bab ii hipertensi

Download BAB II Hipertensi

If you can't read please download the document

Upload: debora-febrina-m

Post on 09-Feb-2016

47 views

Category:

Documents


4 download

DESCRIPTION

hipertensi

TRANSCRIPT

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 TINJAUAN TENTANG HIPERTENSI

2.1.1 Definisi Tekanan Darah

Tekanan darah adalah tekanan yang digunakan untuk mengedarkan darah dalam pembuluh darah dalam tubuh. Jantung yang berperan sebagai pompa otot mensuplai tekanan tersebut untuk menggerakan darah dan juga mengedarkan darah diseluruh tubuh. Pembuluh darah (dalam hal ini arteri) memiliki dinding-dinding yang elastis dan menyediakan resistensi yang sama terhadap aliran darah. Oleh karena itu, ada tekanan dalam sistem peredaran darah, bahkan detak jantung (Gardner, 2007).

Menurut Shankie (2001) tekanan darah (blood presure, TD) adalah tekanan yang dilakukan darah atas dinding pembuluh darah. Besaran yang dipakai dalam pengukuran dengan mercury sphygnomanometer yaitu tekanan darah sistolik (SBP) dan diastolik (DBP).

2.1.2 Definisi Hipertensi

Hipertensi adalah suatu kondisi dimana terjadi peningkatan curah jantung dan/atau kenaikan pertahanan perifer (Soemantri dan Nugroho, 2006). Menurut The Joint National Commitee of Prevention, Detection, Evaluation and Treatment of The Blood Pressure (2004) dikatakan hipertensi jika tekanan darah sistolik yang lebih besar atau sama dengan 140 mmHg atau peningkatan tekanan darah diastolik yang lebih besar atau sama dengan 90 mmHg. Umumnya tekanan darah normal seseorang 120 mmHg/80 mmHg. Hasil pemeriksaan tersebut dilakukan 2 atau lebih pemeriksaan dan dirata-rata.

2.1.3 Epidemiologi Hipertensi

Hipertensi telah menjadi permasalahan kesehatan yang sangat umum terjadi. Data dari National Health and Nutrition Examination (NHANES) menunjukkan bahwa 50 juta atau bahkan lebih penduduk Amerika mengalami tekanan darah tinggi. Angka kejadian hipertensi di seluruh dunia mungkin mencapai 1 milyar orang dan sekitar 7,1 juta kematian akibat hipertensi terjadi setiap tahunnya (WHO, 2003 dan Chobanian et.al, 2004).

Dalam suatu data statistika di Amerika serikat pada populasi penderita dengan risiko hipertensi dan penyakit jantung koroner, lebih banyak dialami oleh pria daripada wanita saat masih muda tetapi pada umur 45 sampai 54 tahun, prevalensi hipertensi menjadi lebih meningkat pada wanita. Secara keseluruhan pada penderita wanita prevalensi hipertensi akan meningkat seiring dengan meningkatnya usia, hanya sekitar 3% sampai 4 % wanita pada umur 35 tahun yang menderita hipertensi, sementara >75% wanita menderita hipertensi pada umur 75 tahun (Frazier et.al, 2006).

Di Indonesia, belum ada data nasional lengkap untuk prevalensi hipertensi. Dari Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) 1995, prevalensi hipertensi di Indonesia adalah 8,3%. Sedangkan dari survei faktor risiko penyakit kardiovaskular (PKV) oleh proyek WHO di Jakarta, menunjukkan angka prevalensi hipertensi dengan tekanan darah 160/90 masing-masing pada pria adalah 12,1% dan pada wanita angka prevalensinya 12,2% pada tahun 2000. Secara umum, prevalensi hipertensi pada usia lebih dari 50 tahun berkisar antara 15%-20% (www.dinkes.go.id).

Dari penderita yang mendapat medikasi hanya satu-pertiga mencapai target darah yang optimal/normal. Di Indonesia belum ada data nasional namun, pada studi MONICA 2000 di daerah perkotaan Jakarta dan FKUI 2000-2003 di daerah lido pedesaan kecamatan cijeruk memperlihatkan kasus hipertensi derajat

II (berdasarkan JNC VII) sebesar 20,9%. Dimana hanya sebagian kecil yang menjalani pengobatan yaitu 13.3%. Jadi di indonesia masih sedikit sekali yang menjalani pengobatan (www.id.inaheart.or.id).

