bab ii dasar teori ii.1 proses metal injection · pdf file6 pada kerapatan partikel,...
TRANSCRIPT
5
Bab II Dasar Teori
II.1 Proses Metal Injection Molding
II.1.1 Deskripsi Proses
Secara garis besar proses produksi komponen melalui jalur teknologi
logam serbuk dengan proses injection molding dapat dijelaskan dengan diagram alir
seperti pada pada Gambar II.1. Proses ini terdiri dari proses penyiapan feedstock,
pencetakan, debinding, dan sintering. Feedstock dibuat dengan cara mencampur
serbuk logam dengan binder. Serbuk logam yang digunakan dalam proses metal
injection molding umumnya berukuran antara 5-100 μm. Campuran serbuk dengan
binder kemudian digranulasi menjadi pelet dengan ukuran sekitar 5-7 mm.
Campuran serbuk logam dengan binder yang berbentuk pelet inilah yang disebut
dengan feedstock yang digunakan sebagai input mesin injection molding.
Perbandingan jumlah serbuk dengan binder tergantung pada jenis binder, jenis logam,
bentuk dan ukuran serbuk. Keseragaman ukuran serbuk juga sangat menentukan
karena keberagaman ukuran serbuk menentukan kepadatan (packing density) yang
sangat berpengaruh pada sifat rheologi feedstock [6].
Gambar II.1 Flow Chart Proses Metal Injection Molding [6]
Binder biasanya terdiri dari beberapa jenis polimer yang paling tidak
mengandung unsur backbone material untuk penjaga bentuk (shape retention)
selama debinding, low viscosity material untuk menurunkan viskositas, dan sedikit
zat aditif untuk meningkatkan wetability campuran [2,6]. Binder sangat berpengaruh
POWDER
BINDER
MIX GRANULATE
MOLDING
DEBIND SINTER FINISH PRODUCT
6
pada kerapatan partikel, aglomerasi, rheologi, pencetakan, debinding, akurasi
dimensi, cacat, dan komposisi kimia produk akhir [6]. Oleh karena itu pemilihan
jenis-jenis polimer penyusun binder merupakan hal yang sangat penting dalam
proses ini.
Pada proses injeksi, feedstock dimasukkan ke dalam hopper secara
bertahap. Di dalam barrel, feedstock dipanasi dengan elemen pemanas sambil
didorong oleh feeding screw. Tepat di ujung nozel, feedstock harus sudah meleleh.
Lelehan feedstock tersebut kemudian didorong ke dalam rongga cetak melalui nozel
oleh feeding screw. Selama proses pembekuan dalam rongga cetak, tekanan masih
tetap ditahan untuk mempertahankan tekanan dalam produk. Setelah produk
membeku, cetakan dibuka dan produk mentah (green compact) dikeluarkan dari
rongga cetak dengan bantuan ejector pin. Seringkali bekas ejector pin ini masih
dapat dilihat pada produk akhir. Skema mesin injection molding tersebut adalah
seperti yang terdapat pada Gambar II.2 berikut ini.
Gambar II.2 Bagian-Bagian Mesin Injection Molding [4]
Proses debinding adalah proses penghilangan binder dari dalam produk
mentah. Debinding dapat dilakukan dengan berbagai cara, tapi yang paling umum
dan paling mudah adalah dengan thermal debinding. Prinsip thermal debinding
HOPPER
HYDRAULICMOTORS AND
GEARS
HYDRAULICPUMP
BARREL
HEATERS
NOZZLE MOLD TIE BAR CLAMPUNIT
EJECTOR
STATIONAYPLATEN
MOVEABLEPLATEN
REARPLATEN
INJECTION MOLD CLAMPING
7
adalah dengan menguapkan komponen binder dengan memanasi dan menahan dalam
jangka waktu tertentu pada temperatur sedikit di atas temperatur dekomposisi
komponen binder tersebut. Oleh karena itu, untuk setiap formulasi binder
memerlukan pola pemanasan yang berbeda-beda sesuai dengan komponen penyusun
binder tersebut. Lama penahanan pada setiap tingkat pemanasan tergantung pada
ukuran produk. Jika direncanakan semua binder sudah hilang dalam proses
debinding maka pada akhir proses debinding haruslah merupakan proses pra-sinter
sehingga sudah mulai terjadi ikatan antar partikel untuk mempertahankan bentuk
produk. Thermal debinding tidak dilakukan dengan pemanasan pada satu temperatur
tinggi karena hal itu akan menyebabkan binder terdekomposisi menjadi karbon dan
tidak bisa dikeluarkan dari badan produk.
