bab ii tinjauan pustaka - repository.sari-mutiara.ac.idrepository.sari-mutiara.ac.id/346/3/chapter...

16
6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Sinusitis 1. Pengertian Sinusitis Sinusitis didenifisikan sebagai inflamasi mukosa sinus paranasal. Sinus paranasal merupakan salah satu organ tubuh yang sulit dideskripsikan karena bentuknya sangat bervariasi pada tiap individu, umumnya disertai atau dipicu oleh rinitis sehingga sering disebut rinosinusitis, bila mengenai beberapa sinus disebut multisinusitis, sedangkan bila mengenai semua sinus paranasal disebut pansinusitis (Mangunkusumo & Soetjipto dalam Soepardi dkk, 2012). Menurut Parag & Julian (2012), istilah rinosinusitis saat ini lebih akurat di gunakan ketimbang rinitis atau sinusitis, rinosinusitis diartikan sebagai peradangan hidung dan sinus paranasal yang ditandai oleh dua gejala atau lebih, Penyakit yang timbul sampai 12 minggu di kelompokkan sebagai akut dan bila lebih dari waktu itu dinamakan kronik, penyebab utamanya adalah salesma (common cold) yang merupakan infeksi virus yang selanjutnya diikuti oleh infeksi bakteri. 2. Faktor-faktor resiko penyebab kekambuhan rinosinusitis Menurut Metson & Mardon (2006), terdapat beberapa faktor resiko penyebab kekambuhan rinosinusitis, antara lain : a. Faktor alergi makanan Meskipun relatif jarang, alergi makanan yang memicu rinosinusitis ternyata cukup sering dijumpai. Petunjuk bahwa alergi semacam ini mungkin ada adalah jika potsnasal drip menjadi keluhan utama. Jika seseorang merasa tergangganggu oleh pengeluaran lendir seperti ini atau berkumpulnya secara terus menerus dibelakang tenggerokan, terutama ketika bangun tidur, berarti seseorang tersebut munkin memang mederita alergi makanan tetapi tidak menyadarinya. UNIVERSITAS SARI MUTIARA INDONESIA

Upload: others

Post on 01-Nov-2019

8 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.sari-mutiara.ac.idrepository.sari-mutiara.ac.id/346/3/CHAPTER II.pdf · 3. Patofisiologi Kesehatan rinosinusitis dipengaruhi oleh patensi ostium-ostium

6

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Sinusitis

1. Pengertian Sinusitis

Sinusitis didenifisikan sebagai inflamasi mukosa sinus paranasal. Sinus

paranasal merupakan salah satu organ tubuh yang sulit dideskripsikan

karena bentuknya sangat bervariasi pada tiap individu, umumnya disertai

atau dipicu oleh rinitis sehingga sering disebut rinosinusitis, bila mengenai

beberapa sinus disebut multisinusitis, sedangkan bila mengenai semua

sinus paranasal disebut pansinusitis (Mangunkusumo & Soetjipto dalam

Soepardi dkk, 2012).

Menurut Parag & Julian (2012), istilah rinosinusitis saat ini lebih akurat di

gunakan ketimbang rinitis atau sinusitis, rinosinusitis diartikan sebagai

peradangan hidung dan sinus paranasal yang ditandai oleh dua gejala atau

lebih, Penyakit yang timbul sampai 12 minggu di kelompokkan sebagai

akut dan bila lebih dari waktu itu dinamakan kronik, penyebab utamanya

adalah salesma (common cold) yang merupakan infeksi virus yang

selanjutnya diikuti oleh infeksi bakteri.

2. Faktor-faktor resiko penyebab kekambuhan rinosinusitis

Menurut Metson & Mardon (2006), terdapat beberapa faktor resiko

penyebab kekambuhan rinosinusitis, antara lain :

a. Faktor alergi makanan

Meskipun relatif jarang, alergi makanan yang memicu rinosinusitis

ternyata cukup sering dijumpai. Petunjuk bahwa alergi semacam ini

mungkin ada adalah jika potsnasal drip menjadi keluhan utama. Jika

seseorang merasa tergangganggu oleh pengeluaran lendir seperti ini

atau berkumpulnya secara terus menerus dibelakang tenggerokan,

terutama ketika bangun tidur, berarti seseorang tersebut munkin

memang mederita alergi makanan tetapi tidak menyadarinya.

UNIVERSITAS SARI MUTIARA INDONESIA

Page 2: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.sari-mutiara.ac.idrepository.sari-mutiara.ac.id/346/3/CHAPTER II.pdf · 3. Patofisiologi Kesehatan rinosinusitis dipengaruhi oleh patensi ostium-ostium

7

Penyebab alergi makanan masih belum diketahui secara pasti, namun

pada sebagian kasus efeknya lebih ringan. Gejala yang timbul secara

perlahan dan kurang mencolok, sampai ke tahap dimana orang tidak

lagi memperkirakan adanya hubungan antara makanan dan reaksi yang

ditimbulkannya. Contoh makanan yang sering menimbulkan alergi

susu, gandum, telur, udang, kepiting, ikan laut, kacang tanah, coklat,

kiwi, jeruk.

