bab ii kajian pustaka 2 -...

17
7 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori Kajian teori merupakan kerangka acuan yang digunakan untuk dijadikan sebagai acuan dalam penelitian ini. Pada bagian ini akan dibahas mengenai teori-teori yang dikaji antara lain teori-teori tentang IPA, teori tentang hasil belajar, pendekatan discovery learning. Juga dikaji hasil-hasil penelitian yang relevan sebelumnya dan dari semuanya disusun sebuah hipotesis tentang penelitian ini. 2.1.1 Hakikat IPA IPA merupakan terjemahan dari Natural Science yang bermakna ilmu yang mempelajari fenomena atau peristiwa yang ada di alam ini. IPA merupakan suatu cara untuk mengamati alam yang bersifat analisis, cermat, lengkap, serta menghubungkan antara fenomena yang satu dengan fenomena yang lain. Adapun menurut Fisher (dalam Winarno (2012: 8) menyatakan IPA sebagai adalah suatu kumpulan pengetahuan yang diperoleh dengan menggunakan metode-metode yang berdasarkan observasi. Kemudian menurut Jujun Suriasumantri dalam Trianto (2010: 136). Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan bagian dari ilmu pengetahuan atau sains yang semula berasal dari bahasa inggris ‘science’. Kata ‘science’ sendiri berasal dari kata dalam bahasa latin’scientia’ yang berarti saya tahu ‘science’ terdiri dari sosial sciences (IPS) dan natural sciences (IPA). Namun, dalam perkembangannya science sering diterjemahkan sebagai sains yang berarti Ilmu Pengetahuan Alam (IPA). Sedangkan menurut Fowler dalam Dewiki dan Yuniati (2006:29) berpendapat bahwa IPA ialah ilmu yang sistematis dan dirumuskan. Ilmu ini berhubungan dengan gejala-gejala kebendaan dan terutama didasarkan atas pengamatan dan induksi . Permendiknas nomor 22 tahun 2006 tentang standar isi untuk satuan pendidikan dasar dan menengah menyebutkan bahwa pembelajaran IPA bertujuan agar peserta didik memiliki ketrampilan sebagai berikut.

Upload: lamhanh

Post on 24-Mar-2019

223 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

7

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Kajian Teori

Kajian teori merupakan kerangka acuan yang digunakan untuk dijadikan

sebagai acuan dalam penelitian ini. Pada bagian ini akan dibahas mengenai teori-teori

yang dikaji antara lain teori-teori tentang IPA, teori tentang hasil belajar, pendekatan

discovery learning. Juga dikaji hasil-hasil penelitian yang relevan sebelumnya dan

dari semuanya disusun sebuah hipotesis tentang penelitian ini.

2.1.1 Hakikat IPA

IPA merupakan terjemahan dari Natural Science yang bermakna ilmu yang

mempelajari fenomena atau peristiwa yang ada di alam ini. IPA merupakan suatu

cara untuk mengamati alam yang bersifat analisis, cermat, lengkap, serta

menghubungkan antara fenomena yang satu dengan fenomena yang lain. Adapun

menurut Fisher (dalam Winarno (2012: 8) menyatakan IPA sebagai adalah suatu

kumpulan pengetahuan yang diperoleh dengan menggunakan metode-metode yang

berdasarkan observasi. Kemudian menurut Jujun Suriasumantri dalam Trianto

(2010: 136). Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan bagian dari ilmu

pengetahuan atau sains yang semula berasal dari bahasa inggris ‘science’. Kata

‘science’ sendiri berasal dari kata dalam bahasa latin’scientia’ yang berarti saya

tahu ‘science’ terdiri dari sosial sciences (IPS) dan natural sciences (IPA). Namun,

dalam perkembangannya science sering diterjemahkan sebagai sains yang berarti

Ilmu Pengetahuan Alam (IPA). Sedangkan menurut Fowler dalam Dewiki dan

Yuniati (2006:29) berpendapat bahwa IPA ialah ilmu yang sistematis dan

dirumuskan. Ilmu ini berhubungan dengan gejala-gejala kebendaan dan terutama

didasarkan atas pengamatan dan induksi.

Permendiknas nomor 22 tahun 2006 tentang standar isi untuk satuan

pendidikan dasar dan menengah menyebutkan bahwa pembelajaran IPA bertujuan

agar peserta didik memiliki ketrampilan sebagai berikut.

