bab ii - indonesia university of education - digital...

117
BAB II LANDASAN TEORETIS A. Konsep Dasar Administrasi Pendidikan Beberapa pendapat tentang pengertian Administrasi Pendidikan telah dikemukakan oleh para pakar pendidikan berdasarkan sudut pandang mereka. Pengertian dan definisi administrasi pendidikan atau administrasi sekolah telah dirumuskan oleh Gregorio (1978: 1) yang menekankan pada seting proses pendidikan sebagai berikut: School Administration is not an end by it self, but as a means to achieve the goals of instruction. It is essentially a service activity, a tool or agency by which the aims of education may be full and efficiently realized. In other word, school administration is the act of getting thing done, of seeing that processes and methods which assure action are employed, and obtaining concentrated action from different individuals. Whatever division of labour different people working together. 20

Upload: duongque

Post on 07-Mar-2019

219 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

BAB II

LANDASAN TEORETIS

A. Konsep Dasar Administrasi Pendidikan

Beberapa pendapat tentang pengertian Administrasi Pendidikan telah

dikemukakan oleh para pakar pendidikan berdasarkan sudut pandang mereka.

Pengertian dan definisi administrasi pendidikan atau administrasi sekolah

telah dirumuskan oleh Gregorio (1978: 1) yang menekankan pada seting

proses pendidikan sebagai berikut:

School Administration is not an end by it self, but as a means to achieve the goals of instruction. It is essentially a service activity, a tool or agency by which the aims of education may be full and efficiently realized. In other word, school administration is the act of getting thing done, of seeing that processes and methods which assure action are employed, and obtaining concentrated action from different individuals. Whatever division of labour different people working together.

Sutisna (1993:19) mengemukakan bahwa administrasi pendidikan

dapat kiranya dilukiskan sebagai “mengkoordinasikan upaya orang-orang ke

arah tercapainya tujuan-tujuan organisasi dengan efektif dan efesien”.

Rumusan ini menyoroti aspek-aspek penting dari organisasi. Dalam hal ini

administrasi dilukiskan memiliki arti yang lebih luas dari apa yang biasa orang

kerjakan sehari-hari atau “pekerjaan klerk”. Administrasi yang dimaksud

menyangkut peranan dan fungsi pimpinan yang meliputi berbagai kegiatan,

yang semuanya diarahkan untuk tercapainya tujuan organisasi.

20

Engkoswara (1987:25) memandang Administrasi Pendidikan sebagai suatu

ilmu. Dalam hal ini dapat diartikan suatu ilmu yang mempelajari bagaimana

menata sumber daya pendidikan (manusia, sumber belajar, dan fasilitas) untuk

mencapai tujuan pendidikan secara optimal, dan produktif, serta bagaimana

menciptakan suasana yang baik bagi manusia yang turut serta dalam pencapaian

tujuan pendidikan yang disepakati bersama. Ditegaskan di sini bahwa pendidikan

merupakan salah satu cara untuk meningkatkan kualitas kemandirian manusia.

Keberhasilan dan kegagalan pendidikan banyak dipengaruhi oleh Administrasi

atau Manajemen Pendidikan, yang dalam hal ini berarti mengelola, mengatur, atau

menata pendidikan.

Nasution (1994: 245) mendefinisikan administrasi pendidikan sebagai “proses

keseluruhan semua kegiatan bersama dalam bidang pendidikan dengan

memanfaatkan semua fasilitas yang tersedia baik personal, material maupun

spiritual untuk mencapai tujuan pendidikan”.

Sedangkan Nawawi (1998:11) memandang Administrasi Pendidikan sebagai

suatu proses atau kegiatan, yang selanjutnya dikemukakan bahwa “Administrasi

Pendidikan adalah serangkaian kegiatan atau seluruh proses pengendalian usaha

kerjasama sejumlah orang untuk mencapai tujuan pendidikan secara berencana

dan sistematis yang diselenggarakan di lingkungan tertentu, terutama berupa

lembaga pendidikan formal”.

Tilaar (2001:4) menyamakan istilah administrasi pendidikan dan manajemen

pendidikan. Istilah manajemen pendidikan diartikan sebagai “suatu kegiatan yang

mengimplikasikan adanya perencanaan dan rencana pendidikan serta kegiatan

implementasinya”. Istilah manajemen ini disebut juga “pengelolaan”.

21

Konsep administrasi merujuk pada proses penyelenggaraan kegiatan yang

melibatkan sumberdaya melalui usaha kerja sama untuk mencapai tujuan secara

efektif dan efeisien. Hal ini sejalan dengan apa yang dinyatakan oleh Pfiffner

(1953) bahwa “administration may be defined as the organization of human and

material resource to achieve desired ends”.

Selanjutnya Sergiovanni et al (2000) mengemukakan bahwa administrasi

umumnya didefinisikan sebagai “the process of working with and through others

to accomplish organizational goals efficiently”. Hal ini menunjukkan bahwa

definisi administrasi mengacu pada proses bekerja sama dan bekerja melalui

orang lain untuk mencapai tujuan organisasi secara efisien.

Paling menarik adalah teori yang dahulu dikemukakan oleh Bernard (1938),

Simon (1945), dan Griffiths (1959) bahwa administrasi adalah suatu pergeseran

dari doing to deeding. Teori tersebut menunjukkan suatu proses pergeseran yang

juga melibatkan sumberdaya manusia bekerjasama dengan sumberdaya lain yang

melahirkan berbagai keputusan. Dalam hal ini dikemukakan bahwa cakupan

prinsip administrasi adalah:

1. memprioritaskan tujuan di atas pertimbangan pribadi dan mekanisme

organisasi (priority of objectives over machinery and personal

considerations).

2. adanya koordinasi wewenang dan tanggung jawab

3. adanya penyesuaian tanggung jawab terhadap karakter pribadi (adaptation of

responsibility to the character of the personal)

4. pengakuan terhadap faktor-faktor psikologis manusia, dan

5. relativitas nilai-nilai (relativity of values)

22

Merujuk kepada pendapat para ahli tentang definisi Administrasi Pendidikan,

dapat dipahami bahwa Administrasi pendidikan dapat dipandang melalui

pendekatan ilmu, proses, tugas, atau kata-kata perilaku kepemimpinan yang pada

dasarnya semua berkenaan dengan penataan dan pengelolaan sumber daya

pendidikan dan berbagai perilaku dalam organisasi guna mencapai tujuan

pendidikan yang optimal sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan. Terdapat

beberapa hal yang terkandung dalam konsep administrasi pendidikan, antara lain

adanya : (a) tujuan yang hendak dicapai, (b) proses kerjasama dalam menata, (c)

proses kegiatan, (d) pemanfaatan sumberdaya, (e) suatu sistem, (f) adanya

sumber belajar, dan (g) fasilitas.

Disimpulkan bahwa keberadaan administrasi pendidikan sangatlah penting

dalam menjamin terlaksananya proses pendidikan secara maksimal. Dalam hal

ini, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (1994: 9), mengklasifikasikan

fungsi administrasi pendidikan sebagai berikut: (1) Perencanaan, (2) Pelaksanaan,

(3) Pengawasan, dan substantif adalah: (a) tenaga pendidik, (b) siswa, (c) sarana

prasarana, (d) kurikulum-pengajaran, (e) pembiayaan, (f) ketatausahaan, (g)

hubungan sekolah dengan masyarakat, dan (h) lingkungan sekolah.

Hal ini sejalan dengan apa yang ditegaskan Engkoswara (1999:26) bahwa

dalam pengelolaan suatu lembaga pendidikan dilihat dari sudut administrasi

pendidikan terdapat tiga fungsi utama dari perilaku manusia dalam organisasi,

yaitu: (1) Perencanaan, (2) Pelaksanaan, dan (3) Pengawasan.

23

Ketiga fungsi tersebut menyangkut tiga bidang garapan utama, yaitu:

1. Sumber Daya Manusia (SDM), meliputi: peserta didik, tenaga kependidikan,

dan masyarakat pemakai jasa pendidikan.

2. Sumber Belajar (SB), berupa alat atau rencana kegiatan yang akan

dipergunakan sebagai media, diantaranya kurikulum.

3. Sumber Fasilitas dan Dana (SFD) sebagai faktor pendukung yang

memungkinkan pendidikan berjalan sesuai dengan yang diharapkan.

Fungsi dan garapan manajemen pendidikan tersebut merupakan media atau

perilaku organisasi yang diharapkan dapat mencapai tujuan pendidikan secara

produktif (TPP) baik untuk kepentingan perorangan maupun untuk kelembagaan.

Untuk lebih jelasnya wilayah kerja (ruang lingkup) Administrasi Pendidikan,

secara skematik dapat dilihat pada gambar berikut ini:

Gambar 2-1Ruang Lingkup (wilayah Kerja) Administrasi Pendidikan

Engkoswara (2001:2)

Perorangan GarapanFungsi SDM SB SFD

PerencanaanPelaksanaanPengawasan

Kelembagaan

Keterangan:

24

TPP

Sumberdaya Manusia (peserta didik, tenaga kependidikan, dan masyarakat pemakai jasa pendidikan).Sumber belajar (alat atau rencana yang akan dipergunakan sebagai media)Sumber fasilitas dan dana (pendukung agar pendidikan berjalan sesuai harapan)Tujuan Pendidikan Produktif baik untuk perorangan maupun kelembagaan.Bagan di atas menggambarkan keterpaduan antara fungsi dan garapan

kerja manajemen pendidikan. Fungsi utama perilaku berorganisasi dalam bidang

pendidikan yaitu: perencanaan (planning), pelaksanaan (implementing), dan

pengawasan (evaluating) pendidikan yang menyangkut tiga bidang garapan utama

yaitu: (1) Sumberdaya manusia (SDM) yang terdiri atas peserta didik, tenaga

kependidikan, dan masyarakat pemakai jasa pendidikan; (2) Sumber belajar (SB)

adalah alat atau rencana kegiatan yang akan dipergunakan sebagai media, di

antaranya kurikulum; dan (3) Sumber fasilitas dan dana (SFD) sebagai faktor

pendukung yang memungkinkan pendidikan berjalan sesuai dengan yang

diharapkan. Semua fungsi dan garapan manajemen pendidikan ini merupakan

media (teknologi pendidikan) atau perilaku berorganisasi yang diharapkan dapat

mencapai tujuan pendidikan secara produktif (TPP) baik untuk kepentingan

perorangan maupun untuk kelembagaan. Ini mempunyai arti bahwa kriteria

keberhasilan suatu manajemen pendidikan adalah produktivitas pendidikan.

Produktivitas pendidikan dapat dilihat dan diukur dari sudut efektivitas

dan efisiensi pendidikan. Efektivitas pendidikan dapat dilihat dari sudut prestasi

dan proses pendidikan. Prestasi dapat dilihat dari masukan dan keluaran yang

merata dan banyak, bermutu, relevan dan memiliki nilai ekonomi yang berarti.

Pemerataan dalam arti dapat menampung masukan dan banyak dan menghasilkan

tamatan dan hasil pendidikan yang banyak pula dan bermutu sesuai dengan

prinsip demokrasi pendidikan. Mutu atau kualitas pendidikan dapat dilihat dari

25

nilai tambah yang dihasilkan oleh lembaga pendidikan baik dalam produk dan jasa

atau pelayanan yang mampu bersaing di pasaran atau di lapangan kerja yang ada

dan yang diperlukan. Relevan dalam arti ada keterkaitan (link) dan kesepadanan

(match) dengan kebutuhan masyarakat yang sedang membangun baik yang

berkenaan dengan ketenagaan maupun dengan ilmu yang dihasilkan. Nilai

ekonomis adalah barang dan jasa atau tamatan yang dihasilkan oleh suatu lembaga

pendidikan itu memiliki makna ekonomi minimal mendapat penghargaan yang

baik atau layak.

Proses pendidikan diharapkan dengan memanfaatkan tenaga, fasilitas,

dana dan waktu yang sesedikit mungkin tetapi hasilnya banyak, bermutu, relevan

dan bernilai ekonomi tinggi. Dengan demikian produktivitas pendidikan adalah

salah satu kriteria keberhasilan manajemen pendidikan yang diharapkan dapat

membekali kualitas kemandirian manusia Indonesia seutuhnya dan kualitas

kemandirian masyarakat Indonesia.

Penggunaan pendekatan perspektif terpadu bisa digunakan dengan suatu

paradigma, yaitu alur berpikir atau kerangka acuan yang dapat dipergunakan

sebagai pola dasar dalam manajemen pendidikan baik pada tingkat lokal, nasional,

maupun global. Paradigma itu dibagi ke dalam paradigma manajemen pendidikan

secara makro, messo, dan mikro.

Paradigma manajemen pendidikan secara makro adalah manajemen yang

mengkaji keterkaitan utuh antara rona kecenderungan kehidupan dengan

kemampuan kualitas kemandirian manusia Indonesia dan rambu-rambu

pembekalan dalam suatu sistem pendidikan. Paradigma ini sebagai dasar

perencanaan pendidikan baik pada tingkat pusat maupun daerah. Paradigma

nasional adalah perencanaan pendidikan pada tingkat nasional sebagai panduan

26

atau acuan dalam membangun keutuhan bangsa dalam NKRI. Sedangkan

paradigma pada tingkat daerah adalah perencanaan pendidikan di daerah yang

memiliki karakteristik khusus, tetapi tetap dalam kerangka acuan nasional.

Paradigma manajemen pendidikan secara meso ialah manajemen

pendidikan kelembagaan atau satuan pendidikan baik pendidikan dalam keluarga,

masyarakat, maupun sekolah. Paradigma ini adalah salah satu alat pegangan

untuk pelaksanaan pendidikan. Paradigma ini diutamakan untuk pengelola

pendidikan khususnya kepala satuan/lembaga pendidikan dan stafnya dalam

menggerakkan segenap komponen lembaga pendidikan, di antaranya tenaga

kependidikan khususnya guru atau dosen dan pendamping atau komite pendidikan

bagi pendidikan di sekolah dan wali amanat dalam perguruan tinggi.

Paradigma manajemen pendidikan secara mikro ialah manajemen proses

pendidikan unit kecil dalam waktu yang relatif singkat misalnya dalam tiap

pertemuan individu atau kelompok/kelas sekitar satu atau tiga jam. Paradigma ini

diutamakan bagi guru/dosen , instruktur, tutor, laboran secara profesional.

B. Manajemen Sumber Daya Manusia

1. Pengertian dan Fungsi Manajemen Sumber Daya Manusia

Manajemen sumber daya manusia menduduki tempat yang strategis

guna menjadikan organisasi lebih kompetitif dan menguntungkan dalam

mempertahankan hidupnya untuk tumbuh dan berkembang. Disamping itu,

memungkinkan organisasi untuk mempertinggi kualitas kehidupan kerja para

pegawai, karena pengelolaan sumber daya manusia yang efektif harus

menghormati dan memperhatikan hak-hak individu dan preferensi.

27

Pemahaman terhadap sumber konsep Manajemen Sumber Daya Manusia

(MSDM) diawali dengan suatu pemahaman terhadap manajemen sebagai ilmu

dan seni mengatur proses pemanfaatan SDM dan sumber daya lainnya secara

efektif dan efesien untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Didalam manajemen

itu sendiri terkandung enam unsur, yang meliputi : man, money, methode,

matrials, machines, dan market. Dari keenam unsur tersebut berkembang

menjadi suatu bidang ilmu manajemen yang disebut Manajemen Sumber Daya

Manusia (MSDM), yang merupakan terjemahan dari Man Power Management

( Malayu Hasibuan, 2001 )

Selanjutnya Siagian (1999) mengemukakan bahwa fungsi manajemen

SDM meliputi : perencanaan SDM, analisis dan rancang bangun pekerjaan,

rekrutmen tenaga kerja, seleksi kepegawaian, penempatan pegawai,

pengembangan SDM perencanaan karier, penilaian prestasi kerja, sistem

imbalan, pemeliharaan hubungan dengan karyawan.

