bab ii islam kata masjid secara bahasa (etimologi) berasal...

21
17 BAB II PERAN DAN FUNGSI MASJID DALAM PENINGKATAN DAKWAH ISLAM 2.1. Masjid 2.1.1. Pengertian Masjid Kata masjid secara bahasa (etimologi) berasal dari bahasa Arab dari kata sajada-yasjudu-sujudanyang berarti sujud atau menundukkan sampai ke tanah (Mahmud Yunus, 1973 : 163). Sedangkan secara istilah (terminologi) banyak ahli yang berpendapat tentang pengertian Masjid antara lain : a. Sofyan Syafri Masjid adalah tempat shalat berjamaah dan pusat pembinaan jama’ah (Harahap, 1993: 36). b. M Natsir Masjid adalah tempat shalat berjama’ah, dan pusat pembinaan jama’ah. Masjid juga merupakan lembaga risalah tempat mencetak umat yang beriman, beribadah menghubungkan jiwa dengan Khaliq, umat yang beramal shaleh dalam kehidupan masyarakat yang berwatak dan berakhlak teguh (Natsir, 1981:87).

Upload: hoangnhi

Post on 02-Mar-2019

220 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

17

BAB II

PERAN DAN FUNGSI MASJID DALAM PENINGKATAN DAKWAH

ISLAM

2.1. Masjid

2.1.1. Pengertian Masjid

Kata masjid secara bahasa (etimologi) berasal dari bahasa Arab

dari kata “sajada-yasjudu-sujudan” yang berarti sujud atau

menundukkan sampai ke tanah (Mahmud Yunus, 1973 : 163).

Sedangkan secara istilah (terminologi) banyak ahli yang berpendapat

tentang pengertian Masjid antara lain :

a. Sofyan Syafri

Masjid adalah tempat shalat berjamaah dan pusat pembinaan

jama’ah (Harahap, 1993: 36).

b. M Natsir

Masjid adalah tempat shalat berjama’ah, dan pusat pembinaan

jama’ah. Masjid juga merupakan lembaga risalah tempat mencetak

umat yang beriman, beribadah menghubungkan jiwa dengan Khaliq,

umat yang beramal shaleh dalam kehidupan masyarakat yang

berwatak dan berakhlak teguh (Natsir, 1981:87).

18

c. Nana Rukmana

Berpendapat masjid adalah suatu bangunan yang dipergunakan

sebagai tempat mengerjakan shalat, baik untuk shalat lima waktu

maupun shalat jum’at, atau hari raya (Rukmana, 2002 : 41).

d. Moh. E Ayub

Menurutnya masjid tidak bisa dilepaskan dari masalah shalat, tetapi

shalat juga bisa dilakukan dimana saja seperti di rumah, kebun, jalan

dan di tempat lainnya. Selain itu, masjid merupakan tempat orang

berkumpul dan melakukan shalat berjamaah, dengan tujuan

meningkatkan solidaritas dan silaturrahmi di kalangan kaum

muslimin (Ayub, 2001 : 1-2).

Dalam sejarah tentang masjid, Rasulullah SAW tidak

mengkhususkan masjid hanya dipergunakan untuk melaksanakan

ibadah shalat saja. Dalam kenyataannya pun masjid telah dirupakan

dalam bentuk suatu bangunan yang khusus di mana tempat tersebut

digunakan untuk berbagai kegiatan dakwah Islamiyah. Fungsi yang

sesungguhnya sebagaimana digambarkan oleh Gazalba sebagai berikut :

“Kira-kira 12 tahun Rasul SAW menjalankan kerasulannya di Makkah timbul desakan untuk berhijrah ke Madinah. Kemudian Madinah dijadikan markas besarnya … Dengan demikian hari senin 12 Rabiul Awal (12 Juli 622 H) Nabi SAW meninggalkan Makkah … pada hari pertama kedatangannya Nabi dengan rombongannya di Madinah … beliau secara bergotong royong ... mendirikan masjid tempat sujud. Tanah tempat masjid yang dibangun adalah milik dua anak yatim dari Bani Hajjar yang menolak pembayarannya sebagai ganti rugi kebun mereka. Nabi sendiri ikut bekerja mengangkat batu, bergotong-royong dan sambat-sinambat. Orang tidak memperhitungkan beli, upah atau pangkat …

19

mereka membangun masjid atas dasar taqwa dengan mengorbankan semangat kerjanya”. (Gazalba, 1994 : 110 – 111).