8

1. Memperoleh keyakinan terhadap kebesaran Tuhan Yang Maha Esa

berdasarkan keberadaan, keindahan dan keteraturan alam ciptaan-Nya; 2. Mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep IPA

yang bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari;

3. Mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positip dan kesadaran tentang adanya hubungan yang saling mempengaruhi antara IPA, lingkungan,

teknologi dan masyarakat; 4. Mengembangkan keterampilan proses untuk menyelidiki alam sekitar,

memecahkan masalah dan membuat keputusan;

5. Meningkatkan kesadaran untuk berperanserta dalam memelihara, menjaga dan melestarikan lingkungan alam;

6. Meningkatkan kesadaran untuk menghargai alam dan segala keteraturannya sebagai salah satu ciptaan Tuhan;

7. Memperoleh bekal pengetahuan, konsep dan keterampilan IPA sebagai

dasar untuk melanjutkan pendidikan ke SMP/MTs.

Tujuan IPA dalam standar isi di atas menunjukkan bahwa pembelajaran IPA

selayaknya diatur untuk melibatkan peserta didik agar turut aktif dalam pembelajaran,

sehingga dapat mengembangkan kemampuan siswa seperti dijelaskan dalam standar

isi tersebut. Agar tujuan tersebut dapat tercapai maka disusun sebuah pedoman dalam

permendiknas nomor 22 tahun 2006 tentang standr isi untuk standar kompetensi (SK)

dan kompetensi dasar (KD) untuk satuan pendidikan dasar dan menengah. Standar

kompetensi (SK) adalah “ukuran kemampuan minimal yang harus dicapai siswa

mencakup pengetahuan, keterampilan, dan sikap setelah mengikuti suatu proses

pembelajaran yang diajarkan”. Sedangkan kompetensi dasar (KD) adalah “penjabaran

sandar kompetensi siswa yang cakupan materi lebih sempit”.

Pembelajaran IPA pada kelas 5 SD semester II memiliki standar kompetensi

(SK) dan kompetensi dasar (KD) yang digunakan untuk pedoman pencapaian tujuan

pembelajaran IPA. Adapun rumusan SK dan KD tersebut disajikan secara rinci dalam

bentuk Tabel 2.1.

9

Tabel 2.1

Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar

Pembelajaran IPA SD Kelas 5 Semester II

Standar Kompetensi Kompetensi Dasar

Energi dan

Perubahannya

5. Memahami hubungan antara gaya, gerak,

dan energi, serta fungsinya

5.1 Mendeskripsikan hubungan antara gaya,

gerak dan energi melalui percobaan (gaya

gravitasi, gaya gesek, gaya magnet)

5.2 Menjelaskan pesawat sederhana yang

dapat membuat pekerjaan lebih mudah

dan lebih cepat

Sumber: Permendiknas Nomor 22 Tahun 2006 Tentang Standar Isi

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran IPA adalah

kumpulan pengetahuan atau mata pelajaran yang tersusun secara sistematis yang

mempunyai objek dan menggunakan metode ilmiah, berupa serangkaian proses

ilmiah yaitu penyelidikan, penyusunan dan pengujian gagasan – gagasan. Oleh

sebab itu, pengajaran IPA di sekolah tidak hanya mementingkan penguasaan siswa

terhadap konsep materi tetapi juga terhadap fakta yang ada di lingkungan dan teori-

teori.

Menurut Prihantoro dalam Trianto (2010: 137), ilmu pengetahuan alam

hakikatnya merupakan suatu produk, proses, dan aplikasi. Sebagian produk, IPA

merupakan sekumpulan pengatahuan dan sekumpulan konsep dan bagan konsep.

Sebagai suatu proses IPA merupakan proses yang dipergunakan untuk memperlajari

objek studi, menemukan dan mengembangkan produk-produk sains, dan sebagai

aplikasi, teori-teori IPA akan melahirkan teknologi yang dapat memberi kemudahan

bagi kehidupan.

Rustaman, Nuryani. (2003:1.5) berpendapat mengenai pengertian hakikat

IPA sebagai berikut:

Hakikat IPA adalah produk, proses dan penerapanya (teknologi), termasuk sikap dan nilai yang terdapat di dalamnya. Produk IPA yang terdiri dari fakta, konsep, prinsip, hukum, dan teori yang dicapai melalui

10

penggunaan proses IPA, yaitu melalui metode- metode sains atau

metode ilmiah (scientific methods), bekerja ilmiah (scientific inquiry).

Banyak orang berpendapat bahwa yang penting agar siswa menguasai IPA

adalah dengan memberikan produk IPA sebanyak banyaknya. Dengan demikian,

belajar IPA atau membelajarkan IPA kepada siswa adalah memberikan kesempatan

dan bekal untuk memproses IPA dan menerapkan dalam kehidupanya sehari-hari

melalui cara-cara yang benar dan mengikuti etika keilmuan dan etika yang berlaku

dalam masyarakatnya. (Rustaman, Nuryani., 2003:1.5). Dari beberapa pendapat para

pakar maka dapat disimpulkan bahwa hakikat IPA adalah produk, proses, aplikasi

(penerapanya) termasuk nilai dan sikap yang terdapat dalamnya yang merupakan

hasil dari berbuat, berfikir dan bertindak melalui metode ilmiah dan bekerja ilmiah.

