bab ii kajian pusatakaeprints.umm.ac.id/58486/3/bab ii.pdf · 2020-01-24 · namun secara sederhana...
TRANSCRIPT
8
BAB II
KAJIAN PUSATAKA
A. Obyektifitas
Definisi tentang objektivitas dalam surat kabar online sangatlah beragam,
namun secara sederhana dapat di jelaskan bahwa pemberitaan surat kabar online yang
objektif adalah pemberitaan yang menyajikan fakta dan tidak memiliki keberpihakan
atas suatu pemberitaa, serta tidak melibatkan opini wartawan (Agus dan Zuhri,
2015:34). Morisan (2013:52) misalnya mengartikan objektifitas sebagai suata tindakan-
tindakan atau sikap tertentu untuk mengumpulkan, mengolah serta menyebarluaskan
suatu informasi secara menyeluruh.
Secara khusus, objektifitas hanya melaporkan sesuatu yang bersifat informatif
untuk dikatakan, namun umumnya kurang menghiraukan tentang sebab musababnya
suatu fenomena. Objektifitas juga merupakan cita-cita yang diterapkan secara prinsipil
dan secara utuh (McQuali, 1994:130). Pada system media massa yang memiliki
keanekaragaman eksternal, terbuka kesempatan untuk penyajian informasi yang
memihak, meski sumber tersebut harus bersaingan dengan sumber informasi lainnya
yang menyatakan dirinya objektif (Agus dan Zuhri, 2015). Oleh karena itu, berbagai
media dengan kuantitas yang tinggi acapkali mendapatkan tuduhan sebagai media yang
tidak memiliki objektifitas.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa objektifitas memiliki arti bahwa suatu media
massa atau surat kabar online dalam pemberitaannya tidak menambahkan pendapat,
9
suatu fenomena yang tidak terjadi maka tidak di muat didalam berita, pandangan
pembuat berita tidak boleh subyektif, jujur, realis, serta seimbang terhadap semua
pihak. Artinya, jika digamabrkan posisinya, yakni objektifitas pemberitaan harus berada
pada posisi sentral.
Pada dasarnya, tidaklah mudah untuk membuat kriteria mengenai pemberitaan
yang bersifat objektif atau sebaliknya. Salah satu penelitian yang dilakukan Westerstahl
(1983:117) dalam McQuali (2000)msialnya, Ia melakukan penelitian di Swedia dengan
mengemukakan kriteria objektifi dalam upayanaya terhadap pengukuran derajat
objektifitas media masa di negara tersebut. Adapun kriteria yang digunakan yakni,
bahwa suatu berita harus bersifat factual, yang berarti berita di tulis berdasarkan fakta
(factuality) dan tidak berpihak (impartiality). Sbeagaimana dapat digambarkan pada
gambar sebagai berikut:
Gambar 2.1 Komponen Kriteria Objektifitas (Westerstahl, 1983)
Sumber: Denis McQuali, Mass Communication Theory, 4th
Edition, London: Sage
Publication 2000, Hal. 173.
OBJEKTIFITAS
FAKTUALIT
AS
TIDAK
BERPIHAK
Kebenara
n
Informati
f
Netralita
s
Keseimbang
an
Netralita
s
10
Berdasarkan hal tersebut, secara konseptual, objektifitas dikembangkan atas dua
dimensi. Dimensi pertama yakni factuality – dimensi kognitif atau kualitas informasi
pemberitaan, dan impartiality – dimensi evaluative pemberitaan dihubungkan dengan
sikap netral wartawan terhadap objektifitas pemberitaan, menyangkut kualitas
penanganan aspek penilaian, opini, interpretasi subjektif, dan sebgainya. Sub-dimensi
truth didefiniskan sebagai tingkat kebenaran atau keterandalan (reliabilitas) fakta yang
disajikan, ditentukan oleh factualness (pemisahan yang jelas antara fakta dan opini),
accuracy (ketepatan data yang diberitakan seperti jumlah, tempat, waktu, nama dan
sebagainya), dan completeness (menjawab pertanyaan apakah semua fakta dan
peristiwa telah diberitakan seluruhnya dengan memenuhi unsur 5W+1H). Sedangkan
sub-dimensi relevance mensyaratkan perlu adanya seleksi menurut prinsip kegunaan
yang jelas, demi kepentingan khalayak. Relevansi mencakup nilai berita seperti
proximity, timeliness, significance, prominence dan magnitude (Kriyantono, 2010:37).
