bab ii - repository.sari-mutiara.ac.idrepository.sari-mutiara.ac.id/416/4/chapter ii.pdf · freud...
TRANSCRIPT
6
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Caregiver
1. Pengertian
Caregiver adalah seorang individu yang secara umum merawat individu
lain (pasien) dalam kehidupannya. (Awad & Voruganti, 2008).Caregiver
mempunyai tugas sebagai emotional support, merawat pasien
(memandikan, memakaikan baju, menyiapkan makan, mempersiapkan
obat), mengatur keuangan, membuat keputusan tetntang perawatan dan
berkomunikasi dengan pelayanan kesehatan.
Caregiver adalah seseorang yang memberikan bantuan kepada orang yang
mengalami ketidakmampuan dan memerlukan bantun karena penyakut dan
keterbatasannya (Sukmarini 2009 dalam Julianti).Caregiver dibagi menjai
caregiver formal dan caregiver informal. Caregiver informal adalah
seseorang individu (anggota keluarga, teman, atau tetangga yang
memberikan perawatan secara keseluruhan, paruh waktu, tinggal bersama
maupun terpisah dengan orang yang dirawat, sedangkan caregiver formal
adalah caregiver yang merupakan bagian dari sistem pelayana yang baik
diberi pembayaran maupun sukarelawan ( Sukmarini 2009 dalam Julianti).
Caregiver pada masyarakat Indonesia umumnya adalah keluarga, dalam
hal ini adalah pasangan, anak, menantu, cucu atau saudara yang tinggal
satu rumah.Suatu keluarga terdiri dari dua individu atau lebih yang berbagi
tempat tinggal atau berdekatan satu dengan lainnya; memiliki ikatan
emosi, terlibat dalam posisi sosial; peran dan tugas-tugas yang saling
berhubungan; serta adanya rasa saling menyayangi dan memiliki.
2. Fungsi
Fungsi dari caregiver adalah merawat klien yang menderita suatu penyakit
termasuk juga menyediakan makanan, membawa klien ke pelayanan
kesehatan dan memberikan dukungan emosional dan kasih sayang serta
UNIVERSITAS SARI MUTIARA INDONESIA
7
perhatian. Caregiver juga membantu klien dalam mengambil keputusan
untuk membantu kliennya.Keluarga merupakan salah satu caregiver yang
baik untuk klien (Tantono 2006 dalam Julianti).
B. Konsep Skizofrenia
1. Pengertian
Kata Skizofrenia terdiri dari dua kata, yaitu skhizein = split = pecah dan
phrenia = mind = pikiran. Jadi skizofrenia adalah gangguan psikotik yang
sifatnya merusak, melibatkan gangguan berpikir, persepsi, pembicaraan,
emosional dan gangguan perilaku (Pieter dan Lubis, 2010).
Skizofrenia adalah gangguan mental serius yang menimpa sekitar 1 persen
dari populasi dunia.Biaya untuk mengatasi gangguan ini sangat besar. Di
Amerika, angkanya melebihi biaya dari semua jenis kanker (Thaker dan
Charpenter, 2001 dalam Carlson 2015)
2. Penyebab
Penyebab pasti gangguan skizofrenia masih belum diketahui
pasti.Berbagai hipotesis terkait penyebab gangguan ini telah bermunculan
mulai dari faktor biologis, genetik, psikologis dan lingkungan.Munculnya
berbagai hipotesis terkait penyebab gangguan ini karena gangguan ini
masih belum dapat diketahui penyebabnya secara pasti.
a. Faktor Biologis
Dalam faktor biologis ini terdapat empat faktor penting, ialah faktor
keturunan (herediter), faktor biokimiawi, faktor faal syaraf, dan faktor
anatomi syaraf. Faktor herediter mendapatkan perhatian yang lebih
besar, dimana sumber gangguan dianggap ciri biologis keluarga.Faktor
biokimiawi, menunjukkan adanya enzim yang khas, faktor faal syaraf
menunjuk pada terjadinya ketidakseimbangan antara proses
eksoitatorik dan hambatan dan gugahan otonomik yang tidak selaras.
Dalam hal ini faal yang terganggu mengganggu kapabilitas organisme
yang bersangkutan dengan peran proses. (Sutardjo 2005:152).
UNIVERSITAS SARI MUTIARA INDONESIA
8
Terdapat beberapa teori biologis mengenai skizofrenia.
1) Adanya bukti terjadinya transmisi gen, meskipun secara genetis
tidak terlihat jelas siapa yang mendapat gangguan ini.
2) Beberapa penderita skizofrenia menunjukkan abnormalitas struktur
dan pemfungsian area-area khusus di otak, yang memberikan
kontribusi terhadap gangguan ini.