Peristiwa pembangunan masjid tersebut menggambarkan makna

masjid yang sesungguhnya yaitu tempat yang khusus dan tertentu

dengan batasan-batasan yang tertentu pula. Demikian pula pendirian

Masjid Besar Baitul Muttaqin, tidak hanya ditujukan sekedar tempat

sujud melainkan juga berfungsi sebagai pusat kegiatan mu’amalah, baik

dalam segi politik, ekonomi, sosial budaya, pengembangan ilmu

pengetahuan maupun kegiatan dawah islamiyah atau sebagai sarana

Hablum minallah dan hablum minannas.

Secara jelas dari berbagai pengertian masjid di atas maka

penulis dapat menyimpulkan sebagai berikut :

a. Masjid dalam pengertian etimologi (bahasa) adalah sebagai tempat

untuk melaksanakan sujud kepada Allah SWT. Dimana tempat itu

tidak dibatasi oleh ruang atau suatu bangunan khusus melainkan

seluruh jasad raya yang dipergunakan sebagai tempat sujud disebut

masjid.

b. Masjid menurut terminologi yaitu tempat yang digunakan untuk

menjalankan shalat, melaksanakan sujud, dan dalam artian lain

sebagai tempat melakukan aktivitas yang mengandung kepatuhan

dan tempat berkumpulnya jamaah dengan tujuan menjalin solidaritas

dan mempererat tali ukhwah islamiyah.

20

c. Pengertian masjid menurut pandangan sejarah atau kalau kembali

kepada pendirian masjid pada masa Rasulullah SAW maka, selain

untuk melakukan sujud dan shalat, baik shalat fardhu, shalat jum’at

dan shalat sunnah juga sebagai tempat membina umat, dan pusat

kegiatan dakwah islamiyah atau dengan kata lain sebagai sarana

kegiatan ubudiyah dan sarana untuk kegiatan muamalah.

Dari berbagai kesimpulan tentang pengertian masjid di atas

maka menurut penulis pengertian masjid yang sebenarnya yaitu tempat

sujud dan tempat melakukan ibadah shalat, yakni shalat fardhu, shalat

jum’at, dan shalat-shalat sunnah lainnya, selain itu juga sebagai tempat

membina umat dan untuk syiar Islam atau secara singkat yaitu sebagai

sarana berbagai kegiatan yang menyangkut hablum minallah dan

hablum minannas.

2.1.2. Peran Masjid

“Peran” adalah sesuatu yang jadi bagian atau memegang pelaku

utama (dalam terjadinya sesuatu hal atau peristiwa) (Poerwardaminta,

1976:283). Sehingga yang dimaksud istilah Peran Masjid adalah

keterlibatan pengurus, pengelola, dan kepengurusan organisasi masjid

dalam upaya menumbuh kembangkan peradaban dan kesejahteraan

manusia.

Sidi Gazalba dalam bukunya Masjid: Pusat Ibadat dan

Kebudayaan Islam, telah menguraikan secara komprehensif tentang

21

peran masjid bagi umat Islam. Menurutnya, selain masjid sebagai

tempat ibadah, ia juga berperan sebagai penyebaran ilmu pengetahuan,

pusat kebudayaan, kegiatan sosial, ekonomi, politik, seni dan juga

filsafat. Bahwa masjid dikatakan berperan dengan baik jika memiliki: 1.

Ruang shalat yang memenuhi persyaratan kesehatan, 2. Ruang-ruang

khusus wanita yang memungkinkan mereka keluar-masuk tanpa

bercampur dengan pria, baik digunakan untuk shalat maupun untuk

membina keterampilan mereka, 3. Ruang pertemuan dan perpustakaan,

4. Ruang poliklinik dan ruang perawatan jenazah, 5. Ruang bermain,

berolahraga, dan berlatih bagi remaja (Gazalba, 1994 : 34).

