bab ii kajian pustaka a. tinjauan penelitian terdahulueprints.umm.ac.id/38886/3/bab ii.pdf · fokus...

16
6 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Tinjauan Penelitian Terdahulu Astuti (2016) dengan judul penelitian Pengaruh Karakteristik Perusahaan Dan Good Corporate Governace Terhadap Luas Pengungkapan sustainability report dalam menganalisis menggunakan regresi berganda menunjukkan ukuran perusahaan, dan dewan komisaris berpengaruh positif terhadap pengungkapan sustainability report, sedangkan profitabilitas, tingkat kepemilikan saham publik tidak berpengaruh terhadap pengungkapan sustainability report. Rosyid (2016) dengan judul penelitian Pengaruh Kinerja Keuangan Dan Good Corporate Governance Terhadap Sustainability Report Pada Perusahaan BUMN Yang Listed Di BEI dalam menganalisis menggunakan regresi linier menunjukkan bahwa ROA, dewan direksi dan komite audit berpengaruh terhadap sustainability report, sedangkan kepemilikan saham manajerial dan komisaris independen tidak berpengaruh terhadap sustainability report. Aniktia dan Khafid (2015) dengan judul penelitian pengaruh mekanisme Good Corporate Governance dan kinerja keuangan terhadap Sustainability Report dalam menganalisis menggunakan regresi logistik menunjukkan komite audit, governance commitee, leverage berpengaruh terhadap sustainability report, sedangkan komisaris independen, kepemilikan manajerial, dan profitabilitas tidak berpengaruh terhadap sustainability report. Zakiyah (2016) dengan judul penelitian Pengaruh Good Corporate Governance, size, dan kinerja keuangan terhadap pengungkapan sustainability

Upload: phamkien

Post on 07-Jul-2019

215 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

6

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Tinjauan Penelitian Terdahulu

Astuti (2016) dengan judul penelitian Pengaruh Karakteristik Perusahaan

Dan Good Corporate Governace Terhadap Luas Pengungkapan sustainability

report dalam menganalisis menggunakan regresi berganda menunjukkan ukuran

perusahaan, dan dewan komisaris berpengaruh positif terhadap pengungkapan

sustainability report, sedangkan profitabilitas, tingkat kepemilikan saham publik

tidak berpengaruh terhadap pengungkapan sustainability report.

Rosyid (2016) dengan judul penelitian Pengaruh Kinerja Keuangan Dan

Good Corporate Governance Terhadap Sustainability Report Pada Perusahaan

BUMN Yang Listed Di BEI dalam menganalisis menggunakan regresi linier

menunjukkan bahwa ROA, dewan direksi dan komite audit berpengaruh terhadap

sustainability report, sedangkan kepemilikan saham manajerial dan komisaris

independen tidak berpengaruh terhadap sustainability report.

Aniktia dan Khafid (2015) dengan judul penelitian pengaruh mekanisme

Good Corporate Governance dan kinerja keuangan terhadap Sustainability Report

dalam menganalisis menggunakan regresi logistik menunjukkan komite audit,

governance commitee, leverage berpengaruh terhadap sustainability report,

sedangkan komisaris independen, kepemilikan manajerial, dan profitabilitas tidak

berpengaruh terhadap sustainability report.

Zakiyah (2016) dengan judul penelitian Pengaruh Good Corporate

Governance, size, dan kinerja keuangan terhadap pengungkapan sustainability

7

report dalam menganalisis menggunakan statistik deskriptif dan analisis regresi

berganda menunjukkan komite audit, rapat dewan komisaris, ukuran perusahaan,

leverage, dan likuiditas tidak berpengaruh terhadap pengungkapann sustainability

report.

Berdasarkan review dari penelitian terdahulu maka peneliti tertarik meneliti

Pengaruh Struktur Corporate Governance Terhadap Kualitas Pengungkapan

Sustainability Report Perusahaan yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia pada

tahun 2015.

