bab ii dasar teori - polbandigilib.polban.ac.id/files/disk1/249/jbptppolban-gdl-mu... · 2020. 12....
TRANSCRIPT
D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
M. Adam Zein Rusmana, Rama Yuda, Laporan Tugas Akhir 4
BAB II
DASAR TEORI
2.1 Preliminary Design
Preliminary design merupakan perancangan awal untuk mengetahui dimensi
elemen-elemen struktur awal. Pada studi ini preliminary design dilakukan
terhadap elemen-elemen struktur balok, pelat, dan kolom.
2.1.1 Preliminary Design Balok
Preliminary design balok dilakukan untuk mendapatkan estimasi awal
dimensi penampang balok. Adapun dalam menentukan tinggi (h) balok dapat
dilakukan berdasarkan SNI 2847 tahun 2019 tabel 9.3.1.1, yang dapat dilihat
pada Tabel 2.1.
Tabel 2.1 Tinggi minimum balok nonprategang
Kondisi Perletakan Minimum h
Perletakan sederhana
Menerus satu sisi
Menerus dua sisi
Kantilever
Sumber: SNI 2847-2019
Menurut Nawy (1998), lebar balok beton bertulang (b) dapat diambil
antara nilai 0,25d-0,6d. Adapun d dapat diketahui dengan persamaan berikut:
(2.1)
dimana:
d = jarak dari serat tekan terjauh ke pusat tulangan tarik
longitudinal
h = tinggi balok
sb = selimut beton
D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
M. Adam Zein Rusmana, Rama Yuda, Laporan Tugas Akhir 5
2.1.2 Preliminary Design Pelat
Preliminary design pelat dilakukan untuk menentukan ketebalan awal
pelat. Ketebalan minimum pelat dapat ditentukan berdasarkan SNI 2847
tahun 2019 tabel 7.3.1.1, tabel 8.3.1.1 dan tabel 8.3.1.2 yang dapat dilihat
padaTabel 2.2 dan Tabel 2.3.
Tabel 2.2 Ketebalan minimum pelat dua arah nonprategang tanpa balok interior
(MPa)
Tanpa drop panel Dengan drop panel
Panel eksterior Panel
interior Panel eksterior
Panel
interior
Tanpa
balok
tepi
Dengan
balok
tepi
Tanpa
balok
tepi
Dengan
balok
tepi
280
420
520
Sumber: SNI 2847-2019
Tabel 2.3 Ketebalan minimum pelat dua arah nonprategang dengan balok di
antara tumpuan pada semua sisinya
h minimum (mm)
Tabel 2.2 berlaku
125
90
Sumber: SNI 2847-2019
D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
M. Adam Zein Rusmana, Rama Yuda, Laporan Tugas Akhir 6
dimana,
(2.2)
keterangan:
= nilai rata-rata untuk semua balok pada tepi panel
= modulus elastisitas beton balok (MPa)
= momen inersia balok ( )
= modulus elastisitas beton pelat (MPa)
= momen inersia pelat ( )
2.1.3 Preliminary Design Kolom
Preliminary design kolom dilakukan untuk menentukan estimasi awal
dimensi penampang kolom. Adapun perhitungannya dapat dilakukan dengan
persamaan (McGregor, J. G,1997) sebagai berikut:
(2.3)
keterangan:
= luas bruto penampang beton ( )
= gaya aksial terfaktor (N)
= kekuatan beton yang disyaratkan (MPa)
= kekuatan leleh tulangan yang disyaratkan (MPa)
= rasio terhadap bd
2.2 Pembebanan
Dalam proses perancangan struktur, gambaran yang jelas mengenai perilaku
dan besaran beban yang bekerja pada struktur sangat diperlukan. Besaran beban
yang digunakan dalam perancangan harus memperhatikan penggunaan beban-
beban yang diijinkan. Jenis-jenis beban yang diijinkan dan diperhitungkan dalam
perancangan ini adalah:
D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
M. Adam Zein Rusmana, Rama Yuda, Laporan Tugas Akhir 7
2.3.1 Beban Mati (Dead Load/DL)
Beban mati berdasarkan SNI 1727-2013 adalah berat seluruh bahan
konstruksi bangunan gedung yang terpasang termasuk dinding, lantai, atap,
plafon, tangga, dinding partisi tetap finishing, klading gedung dan komponen
arsitektural dan struktural lainnya serta peralatan layan terpasang lain
termasuk beban keran. Beban mati yang digunakan pada perancangan struktur
terkait tercantum pada Tabel 2.4.
Tabel 2.4 Beban mati pada struktur bangunan gedung
Beban Mati Besar Beban
Beton bertulang 2400
Dinding pasangan setengah bata merah 250
Langit-langit 11
Penggantung langit-langit 7
Penutup lantai 24
Adukan semen 21
Mekanikal elektrikal 25
2.3.2 Beban Hidup (Live Load/LL)
Beban hidup berdasarkan SNI 1727 tahun 2013 adalah beban yang
diakibatkan oleh pengguna dan penghuni bangunan gedung atau struktur lain
yang tidak termasuk beban konstruksi dan beban lingkungan, seperti beban
angin, beban hujan, beban gempa, beban banjir atau beban mati. Pengaruh
beban hidup akan lebih besar dibandingkan dengan beban mati. Beban hidup
yang digunakan pada perancangan struktur terkait tercantum pada Tabel 2.5.