3) Banyak orang dengan gangguan skizofrenia memiliki sejarah
komplikasi (kesulitan) melahirkan atau terjangkit virus selama
prenatal, yang dapat memepengaruhi otak janin mereka.
4) Teori neurotransmitter mengenai skizofrenia berpendapat bahwa
tingkat neurotransmitter dopamine yang terlalu berlebihan
memainkan peran penyebab skizofrenia.
b. Faktor Psikososial
Freud menjelaskan bahwa skizofrenia disebabkan oleh fiksasi dalam
fase perkembangan yang terjadi lebih awal sehingga menyebabkan
munculnya perkembangan yang neurosis (Kaplan dkk,
2010).Terjadinya pelemahan ego, pengesampingan superego dan
munculnya Id yang menguasai semua (Maramis, 2009). Sedangkan
Sullivan, menyatakan bahwa skizofrenia disebabkan oleh kesulitan
interpersonal awal yang berhubungan dengan pengasuhan masa kecil
yang salah dan terlalu mencemaskan (Kaplan, 2010). Teori Diatesis
Stress menyatakan bahwa beberapa orang yang memiliki
predisposisi genetik yang berinteraksi dengan stressor kehidupan
menghasilkan kemunculan dan perkembangan dari skizofrenia
(Plotnik, 2011). Kejadian yang menimbulkan stress seperti orang tua
yang mengancam, kemiskinan hubungan interpersonal, kematian orang
tua atau orang yang dicintai dan permasalahan karir atau personal
dapat memberikan kontribusi terhadap perkembangan skizofrenia.
UNIVERSITAS SARI MUTIARA INDONESIA
9
3. Gejala
Mueser dan McGurk (Carlson 2015), mengemukakan tiga kategori gejala
skizofrenia, yaitu :
a. Gejala positif membuat diri mereka dikenal karena kehadiran mereka.
Gejala positif yaitu :
1) Gangguan pemikiran
Tidak teratur, pemikiran tidak rasional mungkin merupakan
gejala yang paling penting diskizofrenia.Penderita skizofrenia
sangat kesulitan mengatur pikiran mereka secara logis dan
memilah kesimpulan yang masuk akal dari yang tidak masuk
akal.
2) Delusi
Gangguan delusi disebut juga dengan disorder of thought
content atau the basic characteristic of madness.Adalah gejala
gangguan psikotik penderita skizofrenia yang ditandai
gangguan pikiran, keyakinan yang kuat yang sebenarnya
misrespresentation dari keyakinannya. (Pieter dan Lubis, 2010)
a) Ciri-ciri kilinis dari gangguan delusi yaitu :
(1) Keyakinan yang persisten dan berlawanan dengan
kenyataan tetapi tidak disertai dengan keberadaan
sebenarnya.
(2) Terisolasi secara sosial dan bersikap curiga pada orang
lain.
b) Bentuk-bentuk delusi yang berkaitan dengan skizofrenia
yaitu :
(1) Delusions of persecution, adalah penderita skizofrenia
yang mengalami gangguan psikotik ditandai waham
prasangka buruk terhadap dirinya ataupun orang lain
yang tidak realistis. Merasa orang lain sangat dengki
dengan dirinya.
UNIVERSITAS SARI MUTIARA INDONESIA
10
(2) Cotard’s syndrome (sometic) adalah penderita
skizofrenia yang mengalami gangguan psikotik atau
ketakutan yang tidak real.
3) Halusinasi
Halusinasi skizofrenia khas, terdiri dari suara-suara berbicara
orang tersebut.Sering kali, suara-suara itu memerintahkannya
untuk melakukan sesuatu, memarahinya karena dia tidak
berharga, atau hanya mengucapkan frase tak bermakna.
Halusinasi penciuman (olfaktoris) juga cukup umum ditemui;
sering kali menciptakan delusi yang menyebutkan bahwa orang
lain berusaha untuk membunuhnya dengan gas beracun.
a. Gejala negatif
Berbeda dengan gejala positif, gejala negatif skizofrenia dikenal
dengan berkurangnya atau tidak adanya perilaku yang normal:
respons emosional yang datar, kemampuan bicara yang buruk,
kurangnya inisiatif dan ketekunan, anhedonia (ketidakmampuan
untuk mengalami/merasakan kesenangan), dan menarik diri secara
sosial.
b. Gejala kognitif
Gejala kognitif skizofrenia berhubungan erat dengan gejala negatif
dan dapat dihasilkan oleh kelainan akibat tumpang tindihnya
daerah di otak.Gejala ini termasuk kesulitan dalam
mempertahankan perhatian, rendahnya tingkat kecepatan
psikomotor (kemampuan untuk secara cepat dan lancer melakukan
gerakan-gerakan jari-jari, tangan, dan kaki), penurunan
kemampuan (defisit) dalam belajar dan memori, buruknya
kemampuan berpikir secara abstrak, dan buruknya kemampuan
pemecahan masalah.
