bab ii kajian pustaka 2.1 2.1.1 di...
TRANSCRIPT
7
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Kajian Teori
2.1.1 Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) di SD
Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) berhubungan dengan cara mencari
tahu tentang alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya
penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-
konsep, atau prinsip-prinsip saja tetapi juga merupakan suatu proses
penemuan. Pendidikan IPA diharapkan dapat menjadi wahana bagi peserta
didik untuk mempelajari diri sendiri dan alam sekitar, serta prospek
pengembangan lebih lanjut dalam menerapkannya di dalam kehidupan
sehari-hari. Proses pembelajarannya menekankan pada pemberian
pengalaman langsung untuk mengembangkan kompetensi agar
menjelajahi dan memahami alam sekitar secara ilmiah. Pendidikan IPA
diarahkan untuk inkuiri dan berbuat sehingga dapat membantu peserta
didik untuk memperoleh pemahaman yang lebih mendalam tentang alam
sekitar.
IPA dapat menjadi mata pelajaran yang menarik di sekolah dasar
jika siswa terlibat secara aktif, learning by doing (belajar dengan
melakukan) bukannya dengan mendengarkan atau menghafal. Siswa dapat
belajar dengan baik jika mengalami sendiri apa yang dipelajari (aktivitas
dan pikiran). Beberapa cara belajar dalam IPA seperti mengamati,
mengukur, mengoleksi dan mengelompokkan merupakan aktivitas belajar
yang dapat menguatkan minat dan keingintahuan siswa.
Pembelajaran IPA di Sekolah Dasar diharapkan dapat memberi
berbagai pengalaman pada siswa dengan cara melakukan berbagai
penelusuran ilmiah yang relevan. Sehingga pembelajaran Ilmu
Pengetahuan Alam (IPA) dapat menjadi wahana bagi siswa untuk
mempelajari diri sendiri dan alam sekitar, serta prospek pengembangan
lebih lanjut dalam menerapkannya di kehidupan sehari-hari. Proses
8
pembelajarannya menekankan pada pemberian pengalaman langsung
untuk mengembangkan kompetensi agar siswa mampu menjelajahi dan
memahami alam sekitar secara ilmiah (KTSP Standar Isi 2006).
IPA diperlukan dalam kehidupan sehari-hari untuk memenuhi
kebutuhan manusia melalui pemecahan masalah-masalah yang dapat di
identifikasikan. Penerapan IPA perlu dilakukan secara bijaksana agar tidak
berdampak buruk pada lingkungan. Di tingkat SD/MI diharapkan pada
penekanan; pembelajaran salingtemas (sains, lingkungan, teknologi, dan
masyarakat) yang diarahkan pada pengalaman belajar untuk merancang
dan membuat suatu karya melalui penerapan konsep IPA dan kompetensi
bekerja ilmiah secara bijaksana.
Pembelajaran IPA di SD merupakan interaksi antara siswa dengan
lingkungan sekitarnya. Hal ini mengakibatkan pembelajaran IPA perlu
mengutamakan peran siswa dalam kegiatan belajar mengajar. Sehingga
pembelajaran yang terjadi adalah pembelajaran yang berpusat pada siswa
dan guru sebagai fasilitator dalam pemebelajaran tersebut. Guru
berkewajiban untuk meningkatkan pengalaman belajar siswa untuk
mencapai tujuan pembelajaran IPA.
2.1.2 Tujuan pembejaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA)
Tujuan mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) di SD
menurut (BNSP, 2006) adalah agar peserta didik memiliki kemampuan
sebagai berikut :
1) Memperoleh keyakinan terhadap kebesaran Tuhan Yang
Maha Esa berdasarkan keberadaan, keindahan dan keteraturan alam
ciptaan-Nya. 2) Mengembangkan pengetahuan dan pemahaman
konsep-konsep IPA yang bermanfaat dan dapat diterapkan dalam
kehidupan sehari-hari. 3) Mengembangkan rasa ingin tahu, sikap
positip dan kesadaran tentang adanya hubungan yang saling
mempengaruhi antara IPA, lingkungan, teknologi dan masyarakat.