B. Teori dan Kajian Pustaka

1. Teori Agensi

Teori agensi dalam perusahaan mengidentifikasi adanya pihak-pihak

dalam perusahaan yang memiliki berbagai kepentingan untuk mencapai tujuan

dalam kegiatan perusahaan. Teori ini muncul karena adanya hubungan antara

prinsipal dan agen. Teori agensi mengasumsikan bahwa semua individu bertindak

atas kepentingan mereka sendiri. Pemegang saham sebagai prinsipal diasumsikan

hanya tertarik kepada hasil keuangan yang bertambah atau investasi mereka di

dalam perusahaan. Sedangkan para agen diasumsikan menerima kepuasan berupa

kompensasi keuangan dan syarat-syarat yang menyertai dalam hubungan tersebut.

Teori ini berusaha untuk menggambarkan faktor-faktor utama yang sebaiknya

dipertimbangkan dalam merancang kontrak insentif (Jensen dan Meckling, 1976).

Jensen dan Meckling (1976) menjelaskan adanya konflik kepentingan

dalam hubungan keagenan. Terjadinya konflik kepentingan antara pemilik dan

agen karena kemungkinan agen bertindak tidak sesuai dengan kepentingan

8

prinsipal, sehingga memicu biaya keagenan (agency cost). Teori Agensi mampu

menjelaskan potensi konflik kepentingan diantara berbagai pihak yang

berkepentingan dalam perusahaan tersebut. Konflik kepentingan ini terjadi

dikarenakan perbedaan tujuan dari masing-masing pihak berdasarkan posisi dan

kepentingannya terhadap perusahaan. Sebagai agen, manajer bertanggung jawab

secara moral untuk mengoptimalkan keuntungan para pemilik (principal), namun

demikian manajer juga menginginkan untuk selalu memperoleh kompensasi

sesuai dengan kontrak. Dengan demikian terdapat dua kepentingan yang berbeda

di dalam perusahaan dimana masing -masing pihak berusaha untuk mencapai atau

mempertahankan tingkat kemakmuran yang dikehendaki (Aziz, 2014). Sehingga

konflik terjadi ketika adanya perbedaan manajer dengan pemangku kepentingan,

apabila salah satu pihak memberikan informasi yang kurang jelas maka akan sulit

untuk mengungkapkan Sustainability report dengan baik.

2. Corporate Governance

Corporate governance merupakan tata kelola perusahaan yang memiliki

agenda yang lebih luas lagi dimasa yang akan datang. Fokus dari akuntabilitas

perusahaan yang semula masih terkonsentrasi atau berorientasi pada para

pemegang saham (stakeholder), sekarang menjadi lebih luas dan untuk tata kelola

perusahaan juga harus memperhatikan kepentingan stakeholder. Akibat yang

muncul dari pergeseran paradigma ini, tata kelola perusahaan harus

mempertimbangkan masalah seperti sustainability report. Pengungkapan terhadap

aspek ekonomi (economic), lingkungan (environmental), dan sosial (sosial)

sekarang ini menjadi cara bagi perusahaan untuk mengkomunikasikan bentuk

9

akuntabilitasnya kepada stakeholder. Hal ini dikenal dengan nama sustainability

reporting atau triple bottom line reporting yang direkomendasikan oleh Global

Reporting Initiative (GRI) (Aziz, 2014). Untuk meningkatkan keberhasilan usaha,

perusahaan perlu menerapkan prinsip-prinsip corporate governance, Menurut

pedoman umum Corporate governance Indonesia yang disusun oleh Komite

Nasional Kebijakan Governance (KNKG) tahun 2006, prinsip-prinsip tersebut

meliputi 5 aspek, yaitu

a. Tranparansi (Tranparency)

Untuk menjaga obyektivitas dalam menjalankan suatu bisnis, perusahaan

harus menyediakan informasi yang bersifat material dan relevan dengan cara

yang mudah diakses dan dipahami oleh pemangku kepentingan. Perusahaan

harus mengambil inisiatif untuk mengungkapkan tidak hanya masalah yang di

isyaratkan oleh perundang undangan saja akan tetapi juga beberapa hal terkait

dengan pengambilan keputusan oleh pemegang saham, kreditur dan

pemangku kepentinganya lainya.