Dimensi kedua adalah impartiality. Dimensi ini memiliki dua sub-dimensi yakni
(1) neutrality yang berkaitan dengan sangkut paut dengan penyajian, ditentukan oleh
penyaki yang bersifat non-evaluatif (tidak memiliki percampuran fakta/opini dari
wartawan). Sedangkan penyajiannya adalah bersifat non-sensasional (tidak adanya
dramatisasi dan kesesuaian antara judul dan ini berita). Sedangkan (2) balance
berkaitan dengan proses seleksi dan mengharuskan adanya peroses seleksi yang
memberikan equal access (pemberian akses, kesempatan dan perhatian yang sama)
terhadap para pelaku penting dalam berita; dan even handled yang diartikan sebagai
11
pemeilihan penilaian positif dan negative yang berimbang pada setiap pihak yang
diberitakan.
Dalam mengukur objektifitas suatu pemberitaan pada surat kabar online maupun
pemberitaan pada umumnya. Maka,oleh Kriyantono (2010:44) memberikan gambaran
dan penjelasan terhadap beberapa bebrapa indikator yang dapat di manfaatkan untuk
mengukur objektifitas pada suatu surat kabar online itu sendiri. Berikut indikator yang
dimaksuddijelasakan secara lebih spesifik:
1. Dimensi faktualitas (factuality)
Dimensi faktualitasacapkali disebut sebagai dimensi kognitif atau kualitas
pemberitaan. Secara umum faktualitas terbagi kedalam dua (2) sub-dimensi, yakni
truth dan relevance.
a. Truth, adalah tingkatan kebenaran atau keterandalan (reabilitas) fakta yang
disajikan dalam berita.
1) Sifat fakta yang dimaksudkan yakni sifat dari bahan baku suatu berita yang
mana terdiri dari fakta sosiologis dan fakta psikologis. Fakta sosiologis adalah
dakta yang berupa peristiwa/kejadian nyata/factual. Sedamgkan fakta
psikologis adalah fakta yang berupa interpretasi subjektif (pernyataan opini)
terhadap fakta kejadian atau gagasan.
2) Akurasi (accuracy) kecermatan atau ketepatan fakta yang diberitakan.
Indikator yang digunakan adalah check dan recheck yakni mengkonfirmasi
12
atau menguji kebenaran dan ketepatan fakta kepada subjek, objek atau saksi
berita sebelum disajikan.
3) Kelengkapan (completeness) yaitu menjawab pertanyaan apakah semua fakta
dan peristiwa telah diberitakan seluruhnya, dengan mencakup unsur 5W+1H
(what, where, when, where, why, who dan how).
b. Relevance secara umum di artikan sebagai peristiwa yang dianggap memiliki nilai
berita (relevan) atau yang mengandung satu atau beberapa unsur seperti pada
berikut ini:
1) Significance (kepentingan) Kejadian yang mungkin akan memberi pengaruh
pada kehidupan orang banyak atau kejadian yang memiliki akibat terhadap
kehidupan penonton.
2) Timeliness (waktu) Kejadian yang menyangkut hal-hal yang baru terjadi atau
baru dikemukakan.
3) Magnitude (besaran) Kejadian yang menyangkut angka-angka yang berarti
bagi kehidupan orang banyak atau akibat dari kejadian yang bisa dijumlahkan
hingga menarik bagi penonton.
4) Proximity (kedekatan) Kejadian yang dekat bagi penonton, bisa bersifat
geografis (bersifat kedaerahan) maupun emosional (ada ikatan darah).
5) Prominence (keterkenlan) Menyangkut hal-hal yang terkenal atau dikenal
seperti orang atau tempat
2. Dimensi ketidakberpihakan (impartality)
13
Imparsialitas atau ketidakberpihakan adalah suatu tingkatan-tingkatan yang
berhubungan dengan sejauh mana evaluasi subjektivitas (penilaian, interpretasi, dan
opini pribadi) wartawan yang tidak memiliki keterlibatan dalam memproses fakta
menjadi berita. Indikatoryang digunakan pada dimensi ini adalah:
a. Neutrality adalah suatu tingkatan yang menguur sejauh mana sikap tak memihak
wartawan dalam menyajikan berita. Adapun netralitas dapat diukur Degnan
memanfaatkan indikator sebagai berikut:
1) Percampuran fakta dengan opini dari wartawan masuk ke dalam berita yang
disajikan.
2) Kesesuaian berita dengan isi atau tubuh berita.
3) Dramatisasi penyajian fakta tidak secara proporsional sehingga menimbulkan
kesan berlebihan (menimbulkan kesan ngeri, jengkel, senang, simpati,
antipasti dan lainnya).
b. Balance adalah keseimbangan dalam penyajian dalam aspek-aspek evaluatif
(pendapat, komentar, penafsiran fakta oleh pihak-pihak tertentu) dalam
pemberitaan. Adapun terdapat beberapa indikator balance sebagai berikut:
1) Cover both sides adalah menyajikan dua atau lebih gagasan atau tokoh atau
pihak-pihak yang berlawanan secara bersamaan dan proporsional.