4) Mengembangkan keterampilan proses untuk menyelidiki alam
sekitar, memecahkan masalah dan membuat keputusan. 5)
Meningkatkan kesadaran untuk berperanserta dalam memelihara,
menjaga dan melestarikan lingkungan alam. 6) Meningkatkan
kesadaran untuk menghargai alam dan segala keteraturannya
9
sebagai salah satu ciptaan Tuhan. 7) Memperoleh bekal
pengetahuan, konsep dan keterampilan IPA sebagai dasar untuk
melanjutkan pendidikan ke SMP/MTs.
2.1.3 Ruang Lingkup Ilmu Pengetahuan Alam (IPA)
Untuk mencapai tujuan pembelajaran, perlu ada materi yang
dibahas. Materi itu dibatasi oleh ruang lingkupnya yang tertera dalam
Permendiknas Nomor 22 Tahun 2006, yang meliputi aspek-aspek sebagai
berikut:
1) Makhluk hidup dan proses kehidupan, yaitu manusia,
hewan, tumbuhan dan interaksinya dengan lingkungan, serta
kesehatan. 2) Benda/materi, sifat-sifat dan kegunaannya meliputi:
cair, padat dan gas. 3) Energi dan perubahannya meliputi: gaya,
bunyi, panas, magnet, listrik, cahaya dan pesawat sederhana. 4)
Bumi dan alam semesta meliputi: tanah, bumi, tata surya, dan
benda-benda langit lainnya. 5) Sains, lingkungan, teknologi, dan
masyarakat yang merupakan penerapan konsep sains dan saling
keterkaitannya dengan lingkungan, teknologi dan masyarakat
melalui pembuatan suatu karya teknologi sederhana termasuk
merancang dan membuat.
2.1.4 Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar
Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar menjadi arah atau
landasan untuk mengembangkan materi pokok, kegiatan pembelajaran dan
indikator pencapaian kompetensi untuk penilaian. Dalam merancang
kegiatan pembelajaran dan penilaian perlu memperhatikan Standar Proses
dan Standar Penilaian.
Tabel 1 dijelaskan tentang Standar Kompetensi dan Kompetensi
Dasar mata pelajaran IPA materi Sumber Daya Alam yang nantinya akan
dilaksanakan observer pada siklus I dan siklus II di Kelas V SD Negeri
Kutowinangun 07 Salatiga.
10
Tabel 1
Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Mata
Pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA)
Kelas V Semester II
No. Standar Kompetensi Kompetensi Dasar
1. Menerapkan sifat-sifat
cahaya melalui kegiatan
membuat suatu
karya/model.
1.1 Mendeskripsikan sifat-
sifat cahaya.
1.2 Membuat suatu
karya/model, misalnya
periskop atau lensa dari
bahan sederhana dengan
menerapkan sifat-sifat
cahaya.
2.1.5 Belajar
A. Pengertian Belajar
Berdasarkan pengertian secara psikologis belajar merupakan suatu
proses perubahan, yaitu perubahan tingkah laku sebagai hasil dari interaksi
dengan lingkungannya dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Perubahan-
perubahan tersebut akan nyata dalam seluruh aspek tingkah laku.
Menurut Slameto (dalam Hamdani, 2011:20) menyatakan bahwa
belajar adalah suatu proses perubahan tingkah laku siswa untuk
memperoleh pengalaman. Menurut Ahmad Susanto (2013:4) belajar
adalah suatu aktivitas siswa untuk memperoleh pengetahuan dalam
berpikir.
Menurut Oemar Hamalik (2008:27) menyatakan bahwa belajar
adalah suatu proses perubahan tingkah laku individu melalui interaksi
lingkungan. Sedangkan menurut Gagne (dalam Catharina Tri Anni,
2005:2) menyatakan bahwa belajar merupakan perubahan disposisi atau
11
kecakapan manusia, yang berlangsung selama periode waktu tertentu, dan
perubahan perilaku itu tidak berasal dari proses pertumbuhan.