Proses sintering merupakan proses pemanasan yang bertujuan untuk
membentuk ikatan atomik antar partikel. Selama proses ini terjadi proses densifikasi
dan penghilangan rongga-rongga yang ditinggalkan binder. Proses ini akan
mengakibatkan penyusutan ukuran yang cukup besar, yaitu sekitar 12% hingga 18%.
Pada baja, proses ini dilakukan pada temperatur sekitar 1120o hingga 1350oC. Proses
ini dilakukan pada atmosfer tertentu dengan mempertimbangkan kemungkinan
terjadinya proses yang timbul seperti oksidasi dan reduksi. Ar, He, N2 merupakan gas
yang bersifat melindungi dari oksidasi akan tetapi tidak bisa melakukan reduksi. CO,
H2, disosiasi NH3, dan disosiasi gas alam merupakan gas reduktor yang mampu
mereduksi oksida di permukaan produk. Sedangkan atmosfer vakum memudahkan
penghilangan porous dari dalam produk [6]. Jika diinginkan sistem gabungan,
misalkan diinginkan terjadi proses reduksi tapi juga dengan atmosfer vakum, maka
umumnya pemberian gas reduktor dilakukan selama proses debinding, sedangkan
proses sintering dilakukan dalam atmosfer vakum.
Proses finishing merupakan proses akhir yang disesuaikan dengan
kebutuhan. Proses ini meliputi proses machining, heat treatment, plating, joining,
dan lain-lain. Proses machining (pemesinan sekunder) diperlukan untuk memperbaiki
toleransi geometris produk. Namun demikian, jika dibandingkan dengan teknik
produksi lain proses metal injection molding lebih sedikit memerlukan proses
pemesinan sekunder. Apabila tolerensi geometris yang diperlukan tidak terlalu ketat
maka dapat diusahakan dengan mengoptimalkan perhitungan shrinkage. Akan tetapi
8
untuk produk yang memerlukan akurasi geometri tinggi, akurasi geometri tersebut
diusahakan dengan pemesinan. Proses heat treatment umumnya dilakukan untuk
memperbaiki sifat mekanik komponen, misalkan proses carburizing atau
carbonitriding untuk meningkatkan kekerasan permukaan komponen. Proses plating
juga sering diperlukan untuk memperbaiki tampilan produk atau memperbaiki sifat
fisik permukaan komponen. Proses plating yang sering dilakukan antara lain proses
electroplating, thermal passivation, cementation, dan coating.
II.1.2 Kelebihan dan Kekurangan
Kelebihan utama proses metal injection molding dibandingkan dengan
teknik kompaksi lainnya terletak pada kemampuan membuat produk dengan
kompleksitas geometri yang tinggi, kapasitas produksi tinggi, serta efisiensi biaya
produksi tinggi. Kemampuan proses metal injection molding dalam mencapai akurasi
geometri yang tinggi dapat mengurangi pemesinan sekunder. Proses ini juga mampu
membuat ulir eksternal dan undercut secara langsung tanpa harus dilakukan
pemesinan tambahan. Kerapatan produk akhir proses metal injection molding bisa
mencapai 95%–99%. Proses comolding dua material yang berbeda juga
memungkinkan untuk dilakukan, yaitu pembuatan suatu komponen dari material
tertentu disusul dengan bagian lain yang dibuat dengan material lain. Salah satu
keuntungan lainnya adalah bahwa optimasi desain komponen dan cetakan dapat
dilakukan dengan perangkat lunak yang diadopsi dari perangkat lunak yang biasa
digunakan untuk plastic injection molding [6].