b. Akuntabilitas (Accountability)

Perusahaan harus dapat mempertanggungjawabkan kinerjanya secara

tranparan dan wajar. Untuk itu perusahaan harus dikeola dengan benar oleh

pihak yang terkait seperti manajemen, akan tetapi hal itu harus

mempertimbangkan akan kebutuhan pemagang saham, kreditur dan

pemangku kepentingan lain. Akuntabilitas merupakan syarat dasar agar

mencapai kinerja yang berkesinambungan.

c. Responsibilitas (Responsibility)

10

Perusahaan harus mematuhi peraturan perundang-undangan serta

melaksanakan tanggung jawab terhadap masyarakat dan lingkungan agar

terpelihara kesinambungan usaha jangka panjang.

d. Independensi (Independency)

Demi terlaksananya asas GCG, perusahaan harus dikelola secara

independen sehingga masing masing dari organ perusahaan tidak saling

mendominasi atau tidak ada intervensi dengan pihak yang lain.

e. Kewajaran dan Keseteraan (Fairness)

Dalam melaksanakan kegiatanya, perusahaan harus memperhatikan

kepentingan pemegang saham dan pemangku kepentingan lainya

berdasarkan asas kewajaran dan kesetaran.

Dalam penelitian ini stuktur Corporate governance dapat diproksikan

dengan jumlah rapat dewan direksi, jumlah rapat dewan komisaris, proporsi

komisaris independen serta jumlah rapat komite audit. Penjelasan tentang proksi

corporate governance yaitu :

2.1. Dewan Direksi

Berdasarkan KNKG (2006) menyatakan fungsi pengelolaan perusahaan

yang dilakukan dewan direksi mencangkup lima fungsi yaitu kepengurusan,

manajemen resiko, pengendalian internal, komunikasi dan tanggung jawab

sosial. Tugas tanggung jawab sosial menjabarkan bahwa dewan direksi harus

mempunyai perencanaan tertulis yang jelas dan fokus dalam melaksanakan

tanggung jawab sosial perusahaan. Dewan direksi merupakan salah satu dari

organ corporate governance, sehingga dewan direksi perlu untuk

11

mengungkapkan informasi mengenai tanggung jawab sesuai dengan prinsip

GCG.

1.2. Dewan Komisaris

Dewan komisaris adalah dewan yang bertugas melakukan pengawasan

dan memberi nasihat kepada direksi. Di Indonesia, dewan komisaris ditunjuk

oleh RUPS dan di dalam UU No. 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas

yang dijabarkan mengenai fungsi wewenang dan tanggung jawab dari dewan

komisaris. Menurut Undang-undang Perseroan Terbatas Nomor 40 tahun 2007

pada pasal 108 ayat (5) perusahaan perseroan terbatas wajib memiliki paling

sedikitnya dua anggota dewan komisaris.

1.3. Komisaris Independen

Menurut Undang-Undang Perseroan Terbatas Nomor 40 tahun 2007,

pada pasal 108 ayat (5) dijelaskan bahwa bagi perusahaan berbentuk perseroan

Terbatas, maka wajib memiliki paling sedikitnya 2 (dua) anggota Dewan

Komisaris. Dewan Komisaris terdiri dari komisaris independen dan komisaris

nonindependen. Komisaris independen merupakan komisaris yang tidak

berasal dari pihak terafiliasi, sedangkan komisaris non-independen merupakan

komisaris yang terafiliasi. Yang dimaksud dengan terafiliasi adalah pihak yang

mempunyai hubungan bisnis dan kekeluargaan dengan pemegang saham

pengendali, anggota direksi dan dewan komisaris lain, serta dengan perusahaan

itu sendiri. Mantan anggota direksi dan dewan komisaris yang terafiliasi serta

karyawan perusahaan, untuk jangka waktu tertentu termasuk dalam kategori

terafiliasi (KNKG, 2006). Komisaris Independen diatur dalam peraturan

12

BAPEPAM No: KEP-315/BEJ/06-2000 yang disempurnakan dengan

keputusan No:KEP-339/BEJ/07-2001 yang menyatakan bahwa setiap

perusahaan publik wajib memiliki komisaris independen untuk menciptakan

tata kelola perusahaan yang baik.