Nana Sudjana (2014:2) mengungkapkan bahwa “belajar mengajar
sebagai suatu proses mengandung tiga unsur yang dapat dibedakan. Yakni
tujuan pengajaran (instruksional), pengalaman (proses) belajar-mengajar,
dan hasil belajar”. Hubungan ketiga unsur tersebut digambarkan dalam
diagram berikut ini:
Tujuan instruksional
(a) (c)
Pengalaman belajar (b) Hasil belajar
(proses belajar-mengajar)
Gambar 1 Hubungan Tiga Unsur Belajar
Garis (a) menunjukkan hubungan antara tujuan instruksional
dengan pengalaman belajar, garis (b) menunjukkan hubungan antara
pengalaman belajar dengan hasil belajar, dan garis (c) menunjukkan
hubungan tujuan instruksional dengan hasil belajar. Dari diagram di atas
dapat ditarik kesimpulan bahwa kegiatan penilaian dinyatakan oleh garis
(c), yakni suatu tindakan atau kegiatan untuk melihat sejauh mana tujuan-
tujuan instruksional telah dapat dicapai atau dikuasai oleh siswa dalam
bentuk hasil-hasil belajar yang diperlihatkannya setelah mereka
menempuh pengalaman belajarnya (proses belajar-mengajar). Sedangkan
garis (b) merupakan kegiatan penilaian untuk mengetahui keefektifan
pengalaman belajar dalam mencapai hasil belajar yang optimal.
Beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa belajar
adalah perubahan pola tingkah laku individu yang dilakukan dengan
sengaja melalui interaksi lingkungan yang berlangsung dalam periode
waktu tertentu untuk memperoleh konsep, pemahaman, atau pengetahuan
baru.
12
2.1.6 Hasil Belajar
A. Pengertian Hasil Belajar
Nana Sudjana (2014:3) hasil belajar siswa pada hakikatnya adalah
perubahan tingkah laku. Tingkah laku sebagai hasil belajar dalam
pengertian yang luas mencakup bidang kognitif, afektif, dan psikomotoris.
Oleh sebab itu dalam penilaian hasil belajar, peranan instruksional yang
berisi rumusan kemampuan dan tingkah laku yang diinginkan dikuasai
siswa menjadi unsur penting sebagai dasar dan acuan penilaian.
Hasil belajar merupakan kemampuan-kemampuan yang dimiliki
siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya. Horward Kingley
dalam Nana Sudjana (2014:22) membagi “tiga macam hasil belajar, yakni
(a) keterampilan dan kebiasaan, (b) pengetahuan dan pengertian, (c) sikap
dan cita-cita”. Masing-masing jenis hasil belajar dapat diisi dengan bahan
yang telah ditetapkan dalam kurikulum.
Hasil belajar adalah pola-pola perbuatan, nilai-nilai, pengertian-
pengertian, sikap-sikap, apresiasi dan ketrampilan (Suprijono, 2009:12).
Sedangkan menurut Hamalik (2006:30), perubahan tingkah laku seseorang
yang didasari oleh rasa ingin tahu, dari yang belum bisa menjadi bisa.
Perubahan tingkah laku tersebut dapat dikatakan sebagai hasil belajar.
Sistem pendidikan nasional rumusan tujuan pendidikan, baik
tujuan kurikuler maupun tujuan intruksional, menggunakan klarifikasi
hasil belajar dari Benyamin Bloom yang secara garis besar membaginya
menjadi tiga ranah yaitu:
1) Ranah kognitif berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang
teridiri dari enam aspek, yakni pengetahuan atau ingatan,
pemahaman, aplikasi, sistesis, dan evaluasi. Kedua aspek
pertama disebut kognitif tingkat rendah dan keempat aspek
berikutnya termasuk kognitif tingkat tinggi.
Menurut Supratiknya (2012:8), ranah kognitif memiliki 6
tingkatan, yang mencakup:
a. Mengingat (C1)
Mengingat diartikan sebagai mengingat kembali data atau
informasi. Kata kunci tingkatan mengingat yaitu
mendefinisikan, dan menamai.
b. Memahami (C2)
13
Memahami berarti menjelaskan aneka gagasan atau konsep,
memahami makna terjemahan, penafsiran, berbagai
masalah dan merumuskannya dengan kata-kata sendiri.