Werther dan Davis dalam Hasibuan (1997:67) mengemukakan tujuan

manajemen sumber daya manusia meliputi: (a) tujuan kemasyarakatan, yaitu

secara sosial bertanggung jawab akan kebutuhan masyarakat dan tantangan

serta meminimalisir pengaruh negatif dari tuntutan terhadap organisasi; (b)

tujuan organisasional, yaitu mengakui adanya pengelolaan sumber daya

manusia dalam memberikan sumbangan terhadap aktifitas organisasi, dan

mengakui bahwa pengelolaan sumber daya manusia bukanlah sebagai tujuan

tetapi merupakan alat untuk membantu organisasi dalam mencapai tujuan, (c)

tujuan fungsional yaitu memelihara agar kontribusi dari manajer sumber daya

28

manusia memberikan pelayanan yang sepadan dengan kebutuhan organisasi,

(d) tujuan pribadi, yaitu membantu pegawai dalam mencapai tujuan

pribadinya sejauh tujuan itu membantu kontribusinya terhadap organisasi.

Filipo dalam Hasibuan (1990:5) merumuskan administrasi personil sebagai

“proses perencanaan, pengorganisasian, pengarahan dan pengendalian dari tenaga

kerja, pengembangan, kompensasi, integritas, pemeliharaan dan pemeliharaan dan

pemutusan hubungan kerja dengan maksud untuk mencapai tujuan atau sasaran

perorangan, organisasi dan masyarakat.” Sebelumnya Walter et al (1971: 2)

menyatakan bahwa manajemen personalia dan sumber daya manusia adalah “a set

of organization wide function or activities that are designed to once influence the

effectiveness its employees in the organization.”

Fungsi administrasi personil menurut Castetter (1996:94) terdiri atas:

planning, recruitment, selection, induction, appraisal, development,

compensation, collective bargaining, justice, continuity, dan information.

Kesebelas langkah tersebut secara ringkas dapat dinyatakan sebagai berikut:

a. Manpower planning (perencanaan tenaga manusia) adalah proses awal yang

paling penting. Seorang administrator perlu memahami misi dan tujuan

lembaga pendidikan. Perencanaan tenaga kerja memerlukan kebijakan

sumberdaya manusia, kemampuan memprediksi masa depan, struktur

organisasi personil, desain posisi atau jabatan (job design). Ada tiga dimensi

dalam perencanaan sumberdaya manusia, yakni jangka panjang, jangka

menengah dan jangka pendek (dimensi waktu), dimensi struktural dan dimensi

tingkah laku.

29

b. Recruitment (perekrutan) adalah kegiatan yang direncanakan untuk menarik

sumberdaya manusia yang dibutuhkan untuk mengisi kegiatan lembaga.

Proses penarikan ini dapat dibuat dalam jangka pendek maupun panjang

sehingga memperoleh sumberdaya manusia yang benar-benar dibutuhkan.

Perekrutan ini bisa didapatkan melalui sumber intern dalam bentuk transfer,

mutasi ataupun promosi. Perekrutan bisa juga diperoleh dari sumber ekstern

yang sering disebut bursa tenaga kerja, rekomendasi, atau iklan.

c. Selection (seleksi) merupakan pengambilan keputusan untuk memilih

seseorang mengisi lowongan atau jabatan yang telah tersedia. Seleksi ketat

dimungkinkan untuk memperoleh orang-orang yang tepat dan berkualitas.

Seleksi bisa dilakukan melalui tes, mempelajari data pelamar, wawancara

maupun rekomendasi.

d. Induction (induksi atau orientasi) diselenggarakan secara sistematis untuk

membantu sumberdaya manusia dalam menyesuaikan diri secara efektif dalam

tugasnya sehingga dapat lancar dan memberikan kontribusi maksimal terhadap

lembaga. Kegiatan ini berupa pemberian informasi yang diperlukan, adanya

pengakuan dan penerimaan dari kelompok personil yang sudah ada, sehingga

yang bersangkutan merasa betah dan senang bekerja. Dengan demikian,

suasana kerja yang kondusif bisa tercapai.

e. Appraisal (penilaian) dibuat dengan maksud membantu sumber daya manusia

agar bekerja lebih baik dan bermanfaat bagi lembaga. Penilaian sumberdaya

30

manusia diarahkan pada prestasi individu dan peran sertanya pada lembaga.

Dalam penilaian ini bisa digunakan bentuk ranking perbandingan kinerja

antara sumber daya manusia, skala checklist, dan sebagainya dalam batas-

batas aturan yang ada.

f. Development (pengembangan) merupakan proses yang dibuat untuk

memperbaiki kualitas sumberdaya manusia yang diperlukan untuk

memecahkan berbagai persoalan dalam pencapaian tujuan lembaga.

Pengembangan ini biasanya difokuskan pada self-realization atau self-

development.

g. Compensation (kompensasi) merupakan proses pengalokasian sumber-sumber

keuangan untuk menarik dan mempertahankan sumberdaya manusia yang

memiliki kemampuan sesuai dengan kebutuhan lembaga, dan memotivasi

sumberdaya manusia untuk menunjukkan kinerja yang optimal. Bentuk

kompensasi ini antara lain meliputi transaksi ekonomi (gaji), transaksi

psikologis (kepuasan kerja), transaksi sosial (hubungan sosial yang lebih luas),

transaksi politis (memperoleh kekuasaan dan pengaruh), dan transaksi etik

(kejujuran antara dua pihak).

h. Collective Bargaining (kesepakatan bersama) biasanya merupakan kegiatan

dalam bentuk pertemuan antara wakil lembaga dengan wakil personil untuk

mengadakan negosiasi mengenai kondisi sumberdaya manusia dalam periode

tertentu. Kesepakatan bersama ini meliputi tahap bentuk negosiasi dan tahap

administratif.

31

i. Security (keamanan) merupakan kegiatan yang bertujuan agar sumberdaya

manusia memperoleh rasa aman dalam melakukan pekerjaannya sehingga

sumber daya manusia tersebut mampu melaksanakan kerjanya dengan baik.

Kegiatan ini meliputi berbagai hal, antara lain peraturan sistem kerja,

pemberhentian kebebasan, jaminan perlindungan untuk menyampaikan

keluhan.

j. Continuity (kesinambungan) merupakan kegiatan yang dibuat dengan tujuan

untuk menjamin kelangsungan sumberdaya manusia dalam menjalankan

pekerjaannya, mutasi dan promosi personil dan pensiun.

k. Information (keterangan) tidak dapat dilepaskan dari proses perencanaan dan

pengorganisasian, keterampilan dan pengawasan dalam sistem organisasi atau

lembaga. Informasi administrasi personil mencakup data sejak personil masuk

kerja sampai keluar kerja dari lembaga tersebut.

Untuk kepentingan tesis ini akan dibahas lebih lanjut mengenai fungsi

appraisal, khususnya mengenai performance appraisal

2. Manajemen Sumber Daya Manusia Pada Perguruan Tinggi

Perguruan Tinggi memiliki kedudukan khusus dalam mengembangkan

kemampuan, bakat dan minat individu setinggi tingginya sesuai kebutuhan

individu dan kepentingan masyarakat. Kekhususan perguruan tinggi ini

terutama sekali tercermin di dalam misinya yang majemuk dan luas yang

mengarah kepada pembinaan dan pengembangan tenaga ahli dalam berbagai

kehidupan serta pembinaan para calon pemimpin di masyarakat.

32

Sumber daya manusia di Perguruan Tinggi terdiri dari dosen dan tenaga

penunjang akademik (PP No. 30 Tahun 1990 pasal 38).

Tenaga penunjang akademik dimaksud adalah peneliti, pustakawan, laboran

dan teknisi sumber belajar. Sumber daya manusia perlu dikelola secara

profesional

Dalam seminar Kesetaraan Mutu Perguruan Tinggi tanggal 12 Maret 1999,

dirumuskan bahwa aspek utama penentu kualitas lembaga pendidikan adalah

sumber daya termasuk di dalamnya sumber daya dosen, proses belajar mengajar

dimana peran penentu salah satunya adalah kinerja dosen dan hasil pendidikan

atau kualitas lulusan.

Dalam kerangka kecenderungan perguruan tinggi sebagaimana dinyatakan di

atas, peranan dosen menjadi penting. Pentingnya fungsi dan posisi dosen dalam

peningkatan mutu pelaksanaan tridarma perguruan tinggi, dijelaskan sebagai

berikut : Pertama, dosen merupakan seseorang yang berdasarkan pendidikan dan

keahliannya diangkat oleh penyelenggara perguruan tinggi dengan tugas utama

mengajar, meneliti dan melakukan pengabdian pada masyarakat pada perguruan

tinggi yang bersangkutan. Kedua, kompetensi profesional dosen yang

dicerminkan dalam bentuk kinerja yang efektif merupakan elemen utama

pendukung kelancaran misi perguruan tinggi. Artinya, ketersediaan berbagai

sarana dan kelengkapan proses Pendidikan di perguruan tinggi belum merupakan

jaminan yang memadai apabila tidak dimbangi dengan dosen yang bermutu

Sumber daya yang paling utama dalam setiap organisasi adalah manusia tanpa

mengesampingkan sumber lain, oleh karena itu dalam suatu organisasi manusia

memiliki peran yang sangat penting dan strategis dalam mencapai tujuan. Sumber

daya manusia (Human Resourcess) adalah the people who are ready, willing and

33

able to contribute to organizational goals (Werther dan Davis, 1996:596). Sumber

daya manusia merupakan orang yang siap, mau dan mampu memberikan

sumbangan terhadap usaha pencapaian tujuan organisasi. SDM dimaksud dalam

penelitian ini yaitu dosen.

Unsur unsur SDM meliputi (a) kemampuan-kemampuan (capabilities) yang

terdiri dari keahlian, potensi, intelegensi, keterampilan, bakat; (b) sikap

(attitudes); (c) nilai-nilai (values); (d) kebutuhan, dan karakteristik-

karakteristik demografisnya (penduduk.

Mengingat sangat pentingnya peran SDM bagi kepentingan organisasi dalam

hal ini organisasi Perguruan Tinggi, maka pengembangan SDM dan peningkatan

kualitas SDM dalam setiap perguruan tinggi merupakan hal yang sangat penting

dan harus diperhatikan oleh setiap manajer. Dalam hal ini pengembangan diri (self

development) dan peningkatan diri (self improvement) oleh setiap dosen dalam

rangka mencapai tujuan pribadi, maupun tujuan perguruan tinggi secara optimal

Pembahasan fungsi dan tujuan manajemen SDM adalah pengelolaan dosen di

perguruan tinggi dapat berjalan dengan baik dalam arti memenuhi tuntutan

individual dosen dan juga tujuan oraganisasi perguruan tinggi itu sendiri. Hal

utama yang menjadi fungsi manajemen SDM dalam sistem Pendidikan

sebagaimana dikemukakan oleh Castetter (1996:5) adalah

“…are to attract, develop, retain and motivate personnel in order to (a) achieve the system purposes, (b) assist members in satisfying position and group performance standars, (c) maximize personnel career development, and (d) reconcile individual an organizational objectives”.

Fungsi utama manajemen SDM dalam sistem pendidikan adalah menarik,

mengembangkan, mempertahankan dan memotivasi karyawan/dosen agar (a)

34

mencapai tujuan-tujuan dari sistem tersebut; (b) membantu anggota-anggota

dalam memenuhi standar kinerja posisi/jabatan dan kelompok; (c)

mengembangkan karir personil/dosen dan (d) menyelaraskan tujuan-tujuan

individu dan perguruan tinggi.

Menurut Filipo (1988:6) fungsi operasional manajemen SDM pada

dasarnya meliputi pengadaan tenaga kerja, pengembangan, kompenssi, integrasi,

pemeliharaan dan pemutusan hubungan kerja. Adapun Cascio (1995:7)

menyatakan kegiatan-kegiatan utama dalam manajemen SDM meliputi

penarikan, seleksi, pemeliharaan, pengembangan, penilaian dan penyesuaian.

Dengan mengacu kepada beberapa pendapat tersebut di atas, dalam penelitian ini

manajemen SDM dibatasi untuk fungsi perencanaan, penggunaan, pengembangan,

pemeliharaan dan penilaian dosen.

a. Perencanaan Dosen

Perencanaan sumber daya manusia memungkinkan para pimpinan untuk

mengembangkan rencana pengadaan staf (staffing) yang mampu mendukung

sinergi dan strategi perguruan tinggi melui pengisian jabatan yang kosong

secara proaktif. Perencanaan dosen dalam perguruan tinggi perlu disusun

dengan baik guna keberhasilan jangka panjang perguruan tinggi itu sendiri.

Dengan kata lain bila perguruan tinggi memeiliki dosen dalam jumlah dan

jenis serta kualifikasi yang tepat, maka tujuan strategis, operasional dan

fungsional perguruan tinggi tercapai secara baik.

Menurut Cascio (1995), perencanaan sumber daya manusia adalah suatu

upaya untuk mengantisipasi perkembangan bisnis dan tuntutan lingkungan di

35

masa yang akan datang atau suatu organisasi dan untuk menyediakan dosen

dalam menjalankan bisnis dan memenuhi tuntutan tuntutan lingkungan

tersebut. Menurut Mondy & Noe (1995:146) perencanaan sumber daya

manusia adalah proses secara sistematis mengkaji keadaan sumber daya

manusia untuk memastikan bahwa jumlah dosen dengan keterampilan yang

tepat, akan tersedia saat mereka dibutuhkan. Dari pendapat di atas maka

perencanaan dosen adalah proses penentuan jenis atau kualitas dan jumlah

dosen pada perguruan tinggi secara tepat dalam upaya untuk mencapai tujuan

perguruan tinggi tersebut. Sistem perencanaan dosen secara terpadu terdiri

dari : (a) persediaan dosen sekarang (b) peramalan (forcast) suplai dan

permintaan dosen; (c) rencana rencana untuk menambah jumlah individu yang

qualified; dan (d) berbagai prosedur pengawasan dan evaluasi untuk

memberikan umpan balik kepada sistem.

b. Rekruitmen Dosen

Perencanaan Sumber Daya Manusia dapat meprediksi kesenjangan antara

kebutuhan atau permintaan tenaga dosen dengan tersedianya tenaga dosen

yang dimiliki. Seandainya ketersediaan dosen lebih kecil dari kebutuhan atau

skala dosen dan mahasiswa dirasakan kurang maka perlu dilakukan

rekruitmen dosen untuk memenuhi kebutuhan tersebut.

Rekruitmen dimaksud dalam sebuah perguruan tinggi merupakan proses

untuk mendapatkan dosen tersebut baik kuantitas maupun kualitas sesuai

keperluan. Istilah rekruitmen dalam administrasi kepegawaian menunjukkan

36

pada kegiatan menyiapkan sejumlah dosen dengan kualifikasinya yang

diperlukan guna memenuhi kebutuhan dalam melaksanakan tugas Tri darma

perguruan tinggi pada perguruan tinggi yang bersangkutan. Rekruitmen dosen

meliputi rencana jangka pendek yang menyangkut kegiatan yang diperlukan

untuk memenuhi tuntutan terhadap kebutuhan dosen secara terus menerus

terutama saat adanya kekosongan posisi yang tidak dapat diisi oleh tenaga

yang ada atau sumber internal. Perencanaan jangka panjang ditujukan untuk

terlaksananya kontinuitas dosen yang dapat mendukung dan memiliki

kemampuan yang profesional.