2) Nilai imbang (even handled) adalah menyajikan evaluasi dua sisi (aspek
positif dan negatif) terhadap fakta maupun pihak-pihak yang menjadi berita
secara bersamaan dan proporsional.
14
B. Komunikasi
1. Komunikasi
Komunikasi adalah proses menghubungan pesan-pesan dan informasi agar
menjadi pengertian. Tujuannya tidak lain adalah untuk meraih kebaikan bersama
dan menciptakan ketentraman, keadilan, keharmonisan hubungan, serta kedamaian
hidup yang abadi dan sejati. Berbagai sumber menyebutkan nahwa kata
“komunikasi” berasal dari bahasa latin, communis, yang berarti membuat atau
membangun kebersamaan antara dua orang atau lebih. (Soyomukti, 2012:2). Kata
communis menjadi istilah yang kerap digunakan sebagai asal usul kata komunikasi
yang merupakan akar dari sejumlah kata latin lainnya yang semakna. Dalam hal ini,
komunikasi menyarankan bahwa suatu pemikiran, makna, atau suatu pesan dianut
secara sama (Mulyana, 2005:4). Sedangkan menurut Vardiansyah, dalam buku
Pengantar Ilmu Komunikasi (Wiryanto, 2004:3), kata “komunikasi” berasal dari
bahasa Latin, communis, yang berarti membuat kebersamaan atau membanagun
kebersamaan atau membangun kebersamaan antara dua orang atau lebih.
Untuk memudahkan kita mendefinisikan dan memahami tentang
komunikasi, maka kita harus mengerti hakekat komunikasi. Selanjutnya
mengidentifikasi apakah suatu peristiwa atau gejala dapat kita sebut sebagai
kounikasi atau bukan, satu hal yang kita lakukan adalah mengambil unsur atau
elemen yang selalu ada ketika kita membicarakan tentang komunikasi. Seseorang
yang berkomunikasi selalu memiliki tujuan, setidaknya orang selalu sadar baha
mereka sedang menyampaikan pesan kepada oran lain.
15
Harold Lasswell dalam karyanya, The Structure and Function of
Communication in Society (Effendy, 2005: 10), mengatakan bahwa cara yang baik
untuk menjelaskan komunikasi ialah menjawab pertanyaan sebagai berikut: “Who
Says What in Which Channel toWhom With What Effect” atau “Siapa yang
menyampaikan, apa yang disampaikan, melalui apa, kepada siapa, dan apa
pengaruhnya”.
Paradigma Lasswell di atas menunjukkan bahwa komunikasi meliputi lima
unsur sebagai jawaban dari pertanyaan yang diajukan itu, yakni:
a. Pengirim Pesan atau Komunikator (Communicator, Source, sender)
b. Pesan (message)
c. Media (channel)
d. Penerima Pesan atau Komunikan (Communicant, Communicate, Receiver,
Recipient)
e. Efek atau Umpan Balik (Effect, Impact, Influence, Feedback)
Berdasarkan paradigma Lasswell, komunikasi dapat disimpulkan sebagai
sebuah proses penyampaian pesan oleh komunikator kepada komunikan melalui
media yang menimbulkan efek tertentu. Sehingga secara sigkat dapat pola
komunikasi yang dimaksud secara uum digambarkan sebagai berikut:
16
Gambar 2.2. Unsur menurut Harold Laswell
a. Sumber adalah pengirim, penyandi, atau komunikator, dimana sumber adalah
orang yang berinisiatif atau mempunyai kebutuhan untuk berkomunikasi.
Sumber sendiri bisa dilakukan oleh sesorang, kelompok, organisasi,
perusahaan, maupun suatu negara. Sumber biasa juga disebut sebagai
komunikator. Komunikator harus mampu merubah sebuah perasaan atau
pikiran kedalam seperangkat simbol verbal atau nonverbal yang idealnya
dipahami oleh penerima pesan.
b. Pesan adalah sebuah perasaan atau pikiran dari sumber atau komunikator baik
secara verbal atau nonverbal kepada penerima pesan. Dalam pesan kata-kata
(bahasa) adalah simbol terpenting yang dapat mempresentasikan objek
(benda), gagasan dan perasaan baik ucapan ataupun tulisan. Sedangkan secara
nonverbal bisa dilihat dari tindakan atau isyarat angota tubuh seperti acungan
jempol, anggukan kepala, senyuman dan gerakan tubuh lainnya. Pesan
nonverbal juga bisa melalui lukisan, patung, tarian dan sebagainya.