1.4. Komite Audit

Dalam Pedoman GCG Indonesia (KNKG, 2006) dijelaskan bahwa,

Komite Audit bertugas membantu dewan komisaris untuk memastikan bahwa:

(i) laporan keuangan disajikan secara wajar sesuai dengan prinsip akuntansi

yang berlaku umum, (ii) struktur pengendalian internal perusahaan

dilaksanakan dengan baik, (iii) pelaksanaan audit internal maupun eksternal

dilaksanakan sesuai dengan standar audit yang berlaku, dan (iv) tindak lanjut

temuan hasil audit dilaksanakan oleh manajemen.

3. Sustainability report

Sustainability report atau laporan berkelanjutan adalah suatu praktek

pengukuran, pengungkapan, serta akuntabilitas suatu perusahaan bertanggung

jawab atas kinerja perusahaannya untuk pembangunan berkelanjutan kepada para

pemangku kepentingan atau stakeholder baik internal maupun eksternal, selain itu

laporan ini juga bisa dikatakan laporan pertanggungjawaban perusahaan dalam

bidang ekonomi, sosial, dan lingkungan (Aziz, 2014). Pengungkapan

sustainability report merupakan cara untuk mendapatkan perhatian dalam bisnis

global saat ini dan salah satu kriteria dalam menilai tanggung jawab sosial suatu

perusahaan sehingga kebanyakan pemimpin-pemimpin perusahaan dunia sudah

menyadari bahwa tidak hanya laporan keuangan yang dibutuhkan oleh para

13

stakeholder, namun laporan pertanggungjawaban terhadap sosial dan lingkungan

juga dibutuhkan agar stakeholder dapat menerima kinerja yang dilakukan oleh

perusahaan tersebut (Nasir et al., 2014).

Tujuan dari pengungkapan sustainability report adalah perusahaan akan

lebih peduli terhadap masyarakat dan lingkungan sekitar tidak hanya pada

keuntungan saja, meningkatkan nama baik perusahaan, mengurangi dampak

resiko kerugian, meningkatkan daya saing perusahaan, meningkatkan kepercayaan

terhadap para pemangku kepentingan, dan sebagai bahan analisis bagi investor.

Kualitas pengungkapan sustainability report yang baik terdiri atas dua ikhtisar

pengungkapan yaitu standar umum dan standar khusus. Pengungkapan standar

umum dibagi menjadi tujuh bagian: strategi dan analisis, profil organisasi, aspek

material dan boundary teridentifikasi, hubungan dengan pemangku kepentingan,

profil laporan, tata kelola, serta Etika dan Integritas dengan keseluruhan indikator

berjumlah 58 item. Standar khusus mengatur mengenai pengungkapan yang dapat

dilaporan perusahaan yang dibagi ke dalam 3 kategori. Kategori tersebut meliputi

kategori ekonomi, kategori lingkungan dan kategori sosial dengan keseluhan

indikator 91 item (GRI, 2013).

4. Global Reporting Initiative (GRI)

Global Reporting Initiative (GRI) merupakan suatu kerangka untuk

terbentuknya suatu laporan berkelanjutan suatu perusahaan (sustainability report).

Sustainability report memberikan informasi tentang dampak suatu perusahaan

terhadap aspek lingkungan dan sosial selain dari aspek ekonominya. Dengan

adanya pedoman ini, akan menghasilkan informasi yang handal, relevan, serta

14

terstandarisasi dalam upaya pengambilan keputusan pemangku kepentingan.

Pedoman GRI G4 merupakan generasi keempat bagi pedoman pembuatannya

laporan berkelanjutan yang di terbitkan pada Mei 2013. Terbitnya GRI G4

merupakan hasil tertinggi dari pertukaran pemikiran dari para stakeholder serta

beberapa pakar dunia baik itu dari perusahaan, masyarakat sipil, organisasi buruh,

akademisi, dan lembaga keuangan. Tujuan GRI G4 adalah untuk memabantu

dalam penyusunan laporan keberlanjutan yang bermakna, lengkap, serta terarah

menjadi suatu praktik standar (GRI, 2013).

