bab ii kajian pustaka 2 -...
TRANSCRIPT
7
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Kajian Teori
Kajian teori merupakan kerangka acuan yang digunakan untuk dijadikan
sebagai acuan dalam penelitian ini. Pada bagian ini akan dibahas mengenai teori-teori
yang dikaji antara lain teori-teori tentang IPA, teori tentang hasil belajar, pendekatan
discovery learning. Juga dikaji hasil-hasil penelitian yang relevan sebelumnya dan
dari semuanya disusun sebuah hipotesis tentang penelitian ini.
2.1.1 Hakikat IPA
IPA merupakan terjemahan dari Natural Science yang bermakna ilmu yang
mempelajari fenomena atau peristiwa yang ada di alam ini. IPA merupakan suatu
cara untuk mengamati alam yang bersifat analisis, cermat, lengkap, serta
menghubungkan antara fenomena yang satu dengan fenomena yang lain. Adapun
menurut Fisher (dalam Winarno (2012: 8) menyatakan IPA sebagai adalah suatu
kumpulan pengetahuan yang diperoleh dengan menggunakan metode-metode yang
berdasarkan observasi. Kemudian menurut Jujun Suriasumantri dalam Trianto
(2010: 136). Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan bagian dari ilmu
pengetahuan atau sains yang semula berasal dari bahasa inggris ‘science’. Kata
‘science’ sendiri berasal dari kata dalam bahasa latin’scientia’ yang berarti saya
tahu ‘science’ terdiri dari sosial sciences (IPS) dan natural sciences (IPA). Namun,
dalam perkembangannya science sering diterjemahkan sebagai sains yang berarti
Ilmu Pengetahuan Alam (IPA). Sedangkan menurut Fowler dalam Dewiki dan
Yuniati (2006:29) berpendapat bahwa IPA ialah ilmu yang sistematis dan
dirumuskan. Ilmu ini berhubungan dengan gejala-gejala kebendaan dan terutama
didasarkan atas pengamatan dan induksi.
Permendiknas nomor 22 tahun 2006 tentang standar isi untuk satuan
pendidikan dasar dan menengah menyebutkan bahwa pembelajaran IPA bertujuan
agar peserta didik memiliki ketrampilan sebagai berikut.
8
1. Memperoleh keyakinan terhadap kebesaran Tuhan Yang Maha Esa
berdasarkan keberadaan, keindahan dan keteraturan alam ciptaan-Nya; 2. Mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep IPA
yang bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari;
3. Mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positip dan kesadaran tentang adanya hubungan yang saling mempengaruhi antara IPA, lingkungan,
teknologi dan masyarakat; 4. Mengembangkan keterampilan proses untuk menyelidiki alam sekitar,
memecahkan masalah dan membuat keputusan;
5. Meningkatkan kesadaran untuk berperanserta dalam memelihara, menjaga dan melestarikan lingkungan alam;
6. Meningkatkan kesadaran untuk menghargai alam dan segala keteraturannya sebagai salah satu ciptaan Tuhan;
7. Memperoleh bekal pengetahuan, konsep dan keterampilan IPA sebagai
dasar untuk melanjutkan pendidikan ke SMP/MTs.
Tujuan IPA dalam standar isi di atas menunjukkan bahwa pembelajaran IPA
selayaknya diatur untuk melibatkan peserta didik agar turut aktif dalam pembelajaran,
sehingga dapat mengembangkan kemampuan siswa seperti dijelaskan dalam standar
isi tersebut. Agar tujuan tersebut dapat tercapai maka disusun sebuah pedoman dalam
permendiknas nomor 22 tahun 2006 tentang standr isi untuk standar kompetensi (SK)
dan kompetensi dasar (KD) untuk satuan pendidikan dasar dan menengah. Standar
kompetensi (SK) adalah “ukuran kemampuan minimal yang harus dicapai siswa
mencakup pengetahuan, keterampilan, dan sikap setelah mengikuti suatu proses
pembelajaran yang diajarkan”. Sedangkan kompetensi dasar (KD) adalah “penjabaran
sandar kompetensi siswa yang cakupan materi lebih sempit”.
Pembelajaran IPA pada kelas 5 SD semester II memiliki standar kompetensi
(SK) dan kompetensi dasar (KD) yang digunakan untuk pedoman pencapaian tujuan
pembelajaran IPA. Adapun rumusan SK dan KD tersebut disajikan secara rinci dalam
bentuk Tabel 2.1.