Kata kunci tangkatan memahami, yaitu memberi contoh,
membedakan, menjelaskan dengan kata-kata sendiri,
ringkasan, dan menginterprestasikan.
c. Menerapkan (C3)
Menerapkan berarti menggunakan informasi dalam
kehidupan sehari-hari. Kata kunci tingkatan menerapkan,
yaitu menerapkan, menyusun, menghitung, dan
mendemonstrasikan.
d. Menganalisis (C4)
Menganalisis diartikan menguraikan informasi kebagian-
bagian untuk menemukan pemahaman, memilih materi
sehingga struktur organisasinya dapat dipahami. Kata kunci
tingkatan menganalisis, yaitu membandingkan,
mengorganisasikan, menemukan perbedaan, dan
menjelaskan dengan ilustrasi.
e. Mengevaluasi (C5)
Mengevaluasi diartikan memberikan pembenaran terhadap
keputusan rangkaian tindakan tertentu, atau membuat
penilaian dari sebuah gagasan. Kata kunci tingkatan
mengevaluasi, yaitu menghipotesiskan, mengapresiasi,
menafsirkan, memberikan pembenaran, dan memberikan
kritik.
f. Menciptakan (C6)
Mencipta berarti menghasilakn aneka gagasan, produk atau
cara melihat persoalan baru. Kata kunci tingkatan mencipta,
yaitu merancang, merencanakan, dan membuat penemuan
baru.
2) Ranah afektif berkenaan dengan sikap yang terdiri dari lima
aspek yakni penerimaan, jawaban atau reaksi, penilaian,
organisani, dan internalisasi.
3) Ranah psikomotoris berkenaan dengan hasil belajar
keterampilan dan kemampuan bertindak. Ada enam ranah
psikomotoris, yakni (a) gerakan refleks, (b) keterampilan
gerakan dasar, (c) kemampuan perseptual, (d) keharmonisan
atau ketepatan, (e) gerakan keterampilan kompleks, dan (f)
gerakan ekspresif dan interpretatif.
Ketiga ranah tersebut menjadikan objek penilaian hasil belajar.
Diantara ketiga ranah itu, ranah kognitiflah yang paling banyak dinilai
oleh para guru disekolah karena berkaitan dengan kemapuan para siswa
dalam menguasai isi bahan pelajaran.
14
Menurut pendapat para ahli diatas dapat disimpulkan bahwa hasil
belajar adalah suatu perubahan tingkah laku dari aktivitas belajar yang
diindikasikan sebagai kemampuan yang diperoleh atau tingkat
keberhasilan siswa dalam mempelajari suatu materi yang dinyatakan
dalam bentuk skor yang dipeoleh dari hasil tes evaluasi.
B. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar
Menurut Slameto, (2010:54) faktor-faktor yang mempengaruhi
belajar digolongkan menjadi 2 yaitu faktor intern dan faktor ekstern.
Dimana faktor intern adalah faktor yang ada dalam diri individu yang
sedang belajar dan faktor ekstern adalah faktor yang ada di luar individu.
Dalam faktor intern terdapat faktor jasmaniah yang meliputi kesehatan,
cacat tubuh, kemudian faktor psikologis yang meliputi inteligensi,
perhatian, minat, bakat, motif, kematangan, kesiapan dan yang terakhir
adalah faktor kelelahan. Selain faktor intern juga terdapat faktor eksternal
diantaranya adalah faktor keluarga, sekolah dan masyarakat. Faktor
sekolah yang meliputi metode mengajar, kurikulum, relasi guru dengan
siswa, relasi siswa dengan siswa, disiplin sekolah, alat pelajaran, waktu
sekolah, standar pelajaran di atas ukuran, keadaan gedung, metode belajar,
dan tugas rumah.
Menurut Baharudin dan Wahyuni (2010:19) faktor yang
mempengaruhi hasil belajar dibedakan atas dua kategori yaitu faktor
internal dan faktor eksternal. Faktor internal meliputi faktor fisiologis yang
terdiri dari keadaan tonus jasmani, dan keadaan fungsi jasmani, serta
faktor psikologis seperti motivasi, minat, sikap dan bakat. Sedangkan
faktor eksternal dibagi menjadi dua golongan yaitu faktor lingkungan
sosial berupa lingkungan sekolah, masyarakat, keluargga, dan faktor
lingkungan non sosial berupa lingkungan alamiah dan faktor instrumental
atau perangkat belajar. Bloom (Sudjana, 2011:40) menyatakan bahwa “ada
3 variabel utama dalam teori belajar disekolah, yakni karakteristik
individu, kualitas pengajaran dan hasil belajar”. Hasil belajar siswa
dipengaruhi oleh kemampuan siswa dan kualaitas pengajaran
15
Menurut Sudjana (2011:39) hasil belajar yang dicapai oleh siswa
dipengaruhi oleh dua faktor yakni dari faktor dari dalam siswa itu sendiri
dan faktor yang datang dari luar diri siswa atau lingkungan. Faktor yang
datang dari dalam diri siswa terutama kemampuan yang dimilikinya besar
pengaruhnya terhadap hasil belajar yang dicapai.
