bab ii kajian teorieprints.umm.ac.id/38705/3/bab ii.pdf · dan emosi, dan responsif terhadap...

15
10 BAB II KAJIAN TEORI Kajian teori akan diuraikan teori-teori dari beberapa ahli yang mendukung pembahasan penelitian yang diambil dari beberapa buku dan jurnal relevan. Adapun teori-teori yang akan dibahas dalam penelitian ini meliputi, pembelajaran matematika, model pembelajaran kooperatif tipe FGD, berpikir kritis, komunikasi matematika, dan penerapan model pembelajaran kooperatif tipe FGD, kerangka berpikir dan hipotesis. Penjelasan mengenai teori-teori tersebut sebagai berikut. 2.1 Pembelajaran Matematika Pembelajaran matematika dewasa ini menjadi kewajiban bagi siswa untuk mempelajari dan memahami matematika, baik dalam segi teoritis, konseptual, serta aplikatif ilmu matematika. Aspek dalam penulisan ini tentang pembelajaran matematika meliputi definisi pembelajaran, definisi matematika dan pembelajaran matematika. Hal ini akan dijelaskan sebagai berikut : 2.1.1 Definisi Pembelajaran Thobroni (2016) menyataan bahwa pembelajaran merupakan suatu proses belajar yang berulang-ulang dan menyebabkan adanya perubahan perilaku yang didasari dan cenderung bersifat tetap. Hal ini senada juga dengan penjelasan pembelajaran pada undang-undang no 20 tahun 2003 yang menyatakan pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. pembelajaran erat kaitannya dengan proses interaksi dan perubahan, namun, tidak semua proses interaksi dan perubahan dikatakan pembelajaran. Pembelajaran tidak sekedar memberikan pengetahuan,

Upload: others

Post on 07-Nov-2020

7 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II KAJIAN TEORIeprints.umm.ac.id/38705/3/BAB II.pdf · dan emosi, dan responsif terhadap pandangan yang berbeda. Sebagai contoh, ketika seseorang sedang membaca suatu naskah matematika

10

BAB II

KAJIAN TEORI

Kajian teori akan diuraikan teori-teori dari beberapa ahli yang mendukung

pembahasan penelitian yang diambil dari beberapa buku dan jurnal relevan. Adapun

teori-teori yang akan dibahas dalam penelitian ini meliputi, pembelajaran

matematika, model pembelajaran kooperatif tipe FGD, berpikir kritis, komunikasi

matematika, dan penerapan model pembelajaran kooperatif tipe FGD, kerangka

berpikir dan hipotesis. Penjelasan mengenai teori-teori tersebut sebagai berikut.

2.1 Pembelajaran Matematika

Pembelajaran matematika dewasa ini menjadi kewajiban bagi siswa untuk

mempelajari dan memahami matematika, baik dalam segi teoritis, konseptual, serta

aplikatif ilmu matematika. Aspek dalam penulisan ini tentang pembelajaran

matematika meliputi definisi pembelajaran, definisi matematika dan pembelajaran

matematika. Hal ini akan dijelaskan sebagai berikut :

2.1.1 Definisi Pembelajaran

Thobroni (2016) menyataan bahwa pembelajaran merupakan suatu proses

belajar yang berulang-ulang dan menyebabkan adanya perubahan perilaku yang

didasari dan cenderung bersifat tetap. Hal ini senada juga dengan penjelasan

pembelajaran pada undang-undang no 20 tahun 2003 yang menyatakan

“pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber

belajar pada suatu lingkungan belajar. pembelajaran erat kaitannya dengan proses

interaksi dan perubahan, namun, tidak semua proses interaksi dan perubahan

dikatakan pembelajaran. Pembelajaran tidak sekedar memberikan pengetahuan,

Page 2: BAB II KAJIAN TEORIeprints.umm.ac.id/38705/3/BAB II.pdf · dan emosi, dan responsif terhadap pandangan yang berbeda. Sebagai contoh, ketika seseorang sedang membaca suatu naskah matematika