Proses rekruitmen dosen dimulai pada waktu diambil langkah mencari

pelamar dan berakhir ketika pelamar mengajukan lamarannya. Artinya secara

konseptual dapat dikatakan bahwa langkah yang segera mengikuti proses

reqruitmen, yaitu seleksi. Jika proses rekruitmen ditempuh dengan tepat dan

baik, hasilnya ialah adanya sekelompok pelamar yang kemudian di seleksi

guna menjamin bahwa hanya yang paling memenuhi semua persyaratanlah

yang diterima sebagai dosen pada perguruan tinggi tersebut.

c. Seleksi Dosen

Proses seleksi pegawai merupakan salah satu bagian yang teramat penting

dalam keseluruhan proses manajemen sumber daya manusia.

Dikatakan demikian karena dalam organisasi apakah terdapat sekelompok

pegawai yang memenuhi tuntutan organisasi atau tidak sangat tergantung pada

cermat tidaknya proses seleksi itu dilakukan. Seleksi secara umum merupakan

37

proses atau kegiatan identifikasi dan pemilihan orang orang dalam

sekelompok pelamar yang paling tepat atau cocok serta memenuhi syarat

untuk jabatan atau posisi tertentu. Proses seleksi dimulai dari penerimaan

lamaran dan berakhir dengan keputusan terhadap lamaran tersebut. Langkah

langkah antara proses dimulai dan proses diakhiri merupakan usaha

pengkaitan antara kepentingan calon pegawai dengan kepentingan organisasi.

Tujuan utama seleksi adalah mengisi posisi yang lowong dengan orang yang

sesuai dengan kualifikasi yang telah ditentukan. Menurut Cascio (1995),

tujuan dari setiap program seleksi adalah untuk mengidentifikasi para pelamar

yang memiliki skor tinggi pada aspek aspek yang diukur, yang bertujuan

untuk menilai pengetahuan, keterampilan, kemampuan, atau karakteristik lain

yang penting untuk menjalankan suatu pekerjaan dengan baik.

Seleksi biasanya dipengaruhi oleh lingkungan organisasi, aturan yang

berlaku, kecepatan pengambilan keputusan, hierarki organisasi, jumlah

pelamar, jenis organisasi dan masa percobaan. Sejauh mana perguruan tinggi

menyadari akan pengaruh pengaruh di atas merupakan hal yang esensial bagi

organisasi. Terdapat dua sistem seleksi yaitu sistem gugur (successive hurdles)

dan sistem kompensasi (compensatory approach). Dalam sistem gugur,

peserta mengikuti tahap seleksi satu demi satu secara berjenjang. Jika tidak

lulus pada tahap tertentu, maka para peserta dinyatakan gugur dan tidak dapat

mengikuti tahap seleksi berikutnya.

Pada sistem kompensasi, peserta mengikuti seluruh tahap seleksi atau

seluruh tes yang diberikan, kelulusan peserta ditentukan dengan mengevaluasi

38

nilai atau hasil dari seluruh tahap atau tes tersebut, dimana bila mendapat nilai

tinggi pada tahap tertentu dapat mengkompensasi nilai rendah pada tahap tes

lain. Dengan menerapkan basis yang rasional dan uniform dalam seleksi

pegawai apabila dilaksanakan dengan tetap akan memberikan kepada pelamar,

masyarakat dan perguruan tinggi jaminan bahwa kompetensi adalah faktor

kunci dalam penerimaan atau penolakan seorang pelamar.

Hal yang perlu dilaksanakan dalam proses seleksi adalah mendesain

“personnel selection desain” dan intinya adalah kebijakan pekerjaan. Hal ini

mengurangi kekeliruan dam proses seleksi. Seperti yang dikemukakn oleh

Castetter (1996:136) bahwa “… a need for great commitment to design that

delineate specific strategies for selection and placement …” . (kebutuhan

akan komitmen tinggi terhadap desain yang memiliki strategi strategi khusus

bagi seleksi dan penempatan).

d. Penggunaan Dosen

Makna penggunaan dosen dalam manajemen Sumber Daya Manusia pada

dasarnya adalah pelantikan dan penempatan dosen pada perguruan tinggi.

Penempatan merupakan penugasan atau penugasan kembali pada sebuah

pekerjaan atau jabatan baru yang terkait dengan perencanaan karir, perluasan

pekerjaan dan audit tenaga dosen. Hal yang perlu ditempuh dalam penggunaan

dosen adalah persiapan, pengorganisasian, pelaksanaan dan penilain. Yang

terpenting dari proses ini adalah mengasimilasikan dosen yang terpilih ke

dalam sistem dan dimensinya sejak rekruitmen sampai pada masa pensiub.

39

Tujuannya adalah untuk memberi kesempatan penyesuaian bagi dosen baru

tehadap lingkungan kerjanya yang baru guna mengabdikan dirinya.

Perencanaan karir adalah proses yang digunakan oleh seseorang untuk

memilih tujuan-tujuan karir dan jalur untuk mencapai tujuan itu (Werther

dan Davis, 1996). Dengan perencanaan karir seseorang mengevaluasi

kemampuan dan minatnya sendiri, mempertimbangkan berbagai peluang karir,

menetapkan tujuan karir dan merencanakan kegiatan kegiatan pengembangan

yang bersifat praktis. Kegiatan SDM yang terkait dengan perencanaan karir

untuk jangka panjang antara lain dalam mengembangkan sistem jangka

panjang untuk mengelola berbagai kebutuhan individual dan organisasional

baik untuk fleksibilitas maupun stabilitas, mengkaitkan dengan strategi

kependidikan. Kegiatan untuk tingkat manajerial (jangka menengah) terkait

dengan perencanaan karir antara lain mengidentifikasi berbagai jalur karir,

menyediakan pelayanan pengembangan karir, serta memadukan karir individu

dengan kebutuhan perguruan tinggi. Kegiatan SDM untuk tingkat operasional

(jangka pendek) terkait dengan perencanaan karir adalah mencocokkan

karakteristik dosen dengan spesifikasi pekerjaan, serta merencanakan

perpindahan karir berikutnya.

e. Pemeliharaan Dosen

Pemeliharaan dosen pada dasarnya adalah usaha mempertahankan dan

meningkatkan kondisi fisik, mental dan sikap dosen, agar mereka tetap loyal

dan bekerja produktif untuk mencapai tujuan perguruan tinggi. Menurut

Flippo dalam Hasibuan (1990:15) fungsi pemeliharaan adalah menyangkut

40

perlindungan kondisi fisik, mental dan emosional dosen. Tujuan pemeliharaan

dosen adalah untuk (a) meningkatkan produktivitas kerja dosen (b)

meningkatkan disiplin dan (c) meningkatkan loyalitas dan menurunkan

turnover dosen, (d) memberikan ketenangan, keamanan, dan kesehatan dosen,

(e) meningkatkan kesejahteraan dosen dan keluarganya, (f) memperbaiki

kondisi fisik, mental dan sikap dosen, (g) mengurangi konflik serta

menciptakan suasana yang harmonis dan (h) mengefektifkan pengadaan

dosen.

Menurut Cascio (1995), fungsi pemeliharaan dalam manajemen dosen

meliputi kegiatan-kegiatan (1) pemberian imbalan bagi dosen yang telah

menjalankan pekerjaannya secara efektif, dan (2) pemeliharaan dan penciptaan

kondisi kerja yang aman dan sehat. Sedangkan Handoko (1994:8)

menyatakan bahwa kegiatan kegiatan personalia yang terkait dengan fungsi

pemeliharaan dalam manajemen dosen antara lain (1) pemberian kompensasi,

mencakup evaluasi pekerjaan, pengupahan, program program intensif,

kompensasi pelengkap- Tringe benefits; (2) hubungan perburuhan, mencakup

perundingan kolektif, perjanjian kerja; (3) pelayanan dosen, mencakup

rekreasi, pelayanan on- the-job, pelayanan of-the-job; dan (4) kemanan dan

kesehatan. Dari kedua pendapat itu pemeliharaan dosen sebagai salah satu

fungsi manajemen SDM dalam penelitian ini adalah kegiatan personalia dalam

bidang pemberian kompensasi, hubungan industrial, keselamatan dan

kesehatan kerja.

f. Penilaian Kinerja Dosen

41

Proses penilaian adalah suatu aktivitas yang dirancang untuk membantu

personil memperoleh keuntungan baik secara individual, kelompok dan

keorganisasian. Prosedur peninjauan presentasi formal akan berupa

keuntungan baik bagi dosen maupun perguruan tinggi. Sasaran sistem

penilaian yaitu : (1) untuk mengakui kontribusi individu-individu, dan (2)

untuk menciptakan manfaat staf yang paling efektif (Mc Kenna & Nic Beech,

2000:156).

Berkaitan dengan penilaian dosen, pimpinan perguruan tinggi bertanggung

jawab melakukan penilaian unjuk kerja dan survey semangat kerja dosen.

Menurut Mondey dan Noe (1995), penilaian unjuk kerja adalah sebuah sistem

formal untuk memeriksa/mengkaji dan mengevaluasi secara berkala untuk

kerja seseorang. Cascio (1912) mendefinisikan penilaian unjuk kerja sebagai

uraian sistematik tentang kekuatan/kelebihan dan kelemahan yang berkaitan

dengan pekerjaan seseorang atau sebuah kelompok.

Dari dua pendapat di atas berarti penilaian kinerja dosen berkait dengan

proses mengevaluasi atau menilai prestasi kerja dosen dengan

memperhatikan : (1) yang dinilai adalah manusia yang memiliki kelebihan

atau kekurangan; (2) penilaian yang dilakukan pada serangkaian tolak ukur

tertentu yang realistik, berkaitan langsung dengan tugas seseorang serta

kriteria yang ditetapkan dan diterapkan secara objektif; (3) hasil penilaian

harus disampaikan kepada dosen yang dinilai; (4) hasil penilaian yang

dilakukan secara berkala tersebut didokumentsikan dengan rapih dalam arsip

kepegawaian; serta (5) hasil penilaian dosen menjadi bahan masukan dalam

setiap keputusan mengenai dosen.

42

C. Konsep Kinerja

1. Pengertian Kinerja

Secara etimologis kinerja (performance) berarti kerja ( Badudu,

1994:34). Performance diartikan daya guna melaksanakan kewajiban atau

tugas (Echols dan Shadily,1995:425). Kinerja adalah sesuatu yang

dicapai, prestasi yang diperlihatkan atau kemampuan kerja. (Tim

Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa,

Depdikbud,1994:503)

Dipandang dari sudut terminologis ada beberapa pendapat yang

menjelaskan mengenai kinerja atau performance diantaranya : Westra

dkk (1977:246) mengatakan bahwa “Performance adalah pelaksanaan

tugas pekerjaan pada waktu tertentu”. Sementara itu Simamora

(1995:327) menyatakan bahwa : “…kinerja karyawan (employee

performance) adalah tingkat terhadap mana para karyawan mencapai

persyaratan persyaratan pekerjaan”. Selanjutnya Prawirosentono (1999:2)

merumuskan pengertian kinerja sebagai sesuatu yang terkait dengan

hukum, moral dan etika.

Menurut LAN (1992:3), kinerja terjemahan dari Bahasa Inggris

performance artinya prestasi kerja, pelaksanaan kerja, pencapaian kerja,

hasil kerja, unjuk kerja atau penampilan kerja. Selanjutnya

Mangkunegara (2000:67) mengemukakan bahwa kinerja adalah hasil

kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang pegawai

43

dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang

diberikan kepadanya.

Nawawi (1997:235) menyatakan bahwa kinerja diistilahkannya sebagai

karya adalah hasil pelaksanaan suatu pekerjaan, baik bersifat fisik atau material

maupun non fisik atau non material. Selanjutnya Robbins (1994) mengemukakan

bahwa kinerja atau performance is the measurement of result. Its asks the simple

question:Did you get the job done?. Kinerja berkaitan dengan pelaksanaan dari

pekerjaan. Pendapat Anwar (1984:86) berikut ini :

Kinerja sama dengan performance kerja yaitu berapa besar dan berapa jauh tugas tugas yang telah dijabarkan telah dapat diwujudkan atau dilaksanakan yang berhubungan dengan tugas dan tanggungjawab yang menggambarkan pola prilaku sebagai aktualisasi dari kompetensi yang dimiliki.

Kriteria kinerja menurut Schuler dan S.E. Jackson (1999:11-12)

menjelaskan bahwa tiga jenis dasar kriteria kinerja, yaitu kriteria berdasarkan

sifat, kriteria berdasarkan prilaku dan kriteria berdasarkan sifat, prilaku, dan

kriteria berdasarkan hasil.

a. Kriteria berdasarkan sifat : kriteria ini memusatkan diri pada karekteristik

pribadi seseorang karyawan. Loyalitas, keandalan, kemampuan

berkomunikasi, dan keterampilan memimpin merupakan sifat sifat yang sering

dinilai selama proses penilaian. Jenis kriteria ini memusatkan diri pada

“bagaimananya” seseorang, bukan “apa yang dicapai atau tidak dicapai”

seseorang dalam pekerjaannya.

b. Kriteria berdasarkan prilaku; kriteria ini berfokus pada bagaimana pekerjaan

dilaksanakan. Kriteria ini penting sekali bagi pekerjaan yang membutuhkan

44

hubungan antar personil. Kriteria perilaku dikombinasikan dengan umpan bali

kinerja sangat bermanfaat bagi pengembangan pegawai. Dengan perilaku yang

teridentifikasi dengan jelas seorang karyawan dimungkinkan memperlihatkan

perbuatan yang membawanya ke puncak prestasi.

c. Kriteria berdasarkan hasil. Kriteria ini berfokus pada apa yang telah dicapai

atau dihasilkan ketimbang bagaimana sesuatu dicapai atau dihasilkan. Kriteria

berdasarkan hasil mungkin tepat jika perusahaan tidak peduli bagaimana hasil

yang dicapai, tetapi tidak tepat untuk setiap pekerjaan.

Penetapan kriteria kinerja dalam implementasinya perlu memperhatikan

pengendalian kinerja yang diadaptasi dari Drucker (1977:237-242) bertumpu pada

lima dimensi, yaitu:

a. Dimensi fisiologis yaitu manusia akan bekerja dengan baik apabila ia

bekerja dalam konfigurasi operasional bersama tugas dan ritme kecepatan

sesuai keadaan fisiknya

b. Dimensi psikologis yaitu bekerja merupakan ungkapan kepribadiannya

karena seseorang yang mendapatkan kepuasan kerja akan berdampak pada

kinerja lebih baik

c. Dimensi sosial yaitu bekerja dapat dipandang sebagai relasi antara sesame

pegawai.

d. Dimensi ekonomi yaitu bekerja merupakan penghidupan pegawai yang

dihasilkan dari jasanya. Ketidaksepadanan imbalan dengan jasa yang

diberikan dapat menghambat prestasi pegawai.

e. Dimensi keseimbangan. Beban dan volume kerja seimbang dengan

penghasilan yang diperoleh. Hendaknya imbalan sepadan dengan jasa yang

45

diberikan karena kalau terjadi kesenjangan akan memicu konflik dan

sebaliknya dapat meningkatkan prestasi.