9
Tabel 2.1
Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar
Pembelajaran IPA SD Kelas 5 Semester II
Standar Kompetensi Kompetensi Dasar
Energi dan
Perubahannya
5. Memahami hubungan antara gaya, gerak,
dan energi, serta fungsinya
5.1 Mendeskripsikan hubungan antara gaya,
gerak dan energi melalui percobaan (gaya
gravitasi, gaya gesek, gaya magnet)
5.2 Menjelaskan pesawat sederhana yang
dapat membuat pekerjaan lebih mudah
dan lebih cepat
Sumber: Permendiknas Nomor 22 Tahun 2006 Tentang Standar Isi
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran IPA adalah
kumpulan pengetahuan atau mata pelajaran yang tersusun secara sistematis yang
mempunyai objek dan menggunakan metode ilmiah, berupa serangkaian proses
ilmiah yaitu penyelidikan, penyusunan dan pengujian gagasan – gagasan. Oleh
sebab itu, pengajaran IPA di sekolah tidak hanya mementingkan penguasaan siswa
terhadap konsep materi tetapi juga terhadap fakta yang ada di lingkungan dan teori-
teori.
Menurut Prihantoro dalam Trianto (2010: 137), ilmu pengetahuan alam
hakikatnya merupakan suatu produk, proses, dan aplikasi. Sebagian produk, IPA
merupakan sekumpulan pengatahuan dan sekumpulan konsep dan bagan konsep.
Sebagai suatu proses IPA merupakan proses yang dipergunakan untuk memperlajari
objek studi, menemukan dan mengembangkan produk-produk sains, dan sebagai
aplikasi, teori-teori IPA akan melahirkan teknologi yang dapat memberi kemudahan
bagi kehidupan.
Rustaman, Nuryani. (2003:1.5) berpendapat mengenai pengertian hakikat
IPA sebagai berikut:
Hakikat IPA adalah produk, proses dan penerapanya (teknologi), termasuk sikap dan nilai yang terdapat di dalamnya. Produk IPA yang terdiri dari fakta, konsep, prinsip, hukum, dan teori yang dicapai melalui
10
penggunaan proses IPA, yaitu melalui metode- metode sains atau
metode ilmiah (scientific methods), bekerja ilmiah (scientific inquiry).
Banyak orang berpendapat bahwa yang penting agar siswa menguasai IPA
adalah dengan memberikan produk IPA sebanyak banyaknya. Dengan demikian,
belajar IPA atau membelajarkan IPA kepada siswa adalah memberikan kesempatan
dan bekal untuk memproses IPA dan menerapkan dalam kehidupanya sehari-hari
melalui cara-cara yang benar dan mengikuti etika keilmuan dan etika yang berlaku
dalam masyarakatnya. (Rustaman, Nuryani., 2003:1.5). Dari beberapa pendapat para
pakar maka dapat disimpulkan bahwa hakikat IPA adalah produk, proses, aplikasi
(penerapanya) termasuk nilai dan sikap yang terdapat dalamnya yang merupakan
hasil dari berbuat, berfikir dan bertindak melalui metode ilmiah dan bekerja ilmiah.
2.1.2 Ruang Lingkup Pembelajaran IPA di SD
Adapun ruang lingkup bahan kajian IPA di SD/MI menurut Badan Standar
Nasional Pendidikan (BNSP) meliputi aspek-aspek:
1) Mahkluk hidup dan proses kehidupan, yaitu manusia, hewan, tumbuhan dan
interaksinya dengan lingkungan, serta kesehatan,
2) Benda/materi, sifat-sifat dan kegunaannya meliputi: cair, padat dan gas,
3) Energi dan perubahannya meliputi: gaya, bunyi, panas, magnet, listrik, cahaya
dan pesawat sederhana,
4) Bumi dan alam semesta meliputi: tata surya, dan benda-benda langit lainnya.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa ruang lingkup IPA di
SD/MI adalah mahkluk hidup dan proses kehidupan, benda atau materi dan
perubahannya, serta bumi dan alam semesta.