Dengan melihat peran masjid sebagaimana tersebut di atas,

maka diupayakanlah penataan dan pengelolaan masjid secara baik dan

benar dengan mengoptimalkan fungsi-fungsi manajemen dakwah,

meskipun para ahli berbeda pendapat mengenai fungsi-fungsi

manajemen, tetapi pada dasarnya pendapat mereka memuat fungsi: (1)

perencanaan, (2) pengorganisasian, (3) penggerakan, dan (4)

pengontrolan.

Seiring dengan pertumbuhan masjid dan tantangan perubahan

zaman yang semakin cepat, pengelolaan masjid menuntut manajemen

yang baik. Manajemen yang baik itu, diperlukan untuk mewujudkan

kemakmuran masjid. Kemakmuran sebuah masjid, tergantung pada

bagaimana mengelola dan mendayagunakan masjid dengan sebaik-

baiknya.

22

Allah SWT berfirman bahwa:

وآتى إنما يـعمر مساجد الله من آمن بالله واليـوم اآلخر وأقام الصالة

الزكاة ولم يخش إال الله فـعسى أولئك أن يكونوا من المهتدين

“Hanyalah yang memakmurkan masjid-masjid Allah, ialah orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari kemudian, serta tetap mendirikan shalat, menunaikan zakat, dan tidak takut (kepada siapapun) selain kepada Allah. Maka merekalah orang-orang yang diharapkan termasuk golongan orang-orang yang mendapat petunjuk (Al-Qur’an, Surat At-Taubah: ayat 18).

Karena itu, sesuai dengan perintah Allah SWT, masjid harus

dikelola dengan sebaik-baiknya, dan difungsikan seoptimal mungkin.

Dari beberapa konsep di atas, maka dapat dikatakan bahwa

peran masjid tidak terlepas dari manajemen masjid, artinya apabila

manajemen masjid mendapat penanganan yang baik, maka masjid dapat

berperan sebagaimana mestinya sesuai dengan harapan. Dan sebaliknya

apabila masjid tanpa pengelolaan yang baik maka tidak dapat berperan

dalam pembangunan umat. Peran masjid tersebut adalah:

1. Masjid berperan sebagai pusat pembangunan, pemberdayaan

ekonomi dan kesejahteraan umat

2. Masjid mempunyai peran dalam pengembangan peradaban Islam.

3. Masjid berperan sebagai pusat pendidikan dan penyebaran syiar

Islam. Meningkatkan budaya akademik dengan ditunjang sarana

dan prasarana yang memadai, seperti perpustakaan yang

representatif.

23

4. Masjid berperan sebagai pusat pemberdayaan masyarakat

(menggali potensi umat lslam) untuk mencapai kemaslahatan umat,

menjadi ”rakhmatan lil’alamin” rahmat bagi seluruh alam,

memberantas kemiskinan, kebodohan, dan pendangkalan iman.

5. Masjid berperan dalam pembinaan umat mewujudkan persatuan,

dan persaudaraan umat Islam. Dari masjid, dikembangkan berbagai

kegiatan yang mengarah pada terwujudnya masyarakat madani.

Yaitu masyarakat yang dituntun oleh wahyu Illahi, dan bergerak

dinamis sebagai masyarakat yang bahu membahu, tolong

menolong, dan bekerjasama dalam membangun kesejahteraan.

(Gazalba, 1994 : 38).

2.1.3. Fungsi Masjid

“Fungsi” adalah jabatan (yang dilakukan); pekerjaan yang

dilakukan; kerja sesuatu bagian ( Poerwadarminta, 1976: 735).

Sehingga yang dimaksud istilah Fungsi Masjid adalah manfaat dari

adanya bangunan masjid bagi umat Islam.