Susu dan gandum adalah dua makanan yang paling sering

menyebabkan reaksi alergi yang meyebabkan pembentukan lendir

secara berlebihan dan postnasal drip yang menganggu. Pembentukan

lendir ini juga menyebabkan hidung tersumbat, menganggu pernapasan

(Meler/ingusan), hidung gatal-gatal, serta menyumbat ostrium sinus

sehingga timbul infeksi.

Menegakkan diagnosis alergi makanan tidaklah mudah karena belum

ada pendekatan baku yang dapat digunakan ahli alergen, sementara

hasil pemeriksaan mungkintidak dapat diandalkan. Sebagai dokter

senang menggunakan uji kulit yang serupa dengan yang diguanakan

untuk mendeteksi alergi serbuk sari dan debu : sejumlah kecil makanan

diletakkan dibawah kulit ada tidaknya reaksi. sebagian yang lain

menggunakan pemeriksaan darah yang disebutRadio Allergo Sorbent

Test(RAST) untuk mencari antibodi terhadap protein makanan dalam

darah.

Cara yang terbaik menentukan apakah seseorang mengidap alergi ini

adalah dengan diet eliminasi. Dengan kata lain, anda berhenti

manyantap makanan yang dicurigai selama waktu tertentu dan

memerhatikan apakah ada perbedaan. Ini dianjurkan selama 2 minggu,

atau idealnya 4 minggu, jika seseorang tersebut dapat bertahan

sedemikian lama, akan sedikit banyak tahu apakah abenar-benar

mengalami alergi. Selama percobaan tersebut harus benar ketat

UNIVERSITAS SARI MUTIARA INDONESIA

Page 3: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.sari-mutiara.ac.idrepository.sari-mutiara.ac.id/346/3/CHAPTER II.pdf · 3. Patofisiologi Kesehatan rinosinusitis dipengaruhi oleh patensi ostium-ostium

8

mengenai diet. Dengan susu meminum susu juga harus dihentikan dan

termasuk semua produk yang mengandung susu.

Satu catatan akhir tentang susu, kandungan protein susu, bukan lemak

yang menyebabkan peningkatan produksi mukus. Jadi, sekedar

penggantinya dengan susu nonlemak, meskipun baik bagi jantung dan

lingkar pinggang, tidak akan mempengaruhi produksi mukus.Pada

produk gandum atau yang berbasis gandum, misal roti dan pasta,

sumber masalahnya juga protein, dalam hal ini protein tersebut disebut

gluten, eliminasi gandum selama 2-4 minggu sebagiannya dapat

mengungkapkan apakah seseorang alergi terhadap produk tersebut.

Orang dengan masalah sinus yang benar-benar alergi terhadap susu atau

gandum sering mengalami perbaikan gejala secara drastis setalah

berhenti mengonsumsi makanan penyebab. Banyak dari pasien yang

postnasal dripnya tidak membaik setelelah mengonsumsi obat

konfensional (termasuk antihistamin, semprot steroid, dan antibiotik).

Penurunan mencolok dalam jumlah lendir yang dihasilkan oleh hidung

mereka dalam beberapa minggu setelah diet eliminasi. Sementara susu

dan gandum dapat menyebabkan gejala kekambuhan sinus, sedangkan

makanan pedas tentu malah menguranginya.

Menurut hasil penelitian Candra, setiarini & Rengganis (2011), jumlah

persentase yang mengalami kekambuhan alergi terhadap makanan yaitu

sebanyak 49% dari 208 pasien yang berkunjung di Poli Alergi

Immunologi RSCM.

b. Faktor alkohol

Berbagai jenis minuman beralkohol jelas menjadi pantangan bagi

penderita sinusitis sebab sama halnya seperti kafein bisa menyebabkan

dehidrasi. Sedangkan cairan sangat dibutuhkan oleh tubuh agar lendir

bisa mengalir dan terbuang dari dalam saluran sinus. Tidak jarang orang

UNIVERSITAS SARI MUTIARA INDONESIA

Page 4: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.sari-mutiara.ac.idrepository.sari-mutiara.ac.id/346/3/CHAPTER II.pdf · 3. Patofisiologi Kesehatan rinosinusitis dipengaruhi oleh patensi ostium-ostium

9

dengan sinusitis mengalami infeksi baru atau kekambuhan gejala dalam

waktu 24 jam setelah minum-minuman beralkohol.