2.1.3 Tujuan Pembelajaran IPA di SD
Menurut Muslichah (2006:23) tujuan pembelajaran IPA di SD/MI adalah
untuk menanamkan rasa ingin tahu dan sikap positif terhadap sains, teknologi dan
masyarakat, mengembangkan keterampilan proses untuk menyelidiki alam sekitar,
memecahkan masalah dan membuat keputusan, mengembangkan gejala alam,
sehingga siswa dapat berfikir kritis dan objektif. Menurut Badan Nasional Standar
11
Pendidikan (BSNP) dalam Susanto (2013:171) menyebutkan beberapa tujuan
mempelajari pendidikan Ilmu Pengetahuan Alam di sekolah dasar antara lain:
1 Memperoleh keyakinan terhadap kebesaran Tuhan Yang Maha Esa berdasarkan keberadaan, keindahan, dan keteraturan alam ciptaan-Nya.
2 Mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep IPA yang bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.
3 Mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positif dan kesadaran tentang adanya hubungan yang saling mempengaruhi antara IPA, lingkungan, teknologi, dan masyarakat.
4 Mengembangkan keterampilan proses untuk menyilidiki alam sekitar, memecahkan masalah, dan membuat keputusan.
5 Meningkatkan kesadaran untuk berperan serta dalam memelihara, menjaga, dan melestarikan lingkungan alam.
6 Meningkatkan kesadaran untuk menghargai alam dan segala keteraturanya sebagai salah satu ciptaan Tuhan.
7 Memperoleh bekal pengetahuan, konsep, dan keterampilan IPA sebagai dasar untuk melanjutkan pendidikan ke SMP.
2.2 Hasil Belajar
Pengertian hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki
siswa setelah menerima pengalaman belajarnya (Sudjana, 2005:19). Hasil belajar
berkenaan dengan kemampuan siswa di dalam memahami materi pelajaran.
Menurut Hamalik (2007: 31) mengemukakan, “hasil belajar pola-pola perbuatan,
nilai-nilai, pengertian-pengertian, sikap-sikap, apresiasi, ablititas dan keterampilan”.
Hasil belajar tampak sebagai terjadi perubahan tingkah laku pada diri siswa yang
dapat diamati dan diukur dalam bentuk perubahan pengetahuan, sikap dan
keterampilan.
Perubahan tersebut dapat diartikan terjadinya peningkatan dan
pengembangan yang lebih baik dibandingkan dengan sebelumnya, misalnya dari
tidak tahu menjadi tahu, sikap kurang sopan menjadi sopan dan sebagainya
(Hamalik, 2007: 155). Berdasarkan Taksonomi Bloom, tujuan belajar dalam rangka
pembelajaran meliputi tiga kategori ranah, yaitu:
1) Ranah kognitif, berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang terdiri dari
enam aspek, yaitu:
12
a) Pengetahuan (C.1)
b) Pemahaman (C. 2)
c) Penerapan (C. 3)
d) Analisis (C. 4)
e) Sintesis (C. 5)
f) Evaluasi (C. 6).
2) Ranah afektif, berkenaan dengan sikap dan nilai. Ranah afektif meliputi lima
jenjang kemampuan, yaitu:
a) Menerima
b) Menjawab/ Reaksi
c) Menilai Organisasi
d) Karakteristik dengan suatu nilai
e) Kompleks Nilai.
3) Ranah psikomotor, meliputi:
a) Keterampilan motorik
b) Manipulasi benda-benda
c) Koordinasi neuromuscular (menghubungkan, mengintai)
Tipe hasil belajar kognitif lebih dominan daripada afektif dan psikomotor
karena lebih menonjol namun hasil belajar psikomotor dan afektif harus menjadi
bagian dari hasil penilaian dan proses pembelajaran di sekolah.
2.3 Pendekatan Discovery Learning
Pendekatan Discovery Learning atau model belajar penemuan merupakan
strategi pembelajaran yang berpusat pada siswa untuk melakukan kelompok-
kelompok siswa diberi persoalan atau mencari jawaban terhadap petanyaan-
pertanyaan di dalam suatu prosedur dan struktur kelompok yang digariskan secara
jelas (Hamalik, 2011: 111-132). Hamalik menjelaskan lebih lanjut bahwa dalam
pendekatan discovery learning siswa belajar melalui pengalaman yang mereka
lakukan sendiri melalui kegiatan kelompok yang sebelumnya sudah diberikan suatu
persoalan yang harus diselesaikan dalam kelompok tersebut. Pendekatan
13
pembelajaran berbasis penemuan atau discovery learning merupakan pendekatan
mengajar yang mengatur pengajaran sedemikian rupa sehingga anak memperoleh
pengetahuan yang sebelumnya belum diketahuinya tidak melalui pemberitahuan,
namun ditemukan sendiri. Dalam pembelajaran discovery (penemuan), kegiatan atau
pembelajaran yang dirancang sedemikian rupa sehingga siswa dapat menemukan
konsep-konsep dan prinsip-prinsip melalui proses mentalnya sendiri. Dalam
menemukan konsep, siswa melakukan pengamatan, menggolongkan, membuat
dugaan, menjelaskan, menarik kesimpulan dan sebagainya untuk menemukan
beberapa konsep atau prinsip.