Tabel 2.5 Beban hidup lantai bangunan
Beban Mati Besar Beban
Ruang Kuliah 192
Beban atap 96
Tangga, bordes tangga untuk ruang kuliah 133
Sumber: SNI 1727-2013
D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
M. Adam Zein Rusmana, Rama Yuda, Laporan Tugas Akhir 8
2.3.3 Beban Gempa
Beban gempa adalah semua beban statik ekuivalen yang bekerja pada
bangunan atau bagian gedung yang menirukan pengaruh dari gerakan tanah
akibat gempa itu.
Pengaruh gempa pada struktur gedung ditentukan berdasarkan suatu
analisis, maka yang diartikan dengan beban gempa di sini adalah gaya-gaya
di dalam struktur tersebut yang terjadi oleh gerakan tanah akibat gempa itu.
Dalam proses perancangan struktur mengenai beban gempa terkait studi ini,
selebihnya mengikuti SNI 1726-2019 tentang Tata Cara Perencanaan
Ketahanan Gempa untuk Struktur Bangunan Gedung dan Non Gedung.
Dalam menghitung beban gempa terdapat beberapa parameter yang harus
diketahui. Parameter-parameter tersebut adalah sebagai berikut:
a. Kategori resiko bangunan gedung untuk gempa
Berdasarkan SNI 1726 tahun 2019 Tabel-3 bahwa ketegori risiko
bangunan gedung dan non gedung untuk beban gempa adalah sebagai berikut
(Tabel 2.6).
D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
M. Adam Zein Rusmana, Rama Yuda, Laporan Tugas Akhir 9
Tabel 2.6 Kategori risiko bangunan gedung dan nongedung untuk beban gempa
Jenis pemanfaatan Kategori
risiko
Gedung dan nongedung yang dikategorikan sebagai fasilitas
yang penting, termasuk, tetapi tidak dibatasi untuk:
- Bangunan-bangunan monumental
- Gedung sekolah dan fasilitas pendidikan
- Rumah Ibadah
- Rumah sakit dan fasilitas kesehatan lainnya yang
memiliki fasilitas bedah dan unit gawat darurat
- Fasilitas pemadam kebakaran, ambulans, dan kantor
polisi, serta garasi kendaraan darurat
- Tempat perlindungan terhadap gempa bumi, tsunami,
angin badai, dan tempat perlindungan darurat lainnya
- Fasilitas kesiapan darurat, komunikasi, pusat operasi,
dan fasilitas lainnya untuk tanggap darurat
- Pusat pembangkit energy dan fasilitas publik lainnya
yang dibutuhkan pada saat keadaan darurat
- Struktur tambahan (termasuk menara telekomunikasi,
tangki penyimpanan bahan bakar, menara pendingin,
struktur stasiun listrik, tangki air pemadam kebakaran
atau struktur pendukung air atau material atau
peralatan pemadam kebakaran) yang disyaratkan
untuk beroperasi pada saat keadaan darurat
Gedung dan nongedung yang dibutuhkan untuk
mempertahankan fungsi struktur bangunan lain yang masuk
ke dalam kategori risiko IV.
IV
Sumber: SNI 1726-2019 Tabel-3
b. Data respon spektrum
Data percepatan spektral didapat dari website Puskim PUPR dengan
memasukkan data koordinat bangunan. Data tersebut dapat dilihat pada Tabel
2.7.
D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
M. Adam Zein Rusmana, Rama Yuda, Laporan Tugas Akhir 10
Tabel 2.7 Data-data variabel percepatan spektral gempa koordinat gedung kuliah
Variabel Nilai Variabel Nilai
PGA (g) 0,149 2,134
Ss (g) 0,267 PSA (g) 0,223
0,166 (g) 0,424
0,932 (g) 0,355
0,945 (g) 0,282
1,503 (g) 0,237
1,586 (detik) 0,168
(detik) 0,838
Sumber:
http://puskim.pu.go.id/Aplikasi/desain_spektra_indonesia_2011/result
c. Desain respon seismik/
Berdasarkan SNI 1726 Tahun 2019 Tabel-8 terdapat beberapa jenis
kategori desain seismik yang dapat dilihat pada Tabel 2.8.
Tabel 2.8 Kategori desain berdasarkan parameter respons percepatan pada
periode pendek
Nilai Kategori resiko
I atau II atau III IV
A A
B C
C D
D D
Sumber: SNI 1726-2019 Tabel-8
d. Penentuan Sistem Rangka Pemikul Momen
Menurut SNI 1726-2019 Tabel 12 sistem rangka yang dapat digunakan
dalam menahan gaya gempa adalah seperti pada Tabel 2.9.
D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
M. Adam Zein Rusmana, Rama Yuda, Laporan Tugas Akhir 11
Tabel 2.9 Faktor R, dan untuk sistem pemikul gaya seismik
Sistem pemikul gaya
seismik
Koefisien
modifikasi
respons
Faktor
kuat
lebih
sistem
Faktor
pembesaran
defleksi
Batasan sistem struktur
dan batasan tinggi
struktur, (m)
Kategori desain seismik
B C D E F
Rangka beton
bertulang pemikul
momen khusus
8 3 5,5 TB TB TB TB TB
Rangka beton
bertulang pemikul
momen menengah
5 3 4,5 TB TB TI TI TI
Rangka beton
bertulang pemikul
momen biasa
3 3 2,5 TB TI TI TI TI
Sumber: SNI 1726-2019 Tabel-12
Kemudian, perhitungan dilanjutkan dengan meninjau variabel-variabel
yang disyaratkan pada SNI 1726-2019 untuk menghitung beban gempa
metode statik ekivalen. Berikut adalah variabel-variabel tersebut:
a. Cu yang merupakan koefisien untuk batas atas pada periode yang
dihitung. Berdasarkan SNI 1726 tahun 2019 Tabel 17 nilai Cu dapat
dilihat pada Tabel 2.10.