2.1.4 Klasifikasi Hipertensi

2.1.4.1 Berdasarkan Nilai Tekanan Darahnya

Klasifikasi Hipertensi KLASIFIKASI

TEKANAN ( mmHg)

SISTOL

DIASTOL

Normal

< 120 mmHg

< 80 mmHg

PRE-HIPERTENSI

120-139 mmHg

80 89 mmHg

HIPERTENSI :

Stadium 1

140 159 mmHg

90 99 mmHg

Stadium 2

> 160 mmHg

> 100 mmHg

Pada tahun 2004, The Joint National Commitee of Prevention, Detection, Evaluation and Treatment of The Blood Pressure (JNC-7) mengeluarkan batasan baru untuk klasifikasi tekanan darah, 120 mmHg, disertai kerusakan berat dari organ sasaran yag disebabkan oleh satu atau lebih penyakit/kondisi akut. Keterlambatan pengobatan akan menyebabkan timbulnya sequele atau kematian. TD harus diturunkan sampai batas tertentu dalam satu sampai beberapa jam. Penderita perlu dirawat di ruangan intensive care unit atau (ICU) (Majid, 2004).

Penanggulangan hipertensi emergensi :

Pada umumnya kondisi ini memerlukan terapi obat antihipertensi parenteral. Tujuan terapi hipertensi darurat bukanlah menurunkan tekanan darah 140/90 mmHg, tetapi menurunkan tekanan arteri rerata (MAP) sebanyak 25 % dalam kurun waktu kurang dari 1 jam. Apabila tekanan darah sudah stabil, tekanan darah dapat diturunkan sampai 160 mmHg/100-110 mmHg dalam waktu 2-6 jam kemudian. Selanjutnya tekanan darah dapat diturunkan sampai tekanan

darah sasaran (120 mmHg dan dengan tanpa kerusakan/komplikasi minimum dari organ sasaran. TD harus diturunkan secara bertahap dalam 24 jam sampai batas yang aman memerlukan terapi oral hipertensi.

Penderita dengan hipertensi urgensi tidak memerlukan rawat inap di rumah sakit. Sebaiknya penderita ditempatkan diruangan yang tenang, tidak terang dan TD diukur kembali dalam 30 menit. Bila tekanan darah tetap masih sangat meningkat, maka dapat dimulai pengobatan. Umumnya digunakan obat-obat oral antihipertensi dalam menggulangi hipertensi urgensi ini dan hasilnya cukup memuaskan (Majid, 2004).

Penanggulangan hipertensi urgensi :

Pada umumnya, penatalaksanaan hipertensi mendesak dilakukan dengan menggunakan atau menambahkan antihipertensi lain atau meningkatkan dosis antihipertensi yang digunakan, dimana hal ini akan menyebabkan penurunan tekanan darah secara bertahap. Penurunan tekanan darah yang sangat cepat menuju tekanan darah sasaran (140/90 mmHg atau 130/80 mmHg pada penderita diabetes dan gagal ginjal kronik) harus dihindari. Hal ini disebabkan autoregulasi aliran darah pada penderita hipertensi kronik terjadi pada tekanan yang lebih tinggi pada orang dengan tekanan darah normal, sehingga penurunan tekanan

darah yang sangat cepat dapat menyebabkan terjadinya cerebrovaskular accident, infark miokard dan gagal ginjal akut (Saseen dan Carter, 2005).

2.1.5 Patofisiologi Hipertensi

Mekanisme patogenesis hipertensi yaitu Peningkatan tekanan darah yang dipengaruhi oleh curah jantung dan tahanan perifer (Dipiro, 2005).

Mekanisme hipertensi tidak dapat dijelaskan dengan satu penyebab khusus, melainkan sebagai akibat interaksi dinamis antara faktor genetik, lingkungan dan faktor lainnya. Tekanan darah dirumuskan sebagai perkalian antara curah jantung dan atau tekanan perifer yang akan meningkatkan tekanan darah. Retensi sodium, turunnya filtrasi ginjal, meningkatnya rangsangan saraf simpatis, meningkatnya aktifitas renin angiotensin alosteron, perubahan membran sel, hiperinsulinemia, disfungsi endotel merupakan beberapa faktor yang terlibat dalam mekanisme hipertensi (Soemantri dan Nugroho, 2006).