Penerima Sumber Pesan Media Efek
Umpan Balik Lingkungan
17
c. Saluran atau media merupakan alat yang digunakan untuk menyampaikan
pesan dari sumber ke penerima. Media yang digunakan bisa menyesuaikan dari
bentuk pesan, bisa berupa media verbal atau nonverbal.
d. Penerima atau biasa disebut dengan komunikan, komunikan yang dimaksud
adalah orang yang menerima pesan dari sumber. Komunikan inilah yang akan
mengartikan pesan verbal atau nonverbal.
e. Efek adalah dampak atau suatu hal yang terjadi kepada komunikan setelah
menerima pesan dari komunikator. Dari efek inilah dapat dilihat apakah pesan
yang disampaikan oleh komunikator bisa dimengerti oleh komunikan (terjadi
perubahan).
2. Komunikasi Massa
a. Pengertian Komunikasi Massa
Banyak pengertian komunikasi massa didapat dari beberapa ahli, dari sekian
banyak pengertian tentang komunikasi massa tetap saja ada kesamaan dari
pengertian satu sama lain. Pada dasarnya komunikasi massa adalah komunikasi
melalui media massa (media cetak dan elektronik). Sebab, awal perkembangannya
saja, komunikasi massa berasal dari pengembangan kata media of mass
communication (media komunikasi massa).
Media massa bentuknya antara lain media elektronik (televisi, radio), media
cetak (surat kabar majalah, tabloid), buku, dan film. Dalam perkembangan
18
komunikasi massa yang sudah sangat modern dewasa ini, ada satu perkembangan
tentang media massa, yakni ditemukannnya internet (Nurudin, 2011 : 4-5).
1. Komunikator dalam komunkasi massa mengandalkan peralatan modern
untuk menyebarkan atau memancarkan pesan secara cepat kepada
khalayak yang luas dan tersebar. Pesan itu disebarkan melalui media
modern pula antara lain surat kabar, majalah, televisi, film, atau gabungan
di antara media tersebut. 2. Komunikator dalam komunikasi massa dalam
menyebarkan pesanpesannya bermaksud mencoba berbagi pengertian
dengan jutaan orang yang tidak saling kenal atau mengetahui satu sama
lain. Anonimitas audience dalam komunikasi massa inilah yang
membedakan pula dengan jenis komunikasi lain. Bahkan pengirim dan
penerima pesan tidak saling mengenal satu sama lain.
2. Komunikator dalam komunikasi massa dalam menyebarkan
pesanpesannya bermaksud mencoba berbagi pengertian dengan jutaan
orang yang tidak saling kenal atau mengetahui satu sama lain. Anonimitas
audience dalam komunikasi massa inilah yang membedakan pula dengan
jenis komunikasi lain. Bahkan pengirim dan penerima pesan tidak saling
mengenal satu sama lain.
3. 3. Pesan adalah milik publik. Artinya bahwa pesan ini bisa didapatkan dan
diterima oleh banyak orang. Karena itu, diartikan milik publik. 4. Sebagai
sumber, komunikator massa biasanya organisasi formal seperti jaringan,
ikatan, atau perkumpulan. Dengan kata lain, komunikatornya tidak berasal
dari seseorang, tetapi lembaga. Lembaga ini pun biasanya berorientasi
19
pada keuntungan, bukan organisasi sukarela atau nirbala. 5. Komunikasi
massa dikontrol oleh gatekeeper (penapis informasi). Artinya, pesan-pesan
yang disebarkan atau dipancarkan dikontrol oleh sejumlah individu dalam
lembaga tersebut sebelum disiarkan lewat media massa. Ini berbeda
dengan komunikasi antar pribadi, kelompok atau publik di mana yang
mengontrol bukan sejumlah individu. Beberapa individu dalam
komunikasi massa itu ikut berperan dalammembatasi, memperluas pesan
yang disiarkan. Contohnya adalah seorang reporter, editor film, penjaga
rubrik, dan lembaga sensor lain dalam media itu bisa berfungsi sebagai
gatekeeper. 6. Umpan balik dalam komunikasi massa bersifat tertunda.
Kalau dalam jenis komunikasi lain, umpan balik bisa bersifat langsung.