Masalahnya bukan terletak pada alkohol itu sendiri, tetapi pada zat

pencemar yang dikenal sebagai congener, yaitu produk sampingan dari

proses peragian atau penuaan. Congener menentukan rasa atau aroma

minuman, tetapi sebagian memiliki sifat histamin. Serupa apa yang

terjadi dengan apa yang terjadi pada reaksi alergi terhadap serbuk sari

atau debu, orang yang peka terhadap zat pencemar ini dapat

menyebabkan dan mengalami membran hidung, sinus membengkak,

iritasi, mudah trinfeksi, penyumbatan hidung, pengeluaran lendir

(meler, ingusan), dan sakit kepala. Jenis alkohol yang menyebabkan

kekambuhan sinusitis yaitu biasanya seperti minuman bir, anggur dan

wine.

Tanpa sadar, seseorang munkin sensitif terhadap alkohol, jika

mencurigai hal ini, biasanya dapat mnyingkirkan masalah ini dengan

menghindari minum beralkohol yang mungkin banyak mngandung

congener. Sebenarnya congener, seperti alkohol, dipercayai merupakan

penyabab hangover (rasa tidak nyaman setelah mengonsumsi banyak

minuman beralkohol).Hasil penelitianUtama S. (2010), di dapatkan

prevalansi kekambuan rinosinusitis yang di sebabkan oleh alkohol dan

obat-obatan yaitu sebanyak 1,4% pasien.

c. Rokok

Jumlah rokok ternyata berpengaruh terhadap kekambuhan rinitis alergi

hal ini di sebabkan karena semakin banyak jumlah rokok yang di

konsumsi semakin sering pula penderita terpapar asap rokok yang

mengandung zat-zat kimia yang diketahui sebagai salah satu faktor

pencetus kekambuhan rinitis alergi. Berdasarkan data yang diperoleh

didapatkan bahwa penderita rinitis alergi yang merokok dengan jumlah

rokok lebih dari 10 batang perharinya (38,8%) lebih sedikit dari pada

penderita rinitis alergi yang merokok kurang dari 10 batang

UNIVERSITAS SARI MUTIARA INDONESIA

Page 5: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.sari-mutiara.ac.idrepository.sari-mutiara.ac.id/346/3/CHAPTER II.pdf · 3. Patofisiologi Kesehatan rinosinusitis dipengaruhi oleh patensi ostium-ostium

10

perharinya(61,1%) , Andhika & Kartikawati (2011).Selain merusak

paru-paru, rinosinusitis terjadi oleh karena kerusakan mukosilier pada

muksa sinus paranasal, akibat dari hawa panas rokok saat terjadi

penghisapan kedalam hidung.

Setelah terjadi kerusakan oleh hawa panas dari rokok yang mengenai

silia-silia tersebut menjadi hilang, asap rokok mengganggu fungsi

rambut halus (silia) di saluran hidung dan sinus yang mengatur bekerja

menyapu keluar lendir dan kotoran. Jika silia tidak berfungsi dengan

baik, lendir dan bakteri akan menumpuk di sinus dan menyebabkan

infeksi, sakit kepala, bersin-bersin, pengeluaran lendir (meler/ingusan).

Jika seseorang perokok, dan berhenti untuk tidak merokok mungkin itu

langkah awal terpenting untuk mengurangi gejala sinus. Silia bersifat

ulet, sehingga setelah berhenti merokok, fungsi normalnya akan pulih,

yang sering menyebabkan gejala-gejala sinus mereda.Menurut

penelitian Andhika & Kartikawati (2011), penderita kekambuhan

rinosinusitis yang merokok (66,7%) lebih tinggi dibandingkan dengan

penderita rinitis alergi yang tidak merokok(33,3%).

d. Tempat Kerja/linkungan

Insidensi sinusitis dan asma terus meningkat, meskipun penyebab dari

peningkatan ini masih belum jelas, teori menyatakan bahwa hal tersebut

disebabkan karena orang bekerja di bangunan dimana mereka tidak

dapat membuka jendela untuk membiarkan udara masuk, udara interior

dapat didaur ulang secara terus menerus.

Akibatnya, udara tersebut cenderung menjadi lebih kering. Jika

bangunan tercemar oleh polutan dalam ruang, misalnya : jamur kapang

dan spora serat dari karpet dan sofa, serta bahan kimia dalam insulasi

dan mesin fotocopy, sistem ventilasi berfungsi sebagai alat untuk

mendaur ulang zat-zat pencemar tesebut. Udara yang tercemar dapat

mengiritasi lapisan dalam hidung, sinus, mempermudah infeksi.

UNIVERSITAS SARI MUTIARA INDONESIA

Page 6: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.sari-mutiara.ac.idrepository.sari-mutiara.ac.id/346/3/CHAPTER II.pdf · 3. Patofisiologi Kesehatan rinosinusitis dipengaruhi oleh patensi ostium-ostium

11

Reaksi ini dapat disebabkan respons alergik sejati dimana sisitem

kekebalan tubuh memicu pelepasan berbagai faktor

peradangan.Keluhan biasanya berupa napas berbau, ada ingus kental

yang berwarna hijau, ada kerak (krusta) hijau, ada gangguan

penghidung (meler/ingusan), sakit kepala dan hidung merasa tersumbat.