2.1.2 Ruang Lingkup Pembelajaran IPA di SD

Adapun ruang lingkup bahan kajian IPA di SD/MI menurut Badan Standar

Nasional Pendidikan (BNSP) meliputi aspek-aspek:

1) Mahkluk hidup dan proses kehidupan, yaitu manusia, hewan, tumbuhan dan

interaksinya dengan lingkungan, serta kesehatan,

2) Benda/materi, sifat-sifat dan kegunaannya meliputi: cair, padat dan gas,

3) Energi dan perubahannya meliputi: gaya, bunyi, panas, magnet, listrik, cahaya

dan pesawat sederhana,

4) Bumi dan alam semesta meliputi: tata surya, dan benda-benda langit lainnya.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa ruang lingkup IPA di

SD/MI adalah mahkluk hidup dan proses kehidupan, benda atau materi dan

perubahannya, serta bumi dan alam semesta.

2.1.3 Tujuan Pembelajaran IPA di SD

Menurut Muslichah (2006:23) tujuan pembelajaran IPA di SD/MI adalah

untuk menanamkan rasa ingin tahu dan sikap positif terhadap sains, teknologi dan

masyarakat, mengembangkan keterampilan proses untuk menyelidiki alam sekitar,

memecahkan masalah dan membuat keputusan, mengembangkan gejala alam,

sehingga siswa dapat berfikir kritis dan objektif. Menurut Badan Nasional Standar

11

Pendidikan (BSNP) dalam Susanto (2013:171) menyebutkan beberapa tujuan

mempelajari pendidikan Ilmu Pengetahuan Alam di sekolah dasar antara lain:

1 Memperoleh keyakinan terhadap kebesaran Tuhan Yang Maha Esa berdasarkan keberadaan, keindahan, dan keteraturan alam ciptaan-Nya.

2 Mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep IPA yang bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.

3 Mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positif dan kesadaran tentang adanya hubungan yang saling mempengaruhi antara IPA, lingkungan, teknologi, dan masyarakat.

4 Mengembangkan keterampilan proses untuk menyilidiki alam sekitar, memecahkan masalah, dan membuat keputusan.

5 Meningkatkan kesadaran untuk berperan serta dalam memelihara, menjaga, dan melestarikan lingkungan alam.

6 Meningkatkan kesadaran untuk menghargai alam dan segala keteraturanya sebagai salah satu ciptaan Tuhan.

7 Memperoleh bekal pengetahuan, konsep, dan keterampilan IPA sebagai dasar untuk melanjutkan pendidikan ke SMP.

2.2 Hasil Belajar

Pengertian hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki

siswa setelah menerima pengalaman belajarnya (Sudjana, 2005:19). Hasil belajar

berkenaan dengan kemampuan siswa di dalam memahami materi pelajaran.

Menurut Hamalik (2007: 31) mengemukakan, “hasil belajar pola-pola perbuatan,

nilai-nilai, pengertian-pengertian, sikap-sikap, apresiasi, ablititas dan keterampilan”.

Hasil belajar tampak sebagai terjadi perubahan tingkah laku pada diri siswa yang

dapat diamati dan diukur dalam bentuk perubahan pengetahuan, sikap dan

keterampilan.

Perubahan tersebut dapat diartikan terjadinya peningkatan dan

pengembangan yang lebih baik dibandingkan dengan sebelumnya, misalnya dari

tidak tahu menjadi tahu, sikap kurang sopan menjadi sopan dan sebagainya

(Hamalik, 2007: 155). Berdasarkan Taksonomi Bloom, tujuan belajar dalam rangka

pembelajaran meliputi tiga kategori ranah, yaitu:

1) Ranah kognitif, berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang terdiri dari

enam aspek, yaitu:

12

a) Pengetahuan (C.1)

b) Pemahaman (C. 2)

c) Penerapan (C. 3)

d) Analisis (C. 4)

e) Sintesis (C. 5)

f) Evaluasi (C. 6).

2) Ranah afektif, berkenaan dengan sikap dan nilai. Ranah afektif meliputi lima

jenjang kemampuan, yaitu:

a) Menerima

b) Menjawab/ Reaksi

c) Menilai Organisasi

d) Karakteristik dengan suatu nilai

e) Kompleks Nilai.