Di samping berbagai kelebihan, proses metal injection molding juga
mempunyai beberapa kekurangan. Tidak semua jenis serbuk logam tersedia di
pasaran. Proses ini hanya cocok untuk produk dengan ukuran kecil berdasarkan
pertimbangan harga cetakan, kemungkinan cacat produk, kapasitas mesin injeksi,
dan waktu pemrosesan. Panjang maksimum komponen yang diijinkan umumnya
adalah 100 mm dengan volume kurang dari 100 cm3[6]. Produk yang besar selain
sulit untuk diinjeksi juga sulit dikontrol pada waktu debinding dan sintering
sehingga rawan terhadap defleksi yang diakibatkan ketidakseragaman shrinkage.
Kekurangan yang lain antara lain kemungkinan terjadinya gradien
kepadatan yang disebabkan ketidaksempurnaan aliran pada waktu injeksi. Hal ini
9
mengakibatkan kerutan (warpage), crack pada waktu sintering, atau defleksi pada
produk akhir. Ketebalan produk yang bisa dibuat dengan metal injection molding
juga dibatasi oleh kemampuan material untuk mengalir melalui rongga cetak.
Kisaran ketebalan yang umum adalah sekitar 10-100 mm, namun demikian produksi
hingga ketebalan kurang dari 0,5 mm juga telah berhasil dilakukan. Untuk
pembuatan produk dengan bentuk yang sederhana, misalnya silindris, proses ini lebih
mahal jika dibandingkan dengan proses kompaksi dengan mesin press [6].
II.1.3 Perbandingan Teknik Metal Injection Molding dengan Teknik Produksi
Lain
Gambar II.3 Perbandingan Teknik Metal Injection Molding dengan Teknik Produksi
Lain [16]
Gambar II.3 menjelaskan peta penerapan teknik metal injection molding,
precission casting, forging, die casting, P/M die pressing, dan machining. Gambar
II.3 menjelaskan pertimbangan teknis dan ekonomis berbagai teknik produksi yang
banyak diterapkan di dunia industri. Untuk memproduksi komponen dengan jumlah
sedikit dan akurasi rendah maka proses machining adalah pilihan terbaik. Jika
diinginkan produk dalam jumlah kecil hingga menengah dengan kompleksitas
menengah hingga tinggi maka teknik precission casting adalah yang terbaik. Proses
forging, die casting, dan powder metallurgy dengan die pressing sesuai diterapkan
untuk produksi dalam jumlah menengah hingga tinggi dengan kompleksitas rendah
hingga menengah. Proses metal injection molding paling sesuai diterapkan pada
proses produksi dengan kapasitas besar dengan kompleksitas geometri produk tinggi.
10
II.2 Simulasi Proses Injection Molding
II.2.1 Pendahuluan
Simulasi proses injection molding sangat bermanfaat dalam perencanaan
proses injection molding sehingga dapat mempercepat waktu perencanaan dan
memangkas ongkos produksi. Simulasi ini bekerja berdasarkan metode elemen
hingga (finite element method), yaitu suatu metode perhitungan numerik untuk
menganalisis suatu persoalan teknik dengan cara mendekati persoalan tersebut
sebagai suatu sistem diskrit. Algoritma yang mendasari simulasi proses injection
molding sangat komplek karena memperhitungkan aspek aliran masa, perpindahan
panas, penyusutan ukuran, dan aspek mekanis. Waktu yang diperlukan untuk
melakukan analisis tergantung pada jenis dan jumlah elemen, kompleksitas model
matematik persoalan yang ditinjau, serta daya dukung perangkat keras yang
digunakan.