Tabel 2.10 Koefisien untuk batas atas pada periode yang dihitung
Parameter percepatan respons
spektral desain pada 1 detik, Koefisien
≥ 0,4 1,4
0,3 1,4
0,2 1,5
0,15 1,6
≤ 0,1 1,7
D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
M. Adam Zein Rusmana, Rama Yuda, Laporan Tugas Akhir 12
b. Ct dan x yang merupakan nilai parameter periode pendekatan.
Berdasarkan SNI 1726 tahun 2019 Tabel 18 nilai Ct dan x dapat
dilihat pada Tabel 2.11.
Tabel 2.11 Nilai parameter periode pendekatan Ct dan x
Tipe struktur Ct X
Sistem rangka pemikul momen dimana rangka
memikul 100% gaya seismik yang disyaratkan dan
tidak dilingkupi atau dihubungkan dengan komponen
yang lebih kaku dan akan mencegah rangka dari
defleksi jika dikenai gaya seismi:
Rangka baja pemikul momen 0,0724 0,8
Rangka beton pemikul momen 0,0466 0,9
Sumber: SNI 1726-2019 Tabel 18
c. Ie merupakan faktor keutamaan gempa. Berdasarkan SNI 1726 tahun
2019 Tabel 4 nilai Ie dapat dilihat pada Tabel 2.12.
Tabel 2.12 Faktor keutamaan gempa
Kategori risiko Faktor keutamaan gempa, Ie
I atau II 1,0
III 1,25
IV 1,50
Sumber: SNI 1726-2019 Tabel 4
d. Faktor berdasarkan sistem penahan gaya gempa (R,Cd dan Ω0) (Tabel
2.9).
Setelah itu, maka dilanjutkan dengan persyaratan periode maksimum,
sebagai berikut:
(2.4)
(2.5)
(2.6)
Tx ≤ Tmax; jika Tx > Tmax, maka Tmax yang dipakai
Ty ≤ Tmax; jika Ty > Tmax, maka Tmax yang dipakai
D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
M. Adam Zein Rusmana, Rama Yuda, Laporan Tugas Akhir 13
keterangan:
= tinggi struktur (m)
N = jumlah lantai
= periode fundamental pendekatan (detik)
Kemudian, dilanjut dengan perhitungan dan persyaratan koefisien respon
seismik (CS), berikut adalah perhitungannya:
(2.7)
dengan syarat:
≥ 0,01 (2.8)
apabila S1 lebih besar dari 0,6g, maka Cs harus lebih dari:
(2.9)
Setelah itu, menghitung gaya geser dasar seismik (V), berikut adalah
perhitungannya:
(2.10)
Selanjutnya menganalisis hasil gempa respon spektrum dengan 85%
besar gaya dasar seismik (V) tersebut. Berikut adalah perhitungannya:
(2.11)
(2.12)
dimana:
= berat total bangunan gedung
= gaya gempa arah sumbu global x metode respon spektrum
yang didapat dari opsi hasil run analisis base reaction dalam
aplikasi ETABS (kN)
D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
M. Adam Zein Rusmana, Rama Yuda, Laporan Tugas Akhir 14
= gaya gempa arah sumbu global y metode respon spektrum
yang didapat dari opsi hasil run analisis base reaction dalam
aplikasi ETABS (kN)
= gaya dasar seismik arah x metode statik ekivalen (kN)
= gaya dasar seismik arah y metode statik ekivalen (kN)
2.3.4 Kombinasi Pembebanan
Menurut SNI 1726 tahun 2019 pasal 4.2 struktur bangunan gedung dan
non gedung harus didesain menggunakan kombinasi pembebanan. Kombinasi
pembebanan berdasarkan SNI 1726 tahun 2019 adalah sebagai berikut:
1. 1,4 D
2. 1,2 D + 1,6 L + 0,5
3. 1,2 D + 1,6 + 1 L
4. 1,2 D + 1 L + 1 W + 0,5
5. 0,9 D + 1 W
6. 1,2 D + + + L
7. 0,9 D - +
2.3 Desain Tulangan
2.3.1 Desain Tulangan Lentur Balok
Berdasarkan SNI 2847 tahun 2019 pasal 9.6.1 luas minimum tulangan
lentur pada balok nonprategang harus disediakan pada tiap penampang dan
harus lebih besar dari persamaan berikut:
(2.13)
(2.14)
Adapun dalam menentukan jumlah tulangan dapat digunakan persamaan
berikut:
(2.15)
D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
M. Adam Zein Rusmana, Rama Yuda, Laporan Tugas Akhir 15
dimana,
(2.16)
(2.17)
Pada balok dengan tuangan tekan / tulangan rangkap, gaya tekan ditahan
oleh beton dan tulangan tekan. Gambar 2.1 menunjukan diagram regangan
dan tegangan pada balok tulangan rangkap.
Gambar 2.1 Diagram regangan dan tegangan pada balok tulanga rangkap; a)
Mn tumpuan ; b) Mn lapangan
Dari Gambar 2.1(a) ataupun Gambar 2.1 (b), menunjukan bahwa gaya-
gaya yang bekerja pada suatu penampang balok dengan garis netral c, jumlah
gayanya selalu nol.