Hal ini juga dapat terjadi akibat peradangan langsung dimana suatau

bahan kimia, miasalnya, “membakar” atau mengiritasi selaput lendir di

hidung.

Fenomena tercemarnya tempat kerja dikenal sebagai sick building

syndroms. Eksistensinya di suatu tempat mungkin sulit didefinisikan

atau di ukur. Tetapi perlu mempertimbangkan jika menemukan salah

satu dari gejala berikut :

a. Gejala hidung dan sinus lebih parah ketika bekerja.

b. Rekan kerja yang duduk dekat anda juga mengalami gejala serupa.

c. Bekeja di bangunan lama dengan ventilasi yang buruk.

Sebagian dari pasien yang mengalami kekambuhan infeksi sinus

disebabkan oleh udara dingin seperti orang yang bekerja di kantor yang

selalu terpapar atau menggunakan AC dan juga orang bertempat tinggal

di daerah dingin seperti daerah pegunungan.Dari hasil penelitian

terdahulu Ekarini (2012), mengatakan dimana faktor pemicu

kekambuhan rinosinusitis paling sering adalah udara dingin sebanyak

46,6% pasien.

e. Faktor pewangi

Parfum yang berbau menyengat atau kolanye adalah bahaya lain yang

bagi orang penderita sinustis karena dapat menyebabkan kekambuhan

dan ini disebut sebagai sick cubicle syndrom, ini biasanya terjadi jika

seseorang tersebut sering terpapar, mencium atau setelah memakai

wangi-wangian menyengat yang menyebabkan iritasi sehingga dapat

memicu terjadi kekambuhan rinosinusitis. Gejala yang sering timbul

UNIVERSITAS SARI MUTIARA INDONESIA

Page 7: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.sari-mutiara.ac.idrepository.sari-mutiara.ac.id/346/3/CHAPTER II.pdf · 3. Patofisiologi Kesehatan rinosinusitis dipengaruhi oleh patensi ostium-ostium

12

yaitu sering mengalami bersin-bersin yang terus menerus, sakit kepala,

dan hidung gatal-gatal.Menurut hasil penenlitian Ekarini (2012),

mengatakan distribusi kekambuhan rinosinusitis yang disebabkan oleh

pewangi (parfum) yaitu sebanyak 42, 4% pasien.

Penyebab rinosinusitis tersering adalah alergen inhalan pada dewasa

dan ingestan pada anak-anak, dimana pada anak-anak sering dijumpai

gejala alergi lain serperti urtikaria dan gangguan pencernaan (Ilavarase,

2011). Sedangkan menurut Irawati, Kasakeyan & Rusmono (2012),

berdasarkan jenis alergennya, penyebab rinosinusitis dapat digolongkan

menjadi dua kelompok, yakni penyebab spesifik dan non spesifik.

1) Penyebab Spesifik

Sebagian besar anggota kelompok ini merupakan alergen hirupan

(inhalan), dimana alergen inhalan merupakan alergen yang sering

ditemukan, biasanya terbagi ke dalam 2 jenis berdasarkan

kemampuan hidup dalam lingkungannya, yaitu perenial dan

seasonal.

a) Alergen perenial

Merupakan alergen yang ada sepanjang tahun dan sulit dihindari.

Contoh:

(1) Debu rumah

Debu rumah adalah alergen gabungan yang terdiri dari

tungau, kecoa, partikel kapas, serpih kulit manusia, dan lain-

lain. Merupakan alergen udara dengan ukuran >10µm yang

sering pada ruang tertutup.

(2) Tungau debu rumah

Merupakan komponen alergi tersering yang hidup dari

serpihan kulit manusia. Terdapat dua spesies utama yaitu

Dermatophagoides farinae dan Dermatophagoides

pteronyssinus.Mereka lebih suka hidup pada suhu 21,1-26,6˚C

UNIVERSITAS SARI MUTIARA INDONESIA

Page 8: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.sari-mutiara.ac.idrepository.sari-mutiara.ac.id/346/3/CHAPTER II.pdf · 3. Patofisiologi Kesehatan rinosinusitis dipengaruhi oleh patensi ostium-ostium

13

sehingga tidak ditemukan pada ketinggian lebih dari 5000

kaki.

(3) Serpihan kulit binatang

Serpihan kulit kucing mengandung antigen Fel D1 yang

diproduksi pada kelenjar sebasea kulit kucing. Serpihan kulit

anjing mempunyai antigen yang bervariasi dan umumnya

kurang kuat untuk menyebabkan alergi. Serpihan kulit

binatang lainnya juga ditemukan menyebabkan alergi seperti

unggas, kuda, atau sapi yang biasanya terjadi di kawasan

pertanian dan peternakan.