II.2.2 Siklus Operasi
Siklus waktu pelaksanaan injection molding dapat dijelaskan sebagai
berikut :
Gambar II.4 Siklus Waktu Injection Molding [10]
dimana :
ti : injection time, adalah waktu yang diperlukan untuk pengisian rongga cetak
dengan lelehan feedstock
tp : packing time, adalah durasi fasa packing/penahanan
tc : cooling time, adalah tambahan waktu yang diperlukan setelah packing
untuk mendapatkan 90% tebal komponen membeku
tp
th
tc toti
11
th : holding time, adalah jumlah tp dan tc, yaitu keseluruhan waktu yang
diperlukan untuk menahan komponen tetap dalam cetakan sejak pengisian
rongga cetak selesai
to : mold open time, adalah durasi waktu pembukaan cetakan pada saat produk
dikeluarkan dari cetakan.
II.2.3 Jenis-Jenis Elemen dalam Analisis Injection Molding
Sebelum simulasi elemen hingga bisa dilaksanakan, model harus di-
meshing terlebih dahulu. Meshing adalah pendefinisian model sebagai rangkaian
elemen-elemen individual yang saling berhubungan satu sama lain sehingga secara
keseluruhan dapat merepresentasikan model secara utuh. Setiap elemen mempunyai
sejumlah nodal pada ujung-ujungnya. Jumlah nodal untuk setiap elemen tergantung
jenis elemen yang bersangkutan. Perhitungan pada setiap nodal menjadi basis
simulasi yang dilaksanakan. Semakin banyak jumlah elemen, semakin akurat hasil
simulasi yang diperoleh, tapi semakin lama waktu yang diperlukan untuk
menjalankan simulasi. Oleh karena itu, diperlukan optimasi antara akurasi dengan
daya dukung perangkat keras dan waktu yang tersedia.
Dalam simulasi Moldflow, ada tiga jenis elemen yang bisa digunakan.
Hal tersebut dijelaskan dalam Tabel II.1, sedangkan output yang bisa dihasilkan dari
berbagai jenis meshing tersebut diberikan dalam Tabel II.2.
Tabel II.1 Jenis-Jenis Elemen Dalam Simulasi Moldflow [10]
a. Midplane mesh: elemen berbentuk segitiga
dengan 3 nodal, merepresentasikan model dalam
2 dimensi, yaitu bidang pada bagian tengah
ketebalan model.
12
b. Surface mesh: elemen berbentuk segitiga dengan
3 nodal, merepresentasikan model dengan
kulitnya. Setiap elemen mempunyai ketebalan
tertentu. Surface mesh disebut juga dengan
fusion mesh.
c. Volume mesh (3D Mesh): elemen berbentuk
sebagai padatan tetrahedral dengan 4 nodal.
Meshing jenis ini akan menghasilkan jumlah
elemen paling banyak karena model diwakili
dari permukaan hingga kedalaman. Akibatnya
analisis juga semakin berat. Di antara ketiga
jenis elemen di atas, jika terjadi kerusakan
elemen maka 3D mesh paling susah
perbaikannya.
Tabel II.2 Hasil Analisis yang Dihasilkan oleh Setiap Jenis Element Mesh [10]
Results Midplane Fusion 3D% Shot weight:XY Plot � � �Air traps � � �Average velocity � � �Bulk temperature � � �Bulk temperature (elemental) � � �Bulk temperature (nodal) � � �Bulk temperature at end of fill � � �Clamp force:XY Plot � � �Clamp force centroid � � �Density � � �Displacements, core (1) � � �Extension rate (3D) � � �Fill time � � �Flow rate, beams (2) � � �Freeze time � � �Frozen layer fraction � � �Frozen layer fraction at end of filling � � �Grow from � � �In-cavity residual stress in first principal direction � � �In-cavity residual stress in second principal direction � � �Orientation at core � � �Orientation at skin � � �Orientation at bottom skin � � �Orientation at top skin � � �Pressure � � �
13
Pressure at end of filling � � �Pressure at V/P switch-over � � �Pressure at injection location:XY Plot � � �Real thickness, cavity (1) � � �Recommended ram speed:XY Plot � � �Shear rate � � �Shear rate (3D) � � �Shear rate, bulk � � �Shear rate, maximum � � �Shear stress at wall � � �Sink index � � �Sink mark depth � � �Temperature � � �Temperature (3D) � � �Temperature at flow front � � �Throughput � � �Time to freeze � � �Velocity � � �Velocity (3D) � � �Viscosity � � �Volumetric shrinkage � � �Volumetric shrinkage (3D) � � �Volumetric shrinkage (at ejection) � � �Weld lines � � �Weld and meld lines � � �
II.2.4 Jenis-Jenis Analisis dalam Moldflow dan Data yang Diperlukan
Simulasi yang ditampilkan Moldflow dihasilkan dari perhitungan beban,
kondisi, dan sifat-sifat feedstock. Untuk setiap jenis analisis memerlukan input-input
sifat material tertentu. Tabel II.3 menjelaskan jenis analis dengan sifat material yang
diperlukan. Dari berbagai sifat material tersebut ada yang mutlak diperlukan dan ada
juga yang opsional tergantung jenis simulasi yang dilakukan.