Misalnya, dalam komunikasi antarpersonal. Dalam komunikasi ini umpan
balik langsung dilakukan, tetapi komunikasi yang dilakukan lewat surat
kabar tidak bisa langsung dilakukan alias tertunda (delayed).
b.Elemen Elemen Komunikasi Massa
Massa Menurut Nurudin (2011 : 96-135), elemen-elemen komunikasi massa
antaralain :
a. Komunikator Komunikator dalam komunikasi massa sangat berbeda dengan
komunikator dalam bentuk komunikasi lain. Komunikator di sini meliputi
jaringan, stasiun lokal, direktur, dan staf teknis yang berkaitan dengan sebuah
acara televisi. Jadi, komunikator merupakan gabungan dari berbagai individu
dalam sebuah lembaga media massa.
20
b. Isi
Masing-masing media massa mempunyai kebijakan sendiri-sendiri dalam
pengelolaan isinya. Sebab, masing-masing media melayani masyarakat yang
beragam juga menyangkut individu atau kelomok sosial. Bagi Ray Eldon Hiebert
dkk (1985) isi media setidak-tidaknya bisa dibagi ke dalam lima kategori yakni; 1)
berita dan informasi, 2) analisis dan interpretasi, 3) pendidikan dan sosialisasi, 4)
hubungan masyarakat dan persuasi, 5) iklan dan bentuk penjualan lain, dan 6)
hiburan.
c. Audience
Audience yang dimaksud dalam komunikasi massa sangat beragam, dari jutaan
penonton televisi, ribuan pembaca buku, majalah, koran atau jurnal ilmiah.
Masing-masing audience berbeda satu sama lain di antaranya dalam hal
berpakaian, berpikir, menanggapi pesan yang diterimanya, pengalaman, dan
orientasi hidupnya. Akan tetapi, masing-masing individu bisa saling mereaksi
pesan yang diterimanya.
d. Umpan Balik
Ada dua umpan balik (feedback) dalam komunikasi, yakni umpan balik langsung
(immediated feedback) dan tidak langsung (delayed feedbanck). Di dalam
komunikasi massa umpan balik biasanya terjadi tidak secara langsung. Artinya
antara komunikator dengan komunikan dalam komunikasi massa tidak terjadi
kontak langsung yang memungkinkan mereka mengadakan reaksi langsung satu
sama lain.
21
e. Gangguan
1. Gangguan saluran Di dalam media gangguan berupa sesuatu hal, seperti
kesalahan cetak, kata yang hilang, atau paragraf yang dihilangkan dari surat kabar.
Hal itu juga termasuk gambar tidak jelas di pesawat televisi, gangguan gelombang
radio, baterai yang sudah aus, atau langganan majalah yang tidak datang.
2. Gangguan semantik Gangguan semantik berarti gangguan yang
berhubungan dengan bahasa. Bisa dikatakan, gangguan semantik adalah gangguan
dalam proses komunikasi yang diakibatkan oleh pengirim atau penerima pesan itu
sendiri.
f. Gatekeeper
Semua saluran media massa mempunyai sejumlah gatekeeper. Mereka
memainkan peranan dalam beberapa fungsi. Mereka dapat menghapus pesan atau
mereka bahkan bisa memodifikasi dan menambah pesan yang akan disebarkan.
Mereka pun bisa menghentikan sebuah informasi dan tidak membuka “pintu
gerbang” (gate) bagi keluarnya informasi yang lain.
g. Pengatur
Yang dimaksud pengatur dalam media massa adalah mereka yang secara tidak
langsung iku tmemengaruhi proses aliran pesan media massa. Pengatur ini tidak
berasal dari dalam media tersebut, tetapi di luar media. Pengatur tersebut antara
lain pengadilan, pemerintah, konsumen, organisasi profesional, dan kelompok
penekan, termasuk narasumber, dan pengiklan. Semua itu berfungsi sebagai
pengatur. h. Filter Filter adalah kerangka pikir melalui mana audience menerima
22
pesan. Filter ibarat sebuah bingkai kacamata tempat audience bisa melihat dunia.
Hal ini berarti dunia riil yang diterima dalam memori sangat tergantung dari
bingkai tersebut. Ada beberapa filter, antara lain fisik, psikologis, budaya, dan
yang berkaitan dengan informasi.
Dengan demikian elemen komunikasi adalah komunikator adalah komunikator,
isi, audience, umpan balik, gangguan (gangguan saluran dan gangguan
penyampaian pesan), gatekeeper, dan pengaturan.
3. Komunikasi Politik
Komunikasi polititik merupakan gabungan atau persilangan antara ilmu
komunikasi dan ilmu politik. Dalam hal ini proses penyampaian pesan bisa melalui
media yang politis. Sama seperti pesan, media dan saluran politik formal seperti
Negara dan lembaga-lembaga politik lainnya juga memiliki kekuatan politik.