(4) Jamur

Jamur merupakan alergen yang ditemukan baik di dalam

maupun di luar ruangan. Berkembang dengan baik pada daerah

yang lembab diatas barang yang busuk, ruang bawah tanah,

tumpukan koran lama, debu kayu, dan tempat lainnya.

Penyebab tersering diantaranya genus Alternaria, Aspergillus,

Pullularia, Hormodendrum,Penicillium, dan Cephalosphorium.

(5) Kecoa

Alergen ini sulit dihilangkan dan terdapat pada rumah yang

kotor. Pada anak-anak, alergi terhadap kecoa berhubungan

dengan asma. Alergen berasal dari sekresi serangga, yang

terdapat pada badan dan sayap kecoa.

2) Penyebab Nonspesifik

Penyebab nonspesifik rinosinusitis diantaranya iklim, hormonal,

psikis, infeksi, dan iritasi. Perubahan iklim akan menyebabkan

perubahan lingkungan. Udara lembab, perubahan suhu, dan angin

secara tidak langsung berpengaruh terhadap penyebaran debu rumah

dan serbuk sari bunga, disamping memberi suasana yang baik untuk

tumbuhnya berbagai macam jamur (Lumbanraja, 2008).

UNIVERSITAS SARI MUTIARA INDONESIA

Page 9: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.sari-mutiara.ac.idrepository.sari-mutiara.ac.id/346/3/CHAPTER II.pdf · 3. Patofisiologi Kesehatan rinosinusitis dipengaruhi oleh patensi ostium-ostium

14

3. Patofisiologi

Kesehatan rinosinusitis dipengaruhi oleh patensi ostium-ostium sinus dan

lancarnya klirens mukosiliar (mucocciliary clearance) di dalamKompleks

Osteo Meatal (KOM). Mukus juga mengandung substansi antimikrobial

dan zat-zat yang berfungsi sebagai mekanisme pertahanan tubuh terhadap

kuman yang masuk bersama udara pernapasan.

Organ-organ yang membentuk Kompleks Osteo Meatal (KOM) letaknya

berdekatan dan bila terjadi edema, mukosa yang berhadapan akan saling

bertemu sehingga silia tdak dapata bergerak dan ostium tersumbat.

Akibatnya terjadi tekanan negatif di dalam rongga sinus yang

menyebabkan terjadinya transudasi, mula-mula serous. Kondisi ini

biasanya disebut sebagai rinosinusitis non bacterial, dan biasanya sembuh

dalam beberapa hari tanpa pengobatan. Bila kondisi ini menetap, sekret

yang terkumpul dalam sinus media baik untuk tumbuhnya dan multiplikasi

bakteri. Sekret menjadi puluren. Keadaan ini disebut sebagai rinosinusitis

akut bakterial dan memerlukan terpai antibiotik.

Jika terapi tidak berhasil (misalnya karena ada faktor predoposisi),

inflamasi berlanjut, terjadi hipoksia, dan bakteri anaerob berkembang.

Mukosa makin membengkak dan ini merupakan rantai siklus yang terus

berputar sampai akhirnya sampai akhirnya perubahan mukosa menjadi

kronik aitu hipertrofi, polipoid atau pembentukan polip atau kista. Pada

keadaan ini mengkin diperlukan tindakan operasi.

4. Gejala Rinosinusitis

Keluhan utama rinosinusitis akut adalah hidung tersumbat disertai nyeri/

rasa tekanan pada muka dan ingus purulen, yang seringkali turun ke

tenggorok (post nasal drip). Dapat disertai gejala sistemik seperti demam

dan lesu. Keluhan nyeri atau rasa tekanan di daerah sinus yang terkena

UNIVERSITAS SARI MUTIARA INDONESIA

Page 10: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.sari-mutiara.ac.idrepository.sari-mutiara.ac.id/346/3/CHAPTER II.pdf · 3. Patofisiologi Kesehatan rinosinusitis dipengaruhi oleh patensi ostium-ostium

15

merupakan ciri khas sinusitis akut, serta kadang-kadang nyeri juga terasa

di tempat lain (referred pain). Nyeri pipi menandakan sinusitis maksila,

nyeri di antara atau di belakang ke dua bola mata menandakan sinisitis

etmoid, nyeri di dahi atau seluruh kepala menandakan sinusitis frontal,.

Pada sinusitis sfenoid, nyeri dirasakan di verteks, oksipital, belakang bola

mata dan daerah mastoid. Pada sinusitis maksila kadang-kadang ada nyeri

alih ke gigi dan telinga.

Gejala lain adalah sakit kepala, hiposmia/anosmia, halitosis, post nasal

drip yang menyebabkan batuk dan sesak pada anak. Keluhan sinusitis

kronik tidak khas sehingga sulit diagnosis. Kadang-kadang hanya 1 atau 2

dari gejala-gejala dibawah ini yaitu sakit kepala kronik, post nasal drip,

batuk kronik, gangguan tenggorok, gangguan telinga akibat sumbatan

kronik muara tuba Eustachius, gangguan ke paru seperti bronkitis (sino-

bronkitis), bronkiektasis dan yang panting adalah serangan asma yang

meningkat dan sulit diobati. Pada anak, mukopus yang tertelan dapat

menyebabkan gastroenteritis (Mangunkusumo & Soetjipto, 2012).