3) Ranah psikomotor, meliputi:

a) Keterampilan motorik

b) Manipulasi benda-benda

c) Koordinasi neuromuscular (menghubungkan, mengintai)

Tipe hasil belajar kognitif lebih dominan daripada afektif dan psikomotor

karena lebih menonjol namun hasil belajar psikomotor dan afektif harus menjadi

bagian dari hasil penilaian dan proses pembelajaran di sekolah.

2.3 Pendekatan Discovery Learning

Pendekatan Discovery Learning atau model belajar penemuan merupakan

strategi pembelajaran yang berpusat pada siswa untuk melakukan kelompok-

kelompok siswa diberi persoalan atau mencari jawaban terhadap petanyaan-

pertanyaan di dalam suatu prosedur dan struktur kelompok yang digariskan secara

jelas (Hamalik, 2011: 111-132). Hamalik menjelaskan lebih lanjut bahwa dalam

pendekatan discovery learning siswa belajar melalui pengalaman yang mereka

lakukan sendiri melalui kegiatan kelompok yang sebelumnya sudah diberikan suatu

persoalan yang harus diselesaikan dalam kelompok tersebut. Pendekatan

13

pembelajaran berbasis penemuan atau discovery learning merupakan pendekatan

mengajar yang mengatur pengajaran sedemikian rupa sehingga anak memperoleh

pengetahuan yang sebelumnya belum diketahuinya tidak melalui pemberitahuan,

namun ditemukan sendiri. Dalam pembelajaran discovery (penemuan), kegiatan atau

pembelajaran yang dirancang sedemikian rupa sehingga siswa dapat menemukan

konsep-konsep dan prinsip-prinsip melalui proses mentalnya sendiri. Dalam

menemukan konsep, siswa melakukan pengamatan, menggolongkan, membuat

dugaan, menjelaskan, menarik kesimpulan dan sebagainya untuk menemukan

beberapa konsep atau prinsip.

Pernyataan lebih lanjut dikemukakan oleh Hosnan (2014: 282) bahwa

Discovery Learning adalah suatu pendekatan pembelajaran untuk mengembangkan

cara belajar aktif dengan menemukan sendiri, menyelidiki sendiri, maka hasil yang

diperoleh akan setia dan tahan lama dalam ingatan. Melalui belajar penemuan, siswa

juga bisa belajar berpikir analisis dan mencoba memecahkan sendiri masalah yang

dihadapi. Pendekatan discovery diartikan sebagai prosedur mengajar yang

mementingkan pengajaran perorangan, memanipulasi objek sebelum sampai pada

generalisasi. Oleh karena itu, siswa harus berperan aktif di dalam belajar. Peran aktif

anak dalam belajar ini diterapkan melalui cara penemuan.

Discovery yang dilaksanakan siswa dalam proses belajarnya diarahkan untuk

menemukan suatu konsep atau prinsip. Proses mental yang dimaksud antara lain:

mengamati, mencerna, mengerti, menggolong-golongkan, membuat dugaan,

menjelaskan, mengukur, membuat kesimpulan, dan sebagainya. Dengan teknik

tersebut, siswa dibiarkan menemukan sendiri atau mengalami proses mental sendiri,

guru hanya membimbing dan memberi instruksi. Dengan demikian, pembelajaran

discovery ialah suatu pembelajaran yang melibatkan siswa dalam proses kegiatan

mental melalui tukar pendapat, dengan berdiskusi, membaca sendiri dan mencoba

sendiri, agar anak dapat belajar sendiri.

Wilcox (Hosnan, 2014: 281) menyatakan bahwa dalam pembelajaran dengan

penemuan, siswa didorong untuk belajar sebagian besar melalui keterlibatan aktif

14

mereka sendiri dengan konsep-konsep dan prinsip-prinsip dan guru mendorong

siswa untuk memiliki pengalaman dan melakukan percobaan yang memungkinkan

mereka menemukan prinsip-prinsip untuk diri mereka sendiri.

Menurut Budiningsih (2005: 87) pendekatan Discovery Learning adalah

memahami konsep, arti, dan hubungan, melalui proses intuitif untuk akhirnya

sampai kepada suatu kesimpulan. Discovery sendiri terjadi apabila individu terlibat,

terutama dalam penggunaan proses mentalnya untuk menemukan melalui proses

mental, yakni, observasi, klasifikasi, pengukuran, prediksi, penentuan, dan inferi.

Berdasarkan pendapat para ahli tersebut, peneliti menyimpulkan bahwa

pendekatan Discovery merupakan proses belajar dimana siswa berperan aktif untuk

menemukan informasi dan memperoleh pengetahuannya. Dengan pengamatan atau

diskusi dalam rangka mendapatkan pembelajaran yang lebih bermakna.