11

teori-teori konsep-konsep, akan tetapi lebih dari itu, dimana pembelajaran

merupakan upaya untuk mengembangkan sejumlah potensi yang dimiliki peserta

didik, baik pikir (mental intelaktual), emosional, sosial, nilai, moral, ekonomikal,

spiritual dan kultural (Supriadie & Didi, 2012)

Berdasarkan definisi-definisi sebelumnya dapat disimpulkan bahwa

pembelajaran merupakan suatu perubahan tingkah laku yang relatif menetap pada

seseorang akibat dari interaksi antara pengajar dan terpelajar, seperti dari tidak tahu

menjadi tahu, dari tidak berpengetahuan menjadi tahu tentang sesuatu, dari tahu

menjadi lebih tahu, dari tidak memiliki keterampilan menjadi memiliki

keterampilan dan sebagainya.

2.1.2 Definisi Matematika

Pengertian matematika yang tepat tidak dapat ditentukan secara pasti. Hal

ini karena cabang-cabang matematika semakin bertambah dan semakin berbaur satu

dengan lainnya. Menurut Uno dan Masri (2010) matematika adalah suatu bidang

ilmu yan merupakan alat pikir, berkomunikasi, alat untuk memecahkan berbagai

persoalan praktis, yang unsur-unsurnya logika dan intuisi, analisis dan konstruksi,

generalitas dan individualitas, dan mempunyai cabang-cabang antara lain

aritmatika, aljabar, geometri dan analisi. Sedangkan menurut Walle (2008)

mengatakan maematia adalah ilmu tetang suatu yang memiliki pola keteraturan dan

urutan yang logis. Matematika dikenal sebagai ilmu dedukatif, karena setiap

metode yang digunakan dalam mencari kebenaran adalah dengan menggunakan

metode deduktif, sedang dalam ilmu alam menggunakan metode induktif atau

eksprimen (Hasratuddin, 2015:131).

Page 3: BAB II KAJIAN TEORIeprints.umm.ac.id/38705/3/BAB II.pdf · dan emosi, dan responsif terhadap pandangan yang berbeda. Sebagai contoh, ketika seseorang sedang membaca suatu naskah matematika

12

Berdasarkan pendapat-pendapat sebelumnya dapat disimpulkan bahwa,

matematika merupakan alat pikir, alat berkomunikasi serta menggunakan

keteraturan pola dan urutan yang logis yang dapat mengembangkan daya pikir

secara logis.

2.1.2 Pembelajaran Matematika

Berdasarkan pengertian pembelajaran dan matematika yang telah di bahas

sebelumnya, maka dapat disimpulkan bahwa pembelajaran matematika merupakan

interaksi antara guru dan siswa melalui proses belajar dan mengajar menggunakan

simbol sebagai alat komunikasi serta menggunakan keteraturan pola dan urutan

yang logis yang dapat mengembangkan daya pikir secara logis.

Penggunaan sumber belajar serta menentukan model pembelajaran yang

akan digunakan dapat melatih kemampuan komunikasi dan dapat mengembangkan

daya pikir logis siswa dalam menemukan konsep matematika. Dalam menemukan

konsep matematika, guru harus mampu memilih model, metode, maupun

pendekatan yang sesuai dengan kondisi di dalam kelas, salah satu model, metode,

maupun pendekatan yang dapat di terapkan dalam proses pembelajaran yaitu

dengan model pembelajaram Kooperatif tipe FGD.

2.2 Model Pembelajaran Kooperatif Tipe FGD

Kebutuhan akan penggunaan pembelajaran yang mengedepankan sifat

responsif dan koopertif siswa terus bertambah dan berkembang, hal ini didasari

pemahaman tentang cara pembelajaran yang berkembang pesat, salah satu

pembelajaran yag paling sering diterapkan dalam pembelajaran adalah model

pembelajaran kooperatif. Aspek dalam penulisan ini tentang model pembelajaran

Page 4: BAB II KAJIAN TEORIeprints.umm.ac.id/38705/3/BAB II.pdf · dan emosi, dan responsif terhadap pandangan yang berbeda. Sebagai contoh, ketika seseorang sedang membaca suatu naskah matematika