Komunikasi politik adalah suatu gejala yang tak terhindarkan, bahkan semakin
diyakin nyata. Contoh yang paling mudah dan jelas terlihat dari gejala komunikasi
politik adalah adanya pertarungan antar berbagai kepentingan yang muncul dalam
tindakan politik. Tindakan politik merupakan tindakan penyampaikan pesan dan
memilih media yang tepat agar pesan yang disampaikan tersebut efektif dan
mengena (Soyomukti, 2012:1).
Soyomukti (2012) melanjutkan pernyataan bahwa komunikasi politik adalah
adanya pertarungan antar pertarungan berbagai kepentingan yang muncul dalam
tindakan politik. Tindakan politik juga merupakan tindakan menyampaikan pesan
dan memilih media yang tepat agar pesan ayng disampikan tersebut efektif dan
23
mengena. Dalam situasi politik formal, tindakan tersebut salah satunya tercermin
dari kegiatan kempanye politik, kegiatan pencitraan, serta kegiatan yang berkaitan
dengan aktivitas politik yang dilaksanakan pada agenda politik.
C. Surat Kabar Online Sebagai Media Massa
Ardianto dan Erdinaya (2005) mengungkapkan bahwa surat kabar adalah media
massa yang dapat dianggap memiliku umur yang cukup tua dibandingkan dengan
beberapa jenis media massa lainnya saat ini. Secara umum, media masa memiliki fungsi
sebagai pemberi informasi. Secara historis, keberadaan surat kabar dan aktivitasnya
dimulai sejak ditemukannya mesin cetak oleh salahs seorang dari jerman yakni Johann
Gutenberg. Sedangkan di Indonesia, kemunculan surat kabar ditandai dengan
perjalanan panjang melalui lima periode. Adapun periode yang dimaksud yakni periode
masa penjajahan Belanda, periode masa penjajahan Jepang, menjelang kemerdekaan
dan awal kemerdekaan, zaman orde lama serta orde baru.
D. Berita Politik dalam Surat Kabar
Menurut Djuraid (2006:11) berita merupakan sebuah laporan atau pemberitahuan
mengenai terjadinya sebuah peristiwa atau keadaan yang bersifat umum dan baru saja
terjadi yang disampaikan oleh wartawan di media massa. Faktor peristiwa atau keadaan
menjadi pemicu utama terjadinya sebuah berita. Dengan kata lain, peristiwa dan
keadaan itu merupakan fakta atau kondisi sesungguhnya yang tejadi, bukan rekaan atau
fiksi penulisnya. Lebih lanjut Djuraid menyatakan bahwa dalam kehidupan manusia
modern, bidang politik paling banyak menimbulkan pertentangan. Perebutan
kekuasaan dipemerintahan, di partai politik dan lembaga lain selalu menimbulkan
24
konflik yang tak ada habisnya. Bisa dipahami kalau berita politik mendominasi
pemberitaan di berbagai media, baik nasional maupun internasional. Dengan begitu,
membuat berita politik menjadi posisi pertama yag banyak diminati pembaca.
Berita politik menurut Djuraid (2006) adalah berita mengenai berbagai macam
aktifitas politik yang dilakukan para pelaku politik di partai politik, lembaga legislatif,
pemerintahan dan masyarakat umum. Selain itu Barus (2010:41) juga turut
menjelaskan bahwa berita politik adalah berita yang menyangkut kegiatan politik atau
peristiwa di sekitar masalah-masalah ketatanegaraan dan segala hal yang berhubungan
dengan urusan pemerintahan dan negara. Lebih lanjut, Barus mengatakan bahwa berita
politik menjadi menu pokok isi media karena memiliki pengaruh cukup luas dan
mendalam bagi kehidupan rakyat sehari-hari.
1. Fungsi Media Massa
Harold Laswell dan Charles Wright merupakan salah satu pakar media masa yang
serius dalam mempertimbangkan fungsi dan peran media massa(Severin dan Tankard,
2009:386). Wright secara umum membagi media komunikasi berdasarkan sifat dasar
pemirsa, sifat dasar pengalaman komunikasi dan sifat dasar dari pemberi informasi.
Pemirsa diartikan sebagai sasaran media masa.Terdapat 3 fungsi media massa ayng
dikemukakan oleh Laswell yakni; pengamatan lingkungan, korelasi bagian-bagian
dalam masyarakat untuk merespon lingkungan, dan penyampaian warisan masyarakat
dari satu generasi ke generasi selanjutnya. Sering perkembangannya jaman, fungsi
media masa berkembang dan dikembangkan oleh Wright yang mngatakan bahwa
fungsi keempat dari media masa yakni fungsi hiburan.