Menurut Moedjiono, Dimyati (2009: 83) pendekatan pembelajaran

Discovery learning dalam proses belajar mengajar mempunyai beberapa tujuan

antara lain:

a. Meningkatkan keterlibatan siswa secara aktif dalam

memperoleh dan memproses perolehan belajar b. Mengarahkan para siswa sebagai pelajar seumur hidup c. Mengurangi ketergantungan kepada guru sebagai satu –

satunya sumber informasi yang diperlukan oleh para siswa d. Melatih para siswa mengeksplorasi atau memanfaatkan

lingkungannya sebagai informasi yang tidak akan pernah tuntas di gali

Sedangkan menurut Azhar (1993: 99) Adapun tujuan lain dari pendekatan

pembelajaran Discovery learning dalam proses belajar mengajar adalah sebagai

berikut:

a. Mengembangkan sikap, keterampilan, kepercayaan siswa

dalam memutuskan sesuatu secara tepat dan obyektif b. Mengembangkan kemampuan berfikir agar lebih tanggap,

cermat dan melatih daya nalar (kritis, analis dan logis)

c. Membina dan mengembangkan sikap rasa ingin tahu d. Menggunakan aspek kognitif, afektif dan psikomotor dalam

belajar

15

Menurut syah (2004:244) tahapan dalam pembelajaran yang menerapkan

Discovery Learning ada 6, yakni:

1. Stimulation (Stimulasi/ Pemberian Rangsangan)

Pada tahap ini siswa dihadapkan pada sesuatu yang menimbulkan

pertanyaan, kemudian dilanjutkan untuk tidak memberi generalisasi atas

pertanyaan tersebut supaya timbul keinginan untuk menyelidiki sendiri. Di

samping itu guru dapat memulai kegiatan PBM denga nmengajukan pertanyaan,

anjuran membaca buku, dan aktivitas belajar lainnya yang mengarah pada

persiapan pemecahan masalah.

2. Problem Statement (Pernyataan/Identifikasi Masalah)

Setelah dilakukan tahap stimulasi, langkah selanjutnya adalah guru

memberikan kesempatan pada siswa untuk mengidentifikasi sebanyak mungkin

solusi-solusi masalah yang relevan dengan bahan pelajaran, kemudian salah

satunya dipilih dan dirumuskan dalam bentuk hipotesis (jawaban sementara atas

pertanyaan masalah).

Permasalahan yang dipilih itu selanjutnya harus dirumuskan dalam bentuk

pertanyaan, atau hipotesis, yakni pernyataan sebagai jawaban sementara atas

pertanyaan yang diajukan.

3. Data Collection (Pengumpulan Data)

Ketika eksplorasi berlangsung guru juga memberi kesempatan kepada para

siswa untuk mengumpulkan informasi sebanyak-banyaknya yang relevan untuk

membuktikan benar atau tidaknya hipotesis Syah (2004:244). Tahap

pengumpulan data ini berfungsi untuk menjawab pertanyaan atau membuktikan

benar tidaknya hipotesis.

Dengan demikian siswa diberi kesempatan untuk mengumpulkan (collection)

berbagai informasi yang relevan, membaca literatur, mengamati objek,

wawancara dengan narasumber, melakukan uji coba sendiri dan sebagainya.

Konsekuensi dari tahap ini adalah siswa belajar secara aktif untuk

menemukan sesuatu yang berhubungan dengan permasalahan yang dihadapi,

16

dengan demikian secara tidak disengaja siswa menghubungkan masalah dengan

pengetahuan yang telah dimiliki.

4. Data Processing (Pengolahan Data)

Semua informasi hasil bacaan, wawancara, observasi, dan sebagainya,

semuanya diolah, diacak, diklasifikasikan, ditabulasi, bahkan bila perlu dihitung

dengan cara tertentu serta ditafsirkan pada tingkat kepercayaan tertentu Djamarah

(2002:22).

Pengolahan data disebut juga dengan pengkodean/ kategorisasi yang

berfungsi sebagai pembentukan konsep dan generalisasi. Dari generalisasi

tersebut siswa akan mendapatkan pengetahuan baru tentang alternatif jawaban/

penyelesaian yang perlu mendapat pembuktian secara logis.

5. Verification (Pembuktian)

Pada tahap ini siswa melakukan pemeriksaan secara cermat untuk

membuktikan benar atau tidaknya hipotesis yang ditetapkan tadi dengan temuan

alternatif, dihubungkan dengan hasil pengolahan data.

Menurut Bruner tahap verification bertujuan agar proses belajar akan

berjalan dengan baik dan kreatif jika guru memberikan kesempatan kepada siswa

untuk menemukan suatu konsep, teori, aturan atau pemahaman melalui contoh-

contoh yang ia jumpai dalam kehidupannya.