Keluhan biasanya berupa napas berbau, ada ingus kental yang berwarna

hijau, ada kerak (krusta) hijau, ada gangguan penghidung, sakit kepala dan

hidung merasa tersumbat. Pada pemeriksaan hidung didapatkan rongga

hidungsangat lapang, konka inferior dan media menjadi hiprotofi atau

atrofi, ada sekret parulen dan krusta yang berwarna hijau. Pemeriksaan

penunjang untuk membantu menegakkan diagnosis adalah pemeriksaan

histopatologik yang berasal dari biopsi konka media, pemeriksaan

mikrobilogi dan uji resistensi kuman dan tomografi komputer (CT scan)

sinus paranasal (Wardani & Mangunkusumo, 2012).

5. Diagnosis

Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan

pemeriksaan penunjang. Pemeriksaan dengan rinoskopi anterior dan

posterior, pemeriksaan naso-endoskopi sangat dianjurkan untuk diagnosis

UNIVERSITAS SARI MUTIARA INDONESIA

Page 11: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.sari-mutiara.ac.idrepository.sari-mutiara.ac.id/346/3/CHAPTER II.pdf · 3. Patofisiologi Kesehatan rinosinusitis dipengaruhi oleh patensi ostium-ostium

16

yang lebih tepat dan dini. Tanda khas ialah adanya pus meatus medius (

pada sinusitis maksila dan etmoid anterior dan frontal). Pada rinosinusitis

akut, mukosa edema dan hiperemis. Pada anak sering ada pembengkakan

dan kemerahan di daerah kantus medius.

Pemeriksaan pembantu yang penting adalah foto polos atau CT scan. Foto

polos posisi Waters, PA dan lateral, umumnya hanya mampu menilai

kondisi sinus-sinus besar seperti sinus maksila dan frontal. Kelainan akan

terlihat perselubungan, batas udara-cairan ( air fluid level) atau penebalan

mukosa. CT scan sinus merupakan gold standard diagnosis rinosinusitis

karena mampu menilai anatomi hidung dan sinus, adanya penyakit dalam

hidung dan sinus secara keseluruhan dan perluasannya. Namaun karena

mahal hanya dikerjakan sebagai penunjang diagnosis rinosinusitis kronik

yang tidak membaik dengan pengobatan atau pra-operasi sebagai panduan

operator saat melakukan operasi sinus.

Pada pemeriksaan siluminasi sinus yang sakit akan menjadi suram atau

gelap. Pemeriksaan ini sudah jarang digunakan karena sangat terbatas

kegunaannya. Pemeriksaan mikrobiologik dan tes resistensi dilakukan

dengan mengambil sekret dari meatus medius/superior, untuk mendapat

antibiotik yang tepat guna. Lebih baik lagi bila diambil sekret yang keluar

dari fungsi sinus maksila. Sinuskopi dilakukan dengan fungsi menembus

dinding medial sinus maksila melalui meatus inferior, dengan alat

endoskop bisa dilihat kondisi sinus maksila yang sebenarnya, selanjutnya

dapat dilakukan irigasi sinus untuk terapi (Mangunkusumo & Soetjipto,

2012).

6. Anamnesis

Anamnesis sangat penting, karena sering kali serangan tidak terjadi

dihadapan pemeriksa. Hampir 50% diagnosis dapat ditegakkan dari

anamnesis saja, gejala rinosinusitis yang khas adalah terdapatnya serangan

bersin berulang. Sebetulnya bersin merupakan gejala yang normal,

UNIVERSITAS SARI MUTIARA INDONESIA

Page 12: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.sari-mutiara.ac.idrepository.sari-mutiara.ac.id/346/3/CHAPTER II.pdf · 3. Patofisiologi Kesehatan rinosinusitis dipengaruhi oleh patensi ostium-ostium

17

terutama pada pagi hari atau bila terdapat kontak dengan sejumlah besar

debu.

Hal ini merupakan mekanisme fisiologik, yaitu proses pembersihan sendiri

(self cleaning process). Bersin ini merupakan gejala Reaksi Alergi Fase

Cepat (RAFC) dan kadang-kadang pada Reaksi Alergi Fase

Lambat(RALF) sebagai akibat dilepasnya histamin. Gejala lain ialah keluar

ingus (rinore) yang encer dan banyak, hidung tersumbat, hidung dan mata

gatal, yang kadang-kadang disertai dengan banyak air mata keluar

(lakrimasi). Sering kali gejala yang timbul tidak lengkap, terutama pada

anak. Kadang-kadang keluah hidung tersumbat merupakan keluhan utama

atau satu-satunya gejala yang diutarakan oleh pasien.