Kinerja pada dasarnya adalah unjuk kerja personil yang timbul dari

representasi dirinya sebagai seorang pribadi yang memiliki kemampuan

profesional dan sekaligus seorang yang dipengaruhi oleh lingkungannya. Unjuk

kerja yang baik menunjukan tingkat profesionalisme yang tinggi yang didukung

oleh sikap positif dan perilaku yang sesuai dengan norma yang berlaku.

Dari beberapa pendapat di atas, maka secara etimologis, kinerja dosen

(performance) bisa diartikan sebagai prestasi, hasil, atau kemampuan yang dicapai

tau diperlihatkan dalam pelaksanaan kerja, kewajiban, atau tugas. Sehubungan

dengan hal ini, kinerja dosen dapat diartikan sebagai prestasi, hasil, atau

kemampuan yang dicapai atau diperlihatkan oleh dosen dalam melaksanakan

tugas Pendidikan dan pengajaran.

Kinerja dilihat dari sudut terminologis dapat diartikan sebagai penampilan

yang ditunjukkan atau hasil kerja yang dicapai oleh seseorang dosen, kelompok

dosen pada waktu tertentu dalam melaksanakan tugas Pendidikan dan pengajaran

yang menjadi wewenang dan tanggung jawabnya berdasarkan prosedur dan aturan

yang berlaku untuk kepentingan pencapaian tujuan pendidikan.

Kesimpulan yang dapat ditarik dari berbagai definisi dan pendapat para ahli di

atas, bahwa pengertian kinerja atau performance sebagai hasil kerja yang dapat

dicapai oleh seseorang atau sekelompok orang dalam suatu organisasi, sesuai

dengan wewenang dan tanggung jawab masing masing dalam rangka upaya

46

mencapai tujuan organisasi bersangkutan secara legal, tidak melanggar hukum

dan sesuai dengan moral maupun etika

2. Kinerja Dosen Sebagai Aktualisasi Rumusan Tridharma Perguruan

Tinggi

Dosen adalah guru yang memiliki kompetensi teknis keguruan, disamping

itu dosen dituntut pula untuk menjadi ilmuwan, penasehat akademik dan

organisator/administrator (Depdikbud:1982:110). Castetter (1991:278)

mengemukakan bahwa knowledge, skills, attitudes are required for effective

performance. Artinya pengetahuan, keterampilan dan sikap diperlukan untuk

mewujudkan kinerja yang efektif. Kemudian Gaffar (1987:159)

mengemukakan bahwa performance based teacher memerlukan penguasaan

content, knowledge, behavioral skills, dan human relation skills.

Dosen merupakan profesi yang memiliki persyaratan dasar, keterampilan

teknik serta didukung kepribadian yang mantap. Ini berarti dosen yang

profesional memiliki kompetensi-kompetensi dasar yang melandasi

pekerjaannya.

Kompetensi-kompetensi itu (diolah dari Depdikbud, 1984:14) adalah :

a. Kompetensi profesional artinya ia memiliki pengetahuan yang luas dalam

subjek matter (bidang studi) yang akan diajarkannya dan penguasaan

metodologis dalam arti memiliki pengetahuan dan konsep teoritik, mampu

memilih metoda yang tepat serta mampu menggunakan berbagai metoda

dalam proses belajar mengajar.

47

b. Kompetensi personal artinya memiliki sikap kepribadian yang mantap,

sehingga mampu menjadi sumber identifikasi bagi peserta didik. Artinya

ia memiliki kepribadian yang patut diteladani.

c. Kompetensi sosial artinya ia menunjukkan kemampuan berkomunikasi osial,

baik dengan mahasiswa dengan sesama dosen dengan pimpinan dan dengan

masyarakat.

Komisi Kurikulum Bersama P3G menetapkan dan merumuskan 10

kompetensi guru/dosen di Indonesia, yaitu :

a. menguasai bahan pelajaran

b. mengelola program pembelajaran

c. mengelola kelas

d. menggunakan media dan sumber belajar

e. menguasai landasan Pendidikan

f. mengelola interaksi belajar mengajar

g. menilai prestasi belajar

h. mengenal fungsi dan layanan bimbingan dan penyuluhan

i. mengenal dan menyelenggarakan administrasi sekolah;

j. memahami dan menafsirkan hasil penelitian guna keperluan pengajaran.

Anwar (2003: 95) menambahkan bahwa dalam kaitannya, “kualitas perguruan

tinggi sangat ditentukan oleh kemampuannya menyediakan sumberdaya manusia

dengan kualifikasi ‘tinggi’ yang tangguh”. Ditegaskan di sini bahwa pengertian

“tinggi” tersebut mengandung tiga kompetensi, yaitu (1) kompetensi akademik,

(2) kompetensi profesional, dan (3) kompetensi intelektual. Kompetensi

48

akademik berkaitan dengan kiat dan kemampuan metodologi keilmuan untuk

menguasai dan mengembangkan ilmu dan teknologi. Kompetensi profesional

berhubungan dengan wawasan, perilaku, dan kemampuan menerapkan ilmu dan

teknologi dalam kehidupan masyarakat luas. Yang terakhir, kompetensi

intelektual sangat berkaitan dengan kepekaan terhadap masalah-masalah

lingkungan sekitar, baik fisik maupun sosial yang ada serta wawasan terhadap

kebenaran dan kepentingan orang banyak.

Disamping itu ukuran efektivitas suatu kegiatan yang dilakukan oleh seorang

individu dapat dilihat dari ketercapaiaan tujuan yang dikehendaki atau ditetapkan.

Hal ini didasari oleh pendapat Barnard yang dikutip Prawirosentono (1999:27)

bahwa : When the specific desired end is attained we shall say that the action is

effective”. Artinya apabila suatu tujuan dapat tercapai, kita akan menyatakan

bahwa kegiatan tersebut efektif. Sejalan pula dengan pendapat Blocher (1974:7)

bahwa :Efective human behavior can be defined as that behavior giving an

individual the greatest possible longterm his environment and the effective

respon within him that are awaked by that environment.

Pendapat lain dari Cullingford (1995:11-12) mengemukakan lima

karakteristik dari kinerja yang efektif dalam proses belajar mengajar, diolah

sebagai berikut :

a. Integrity (paripurna), berbuat yang terbaik atau selalu berusaha untuk lebih

baik, rendah hati dan tanpa pamrih.

b. Learning (pembelajaran), memiliki kualitas pembelajaran yang menyenangkan

dan membangkitkan rasa ingin tahu pengajaran.

49

c. Organization (organisasi), kualitas pengelolaan pembelajaran, persiapan yang

baik, aturan dan harapan yang jelas, perhatian yang mendalam, mengelola

kelas dengan baik.

d. Communication (komunikasi), penampilan yang menarik perhatian baik bagi

peserta didik maupun rekan sejawat serta mampu mendemonstrasikan

perhatian tersebut melalui ide-ide cerita yang bernilai positif.

e. Humour (Humoris) memiliki rasa humor untuk menghidupkan suasana proses

belajar mengajar.

Dari pendapat di atas, maka dianalogikan bahwa kinerja dosen yang efektif

merupakan unjuk kerja dosen pada saat melaksanakan tugasnya, menyesuaikan

dengan visi dan misi perguruan tinggi tempat ia bekerja dan sesuai pula dengan

tujuan pendidikan yang diharapkan.

Kemampuan dalam mengelola sumber daya manusia bagi perguruan tinggi

salah satunya bagaimana perguruan tinggi tersebut menyediakan dosen sebagai

tenaga pengajar. Dosen berkedudukan sebagai (1) pejabat fungsional dengan

tugas utama mengajar (2) dosen di perguruan tinggi yang diselenggarakan oleh

pemerintah hanya dapat dijabat oleh seseorang yang telah berstatus Pegawai

Negeri Sipil dan berkemampuan melaksanakan Pendidikan dan pengajaran di

perguruan tinggi.

Kinerja dosen berkenaan dengan kemampuan-kemampuan dalam bidang

pengajaran, penelitian dan pengabdian pada masyarakat. Sedangkan tugas pokok

dosen adalah melaksanakan Pendidikan dan pengajaran, penelitian serta

pengabdian masyarakat, lebih dikenal dengan sebutan Tridharma Perguruan

Tinggi dan penjabarannya (diolah dari Keputusan Menteri Negara Koordinator

50

Bidang Pengawasan Pembangunan Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor

38/KEP/MK.WASPAN/8/1999) adalah:

1. Melaksanakan Pendidikan dan pengajaran, meliputi :

a. melaksanakan perkuliahan/tutorial dan menguji serta menyelenggarakan

kegiatan Pendidikan di laboratorium, praktik keguruan, praktek

bengkel/studio/kebun percobaan/teknologi percobaan;

b. membimbing seminar mahasiswa;

c. membimbing kuliah kerja nyata (KKN), praktek kerja nyata (PKN),

praktek kerja lapangan;

d. membimbing tugas akhir penelitian mahasiswa termasuk membimbing

pembuatan laporan hasil penelitian tugas akhir

e. penguji pada ujian akhir;

f. membina kegiatan mahasiswa dibidang akademik dam kemahasiswaan;

g. mengembangakan program perkuliahan;

h. mengembangkan bahan pengajaran

i. menyampaikan orasi ilmiah;

j. membina kegiatan mahasiswa di bidang akademik dan kemahaiswaan

k. membimbing Dosen yang lebih rendah jabatannya;

l. melaksanakan kegiatan datasering dan pencangkokan Dosen

51

2. Melaksanakan penelitian dan pengembangan serta menghasilkan karya ilmiah,

karya teknologi, karya seni monumental/seni pertunjukan dan karya sastra,

meliputi :

a. menghasilkan karya penelitian;

b. menerjemahkan/menyadur buku ilmiah;

c. mengedit/menyunting karya ilmiah;

d. membuat rancangan dan karya teknologi;

e. membuat rancangan dan karya seni.

3. Melaksanakan pengabdian kepada masyarakat, meliputi:

a. menduduki jabatan pimpinan dalam lembaga pemerintah/pejabat negara

sehingga harus dibebaskan dari jabatan organiknya;

b. melaksanakan pengembangan hasil Pendidikan dan penelitian yang dapat

dimanfaatkan oleh masyarakat;

c. memberi latihan/penyuluhan/penataran pada masyarakat;

d. membuat/menulis karya pengabdian kepada masyarakat.

Sedangkan unsur penunjang adalah kegiatan yang mendukung pelaksanaan

tugas pokok Dosen, meliputi :

1. menjadi anggota dalam suatu panitia/badan pada perguruan tinggi;

2. menjadi anggota panitia/badan pada lembaga pemerintah;

3. menjadi anggota organisasi profesi;

4. menjadi anggota delegasi nasional ke pertemuan internasional;

5. berperan serta aktif dalam pertemuan ilmiah

52

6. mendapat tanda jasa/penghargaan;

7. menulis buku perlajaran SLTA ke bawah;

8. mempunyai prestasi dibidang olah raga/kes.

D. Sistem Penilaian Kinerja

1. Pengertian Penilaian Kinerja

Menurut R.S Schuller (1987:211) bahwa : “performance appraisals

are generally useful as a means of measuring accomplishments”. Secara

umum penilaian kinerja berguna untuk mengukur keterampilan dan

kepandaian. Menurutnya kinerja pegawai dapat diukur dan dievaluasi,

khususnya aspek kritis produktivitas yaitu prestasi kerja, misalnya kualitas

dan kuantitas pegawai dan ketidakhadiran.

Secara sederhana, Simamora (1995: 327) mengemukakan bahwa

penilaian kinerja (performance appraisal) itu adalah “proses yang

mengukur kinerja karyawan”. Dinyatakan juga bahwa penilaian kinerja

ini pada umumnya mencakup aspek kualitatif maupun kuantitatif dari

pelaksanaan pekerjaan.

Pada dasarnya, penilaian kinerja merupakan salah satu fungsi

mendasar personalia. Di pihak lain penilaian kinerja ini disebut juga

dengan review kinerja, penilaian karyawan, evaluasi kinerja, evaluasi

karyawan, atau rating personalia. Semua istilah tersebut berkenaan

dengan proses yang sama. Walau begitu ada juga beberapa pihak yang

menyatakan bahwa penilaian kinerja itu berbeda dengan evaluasi kerja

53

(job evaluation). Castetter (1996: 270) mendefinisikan penilaian kinerja

atau performance appraisal sebagai “a process of arriving at judgments

about an individual’s past or present performance against the background

of his/her work environment and about his/her future potential for an

organization”.

Ditegaskan di sini bahwa proses penilaian itu merupakan suatu aktivitas

yang dirancang untuk membantu personil untuk mencapai tujuan individu,

kelompok, dan organisasi. Castetter (1996) juga menekankan pentingnya

pendekatan formal dan sistematis dalam penilaian kinerja.

Beberapa pendapat lainnya tentang penilaian kinerja yang dikemukakan

oleh para pakar manajemen sumber daya manusia, diantaranya menurut Schuler

dan Jackson (1999:3) bahwa penilaian kinerja adalah suatu sistem formal dan

terstruktur yang mengukur, menilai dan mempengaruhi sifat-sifat yang berkaitan

dengan pekerjaan, prilaku dan hasil termasuk tingkat ketidak hadiran. Kemudian

ia menyatakan bahwa “Istilah Penilaian kinerja (performance appraisal) dan

evaluasi kinerja (performance evaluation) dapat digunakan secara bergantian”.

Zweig sebagaimana dikutip Prawirosentono (1999:214-215) mengemukakan

bahwa :

“Performance appraisal is the process used by management to inform employees individually how well they are doing in the eyes of the company …Formal performance appraisal is a process established to evaluate employee performance regulary and systematically at all levels”.

Dari definisi tersebut diartikan bahwa penilaian kinerja merupakan proses

yang digunakan oleh pihak manajemen untuk memberikan informasi kepada

mereka tentang hasil kerja mereka dipandang dari kepentingan organisasi atau

54

perusahaan. Penilaian kinerja formal merupakan proses untuk mengevaluasi

kinerja karyawan secara teratur dan sistematis pada seluruh tingkatan pekerjaan.

Pendapat lainnya dari Prawirosentono (1999:217), bahwa penilaian

kinerja adalah suatu proses penilaian formal atas hasil kerja seseorang karyawan

yang dilaksanakan oleh seorang penilai, dimana hasilnya disampaikan kepada

direksi, atasannya dan kepada karyawan itu sendiri, kemudian dimasukan

kedalam file dokumen kepegawaian.

Menurut Nawawi dalam Handayani (1999:35) penilaian kinerja

dilaksanakan sebagai proses mengungkapkan kegiatan manusia dalam bekerja,

yang sifat dan bobotnya ditekankan pada prilaku manusia sebagai perwujudan

dimensi kemanusiaan, maka pengukuran yang dilakukan bukan secara eksak

bersifat pasti. Pengukuran secara matematis tidak mungkin dilakukan dalam

penilaian kinerja, karena objeknya adalah prilaku manusia yang unik/rumit dan

kompleks. Nawawi menyimpulkan pengertian penilaian kinerja yang diramu dari

berbagai versi sebagai berikut :

a. Performance Appraisal adalah mendeskripsikan secara sistematik tentang

relevansi antara tugas yang diberikan dengan pelaksanaannya oleh seorang

pegawai

b. Performance Appraisal adalah usaha mengidentifikasikan, mengukur/menilai

dan mengelola pekerjaan yang dilaksanakan oleh para pegawai di lingkungan

suatu organisasi/perusahaan.