Standar GRI dipilih karena lebih memfokuskan pada standar pengungkapan

berbagai kinerja ekonomi, sosial, dan lingkungan perusahaan dengan tujuan

untuk meningkatkan kualitas, dan pemanfaatan sustainability reporting. Sama

seperti pedoman yang sebelumnya, pedoman ini terdiri atas dua ikhtisar

pengungkapan yaitu standar umum dan standar khusus. Standar khusus mengatur

mengenai pengungkapan yang dapat dilaporan perusahaan yang dibagi ke dalam 3

kategori. Kategori tersebut meliputi kategori ekonomi, kategori lingkungan dan

kategori sosial. Pada pedoma GRI G4 kategori sosial dibagi menjadi beberapa

sub-kategori yang meliputi praktik ketenagakerjaan dan kenyamanan bekerja, hak

asasi manusia, masyarakat serta tanggung jawab atas produk (GRI, 2013).

5. Pengungkapan

Pengungkapan (disclosure) secara harfiah berarti tidak menutupi atau tidak

menyembunyikan Pengungkapan (disclosure) dalam laporan keuangan merupakan

sumber informasi untuk pengambilan keputusan ekonomi yang menjadi sarana

pencapaian efisiensi dan sebagai sarana akuntabilitas publik yang signifikan

15

(Andriyanto dan Metalia,2011). Yang dimaksud dengan pengungkapan

(disclosure) menurut Kamus Besar Akuntansi adalah informasi yang diberikan

sebagai lampiran/pelengkap bagi laporan keuangan dalam bentuk catatan kaki

atau tambahan (suplemen). Informasi ini memberikan suatu elaborasi atau

penjelasan tentang posisi keuangan dan hasil operasi suatu perusahaan. Pada

dasarnya pengungkapan informasi akuntansi yang dilakukan oleh perusahaan

dalam laporan keuangan bertujuan untuk menyampaikan informasi yang penting

bagi pengguna laporan keuangan dalam rangka pengambilan keputusan.

Hal ini menjelaskan bahwa melalui pengungkapan, pengguna laporan

keuangan akan memperoleh informasi dan gambaran yang jelas mengenai

transaksi atau kejadian-kejadian ekonomi yang berpengaruh terhadap hasil operasi

perusahaan atau entitas pada suatu periode pelaporan. Pengungkapan dalam

laporan keuangan perusahaan dibagi menjadi 2, yaitu:

a. Pengungkapan wajib (mandatory disclosure)

Merupakan pengungkapan informasi yang diharuskan oleh peraturan

yang berlaku dan telah ditetapkan oleh badan regulator atau lembaga yang

berwenang (Andriyanto dan Metalia,2011). Peraturan yang dikeluarkan oleh

ketua Bapepam No 38/PM/1996 tanggal 17 Januari 1996 mengenai laporan

tahunan bahwa yang dimaksud dengan pengungkapan wajib adalah meliputi

semua pengungkapan informasi dalam laporan keuangan.

b. Pengungkapan sukarela (voluntary disclosure)

Merupakan pengungkapan informasi yang melebihi dari yang telah

diwajibkan oleh lembaga yang berwenang. Dalam hal ini, perusahaan akan

16

mengungkapkan informasinya secara sukarela. Pada umumnya pengungkapan

sukarela merupakan salah satu strategi yang dapat dilakukan oleh manajer

perusahaan untuk menarik perhatian para investor sehubungan dengan

keputusan investasi pada perusahaan, dimana manajer akan mengungkapkan

informasi yang menurut pertimbangannya adalah good news dan sangat

diminati oleh investor.

C. Kerangka Pikiran

Berdasarkan tinjauan pustaka dan penelitian terdahulu, peneliti

mengindikasikan struktur corporate governance yang diproksikan dengan jumlah

rapat dewan direksi, jumlah rapat dewan komisaris, proporsi komisaris

independen, dan jumlah rapat komite audit diduga mempengaruhi pengungkapan

sustainability report.