UNIVERSITAS SARI MUTIARA INDONESIA
11
4. Tipe Skizofrenia
Berdasarkan Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa
III (2003), skizofrenia dibagi, menjadi :
a. Skizofrenia Paranoid
Ini adalah jenis skizofrenia yang paling sering dijumpai di negara
mana pun.Gambaran klinis didominasi oleh waham-waham yang
secara relatif stabil, sering kali bersifat paranoid, biasanya disertai
dengan oleh halusinasi-halusinasi, terutama halusinasi
pendengaran, dan gangguan persepsi.
Beberapa contoh dari gejala-gejala paranoid yang paling umum :
1) Waham-waham kejaran, rujukan (reference), “exalted birth”
(merasa dirinya tinggi, istimewa), misi khusus, perubahan
tubuh atau kecemburuan
2) Suara-suara halusinasi yang mengancam pasien atau memberi
perintah, atau halusinasi auditorik tanpa bentuk verbal berupa
bunyi pluit (whistling), mendengung (humming), atau bunyi
tawa (laughing)
3) Halusinasi pembauan atau pengecapan rasa, atau bersifat
seksual, atau lain-lain perasaan tubuh, halusinasi visual
mungkin ada tetapi jarang meonjol.
b. Skizofrenia Hebefrenik
Suatu bentuk skizofrenia dengan perubahan afektif yang tampak
jelas, dan secara umum juga dijumpai waham dan halusinasi yang
bersifat mengambang serta terputus-putus (fragmentary), perilaku
yang tak bertanggung jawab dan tidak diramalkan, serta umumnya
mannarisme. Suasana perasaan (mood) pasien dangkal dan tidak
wajar (inappropriate), serta disertai oleh cekikikan (giggling) atau
perasaan puas-diri (self-statisfied), senyum sendiri (self-absorbed
smiling), atau oleh sikap yang angkuh/agung (lofty manner)
tertawa menyeringai (grimaces), mannerism, mengibuli secara
UNIVERSITAS SARI MUTIARA INDONESIA
12
bersenda gurau (pranks), keluhan yang hipokondrik, dan ungkapan
kata yang diulang-ulang (reiterated phrases).
c. Skizofrenia Katatonik
Gangguan psikomotor yang menonjol merupakan gambaran yang
esensial dan dominan dan dapat bervariasi antara kondisi ekstrem
seperti hiperkinesis dan stupor, atau antara sifat penurut yang
otomatis dan negativisme.
Gejala katatonik terpisah yang bersifat sementara dapat terjadi
pada setiap subtipe skizofrenia, tetapi untuk diagnosis skizofrenia
katatonik satu atau lebih dari perilaku berikut ini harus
mendominasi gambaran klinisnya:
1) Stupor (amat berkurangnya reaktivitas terhadap lingkungan dan
dalam gerakan serta aktivitas spontan) atau mutisme
2) Kegelisahan (aktivitas motor yang tampak tak bertujuan, yang
tidak dipengaruhi oleh stimuli eksternal)
3) Berpose (secara sukarela mengambil dan mempertahankan
sikap tubuh tertentu yang tidak wajar atau “bizarre”)
4) Negativisme (perlawanan yang jelas tidak bermotif terhadap
semua instruksi atau upaya untuk digerakkan, atau bergerak
kearah yang berlawanan)
5) Rigiditas (rigidity: mempertahankan sikap tubuh yang kaku
melawan upaya untuk menggerakkannya)
6) “waxy flexibility” (mempertahankan posisi anggota gerak dan
tubuh yang dilakukan dari luar)
7) Gejala-gejala lain seperti otomatisme terhadap perintah
(command automatism: ketaatan secara otomatis terhadap
perintah), dan perseverasi kata-kata serta kalimat-kalimat.
UNIVERSITAS SARI MUTIARA INDONESIA
13
d. Skizofrenia Tak Terinci (Undifferentiated)
Kondisi-kondisi yang memenuhi kriteria diagnostik umum untuk
skizofrenia tetapi tidak sesuai dengan satu pun subtipe tersebut
diatas, atau memperlihatkan gejala lebih dari satu subtipe tanpa
gambaran predominasi yang jelas untuk suatu kelompok diagnosis
yang khas.