55

c. Performance Appraisal adalah kegiatan mengidentifikasi pelaksanaan

pekerjaan dengan menilai aspek-aspek yang difokuskan pada pekerjaan yang

berpengaruh pada kesuksesan organisasi/perusahaan.

d. Performance Appraisal adalah kegiatan pengukuran/measurement sebagai

usaha menetapkan keputusan tentang sukses atau gagalnya dalam

melaksankaan pekerjaan oleh seorang pegawai.

Untuk itu diperlukan perumusan standar pekerjaan sebagai pembanding/tolak

ukur.

Sikula (1991) mengemukakan bahwa ruang lingkup pengukuran yaitu 5

W+ 1 H, yaitu Who, What, Why, When, Where dan How. Who (siapa). Pertanyaan

ini menyangkut 1) siapa yang harus dinilai? hal ini berkait dengan dosen yang ada

pada perguruan tinggi, mulai dari dosen yang memiliki jabatan akademik terendah

hingga tertinggi; dan 2) siapa yang harus menilai? Penilaian kinerja dosen

dilakukan oleh atasan langsung atau tidak langsung atau orang yang memiliki

keahlian dalam bidangnya ditugaskan oleh pimpinan atau perguruan tinggi yang

bersangkutan. What (apa). Ini menyangkut apa yang harus dinilai, artinya unsur

apa yang menjadi aspek penilaian dari dosen tersebut. Why (mengapa),

menjelaskan mengapa penilaian perlu dilakukan. When (kapan), menjelaskan

waktu yang tepat untuk dilaksanakannya penilaian kinerja. Where (dimana),

menjelaskan tempat penilaian dilakukan, apakah ditempat kerja atau di luar

tempat bekerja. How (bagaimana), menjelaskan bagaimana penilaian dilakukan.

Dua alternative metoda yang digunakan, yaitu metoda tradisionil atau modern.

Metoda tradisional antara lain rating scale (skala peringkat), checklist, employ

56

comparison. Metoda modern antara lain: management by objective (manajemen

berdasarkan sasaran), assessment center (pusat penilaian), penilaian diri sendiri

dan penilaian psikologikal.

Untuk efektivitas penilaian dosen diperlukan dua syarat utama yaitu 1) adanya

kriteria yang dapat diukur secara objektif, dan 2) adanya objektivitas dalam proses

evaluasi.

Secara elektik, dengan melihat pendapat Sikula dan Cascio di atas,

standarisasi penilaian dosen adalah : (1) secara kontinue dan periodik melakukan

proses penilaian terhadap prestasi kerja setiap dosen, 2) penilaian kinerja

dilakukan oleh atasan langsung dan tidak langsung ataupun orang tertentu yang

memiliki kemampuan atau keahlian dalam bidangnya yang mendapat tugas atau

ditunjuk oleh perguruan tinggi, 3) menetapkan kriteria kinerja yang dapat diukur

secara objektif, serta 4) penilaian dilakukan secara objektif.

Memahami kinerja memerlukan penilaian seksama terhadap kinerja. Hal ini

didasarkan pada apa yang dikemukakan Smith (1982:279) yang mengungkapkan

tentang penilaian kinerja pegawai bahwa :

Kinerja dapat diketahui dengan baik berdasarkan suatu proses penilaian jika semua tugas yang akan dilaksanakan oleh seseorang benar-benar dapat dijabarkan sebagai suatu keseluruhan tugas organisasi yang bersangkutan. Dengan kata lain, bahwa kinerja bukan hanya menggambarkan suatu bagian saja dari organisasi, tetapi secara keseluruhan.

Gibson (1985:124) berpendapat bahwa terdapat empat faktor yang dijadikan

ukuran penilaian kinerja yaitu:

(1) Performance berkaitan dengan kemampuan untuk mempromosikan pegawai, prestasi dalam melaksanakan pekerjaan.

(2) Conformance berkaitan dengan kemampuan individu dalam bekerja sama dengan setiap personil, dan menunjukan loyalitas terhadap organisasi.

57

(3) Dependability berkaitan dengan dedikasi pegawai dalam bekerja, berdisiplin dan patuh terhadap aturan yang disepakati.

(4) Personal adjustment berkaitan dengan adaptasi pegawai terhadap lingkungan kerja.

Sedangkan Castetter (1996:245) menyatakan bahwa penilaian kinerja

ditunjukan untuk:

(1) Peningkatan efektifitas individu, kelompok dan organisasi(2) Ditekankan pada keberhasilan sampai batas-batas tertentu dimana besaran

dai berbagai variable terkoordinasi secara produktif(3) Tidak didasarkan kepada suatu pendekatan yang universal yang

dipertimbangkan agar berhasil dalam semua situasi dan kenyataan(4) Harus didekati dari sudut pandang deskriptif daripada perspektif(5) Bertujuan agar lebih berorientasi pada hasil dan dilaksanakan secara

ilmiah.

Penilaian kinerja personil diarahkan pada pengukuran kompetensi dan

kapabilitas personil dalam kaitannya dengan profesionalisme kerja dosen. Oleh

karena itu, penilaian terhadap kinerja personil tidak terbatas pada aspek

pengetahuan dan skill tetapi juga pada keseluruhan aspek personality yang

membentuk suatu kesatuan kepribadian utuh personil.

Mengacu kepada beberapa pendapat di atas dan sebagai rujukan dalam

penelitian yang dilaksanakan, maka rumusan penilaian kinerja dosen dapat

disimpulkan sebagai proses penilaian secara formal dan sestematis yang

dilaksanakan oleh pihak perguruan tinggi melalui tim penilai, dimana hasilnya

dijadikan sebagai bahan informasi bagi dosen dan perguruan tinggi yang

bersangkutan yang berkaitan dengan upaya peningkatan kualitas pendidikan dan

pencapaian tujuan pendidikan.

Penilaian kinerja dosen diharapkan menghasilkan informasi yang akurat

dan valid berkenaan dengan kinerjanya. Semakin akurat dan valid informasi

58

yang dihasilkan oleh sistem penilaian kinerja, semakin besar potensi nilainya

terhadap perguruan tinggi.

2. Tujuan Penilaian Kinerja

Manajemen menggunakan penilaian kinerja untuk keputusan sumberdaya

manusia. Penilaian menyediakan input ke dalam putusan-putusan penting

seperti promosi, transfer, dan pemberhentian. Penilaian mengidentifikasi

kebutuhan pelatihan dan pengembangan.

Dewasa ini, setiap organisasi hendaknya menggunakan sistem penilaian

formal dan informal. Sistem penilaian informal adalah sistem yang

penilaiannya dilakukan dalam hal-hal yang berkaitan dengan efektivitas

kinerja personil tanpa menggunakan sistematika penilaian (Castteter, 1996:

275). Sedangkan sistem evaluasi formal ini adalah penilaian yang dilakukan

oleh lembaga pendidikan, didukung oleh pemerintah, dan dilaksanakan secara

sistematis untuk menentukan sejauh mana tujuan sistem penilaian tersebut

telah dicapai.

Lebih lanjut Castteter (1996:276) menguraikan penggunaan penilaian

kinerja dalam fungsi sumberdaya manusia. Dalam hal ini, proses penilaian

kinerja digunakan sebagai umpan balik untuk putusan personil, yang meliputi:

1) Lemahnya proses penilaian (Appraisal process deficiency)2) Pengembangan karier (Career development)3) Kompensasi (Compensation)4) Konseling (Counseling)

59

5) Penurunan pangkat (Demotion)6) Menemukan bakat khusus (Detect special talent)7) Kedisiplinan (Discipline)8) Mendeteksi diskriminasi pegawai (Employment discrimination

detection)9) Mendeteksi pengaruh external (External influences detection)10) Umpanbalik untuk fungsi sumberdaya manusia (Feedback to human

resources function)11) Dokumentasi informasi keluhan (Grievance information

documentation)12) Perencanaan sumberdaya manusia (Human resources planning)13) Penelitian sumberdaya manusia (Human Resources research)14) Pemberhentian sementara (Layoff)15) Kesadaran pada peraturan (Legal compliance)16) Motivasi (Motivation)17) Peningkatan kinerja (Performance improvement)18) Sistem informasi kepegawaian (Personnel information system)19) Penempatan (Placement)20) Kenaikan Pangkat (Promotion)21) Penugasan kembali (Reemployment)22) Retensi/pemberhentian (Retention/termination)23) Pengakuan, sistem balas-jasa (recognition, reward system)24) Komunikasi atasan-bawahan (Supervisor-employee communication)25) Jabatan tetap (Tenure)26) Pemindahan (Transfer)27) Pengembangan staff (Staff development)28) Validasi prosedur penseleksian (Validation of selection procedures)

Castteter (1996) juga mengusulkan kerangka yang bisa dipertimbangkan

dalam tujuan sistem penilaian kinerja, yang menunjukkan bahwa tujuan yang bisa

dicapai oleh penilaian ini dapat dikelompokkan menjadi tiga kategori: (1)

diagnostic, (2) formative, dan (3) summative. Putusan diagnostik dibuat dalam

tahap pra-operasional penilaian kinerja dan diterapkan dalam putusan diagnostik

sebelum seorang calon pegawai bekerja, seperti seleksi, penempatan, dan

pengembangan. Tujuan formatif berkaitan dengan putusan selama tahap awal dan

menengah saat seorang pegawai bekerja. Tujuan formatif ini diarahkan pada

pengembangan personil. Tujuan sumatif dari sistem penilaian adalah yang

60

memfokuskan pada putusan untuk mengimplementasikan tindakan personil,

seperti kompensasi, jabatan tetap, penolakan/pemecatan, kenaikan pangkat, dan

penugasan kembali.

Lebih dari itu, kembali Simamora (1995: 328) menyatakan bahwa penilaian

kinerja itu secara keseluruhan merupakan proses yang berbeda dari evaluasi

pekerjaan (job evaluation). Penilaian kinerja berkenaan dengan seberapa baik

seseorang melakukan pekerjaan yang ditugaskan/diberikan. Evaluasi pekerjaan

menentukan seberapa tinggi suatu pekerjaan itu berharga bagi organisasi, dan

dengan demikian, pada rentang berapa gaji harus diberikan pada pekerjaan

tersebut. Penilaian kinerja ini tidak terlepas dari beberapa faktor yang

mempengaruhinya. Menurut Simamora (1995), beberapa faktor yang

mempengaruhi penilaian kinerja adalah: (1) karakteristik situasi; (2) deskripsi

pekerjaan, spesifikasi pekerjaan, dan standar kinerja pekerjaan; (3) tujuan-tujuan

penilaian kinerja; dan (4) sikap para karyawan dan manajer terhadap evaluasi.

Walaupun semua organisasi memiliki tujuan utama yang sama, terdapat berbagai

variasi yang cukup besar dalam penggunaannya. Tujuan-tujuan khusus tersebut

pada umumnya dapat digolongkan menjadi dua bagian: (1) evaluasi (evaluation),

dan (2) pengembangan (development).

Tabel 2.1. Pendekatan Ganda terhadap Penilaian Kinerja

Pendekatan evaluasi Pendekatan pengembangan

Tujuan Untuk menilai kinerja masa lalu sebagai basis untuk pelaksanaan keputusan-keputusan personalia

Untuk memotivasi dan mengerahkan kinerja individu dan upaya-upaya pengembangan karir

Fokus metode Telaah masa lalu Penilaian Pemberian peringkat /

Perencanaan untuk konseling di masa yang akan datang

61

deskripsi Penetapan tujuan dan telaah

Tanggung jawab Manajer dan penilai Manajer dan karyawan berbagai tanggung jawab bersama

Aplikasi subjek permasalahan

Pencapaian pada masa lalu Perencanaan kerja Meningkatkan kinerja Mengembangkan aneka

kemampuan Perencanaan aktivitas

pelatihan

Berbagai tujuan dan rencana untuk masa depan

Pemberian gaji Transfer, promosi,

terminasi, pemberhentian, dan berbagai personalia lainnya

Sumber: Simamora (1995).

Aspek penilaian rangkap (evaluasi dan pengembangan) jelas

membutuhkan karakteristik yang berbeda agar efektif. Tabel 2-2 di atas

menyoroti perbedaan kunci dalam penekanan yang berkenaan dengan tujuan,

fokus, metode, tanggung jawab, subjek masalah, dan penerapan.

Robbins (2001) menambahkan pendekatan lain dalam evaluasi kinerja

dengan menggunakan evaluasi 360-derajat. Evaluasi ini menyediakan suatu

umpan balik kinerja dari siklus lengkap kontak sehari-hari yang dimiliki pegawai,

mulai dari pegawai itu sendiri sampai ke kustomer sampai ke atasan sampai ke

rekan kerja.

Hal-hal yang diukur bisa bersifat kuantitatif atau kualitatif. Penilaian

kualitatif seringkali melibatkan penulisan narasi tak-terstruktur mengenai kinerja

orang yang dinilai. Selain itu, penilai juga bisa diberi semacam pedoman

penilaian. Namun, masalah yang terdapat pada penilaian kualitatif ini adalah

bahwa penilaian tersebut melewatkan hal-hal penting yang seharusnya dinilai.

Bila mengukur secara kuantitatif, penilaian itu biasanya menggunakan sejenis

bentuk skala (misalnya skala Likert). Memang menilai orang itu bukan suatu

62

tugas yang mudah, tetapi hal tersebut bisa disusun sedemikian rupa sehingga bisa

diupayakan seobjektif mungkin.

Rue & Byars (2003: 325) menyarankan bahwa dalam penilaian kinerja harus

diperhatikan hal-hal berikut:

a. Komponen-komponen dari proses penilaian kinerjab. Perbedaan kinerja dengan usaha (effort)c. Metode-metode yang digunakan dalam penilaian kinerja

i. Evaluation By Objective - MBO ii. Production Standards Approach

iii. Essay Appraisal iv. Critical Incident Appraisal v. Graphic Rating Scale

vi. Checklist vii. BARS

viii. Forced Choice Ratingix. Ranking Methods

d. Perbedaan antara balas jasa (reward) intrinsik dan ekstrinsike. Berbagai jenis kompensasi.

Dari perspektif perilaku organisasi, Robbins (2001: 485-486) menyatakan

bahwa penilaian kinerja memiliki sejumlah tujuan dalam organisasi, antara lain

adalah (1) kompensasi, (2) umpanbalik kinerja, (3) pelatihan, (4) promosi, (5)

perencanaan sumberdaya manusia, (6) retensi/ pemberhentian, dan (7) penelitian.

Manajemen menggunakan penilaian untuk keputusan sumberdaya manusia.

Penilaian menyediakan input ke dalam putusan-putusan penting seperti promosi,

transfer, dan pemberhentian. Penilaian mengidentifikasi kebutuhan pelatihan dan

pengembangan. Hal tersebut juga senada dengan apa yang dinyatakan

Torrington & Hall (1991: 480) bahwa “appraisal, performance assessment,

performance evaluation, individual assessment, job appraisal and a number of

other terms are used to refer to a similar organizational process”. Di sana diakui

bahwa istilah tersebut seringkali menunjukkan pendekatan yang diambil, dan

63

pendekatan itu memang sangat beragam, tetapi penilaian (appraisal) itu lebih

sekedar daripada proses organisasi.

Randall S. (1987: 214) menyebutkan bahwa “tujuan penilaian prestasi

adalah penurunan pangkat, pengakhiran, perekrutan internal dan riset. Tujuan-

tujuan tersebut diringkas ke dalam dua kategori umum: evaluatif dan

pengembangan. Tujuan evaluatif meliputi keputusan gaji, promosi, penurunan

pangkat, pemberhentian dan terminasi. Tujuan pengembangan meliputi riset,

umpan balik, pengembangan karir dan manajemen, dan komunikasi. Tujuan

Penilaian Kinerja menurut Castetter (1981:231) adalah untuk 1) menentukan

status jabatan; 2) mengimplementasikan kegiatan-kegiatan; 3) memperbaiki

kinerja individual; 4) mencapai tujuan-tujuan institusi; dan 5) menerjemahkan

sistem otoritas ke dalam control-kontrol yang mengatur kinerja.