Beberapa pendapat para ahli diatas dapat disimpuklan bahwa ada
hubungan antara kemapuan individu dan faktor lingkungan dengan hasil
belajar siswa. Hasil belajar merupakan dampak yang telah diperoleh dari
belajar atau berinteraksi dengan lingkungan dampak tersebut dapat berupa
perubahan tingkah laku yang pastinya adalah kearah positif. Jadi dapat
disimpulkan hasil belajar adalah perubahan tingkah laku yang terjadi pada
individu yang berinteraksi dengan lingkungan (belajar) dan tingkah laku
yang dimaksud merupakan perubahan ke arah positif.
C. Cara Mengukur Hasil Belajar
Nana Sudjana (2014:2) menjelaskan tentang kegiatan penilaian
yakni suatu tindakan atau kegiatan untuk melihat sejauh mana tujuan-
tujuan instruksional telah dicapai atau dikuasai oleh siswa dalam bentuk
hasil belajar yang diperlihatkan setelah mereka menempuh pengalaman
belajarnya (proses belajar-mengajar). Dengan demikian, kegiatan untuk
menilai hasil belajar sama artinya dengan mengukur hasil belajar siswa
yang digunakan untuk menentukan tercapai tidaknya tujuan dalam suatu
proses pembelajaran. Karena dalam kegiatan ini terdapat proses
membandingkan antara hasil belajar dengan kemampuan yang telah
dikuasai siswa untuk mengetahui pencapaian suatu tujuan dalam proses
pembelajaran.
Nana Sudjana (2014:5) mengemukakan satu dari beberapa jenis
dan sistem penilaian yang bisa digunakan untuk mengukur hasil belajar,
yaitu: Penilaian formatif adalah penilaian yang dilaksanakan pada akhir
program belajar-mengajar untuk melihat tingkat keberhasilan proses
belajar-mengajar itu sendiri. Dengan demikian, penilaian formatif
16
berorientasi kepada proses belajar-mengajar. Dengan penilaian formatif
guru dapat memperbaiki program pengajaran dan strategi pelaksanaannya.
Keberhasilan dalam sebuah pengajaran tidak hanya dilihat dari segi
hasil belajar saja tetapi juga proses kegiatan pembelajaran. Untuk
mengukur hasil belajar dalam suatu proses pembelajaran terdapat 2 jenis
penilaian yang dapat digunakan, yaitu teknik tes tertulis dan teknik non-
tes. Tes tertulis ini digunakan untuk memperoleh seberapa nilai atau angka
keberhasilan siswa dalam proses memperoleh pengetahuan dari hasil
belajar yang telah dijalani siswa. Tes tertulis ini menuntut jawaban secara
tulisan yang dapat dikoreksi hasilnya oleh guru sehingga guru dapat
mengetahui seberapa tingkatan keberhasilan siswa dalam belajar.
Pendapat para ahli diatas dapat dikaji bahwa pengukuran hasil
belajar dapat diukur melalui tiga aspek yaitu aspek kognitif yang dapat di
ukur dengan menggunakan evaluasi melalui tes, aspek afektif dapat diukur
menggunakan observasi langsung ketika pembelajaran sedang
berlangsung, sedangkan psikomotorik dapat di ukur melalui pengamatan
ketika siswa sedang melakukan pengamatan.
2.1.7 Model Pembelajaran Scramble
Scramble merupakan salah satu model pembelajaran kooperatif
yang disajikan dalam bentuk kartu. Scramble merupakan model
pembelajaran dengan membagikan lembar kartu soal dan kartu jawaban
yang jawababnya harus disusun sehingga menjadi sebuah jawaban yang
tepat atau benar. Damayanti (2010:3), menjelaskan bahwa model
pembelajaran scramble merupakan model pembelajaran yang bersifat
aktif, yaitu menurut siswa aktif bekerjasama menyelesaikan kartu soal
untuk memperoleh point bagi kelompok mereka. Siswa memopunyai
tanggungjawaab masing-masing dalam mmenyelesaikan tugasnya.