Untuk membantu dalam memahami struktur Corporate governance yang

diduga mempengaruhi pengungkapan sustainability report diperlukan suatu

kerangka pemikiran. Dari landasan teori yang telah diuraikan di atas, disusun

hipotesis yang merupakan alur pemikiran dari peneliti kemudian digambarkan

dalam kerangka teoritis yang disusun sebagai berikut :

Komisaris Independen

Dewan Direksi

Kualitas Pengungkapan

Sustainability report

Komite Audit

Dewan Komisaris

17

D. Pengembangan Hipotesis

1. Pengaruh Jumlah Rapat Dewan Direksi Terhadap Kualitas

Pengungkapan Sustainability Report

Berdasarkan KNKG (2006) menyatakan fungsi pengelolaan

perusahaan yang dilakukan dewan direksi mencangkup lima fungsi yaitu

kepengurusan, manajemen resiko, pengendalian internal, komunikasi dan

tanggung jawab sosial. Tugas tanggung jawab sosial menjabarkan bahwa

dewan direksi harus mempunyai perencanaan tertulis yang jelas dan fokus

dalam melaksanakan tanggung jawab sosial perusahaan. Dewan direksi

merupakan salah satu dari komponen mewujudkan GCG sehingga dewan

direksi perlu untuk mengungkapkan informasi mengenai tanggung jawab

sesuai dengan prinsip GCG. Salah satu hal yang mendukung dari adanya

GCG yaitu dengan pengungkapan sustainability report. Sustainability

report merupakan media untuk memberikan informasi kepada para

stakeholder baik itu informasi keuangan maupun informasi lingkungan

dan sosial. Berdasarkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor

33/POJK.04/2014 menjelaskan bahwa dewan direksi wajib mengadakan

rapat direksi secara berkala paling kurang 1 kali dalam setiap bulan. Jika

semakin sering rapat yang diadakan oleh dewan direksi maka dapat

meningkatkan koordinasi dan pelaksanaan tanggung jawab sosial

perusahaan menjadi lebih baik. Penelitian Raharjo (2014) menunjukkan

18

variabel dewan direksi berpengaruh terhadap pengungkapan sustainability

report. Dengan demikian hipotesis yang diajukan:

H1 : Jumlah rapat dewan direksi berpengaruh terhadap kualitas

pengungkapan Sustainability report.

2. Pengaruh Jumlah Rapat Dewan Komisaris Terhadap Kualitas

Pengungkapan Sustainability Report

Dewan komisaris adalah dewan yang bertugas melakukan

pengawasan dan memberi nasihat kepada direksi. Di Indonesia, dewan

komisaris ditunjuk oleh RUPS dan di dalam UU No. 40 tahun 2007

tentang Perseroan Terbatas yang dijabarkan mengenai fungsi wewenang

dan tanggung jawab dari dewan komisaris. Berdasarkan Peraturan Otoritas

Jasa Keuangan Nomor 33/POJK.04/2014 menjelaskan bahwa dewan

komisaris wajib mengadakan rapat paling kurang 1 kali dalam 2 bulan.

Jika semakin seringnya rapat dewan komisaris dilakukan, maka dapat

meningkatkan koordinasi dan meningkatkan pelaksanaan pengawasan

menjadi lebih baik dan efektif sehingga dapat mempengaruhi kualitas

pengungkapan sustainability report. Penelitian Astuti (2016)

membuktikan bahwa dewan komisaris berpengaruh terhadap

pengungkapan sustainability report. Dengan demikian hipotesis yang

diajukan:

H2 : Jumlah rapat dewan komisaris berpengaruh terhadap kualitas

pengungkapan Sustainability report.