Berdasarkan hasil pengolahan dan tafsiran, atau informasi yang ada,

pernyataan atau hipotesis yang telah dirumuskan terdahulu itu kemudian dicek,

apakah terjawab atau tidak, apakah terbukti atau tidak.

6. Generalization (Menarik Kesimpulan/Generalisasi)

Tahap generalisasi/menarik kesimpulan adalah proses menarik sebuah

kesimpulan yang dapat dijadikan prinsip umum dan berlaku untuk semua

kejadian atau masalah yang sama, dengan memperhatikan hasil verifikasi (Syah,

2004: 244). Berdasarkan hasil verifikasi maka dirumuskan prinsip-prinsip yang

mendasari generalisasi.

17

Setelah menarik kesimpulan siswa harus memperhatikan proses generalisasi

yang menekankan pentingnya penguasaan pelajaran atas makna dan kaidah atau

prinsip-prinsip yang luas yang mendasari pengalaman seseorang, serta

pentingnya proses pengaturan dan generalisasi dari pengalaman-pengalaman itu.

2.3.1 Kelebihan dan Kekurangan Pendekatan Discovery Learning

Pemilihan pendekatan pembelajaran yang akan digunakan dalam

pembelajaran harus diiringi dengan suatu pertimbangan untuk mendapatkan

suatu kebaikan ataupun kelebihan. Hosnan (2014: 287-288) mengemukakan

beberapa kelebihan dari pendekatan discovery learning yakni sebagai berikut.

a) Membantu siswa untuk memperbaiki dan meningkatkan keterampilan-keterampilan dan proses-proses kognitif.

b) Pengetahuan yang diperoleh melalui model ini sangat pribadi

dan ampuh karena menguatkan pengertian, ingatan, dan transfer. c) Dapat meningkatkan kemampuan siswa untuk memecahkan

masalah. d) Membantu siswa memperkuat konsep dirinya, karena

memperoleh kepercayaan bekerja sama dengan yang lain.

e) Mendorong keterlibatan keaktifan siswa. f) Mendorong siswa berpikir intuisi dan merumuskan hipotesis

sendiri. g) Melatih siswa belajar mandiri. h) Siswa aktif dalam kegiatan belajar mengajar, karena ia berpikir

dan menggunakan kemampuan untuk menemukan hasil akhir. Kurniasih & Sani (2014: 66-67) juga mengemukakan beberapa kelebihan dari

pendekatan discovery learning, yaitu sebagai berikut.

a) Menimbulkan rasa senang pada siswa, karena tumbuhnya rasa

menyelidiki dan berhasil. b) Siswa akan mengerti konsep dasar dan ide-ide lebih baik.

c) Mendorong siswa berpikir dan bekerja atas inisiatif sendiri. d) Siswa belajar dengan memanfaatkan berbagai jenis sumber

belajar.

Hosnan (2014: 288-289) mengemukakan beberapa kekurangan dari

pendekatan discovery learning yaitu (1) menyita banyak waktu karena guru

dituntut mengubah kebiasaan mengajar yang umumnya sebagai pemberi

informasi menjadi fasilitator, motivator, dan pembimbing, (2) kemampuan

18

berpikir rasional siswa ada yang masih terbatas, dan (3) tidak semua siswa dapat

mengikuti pelajaran dengan cara ini. Setiap model pembelajaran pasti memiliki

kekurangan, namun kekurangan tersebut dapat diminimalisir agar berjalan secara

optimal.

Westwood (dalam Sani, 2014: 98) mengemukakan pembelajaran dengan

pendekatan discovery akan efektif jika terjadi hal-hal berikut: (1) proses belajar

dibuat secara terstruktur dengan hati-hati, (2) siswa memiliki pengetahuan dan

keterampilan awal untuk belajar, (3) guru memberikan dukungan yang

dibutuhkan siswa untuk melakukan penyelidikan. Berdasarkan beberapa

pendapat yang telah dikemukakan para ahli, peneliti menyimpulkan bahwa

kelebihan dari pendekatan discovery learning yaitu dapat melatih siswa belajar

secara mandiri, melatih kemampuan bernalar siswa, serta melibatkan siswa

secara aktif dalam kegiatan pembelajaran untuk menemukan sendiri dan

memecahkan masalah tanpa bantuan orang lain.

Kekurangan dari pendekatan discovery learning yaitu menyita banyak

waktu karena mengubah cara belajar yang biasa digunakan, namun kekurangan

tersebut dapat diminimalisir dengan merencanakan kegiatan pembelajaran secara

terstruktur, memfasilitasi siswa dalam kegiatan penemuan, serta mengonstruksi

pengetahuan awal siswa agar pembelajaran dapat berjalan optimal.