13

Kooperatif tipe FGD meliputi definisi model pembelajaran Kooperatif, definisi

FGD, karakteristik model pembelajaran Kooperatif tipe FGD dan langkah-langkah

model pembelajaran Kooperatif tipe FGD. Hal ini akan dijelaskan sebagai berikut

:

2.2.1 Definisi Model Pembelajaran Kooperatif

Menurut Purnamasari (2014) pembelajaran kooperatif adalah salah satu

pembelajaran yang menuntut peserta didik untuk aktif, kreatif, dan berlatih

kemampuan bekerjasama, kemandirian, serta meningkatkan kemampuan berpikir

tingkat tinggi. Menurut Huda (2016:32) pembelajaran kooperatif mengacu pada

metode pembelajaran dimana siswa bekerja sama dalam kelompok kecil dan saling

membantu dalam belajar.

Sebagimana pendapat diatas maka Pembelajaran kooperatif merupakan

pembelajaran dengan kelompok-kelomok kecil yang saling bekerja-sama dalam

belajar demi mencapai tujuan pembelajaran.

2.2.2 Definisi FGD

FGD adalah salah satu teknik dalam mengumpulkan data kualitatif; di mana

sekelompok orang berdiskusi dengan pengarahan dari seorang fasilitator atau

moderator mengenai suatu hal. Guna memperoleh pengertian yang lebih saksama,

kiranya FGD dapat didefinisikan sebagai suatu metode dan teknik dalam

mengumpulkan data kualitatif di mana sekelompok orang berdiskusi tentang suatu

fokus masalah atau topik tertentu dipandu oleh seorang fasilitator atau moderator.

Kemudian menurut Paramita dan Kristiana (2013:118) FGD adalah bentuk diskusi

yang didesain untuk memunculkan informasi mengenai keinginan, kebutuhan,

sudut pandang, kepercayaan dan pengalaman yang dikehendaki peserta.

Page 5: BAB II KAJIAN TEORIeprints.umm.ac.id/38705/3/BAB II.pdf · dan emosi, dan responsif terhadap pandangan yang berbeda. Sebagai contoh, ketika seseorang sedang membaca suatu naskah matematika

14

FGD merupakan metode dan teknik pengumpulan data atau informasi yang

awalnya dikembangkan di dalam penelitian pemasaran. Ketika itu FGD digunakan

untuk mengetahui citra tentang produk tertentu, hal-hal apa yang menarik calon

pembeli atau konsumen, desain produk, pilihan ukuran, pilihan warna, desain

kemasan, hal-hal apa yang perlu diperbaiki dan sebagainya. Dengan menggunakan

FGD, dalam waktu relatif singkat (cepat) dapat digali mengenai persepsi, pendapat,

sikap, motivasi, pengetahuan, masalah dan harapan perubahan berkaitan dengan

masalah tertentu.

FGD Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa FGD adalah salah satu

model diskusi yang didesain untuk memperoleh informasi keinginan, kebutuhan,

sudut pandang, kepercayaan dan pengalaman peserta tentang suatu topik, dengan

pengarahan dari seorang fasilitator atau moderator. Dalam perkembangannya

kemudian pemakaian FGD dengan cepat meluas pemanfaatannya di dalam ilmu-

ilmu sosial dan juga kedokteran. Dalam penelitian ini peneliti ingin

mengembangkan FGD menjadi tipe pembelajaran dari model pembelajaran

kooperatif yang akan diterapkan pada pembelajaran matematika.

2.2.3 Karakteristik FGD

Adapun karakteristik dari FGD adalah sebagai berikut.

1. Kelompok dalam FGD harus cukup kecil (3-5 orang) agar memungkinkan

setiap individu mendapat kesempatan mengeluarkan pendapatnya, sekaligus

agar cukup memperoleh pandangan dari anggota kelompok yang bervariasi.

Dalam jumlah relatif terbatas ini diharapkan juga penggalian masalah melalui

diskusi atau pembahasan kelompok dapat dilakukan secara relatif lebih

memadai.