Kategori ini harus disediakan untuk gangguan yang:
1) Memenuhi kriteria diagnostik untuk skizofrenia
2) Tidak memenuhi kriteria untuk skizofrenia paranoid,
hebefrenik atau katatonik
3) Tidak memenuhi kriteria untuk skizofrenia residual atau
depresi pasca-skizofrenia.
e. Depresi Pasca-Skizofrenia
Suatu episode depresif yang mungkin berlangsung lama dan timbul
sesudah suatu serangan penyakit skizofrenia.Beberapa gejala
skizofrenik harus tetap ada tetapi tidak lagi mendomiasi gambaran
klinisnya.Gejala-gejala yang menetap ini dapat “positif” atau
“negatif” walaupun biasanya yang terakhir itu lebih sering.
Diagnosis ini harus ditegakkan hanya kalau:
1) Pasien telah menderita penyakit skizofrenia yang memenuhi
kriteria umum skizofrenia selama 12 bulan terakhir
2) Beberapa gejala skizofrenik masih tetap ada
3) Gejala-gejala depresif menonjol dan mengganggu, memenuhi
sedikitnya kriteria untuk suatu episode depresif dan telah ada
untuk waktu sedikitnya 2 minggu.
f. Skizofrenia Residual
Suatu stadium kronis dalam perkembangan suatu gangguan
skizofrenik dimana telah terjadi progresi yang jelas dari stadium
UNIVERSITAS SARI MUTIARA INDONESIA
14
awal (terdiri dari satu atau lebih episode dengan gejala psikotik
yang memenuhi kriteria umum untuk skizofrenia diatas) ke
stadium lebih lanjut yang ditandai secara khas oleh gejala-gejala
“negatif” jangka panjang, walaupun belum tentu ireversibel.
Untuk suatu diagnosis yang menyakinkan, persyaratan berikut ini
harus dipenuhi:
1) Gejala “negatif” skizofrenia yang menonjol, misalnya
perlambatan psikomotor, aktivitas menurun, afek yang
menumpul, sikap pasif dan ketiadaan inisiatif, kemiskinan
dalam kuantitas isi pembicaraan, komunikasi nonverbal yang
buruk seperti dalam ekspresi muka, kontak mata, modulasi
suara dan sikap tubuh,perawatan diri dan kinerja sosial yang
buruk.
2) Sedikit ada riwayat satu episode psikotik yang jelas di masa
lampau yang memenuhi kriteria diagnostik untuk skizofrenia
3) Sedikitnya sudah melapaui kurun waktu satu tahun di mana
intensitas dan frekuensi gejala yang nyata seperti waham dan
halusinasi telah sangat berkurang (minimal) dan telah dilampau
sindrom “negatif” skizofrenia
4) Tidak terdapat demensia atau penyakit/gangguan otak organik
lain, depresi kronis atau institusionalisasi.
g. Skizofrenia Simpleks
Suatu kelainan yang tidak lazim dimana ada perkembangan yang
bersifat perlahan tetapi progresif mengenai keanehan tingkah laku,
ketidakmampuan untuk memenuhi tuntutan masyarakat dan
penurunan kinerja secara menyeluruh.Tidak terdapat waham dan
halusinasi, serta gangguan ini bersifat kurang nyata psikotik jika
dibandingkan dengan skizofrenia subtipe hebefrenik, paranoid dan
katatonik.Ciri-ciri “negatif” yang khas dari skizofrenia residual
(misalnya afek yang menumpul, hilangnya dorongan kehendak)
UNIVERSITAS SARI MUTIARA INDONESIA
15
timbul tanpa didahului oleh gejala-gejala psikotik yang
overt.Bersama dengan tambahnya kemunduran sosial, maka pasien
dapat berkembang lebih lanjut menjadi gelandangan (psikotik),
pendiam, malas dan tanpa tujuan.
h. Skizofrenia Lainnya
i. Skizofrenia YTT
C. Konsep Koping
1. Pengertian
Koping adalah mekanisme untuk mengatasi perubahan yang dihadapi atau
beban yang diterima tubuh dan beban tersebut menimbulkan respon tubuh
yang sifatnya nonspesifik yaitu stres. Apabila mekanisme coping ini
berhasil, seseorang akan dapat beradaptasi terhadap perubahan atau beban
tersebut (Ahyar, 2010). Individu dapat mengatasi stres dengan
menggerakkan sumber koping di lingkungan. Ada lima sumber koping
yaitu: aset ekonomi, kemampuan dan keterampilan individu, teknik-teknik
pertahanan, dukungan sosial dan dorongan motivasi (Hidayat, 2008).