2.4 Kajian Penelitian Yang Relevan

Penelitian tentang pendektan Discovery Learning, telah dilakukan peneliti

lain.Penelitian tersebut berbentuk skripsi, yang dilakukan oleh Widhiyani (2013)

dengan judul “Pembelajaran Matematika Melalui Pendekatan Discovery Learning

untuk Meningkatkan Aktivitas dan Hasil Belajar Siswa Kelas III SDN Sumbersari

02 Jember Pokok Bahasan Segitiga dan Segiempat Tahun Pelajaran 2012/2013”.

Ketuntasan hasil belajar siswa pada siklus I sebesar 55,88% dengan kategori kurang

dan jumlah siswa yang mencapai ketuntasan 19 siswa meningkat pada siklus II

menjadi 82,35% dengan kategori sangat baik dan jumlah siswa yang mencapai

ketuntasan sebanyak 28 siswa dari 34 siswa, sehingga meningkat sebesar 26,47%.

19

Kesimpulan dalam penelitian ini adalah pembelajaran matematika menggunakan

pendekatan Discovery Learning berjalan sesuai rencana yang telah dirancang dan

membuat siswa menjadi lebih aktif dan lebih memahami materi yang diajarkan.

Aktivitas belajar siswa dan ketuntasan hasil belajar siswa dari siklus I ke siklus II

mengalami peningkatan.

Laporan penelitian lain mengenai penerapan Discovery Learning adalah

penelitian yang telah dilakukan oleh Cita, Tiarani (2013) Penerapan Pendekatan

Discovery Learning Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Sd Pada Mata

Pelajaran Matematika Materi Pokok Bangun Ruang. Penelitian ini dilatarbelakangi

rendahnya nilai hasil Ujian Tengah Semester 2 mata pelajaran matematika, hal ini

ditandai nilai KKM masih mencapai 34,44, padahal target yang diharapkan 65,

demikian pula cara guru melaksanakan pembelajaran masih bersifat konvensional

yaitu hanya menggunakan metode ceramah. Pada siklus pertama nilai rata-rata

siswa mencapai 66,15 atau sebanyak 55,56% siswa yang mencapai nilai KKM. Pada

siklus kedua mengalami peningkatan dengan nilai rata-rata mencapai 74,72 atau

sebanyak 71,12% siswa yang mencapai nilai KKM. Pada siklus ketiga mengalami

peningkatan dengan nilai rata-rata mencapai 77,22 atau sebanyak 82,22% siswa

yang mencapai nilai KKM. Berdasarkan hasil penelitian di atas dapat disimpulkan

bahwa penggunaan pendekatan discovery learning dapat meningkatkan hasil belajar

siswa pada mata pelajaran matematika dengan materi pokok Bangun Ruang.

Dari beberapa penelitian yang telah dilakukan, peneliti hendak akan

menggunakan pendekatan Discovery Learning juga dalam penelitian yang akan

dilakukan. Namun terdpat perbedaan dengan penelitian yang terdahulu yakni,

terdapat perbedaan pada fokus mata pelajaran yang akan di teliti, yakni penelitian

ini akan fokus pada mata pelajaran IPA. Kemudian perbedaan berikutnya adalah

pada subyek, tempat dan waktu penelitian, yaitu pada penelitian ini subyek

penelitiannya adalah siswa kelas 5 dan tempat serta waktu penelitiannya adalah di

kelas 5 SD SD Negeri Gedangan 01 Semester II tahun pelajaran 2015/ 2016.

20

2.5 Kerangka Berpikir

Berdasarkan kajian teori di atas, dapat diketahui bahwa pendekatan Discovery

Learning dirancang untuk mendukung pembalajaran yang aktif, artinya siswa ikut

terlibat dalam kegiatan belajar mengajar melalui kegiatan penemuan. Sesuai dengan

tujuan dari pendekatan Discovery Learning yang telah dijelaskan sebelumnya yakni

melalui kegiatan penemuan siswa memiliki kesempatan untuk bertatisipasi dalam

pembelajaran.

Pada hakikatnya pembelajaran IPA memerlukan suatu kegiatan praktik di

mana siswa mempunyai pengalaman belajar langsung untuk menemukan konsep

serta mampu menghubungkan materi ajar dengan lingkungan sekitar. Mencermati

karakteristik pembelajaran IPA tersebut maka pendekatan Discovery Learning

merupakan salah satu model yang merancang adanya kegiatan praktik yakni dengan

kegiatan penemuan sehingga mendorong siswa untuk terlibat aktif dalam

pembelajaran. Kondisi yang mendorong siswa untuk terlibat aktif dalam

pembelajaran akan mampu meningkatnya minat belajar siswa. Adanya kegiatan

penemuan dalam Discovery Learning merupakan wadah bagi siswa untuk dapat

menemukan konsep dari apa yang mereka pelajari melalui cara mereka sendiri, hal

tersebut akan memudahkan siswa untuk memahami materi yang sedang mereka

pelajari.