7. Penatalaksanaan

a. Kontrol Lingkungan

Alergen yang sangat berperan pada rinosinusitis di negara tropis seperti

Indonesia adalah tungau debu rumah, serpihan kulit binatang, dan

alergen kecoa (Suprihati, 2004). Untuk tungau debu, menutupi matras

dan bantal dengan sarung yang dari bahan khusus dapat membantu

mengurangi paparan. Sprei harus dicuci setiap dua minggu sekali di air

panas (>55˚) untuk membunuh tungau yang mungkin ada. Usahakan

sesedikit mungkin menggunakan furnitur dengan bahan kain/kain

berbulu.

Pembersihan menyeluruh pada karpet dengan pembersih vakum dapat

membantu, tapi lebih baik lagi apabila tidak menggunakan karpet sama

sekali dan menggunakan lantai dari bahan yang dapat dibersihkan

seperti keramik, bahan plastik, ataupun kayu. Tungau debu berkembang

dalam ruangan dengan kelembaban diatas 50%, jadi dehumidification,

penggunaan AC, atau keduanya dapat membantu. Sedangkan untuk

jamur di dalam rumah, fungisida seperti Clorox dan Lysol dapat

membantu untuk membersihkan basement, ruang sempit, tembok

dingin, dan tempat berkembang jamur lainnya (Sheikh, 2013).

UNIVERSITAS SARI MUTIARA INDONESIA

Page 13: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.sari-mutiara.ac.idrepository.sari-mutiara.ac.id/346/3/CHAPTER II.pdf · 3. Patofisiologi Kesehatan rinosinusitis dipengaruhi oleh patensi ostium-ostium

18

Sedangkan untuk alergen di luar rumah seperti serbuk sari, pasien

sebaiknya mengurangi aktivitas di luar rumah selama jumlah serbuk

sari yang menjadi alergen sedang tinggi. Menutup jendela dan

menggunakan AC lebih membantu dibanding menggunakan kipas angin

biasa. Begitu pula pada pasien yang alergi terhadap jamur tertentu

sebaiknya mengurangi keluar rumah saat jamur sedang berkembang

pesat seperti pada masa panen. Apabila memiliki alergi terhadap

binatang tertentu, cara terbaik adalah dengan tidak memelihara binatang

tersebut dan menghindarinya secara total (Randall, 2003).

Meskipun merupakan terapi yang paling ideal, eliminasi total dari

alergen penyebab rinosinusitis sulit dilakukan. Selain itu tuntutan

aktivitas sehari-hari yang tidak dapat ditinggalkan juga merupakan

kendala bagi penderita. Oleh karena itu tersedia terapi farmakologis

untuk mengurangi gejala.

b. Terapi Farmakologis

Terapi farmakologis untuk rinosinusitis saat ini termasuk antihistamin,

dekongestan, antikolinergik, intranasal cromolyn, leukotriene modifiers,

dan steroid inhalan. Panduan Allergic Rhinitis and its Impact on Asthma

(ARIA) tahun 2007 menyarankan pendekatan stepwise pada terapi

rinosinusitis. Pada rinosinusitis intermiten ringan, disarankan

menggunakan antihistamin oral atau intranasal, dekongestan intranasal,

dan dekongestan oral (tidak pada anak).

Untuk rinitis intermiten sedang-berat dan rinitis persisten ringan, terapi

yang disarankan adalah antihistamin oral atau intranasal, antihistamin

oral bersama dekongestan, kortikosteroid intranasal, dan

chromones.Rinitis persisten sedang-berat membutuhkan kortikosteroid

intranasal sebagai terapi lini pertama, dan tambahan kortikosteroid atau

dekongestan kerja cepat jika terjadi sumbatan. Jika gejala tidak

UNIVERSITAS SARI MUTIARA INDONESIA

Page 14: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.sari-mutiara.ac.idrepository.sari-mutiara.ac.id/346/3/CHAPTER II.pdf · 3. Patofisiologi Kesehatan rinosinusitis dipengaruhi oleh patensi ostium-ostium

19

berkurang maka bisa ditambahkan antihistamin oral dan dekongestan

dan atau ipratropium (Braido, 2008).

c. Antihistamin

Antihistamin merupakan preparat farmakologik yang paling sering

dipakai sebagai lini pertama pengobatan rinitis alergi. Antihistamin

yang digunakan adalah antagonis H-1, yang bekerja secara inhibitor

kompetitif pada reseptor H-1 yang terdapat di ujung saraf dan epitel

kelenjar pada mukosa, sehingga efektif menghilangkan gejala rinore

dan bersin akibat dilepaskannya histamin pada rinitis alergi.