2. Jenis-Jenis Koping
Lazarus (dalam Taylor, 2012) membagi mekanisme koping ke dalam dua
kategori:
a. Direct action (perilaku koping yang berfokus pada masalah-problem
focused coping) yaitu segala tindakan yang diusahakan individu untuk
mengatasi atau menanggulangi stres yang langsung diarahkan pada
penyebab stres atau stresor.
b. Palliation (perilaku koping yang berfokus pada emosi-emotion focused
coping), perilaku kategori ini merupakan suatu usaha yang diarahkan
untuk mengatasi, mengurangi, atau menghilangkan ketegangan
emosional yang timbul dari situasi stres, atau bertahan terhadap tekanan
emosi negatif yang dirasakan akibat masalah yang dihadapi.
UNIVERSITAS SARI MUTIARA INDONESIA
16
Jenis koping yang berfokus pada masalah mencakup tindakan secara
langsung untuk mengatasi masalah atau mencari informasi yang relevan
dengan solusi yaitu:
- Konfrontasi, jenis ini memiliki ciri dengan usaha untuk mengubah
situasi atau keadaan (Mutoharoh, 2010). Jenis ini juga disebut active
coping karena ada penekanan pada tindakan aktif individu untuk
mencoba mengatasi masalah maupun untuk mengurangi dampak dari
masalah tersebut (Taylor, 2012).
- Perencanaan masalah, menggambarkan pertimbangan, usaha-usaha
yang difokuskan pada masalah untuk mencari jalan keluar (Mutoharoh,
2010). Jenis ini melibatkan usaha memikirkan, menyusun rencana
strategi tindakan dan langkah yang akan diambil, serta kemungkinan
berhasilnya usaha tersebut (Taylor, 2012).
- Mencari dukungan sosial berupa bantuan, merupakan usaha mencari
dukungan sosial berupa nasehat, informasi, atau bantuan yang
diharapkan agar membantu individu memecahkan masalah dan
mengatasi stresor yang dihadapi (Taylor, 2012). Jenis ini memiliki ciri
khas yaitu usaha untuk memperoleh informasi dari orang lain
(Mutoharoh, 2010).
- Penekanan kegiatan lain (suppression of competiting activities),
mencakup usaha membatasi ruang gerak atau aktivitas lain yang tidak
berhubungan dengan masalah. Hal ini dilakukan agar perhatian individu
sepenuhnya tercurah untuk mengatasi stres (Taylor, 2012).
- Penundaan perilaku mengatasi stres (restraint coping), adalah usaha
mengatasi masalah dengan tidak melakukan tindakan apapun sampai
ada kesempatan yang tepat untuk bertindak (Taylor, 2012).
Koping yang berfokus pada emosi merujuk pada berbagai upaya untuk
mengurangi berbagai reaksi emosional negatif terhadap stres yaitu:
- Penerimaan, menggambarkan penerimaan akan keadaan (Mutoharoh,
2010). Penerimaan diharapkan terjadi dalam keadaan dimana stresor
UNIVERSITAS SARI MUTIARA INDONESIA
17
merupakan sesuatu yang tidak dapat dihindari dan bukan hal yang
mudah diubah (Taylor, 2012).
- Menjaga jarak, menggambarkan usaha-usaha untuk melepaskan atau
memisahkan diri dari keadaan yang penuh stres (Mutoharoh, 2010).
- Kontrol diri, menggambarkan usaha- usaha untuk mengatur perasaan
atau diri sendiri (Mutoharoh, 2010). Koping ini lebih mengarahkan
usahanya untuk mengendalikan emosi-emosi yang tidak menyenangkan
daripada menghadapi sumber stres itu sendiri secara langsung (Taylor,
2012).
- Penghindaran, menggambarkan akan harapan atau usaha untuk lari atau
menghindari dari situasi (Mutoharoh, 2010). Koping ini kadang-kadang
muncul sebagai suatu respon terhadap stresor dan terjadi pada penilaian
awal. Penghindaran akan berguna pada tahap awal menghadapi stres
namun akan menyulitkan koping pada tahap selanjutnya (Taylor, 2012).
- Kembali ke agama, individu mencari pegangan pada agama saat ia
mengalami stres (Taylor, 2012).
- Penilaian positif, usaha-usaha untuk menemukan arti positif dalam
pengalaman yang terjadi (Mutoharoh, 2010). Individu secara emosional
dapat lebih tenang dan berpikir jernih sehingga dapat meneruskan atau
memulai kembali tindakan koping yang terarah pada masalah secara
aktif (Taylor, 2012).
3. Koping Caregiver
Koping caregiver didefenisikan sebagai respon yang positif, sesuai dengan
masalah, afektif, persepsi, dan respons perilaku yang digunakan keluarga
dan subsistemnya untuk memecahkan suatu masalah atau mengurangi stres
yang diakibatkan oleh masalah atau peristiwa.Respon-respon atau perilaku
koping caregiver meliputi tipe strategi koping eksternal dan internal.
4. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Strategi Koping Caregiver
Menurut Mutadin (2002) cara individu menangani situasi yang mengandung
tekanan ditentukan oleh sumber daya individu yang meliputi :
UNIVERSITAS SARI MUTIARA INDONESIA
18
a. Kesehatan Fisik
Kesehatan merupakan hal yang penting, karena selama dalam usaha
mengatasi stres individu dituntut untuk mengerahkan tenaga yang
cukup besar.
b. Keyakinan atau pandangan positif
Keyakinan menjadi sumber daya psikologis yang sangat penting, seperti
keyakinan akan nasib (external locus of control) yang mengerahkan
individu pada penilaian ketidakberdayaan (helplessness) yang akan
menurunkan kemampuan strategi coping.
c. Keterampilan memecahkan masalah
Keterampilan ini meliputi kemampuan untuk mencari informasi,
menganalisa situasi, mengidentifikasi masalah dengan tujuan untuk
menghasilkan alternatif tindakan, kemudian mempertimbangkan
alternatif tersebut sehubungan dengan hasil yang ingin dicapai, dan
pada akhirnya melaksanakan rencana dengan melakukan suatu tindakan
yang tepat.
d. Keterampilan sosial
Keterampilan ini meliputi kemampuan untuk berkomunikasi dan
bertingkah laku dengan cara-cara yang sesuai dengan nilai-nilai sosial
yang berlaku dimasyarakat.
e. Dukungan sosial
Dukungan ini meliputi dukungan pemenuhan kebutuhan informasi dan
emosional pada diri individu yang diberikan oleh orang tua, anggota
keluarga lain, saudara, teman, dan lingkungan masyarakat sekitarnya.
f. Materi/Ekonomi
Dukungan ini meliputi sumber daya berupa uang, barang-barang atau
layanan yang biasanya dapat dibeli.
Salah satu faktor yang mempengaruhi strategi coping adalah dukungan
sosial yang meliputi dukungan pemenuhan kebutuhan informasi dan
emosional pada diri individu yang diberikan oleh orang tua, anggota
keluarga lain, saudara, teman, rekan kerja dan lingkungan masyarakat
UNIVERSITAS SARI MUTIARA INDONESIA
19
sekitarnya (Mutadin, 2002). Individu yang saling mendukung satu sama lain
akan terdapat rasa hubungan kemasyarakatan serta hubungan antara
perseorangan.
5. Tipe Strategi Koping Caregiver
Dua tipe strategi koping keluarga adalah internal atau intrafamiliar (dalam
keluarga inti) dan eksternal atau ekstrafamilial (diluar keluarga inti).
a. Strategi Koping Caregiver Internal
1) Mengandalkan kelompok keluarga.
Untuk mengatasi masalah/stressor yang dihadapinya, caregiver
seringkali melakukan upaya untuk menggali dan mengandalkan
sumber-sumber mereka sendiri.Caregiver melakukan ini dengan
membuat struktur dan organisasi yang lebih besar dalam keluarga,
yakni membuat jadwal dan tugas rutinitas yang dipikul oleh setiap
anggota keluarga yang lebih ketat.
2) Penggunaan humor.
Menunjukkan bahwa perasaan humor merupakan hal penting dalam
keluarga karena dapat memberikan perubahan bagi sikap-sikap
keluarg na terhadap masalah-masalah dan perawatan kesehatan.
Humor juga diakui sebagai suatu cara bagi individu dan kelompok
untuk menghilangkan rasa cemas dan stress.
3) Pengungkapan bersama yang semakin meningkat (memelihara ikatan
keluarga).
Suatu cara untuk membawa keluarga lebih dekat satu sama lain dan
memelihara serta mengatasi tingkat stres dan pikiran, ikut serta
dengan aktivitas setiap anggota keluarga merupakan cara untuk
menghasilkan suatu ikatan yang kuat dalam sebuah keluarga.
4) Mengontrol arti/makna dari masalah: pembentukan kembali kognitif.
Salah satu cara untuk menemukan koping efektif adalah
menggunakan mekanisme mental dengan mengartikan masalah yang
dapat mengurangi atau menetralisir secara kognitif rangsang
berbahaya yang dialami dalam hidup.
UNIVERSITAS SARI MUTIARA INDONESIA
20
5) Pemecahan masalah keluarga secara bersama-sama.