Page 6: BAB II KAJIAN TEORIeprints.umm.ac.id/38705/3/BAB II.pdf · dan emosi, dan responsif terhadap pandangan yang berbeda. Sebagai contoh, ketika seseorang sedang membaca suatu naskah matematika

15

2. FGD tidak dilakukan untuk tujuan menghasilkan pemecahan masalah secara

langsung ataupun untuk mencapai konsesus. FGD bertujuan untuk menggali

dan memperoleh beragam informasi tentang masalah atau topik tertentu yang

sangat mungkin dipandang secara berbeda-beda dengan penjelasan yang

berbeda pula. Kecuali apabila masalah atau topik yang didiskusikan tentang

pemecahan masalah, maka FGD tentu berguna untuk mengidentifikasi

berbagai strategi dan pilihan-pilihan pemecahan masalah.

3. FGD biasanya digunakan pertanyaan terbuka (open ended) yang

memungkinkan peserta memberi jawaban dengan penjelasan-penjelasan.

4. Fasilitator berfungsi selaku moderator yang bertugas sebagai pemandu,

pendengar, pengamat dan menganalisa data secara induktif.

5. FGD adalah diskusi terarah dengan adanya fokus masalah atau topik yang jelas

untuk didiskusikan dan dibahas bersama. Topik diskusi ditentukan terlebih

dahulu. Pertanyaan dikembangkan sesuai topik dan disusun secara berurutan

atau teratur alurnya agar mudah dimengerti peserta. Fasilitator mengarahkan

diskusi dengan menggunakan panduan pertanyaan tersebut.

6. Lamanya waktu yang dibutuhkan untuk melakukan Diskusi Kelompok Terarah

(FGD) ini berkisar antara 60 sampai dengan 90 menit.

7. FGD sebaiknya dilaksanakan di suatu tempat atau ruang netral disesuaikan

dengan pertimbangan utama bahwa peserta dapat secara bebas dan tidak

merasa takut untuk mengeluarkan pendapatnya.

Page 7: BAB II KAJIAN TEORIeprints.umm.ac.id/38705/3/BAB II.pdf · dan emosi, dan responsif terhadap pandangan yang berbeda. Sebagai contoh, ketika seseorang sedang membaca suatu naskah matematika

16

2.3 Berpikir Kritis

Aspek berpikir kritis dalam kemampuan pembelajaran dewasa ini menjadi

kebutuhan yang sangat di perlukan bagi pembelajaran, dimana ini merupakan

kemampuan tingkat tingi yang sangat dibutuhkan siswa dalam memahami kontek

tentang pembelajaran matematika. Aspek dalam penulisan ini tentang berpikir

kritis meliputi definisi berpikir kritis, kemampuan berpikir kritis dan indikator

kemampuan berpikir kritis. Hal ini akan dijelaskan sebagai berikut :

2.3.1 Definisi Berpikir Kritis

Menurut Ahmatika (2015:395) berpikir kritis merupakan proses berpikir

intelektual di mana pemikir dengan sengaja menilai kualitas pemikirannya, pemikir

menggunakan pemikiran yang reflektif, independen, jernih, dan rasional.

Sedangkan menurut Lambertus (2009:137) berpikir kritis mengandung makna

suatu kegiatan mental yang dilakukan seseorang untuk dapat memberi

pertimbangan dengan menggunakan ukuran atau standar tertentu. Lambertus juga

berpendapat bahwa Definisi berpikir kritis memuat tiga hal. Pertama, berpikir kritis

merupakan proses pemecahan masalah dalam suatu konteks interaksi dengan diri

sendiri, dunia orang lain dan atau lingkungannya. Kedua, berpikir kritis merupakan

proses penalaran reflektif berdasarkan informasi dan kesimpulan yang telah

diterima sebelumnya yang hasilnya terwujud dalam penarikan kesimpulan. Ketiga,

berpikir kritis berakhir pada keputusan apa yang diyakini dan dikerjakan.

Berdasarkan beberapa pendapat sebelumnya tentang berpikir kritis, dapat

dirumuskan bahwa berpikir kritis adalah proses mental untuk menganalisis atau

mengevaluasi informasi dari hasil pengamatan baik secara lisan dan tulisan.