Moh. E. Ayub mengemukakan paling sedikit ada sembilan

fungsi yang dapat diperankan oleh masjid yakni: (1) Masjid merupakan

tempat kaum muslimin beribadat dan mendekatkan diri kepada Allah

Swt, (2) Masjid adalah tempat kaum muslimin beri’tikaf membersihkan

diri, menggembleng bathin/ keagamaan sehingga selalu terpelihara

keseimbangan jiwa dan raga serta kebutuhan kepribadian, (3) Masjid

24

adalah tempat bermusyawarah kaum muslimin guna memecahkan

persoalan-persoalan yang timbul dalam masyarakat, (4) Masjid adalah

tempat kaum muslimin berkonsultasi, mengajukan kesulitan-kesulitan,

meminta bantuan dan pertolongan, (5) Masjid adalah tempat membina

keutuhan ikatan jama’ah dan kegotong-royongan didalam mewujudkan

kesejahteraan bersama, (6) Masjid dengan majlis ta’limnya merupakan

wahana untuk meningkatkan kecerdasan dan ilmu pengetahuan, (7)

Masjid adalah tempat pembinaan dan pengembangan kader-kader

pimpinan umat, (8) Masjid adalah tempat menghimpun dana,

menyimpan dan membagikannya bagi masyarakat muslim agar

kemakmurannya meningkat, (9) Masjid adalah tempat melaksanakan

pengaturan dan supervisi sosial (Ayub, 2001: 7).

Sedangkan menurut Nana Rukmana (Rukmana, 2002:17 ) fungsi

masjid adalah: (1) Masjid berfungsi sebagai pusat peribadatan dan

pengembangan budaya atau peradaban Islam, (2) Masjid berfungsi

sebagai pusat pendidikan, pelayanan masyarakat, pusat aktifitas siar

Islam, (3) Masjid sebagai objek wisata religius, (4) Masjid adalah

tempat ibadah kaum muslimin; sebagai tempat menunaikan ibadah

shalat, i’tikaf, zikir, dan kegiatan membaca Al-Qur’an, (5) Masjid juga

berfungsi sosial dan dapat didayagunakan untuk memberantas

kemiskinan, kebodohan, dan kedangkalan iman, (6) Masjid sebagai

pusat dakwah dan syi’ar Islam, serta pembinaan umat. Model-model

pembinaan yang bisa dilakukan, antara lain pengajian rutin, pesantren

25

kilat, atau penataran keagamaan. Selain itu, bisa juga disusun program

pameran karya-karya, biro konsultasi, atau seminar keagamaan, (7)

Masjid sebagai tempat menyelesaikan berbagai persoalan umat, (8)

Pada zaman Nabi Muhammad SAW, masjid telah dijadikan sebagai

tempat menanamkan nilai-nilai kebajikan dan kemaslahatan umat

manusia. Masjid digunakan sebagai tempat untuk membangun ekonomi

dan kesejahteraan, melalui Baitul Maal, (9) Masjid sebagai tempat

untuk memupuk rasa persaudaraan, kesatuan dan persatuan umat Islam.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa fungsi

masjid dapat diklasifikasikan dalam dua bagian sebagai berikut:

1. Fungsi keagamaan.

a. Sebagai tempat kaum muslimin beribadat dan mendekatkan diri

kepada Allah Swt.

b. Sebagai tempat shalat.

c. Sebagai tempat i’tikaf.

d. Sebagai tempat zikir.

e. Sebagai tempat kegiatan membaca Al-Qur’an.

f. Sebagai tempat majlis Talim.

g. Sebagai pusat dakwah dan syi’ar Islam

2. Fungsi sosial.

a. Sebagai tempat pendidikan (majlis ta’lim).

b. Sebagai tempat perpustakaan masjid.