(2.18)
(2.19)
D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
M. Adam Zein Rusmana, Rama Yuda, Laporan Tugas Akhir 16
Sehubungan dengan adanya tulangan tekan, perlu ditentukan terlebih
dahulu apakah tulangan tekan sudah leleh ( atau ) atau belum
leleh ( atau ). Terdapat dua kondisi yaitu:
Kondisi 1 : Tulangan tekan sudah leleh ( atau )
Dari Gambar 2.1(a) diagram regangan, nilai c diperoleh dengan persamaan:
(2.20)
Kondisi 2 : Tulangan tekan belum leleh ( atau )
Dari diagram regangan beton diatas, dapat diketahui dengan menggunakan
persamaan:
sehingga,
(2.21)
(2.22)
Maka nilai c diperoleh dari persamaan (2.19) dengan mengubahnya menjadi
persamaan kuadrat sebagai berikut:
(2.23)
Sehingga nilai c diselesaikan dengan rumus abc berikut:
dimana,
(2.24)
(2.25)
(2.26)
(2.27)
Dari kedua kondisi tersebut, momen nominal ( ) ditentukan dengan
persamaan:
(2.28)
D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
M. Adam Zein Rusmana, Rama Yuda, Laporan Tugas Akhir 17
dimana,
(2.29)
Adapun untuk nilai dinyatakan seperti dalam Tabel 2.13.
Tabel 2.13 Nilai untuk distribusi tegangan beton persegi ekuivalen
(MPa)
0,85
0,65
Sumber: SNI 2847-2019 pasal 22 bagian 22.2.2.4.3
Rasio penulangan untuk beton dengan tulangan rangkap sebagai berikut:
dimana, nilai diambil nilai yang terbesar dari antara kedua persamaan
berikut:
dan,
(2.30)
(2.31)
(2.32)
keterangan:
= mutu beton (MPa)
= luas tulangan longitudinal nonprategang (
= luas total tulangan longitudinal nonprategang (
= luas penampang tulangan (
= tegangan leleh baja tulangan
D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
M. Adam Zein Rusmana, Rama Yuda, Laporan Tugas Akhir 18
= tinggi efektif penampang (mm)
= tinggi balok (mm)
= lebar badan penampang beton (mm)
= jumlah tulangan
= diameter tulangan sengkang (mm)
= diameter tulangan lentur (mm)
= selimut beton (mm)
= diameter tulangan (mm)
= Tinggi blok tegangan persegi ekuivalen (mm)
= Jarak dari serat tekan terjauh ke sumbu netral (mm)
= Jarak dari serat tekan terjauh ke pusat tulangan tarik (mm)
= Tegangan tarik yang dihitung dalam tulangan (MPa)
= Gaya tarik (N)
2.3.2 Desain Tulangan Geser Balok
Pada studi ini analisis yang digunakan adalah analisis geser balok
SRPMM berdasarkan SNI 2847-2019 Pasal 18.4.
Adapun perhitungan gaya geser balok akibat pengaruh gempa dapat
dilakukan dengan persamaan:
dimana:
(2.33)
(2.34)
(2.35)
Adapun dalam menentukan kekuatan desain geser berdasarkan SNI 2847
tahun 2019 pasal 8.5 harus memenuhi persamaan berikut:
(2.36)
D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
M. Adam Zein Rusmana, Rama Yuda, Laporan Tugas Akhir 19
dimana,
(2.37)
Berdasarkan SNI 2847 tahun 2019 pasal 22.5.5.1 bahwa nilai untuk
komponen nonprategang tanpa gaya aksial tekan dapat dihitung dengan
persamaan berikut:
(2.38)
(2.39)
(2.40)
Faktor reduksi ( ) ditentukan berdasarkan SNI 2847 tahun 2019 Tabel 21.2.1
yang dapat dilihat pada Tabel 2.14.
Tabel 2.14 Faktor reduksi kekuatan
Gaya atau elemen struktur
Momen, gaya aksial atau kombinasi momen dan gaya aksial 0,65 – 0,90
Geser 0,75
Torsi 0,75
Adapun, jika pada hasil perhitungan tidak diperlukan tulangan sengkang,
maka harus digunakan tulangan sengkang minimum. Berdasarkan SNI 287
tahun 2019 pasal 9.6.3.3 yang digunakan untuk perhitungan tulangan
sengkang harus sesuai dengan Tabel 9.6.3.3. Tabel tersebut dapat dilihat pada
Tabel 2.15.
Tabel 2.15 Kebutuhan
Jenis Balok
Nonprategang dan
prategang
Terbesar
dari:
D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
M. Adam Zein Rusmana, Rama Yuda, Laporan Tugas Akhir 20
Keterangan:
= Faktor reduksi kekuatan untuk geser
= kuat geser nominal (N)
= kuat geser terfaktor penampang yang ditinjau (N)
= kuat geser nominal yang disumbangkan oleh beton (N)
= kuat geser nominal yang disumbangkan oleh baja tulangan
(N)
= kuat lentur nominal pada penampang (Nmm)
= momen terfaktor pada penampang (Nmm)
= Diameter tulangan sengkang(Nmm)
= luas tulangan geser untuk dua kaki (
= panjang bentang balok bersih (
= panjang bentang balok bersih yang diukur muka ke muka
tumpuan (
= jarak antar tulangan sengkang (mm)
Berdasarkan SNI 2847 tahun 2019 pasal 18.4.2.4 pada kedua ujung balok
SRPMM, sengkang tertutup harus disediakan sepanjang tidak kurang dari 2h
diukur dari muka komponen struktur penumpu ke arah tengah bentang.