Page 8: BAB II KAJIAN TEORIeprints.umm.ac.id/38705/3/BAB II.pdf · dan emosi, dan responsif terhadap pandangan yang berbeda. Sebagai contoh, ketika seseorang sedang membaca suatu naskah matematika

17

2.3.2 Kemampuan berpikir kritis

Tahun-tahun terakhir ini berpikir kritis telah menjadi suatu istilah yang

sangat popular dalam dunia pendidikan. Karena banyak alasan, para pendidik

menjadi lebih tertarik untuk mengajarkan keterampilan berpikir dengan berbagai

corak. Berpikir kritis memungkinkan siswa untuk menemukan kebenaran di tengah

banjir kejadian dan informasi yang mengelilingi mereka setiap hari. Berpikir kritis

adalah sebuah proses sistematis yang memungkinkan siswa untuk merumuskan dan

mengevaluasi keyakinan dan pendapat mereka sendiri.

Muhfahroyin (2009:88) menyatakan bawa dengan berpikir kritis, orang

menjadi memahami argumentasi berdasarkan perbedaan nilai, memahami adanya

inferensi dan mampu menginterpretasi, mampu mengenali kesalahan, mampu

menggunakan bahasa dalam berargumen, menyadari dan mengendalikan egosentris

dan emosi, dan responsif terhadap pandangan yang berbeda. Sebagai contoh, ketika

seseorang sedang membaca suatu naskah matematika ataupun mendengarkan suatu

ungkapan atau penjelasan tentang matematika seyogyanya ia akan berusaha

memahami dan coba menemukan atau mendeteksi adanya hal-hal yang istimewa

dan yang perlu ataupun yang penting. Demikian juga dari suatu data ataupun

informasi ia akan dapat membuat kesimpulan yang tepat dan benar sekaligus

melihat adanya kontradiksi ataupun ada tidaknya konsistensi atau kejanggalan

dalam informasi itu. Jadi dalam berpikir kritis itu orang menganalisis dan

merefleksikan hasil berpikirnya. Tentu diperlukan adanya suatu observasi yang

jelas serta aktivitas eksplorasi, dan inkuiri agar terkumpul informasi yang akurat

yang membuatnya mudah melihat ada atau tidak ada suatu keteraturan ataupun

sesuatu yang mencolok. Singkatnya, seorang yang berpikir kritis selalu akan peka

Page 9: BAB II KAJIAN TEORIeprints.umm.ac.id/38705/3/BAB II.pdf · dan emosi, dan responsif terhadap pandangan yang berbeda. Sebagai contoh, ketika seseorang sedang membaca suatu naskah matematika

18

terhadap informasi atau situasi yang sedang dihadapinya, dan cenderung bereaksi

terhadap situasi atau informasi itu.

Kemampuan berpikir kritis seseorang akan muncul ketika sedang berada

dalam keadaan kritis dimana ia diharuskan memecahkan suatu masalah yang rumit

dan memerlukan cara-cara penyelesaian yang tidak biasa. Misalnya, ketika seorang

siswa diharuskan untuk menghasilkan gagasan dalam upaya penyelesaian suatu soal

matematika, dari pengamatan dan eksplorasi yang ia lakukan serta mengkaitkan

situasi yang dihadapinya dengan pengetahuan matematika yang ia miliki, maka ia

juga harus kritis dalam memilih strategi serta mengontrol pemikirannya, apa yang

ia dapat lakukan ataupun yang telah ia lakukan. Dalam hal ini, proses

metakognitifnya harus diberdayakan, yaitu memonitor, mengontrol serta membuat

keputusan yang tepat.

Muhfahroyin (2009:88) menyatakan bawa Kemampuan berpikir kritis

merupakan proses kognitif untuk memperoleh pengetahuan. Sehubungan dengan

itu, maka peran guru dalam menciptakan suasana pembelajaran yang

memungkinkan atau memberikan kesempatan siswa untuk berpikir kritis. Oleh

sebab itu, maka guru perlu mengetahui fase-fase dalam mengembangkan berpikir

kritis agar kemampuan tersebut dapat optimal.