25
Melihat pandangan terhadap media masa tersebut, sehingga fungsi media massa
juga turut diterangkan dan dirangkum oleh Dominick dalam Ardianto dan Erdinaya
(2005) yang menyatakan bahwamedia massa memiliki 5 fungsi yang terdiri dari; fungsi
pengawasan, fungsi penafsiran, fungsi pertalian, fungsi penyebaran nilai-nilai dan
fungsi hiburan. Melalui berbagai pandangan tersebut, maka berikut dijelasakan secara
rinci fungsi media masa:
a. Fungsi Pengawasan (Surveillance)
Fungsi pengawasan umumnya dapat dibagi kedalam beberapa bentuk, yalni
bentuk utama: (1) warning or beware surveillance (pengawasan peringatan); (2)
instrumental surveillance (pengawasan instrumental). Fungsi warning or beware
surveillance ini biasanya dekat dengan fungsi peringatan yang dapat terjadi ketika
media massa menginformasikan tentang ancaman dari angin topan, meletusnya gunung
merapi, kondisi efek yang memprihatinkan, tayangan inflasi atau adanya serangan
militer. Secara esensial, peringata tersebut dengan serta merta dapat menjadi ancaman.
Sedangkan fungsi instrumental surveillance diartikan sebagai penyampaian atau
distribusi informasi yang mempunyai manfaat atau kegunaandan dapat membantu
masyarakat dalam menjalankan kehidupan sehari-hari. Contoh fungsi instrumental
surveillance adalah fungsi tentang film apa yang sedang dimainkan di bioskop,
bagaimana harga-harga saham di bursa efek, produk-produk baru, ide-ide tentang
mode, resep masakan dan sebagainya.
b. Penafsiran (Interpretation)
Fungsi penafsiran memiliki kemiripan dengan fungsi pengawasan
(Surveillance). Media massa tidak hanya memuat fakta dan data, tetapi juga
26
memberikan penafsiran terkait dengan kejadian-kejadian yang bersifat penting. Industri
media ataupun suatu organisasi dapat memilih dan memutuskan peristiwa-peristiwa
yang dimuat atau ditayangkan. Penafsiran yang dimaksud berbentuk tajuk komentar
dan opini yang ditujukan kepasa khalayak pembaca, serta dilengkapi perspektif atau
sudut pandang terhadap berita yang disajikan pada halaman lainnya.
c. Pertalian (Linkage)
Media massa dapat menyatukan berbagai anggota masyarakat yang memiliki
sifat keberagaman, sehingga membentuk linkage (pertalian) yang didasarkan pada
kepentingan dan minat yang sama terhadap sesuatu pemberitaan. Pada fungsi ini,
masyarakat yang terlibat dalam pertalian ini secara jelas memiliki kepentingan yang
sama. Namun secara geografis memiliki posisi yang terpisah yang di hubungkan
dengan pertalian media.
d. Penyebaran Nilai-nilai (Transmission of values)
Fungsi ini juga disebut sosialization (sosialisasi). Sosialisasi mengacu pada
cara, di mana individu mengadopsi perilaku dan nilai kelompok. Media massa yang
mewakili gambaran masyarakat itu ditonton, didengar dan dibawa. Media massa
memperlihatkan kepada kita bagaimana mereka bertindak dan apa yang diharapkan
mereka. Dengan perkataan lain, media mewakili kita dengan model peran yang kita
amati dan harapan untuk menirunya.
e. Hiburan (Entertainment)
Fungsi dari media massa menghibur tiada lain tujuannya adalah untuk
mengurangi ketegangan pikiran khalayak, karena dengan membaca berita-berita ringan
27
atau melihat tayangan hiburan di media massa dapat membuat pikiran khalayak segar
kembali.
E. Tindak Pidana Korupsi
Melihat dari definisi, tindak pidana korupsi memiliki beragam definisi. Berbagai
ahli memiliki pandangan yang berbeda terhadap pengertian tindak pidana korupsi atau
korupsi itu sendiri. Secara umum misalnya, pengertian korupsi didefinisikan adalah
perbuatan yang buruk atau penyelewengan uang negara atau perushaan dari tempat
seseorang bekerja untuk kepentingan pribadi atau orang lain (Maulidi dalam website
kanal pengetahun, 2017).
Secara etimologis, korupsi berasal dari bahasa Latin yaitu corruption atau
corruptus, dan istilah bahasa Latin yang lebih tua dipakai istilah corumpere. Dari
bahasa Latin itulah turun keberbagai bahasa bangsa-bangsa di Eropa seperti Inggris:
corruption, Prancis: corruption, dan Belanda corruptive dan korruptie, yang kemudian
turun kedalam bahasa Indonesia menjadi Korupsi. Arti harafiah dari kata itu ialah
kebusukan, keburukan, kebejatan, ketidak jujuran, dapat disuap, tidak bermoral,
penyimpangan dari kesucian (Hamzah, 1991).