Menurut Rober B. Taylor (dalam Huda, 2001), scramble
merupakan salah satu model pembelajaran yang dapat meningkatkan
konsentrasi dan kecepatan berpikir siswa dalam proses pembelajaran yang
17
menggabungkan otak kanan dan otak kiri siswa. Dalam model ini mereka
tidak hanya diminta untuk menjawab soal, tetapi juga menerka dengan
cepat jawaban soal yang sudah tersedia namun masih dalam kondisi acak.
Ketepatan dan kecepatan berpikir dalam menjawab soal menjadi salah satu
kunci permainan model pembelajarn scramble. Skor siswa ditentuka oleh
seberapa banyak soal yang benar dan seberapa cepat soal-soal tersebut
dikerjakan.
Scramble merupakan model mengajar dengan membagi lembar
soal dan lembar jawaban yang disertai dengan lembar jawaban yang
disertai dengan alternatif jawaban yang disediakan. Siswa diharapkan
mampu mencari jawaban dan cara penyelesaian dari soal jawaban yang
ada. Scramble dipakai untuk jenis permainan anak-anak yang merupakan
latihan pengembangan dan meningkatkan wawasan pemikiran kosakata.
Pembelajaran model scramble, siswa dapat dilatih berkreasi
menyusun, huruf, kalimat, atau wacana yang acak susunannya sehingga
dapat menjadi susunan yang bermakna dan mungkin lebih baik dari
susunan aslinya. Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa
model pembelajaran scramble berbentuk permainan acak huruf, kalimat,
atau paragraf. Pembelajaran model scramble ini adalah sebuah model yang
menggunakan penekanan latihan soal berupa permaninan yang dikerjakan
secara berkelompok. Dalam model pembelajarn ini peril adanya kerjasama
antara anggota kelompok untuk saling menbantu teman sekelompok agar
dapat berpikif kritis sehingga dapat lebih mudah mencari penyesaian soal.
Dalam permainan ini diharapkan dapat memacu hasil belajar siswa dalam
mata pelajaran IPA.
A. Langkah-langkah Model Pembelajaran Scramble
Adapun langkah-langkah model pembelajaran scramble menurut
Suyatno (2009:72) adalah sebagi berikut:
a) Buatlah kartu soal sesuai materi bahan ajar.
b) Buatlah kartu jawaban dengan diacak nomornya.
18
c) Sajikan materi.
d) Membagi kartu soal pada kelompok dan kartu jawaban.
e) Siswa berkelompok mengerjakan soal dan mencari kartu soal untuk
jawaban yang cocok.
Menurut Rober B. Taylor (dalam Huda, 2001), sintaks model
pembelajaran scramble dapat diterapkan dengan mengikuti tahap-tahap
sebagai berikut:
a) Guru menyajikan materi sesuai topik, misalnya guru
menyajikan materi pelajaran tentang “Tata Surya”.
b) Setelah selesai menjelaskan tentang Tata Surya, guru
membagikan lembar kerja dengan jawaban yang diacak
susunannya.
c) Guru memberi durasi tertentu untuk pengerjaan soal.
d) Siswa mengerjakan soal berdasarkan waktu yang ditentukan
guru.
e) Guru mengecek durasi waktu sambil memeriksa pekerjaan
siswa.
f) Jika waktu pengerjaan soal sudah habis, siswa wajib
mengumpulkan lembar jawaban kepada guru. dalam hal ini,
baik siswa yang selesai maupun tidak selesai harus
mengumpulkan jawaban itu.
g) Guru melakukan penilaian, baik dikelas maupun dirumah.
penilaian dilakukan berdasarkan seberapa cepat siswa
mengerjakan soal dan seberapa banyak soal yang ia kerjakan
dengan benar.
h) Guru memberi apresiasi dan rekognisi kepasa siswa-siswa
yang berhasil, dan memberi semangat kepada siswa yang
belum cukup berhasil menjawab dengan cepat dan benar.