Kemampuan berpikir kritis mendorong siswa untuk aktif, mengembangkan

kepercayaan dan melakukan tindakan. Hal ini menunjukan jika berpikir kritis akan

memberikan keterampilan yang membuat pola pikir berkembang. Mengembankan

kemampuan berpikir kritis siswa berarti guru bertujuan untuk “mempersiapkan

siswa agar menjadi pemecah masalah yang tangguh, pembuat keputusan yang

matang, dan orang yang tak pernah berhenti belajar” (Muhfahroyin (2009:90).

Page 10: BAB II KAJIAN TEORIeprints.umm.ac.id/38705/3/BAB II.pdf · dan emosi, dan responsif terhadap pandangan yang berbeda. Sebagai contoh, ketika seseorang sedang membaca suatu naskah matematika

19

Kemampuan penalaran akan mempengaruhi pemahaman konsep siswa. Sehingga

kemampuan berpikir kritis merupakan cara yang efektif untuk meningkatkan

pemahaman konsep matematika siswa karena kemampuan ini didukung dengan

kemampuan interpretasi, analisis, evaluasi, dan menyajikan data secara logis dan

berurut.

2.3.3 Indikator Berpikir Kritis

Adapun aspek-aspek kemampuan berpikir kritis diantaranya (Setiawan dan

Royani, 2013:2) :

1. Keterampilan memberikan penjelasan yang sederhana, dengan indikator,

ketepatan dalam menganalisis pertanyaan dan memfokuskan pertanyaan.

2. Keterampilan memberikan penjelasan lanjut, dengan indikator,

mengidentifikasi asumsi dengan benar.

3. Keterampilan mengatur strategi dan taktik, dengan indikator, menentukan

solusi dari permasalahan dalam soal dan menuliskan jawaban atau solusi dari

permasalahan dalam soal dengan benar.

4. Keterampilan menyimpulkan dan keterampilan mengevaluasi, dengan

indikator, menentukan kesimpulan dari solusi permasalahan yang telah

diperoleh dengan tepat dan menentukan alternatif-alternatif cara lain dalam

menyelesaikan masalah jika ada dengan benar.

2.4 Komunikasi Matematika

Aspek komunikasi matematis dalam kemampuan pembelajaran matematika

dewasa ini menjadi kebutuhan yang sangat di perlukan bagi pembelajaran

matematika, dimana ini merupakan kemampuan tingkat tingi yang sangat

Page 11: BAB II KAJIAN TEORIeprints.umm.ac.id/38705/3/BAB II.pdf · dan emosi, dan responsif terhadap pandangan yang berbeda. Sebagai contoh, ketika seseorang sedang membaca suatu naskah matematika

20

dibutuhkan siswa dalam memahami kontek tentang pembelajaran matematika.

Aspek dalam penulisan ini tentang komunikasi matematis meliputi definisi

komunikasi matematis, kemampuan komunikasi matematis dan indikator

kemampuan komunikasi matematis. Hal ini akan dijelaskan sebagai berikut :

2.4.1 Definisi Komunikasi Matematis

Menurut Majid (2015: 285) komunikasi merupakan suatu proses yang

melibatkan dua orang atau lebih serta terjadinya pertukaran informasi dalam

mencapai tujuan tertentu. Ini berarti dengan adanya komunikasi matematis guru

dapat lebih memahami kemampuan siswa dalam menginterpretasikan dan

mengekspresikan pemahamannya tentang konsep yang mereka pelajari.

Berdasarkan pendapat ini bahwa komunikasi matematis merupakan kemampuan

yang dimiliki siswa dalam memecahkan suatu masalah matematika dengan

meghubungkan benda nyata, gambar, dan diagram ke dalam ide matematika serta

dapat mengekspresikan ide-ide tersebut secara lisan maupun tulisan.

Mengekspresikan ide-ide matematika secara lisan atau komunikasi lisan merupakan

kegiatan yang dilakukan siswa dengan mengungkapkan ide-ide atau

mempresentasikan ide-ide kepada guru maupun siswa lainnya, sedangkan

komunikasi tulisan merupakan kegiatan siswa dalam mengekspresikan atau

menuliskan ide-ide kedalam gagasan.