Antihistamin dibagi dalam 2 golongan yaitu golongan antihistamin

generasi-1 (klasik) dan generasi-2 (non sedatif). Antihistamin generasi-

1 terbukti secara klinis efektif mengurangi gejala bersin dan rinore,

tetapi mempunyai efek samping sedatif karena dapat menembus sawar

otak. Antihistamin generasi kedua seperti astemizol, loratadin, setirizin,

dan terfenadin dapat menutup kelemahan antihistamin lama karena

bersifat non-sedatif dan mempunyai masa kerja yang panjang.

d. Dekongestan

Pada rinosinusitis, pengaruh berbagai mediator akan menyebabkan

vasodilatasi pembuluh darah yang menimbulkan buntu hidung.

Dekongestan merupakan obat yang bersifat agonis alfa adrenergik yang

dapat berikatan dengan reseptor alfa adrenergik yang ada di dalam

mukosa rongga hidung dan menyebabkan vasokonstriksi pembuluh

darah konka, akibatnya mengurangi buntu hidung.

Dekongestan dapat digunakan secara sistemik (oral), yakni efedrin,

fenil propanolamin, dan pseudo-efedrin atau secara topikal dalam

bentuk tetes hidung maupun semprot hidung yaitu fenileprin, efedrin,

dan semua derivat imidazolin. Penggunaan secara topikal ini lebih

cepat dibanding penggunaan sistemik.

UNIVERSITAS SARI MUTIARA INDONESIA

Page 15: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.sari-mutiara.ac.idrepository.sari-mutiara.ac.id/346/3/CHAPTER II.pdf · 3. Patofisiologi Kesehatan rinosinusitis dipengaruhi oleh patensi ostium-ostium

20

e. Kortikosteroid

Kortikosteroid adalah obat anti inflamasi yang kuat dimana penggunaan

secara sistemik dapat dengan cepat mengatasi inflamasi yang akut

sehingga hanya untuk penggunaan jangka pendek yakni pada gejala

hidung buntu yang berat. Yang sering dipakai adalah kortikosteroid

topikal (beklometosa, budesonid, flusolid, flutikason, mometasonfuroat

dan triamsinolon).

f. Imunoterapi

Imunoterapi terdapat beberapa jenis, diantaranya desensitasi,

hiposensitasi & netralisasi. Desensitasi dan hiposensitasi membentuk

blocking antibody. Keduanya untuk alergi inhalan yang gejalanya berat,

berlangsung lama dan hasil pengobatan lain belum memuaskan.

g. Pembedahan

Tindakan konkotomi (pemotongan konka inferior) perlu dipikirkan bila

konka inferior hipertrofi berat dan tidak berhasil dikecilkan dengan cara

kauterisasi memakai AgNO3 25 % atau triklor asetat ( Ilavarase, 2011).

8. Komplikasi/ Dampak Rinosinusitis

Komplikasi rinosinusitis telah menurun secara nyata setelah ditemukan

antibiotik. Komplikasi berat biasanya terjadi pada rinosinusitis akut atau

rinosinusitis kronis eksaserbasi akut, berupa komplikasi orbita atau

intrakranial.

Kelainan orbita, disebabkan oleh sinus paranasal yang berdekatan dengan

mata (orbita). Yang paling sering adalah rinosinusitis etmoid, kemudian

rinosinusitis frontal dan maksila. Penyebaran infeksi terjadi melalui

tromboflebitis perkontinuitatum. Kelainan yang dapat timbul adalah edema

palebra, selulitis orbita, abses subperiostal, abses orbita dan selanjutnya

dapat terjadi trombosis sinus kavernosus.

UNIVERSITAS SARI MUTIARA INDONESIA

Page 16: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.sari-mutiara.ac.idrepository.sari-mutiara.ac.id/346/3/CHAPTER II.pdf · 3. Patofisiologi Kesehatan rinosinusitis dipengaruhi oleh patensi ostium-ostium

21

Kelainan intrakranial, dapat berupa manginitis, abses ekstradural atau

subdural, abses otak dan trombosis sinus kavernosus. Komplikasi dapat

juga tejadi pada rinosinuitis kronis, berupa :

a. Osteomielitis dan abses subperiostal, paling sering timbul akibat

rinosnusitis frontal dan biasanya ditemukan pada anak-anak. Pada

osteomielitis rinosinusitis maksila dapat timbul fistula oroantral atau

fistula pada pipi.

b. Kelainan paru, seperti bronkitis kronik dan bronkiektatis. Adanya

kelainan rinosinusitis paranasal disertai dengan kelainan paru ini

disebut rinosinusitis bronkitis. Selain itu dapat juga menyebabkan

kambuhnya asma bronkial yang sukar dihilangkan sebelum sinusitisnya

disembuhkan.

B. Kerangka Konsep

Skema 2.1

Kerangka konsep penelitian

Variabel Independent

Faktor –faktor resiko

penyebab kekambuhan :

- Alergi makanan

- Alkohol

- Rokok

- Tempat kerja/lingkugan

- Pewangi

UNIVERSITAS SARI MUTIARA INDONESIA