terdahulu yang telah dilakukan, sehingga dapat ditemukan
relevansi antara penelitian terdahulu dan penelitian yang akan dilakukan. Hasil
temuan dan relevansi penelitian dapat dilihat dari tabel penelitian terdahulu
berikut:
Tabel 1. Penelitian Terdahulu
NO. Nama / Tahun Judul Temuan
1. Bayu Dwi
Prasetya, 2015.
Pelaksanaan
Pemberdayaan
Masyarakat Melalui
Budidaya Ikan Air
Tawar
a. Proses pemberdayaan yang
dilakukan meliputi:
penyadaran, pengkapasitasan
melalui transformasi
pengetahuan dan
ketrampilan, serta pendayaan.
b. Implementasi kegiatan
kelompok Mina lestari
meliputi pertemuan rutin,
arisan, simpan pinjam,
membayar wajib kas,
pembesaran ikan,
pembibitan, pemanenan,
studi banding ke kelompok
pembudidaya lain, gotong
royong/kerja bakti, ronda,
pembagian kerja dan
administrasi kerja.
c. Faktor pendorong: anggota
memiliki kemauan untuk
maju, memiliki semangat
29
untuk mencapai keberhasilan,
bersedia terlibat langsung
dalam pelaksanaan kegiatan
dan bekerjasama dengan
anggota lain, ketersediaan
lahan luas dan mudah
pengairan sebagai penunjang
budidaya ikan air tawar
2. Aprilia
Veriningtyas,
2014.
Pemberdayaan
Perempuan Melalui
Kelompok
Pembudidaya Ikan
(POKDAKAN)
MinaSari di Dusun
Beji, Sumberagung,
Jetis, Bantul
Proses pemberdayaan yang
dilakukan Pokdakan Minasari:
a. Mengembangkan potensi
perempuan ibu rumah
tangga.
b. Mengembangkan program
kegiatan.
c. Melakukan pertemuan
rutin.
d. Mengadakan pelatihan.
3. Linda
Rachmawati,
2016
Pemberdayaan
Ekonomi
Masyarakat oleh
Kelompok
Pembudidaya Ikan
Mina Soka di Dusun
Kadisoka,
Purwomartani,
Kalasan, Sleman
Strategi pemberdayaan yang
dilakukan meliputi:
a. Meningkatkan solidaritas
kelompok sehingga dapat
memanfaatkan persawahan
yang tidak produktif untuk
dijadikan kolam.
b. Memperkuat potensi
pembudidaya ikan untuk
berwirausaha.
c. Mengembangkan ekonomi
para anggota tanpa adanya
persaingan karena memiliki
strategi sendiri.
d. Mengadakan pelatihan
berupa pembibitan,
produksi, SDM, dan
pemasaran.
e. Pendampingan dari
pemerintah daerah dalam
bentuk pemantauan
perkembangan usaha.
f. Permodalan dari dalam dan
permodalan dari luar
berupa hibah dan pinjaman
luar melalui kerjasama.
g. Jaringan bisnis dengan PT
Aquafarm.
30
4. Rizal Latief, 2017 Pemberdayaan
Masyarakat Melalui
Kelompok Budidaya
Ikan Mina Persada
(KBI-MP) di Dusun
Pacar Desa
Timbulharjo
Kecamatan Sewon
Kabupaten Bantul
Hasil penelitian menunjukkan
bahwa:
a. Proses pemberdayaan yang
dilakukan didalam
Kelompok Budidaya Ikan
Mina Persada meliputi:
penyadaran,
pengkapasitasan, serta
pendayaan.
b. Dampak dari segi ekonomi
bagi anggota dan pengurus
kelompok, menambah
pendapatan dan membantu
ekonomi keluarga,
membuka motivasi usaha
dan membuka lapangan
pekerjaan baru.
5. Roseline E. Tawo,
The International
Journal of
Interdisciplinary
Social Sciences,
2008.