26

c. Sebagai tempat mengelola zakat, untuk membangun ekonomi dan

kesejahteraan, melalui Baitul Maal.

d. Sebagai tempat pendayagunaan potensi (sumber daya) untuk

memberantas kemiskinan, kebodohan, dan kedangkalan iman.

e. Sebagai tempat gotong royong didalam mewujudkan

kesejahteraan.

f. Sebagai tempat kaum muslimin berkonsultasi, mengajukan

kesulitan-kesulitan, meminta bantuan dan pertolongan.

g. Sebagai tempat bermusyawarah kaum muslimin guna

memecahkan persoalan-persoalan yang timbul dalam masyarakat.

h. Masjid sebagai tempat untuk memupuk rasa persaudaraan,

kesatuan dan persatuan umat Islam.

i. Sebagai tempat supervisi sosial.

j. Sebagai objek wisata religius (Rukmana, 2002:24)

2.2.Dakwah

2.2.1.Pengertian Dakwah

a. Pengertian Dakwah Secara Etimologi (Bahasa)

Dakwah sebagai suatu istilah yang telah memiliki pengertian

secara khusus, yaitu berasal dari kata dalam bahasa Arab da’a,

yad’u, da’watan yang berarti seruan, panggilan, ajakan (Sanwar,

1985: 1).

27

b. Pengertian Dakwah Secara Terminologi (Istilah)

Ada beberapa ahli yang mendefinisikan dakwah secara istilah

(terminologi) yaitu:

1. Amrullah Achmad

Dakwah adalah segala macam usaha yang dilakukan oleh

seseorang muslim atau lebih untuk merangsang orang lain agar

memahami, meyakini dan kemudian menghayati ajaran Islam

sebagai pedoman dalam kehidupannya (Achmad, 1985: 12).

2. Quraish Shihab

Dakwah sebagai seruan atau ajakan kepada keinsafan, atau usaha

mengubah situasi yang tidak baik kepada situasi yang lebih baik

dan sempurna, baik terhadap pribadi maupun masyarakat (Shihab,

2004: 194).

3. Toha Yahya Oemar

Dakwah adalah mengajak manusia dengan cara bijaksana kepada

jalan yang benar sesuai dengan perintah Tuhan, untuk

kemaslahatan dan kebahagiaan di dunia dan di akhirat (Oemar,

1992: 1).

4. A. Hasymi

Dakwah adalah mengajak orang lain untuk meyakini dan

mengamalkan aqidah dan syari’ah Islam yang terlebih dahulu

telah diyakini dan diamalkan oleh pendakwah sendiri (Hasymi,

1974: 28).

28

5. Didin Hafidhuddin

Dakwah adalah kegiatan yang dilakukan secara sadar dan sengaja

dengan mengerahkan segala potensi yang dimiliki, baik secara

individual maupun bersama-sama untuk mengajak orang pada

ajaran Islam (masuk kedalam Islam bagi mereka yang belum

menjadi muslim), dan meningkatkan kualitas pemahaman,

penghayatan, dan pengamalan ajaran Islam (bagi kaum muslim)

dalam seluruh tatanan kehidupan dan melaksanakan amar ma'ruf

nahi munkar (Hafidhuddin, 2003: 193).

Betapapun definisi-definisi di atas terlihat dengan definisi yang

berbeda, namun dapat disimpulkan bahwa esensi dakwah merupakan

aktivitas dan upaya untuk mengubah manusia, baik individu maupun

masyarakat dari situasi yang tidak baik kepada situasi yang lebih baik.

Lebih dari itu, istilah dakwah mencakup pengertian antara lain:

1. Dakwah adalah suatu aktivitas atau kegiatan yang bersifat menyeru

atau mengajak kepada orang lain untuk mengamalkan ajaran Islam.

2. Dakwah adalah suatu proses penyampaian ajaran Islam yang

dilakukan secara sadar dan sengaja.

3. Dakwah adalah suatu aktivitas yang pelaksanaannya bisa dilakukan

dengan berbagai cara atau metode.

4. Dakwah adalah kegiatan yang direncanakan dengan tujuan mencari

kebahagiaan hidup dengan dasar keridhaan Allah.

29

Dakwah adalah usaha peningkatan pemahaman keagamaan

untuk mengubah pandangan hidup, sikap bathin dan perilaku umat yang

tidak sesuai dengan ajaran Islam menjadi sesuai dengan tuntutan syariat

untuk memperoleh kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat (Munir

dan Wahyu Ilaihi, 2006: 21).

2.2.2.Tujuan Dakwah

Tujuan merupakan pernyataan bermakna, keinginan yang

dijadikan pedoman manajemen puncak organisasi untuk meraih hasil

tertentu atas kegiatan yang dilakukan dalam dimensi waktu tertentu.