Pernyataan lebih lanjut dikemukakan oleh Hosnan (2014: 282) bahwa
Discovery Learning adalah suatu pendekatan pembelajaran untuk mengembangkan
cara belajar aktif dengan menemukan sendiri, menyelidiki sendiri, maka hasil yang
diperoleh akan setia dan tahan lama dalam ingatan. Melalui belajar penemuan, siswa
juga bisa belajar berpikir analisis dan mencoba memecahkan sendiri masalah yang
dihadapi. Pendekatan discovery diartikan sebagai prosedur mengajar yang
mementingkan pengajaran perorangan, memanipulasi objek sebelum sampai pada
generalisasi. Oleh karena itu, siswa harus berperan aktif di dalam belajar. Peran aktif
anak dalam belajar ini diterapkan melalui cara penemuan.
Discovery yang dilaksanakan siswa dalam proses belajarnya diarahkan untuk
menemukan suatu konsep atau prinsip. Proses mental yang dimaksud antara lain:
mengamati, mencerna, mengerti, menggolong-golongkan, membuat dugaan,
menjelaskan, mengukur, membuat kesimpulan, dan sebagainya. Dengan teknik
tersebut, siswa dibiarkan menemukan sendiri atau mengalami proses mental sendiri,
guru hanya membimbing dan memberi instruksi. Dengan demikian, pembelajaran
discovery ialah suatu pembelajaran yang melibatkan siswa dalam proses kegiatan
mental melalui tukar pendapat, dengan berdiskusi, membaca sendiri dan mencoba
sendiri, agar anak dapat belajar sendiri.
Wilcox (Hosnan, 2014: 281) menyatakan bahwa dalam pembelajaran dengan
penemuan, siswa didorong untuk belajar sebagian besar melalui keterlibatan aktif
14
mereka sendiri dengan konsep-konsep dan prinsip-prinsip dan guru mendorong
siswa untuk memiliki pengalaman dan melakukan percobaan yang memungkinkan
mereka menemukan prinsip-prinsip untuk diri mereka sendiri.
Menurut Budiningsih (2005: 87) pendekatan Discovery Learning adalah
memahami konsep, arti, dan hubungan, melalui proses intuitif untuk akhirnya
sampai kepada suatu kesimpulan. Discovery sendiri terjadi apabila individu terlibat,
terutama dalam penggunaan proses mentalnya untuk menemukan melalui proses
mental, yakni, observasi, klasifikasi, pengukuran, prediksi, penentuan, dan inferi.
Berdasarkan pendapat para ahli tersebut, peneliti menyimpulkan bahwa
pendekatan Discovery merupakan proses belajar dimana siswa berperan aktif untuk
menemukan informasi dan memperoleh pengetahuannya. Dengan pengamatan atau
diskusi dalam rangka mendapatkan pembelajaran yang lebih bermakna.
Menurut Moedjiono, Dimyati (2009: 83) pendekatan pembelajaran
Discovery learning dalam proses belajar mengajar mempunyai beberapa tujuan
antara lain:
a. Meningkatkan keterlibatan siswa secara aktif dalam
memperoleh dan memproses perolehan belajar b. Mengarahkan para siswa sebagai pelajar seumur hidup c. Mengurangi ketergantungan kepada guru sebagai satu –
satunya sumber informasi yang diperlukan oleh para siswa d. Melatih para siswa mengeksplorasi atau memanfaatkan
lingkungannya sebagai informasi yang tidak akan pernah tuntas di gali
Sedangkan menurut Azhar (1993: 99) Adapun tujuan lain dari pendekatan
pembelajaran Discovery learning dalam proses belajar mengajar adalah sebagai
berikut:
a. Mengembangkan sikap, keterampilan, kepercayaan siswa
dalam memutuskan sesuatu secara tepat dan obyektif b. Mengembangkan kemampuan berfikir agar lebih tanggap,
cermat dan melatih daya nalar (kritis, analis dan logis)
c. Membina dan mengembangkan sikap rasa ingin tahu d. Menggunakan aspek kognitif, afektif dan psikomotor dalam
belajar
15
Menurut syah (2004:244) tahapan dalam pembelajaran yang menerapkan
Discovery Learning ada 6, yakni:
1. Stimulation (Stimulasi/ Pemberian Rangsangan)
Pada tahap ini siswa dihadapkan pada sesuatu yang menimbulkan
pertanyaan, kemudian dilanjutkan untuk tidak memberi generalisasi atas
pertanyaan tersebut supaya timbul keinginan untuk menyelidiki sendiri. Di
samping itu guru dapat memulai kegiatan PBM denga nmengajukan pertanyaan,
anjuran membaca buku, dan aktivitas belajar lainnya yang mengarah pada
persiapan pemecahan masalah.