Partisipasi Gender
dan
Kewarganegaraan
dalam Program
Pemberdayaan di
Pertanian untuk
Pengentasan
Kemiskinan di
Negara Bagian
Lintas Sungai
(Gender and
Citizenship
Participation in
Empowerment
Programmes in
Agriculture for
Poverty Alleviation
in Cross River
State).
Hasil penelitian antara lain:
a. Bahwa umumnya perempuan
tidak benar-benar terlibat
dalam program
pemberdayaan berbasis
pertanian karena peran
gender.
b. Pendidikan perempuan
dilihat sebagai alat yang
memungkinkan untuk
partisipasi pribadi dan
profesional mereka dalam
proyek-proyek yang
berorientasi pada
pembangunan.
c. Kesadaran dan motivasi
harus diciptakan pada semua
peserta melalui pelatihan,
bantuan keuangan dan input
pertanian yang disediakan
oleh pemerintah untuk
mendukung para petani.
d. Perempuan pedesaan harus
berkecil hati terutama
digunakan sebagai makhluk
domestik, tetapi harus
didorong untuk melihat diri
mereka sebagai mitra yang
diperlukan untuk
keberhasilan skema.
31
2.1.3 Landasan Teori
a. Teori pembangunan yang berpusat pada rakyat (people centered
development) dari David C. Korten
Dasar interpretasi pembangunan yang berpusat pada rakyat adalah asumsi
bahwa manusia adalah sasaran pokok dan sumber strategis. Pembangunan
meliputi usaha terencana untuk meningkatkan kemampuan dan potensi
manusia serta mengerahkan minat mereka untuk ikut serta dalam proses
pembuatan keputusan tentang berbagai hal yang memliliki dampak bagi
mereka dan mencoba mempromosikan kekuatan manusia, bukan
mengabadikan ketergantungan yang menciptakan hubungan antara birokrasi
negara dengan masyarakat. David C. Korten (dalam Aziz, 2009) memberi
makna terhadap pembangunan sebagai upaya memberikan kontribusi pada
aktualisasi potensi tertinggi kehidupan manusia. Pembangunan selayaknya
ditujukan untuk mencapai sebuah standar kehidupan ekonomi yang menjamin
pemenuhan kebutuhan dasar manusia.
Pembahasan mengenai berbagai paradigma yang mencari jalan kearah
pembangunan yang berkeadilan, serta ketidakpuasan terhadap pelaksanaan
teori-teori tersebut di negara-negara berkembang, Korten (1984)
memunculkan teori baru yang menyajikan potensi-potensi baru yang penting
guna memantapkan pertumbuhan dan kesejahteraan manusia, keadilan dan
keserasian itu sendiri, yang kemudian disebut sebagai teori pembangunan
yang berpusat pada rakyat (people centered development).
Konsep utama dari pembangunan yang berpusat pada rakyat cukup
sederhana. Konsep ini merupakan suatu pendekatan pembangunan yang
32
memandang inisiatif kreatif dari rakyat sebagai sumber daya pembangunan
yang utama dan memandang kesejahteraan material dan spiritual mereka
sebagai tujuan yang ingin dicapai oleh proses pembangunan. Kekurangan
pokok dari model-model pembangunan yang konvesional, baik yang sosialis
maupun kapitalis, adalah bahwa mereka menjadi begitu memusatkan perhatian
pada produksi sehingga kebutuhan sistem produksi mendapat tempat yang
lebih utama dari pada kebutuhan rakyat (Korten, 1988:261). Teori ini
menyatakan bahwa pembangunan harus berorientasi pada peningkatan kualitas
hidup manusia, bukan pada pertumbuhan ekonomi melalui pasar maupun
memperkuat negara. Maka teori ini disebut sebagai Alternative Development
Theory. Usaha pencarian alternatif harus didukung oleh usaha-usaha untuk
mengadakan reorientasi dalam lembaga-lembaga masyarakat yang mengelola
sumber daya produksi, terutama sumber daya tanah dan air dengan
mengembalikan pengawasan kepada rakyat yang menggantungkan mata
pencahariannya pada sumber daya ini.