Bagi proses dakwah tujuan adalah merupakan salah satu faktor yang

paling penting dan sentral. Pada tujuan itulah dilandaskan segenap

tindakan dalam rangka usaha kerjasama dakwah itu. Di samping itu

pula tujuan merupakan sesuatu yang senantiasa memberikan inspirasi

dan motivasi yang menyebabkan mereka bersedia melakukan tugas-

tugas yang diserahkan kepada mereka. Pendek kata, tujuan adalah

merupakan kompas pedoman yang tidak boleh diabaikan dalam proses

penyelenggaraan dakwah (Shaleh, 1977: 29-30).

Agar kegiatan dakwah lebih mengena kepada sasaran dakwah

(mad’u), maka tujuan dakwah ini juga ikut menentukan. Tujuan dakwah

yang tidak jelas menyebabkan dakwahnya tidak terarah bahkan

cenderung pelaksanaannya membingungkan dan lebih lagi sasaran atau

masyarakat dakwahnya kemungkinan akan ragu-ragu menerimanya.

30

Oleh karena itu diperlukan adanya perumusan tujuan dakwah yang jelas

(Ghazali, 1997: 10).

Berikut ini adalah tujuan dakwah yang dikemukakan oleh para

ahli diantaranya sebagai berikut:

a. Menurut Moh Ali Aziz, tujuan dakwah adalah:

- Mengajak orang-orang non-Islam untuk memeluk agama Islam

(mengislamkan orang-orang non-Islam).

- Mengislamkan orang-orang Islam, artinya meningkatkan kualitas

iman, Islam dan ihsan kaum muslimin sehingga mereka menjadi

orang-orang yang mengamalkan Islam secara keseluruhan

(kaffah).

- Menyebarkan kebaikan serta mencegah timbulnya dan

tersebarnya bentuk-bentuk kemaksiatan yang akan

menghancurkan sendi-sendi kehidupan individu dan masyarakat

sehingga menjadi masyarakat yang tenteram dengan penuh

keridhaan Allah.

- Membentuk individu dan masyarakat yang menjadi Islam sebagai

pegangan dan pandangan hidup dalam segala aspek kehidupan

baik politik, ekonomi, sosial dan budaya (Aziz, 2004: 68-69).

b. Menurut Awaludin Pimay, tujuan dakwah adalah:

1. Tujuan Umum

Tujuan dakwah secara umum adalah menyelamatkan umat

manusia dari lembah kegelapan dan membawanya ke tempat yang

31

terang-benderang, dari jalan yang sesat kepada jalan yang lurus,

dari lembah kemusyrikan dengan segala bentuk kesengsaraan

menuju kepada tauhid yang menjanjikan kebahagiaan.

2. Tujuan Khusus

- Terlaksananya ajaran Islam secara keseluruhan dengan cara

yang benar dan berdasarkan keimanan, sehingga terwujud

masyarakat yang menjunjung tinggi kehidupan beragama

dengan merealisasikan ajaran Islam secara penuh dan

menyeluruh.

- Terwujudnya masyarakat muslim yang diidam-idamkan dalam

suatu tatanan hidup berbangsa dan bernegara, adil, makmur,

damai dan sejahtera di bawah limpahan rahmat karunia dan

ampunan Allah SWT.

- Mewujudkan sikap beragama yang benar dari masyarakat,

yang bertujuan agar manusia mengikuti jalan lurus yang telah

digariskan oleh Allah SWT, sehingga mereka selamat dalam

kehidupan dunia dan akhirat (Pimay, 2006: 8-11).

c. Menurut Rosyad Shaleh tujuan dakwah adalah:

1. Tujuan Utama (Mayor Objective)

Adalah nilai atau hasil akhir yang ingin dicapai oleh

keseluruhan tindakan dakwah, yaitu terwujudnya kebahagiaan dan

kesejahteraan hidup di dunia dan di akhirat yang diridhai oleh

Allah SWT.