Pemecahan masalah bersama dikalangan keluarga merupakan
startegi koping keluarga yang telah dipelajari melalui riset
laboratorium oleh sekelompok peneliti keluarga.Pemecahan masalah
bersama dapat digambarkan sebagai suatu situasi dimana keluarga
dapat mendiskusikan masalah yang ada secara bersama-sama oleh
keluarga dengan mengupayakan dengan mencari solusi atau jalan
keluarga atas adasar logika.
6) Fleksibilitas peran.
Adanya perubahan dalam kondisi dan situasi dalam keluarga yang
setiap saat dapat berubah, fleksibilitas peran merupakan suatu
strategi koping yang kokoh untuk mengatasi suatu masalah dalam
keluarga.Pada keluarga yang berduka, fleksibilitas peran adalah
sebuah strategi koping fungsional yang penting untuk membedakan
tingkat berfungsinya sebuah keluarga.
7) Normalisasi.
Salah satu strategi koping keluarga yang lain adalah kecenderungan
keluarga menormalkan keadaan sehingga keluarga dapat melakukan
koping terhadap sebuah stressor jangka panjang yang dapat merusak
kehidupan keluarga dan kegiatan rumah tangga.
b. Strategi Koping Caregiver Eksternal.
1) Mencari Informasi.
Keluarga yang mengalami stres memberikan respon secara kognitif
dengan mencari pengetahuan dan informasi yang berhubungan dengan
stressor.Ini berfungsi untuk menambah rasa memiliki kontrol terhadap
situasi dan mengurangi perasaan takut terhadap orang yang tidak
dikenal dan membantu keluarga menilai stressor secara lebih akurat.
2) Memelihara hubungan aktif dengan komunitas.
Kategori ini berbeda dengan koping yang menggunakan sistem
dukungan sosial dimana kategori ini merupakan suatu koping keluarga
yang berkesinambungan, jangka panjang dan bersifat umum, bukan
UNIVERSITAS SARI MUTIARA INDONESIA
21
sebuah kategori yang dapat meningkatkan stressor spesifik
tertentu.Dalam hal ini anggota keluarga adalah pemimpin dalam suatu
kelompok, organisasi dan kelompok komunitas.
3) Mencari dukungan sosial.
Mencari sistem pendukung sosial dalam jaringan kerja sosial keluarga
merupakan strategi koping keluarga eksternal yang utama.Sistem
pendukung sosial ini dapat diperoleh dari sistem kekerabatan
keluarga, kelompok profesional, para tokoh masyarakat dan lain-lain
yang didasarkan pada kepentingan bersama.
4) Mencari dukungan spiritual.
Beberapa studi mengatakan keluarga berusaha mencari dan
mengandalkan dukungan spiritual anggota keluarga sebagai cara
keluarga untuk mengatasi masalah.
D. Konsep Kualitas Hidup (Quality Of Life)
1. Defenisi Kualitas Hidup
Tidak mudah untuk mendefenisikan kualitas hidup secara tepat.Pengertian
mengenai kualitas hidup telah banyak dikemukakan oleh para ahli, namun
semua pengertian tersebut tergantung dari siapa yang membuatnya.
Menurut World Health Organization Quality of Life Group(WHOQOL
Group), kualitas hidup didefenisikan sebagai persepsi individual terhadap
posisinya dalam kehidupan pada konteks sistem nilai dan budaya dimana
mereka tinggal dan dalam berhubungan dengan tujuannya, pengharapan,
norma-norma dan kepedulian menyatu dalam hal yang kompleks seperti
kesehatan fisik seseorang, keadaan psikologis, level kemandirian,
hubungan sosial, kepercayaan-kepercayaan personal, dan hubungannya
dengan hal-hal yang penting pada lingkungan. Kualitas hidup merujuk
pada evaluasi subjektif yang berada di dalam lingkup suatu kebudayaan,
sosial dan konteks lingkungan.Kualitas hidup tidak dapat secara
sederhana disamakan dengan istilah status kesehatan, kepuasan hidup,
keadaan mental, atau kesejahteraan.
UNIVERSITAS SARI MUTIARA INDONESIA
22
Menurut Calman dalam Silitonga (2007) mengungkapkan bahwa konsep
dari kualitas hidup adalah bagaimana perbedaan antara keinginan yang
ada dibandingkan perasaan yang ada sekarang, defenisi ini dikenal dengan
sebutan “Calman’s Gap”.Calman mengungkapkan pentingnya mengetahui
perbedaan antara perasaan yang ada dengan keinginan yang sebenarnya,
dicontohkan dengan membandingkan suatu keadaan antara “dimana
seseorang berada” dengan “di mana seseorang ingin berada”.Jika
perbedaan antara kedua keadaan ini lebar, ketidakcocokan ini
menunjukkan bahwa kualitas hidup seseorang tersebut rendah, sedangkan
kualitas hidup tinggi jika perbedaan yang ada antara keduanya kecil.