Sengkang tertutup pertama harus ditempatkan tidak lebih dari 50 mm dari
muka komponen struktur penumpu. Spasi sengkang tidak boleh melebihi nilai
terkecil dari syarat-syarat berikut:
1.
2.
3.
4.
Adapun berdasarkan SNI 2847 tahun 2019 pasal 18.4.2.5 sengkang balok
harus dispasikan tidak melebihi d/2.
Dan untuk sengkang lapangan, spasi tulangan sengkang harus memenuhi
SNI 2847 tahun 2019 tabel 9.7.6.2.2 yang dapat dilihat pada Tabel 2.16.
D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
M. Adam Zein Rusmana, Rama Yuda, Laporan Tugas Akhir 21
Tabel 2.16 Persyaratan spasi maksimum tulangan geser balok
Spasi maksimum s (mm)
Balok
nonprategang
Balok
prategang
Terkecil
dari:
d/2 3h/4
600
Terkecil
dari:
d/4 3h/8
300
2.3.3 Desain Tulangan Torsi Balok
Berdasarkan SNI 2847 tahun 2019 pengaruh torsi dapat diabailkan
apabila,
Adapun perhitungan dapat dilakukan dengan persamaan berdasarkan pada
Tabel 22.7.4.1(a) SNI 2847 tahun 2019 seperti berikut:
(2.41)
Berdasarkan SNI 2847 tahun 2019 Tabel 19.2.4.2 nilai faktor modifikasi ( )
untuk beton normal adalah 1.
Keterangan:
= momen torsi threshold (Nmm)
= luas yang dibatasi oleh keliling luar penampang beton
( )
= keliling luar penampang beton (mm)
2.3.4 Desain Tulangan Longitudinal Kolom
Dalam studi ini desain tulangan longitudinal dilakukan dengan
menggunakan perhitungan diagram interaksi dan bantuan aplikasi SP
Column. Sehingga, dalam pelaksanaanya digunakan data gaya-gaya dalam
yang dihasilkan dari hasil perancangan menggunakan ETABS. Kemudian,
akan menghasilkan output berupa jumlah tulangan dan diameter tulangan
kolom yang dapat digunakan.
D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
M. Adam Zein Rusmana, Rama Yuda, Laporan Tugas Akhir 22
Sebelum melakukan perhitungan tulangan longitudinal kolom, harus
dilakukan perhitungan seperti berikut:
a) Momen Biaksial
Kolom momen biaksial ini merupakan kolom yang mempunyai
eksentrisitas pada kedua sumbu yaitu dan . Momen biaksial ini dapat
dikonversi menjadi momen uniaksial. Eksentrisitas biaksial ( dan ) dapat
diganti dengan eksentrisitas uniaksial ekivalen ( dan ). Konversi
momen biaksial menjadi uniaksial dapat dihitung dengan menggunakan
Equivalent Eccentricity Method (MacGregor, 1997) sebagai berikut:
Menghitung nilai dan ,
(2.42)
(2.43)
jika,
maka,
(2.44)
dan jika,
maka,
(2.45)
Menghitung nilai dan ,
(2.46)
(2.47)
D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
M. Adam Zein Rusmana, Rama Yuda, Laporan Tugas Akhir 23
dimana untuk nilai,
(2.48)
maka nilai,
(2.49)
dimana untuk nilai,
(2.50)
maka nilai,
(2.51)
Apabila persamaan (2.48) hingga (2.51) tidak memenuhi, maka menghitung
nilai dan ,
(2.52)
(2.53)
b) Meninjau keseluruhan bangunan, apakah merupakan lantai bergoyang atau
tidak. Berdasarkan SNI 2847-2019 pasal 6.6.4.3 (b), kolom dan tingkat
pada struktur boleh dianggap tak bergoyang bilamana tidak melebihi
0,05.
(2.54)
dimana :
Q = indeks Stabilitas
= beban vertikal total (N)
D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
M. Adam Zein Rusmana, Rama Yuda, Laporan Tugas Akhir 24
= simpangan relatif antar tingkat orde pertama pada
tingkat yang ditinjau akibat (mm)
= gaya geser lantai total pada tingkat yang ditinjau (N)
= tinggi kolom, jarak lantai dasar ke lantai di atasnya
(mm)
c) Menentukan faktor panjang efektif (k)
(2.55)
(2.56)
dimana,
(2.57)
(2.58)
Nilai dan yang didapat, kemudian di plot ke tabel monogram
(Gambar 2.2) untuk mendapatkan nilai k.
D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
M. Adam Zein Rusmana, Rama Yuda, Laporan Tugas Akhir 25
Gambar 2.2 Diagram monogram untuk menentukan faktor panjang efektif
(k) kolom (SNI 2847-2019 pasal R6.2.5)
d) Menentukan kelangsingan suatu kolom
Berdasarkan SNI 2847-2019 pasal 6.2.5 pengaruh kelangsingan dapat
diabaikan jika:
Untuk kolom yang tidak ditahan terhadap goyangan samping
(2.59)
Untuk kolom yang ditahan terhadap goyangan samping
dan
(2.60)
(2.61)
D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
M. Adam Zein Rusmana, Rama Yuda, Laporan Tugas Akhir 26
dimana adalah negatif jika kolom melentur dalam kurvatur
tunggal. adalah positif jika komponen struktur melentur dalam
kurvatur ganda.