2. Problem Statement (Pernyataan/Identifikasi Masalah)
Setelah dilakukan tahap stimulasi, langkah selanjutnya adalah guru
memberikan kesempatan pada siswa untuk mengidentifikasi sebanyak mungkin
solusi-solusi masalah yang relevan dengan bahan pelajaran, kemudian salah
satunya dipilih dan dirumuskan dalam bentuk hipotesis (jawaban sementara atas
pertanyaan masalah).
Permasalahan yang dipilih itu selanjutnya harus dirumuskan dalam bentuk
pertanyaan, atau hipotesis, yakni pernyataan sebagai jawaban sementara atas
pertanyaan yang diajukan.
3. Data Collection (Pengumpulan Data)
Ketika eksplorasi berlangsung guru juga memberi kesempatan kepada para
siswa untuk mengumpulkan informasi sebanyak-banyaknya yang relevan untuk
membuktikan benar atau tidaknya hipotesis Syah (2004:244). Tahap
pengumpulan data ini berfungsi untuk menjawab pertanyaan atau membuktikan
benar tidaknya hipotesis.
Dengan demikian siswa diberi kesempatan untuk mengumpulkan (collection)
berbagai informasi yang relevan, membaca literatur, mengamati objek,
wawancara dengan narasumber, melakukan uji coba sendiri dan sebagainya.
Konsekuensi dari tahap ini adalah siswa belajar secara aktif untuk
menemukan sesuatu yang berhubungan dengan permasalahan yang dihadapi,
16
dengan demikian secara tidak disengaja siswa menghubungkan masalah dengan
pengetahuan yang telah dimiliki.
4. Data Processing (Pengolahan Data)
Semua informasi hasil bacaan, wawancara, observasi, dan sebagainya,
semuanya diolah, diacak, diklasifikasikan, ditabulasi, bahkan bila perlu dihitung
dengan cara tertentu serta ditafsirkan pada tingkat kepercayaan tertentu Djamarah
(2002:22).
Pengolahan data disebut juga dengan pengkodean/ kategorisasi yang
berfungsi sebagai pembentukan konsep dan generalisasi. Dari generalisasi
tersebut siswa akan mendapatkan pengetahuan baru tentang alternatif jawaban/
penyelesaian yang perlu mendapat pembuktian secara logis.
5. Verification (Pembuktian)
Pada tahap ini siswa melakukan pemeriksaan secara cermat untuk
membuktikan benar atau tidaknya hipotesis yang ditetapkan tadi dengan temuan
alternatif, dihubungkan dengan hasil pengolahan data.
Menurut Bruner tahap verification bertujuan agar proses belajar akan
berjalan dengan baik dan kreatif jika guru memberikan kesempatan kepada siswa
untuk menemukan suatu konsep, teori, aturan atau pemahaman melalui contoh-
contoh yang ia jumpai dalam kehidupannya.
Berdasarkan hasil pengolahan dan tafsiran, atau informasi yang ada,
pernyataan atau hipotesis yang telah dirumuskan terdahulu itu kemudian dicek,
apakah terjawab atau tidak, apakah terbukti atau tidak.
6. Generalization (Menarik Kesimpulan/Generalisasi)
Tahap generalisasi/menarik kesimpulan adalah proses menarik sebuah
kesimpulan yang dapat dijadikan prinsip umum dan berlaku untuk semua
kejadian atau masalah yang sama, dengan memperhatikan hasil verifikasi (Syah,
2004: 244). Berdasarkan hasil verifikasi maka dirumuskan prinsip-prinsip yang
mendasari generalisasi.