Berbagai tujuan penilaian kinerja lainnya yang diolah dari Nawawi

(1997:248-249), bahwa penilaian kinerja memiliki tujuan-tujuan tertentu,

diantaranya :

a. Untuk memperbaiki pelaksanaan pekerjaan para pekerja, dengan memberikan

bantuan agar setiap pekerja mewujudkan dan mempergunakan potensi yang

dimilikinya, secara maksimal dalam melaksankan misi organisasi melalui

pelaksanaan pekerjaan masing masing.

b. Menghimpun dan mempersiapkan informasi bagi pekerja dan para manajer

dalam membuat keputusan yang berhubungan dengan bisnis organisasi di

tempat bekerja.

c. Inventarisasi Sumber Daya Manusia di lingkungan organisasi, yang dapat

digunakan dalam mendasain hubuangan antara atasan dan bawahan guna

64

mewujudkan saling pengertian dan penghargaan dalam rangka

mengembangkan keseimbangan antara keinginan pekerja secara individual

dengan sasaran organisasi.

d. Meningkatkan motivasi kerja yang berpengaruh pada prestasi kerja dalam

melaksanakan tugasnya;

Sedangkan tujuan khusus penilaian kinerja, Nawawi menyebutkan :

a. Menjadi dasar di dalam melakukan promosi, penghentian pekerjaan yang

keliru, menegakkan disiplin sebagai kepentingan bersama, menetapkan

pemberian penghargaan/balas jasa dan merupakan ukuran dalam mengurangi

atau menambah pekerja melalui perencanaan SDM.

b. Menghasilkan informasi yang dapat digunakan sebagai kriteria dalam

membuat tes yang validitsnya tinggi, atau dengan kata lain dapat menjadi

dasar bagi pelaksanaan rekruitmen dan evaluasi.

c. Menghasilkan informasi sebagai umpan balik (feed back) bagi pekerja dalam

memperbaiki kekurangan atau kekeliruan dalam melaksanakan pekerjaannya.

d. Menghasilkan informasi yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi

kebutuhan pekerja dalam meningkatkan prestasi kerjanya, baik yang

berkenaan dengan pengetahuan dalam keterampilan/keahlian dalam bekerja,

maupun yang menyentuh sikap dalam pekerjaannya.

65

e. Menghasilkan informasi tentang spesifikasi jabatan, baik menurut

pembidangannya maupun berdasarkan perjenjangannya dalam memecahkan

masalah organisasi.

f. Meningkatkan komunikasi sebagai usaha mewujudkan hubungan manusiawi

yang harmonis antar atasan dan bawahan.

Dari berbagai rujukan di atas, maka tujuan penilaian kinerja dosen dapat

dikelompokkan ke dalam lima kategori sebagai berikut: (a) menentukan status

kepegawaian dosen yang bersangkutan, (b) implementasi tindakan pegawai,

(c) meningkatkan kinerja individu dosen yang bersangkutan , (d) mencapai tujuan

perguruan tinggi, dan (e) mewujudkan sistem otoritas ke dalam kontrol yang

mengatur kinerja dosen . Singkatnya, sistem penilaian kinerja memiliki berbagai

tujuan. Bila dirancang secara tepat, sistem penilaian kinerja itu akan bermanfaat

bagi dosen yang bersangkutan dan perguruan tinggi dimana dosen bertugas.

Castteter (1996: 279-281) mengungkapkan bahwa desain sistem penilaian

kinerja meliputi hal-hal sebagai berikut: (a) asumsi dasar mengenai perilaku

manusia yang akan diikuti dalam pendesainan sistem, (b) tujuan pendesainan

sistem, (c) karakteristik dan cakupan proses penilaian kinerja, dan (d) nilai-nilai

etika yang melekat dalam melaksanakan sistem penilaian kinerja.

Berikut ini adalah contoh dari desain sistem penilaian kinerja.

66

Tabel 2.2. Contoh Desain Sistem Penilaian Kinerja

Unsur Desain

Keterangan A B C D E

Tujuan Penilaian?

Diagnostik? Formatif? Sumatif? Kombinasi?

Peran Desain? Menyeluruh? Administrasi pusat? Administrator unit? Penilai? Pihak yang dinilai?

Kebijakan Penilaian?

Asumsi atau keyakinan mengenai sistem penilaian yang akan direncanakan, diorganisakan, dikelola, dan diawasi?

Siapa yang akan dinilai?

Pegawai tetap? Pegawai Tidak Tetap?

Apa yang dinilai?

Beban tugas? Pelaksanaan tugas? Karakteristik pribadi? Semuanya?

Siapa yang akan menilai

Atasan, satuan tugas, rekan kerja, konsultan, orang tua, dewan, siswa, penilaian-diri?

Metode penilaian

Analisis proses, analisis produk, analisis watak? Frekuensi penilaian? Umpanbalik? Pembahasan kinerja?

Etika penilaian?

Batasan etika, ketersediaan informasi, kecukupan, relevansi, kegunaan dan kendala?

Prosedur permohonan

Formal? Komunikasi kepada semua penilai dan yang dinilai?

Kualifikasi penilai

Pelatihan? Keterlibatan dalam perencanaan? Tinjauan efektivitas?

Putusan Siapa yang terlibat? Penyusunan proses

67

personil pembuatan keputusan? Bagaimana formatnya? Siapa yang membuat putusan personil?

Sistem informasi kepegawaian

Manual? Komputer? Penyimpanan? Akses? Penggunaan? Tanggung jawab?

Layanan hukum

Ketersediaan? Kesepakatan?

Evaluasi proses penilaian

Siapa yang akan mengevaluasi efektivitas penilaian? Kriteria evaluasi? Penentuan waktu? Kegunaan?

A = pengelola lembaga, B = pegawai (dosen) tetap, C = pegawai (dosen) tidak tetap,D = staf administrasi tetap, E = staf administrasi tidak tetap

Model penilaian kinerja yang digambarkan oleh Castetter (1981:246) adalah

sebagai berikut :

68

Siklus Lengkap Penilaian Kinerja

Tahap Sebelum Penilaian

TahapPenilaian

Tahap Sesudah Penilaian

(1)Peninjauan di ting

kat sistem

(2)Peninjauan

di tingkat

Unit

(3)Peninjauan di ting

kat Individual

(4)Penerapan sasaran-sasaran kinerja

posisi dan personil

(5)Analis

is Kiner

ja

(6)Peninjau

an Kinerja

dan Perkembangan

nya

(7)Diagnosa

ulang Kinerja

Umpan Balik untuk Pengembangan Kinerja

Gambar 2.2Model/Siklus Penilaian Kinerja (Castetter,1981:246)

3. Aspek Yang Dinilai

Mengenai apa yang dinilai, Robbins (2001: 487) mengungkapkan bahwa

kriteria umum yang diambil manajemen dalam menilai kinerja adalah:

a. Individual Task Outcome. Jika yang dipentingkan adalah hasil (ends)

ketimbang cara (means), maka manajer hendaknya mengevaluasi task

outcome pegawai.

b. Behaviors. Penilaian perilaku ini tidak harus selalu dikaitkan dengan

produktivitas individu. Di sini juga termuat perilaku yang berkaitan dengan

membantu orang lain, membuat saran untuk perbaikan, dan kesediaan individu

untuk lembur (melakukan tugas tambahan) secara sukarela agar bisa

meningkatkan efektivitas kelompok dan organisasi. Dapat dikatakan bahwa

faktor subjektif atau kontekstual juga termasuk di sini.

c. Trait. Walaupun termasuk kriteria yang paling lemah, trait masih banyak

digunakan oleh organisasi. Dikatakan lemah dibandingkan dengan task

outcome atau behavior karena trait ini tidak selalu menunjukkan kinerja aktual

dari pekerjaan itu sendiri, misalnya memiliki “sikap yang baik”, menunjukkan

“keyakinan”, “mandiri”, “tampak sibuk”, atau memiliki “segudang

pengalaman” itu mungkin tidak terlalu berkaitan dengan task-outcome yang

69

positif. Walau begitu, kenyataan ini tidak bisa diabaikan begitu saja sebagai

salah satu kriteria dalam menilai tingkat kinerja pegawai.

Sistem penilaian ini mengukur berbagai hal. Sistem ini biasanya dirancang

untuk mengukur kepribadian, kadang-kadang perilaku atau kinerja, dan kadang

juga pencapaian tujuan (Torrington & Hall, 1991: 486).

Kemampauan kemampuan dosen dalam melaksanakan tugas tridharma

perguruan tinggi lebih lanjut dapat menggambarkan standar kinerja dosen.

Fortunato dan Waddel (1981) meringkas standar kinerja dosen tersebut dalam

tabel di bawah ini.

TABEL 2.3STANDAR KINERJA DOSEN

TANGGUNG JAWAB STANDAR KINERJA

Pendidikan dan Pengajaran Memenuhi semua perkuliahan tepat pada waktunya

Memberikan pelayanan bantuan/bimbingan pada mahasiswa pada waktu yang telah ditentukan

Memperbaharui bahan perkuliahan secara teratur

Menyusun dan mengembangkan bahan ujian Membicarakan hasil ujian dengan mahasiswa

sebagai bantuan umpan balik yang positif Memberikan kuliah secara efektif Menciptakan fasilitas bagi terlaksananya diskusi

kelas maupun kegiatan belajar mahasiswa Dapat merangkum materi sebagaimana yang

disusun dalam rencana dan silabus perkuliahan Menggunakan berbagai media belajar untuk

memperjelas dan membangkitkan minat belajar mahasiswa

Membimbing mahasiswa, laporan ilmiah, pembuatan makalah, dan kegiatan akademik lainnya.

70

Penelitian dan Pengembangan Ilmu

Merancang dan mengadakan penelitian baik kelompok maupun mandiri

Membuat laporan karya ilmiah atau penelitian secara tepat berdasarkan sarat keilmuan

Menyajikan karya tulis dalam diskusi ilmiah, seminar jurusan, fakulatas, regional, nasional dan internasional

Menulis buku ilmiah Membimbing penelitian mahasiswa Mengkaji bahan-bahan ilmiah mutakhir seperti

hasil penelitian.Pengabdian pada Masyarakat

Memberikan latihan, penyuluhan pada masyarakat baik mengenai kemamfaatan bidang spesialisasi maupun yang berhubungan dengan pembangunan masyarakat pada umumnya

Mengambil bagian secara akatif dalam memecahkan secara kongkrit masalah yang dihadapi masyarakat dan lingkungannya

Menulis karya pengabdian pada masyarakat.

Indikator kinerja dosen dikembangkan dan dimodifikasi dari pemikiran

yang disampaikan Hanafiah (1994), Depdikbud (1976), Gaffar (1987), Margono

(1996), dan Sanusi (1991) tentang individu yang produktif, yaitu : (a) tindakannya

konstruktif, (b) percaya pada diri sendiri, (c) bertanggung jawab, (d) memiliki

cinta terhadap pekerjaan, (e) mempunyai pandangan kedepan, (f) mampu

mengatasi persoalan dan dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan yang

berubah-ubah, (g) mempunyai kontribusi dan inovatif, (h) memiliki kekuatan

untuk mewujudkan potensinya, dan (i) memiliki kemampuan seperti :

keterampilan, pengetahuan, kualifikasi, pengalaman serta karakteristik.

Disamping itu, kinerja dosen juga perlu dilihat dari usaha usaha yang dilakukan

dosen dalam meningkatkan kemampuan akademik dan profesionalnya melalui

berbagai kegiatan yang berkesinambungan dengan maksud untuk meningkatkan

kemampuan dirinya sesuai dengan tuntutan tugas, antara lain: melanjutkan studi

pada tingkat pasca sarjana, mengikuti berbagai kegiatan ilmiah dan

71

pengembangan pribadi lainnya. Untuk itu pengukuran kinerja dosen disamping

berkaitan dengan tugas utamanya, juga perlu dilihat dari dari kualifikasi akademik

dan pengembangan profesionalnya.

4. Alat Yang Dipakai.

Schuler dan Jackson (1999:10-11) menjelaskan ada tiga jenis kriteria

dasar penilaian kinerja, yaitu :

a. Kriteria berdasarkan sifat, memfokuskan diri pada karakteristik pribadi

seorang karyawan;

b. Kriteria berdasarkan prilaku, memfokuskan diri pada bagaimana pekerjaan

dilaksanakan

c. Kriteria berdasarkan hasil, memfokuskan diri pada apa yang

dihasilkan/dicapai.

Dari kriteria di atas selanjutnya Schuler dan Jackson (1999:20-35)

menyampaikan klasifikasi yang sederhana dari format penilaian kinerja

karyawan adalah sebagai berikut :

a. Format penilaian acuan norma, dilakukan melalui beberapa cara seperti :

(1) rangking langsung, (2) rangking alternatif, (3) perbandingan

berpasangan dan (4) metoda distribusi paksaan.

b. Format Standar Absolut, terdiri dari berbagai bentuk, yaitu (1) skala rating

grafik, (2) skala rating bobot prilaku, (3) skala standar campuran dan (4)

skala pengamatan prilaku.

72

c. Format berdasarkan output, terdiri dari empat jenis, yaitu : (1) manajemen

berdasarkan sasaran (2) pendekatan standar kinerja (3) pendekatan indek

langsung dan (4) catatan prestasi.

d. Format penilaian kinerja baru, hasil rancangan organisasi yang

bersangkutan disesuaikan dengan pertimbangan menyangkut kesesuaian

dengan persoalan nilai nilai yang dihadapi, karakteristik organisasi dan

proses yang digunakan untuk menentukan sistem penilaian kinerja.

5. Cara Menilai

Langkah yang perlu diambil dalam rangka penilaian kinerja dosen, maka

penilai atau pimpinan perguruan tinggi perlu mengambil langkah langkah

untuk memastikan bahwa proses penilaian tersebut dirasakan wajar dan adil.

Proses penilaian dikatakan adil apabila :

a. Konsistensi, yaitu standar kinerja diterapkan secara konsisten bagi semua

dosen, keringanan tidak sering diberikan bagi dosen yang mempunyai

masalah khusus, karyawan yang berkinerja tinggi juga tidak diharapkan

mengemban pekerjaan yang lebih banyak dari kewajibannya sendiri.

b. Keakraban, yaitu menggunakan buku harian untuk mencatat hasil

pekerjaan, sering melakukan pengamatan kinerja dengan berkeliling untuk

meningkatkan pengetahuan tentang pekerjaan-pekerjaan yang dinilainya,

73

dan akibat dari cara ini akan menimbulkan kesan bahwa penilaian yang

dilakukan adalah adil.

c. Pengumpulan masukan, yaitu mengumpulkan iformsi tentang standar

kinerja, strategi untuk mencapainya sebelum evaluasi dilaksanakan,

informasi ini akan memberikan masukan apakah standar kinerja itu dicapai

atau tidak oleh dosen.

Menurut Mondy dan Noe (1995) ada lima langkah dalam proses penilaian

kinerja, yaitu :

a. Mengidentifikasi tujuan spesifik penilaian kinerja;

b. Menentukan tugas tugas yang harus dijalankan dalam suatu pekerjaan

(analisis) jabatan;

c. Memeriksa tugas tugas yang dijalankan;

d. Menilai kinerja; dan

e. Membicarakan hasil penilaian dengan dosen.