Tabel II.3 Jenis-Jenis Analisis dan Property yang Diperlukan [10]
Analysis Type/Property OptionalFlow analysis
Viscosity More? NoTransition temperature NoThermal conductivity NoSpecific heat NoPVT More? NoMechanical constants NoMold coefficient of thermal expansion NoEjection temperature if automatic cooling time is required NoJuncture loss Yes
14
Shrinkage data (CRIMS/Strain) YesMatrix properties YesFiller properties YesRecommended melt/mold temperatures and ranges Yes
Fiber-flow analysis (all the Optional=No above plus the following)The following filler properties: weight percentage, aspect ratio,mechanical properties data, and coefficient of thermal expansion (CTE)data More?
No
Cooling analysisMelt density of polymer NoSpecific heat of polymer NoThermal conductivity of polymer NoThermal conductivity of mold material No
Warpage analysisMechanical properties NoIf model includes part insert, insert (metal or polymer) mechanicalproperties
No
Stress analysisMechanical properties NoIf thermal analysis, coefficient of thermal expansion (CTE) data NoIf model includes part insert, insert (metal or polymer) mechanicalproperties and coefficient of thermal expansion (CTE) data
No
If thermal analysis, coefficient of thermal expansion (CTE) data NoIf frequency analysis, solid density of polymer and / or metal NoIf creep analysis, isochronous stress-strain curve data No
II.3 Sifat Rheologis Lelehan Feedstock
II.3.1 Viskositas Material Lelehan Feedstock
Pengisian rongga cetak ditentukan oleh kemampuan lelehan feedstock
untuk mengalir ke seluruh bagian rongga cetak dengan distribusi serbuk logam yang
merata. Sifat yang paling menentukan adalah viskositas, yaitu suatu sifat yang
menggambarkan hubungan antara tegangan geser (shear stress) dan laju regangan
geser (shear strain rate). Fluida dengan berat molekul yang rendah seperti air dan oli
mempunyai viskositas yang tergantung pada temperatur dan tekanan, tapi tidak
dipengaruhi oleh shear rate. Cairan dengan sifat semacam ini disebut dengan cairan
newtonian [6].
Pada umumnya, konsep fluida newtonian tidak dapat diterapkan untuk
feedstock pada metal injection molding [6]. Lelehan feedstock akan memperlihatkan
perilaku viskositas yang lebih komplek yang dipengaruhi oleh karakter binder dan
serbuk. Selain dipengaruhi oleh tekanan dan temperatur, viskositas lelehan feedstock
15
juga dipengaruhi oleh laju regangan geser. Viskositas feedstock tinggi pada laju
regangan rendah dan semakin menurun pada laju regangan tinggi. Fenomena ini
disebut dengan shear thinning. Perilaku fluida yang seperti ini disebut dengan
perilaku pseudoplastic.