17
Setelah menarik kesimpulan siswa harus memperhatikan proses generalisasi
yang menekankan pentingnya penguasaan pelajaran atas makna dan kaidah atau
prinsip-prinsip yang luas yang mendasari pengalaman seseorang, serta
pentingnya proses pengaturan dan generalisasi dari pengalaman-pengalaman itu.
2.3.1 Kelebihan dan Kekurangan Pendekatan Discovery Learning
Pemilihan pendekatan pembelajaran yang akan digunakan dalam
pembelajaran harus diiringi dengan suatu pertimbangan untuk mendapatkan
suatu kebaikan ataupun kelebihan. Hosnan (2014: 287-288) mengemukakan
beberapa kelebihan dari pendekatan discovery learning yakni sebagai berikut.
a) Membantu siswa untuk memperbaiki dan meningkatkan keterampilan-keterampilan dan proses-proses kognitif.
b) Pengetahuan yang diperoleh melalui model ini sangat pribadi
dan ampuh karena menguatkan pengertian, ingatan, dan transfer. c) Dapat meningkatkan kemampuan siswa untuk memecahkan
masalah. d) Membantu siswa memperkuat konsep dirinya, karena
memperoleh kepercayaan bekerja sama dengan yang lain.
e) Mendorong keterlibatan keaktifan siswa. f) Mendorong siswa berpikir intuisi dan merumuskan hipotesis
sendiri. g) Melatih siswa belajar mandiri. h) Siswa aktif dalam kegiatan belajar mengajar, karena ia berpikir
dan menggunakan kemampuan untuk menemukan hasil akhir. Kurniasih & Sani (2014: 66-67) juga mengemukakan beberapa kelebihan dari
pendekatan discovery learning, yaitu sebagai berikut.
a) Menimbulkan rasa senang pada siswa, karena tumbuhnya rasa
menyelidiki dan berhasil. b) Siswa akan mengerti konsep dasar dan ide-ide lebih baik.
c) Mendorong siswa berpikir dan bekerja atas inisiatif sendiri. d) Siswa belajar dengan memanfaatkan berbagai jenis sumber
belajar.
Hosnan (2014: 288-289) mengemukakan beberapa kekurangan dari
pendekatan discovery learning yaitu (1) menyita banyak waktu karena guru
dituntut mengubah kebiasaan mengajar yang umumnya sebagai pemberi
informasi menjadi fasilitator, motivator, dan pembimbing, (2) kemampuan
18
berpikir rasional siswa ada yang masih terbatas, dan (3) tidak semua siswa dapat
mengikuti pelajaran dengan cara ini. Setiap model pembelajaran pasti memiliki
kekurangan, namun kekurangan tersebut dapat diminimalisir agar berjalan secara
optimal.
Westwood (dalam Sani, 2014: 98) mengemukakan pembelajaran dengan
pendekatan discovery akan efektif jika terjadi hal-hal berikut: (1) proses belajar
dibuat secara terstruktur dengan hati-hati, (2) siswa memiliki pengetahuan dan
keterampilan awal untuk belajar, (3) guru memberikan dukungan yang
dibutuhkan siswa untuk melakukan penyelidikan. Berdasarkan beberapa
pendapat yang telah dikemukakan para ahli, peneliti menyimpulkan bahwa
kelebihan dari pendekatan discovery learning yaitu dapat melatih siswa belajar
secara mandiri, melatih kemampuan bernalar siswa, serta melibatkan siswa
secara aktif dalam kegiatan pembelajaran untuk menemukan sendiri dan
memecahkan masalah tanpa bantuan orang lain.
Kekurangan dari pendekatan discovery learning yaitu menyita banyak
waktu karena mengubah cara belajar yang biasa digunakan, namun kekurangan
tersebut dapat diminimalisir dengan merencanakan kegiatan pembelajaran secara
terstruktur, memfasilitasi siswa dalam kegiatan penemuan, serta mengonstruksi
pengetahuan awal siswa agar pembelajaran dapat berjalan optimal.