Mekanisme patofisiologi hipertensi salah satunya dipengaruhi oleh sistem renin angiotensin aldosteron, dimana hampir semua golongan obat anti hipertensi bekerja dengan mempengaruhi sistem tersebut. Renin angiotensin aldosteron adalah sistem endogen komplek yang berkaitan dengan pengaturan tekanan darah arteri. Aktivasi dan regulasi sistem renin angiotensin aldosteron diatur terutama oleh ginjal. Sistem renin angiotensi aldosteron mengatur keseimbangan cairan, natrium dan kalium. Sistem ini secara signifikan berpengaruh pada aliran pembuluh darah dan aktivasi sistem saraf simpatik serta homeostatik regulasi tekanan darah (Dipiro, 2005).

2.1.6 Diagnosa Hipertensi

Pemeriksaan diagnostik terhadap pengidap tekanan darah tinggi mempunyai beberapa tujuan :

a) Memastikan bahwa tekanan darahnya memang selalu tinggi

b) Menilai keseluruhan risiko kardiovaskular

c) Menilai kerusakan organ yang sudah ada atau penyakit yang menyertainya

d) Mencari kemungkinan penyebabnya.

Diagnosis hipertensi menggunakan tiga metode klasik yaitu

a) pencatatan riwayat penyakit (anamnesis)

b) pemeriksaan fisik (sphygomanometer)

c) pemeriksaan laboraturium (data darah,urun,kreatinin serum,kolesterol).

Kesulitan utama selama proses diagnosis ialah menentukan sejauh mana pemeriksaan harus dilakukan. Dimana pemeriksaan secara dangkal saja tidak cukup dapat diterima karena hipertensi merupakan penyakit seumur hidup dan terapi yang dipilih dapat memberikan implikasi yang serius untuk pasien (Padmawinata, 2001).

2.1.6.1 Prosedur dan Kriteria Diagnosis

Cara pemeriksaan tekanan darah, yaitu :

Anamnesis

- Sering sakit kepala (meskipun tidak selalu), terutama bagian belakang, sewaktu bangun tidur pagi atau kapan saja terutama sewaktu mengalami ketegangan.

- Keluhan sistem kardiovaskular (berdebar, dada terasa berat atau sesak terutama sewaktu melakukan aktivitas isomerik)

- Keluhan sistem serebrovaskular (susah berkonsentrasi, susah tidur, migrain, mudah tersinggung, dll)

- Tidak jarang tanpa keluhan, diketahuinya secara kebetulan.

- Lamanya mengidap hipertensi. Obat-obat antihipertensi yang telah dipakai, hasil kerjanya dan apakah ada efek samping yang ditimbulkan.

- Pemakaian obat-obat lain yang diperkirakan dapat mempermudah terjadinya atau mempengaruhi pengobatan hipertensi (kortikosteroid, analgesik, anti inflamasi, obat flu yang mengandung pseudoefedrin atau kafein, dll), Pemakaian obat kontrasepsi, analeptik,dll.

- Riwayat hipertensi pada kehamilan, operasi pengangkatan kedua ovarium atau monopause.

- Riwayat keluarga untuk hipertensi.

- Faktor-faktor resiko penyakit kardiovaskular atau kebiasaan buruk (merokok, diabetes melitus, berat badan, makanan, stress, psikososial, makanan asin dan berlemak).

Pemeriksaan Fisik

- Pengukuran tekanan darah pada 2-3 kali kunjungan berhubung variabilitas tekanan darah. Posisi terlentang, duduk atau berdiri dilengan kanan dan kiri.

- Perabaan denyut nadi diarteri karotis dan femoralis.

- Adanya pembesaran jantung, irama gallop.

- Pulsasi aorta abdominalis, tumor ginjal, bising abdominal

- Denyut nadi diekstremitas, adanya paresis atau paralisis.

Penilaian organ target dan faktor-faktor resiko.

- Funduskopi, untuk mencari adanya retinopati keith wagner i-v.

- Elektrokardiografi, untuk melihat adanya hipertrofi ventrikel kiri, abnormalitas atrium kiri, iskemia atau infark miokard.

- Foto thoraks, untuk melihat adanya pembesaran jantung dengan konfigurasi hipertensi bendungan atau edema paru.

- Laboratorium : DL, UL, BUN, kreatin serum, asam urat, gula darah, profil lipid K+ dan Na+ serum.

(Soemantri dan Nugroho, 2006).

2.2.2 Pengobatan Hipertensi

2.2.2.1 Tujuan Pengobatan Hipertensi

Tujuan terapi obat anti hipertensi adalah

1. Mengurangi morbiditas dan mortalitas kardiovaskular dan renal akibat komplikasi

2. Tekanan darah yang diharapkan setelah terapi adalah