Dalam proses pelaksanaannya penilaian kinerja akan dimulai dengan :

a. Rencana pertemuan antara penilai dengan yang dinilai;

b. Menetapkan target target kinerja;

c. Analisisa terhadap unjuk kerja itu sendiri;

d. Review terhadap kemajuan kinerja;

e. Mendiagnosis kembali kinerja.

Langkah langkah dalam penilaian kinerja menurut Prawirosentono

(1999:217-218) sebagai berikut :

74

a. pihak manajemen membangun kebijakan tentang penilaian kinerja untuk

berbagai tingkatan dalam organisasi

b. menentukan petugas yang menjadi penilai kinerja

c. membuat ukuran, kriteria atau standar penilaian kinerja.

Siagian (2003: 224-226) menyatakan bahwa yang dimaksud dengan sistem

penilaian prestasi kerja adalah suatu pendekatan dalam melakukan penilaian

prestasi kerja para pegawai di mana terdapat berbagai faktor, yaitu :

a. Yang dinilai adalah manusia, disamping ia memiliki kemampuan tertentu juga

tidak luput dari berbagai kelemahan dan kekurangan.

b. Penilaian yang dilakukan pada serangkaian tolak ukur tertentu yang realistis,

berkaitan langsung dengan tugas seseorang serta kriteria yang ditetapkan dan

diterapkan secara objektif.

c. Hasil penilaian harus disampaikan kepada pegawai yang dinilai dengan tiga

maksud, yaitu :

1) Apabila hal penilaian positif, menjadi dorongan kuat bagi pegawai yang

bersangkutan untuk lebih berprestasi lagi di masa yang akan datang

sehingga kesempatan meniti karier lebih terbuka baginya.

2) Dalam hal penilain tersebut negative, pegawai yang bersangkutan

mengetahui kelemahannya dan dengan demikian dapat mengambil

berbagai langkah yang diperlukan untuk mengatasi kelemahan tersebut.

3) Jika seseorang mendapat penilaian yang tidak objektif, kepadanya

diberikan kesempatan untuk mengajukan keberatannya sehingga pada

75

akhirnya ia dapat memahami dan menerima hasil penilaian yang

diperolehnya.

d. Hasil penilaian yang dilakukan secara berkala itu terdokumentasikan dengan

rapi dalam arsip kepegawaian setiap orang sehingga tidak ada informasi yang

hilang, baik yang sifatnya mengunatungkan maupun merugikan pegawai.

e. Hasil penilaian prestasi kerja setiap orang menjadi bahan yang selalu turut

dipertimbangkan dalam setiap keputusan yang diambil mengenai mutasi

pegawai, baik dalam arti promosi, alih tugas, alih wilayah, demosi maupun

dalam pemberhentian tidak atas permintaan sendiri.

6. Penilai

Individu dinilai oleh bermacam-macam orang, mulai dari atasan langsung,

pengawas atasan langsung (atasan tak-langsung), anggota departemen

personalia dan sumber daya manusia, mereka sendiri (self-appraisal), rekan

sejawat, atau bawahan mereka. Kadang-kadang pusat penilaian (assessment

center) juga digunakan untuk melaksanakan penilaian ini. Robbins (2001)

menambahkan pendekatan lain dalam evaluasi kinerja dengan menggunakan

evaluasi 360-derajat. Evaluasi ini menyediakan suatu umpan balik kinerja dari

siklus lengkap kontak sehari-hari yang dimiliki pegawai, mulai dari pegawai

itu sendiri sampai ke customer sampai ke atasan sampai ke rekan kerja.

76

Petugas yang berwenang melakukan penilaian kinerja menurut

Prawirosentono (1999:219) yaitu atasan langsung karyawan yang dinilai dan

petugas internal yang ditunjuk untuk tugas itu dengan catatan bahwa petugas

tersebut harus berlaku objektif dan memahami persis kinerja karyawan yang

dinilainya. Sedangkan untuk memperoleh data mengenai kinerja karyawan

yang dinilainya, menurut Schuler dan Jackson (1999:15-20) bahwa sumber

data penilaian kinerja karyawan dapat diperoleh melalui (1) atasan

langsung/penyelia, (2) karyawan yang bersangkutan, (3) rekan sejawat atau

anggota tim, (4) bawahan karyawan yang dinilai (5) pelanggan dan (6) hasil

pantauan computer. Berdasarkan rujukan tersebut, bila diaplikasikan ke dalam

penilaian kinerja dosen pada perguruan tinggi, maka penilai adalah (1)

Rektor/Ketua/Direktur, (2) Tim Penilai yang diangkat. Sedangkan yang

menjadi sumber data untuk penilaian kinerjanya meliputi : (1)

Rektor/Ketua/Direktur (2) Pembantu Rektor/Pembantu Ketua yang

membidangi Kepegawaian (3) Dosen yang bersangkutan, (4) Segenap dosen

dan staf perguruan tinggi (5) mahasiswa (6) dokumentasi mengenai dosen

yang bersangkutan.

7. Waktu Penilaian

Penentuan waktu penilaian kinerja menurut Schuler dan Jackson

(1999:14-15) bahwa penetapan waktu penilaian kinerja harus mencerminkan

pertimbangan strategis. Penetapan waktu ini melalui dua aspek, yaitu

77

berdasarkan siklus dan berdasarkan tanggal penilaian. Frekuensi penilaian

berdasarkan siklus meliputi tiga pendekatan yaitu :

a. Siklus regular, sesi peninjauan kinerja formal dengan interval enam bulan

sampai satu tahun.

b. Periode evaluasi berdasarkan rentang waktu pekerjaan alami

c. Periode evaluasi berdasarkan tujuan penilaian

Berdasarkan tanggal penilaian bahwa penilaian kinerja dapat dilakukan

melalui dua pendekatan yaitu :

a. Model ulang tahun, yaitu berdasarkan kapan karyawan yang bersangkutan

mulai bekerja;

b. Sistem Titik Fokus, karyawan dinilai pada waktu yang kira kira sama

misalnya akhir tahun fiscal atau kalender.

Diaplikasikan bagi penilaian kinerja dosen tetap yayasan, waktu penilaian

bisa dilaksanakan pada minggu efektif terakhir pada akhir semester baik

semester ganjil ataupun semester genap dengan pertimbangan : Pertama,

kedua pendekatan baik penilaian kinerja reguler maupun fokus bisa

dilaksanakan sekaligus. Kedua, berdasarkan tuntutan kurikulum, akhir

semester merupakan waktu pekerjaan alami bagi dosen. Ketiga, waktu

penilaian tersebut dapat dikaitan dengan evaluasi belajar mahasiswa pada

akhir semester (UAS).

E. Pemanfaatan Hasil Penilaian Kinerja

Hasil dari proses penilaian kinerja ini sering digunakan untuk berbagai

tujuan, dan seringkali tujuan-tujuan tersebut akan bertentangan. Torrington

78

& Hall (1991: 481) menegaskan bahwa penilaian kinerja dapat digunakan

untuk “improve current performance, provide feedback, increase motivation,

identify training needs, identify potential, let individual know what is expected

of them, focus on career development, award salary increases and solve job

problems”. Di sini tersirat bahwa penilaian kinerja ini dapat digunakan untuk

menentukan tujuan pekerjaan (job), menyediakan informasi untuk

perencanaan sumberdaya manusia dan suksesi karir, menilai efektivitas dari

proses seleksi, dan sebagai imbalan (reward) atau hukuman (punishment) itu

sendiri.

Penilaian prestasi kerja yang baik sangat bermanfaat untuk berbagai

kepentingan. Randall S. (1987: 214), mengatakan bahwa sistem evaluasi dan

pengendalian yang memungkinkan penilaian prestasi berguna untuk tujuan

yang banyak termasuk :

1. Pengembangan manajemen: memberikan kerangka untuk pengembangan

pegawai di masa depan dengan mengenalkan dan menyiapkan individu pada

tanggung jawab yang meningkat.

2. Pengukuran prestasi membuat nilai relatif, kontribusi individu pada

perusahaan dan membantu mengevaluasi penyelesaian individu.

3. Peningkatan prestasi mendorong prestasi keberhasilan kontinyu dan

menyangkut kelemahan individu agar pegawai lebih efektif dan produktif.

4. Kompensasi membantu menentukan gaji yang tepat, untuk prestasi dan gaji

yang pantas serta insentif bonus yang didasarkan atas jasa atau hasil

5. Identifikasi prestasi mengidentifikasi kandidat untuk promosi.

79

6. Umpan balik menguraikan apa yang diharapkan dari pegawai melawan tingkat

prestasi actual

7. Perencanaan SDM memberikan bekal manajemen untuk mengevaluasi

persediaan SDM untuk perencanaan pergantian.

8. Riset untuk pemenuhan hukum, membantu membentuk validitas keputusan

pekerjaan yang dibuat berdasarkan informasi berbasis prestasi, sebaliknya

dapat meminimalkan kerugian finansial karena ketidakberhasilan di ruang

pengadilan karena kurang validnya teknik seleksi

9. Komunikasi, menyediakan format untuk dialog atasan bawahan dan

meningkatkan pemahaman tujuan dan kepentingan pribadi. Juga dapat

meningkatkan kepercayaan di antara penilaian dan yang dinilai.

Pendapat lain yang dikemukakan oleh Siagian (2003: 227), dikatakannya,

bahwa sistem penilaian kinerja yang baik sangat bermanfaat untuk:

1. Mendorong peningkatan prestasi kerja. Dengan mengetahui hasil prestasi

kerja, ketiga pihak yang terlibat dalam mengambil berbagai langkah yang

diperlukan agar prestasi kerja pata pegawai lebih meningkat di masa-masa

yang akan datang.

2. Sebagai bahan pengambilan keputusan dalam pemberian imbalan. Imbalan

yang diberikan oleh organisasi kepada para anggotanya tidak saja hanya

terbatas pada upah dan atau gaji yang merupakan penghasilan tetap bagi para

anggota yang bersangkutan, akan tetapi juga berbagai imbalan lain lainnya

seperti bonus pada akhir tahun, hadiah pada hari-hari besar tertentu dan juga

bahkan oleh banyak organisai niaga pemilikan sejumlah saham perusahaan.

80

Keputusan tentang siapa yang berhak menerima berbagai imbalan tersebut

banyak didasarkan antara lain pada hasil penilaian atas kinerja pegawai yang

bersangkutan.

3. Kepentingan mutasi pegawai. Prestasi kerja seseorang di masa lalu merupakan

dasar bagi pengambilan keputusan mutasi baginya di masa depan, apapun

bentuk mutasi tersebut seperti promosi, alih tugas, alih wilayah maupun

demosi.

4. Menyusun progran pendidikan dan pelatihan, baik yang dimaksud untuk

mengatasi berbagai kekurangan dan kelemahan maupun untuk

mengembangkan potensi karyawan yang ternyata belum sepenuhnya digali

dan yang terungkap melalui penilaian kinerja.

5. Membantu para pegawai menentukan rencana kariernya dan dengan bantuan

bagian kepegawaian menyusun program pengembangan karier yang paling

tepat, dalam arti sesuai dengan kebutuhan para pegawai dan dengan

kepentigan organisasi.

F. Hasil Penelitian Yang Relevan

Untuk memperkaya makna penelitian ini, dikaji beberapa penelitian

terdahulu yang relevan, bermanfaat secara empiric maupun teoritik sebagai

bahan masukan. Beberapa hasil penelitian dimaksud adalah sebagai perikut :

1. Penelitian yang dilakukan oleh Emmy Fakry Gaffar (1992) tentang

pengelolaan Pengendalian Mutu dalam Proses Pendidikan di IKIP

Bandung difokuskan kepada upaya sistemik rasional untuk membangun

tenaga edukatif agar memiliki mutu yang dituntut dalam kehidupan masa

81

depan. Kajian yang diteliti anatara lain adalah lima fungsi utama dosen :

Pendidikan dan pengajaran, penelitian dan pengabdian pada masyarakat,

pembinaan civiatas akademika dan pelaksanaan administrasi akademik.

Kesimpulannya bahwa mutu dosen IKIP Bandung ditinjau dari kualifikasi

akademis masih perlu ditingkatkan lagi agar memenuhi persyaratan dosen

perguruan tinggi yang minimal berpendidikan S2. Mutu ditinjau dari tugas

mengajar (merencanakan, melaksanakan dan mengevaluasi proses belajar

mengajar) sangat bervariasi. Umumnya dosen mempersiapkan diri baik

secara tertulis ataupun secara psikologis sebelum memasuki kelas; hal ini

sangat membantu dosen dalam menguasai materi, dan kepercayaan diri.

Hanya beberapa dosen, umumnya senior tidak mempersiapkan secara tertulis,

tetapi garis besar tujuan pengajaran telah dikuasainya. Banyak dosen yang

perlu meningkatkan kemampuan metodologis dan penulisan laporan hasil

penelitian. Dalam pengabdian masyarakat umumnya masih berupa penyuluhan

dan penataran, belum sampai kepada aplikasi hasil penelitian Pendidikan.

Disiplin dosen cukup baik, memberikan pelayanan terhadap mahasiswa secara

baik. Namun demikian masih pula ditemukan beberapa dosen yang terlambat

menyelesaikan tugas administrasi dalam memberikan pengajaran di kelas.

2. Penelitian yang dilakukan Inggridwati Kurnia (1992) yang berjudul

Pengembangan Profesional Tenaga Pengajar Tetap FKIP UNIKA Atma Jaya

Jakarta 1986-1995. Hasilnya menunjukan bahwa pengembangan tenaga

pengajar tetap merupakan strategi pada tingkat universitas yang diarahkan

pada pengembangan dosen untuk meningkatkan mutu dalam melaksanakan

tugasnya sesuai dengan kemampuan dan bidangnya masing masing. Temuan

82

lain mengemukakan bahwa tugas mengajar merupakan profesi yang

memerlukan persyaratan tertentu dan perlu diperjuangkan agar benar benar

profesional.

3. Penelitian yang dilakukan oleh Buchori Alma yang mengkaji Produktivitas

Tenaga Pengajar IKIP Bandung (1986). Produktivitas dibagi dalam mengajar

dan karya ilmiah. Kesimpulannya, bahwa produktivitas dosen dalam mengajar

cukup tinggi. Variabel yang menjadi kajian penelitian meliputi pelaksanaan

perkuliahan, memberi dan memeriksa tugas, tentamen dan membimbing

skripsi. Kecenderungan dosen lemah dalam mempersiapkan dan memberi

tugas tugas rutin. Produktivitas dalam karya ilmiah dapat dikatagorikan rendah

dengan indikator meneliti, menulis penerbitan, artikel di media ilmiah,

menterjemahkan literatur asing dan menghindari berbagai seminar ilmiah.

4. Penelitian yang dilakukan oleh Elisa Lexi Kalumata (1988) mengenai

Pengembangan Profesional Tenaga Akademik di IKIP Manado,

menyimpulkan bahwa terdapat perbedaan kemampuan bagi dosen yang telah

mengikuti Pendidikan pasca sarjana (S2 dan S3) dan senior dengan

kemampuan dosen yunior, khususnya kemempuan dosen senior cenderung

menunjukan performance profesional di masyarakat dibanding dengan yunior.

Indikator penilaian meliputi: penguasaan materi pengetahuan, keterbatasan

dalam mencari dan mendapatkan informasi ilmiah, metodologi, pengajaran

dan penulisan karya ilmiah. Dikatakan pula bahwa program pengembangan

tenaga edukatif merupakan fungsi strategis administrasi dalam

mengembangkan dan mutu lembaga.