2.4 Kajian Penelitian Yang Relevan
Penelitian tentang pendektan Discovery Learning, telah dilakukan peneliti
lain.Penelitian tersebut berbentuk skripsi, yang dilakukan oleh Widhiyani (2013)
dengan judul “Pembelajaran Matematika Melalui Pendekatan Discovery Learning
untuk Meningkatkan Aktivitas dan Hasil Belajar Siswa Kelas III SDN Sumbersari
02 Jember Pokok Bahasan Segitiga dan Segiempat Tahun Pelajaran 2012/2013”.
Ketuntasan hasil belajar siswa pada siklus I sebesar 55,88% dengan kategori kurang
dan jumlah siswa yang mencapai ketuntasan 19 siswa meningkat pada siklus II
menjadi 82,35% dengan kategori sangat baik dan jumlah siswa yang mencapai
ketuntasan sebanyak 28 siswa dari 34 siswa, sehingga meningkat sebesar 26,47%.
19
Kesimpulan dalam penelitian ini adalah pembelajaran matematika menggunakan
pendekatan Discovery Learning berjalan sesuai rencana yang telah dirancang dan
membuat siswa menjadi lebih aktif dan lebih memahami materi yang diajarkan.
Aktivitas belajar siswa dan ketuntasan hasil belajar siswa dari siklus I ke siklus II
mengalami peningkatan.
Laporan penelitian lain mengenai penerapan Discovery Learning adalah
penelitian yang telah dilakukan oleh Cita, Tiarani (2013) Penerapan Pendekatan
Discovery Learning Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Sd Pada Mata
Pelajaran Matematika Materi Pokok Bangun Ruang. Penelitian ini dilatarbelakangi
rendahnya nilai hasil Ujian Tengah Semester 2 mata pelajaran matematika, hal ini
ditandai nilai KKM masih mencapai 34,44, padahal target yang diharapkan 65,
demikian pula cara guru melaksanakan pembelajaran masih bersifat konvensional
yaitu hanya menggunakan metode ceramah. Pada siklus pertama nilai rata-rata
siswa mencapai 66,15 atau sebanyak 55,56% siswa yang mencapai nilai KKM. Pada
siklus kedua mengalami peningkatan dengan nilai rata-rata mencapai 74,72 atau
sebanyak 71,12% siswa yang mencapai nilai KKM. Pada siklus ketiga mengalami
peningkatan dengan nilai rata-rata mencapai 77,22 atau sebanyak 82,22% siswa
yang mencapai nilai KKM. Berdasarkan hasil penelitian di atas dapat disimpulkan
bahwa penggunaan pendekatan discovery learning dapat meningkatkan hasil belajar
siswa pada mata pelajaran matematika dengan materi pokok Bangun Ruang.
Dari beberapa penelitian yang telah dilakukan, peneliti hendak akan
menggunakan pendekatan Discovery Learning juga dalam penelitian yang akan
dilakukan. Namun terdpat perbedaan dengan penelitian yang terdahulu yakni,
terdapat perbedaan pada fokus mata pelajaran yang akan di teliti, yakni penelitian
ini akan fokus pada mata pelajaran IPA. Kemudian perbedaan berikutnya adalah
pada subyek, tempat dan waktu penelitian, yaitu pada penelitian ini subyek
penelitiannya adalah siswa kelas 5 dan tempat serta waktu penelitiannya adalah di
kelas 5 SD SD Negeri Gedangan 01 Semester II tahun pelajaran 2015/ 2016.
20
2.5 Kerangka Berpikir
Berdasarkan kajian teori di atas, dapat diketahui bahwa pendekatan Discovery
Learning dirancang untuk mendukung pembalajaran yang aktif, artinya siswa ikut
terlibat dalam kegiatan belajar mengajar melalui kegiatan penemuan. Sesuai dengan
tujuan dari pendekatan Discovery Learning yang telah dijelaskan sebelumnya yakni
melalui kegiatan penemuan siswa memiliki kesempatan untuk bertatisipasi dalam
pembelajaran.
Pada hakikatnya pembelajaran IPA memerlukan suatu kegiatan praktik di
mana siswa mempunyai pengalaman belajar langsung untuk menemukan konsep
serta mampu menghubungkan materi ajar dengan lingkungan sekitar. Mencermati
karakteristik pembelajaran IPA tersebut maka pendekatan Discovery Learning
merupakan salah satu model yang merancang adanya kegiatan praktik yakni dengan
kegiatan penemuan sehingga mendorong siswa untuk terlibat aktif dalam
pembelajaran. Kondisi yang mendorong siswa untuk terlibat aktif dalam
pembelajaran akan mampu meningkatnya minat belajar siswa. Adanya kegiatan
penemuan dalam Discovery Learning merupakan wadah bagi siswa untuk dapat
menemukan konsep dari apa yang mereka pelajari melalui cara mereka sendiri, hal
tersebut akan memudahkan siswa untuk memahami materi yang sedang mereka
pelajari.