B. Kelebihan dan Kelemahan Model Pembelajaran Scramble
a. Kelebihan Model Pembelajaran Scramble
Menurut Rober B. Taylor (dalam Huda, 2001), model pembelajaran
scramble memiliki kelebihan, kelebihannya yaitu:
1) Melatih siswa untuk berpikir cepat dan tepat.
2) Mendorong siswa untuk mengerjakan soal dengan jawaban acak.
3) Melatih kedisiplinan siswa.
19
b. Kelemahan Model Pembelajaran Scramble
Menurut Rober B. Taylor (dalam Huda, 2001), model pembelajaran
scramble memiliki kelemahan, kelemanhannya yaitu:
1) Siswa bisa saja mencontek jawaban temannya.
2) Siswa tidak dilatih untuk berpikir kreatif.
3) Siswa memerima bahan mentah yang hanya perlu diolah dengan
baik.
2.2 Kajian Hasil Penelitian yang Relevan
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Febri Belandina Lay
(2011) dengan judul “Penerapan Model Pembelajaran Scramble untuk
Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Kelas VA pada Mata Pelajaran PKn
SDN Madyopuro 4 Kecamatan Kedungkandang Kota Malang”, hasil
penelitian menunjukan bahwa nilai rata-rata pada siklus I adalah 69,54%,
11 siswa (33,33%) belum tuntas karenamasih berada dibawah kriteria
ketuntasan, sedangkan 22 siswa (66,66%) tuntas karena sudah mencapai
kriteria ketuntasan. Pada siklus II, nilai rata-rata yang diperoleh siswa
kelas VA SDN Madyopuro 4 adalah 74,54%, hanya 9 dari 33 siswa
(27,27%) yang belum mencapai kriteria ketuntasan. berdasarkan nilai rata-
rata siswa tiap siklus maka pada siklus II nilai siswa mengalami
peningkatan. Dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran Scramble
dapat meningkatkan hasil belajar PKn siswa kelas VA SDN Madyopuro 4
Kota Malang.
Penelitian yang dilakukan oleh Kusmiyati (2011) dengan judul
“Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Teknik Scramble Untuk
Meningkatkan Hasil Belajar PKn siswa kelas V SD Negeri 012 Sari
Makmur Kecamatan Pangkalan Lesung Kab. Palelawan”. Hasil penelitian
menunjukan bahwa terdapat peningkatan pada masing-masing rentang
nilai dari klasifikasi rendah sampai dengan klasifikasi sangat tinggi. Pada
siklus pertama pada kriteria sangat tinggi (nilai >85) pada siklus pertama
tidak diperoleh siswa, sedangakn pada siklus kedua diperoleh presentase
20
sebesar 35, 0%. Sedangkan pada klasifikasi tinggi pada siklus pertama
juga belum diperoleh oleh siswa, tetapi pada siklus kedua terdapat
presentase sebesar 75,0% atau 15 orang siswa serta tidak terdapat hasil
belajar siswa dengan klasifikasi rendah pada siklus kedua. Dapat
disimpulkan bahwa model pembelajaran kooperatif teknik Scramble dapat
meningkatkan hasil belajar PKn siswa kelas VA SD Negeri 012 Sari
Makmur Kecamatan Pangkalan Lesung Kab. Palelawan.
Berdasarkan hasil penelitian yang telah diuraikan, penggunaan
model scramble dapat meningkatkan hasil belajar siswa secara berkala
karena dengan menggunakan model scramble siswa tampak lebih aktif dan
termotivasi dalam mengikuti pembelajaran karena konsep-konsep yang
disampaikan realistik dengan kehidupan siswa. Hal ini menunjukkan
adanya perubahan pada hasil belajar siswa dan tingkat ketuntasan belajar
siswa.
Persamaan penelitian yang dilakukan oleh Febri Belandina Lay dan
Kusmiyati dengan penelitian ini adalah sama-sama menggunakan model
scramble untuk meningkatkan hasil belajar IPA. Dalam penelitian yang
dilakukan sebelumnya belum memanfaatkan media dalam proses
pembelajaran sedangkan dalam penelitian ini sudah memanfaatkan media
berupa video. Dalam penelitian Febri Belandina Lay hasil belajar yang
ditingkatkan hanya aspek kognitif dan afektif, maka dalam penelitian ini
hasil belajar yang ditingkatkan adalah aspek kognitif, sedangkan
peningkatan hasil belajar yang dilakukan oleh Kusmiyati adalah aspek
kognitif dan psikomotorik. Dalam penelitian ini mengembangkan
pemikiran kosakata kepada siswa, agar siswa mampu menyusun kata-kata
ataupun huruf-huruf yang telah dikacaukan letaknya sehingga membentuk
suatu kata tertentu yang bermakna. Perbedaannya dengan penelitian yang
lain terletak pada pengukuran tingkat keberhasilan penelitian yang
dilakukan, pemanfaatan media dalam proses pembelajaran, dan hasil
belajar yang ditingkatkan.