Pentingnya pemilikan kemampuan komunikasi matematik antara lain

dikemukakan Fahradina, Bansu & Saiman (2014:55) melalui komunikasi, siswa

dapat menyampaikan ide-idenya kepada guru dan kepada siswa lainnya. Hal ini

berarti kemampuan komunikasi matematis siswa harus lebih ditingkatkan. Ini

berarti dapat dikatakan komunkasi berperan sebagai alat untuk menilai pemahaman

Page 12: BAB II KAJIAN TEORIeprints.umm.ac.id/38705/3/BAB II.pdf · dan emosi, dan responsif terhadap pandangan yang berbeda. Sebagai contoh, ketika seseorang sedang membaca suatu naskah matematika

21

siswa membantu siswa mengorganisasi pengetahuan matematik mereka, membantu

siswa membangun pengetahuan matematikanya, memajukan penalarannya.

2.4.2 Kemampuan Komunikasi Matematis

Setiap siswa harus belajar matematika dengan alasan bahwa matematika

merupakan alat komunikasi yang sangat kuat, sistematis dan tepat karena

matematika sangat erat dengan kehidupan kita. Menurut Hadiyanto (2017:11)

Kemampuan komunikasi matematis adalah kemampuan siswa dalam

menyampaikan ide matematika baik secara lisan maupun tulisan.

Untuk menunjukkan kemampuan komunikasi matematis dapat digunakan

beberapa indikator misalnya melalui menyajikan pernyataan matematika secara

lisan, tertulis, gambar dan diagram. Mengajukan dugaan dan melakukan manipulasi

matematika sehingga siswa bisa menarik kesimpulan, menyusun bukti,

memberikan alasan terhadap kebebasan solusi, dan akhirnya juga bisa memeriksa

kesahihan suatu argument.

2.4.3 Indikator Kemampuan Komunikasi Matematis

Menurut Prayitno (2013:385-386) indikator kemampuan komunikasi

matematis seorang siswa meliputi kemampuan sebagai berikut:

1. memahami gagasan matematis yang disajikan dalam tulisan atau lisan

2. mengungkapkan gagasan matematis secara tulisan atau lisan

3. menggunakan pendekatan bahasa matematika (notasi, istilah dan lambang)

untuk menyatakan informasi matematis

4. menggunakan representasi matematika (rumus, diagram, tabel, grafik, model)

untuk menyatakan informasi matematis

Page 13: BAB II KAJIAN TEORIeprints.umm.ac.id/38705/3/BAB II.pdf · dan emosi, dan responsif terhadap pandangan yang berbeda. Sebagai contoh, ketika seseorang sedang membaca suatu naskah matematika

22

5. mengubah dan menafsirkan informasi matematis dalam representasi

matematika yang berbeda

2.5 Kerangka Berpikir dan Hipotesis

Salah satu penyebab rendahnya kemampuan berpikir kritis dan komunikasi

matematis disebabkan kurangnya kreatifitas guru untuk mengembangkan metode

pembelajaran yang dapat meningkatkan keaktifan dan minat belajar siswa di dalam

kelas. Tujuan pembelajaran bukanlah penguasaan materi pelajaran saja akan tetapi

proses untuk mengubah tingkah laku siswa sesuai dengan tujuan yang akan dicapai.

Untuk itulah tidak hanya model pembelajaran dan strategi namun penggunaan

model pembelajaran yang efektik pun sangat dibutuhkan dalam proses

pembelajaran. Salah satu model pembelajaran yang dapat digunakan adalah model

pembelajaran kooperatif. Model pembelajaran kooperatif merupakan model

pembelajaran yang mengutamakan kerja sama untuk mencapai tujuan

pembelajaran.