Kondisi di mana siswa menjadi antusias dalam mengikuti pembelajaran akan
membantu siswa untuk membangun konsep dari materi ajar sehingga akan
berdampak pada hasil belajar. Penguasaan konsep yang matang pada akhirnya akan
meningkatkan hasil belajar belajar siswa. Minat belajar siswa juga sangat penting
untuk ditingkatkan karena dengan minat belajar memilih peran dalam mendukung
perolehan siswa dan penentu keberhasilan siswa dalam mencapai hasil belajar yang
baik. Siswa kelas kelas 5 SD SD Negeri Gedangan 01 Semester II tahun pelajaran
2015/ 2016 pada pra siklus diketahui memiliki minat dan hasil belajar IPA yang
masih rendah.
21
Hal ini terlihat dari kurangnya respon dan keseriusan siswa dalam mengikuti
mata pelajaran karena dalam proses pembelajaran siswa jarang di ikut sertakan guru
untuk aktif dalam pembelajaran. Siswa hanya menjadi pendengar yang baik dan
hanya mendengar penjelasan serta menunggu pertanyaan yang diberikan oleh guru
dan dalam pembelajaran siswa hanya tahu dari buku saja tentang materi pelajaran
yang sedang dipelajari tanpa melibatkan untuk mencari tahu sendiri apa yang belum
mereka ketahui sebenarnya dalam pembelajaran IPA.
Melalui pendekatan Discovery Learning diharapkan dapat meningkatkan
minat dan hasil belajar IPA dengan KD 5.1 Mendeskripsikan hubungan antara gaya,
gerak dan energi melalui percobaan (gaya gravitasi, gaya gesek, gaya magnet), dan
5.2 Menjelaskan pesawat sederhana yang dapat membuat pekerjaan lebih mudah dan
lebih cepat. Dengan pendekatan ini diharapkan dapat meningkatkan minat dan hasil
belajar IPA. Hasil belajar IPA dapat meningkat, karena dalam pembelajaran siswa
terlibat dan aktif dalam pembelajaran. Keterlibatan siswa dalam pembelajaran
nampak melalui langkah-langkah pembelajaran Discovery Learning yakni siswa
dapat melakukan kegiatan penemuan. Penjelasan Skema peningkatan hasil belajar
IPA melalui langkah-langkah pendekatan pembelajaran Discovery Learning secara
rinci disajikan melalui gambar 2.1 dibawah ini.
Gambar 2.1 Skema Peningkatan Hasil Belajar IPA melalui Pendekatan Discovery Learning
menurut Syah (2002: 144)
Pembelajaran Konvesional
KD 5.1 Mendeskripsikan hubungan antara gaya, gerak dan energi melalui percobaan (gaya gravitasi, gaya gesek, gaya magnet)
5.2 Menjelaskan pesawat sederhana yang dapat membuat pekerjaan lebih mudah dan lebih cepat
Pendekatan Discovery Learning
Stimulation Menyimak materi gaya, gerak, energi serta pesawat sederhana selanjutnya berkumpul dalam kelompok
Berpikir tentang permasalah gaya, gerak energi dan pesawat sederhana yang diajukan
A.
Problem Statement
Mempresentasikan dan tanggapan tentang hasil diskusi mengenai gaya, gerak, energi dan pesawat sederhana
6.
Mengidentifikasi masalah gaya, gerak, energi dan pesawat sederhana
2.
3.
Generalization membuat kesimpulan gaya, gerak, energi dan pesawat sederhana Kesimpulan Hasil Diskusi
Mengolah Informasi gaya, gerak, energi dan pesawat sederhana
4.
Mendiskusikan untuk merumuskan masalah gaya, gerak, energi dan pesawat sederhana
1.
2.
Hasil Belajar KKM < 65
Data Processing & Verification Mengumpulkan Informasi gaya, gerak, energi dan pesawat sederhana
3.
Pengukuran Proses
Belajar
Skor Kognitif
Pengukuran Hasil Belajar
Skor Keterampilan
Hasil Belajar KKM ≥ 65
Tes Formatif
Skor Sikap
22