Adapun radius girasi (r) diizinkan untuk dihitung dengan:
(2.62)
(untuk kolom persegi)
(untuk kolom bundar)
(2.63)
(2.64)
e) Perhitungan Diagram Interaksi
Diagram interaksi adalah diagram yang menggambarkan hubungan
antara kuat tekan lentur atau eksentrisitas penampang sehingga dapat
diketahui kekuatan penampang kolom terhadap kombinasi beban aksial
dan momen lentur. Bentuk diagram interaksi yang biasa digunakan adalah
hubungan antara gaya aksial (P) dan momen lentur (M),hubungan antara P
dengan eksentrisitas (e) dan atau hubungan antara 1/P dengan e. Bentuk
diagram interaksi yang menggunakan hubungan P-M dapat dilihat pada
Gambar 2.3.
Gambar 2.3 Diagram interaksi P-M
D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
M. Adam Zein Rusmana, Rama Yuda, Laporan Tugas Akhir 27
Adapun diagram interaksi dibuat berdasarkan hal-hal berikut:
Perhitungan d, d’ dan As
Adapun contoh detail penulangan dapat dilihat pada Gambar 2.4.
Gambar 2.4 Detail penulangan kolom
(2.65)
(2.66)
(2.67)
Pemeriksaan syarat batasan tulangan
(2.68)
D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
M. Adam Zein Rusmana, Rama Yuda, Laporan Tugas Akhir 28
Kondisi tekan kosentris ( , )
Pembahasan kondisi ini digunakan contoh diagram tegangan yang dapat
dilihat pada Gambar 2.5.
Gambar 2.5 Diagram tegangan kondisi tekan kosentris
- Gaya Lentur ( )
- Gaya Aksial ( )
dimana :
(2.69)
(2.70)
(2.71)
(2.72)
D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
M. Adam Zein Rusmana, Rama Yuda, Laporan Tugas Akhir 29
Kondisi tarik kosentris ( , )
Contoh diagram tegangan pada kondisi ini dapat dilihat pada Gambar
2.6.
Gambar 2.6 Diagram tegangan kondisi tarik kosentris
- Gaya Lentur ( )
- Gaya Aksial ( )
(2.73)
Kondisi seimbang ( , )
Contoh diagram tegangan-regangan pada kondisi ini dapat dilihat pada
Gambar 2.7.
Gambar 2.7 Diagram tegangan-regangan kondisi seimbang
D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
M. Adam Zein Rusmana, Rama Yuda, Laporan Tugas Akhir 30
- Gaya Lentur ( )
- Gaya Aksial ( )
dimana:
(2.74)
(2.75)
(2.76)
(2.77)
(2.78)
(2.79)
(2.80)
(2.81)
(2.82)
catatan: nilai x adalah jarak antar tulangan dan nilai dapat dilihat
di Tabel 2.13.
Kondisi Tekan Dominan
Untuk perhitungan pada kondisi tekan dominan sama seperti
perhitungan kondisi seimbang dan letak garis netral ditentukan
sembarang dengan persyaratan:
C > Cb
Contoh diagram tegangan-regangan pada kondisi ini dapat dilihat pada
Gambar 2.8.
D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
M. Adam Zein Rusmana, Rama Yuda, Laporan Tugas Akhir 31
Gambar 2.8 Diagram tegangan-regangan kondisi tekan dominan
Kondisi Tarik Dominan
Untuk perhitungan pada kondisi tekan dominan sama seperti
perhitungan kondisi seimbang dan letak garis netral ditentukan
sembarang dengan persyaratan.
C < Cb
Contoh diagram tegangan-regangan pada kondisi ini dapat dilihat pada
Gambar 2.9.
Gambar 2.9 Diagram tegangan-regangan kondisi tekan dominan
dimana:
r = radius girasi kolom (mm)
A = luas bruto penampang beton ( )
= momen inersia penampang beton bruto terhadap sumbu
pusat, yang mengabaikan tulangan ( )
k = faktor panjang efektif
= panjang tak tertumpu kolom (mm)
= momen ujung terfaktor kolom yang nilainya lebih kecil
(Nmm)
= momen ujung terfaktor kolom yang nilainya lebih besar
(Nmm)
D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
M. Adam Zein Rusmana, Rama Yuda, Laporan Tugas Akhir 32
2.3.5 Desain Tulangan Geser Kolom
Pada studi ini analisis yang digunakan adalah analisis geser kolom
SRPMM berdasarkan SNI 2847-2019 Pasal 18.4. Adapun perhitungan gaya
geser kolom akibat pengaruh gempa dapat dilakukan dengan persamaan:
dimana,
(2.83)
(2.84)
(2.85)
Adapun, dalam menentukan desain kekuatan geser berdasarkan SNI 2847
tahun 2019 pasal 8.5 harus memenuhi persamaan berikut:
(2.86)
dimana:
(2.87)
Berdasarkan SNI 2847 tahun 2019 pasal 22.5.6.1, nilai untuk
komponen nonprategang dengan gaya aksial tekan dapat dihitung dengan
persamaan berikut:
(2.88)
Adapun, jika pada hasil perhitungan tidak diperlukan tulangan sengkang,
maka harus digunakan tulangan sengkang minimum. Berdasarkan SNI 287
tahun 2019 pasal 10.6.2.2 yang digunakan untuk perhitungan tulangan
sengkang harus lebih besar dari kedua persamaan berikut:
(2.89)
D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
M. Adam Zein Rusmana, Rama Yuda, Laporan Tugas Akhir 33
(2.90)
Berdasarkan SNI 2847 tahun 2019 pasal 18.4.3.3 pada kedua ujung
kolom SRPMM, sengkang harus dipasang dengan spasi ( ) sepanjang dari
muka joint. Spasi tersebut tidak melebihi syarat-syarat berikut:
1.