19

3. Pengaruh Proporsi Komisaris Independen Terhadap Kualitas

Pengungkapan Sustainability Report

Menurut Undang-Undang Perseroan Terbatas Nomor 40 tahun

2007, pada pasal 108 ayat (5) dijelaskan bahwa bagi perusahaan berbentuk

perseroan Terbatas, maka wajib memiliki paling sedikitnya 2 (dua)

anggota Dewan Komisaris. Dewan komisaris sebagai organ perusahaan

bertugas dan bertanggung jawab secara kolektif untuk melakukan

pengawasan dan memberikan nasihat kepada Direksi serta memastikan

bahwa Perusahaan melaksanakan GCG. Dewan Komisaris terdiri dari

komisaris independen dan komisaris nonindependen. Komisaris

independen merupakan komisaris yang tidak berasal dari pihak terafiliasi,

sedangkan komisaris non-independen merupakan komisaris yang

terafiliasi. Yang dimaksud dengan terafiliasi adalah pihak yang

mempunyai hubungan bisnis dan kekeluargaan dengan pemegang saham

pengendali, anggota direksi dan dewan komisaris lain, serta dengan

perusahaan itu sendiri. Mantan anggota Direksi dan Dewan Komisaris

yang terafiliasi serta karyawan perusahaan, untuk jangka waktu tertentu

termasuk dalam kategori terafiliasi (KNKG, 2006). Maka dari itu dengan

adanya komisaris independen di suatu perusahaan akan memiliki peran

pengawasan dalam melaksanakan GCG, sehingga perusahaan akan lebih

baik karena komisaris independen tidak memiliki hubungan yang spesial

terhadap beberapa pihak. Dengan komisaris independen yang baik maka

adanya pengungkapan laporan berkelanjutan atau Sustainability report

20

perusahaan agar informasi yang ada didalamnya dapat digunakan oleh

stakeholder tidak hanya informasi keuangan namun juga informasi

lingkungan dan sosial. Penelitian yang dilakukan Sari dan Marsono (2013)

menunjukkan proporsi komisaris independen berpengaruh terhadap

pengungkapan sustainability report. Dengan demikian hipotesis yang

diajukan:

H3 : Proporsi komisaris independen berpengaruh terhadap kualitas

pengungkapan Sustainability report.

4. Pengaruh Jumlah Rapat Komite Audit Terhadap Kualitas

Pengungkapan Sustainability report

Dalam Pedoman GCG Indonesia KNKG (2006) dijelaskan bahwa,

Komite Audit bertugas membantu Dewan Komisaris untuk memastikan bahwa:

(i) laporan keuangan disajikan secara wajar sesuai dengan prinsip akuntansi

yang berlaku umum, (ii) struktur pengendalian internal perusahaan

dilaksanakan dengan baik, (iii) pelaksanaan audit internal maupun eksternal

dilaksanakan sesuai dengan standar audit yang berlaku, dan (iv) tindak lanjut

temuan hasil audit dilaksanakan oleh manajemen. Salah satu hal yang

mendukung dari adanya GCG yaitu dengan pengungkapan sustainability

report. Sustainability report merupakan media untuk memberikan informasi

kepada para stakeholder baik itu informasi keuangan maupun informasi

lingkungan dan sosial. Berdasarkan keputusan Ketua Bapepam Nomor Kep-

24/PM/2004 dalam peraturan Nomor IX.1.5 menjelaskan bahwa komite audit

mengadakan pertemuan sekurang-kurangnya sama dengan ketentuan minimal

21

rapat dewan komisaris yang ditetapkan dalam anggaran dasar perusahaan.

Sedangkan, menurut pernyataan Ikatan Komite Audit Indonesia (IKAI)

menyatakan bahwa frekuensi rapat komite audit dilakukan minimal 2 kali

dalam 1 bulan sehingga minimal diperlukan 24 kali pertemuan dalam setahun.

Jika semakin seringnya rapat komite audit dilakukan, maka dapat

meningkatkan koordinasi dan meningkatkan pelaksanaan pengawasan serta

memberikan saran tentang informasi yang harus diungkapkan dalam

sustainability report menjadi lebih baik dan efektif sehingga dapat

mempengaruhi pengungkapan sustainability report. Penelitian Raharjo (2014)

menunjukkan variabel komite audit berpengaruh terhadap pengungkapan

sustainability report. Dengan demikian hipotesis yang diajukan:

H4 : Jumlah rapat komite audit berpengaruh terhadap kualitas

pengungkapan Sustainability report.