21
2.3 Kerangka Pikir
Keberhasilan proses kegiatan belajar mengajar khususnya pada
pembelajaran IPA dapat dilihat dari tingkat pemahaman dan penguasaan
materi siswa. Keberhasilan pembelajaran IPA dapat diukur dari
kemampuan siswa dalam memahami materi pelajaran. Siswa dikatakan
paham apabila indikator pembelajaran tercapai. Adapun indikator yang
dijadikan sebagai tolak ukur siswa dikatakan paham menurut Abin
Syamsudin apabila siswa dapat menjelaskan, mendefinisikan dengan kata-
kata sendiri dengan cara mengungkapkannya melalui pertanyaan, tes, dan
penugasan.
Pembelajaran di sekolah dilakukan guru dan siswa dengan saling
berinteraksi dalam pertukaran ilmu (dari guru ke siswa). Dalam melakukan
interaksi guru harus menggunakan model pembelajaran yang mudah
diterima siswa dan dapat meningkatkan pemahaman konsep. Selain model
mengajar yang dilakukan oleh guru, faktor lain yang mempengaruhi hasil
belajar siswa adalah yang efektif dan efesien dilihat dari keaktifan,
kreatifitas dan kemandirian siswa. Cara belajar siswa juga harus
disesuaikan dengan materi pelajaran dan tujuan pengajarannya. Cara
belajar yang baik memungkinkan siswa untuk memperoleh hasil belajar
yang lebih baik. Penelitian Tindakan Kelas (PTK) merupakan salah satu
alternatif yang dapat dilakukan untuk mengenal masalah-masalah yang
menyebabkan rendahnya kemapuan siswa dalam memahami konsep pada
pembelajaran IPA dan untuk mengetahui usaha dalam mengatasinya.
Model pembelajaran scramble diharapkan mampu melatih
diharapkan mampu melatih ketrampilan berpikir dan ketrampilan bertanya
serta mampu memunculkan aktivitas-aktivitas yang selama ini tidak
terlihat dalam kegiatan belajar mengajar. Dan diharapkan siswa
termotivasi dalam belajar dan mendapatkan kemudahan dalam menerima
dan memahami materi yang diajarkan. Dengan diterapkannya model
pembelajaran scramble ini diduga membawa siswa pada suasana yang
22
baru membuat perasaan menjadi senang terhadap pelajaran IPA dan dapat
mencapai hasil belajar yang maksimal.
Adapun alur kerangka pemikiran yang ditunjukkan untuk
mengarahkan jalannya penelitian adalah sebagai berikut:
Gambar 2 Kerangka Pikir Peningkatan Hasil Belajar IPA melalui
Scramble
Kondisi Awal
Kondisi Akhir
Tindakan
Guru mengajar
dengan model
ceramah
Menerapkan
model
pembelajaran
Scramble
Hasil belajar
siswa rendah
Siklus I:
Menerapkan
model
pembelajaran
Scramble
dalam
pembelajaran
Siklus II:
Menerapkan
model
pembelajaran
Scramble
dalam
pembelajaran
Melalui penerapan model scramble dapat
meningkatkan hasil belajar siswa. pada
mata pelajaran IPA kelas V SD Negeri
Kutowinangun 07 Kecamatan Tingkir
Salatiga
23
2.4 Hipotesis
Berdasarkan kerangka pikir yang telah diuraikan, maka hipotesis
dalam penelitian ini adalah:
Pembelajaran dengan model Scramble dapat meningkatkan hasil
belajar IPA tentang sifat-sifat cahaya siswa kelas V SD Negeri
Kutowinangun 07 Kecamatan Tingkir Salatiga semester genap tahun
pelajaran 2014/2015.