Bentuk penyimpangan lain dari perilaku newtonian adalah perilaku fluida
dilatant. Fluida jenis ini memperlihatkan viskositas yang semakin besar jika laju
regangan geser yang bekerja semakin besar. Dengan grafik skala log, perbedaan
karakter viskositas fluida newtonian, dilatant, dan pseudoplastic ditunjukkan oleh
Gambar II.5 [6]:
Gambar II.5 Plot Viskositas Material Terhadap Laju Regangan Geser [6]
II.3.2 Model Matematis Sifat Rheologis Lelehan Feedstock
Dalam perhitungannya, perangkat lunak simulasi injection molding
mengacu pada dua macam teori viskositas. Dua-duanya dapat digunakan, namun
akurasi model tersebut untuk setiap jenis material berbeda-beda. Kedua teori tersebut
adalah Cross WLF-Viscosity Model dan Second Order Viscosity Model.
a. Cross WLF-Viscosity Model [1]
Cross-WLF Viscosity Model paling sesuai diterapkan untuk material yang
viskositas cenderung seragam untuk regangan geser rendah kemudian menurun
dengan semakin meningkatnya regangan geser. Persamaan Cross-WLF Viscosity
Model adalah :
Log
(Vis
kosi
tas)
Log (Shear rate)
Dilatant
Newtonian
Pseudoplastic
16
( )n
tau
−
���
���+
= 1
0
0
*'
1γη
ηη
��
���
�−+−−=
*)(
*)(exp
2
110 TTA
TTADη
dimana :
- η : viskositas (Pa.s)
- γ’ : regangan geser (1/sec)
- T : temperatur (K)
- T* = D2 + D3*P, dimana P adalah
tekanan
- A2 = A2~ + D3*P (K)
- n, tau* D2, D2, D3, A1, dan A2~
adalah koefisien data fitting.
b. Second Order Viscosity Model [10]
Second Order Viscosity Model paling sesuai diterapkan untuk material yang
menunjukkan viskositas yang selalu menurun seiring dengan meningkatnya
regangan geser. Persamaan Second Order Viscosity Model adalah sebagai
berikut :
22 'ln]'[ln'lnln FTETDCTBA +++++= γγγη
dimana :
η : viskositas (Pa.s)
γ’ : regangan geser (1/s)
T : temperatur (oC)
A, B, C, D, E, dan F adalah koefisien data fitting.
II.4 PVT Properties Lelehan Feedstock
Moldflow menggunakan 2-Domain Tait PVT Model dalam perhitungan
kompresibilitas material selama simulasi pengisian cetakan. Kompresibilitas material
mempengaruhi volume lelehan feedstock yang diperlukan. Sifat ini juga digunakan
untuk memperhitungkan shrinkage yang terjadi pada produk hasil injection molding.
Persamaan 2-Domain Tait PVT Model adalah sebagai berikut :
),()(
)(),( 1ln1 PTT
TPT VtB
PCVoV +
���
�
���
���
���
+−=
17
dimana :
V(T,P) : volume spesifik pada temperatur T dan tekanan P
Vo : volume spesifik pada zero gauge pressure
T : temperatur (K)
P : tekanan (Pa)
C : konstanta tetap 0,0894
B : sensitifitas material terhadap tekanan.
Sensitivitas material (B) didefinisikan sebagai berikut :
• Untuk T > Tt
Vo = b1m + b2m (T-b5)
B(T) = b3m exp[-b4m (T-b5)
Vt(T,P) = 0
dimana b1m, b2m, b3m, b4m, dan b5 adalah koefisien data fitting.
• Untuk T < Tt
Vo = b1s + b2s (T-b5)
B(T) = b3s exp[-b4s (T-b5)
Vt(T,P) = b7 exp[(b8(T-b5))-(b9P)]
dimana b1s, b2s, b3s, b4s, b5, b7, dan b9 adalah koefisien data fitting.
Selain itu, juga didefinisikan pengaruh tekanan pada temperatur transisi (Tt) :
• Tt(P) = b5 + b6P, dimana b5 dan b6 adalah koefisien data fitting.