2.
3.
4.
Adapun panjang tidak boleh kurang dari syarat-syarat berikut:
1.
2.
3.
Dan untuk sengkang diluar panjang spasi tulangan sengkang harus
memenuhi SNI 2847 tahun 2019 tabel 10.7.6.5.2 yang dapat dilihat pada
Tabel 2.17.
Tabel 2.17 Persyaratan spasi maksimum tulangan geser kolom
Spasi maksimum s (mm)
Kolom
nonprategang
Kolom
prategang
Terkecil
dari:
d/2 3h/4
600
Terkecil
dari:
d/4 3h/8
300
D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
M. Adam Zein Rusmana, Rama Yuda, Laporan Tugas Akhir 34
2.4 Perkuatan FRP
2.4.1 Perkuatan Terhadap Lentur
Beradasarkan ACI 440.2R, perkuatan FRP dapat:
- meningkatkan kapasitas terhadap lentur hingga 40%,
- memungkinkan dalam meningkatkan kapasitas terhadap momen positif
dan momen negatif,
- memperkuat beton bertulang maupun beton prategang dalam menahan
lentur,
- dapat mengurangi lebar retak.
Peningkatan yang dimaksud adalah sebagai berikut:
(2.91)
Hubungan antara defleksi-beban elemen lentur yang diperkuat
menggunakan FRP dapat dilihat pada Gambar 2.10.
Gambar 2.10 Hubungan antara defleksi-beban elemen lentur yang diperkuat
menggunakan FRP (ACI 440.2R)
Dari grafik tersebut dapat dilihat bahwa perkuatan dengan menggunakan
FRP dapat menambah kekuatan lentur. Namun, perkuatan dengan FRP juga
dapat mengakibatkan berkurangnya kapasitas deformasi dan daktilitas. Perlu
dicatat juga bahwa, perkuatan dengan FRP belum tentu menghasilkan
peningkatan kekuatan secara proporsional.
D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
M. Adam Zein Rusmana, Rama Yuda, Laporan Tugas Akhir 35
Berdasarkan ACI 440.2R pasal 10.2, pada bagian perhitungan efek
perkuatan lentur dengan menambahkan FRP digunakan ilustrasi khusus yaitu
dengan memperkuat zona tegangan pada bagian baja tulangan non-tekan.
Namun, konsep umum ini bisa jadi diperluas untuk memperkuat zona
tegangan baja tulangan tekan. Sehingga dalam hal ini, digunakan asumsi-
asumsi untuk menghitung resistensi lentur suatu bagian yang akan diperkuat
dengan sistem FRP yang diterapkan secara eksternal. Asumsi-asumsi tersebut
antara lain adalah sebagai berikut:
Perhitungan desain didasarkan pada dimensi pengaturan baja tulangan
internal dan material property dari bagian yang diperkuat;
Regangan pada baja tulangan dan beton berbanding lurus dengan jarak
dari sumbu netral. Artinya, bagian penampang sebelum dilakukan
pembebanan sama dengan setelah dilakukan pembebanan;
Tidak ada slip relatif antara FRP eksternal dan beton;
Deformasi geser dalam lapisan perekat diabaikan karena lapisan
perekatnya sangat tipis;
Regangan tekan maksimum yang dapat digunakan pada beton adalah
0,003;
Kekuatan tarik beton diabaikan;
Perkuatan FRP memiliki tegangan-regangan elastis liner yang
berhubungan dengan keruntuhan.
Untuk tujuan menggambarkan perhitungan yang diperlukan, dapat dilihat
diagram regangan-tegangan akibat dari pengaruh perkuatan FRP pada
Gambar 2.11.
D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
M. Adam Zein Rusmana, Rama Yuda, Laporan Tugas Akhir 36
Gambar 2.11 Diagram regangan dan tegangan akibat perkuatan FRP (ACI
440.2R)
Terdapat beberapa mode keruntuhan yang mungkin terjadi akibat
perkuatan lentur, antara lain:
1. Hancurnya beton sebelum baja leleh;
2. Lelehnya baja diikuti oleh hancurnya beton;
3. Lelehnya baja diikuti oleh hancurnya FRP;
4. Delaminasi akibat geser atau tegangan pada selimut beton;
5. Terlepasnya lapisan FRP dari permukaan struktur beton.
Dari semua mode keruntuhan tersebut, yang terbaik terjadi adalah
lelehnya baja diikuti oleh keruntuhan FRP (mode 3) atau terlepasnya lapisan
FRP dari permukaan struktur beton (mode 5).