Model pembelajaran kooperatif, pembelajaran yang mencakup kelompok-

kelompok kecil dengan beranggotakan 3-5 orang yang saling bekerja sama dan

saling berinteraksi. kelompok tersebut bertujuan untuk menyelesaikan suatu

masalah yang disampaikan oleh guru pada pelajaran matematika untuk mencapai

tujuan pembelajaran bersama, sehingga siswa lebih mudah menemukan dan

menemukan berbagai konsep-konsep hasil dari barbagai pemikiran dari anggota-

anggota kelompok yang berbeda. Pembelajaran kooperatif mampu meningkatkan

kemampuan komunikasi, karena dalam pembelajaran kooperatif siswa saling

berinteraksi dengan siswa lain yang akan menimbulkan komunikasi di dalam

Page 14: BAB II KAJIAN TEORIeprints.umm.ac.id/38705/3/BAB II.pdf · dan emosi, dan responsif terhadap pandangan yang berbeda. Sebagai contoh, ketika seseorang sedang membaca suatu naskah matematika

23

pembelajaran tersebut. Tidak hanya komunikasi tetapi kemampuan berpikir kritis

pun dapat ditingkatkan dengan pembelajaran yang menggunakan model

pembelajaran kooperatif.

Pembelajaran kooperatif tipe FGD merupakan salah satu pembelajaran

kooperatif yang bisa digunakan untuk semua mata pelajaran. Pembelajaran

kooperatif tipe FGD merupakan sistem pembelajaran kelompok dengan tujuan agar

siswa dapat saling bekerja sama, bertanggung jawab, saling membantu

memecahkan masalah, dan saling mendorong satu sama lain untuk berprestasi serta

mengembangkan kemampuan berpikir kritis. Pembelajaran kooperatif tipe FGD

menuntut siswa untuk memiliki kemampuan yang baik dalam berkomunikasi dan

berpikir kritis dalam keterampilan proses berkelompok, mengembangkan sikap dan

pengetahuannya tentang matematika. yang mampu meningkatkan hasil belajar

matematika. Kemampuan komunikasi matematika dan berpikir kritis erat kaitannya

dengan komponen dalam pembelajaran berkelompok. Salah satu komponen

tersebut adalah model pembelajaran kooperatif.

Kemampuan komunikasi matematika merupakan kesanggupan atau

kecakapan seseorang dalam menyampaikan atau menyatakan gagasan atau ide

matematika kepada orang lain dalam bentuk lisan dengan menggunakan bahasa

sendiri sehingga orang lain dapat memahami apa yang disampaikan. Untuk

kemampuan berpikir kritis merupakan tolak ukur yang dapat menentukan tingkat

keberhasilan siswa dalam memahami suatu materi pelajaran yang melalui proses

pengalaman belajar. Dengan digunakan salah satu model pembelajaran kooperatif

yaitu tipe FGD yang memusatkan pada proses kreatifitas, keaktifan, keterampilan

Page 15: BAB II KAJIAN TEORIeprints.umm.ac.id/38705/3/BAB II.pdf · dan emosi, dan responsif terhadap pandangan yang berbeda. Sebagai contoh, ketika seseorang sedang membaca suatu naskah matematika

24

komunikasi dan nalar berpikir kritis siswa yang akan mempengaruhi hasil

ketercapaian tujuan pembelajaran.

Pembelajaran dengan menggunakan pembelajaran kooperatif tipe FGD

diharapkan bisa memberikan perubahan pada siswa terutama kemampuan berpikir

kritis dan komunikasi terhadap siswa pada mata pelajaran matematika. Untuk

melihat perubahan tersebut maka diadakan suatu observasi dan tes. Setelah

observasi dan tes selesai dan diadakan penilaian, maka dapat dilihat bahwa ada

pengaruh pada siswa. Dalam hal ini pengaruhnya yaitu peningkatan terhadap

kemampuan berpikir kritis dan komunikasi matematis siswa.

Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap masalah dalam

penelitian, dimana rumusan masalah telah pertanyaan yang penelitian telah

dinyatakan dalam bentuk kalimat tercantum pada bab sebelumnya. Hipotesis juga

dapat dinyatakan sebagai jawaban teoritis terhadap rumusan masalah penelitian,

belum juga jawaban yang empirik dengan data (Sugiyono, 2015). Berdasarkan

uraian diatas, maka dapat dirumuskan hipotesis dalam penelitian ini adalah:

penerapan model pembelajaran kooperatif tipe FGD terhadap kemampuan berpikir

kritis dan komunikasi matematis mengalami peningkatan.