32

2. Tujuan Perantara (Tujuan Departemental)

Adalah sebagai perantara proses dakwah untuk mencapai

dan mewujudkan tujuan utama yang berintikan nilai-nilai yang

dapat mendatangkan kebahagiaan dan kesejahteraan yang diridhai

oleh Allah SWT, masing-masing sesuai dengan segi atau

bidangnya masing-masing. Misalnya, kebahagiaan dan

kesejahteraan dalam bidang pendidikan, yaitu ditandai dengan

adanya sistem pendidikan yang baik, tersedianya sarana pendidikan

yang cukup, serta terbentuknya obyek pendidikan menjadi manusia

yang bertaqwa, berakhlak dan berilmu pengetahuan tinggi, dan lain

sebagainya (Shaleh, 1977: 31-37).

2.2.3.Unsur-Unsur Dakwah

Sejalan dengan perkembangan zaman pelaksanaan dakwah

Islam pada era modern akan menghadapi persoalan yang semakin berat

dan komplek. Usaha dalam menghadapi berbagai persoalan ini tidak

mungkin dapat dilakukan oleh individu atau perorangan, tetapi perlu

dilakukan Pelaksana dakwah secara bijaksana dan terorganisir dengan

terlebih dahulu dipersiapkan dan direncanakan dengan matang serta

mempergunakan sitem kerja yang efektif dan efisien. Dengan kata lain

kegiatan dakwah harus dengan manajemen yang baik sehingga unsur-

unsur dakwah dapat berjalan seiring, teratur, dan saling terkait,

33

sehingga tujuan dakwah dapat tercapai sesuai rencana. Adapun unsur-

unsur dakwah diantaranya:

a. Subyek Dakwah (Da’i)

Da’i adalah salah satu bagian dakwah, karena tidak akan

terlaksana kegiatan dakwah tanpa adanya Da’i. setiap muslim yang

sudah memenuhi syarat-syarat dan kemampuan, maka berkewajiban

melaksanakan dakwah.

Firman Allah yang berbunyi:

ري ويأمرون هون عن المنكر ولتكن منكم أمة يدعون إىل اخل بالمعروف ويـنـ

وأولـئك هم المفلحون

Artinya: Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar, merekalah orang-orang yang beruntung (Q.S. Ali-Imran : 104).

Subyek dakwah adalah pelaksana dari kegiatan dakwah, baik

secara perorangan maupun secara bersama-sama (terorganisasi).

Tugas dakwah pada asalnya tugas para rasul, tetapi setelah

sepeninggal beliau, tugas tersebut dibebankan kepada umat muslim.

b. Obyek Dakwah (Mad’u)

Yang dimaksud dengan obyek dakwah adalah sasaran

dakwah atau mad’u, yang dalam hal ini menjadi obyek dakwah yaitu

manusia dalam berbagai aspeknya. Drs. H.M. Arifin, M.Ed dalam

bukunya Psikologi Dakwah mengatakan sasaran aktifitas dakwah

meliputi:

34

1. Sasaran yang menyangkut segi sosiologis meliputi masyarakat

terasing, pedesaan, kota besar maupun kota kecil.

2. Sasaran dari struktur kelembagaan meliputi masyarakat,

pemerintah, dan keluarga.

3. Segi kelompok sosial, dilihat dari cultural meliputi golongan

priyai, abangan, dan santri.

4. Segi profesi meliputi petani, pedagang, seniman, buruh, dan

pegawai.

5. Segi usia terdiri dari anak-anak, remaja, dan orang tua.

6. Segi tingkat kehidupan sosial ekonomi terdiri dari golongan kaya,

miskin dan menengah.

7. Segi jenis kelamin laki-laki dan perempuan.

8. Golongan khusus meliputi tuna susila, tuna wisma, tuna karya,

narapidana dan lainnya. (Arifin, 1997: 13).