Penelitian di atas disimpulkan, bahwa posisi tenaga pengajar menduduki

peranan sentral dalam pelaksanaan dan peningkatan mutu pendididkan. Guna

83

meningkatkan Tri Dharma Perguruan Tinggi dosen perlu selalu meningkatkan diri

menyongsong produktivitas kerja di masing masing lembaga. Kaitannya dengan

penelitian ini bahwa hasil penelitian di atas memberikan masukan dan sekaligus

menggarisbawahi perlunya dilaksanakan penilaian kinerja dosen untuk mengukur

efektivitas pelaksanaan Tri Dharma Perguruan Tinggi di masing masing lembaga.

G. Keadaan Umum STKIP Bale Bandung.

Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan selanjutnya disingkat

STKIP Bale Bandung yang didirikan pada tahun 1984. Berlokasi di Jalan

RAA Wiranatakusumah Baleendah Kabupaten Bandung yang merupakan

perguruan tinggi pertama di Bandung Selatan dan merupakan satu-satunya

sekolah tinggi keguruan di wilayah Kabupaten Bandung.

Secara demografis dan geografis, Kabupaten Bandung sebagai

penyangga ibu kota Propinsi Jawa Barat merupakan kabupaten yang terluas di

propinsi ini dengan jumlah penduduk sebesar 3.608.796 juta jiwa (Pemda

Kabupaten Bandung, 2002). Penduduknya mayoritas berpencaharian sebagai

petani dan pekerja pabrik. Kabupaten ini merupakan salah satu sentra industri

tekstil dan garmen terbesar di Indonesia, karena itu perkembangan kabupaten

ini terutama di daerah Tengah dan Selatan cukup pesat sejalan dengan

perkembangan industri.

84

Dilihat dari sudut potensi Kabupaten Bandung, keberadaan STKIP

Bale Bandung cukup strategis apalagi bila dikaitkan dengan kebutuhan tenaga

kependidikan dan upaya peningkatan kualifikasi guru di kabupaten ini yang

jumlahnya lebih dari 13.000 orang. Tentu peluang lulusan sekolah tinggi ini

bukan hanya bertumpu pada tenaga kependidikan, melainkan juga pada

kebutuhan pengembangan Sumber Daya Manusia di luar bidang

kependidikan, seperti untuk kebutuhan industri.

Pada awal berdiri STKIP membuka satu program studi yaitu program studi

Pendidikan Geografi yang mulai beroperasi pada tahun 1984 dan memperoleh

status terdaftar pada tahun 1986. Kemudian mengembangkan program studi

Pendidikan Bahasa Inggris pada tahun 1994 serta mengembangkan program studi

Pendidikan Bahasa Indonesia pada tahun 2001.

Meningkatnya kebutuhan masyarakat pada pendidikan tinggi serta adanya

dorongan moril dan materil dari semua pihak dan sejalan dengan adanya program

pemerintah dalam rangka pemerataan dan pengembangan pendidikan, sejak tahun

akademik 1984 -1985 berupaya mempersiapkan pengembangan Sekolah Tinggi

menjadi Universitas Bandung Selatan. Sehubungan dengan karakteristik dari

Universitas Bandung Selatan yaitu mengembangkan ilmu pengetahuan secara

heterogen yang bisa menggambarkan pengklasifikasian ilmu pengetahuan, maka

Yayasan Pendidian Bale Bandung, selain mengembangkan Sekolah Tinggi

Pertanian (STIPER) yang berada dalam kategori disiplin Ilmu Pengetahuan Alam,

85

juga mengembangkan Sekolah Tinggi Hukum (STH) dan Sekolah Tinggi

Keguruan dan Ilmu Pendidikan (STKIP) yang merupakan pengembangan disiplin

Ilmu Pengetahuan Sosial. Akhirnya Yayasan Pendidikan Bale Bandung berhasil

mengembangkan Akademi Pertanian Bandung menjadi dua Sekolah Tinggi, yaitu

Sekolah Tinggi Pertanian (STIPER) dan Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu

Pendidikan (STKIP) Bale Bandung.

Pada awalnya Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan (STKIP) Bale

Bandung hanya mengembangkan satu Program Studi yaitu Program Studi

Pendidikan Geografi yang mendapat status “Terdaftar” pada tahun 1986 dengan

SK Mendikbud RI Nomor. 0680/0/1986, kemudian restatus “Terdaftar” Nomor.

96/DIKTI/KEP/1992. Pada tahun 1994 telah berhasil mengembangkan Program

Studi Pendidikan Bahasa Inggris dengan ijin penyelenggaraan dan pemberian

status “Terdaftar” berdasarkan Keputusan Ditjen Dikti Nomor.

193/DIKTI/Kep/1996 untuk jenjang S1 tertanggal 20 Juni 1996. Sedangkan

untuk Program Studi Pendidikan Geografi mendapatkan restatus “Terdaftar”

dengan Nomor. 147/DIKTI/KEP/1997 tertanggal 8 Desember 1997.

Pada tahun 2001 mengembangkan Program Studi Bahasa Indonesia dan

Daerah dengan ijin penyelenggaraan dari Dikti Nomor 2848/D/T/2001 tertanggal

31 Agustus 2001. Pada tahun 2002 untuk Program Studi Geografi

dan Program Studi Bahasa Inggris telah mendapatkan status Terakreditasi

BAN PT dengan Nomor Surat 002/BAN/PT/Ak-5/S1/III/2002 tertanggal 8 Maret

2002. Dan perpanjangan ijin penyelenggaraan untuk ketiga Program Studi

tersebut didapatkan lagi dari Direktorat Jenderal Pendidikan Tingi (Dirjen Dikti)

86

untuk kurun waktu tahun 2004 sampai tahun 2008, dengan nomor surat untuk

Program Studi Geografi Nomor 672/D/T/2004 tertanggal 19 Februari 2004, untuk

Program Studi Bahasa Ingris dengan Nomor 341/D/T/2004 tertanggal 30 Januari

2004, dan Program Studi Bahasa Indonesia dan Daerah dengan Nomor

1849/D/T/2004 tertanggal 26 Mei 2004.

Pada Usianya yang ke-20 tahun ini, berarti STKIP Bale Bandung telah

berkembang dengan membina tiga Program Studi sebagai yaitu : Program Studi

Pendidikan Geografi (Status Terakreditasi BAN PT), Program Studi Pendidikan

Bahasa Inggris (Status Terakreditasi BAN PT) Program Studi Bahasa Indonesia

dan Daerah (Status ijin Dirjen Dikti). Telah menghasilkan 863 lulusan Sarjana

Pendidikan yang berkualitas dari ketiga program studi tersebut. Dewasa ini

hampir semua lulusannya telah diserap oleh berbagai instansi baik di bidang

kependidikan maupun di luar bidang kependidikan.

1. Visi dan Misi STKIP Bale Bandung

Visi STKIP Bale Bandung

“Mengembangkan tenaga kependidikan dan ahli Pendidikan yang

berkarakter Religius, Edukatif, Sejahtera, Ilmiah dan Kooperatif (RESIK)”.

Misi STKIP Bale Bandung

a. Mengembangkan dan mengaplikasikan ilmu Pendidikan yang ditunjang

berbagai disiplin ilmu lain untuk menghasilkan SDM yang mampu

beradaptasi dengan masyarakat yang terus berkembang di era globalisasi

87

b. Mengembangkan dan mengaplikasikan berbagai disiplin ilmu lain yang

diperlukan bagi pengembangan SDM yang handal dan dibutuhkan

masyarakat.

c. Menyelenggarakan berbagai program Pendidikan untuk mempersiapkan

tenaga kependidikan yang dibutuhkan oleh masyarakat.

d. Mengembangkan berbagai kerjasama dengan lembaga Pendidikan lain

dalam upaya meningkatkan mutu SDM yang dimiliki STKIP Bale

Bandung

e. Menghasilkan lulusan yang memiliki kemampuan akademik dan atau

profesional, yang dapat menerapkan, mengembangkan dan memperkaya

khasanah ilmu pengetahuan dan kependidikan.

f. Mengembangkan dan menyebarluaskan ilmu keguruan dan

kependidikan, serta mengupayakan penggunaannya untuk meningkatkan

taraf kehidupan masyarakat dan memperkaya kebudayaan nasional.

2. Organisasi.

Lembaga pendidikan di bawah naungan YAYASAN PENDIDIKAN

BALE BANDUNG ini didasarkan oleh keinginan luhur untuk turut serta

mewujudkan pembangunan nasional khususnya di bidang pendidikan di

wilayah Bandung Selatan dan merupakan salah satu pendidikan tinggi di

wilayah Bandung Selatan.

88

Susunan organisasi STKIP Bale Bandung terdiri atas unsur-unsur

pimpinan, badan normatif, unsur pelaksana akademik, unsur pelaksana

administratif, dan unsur penunjang.

a. Unsur pimpinan STKIP Bale Bandung terdiri dari Ketua yang dibantu oleh

tiga orang Pembantu Ketua. Pembantu Ketua Bidang Akademik memimpin

pelaksanaan pendidikan, penelitian dan pengabdian masyarakat, Pembantu

Ketua Bidang Administrasi Umum dan Keuangan, Pembantu Ketua Bidang

Kemahasiswaan.

b. Senat STKIP Bale Bandung merupakan badan normative dan perwakilan

tertinggi di STKIP Bale Bandung.

c. Unsur pelaksana akademik pada STKIP Bale Bandung terdiri dari :

1) Program studi Pendidikan Geografi, Pendidikan Bahasa Inggris dan

Pendidikan Bahasa Indonesia.

2) Unit Pelaksana Teknis (UPT) Penelitian dan Pengabdian Pada Masyarakat

merupakan lembaga penunjang yang bertugas melaksanakan penelitian

dan pengembangan guna memperkaya alternatif acuan dalam usaha

pengembangan dan peningkatan kegiatan dharma ke 2 dan ke 3 sebagai

upaya pelayanan jasa kepada masyarakat disatu pihak dan dilain pihak

merupakan sarana pemahaman bagi unsur akademik. UPT ini dipimpin

oleh seorang kepala yang dibantu oleh tenaga atau staf penelitian dan staf

lainnya.

d. Unsur Penunjang akademik pada STKIP Bale Bandung terdiri dari :

89

1) Unit Pelaksana Teknis (UPT) Praktek Pengalaman Lapangan, merupakan

lembaga penunjang yang bertugas melaksanakan pelayanan pendalaman

kurikulum di masyarakat. diantaranya praktek mengajar dan kuliah kerja

lapangan;

2) Unit Pelaksana Teknis (UPT) Perpustakaan dan;

3) Unit Pelaksana Teknis (UPT) Laboratorium yang terdiri dari laboratorium

Geografi, laboaratorium Bahasa dan Komputer.

e. Pelaksana Administrasi pada STKIP Bale Bandung terdiri dari :

1) Bagian Administrasi Umum (BAU) adalah unit atau bagian pelayanan

administrasi yang menyelenggarakan kegiatan ketatausahaan,

pembinaan kesejahteraan pegawai, menjaga dan memelihara fasilitas

fisik (sarana dan prasarana), dipimpin oleh seorang kepala bagian.

2) Bagian Administrasi Akademik dan Kemahasiswaan (BAAK) adalah

unit administrasi yang bertugas melaksanakan pelayanan kegiatan

akademik, pengkoordinasian serta pengontrolan terhadap

terselenggaranya mekanisme kegiatan pendidikan dan kemahasiswaan.

BAAK dipimpin oleh seorang kepala bagian yang dibantu oleh subag

yang menangani spesialisasi pekerjaannya.

3) Bagian Administrasi Keuangan (BKE) adalah unit administrasi yang

bertugas melaksanakan pelayanan kegiatan keuangan pengkoordinasian

serta pengontrolan terhadap terselenggaranya mekanisme keuangan.

BKE dipimpin oleh seorang kepala bagian yang dibantu oleh subag yang

menangani spesialisasi pekerjaannya.

90

91

Yayasan

BPH

Ketua

Ketua Jurusan

Sekretaris Jurusan

Ketua Program Studi Ketua Program StudiKetua Program Studi

Dosen Dosen Dosen

BAU BAAK

Senat

STKIP

DewanPenyantun

PerpustakaanLaboratorium

PK I PK II PK III

UPT PPL UPT PPM

Gambar 2.3.Struktur Organisasi STKIP Bale Bandung

3. Program Pendidikan.

Keseluruhan program pendidikan pada STKIP Bale Bandung adalah

jenjang S1 . Program Pendidikan tersebut mengandung komponen teori serta

praktek kependidikan yang memberikan kewenangan mengajar sehingga

masing masing lulusan lulusan program memperoleh Akta. Program

pendidikan ini mengutamakan dan diselenggarakan guna menghasilkan

tenaga kependidikan yang handal dan profesional. Mulai tahun 1995/1996

diberlakukan kurikulum tahun 1993. Pada tahun akademik 2003/2004

kurikulum hasil revisi yang berbasis kompetensi mulai diberlakukan. Beban

studi untuk setiap program yang diselenggarakan adalah sebagai berikut :

1) Program studi Pendidikan Geografi 154 SKS

2) Program studi Pendidikan Bahasa Inggris 152 SKS

3) Program Studi Pendidikan Bahasa Indonesia 153 SKS

Dalam mengemban fungsi dan tugas pokok serta merealisasikan tujuan

STKIP Bale Bandung untuk menghasilkan guru dan tenaga kependidikan

lainnya pada jenjang pendidikan menengah, maka kurikulum STKIP Bale

Bandung diarahkan untuk :

92

1) Mengembangkan kepribadian calon guru dan tenaga kependidikan lainnya

yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa berwawasan

Pancasila dan Undang Undang Dasar 1945.

2) Mengembangkan sikap dan wawsan sebagai guru dan tenaga kependidikan

yang profesional yang berkarakter religius, edukatif, sejahtera, ilmiah dan

kooperatif.

3) Mengembangkan penguasaan ilmu teknologi dan metodologi

kependidikan dalam salah satu bidang studi yang akan menjadi

kewenangan utama sebagai pengajar atau tenaga kependidikan pada jalur

sekolah/luar sekolah.

4) Mengembangkan penguasaan ilmu dan teknologi serta metodologi

kependidikan pada bidang studi lain, yang akan memberi kewenangan

tambahan dan kemampuan tambahan sebagai guru atau tenaga

kependidikan lainnya.

Sistem Pendidikan di STKIP Bale Bandung diselenggarakan dengan

menerapkan Satuan Kredit Semester, yaitu suatu sistem penyelenggaraan

pendidikan dengan beban studi mahasiswa, beban kerja tenaga pengajar dan

penyelenggaraan program lembaga pendidikan dinyatakan dalam kredit setiap

semester. Sedangkan semester adalah satuan waktu kegiatan untuk

menyatakan lamanya suatu program Pendidikan dalam satu jenjang

Pendidikan, yang terdiri dari 18 sampai 20 minggu kuliah, atau kegiatan

terjadwal lainnya berikut kegiatan iringannya termasuk 2 sampai 3 minggu

kegiatan penilaian. Di dalam sistem kredit diterapkan Satuan Kredit Semester

93

yang selanjutnya disingkat SKS , yaitu satuan yang digunakan untuk

keberhasilan usaha kumulatif bagi suatu program tertentu, serta usaha untuk

menyelenggarakan pendidikan bagi perguruan tinggi, khususnya bagi tenaga

pengajar.

94