Kondisi di mana siswa menjadi antusias dalam mengikuti pembelajaran akan

membantu siswa untuk membangun konsep dari materi ajar sehingga akan

berdampak pada hasil belajar. Penguasaan konsep yang matang pada akhirnya akan

meningkatkan hasil belajar belajar siswa. Minat belajar siswa juga sangat penting

untuk ditingkatkan karena dengan minat belajar memilih peran dalam mendukung

perolehan siswa dan penentu keberhasilan siswa dalam mencapai hasil belajar yang

baik. Siswa kelas kelas 5 SD SD Negeri Gedangan 01 Semester II tahun pelajaran

2015/ 2016 pada pra siklus diketahui memiliki minat dan hasil belajar IPA yang

masih rendah.

21

Hal ini terlihat dari kurangnya respon dan keseriusan siswa dalam mengikuti

mata pelajaran karena dalam proses pembelajaran siswa jarang di ikut sertakan guru

untuk aktif dalam pembelajaran. Siswa hanya menjadi pendengar yang baik dan

hanya mendengar penjelasan serta menunggu pertanyaan yang diberikan oleh guru

dan dalam pembelajaran siswa hanya tahu dari buku saja tentang materi pelajaran

yang sedang dipelajari tanpa melibatkan untuk mencari tahu sendiri apa yang belum

mereka ketahui sebenarnya dalam pembelajaran IPA.

Melalui pendekatan Discovery Learning diharapkan dapat meningkatkan

minat dan hasil belajar IPA dengan KD 5.1 Mendeskripsikan hubungan antara gaya,

gerak dan energi melalui percobaan (gaya gravitasi, gaya gesek, gaya magnet), dan

5.2 Menjelaskan pesawat sederhana yang dapat membuat pekerjaan lebih mudah dan

lebih cepat. Dengan pendekatan ini diharapkan dapat meningkatkan minat dan hasil

belajar IPA. Hasil belajar IPA dapat meningkat, karena dalam pembelajaran siswa

terlibat dan aktif dalam pembelajaran. Keterlibatan siswa dalam pembelajaran

nampak melalui langkah-langkah pembelajaran Discovery Learning yakni siswa

dapat melakukan kegiatan penemuan. Penjelasan Skema peningkatan hasil belajar

IPA melalui langkah-langkah pendekatan pembelajaran Discovery Learning secara

rinci disajikan melalui gambar 2.1 dibawah ini.

Gambar 2.1 Skema Peningkatan Hasil Belajar IPA melalui Pendekatan Discovery Learning

menurut Syah (2002: 144)

Pembelajaran Konvesional

KD 5.1 Mendeskripsikan hubungan antara gaya, gerak dan energi melalui percobaan (gaya gravitasi, gaya gesek, gaya magnet)

5.2 Menjelaskan pesawat sederhana yang dapat membuat pekerjaan lebih mudah dan lebih cepat

Pendekatan Discovery Learning

Stimulation Menyimak materi gaya, gerak, energi serta pesawat sederhana selanjutnya berkumpul dalam kelompok

Berpikir tentang permasalah gaya, gerak energi dan pesawat sederhana yang diajukan

A.

Problem Statement

Mempresentasikan dan tanggapan tentang hasil diskusi mengenai gaya, gerak, energi dan pesawat sederhana

6.

Mengidentifikasi masalah gaya, gerak, energi dan pesawat sederhana

2.

3.

Generalization membuat kesimpulan gaya, gerak, energi dan pesawat sederhana Kesimpulan Hasil Diskusi

Mengolah Informasi gaya, gerak, energi dan pesawat sederhana

4.

Mendiskusikan untuk merumuskan masalah gaya, gerak, energi dan pesawat sederhana

1.

2.

Hasil Belajar KKM < 65

Data Processing & Verification Mengumpulkan Informasi gaya, gerak, energi dan pesawat sederhana

3.

Pengukuran Proses

Belajar

Skor Kognitif

Pengukuran Hasil Belajar

Skor Keterampilan

Hasil Belajar KKM ≥ 65

Tes Formatif

Skor Sikap

22

2.6 Hipotesis Tindakan

Hipotesis dalam penelitian ini diungkapkan dalam pernyataan bahwa

pendekatam pembelajaran Discovery Learning diduga dapat meningkatkan hasil

belajar IPA siswa kelas 5 SD SD Negeri Gedangan 01 Kecamatan tuntang

Kabupaten semarang Semester II tahun pelajaran 2015/ 2016.

23