Defenisi kualitas hidup yang berhubungan dengan kesehatan dapat
diartikan sebagai respon emosi dari penderita terhadap aktivitas sosial,
emosional, pekerjaan dan hubungan antar keluarga, rasa senang atau
bahagia, adanya kesesuaian antara harapan dan kenyataan yang ada,
adanya kepuasan dalam melakukan fungsi fisik, sosial dan emosional
serta kemampuan mengadakan sosialisasi dengan orang lain.
2. Ruang Lingkup Kualitas Hidup
Secara umum terdapat lima bidang yang dipakai untuk mrngukur kualitas
hidup berdasarkan kuesioner yang dikembangkan oleh WHO (World
Health Organization), bidang tersebut adalah kesehatan fisik, kesehatan
psikologik, keleluasaan aktivitas, hubungan sosial dan lingkungan.
Kualitas hidup terdiri dari beberapa dimensi (Richieri et al (2010)):
a. Psikologi dan Kesejahteraan fisik
Psikologi dan Kesejahteraan fisik ini dapat dipenagruhi oleh beberapa
hal yaitu faktor kepribadian dan perbedaan individual, emosi, kesehatan
fisik, relasi, status sosial, dan pencapaian tujuan.( Ryan& Deci, 2001)
b. Beban psikologi dan Kehidupan sehari-hari
UNIVERSITAS SARI MUTIARA INDONESIA
23
Beban psikologis bisa dilihat dari kondisi stres seseorang. Stres adalah
kondisi ketika individu merasa tidak sanggup mengatasi tuntutan yang
dihadapinya..Stres dapat mempengaruhi kehidupan sehari-hari individu
(Marks, dkk. 2002).
c. Hubungan dengan pasangan
Hubungan dengan pasangan dapat menjadi penilaian untuk melihat
kualitas hidup individu baik atau tidak, dapat dilihat dari keharmonisan
dan saling mendukung antara pasangan. (Setyowati, 2013)
d. Hubungan dengan Orang lain (Sosialisasi)
Hubungan dengan orang lain dapat dinilai dari hubungan individu
dengan keluarga, hubungan dengan tim medis, dan hubungan dengan
teman. Dengan bersosialisasi dengan baik dengan individu disekitarnya
dapat menjadi aspek untuk mengukur kalitas hidup seseorang.
(Setyowati, 2013)
e. Beban materi dan fasilitas
Kualitas hidup dapat dipengaruhi oleh kekurangan dalam memehuni
materi dan fasilitas.Materi dan fasilitas merupakan hal penting untuk
individu untuk bertahan hidup.
3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kualitas Hidup
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi kualitas hidup seseorang, yaitu:
a. Jenis Kelamin
Setiap jenis kelamin memiliki peran sosial yang berbeda.Hal ini
memungkinkan untuk mempengaruhi aspek kehidupan yang
selanjutnya mempengaruhi kualitas hidup seseorang. (Wong et al,
2012)
b. Pendidikan
UNIVERSITAS SARI MUTIARA INDONESIA
24
Perbedaan tingkat pendidikan mempengaruhi pengetahuan dan
pemahaman seseorang tentang keadaan yang sedang dialami.
(Winahyu, 2014)
Sedangkan menurut Lindstrom (Silitonga, 2007) kualitas hidup
dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu:
a. Kondisi Global, meliputi lingkungan makro yang berupa kebijakan
pemerintah dan asas-asas.
b. Kondisi Eksternal, meliputi lingkungan tempat tinggal (cuaca, musim,
polusi, kepadatan penduduk), status sosial ekonomi, pelayanan
kesehatan dan pendidikan orangtua.
c. Kondisi Interpersonal, meliputi hubungan sosial dalam keluarga
(orangtua, saudara kandung, saudara lain serumah dan teman sebaya.
d. Kondisi personal, meliputui dimensi fisik, mental dan spiritual pada
diri anak sendiri, yaitu genetik, umur, kelamin, ras, gizi, hormonal,
stress, motivasi belajar dan pendidikan anak serta pengajaran agama.
E. Kerangka Konsep
Berikut kerangka konsep penelitian yang di gambarkan dalam skema berikut
ini.
Variabel Independen Variabel Dependen
Skema 2.1. Kerangka Konsep Penelitian
F. Hipotesis
Ha : Ada hubungan koping dengan kualitas hidup caregiver skizofrenia di
Poliklinik RSJ. Prof. Muhammad Ildrem Sumatera Utara Tahun 2016.
\
Koping Kualitas Hidup
UNIVERSITAS SARI MUTIARA INDONESIA