3. Materi Dakwah (maddah)

Materi dakwah adalah pesan-pesan atau segala sesuatu yang

harus disampaikan oleh subyek kepada obyek dakwah yaitu seluruh

ajaran Islam, yang ada di dalam kitabullah maupun sunnah Rasul-

Nya. Pada pokoknya mengandung tiga prinsip yaitu:

Aqidah yang menyangkut sistem keimanan, kepercayaan

kepada Allah SWT, dan ini menjadi landasan yang fundamental

35

dalam keseluruhan aktifitas seorang muslim baik yang menyangkut

sikap mental maupun tingkah lakunya, dan sifat-sifat yang dimiliki.

Syariah yaitu serangkaian ajaran yang menyangkut aktifitas

manusia muslim di dalam semua aspek hidup dan kehidupannya,

mana yang boleh dan yang tidak boleh, mana yang halal dan mana

yang haram, mana yang mubah dan sebagainya, juga menyangkut

hubungan manusia dengan Allah serta hubungan manusia dengan

sesamanya.

Akhlaq yaitu menyangkut tata cara hubungan baik secara

vertikal dengan Allah SWT, maupun secara horizontal dangan

sesama manusia dan seuruhnya makhluk-makhluk Allah SWT

(Anshari, 1993: 146).

4. Metode Dakwah (thariqah)

Metode dapat diartikan sebagai suatu cara yang teratur dan

berfikir dengan baik guna mencapai suatu maksud (poerwadarminto,

1989: 443). Dengan demikian metode dakwah dapat berarti suatu

cara yang dilakukan dalam aktifitas dakwah. Metode juga

merupakan salah satu unsur yang ikut menentukan sukses tindakan

aktifitas penyampaian dakwah. Hal ini di karenakan kompleksitas

obyek dakwah (mad’u) yang menuntut adanya alternatif metode

dakwah yang berbeda dan kondisional. Penggunaan metode dakwah

harus disesuaikan dengan situasi dan kondisi mad’u (obyek dakwah)

sehingga dakwah dapat dilakukan secara diam-diam, terang-

36

terangan, tertulis atau lisan baik dalam jangka pendek maupun

jangka panjang. Beberapa metode dakwah yang dapat di gunakan

dalam berdakwah seperti Tanya jawab, ceramah, diskusi,

keteladanan, drama, infiltrasi dan home visit (silaturrahim).

5. Media Dakwah (wasilah)

Kata media berasal dari bahasa inggris, yaitu “medium”

artinya perantara, secara istilah media dapat berarti “segala sesuatu

yang dapat dijadikan alat “perantara” untuk mencapai tujuan. Jadi

media dakwah adalah alat objektif yang menjadi saluran, yang

menghubungkan ide dengan umat atau elemen yang vital merupakan

urat nadi dalam totalitas dakwah (Abdullah, 1989: 157)

Media dakwah bukan saja sebagai alat bantu, melainkan juga

berperan dan berkedudukan sama dengan komponen lain dalam

unsur-unsur dakwah. Mengingat bahwa dakwah adalah suatu proses

yang sangat kompleks, dalam arti mengikutsertakan seluruh aspek,

baik mental spiritual maupun material. Sebab hakekekat dakwah itu

sendiri berorientasi pada mempengaruhi manusia untuk

melaksanakan apa yang menjadi pesan dari ajaran Islam.

Media digunakan sebagai perantara untuk melaksanakan

kegiatan dakwah diantaranya berupa:

1. Lisan yaitu media dakwah yang langsung melalui dengan lisan

kepada media seperti pengajian, dialog, kultum, diskusi, dan lain-

lain.

37

2. Tulisan yaitu dakwah melalui media tulisan, seperti surat kabar,

majalah, pamphlet, spanduk, brosur, buku bacaan, dan lain-lain.

3. Lukisan yakni dakwah melalui lukisan seperti kaligrafi, komik,

karikatur, gambar, dan lain-lain.

4. Audio visual media ini dapat berupa televisi, radio, video, teater,

wayang, pantonim, dan lain-lain.

5. Akhlaq atau perbuatan media ini dapat dilakukan dengan cara

memberi percontohan dari subyek dakwah kepada obyek dakwah.

6. Organisasi media ini dapat berupa organisasi kemasjidan, ormas

Islam, dengan penerapan manajemen yang baik dan profesional.

(Kadir Munsyi, 1981: 41-42).