Berdasarkan ACI 440.2R, dalam menentukan desain perkuatan lentur
menggunakan FRP dapat digunakan persamaan-persamaan berikut:
(2.92)
D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
M. Adam Zein Rusmana, Rama Yuda, Laporan Tugas Akhir 37
dimana,
(2.93)
(2.94)
(2.95)
(2.96)
(2.97)
(2.98)
(2.99)
(2.100)
(2.101)
(2.102)
(2.103)
(2.104)
(2.105)
(2.106)
(2.107)
Untuk menentukan nilai c ditentukan dengan menggunakan asumsi
awal yaitu sebesar 0,20d. Sedangkan nilai c asumsi awal harus direvisi serta
dihitung kembali hingga mencapai keseimbangan dengan menggunakan
rumus:
D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
M. Adam Zein Rusmana, Rama Yuda, Laporan Tugas Akhir 38
dimana,
(2.108)
(2.109)
(2.110)
(2.111)
keterangan:
D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
M. Adam Zein Rusmana, Rama Yuda, Laporan Tugas Akhir 39
2.4.2 Kekangan (confinement) pada Kolom
Penerapan lain sistem perkuatan FRP berdasarkan ACI 440.2R adalah
kekangan pada struktur yang mengalami tekanan aksial. Adapun fungsi
kekangan dengan perkuatan FRP adalah sebagai berikut:
Meningkatkan kekuatan tekan aksial;
Meningkatkan daktilitas elemen struktur yang menerima kombinasi
gaya aksial dan lentur.
Efek dari kekangan dengan menggunakan FRP dapat mengubah perilaku
tegangan regangan pada beton itu sendiri. Pada beton normal dapat mencapai
kekuatan tekan tertentu. Maka, pada saat beton mengalami retak sederhana
terjadi perlemahan regangan sampai akhirnya gagal dalam menerima tekanan.
Dengan menggunakan FRP, pelebaran beton dapat tertahan. Kekangan
dengan FRP dilakukan untuk membatasi tekanan pada beton dan
memungkinkan untuk menerima beban tambahan dan mengalami tambahan
deformasi. Akibat dari hal tersebut adalah peningkatan kekuatan beton
terhadap lentur. Perlu diperhatikan bahwa hal ini merupakan hasil dari
kekangan lapisan FRP yang berorientasi melintang ke sumbu longitudinal
kolom. Pengaruh kekangan lapisan FRP terhadap elemen struktur kolom
beton bertulang dapat dilihat pada Gambar 2.12.
Gambar 2.12 Pengaruh kekangan FRP terhadap beton (ACI 440.2R)
D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
M. Adam Zein Rusmana, Rama Yuda, Laporan Tugas Akhir 40
Model kekangan dapat digunakan untuk menggantikan nilai kuat tekan,
adapun persamaannya adalah sebagai berikut:
(2.112)
dimana:
(2.113)
(2.114)
(2.115)
(2.116)
(2.117)
untuk beban aksial murni:
untuk kombinasi aksial-lentur:
(2.118)
(2.119)
(2.120)
Adapun, untuk mengetahui diagram interaksi setelah dilakukan perkuatan
dengan menggunakan FRP, dapat dilakukan perhitungan berdasarkan ACI
440.2R.
Adapun contoh perbandingan diagram interaksi sebelum dan setelah
dilakukan perkuatan kolom menggunakan FRP dapat dilihat pada Gambar
2.13.
D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
M. Adam Zein Rusmana, Rama Yuda, Laporan Tugas Akhir 41
Gambar 2.13 Contoh perbandingan diagram interaksi sebelum dan setelah
dilakukan perkuatan dengan FRP (ACI 440.2R)
Pada gambar di atas terdapat titik A, B dan C, dimana berdasarkan ACI
440.2R titik-titik tersebut adalah sebagai berikut:
Titik A (tekan murni) pada gaya tekan aksial yang seragam dengan
regangan pada beton
Titik B dengan distribusi regangan yang sama dengan nol pada lapisan
baja tulangan longitudinal pada daerah Tarik dan regangan pada
daerah tekan
Titik C dengan distribusi regangan yang sesuai dengan keruntuhan
seimbang terhadap regangan tekan maksimum dan regangan tarik pada
lapisan baja tulangan longitudinal pada permukaan tarik.
Sehingga, untuk beton terbatas, nilai pada titik A ( sama dengan
nol) dan untuk titik B dan C dapat dihitung dengan persamaan berikut:
(2.121)
(2.122)
(2.123)
D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
M. Adam Zein Rusmana, Rama Yuda, Laporan Tugas Akhir 42
dimana,
(2.124)
(2.125)
(2.126)
(2.127)
(2.128)
(2.129)
(2.130)
(2.131)
(2.132)
(2.133)
(2.134)
(2.135)
(2.136)
(2.137)
D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
M. Adam Zein Rusmana, Rama Yuda, Laporan Tugas Akhir 43
keterangan:
= kuat tekan beton terbatas (MPa)
= tekanan batas maksimum karena lapisan FRP (MPa)
= Faktor reduksi kekuatan FRP
= 0,85 untuk kelenturan (dikalibrasi berdasarkan desain
sifat material
= 0,85 untuk geser (berdasarkan analisis reliabilitas) untuk
FRP U-wrap tiga sisi atau skema penguatan dua sisi
= 0,95 untuk bagian geser yang sepenuhnya dibungkus
= faktor efisiensi untuk perkuatan FRP dalam penentuan
= luas penampang terbatas secara efektif pada bagian
beton ( )
= luas penampang beton pada bagian tekan ( )
= jari-jari tepi penampang prismatik terbatas dengan FRP
(mm)
= level regangan efektif dalam perkuatan FRP hingga
tercapai keruntuhan
= faktor efisiensi untuk regangan FRP
= desain tegangan pecah dari perkuatan FRP (mm/mm)
= untuk poin B, c = d
= untuk poin C,
= modulus elastisitas beton (MPa)
= regangan maksimum dapat diambil 0,002 (mm/mm)