Korupsi selalu mendapat perhatian yang lebih di bandingkan dengan tindak
pidana lainnya. Fenomena ini dapat dimaklumi mengingat dampak negatif yang
ditimbulkan oleh tindak pidana ini. Dampak yang ditimbulkan dapat menyentuh
berbagai bidang kehidupan. Korupsi merupakan masalah serius, tindak pidana ini dapat
membahayakan stabilitas dan keamanan masyarakat, membahayakan pembangunan
28
sosial, ekonomi, dan juga politik, serta dapat merusak nilai-nilai demokrasi dan
moralitas karena lambat laun perbuatan ini seakan menjadi sebuah budaya. Korupsi
merupakan ancaman terhadap cita-cita menuju masyarakat adil dan makmur.
Sedangkan Pengertian Korupsi menurut pendapat Gurnar Myrdal di dalam
bukunya yang berjudul Asian Drama volume 2, Korupsi tersebut dapat meliputi
kegiatan-kegiatan tidak patut yang berkaitan dengan kekuasaan, aktivitas-aktivitas
pemerintahan atau usaha-usaha tertentu untuk memperoleh kedudukan secara tidak
patut, serta kegiatan lainnya seperti penyogokan.
Dalam penjelasan UU No 7 Tahun 2006 tentang pengesahan united convention
against corruption, 2003, pengertian tindak pidana korupsi adalah ancaman terhadap
prinsip-prinsip demokrasi yang menjunjung tinggi transparansi, integritas dan
akuntabilitas, serta keamanan dan strabilitas bangsa Indonesia. Oleh karena itu, maka
korupsi merupakan tindak pidana yang bersifat sistematik dan merugikan langkah-
langkah pencegahan tingkat nasional maupun tingkat internasional. Dalam pelaksanaan
pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi yang efisien dan efektif
diperlukan dukungan manajemen tata pemerintahan yang baik dan kerja sama
internasional, termasuk di dalamnya pengembalian aset-aset yang berasal dari tindak
pidana korupsi tersebut.
Selain dijelaskan mengenai definisi tindak pidana korupsi, berikut terdapat
beberapa jenis tindak pidana korupsi yang lain, diantaranya; Memberi atau menerima
hadiah atau janji (penyuapan); Penggelapan dalam jabatan; Pemerasan dalam jabatan;
29
Ikut serta dalam pengadaan (bagi pegawai negeri/penyelenggara negara); Menerima
gratifikasi (bagi pegawai negeri/penyelenggara negara).
1. Ciri-ciri Analisis Isi Menurut Eriyanto
a. Objektif
Salah satu ciri paling penting dari analisis isi adalah objektif. Pnelitian
dilakukan untuk mendapatkan gambar dari suatu isi secara apa adanya, tanpa
adanya campur tangan dari peneliti. Peneliti mgnhilangkan bias, keberpihakan,
kecenderungan, tertentu dari peneliti. Dua aspek dari objektifitas yaitu validasi
dan realibilitas.
b. Sistematis
Analisis isi selain objektif juga harus sistematis. Sistematis ini bermakna, semua
tahapan dan proses penelitian telah dirumuskan secara jelas, dan
sistematis(Riffe, Lacy dan Faco, 1998:20). Kategori diturunkan dari variable,
variable diturunkan berdasarkan teori, pengujian dibuat berdasarkan hipotesis.
Masing-masing bagian dari penelitian saling berkaitan, misalnya variable
tertentu yang dipakai dapat dilacak dari teori yang digunakan. Sistematis ini jua
berarti setiap kategori yang dipakai menggunakan suatu definisi tertentu, dan
semua bahan dianalisis dengan menggunakan kategori dan definisi yang sama.
c. Replikabel
Salah satu ciri pentingdari analisis isi yaitu harus replikabel. Penelitian dengan
temuan tertentu dapat diulang dengan menghasilkan temuan yang sama pula.
30
Hasil dari analisis isi seanjang menggunakan bahan dan teknik yang sama,
harusnya juga menghasilkan temuan yang sama.
d. Isi yang Tampak Sama
Diantara para ahli, ada perbedaan dalam melihat apakah analisis isi ini hanya
melihat isi tampak (manifest) ataukah juga dapat dipakai untuk melihat isi yang
tidak tampak (latent). Analisis isi tidak dapat dipakai untuk melihat isi yang
tidak tampak. Sementara pada saat tahap analisis data, eneliti hanya dapat
memasukan penafsiran akan aspek-aspek dari isi yang tidak terlihat.