Pembangunan yang berpusat pada rakyat menghargai dan
mempertimbangkan prakarsa dan perbedaan lokal. Karena itu ia memandang
sistem-sistem swaorganisasi yang dikembangkan di sekitar satuan-satuan
organisasi berskala manusia dan komunitas swadaya. Produksi sangat penting
bagi tujuan-tujuan kesejahteraan manusia dan perwujudan diri yang
merupakan inti dari konsep pembangunan yang berpusat pada rakyat.
Pembangunan berpusat pada rakyat menempatkan kebutuhan-kebutuhan
rakyat di bawah kebutuhan-kebutuhan sistem produksi dan berusaha secara
konsisten menempatkan kebutuhan-kebutuhan sistem produksi di bawah
33
kebutuhan-kebutuhan rakyat. Teknik sosial pembangunan yang berpusat pada
rakyat mengutamakan bentuk-bentuk organisasi swadaya yang menonjolkan
peranan individu dalam proses pengambilan keputusan dan menyerukan
dipakainya nilai-nilai manusiawi dalam pembuatan keputusan. Proses-proses
membangun pengetahuannya didasarkan pada konsep-konsep dan metode-
metode belajar sosial (Korten, 1988:374).
Pembangunan yang berorientasi dengan menempatkan rakyat sebagai
aktor utama, memiliki kekuatan dalam merencanakan, merumuskan dan
melaksanakan pembangunan sesuai dengan kemampuan serta potensi yang
dimilikinya dalam mewujudkan keterikatan yang tepat antara alam, aspek
sosio-ekonomis, dan kultur saat ini dan masa datang dengan pendekatan
pembangunan terpadu yang menekankan multisektoral, yang mengedepankan
partisipasi lokal dan perencanaan dari bawah. Konsep pembangunan yang
berpusat pada rakyat, menurut pemikiran Korten menekankan perkawinan
antara delivered development atau top-down dan participatory development.
Korten mencoba mengadaptasikannya terhadap masalah menumbuhkan
kemandirian masyarakat dalam pembangunan melalui serangkaian program
yang disebut perencanaan pembangunan sosial yang terpadu didaerah. Konsep
tersebut muncul dari pemikiran bahwa keterlibatan masyarakat dalam gerakan
pembangunan belum mendapat peran yang seimbang dengan potensi dan
kemampuan yang dimiliki. Dengan demikian, adanya upaya penumbuhan
kemandirian dapat diartikan sebagai upaya meningkatkan kemampuan rakyat,
dengan memanfaatkan sumber daya manusia dan sumber daya alami untuk
34
mencapai kehidupan yang lebih baik secara mandiri (Korten dalam Jamaludin,
2016:22)
Inti pembangunan berpusat pada rakyat adalah pemberdayaan
(empowerment) yang mengarah pada kemandirian masyarakat. Dalam konteks
ini, dimensi partisipasi masyarakat sangat penting. Melalui partisipasi
kemampuan masyarakat dan perjuangan mereka untuk membangkitkan dan
menopang pertumbuhan kolektif menjadi kuat. Tetapi partisipasi ini bukan
hanya berarti keterlibatan masyarakat dalam pelaksanaan program
pembangunan atau masyarakat hanya ditempatkan sebagai “obyek”,
melainkan harus dikuti keterlibatan masyarakat dalam pembuatan keputusan
dan proses perencanaan pembangunan, atau masyarakat ditempatkan sebagai
“subyek” utama yang harus menentukan jalannya pembangunan. Karena itu
gerakan pemberdayaan mempertimbangkan inisiatif dan perbedaan lokal.
Lebih lanjut Korten mengatakan bahwa pembangunan yang berpusat pada
manusia, sungguh-sungguh ditujukan pada memberi manfaat bagi orang, baik
dalam berbuat maupun dalam hasilnya, juga memberikan mereka kesempatan
untuk mengembangkan kepandaian yang kreatif bagi masa depannya sendiri dan
masa depan masyarakat. Model pembangunan seperti ini, akan mengurangi
ketergantungan masyarakat pada birokrasi dan lebih menjamin pertumbuhan self-
sustaining capacity masyarakat menuju sustained development (Korten, 1988).