bab ii cadangan pangan regional dan dinamika bencana …

42
32 BAB II Cadangan Pangan Regional dan Dinamika Bencana Alam di Myanmar dan Filipina Pada Bab ini, penulis akan menjelaskan mengenai pembentukan cadangan pangan di Kawasan Asia Tenggara. Kemudian penulis menjelaskan mengenai gambaran umum bencana alam yang terjadi di Myanmar dan Filipina pada tahun 2015, beserta dengan penjelasan terkait dampak bencana dan respon negara masing-masing. Yang nantinya penjelasan ini dikaitkan dengan tindakan pemerintah untuk meminta bantuan beras dari APTERR. 2.1 Pembentukan Cadangan Pangan Regional Gagasan pembentukan cadangan pangan pertamanya kalinya dipicu oleh terjadinya krisis pangan pada tahun 1970-an yang memicu kelaparan di banyak bagian dunia. Pada saat itu, ada dua negara besar yang mempunyai pengaruh kuat dalam pembentukan cadangan pangan, yaitu Amerika dan Kanada. Kedua negara tertarik pada cadangan pangan publik dengan beberapa elemen koordinasi internasional.28 Yang kemudian, tindakan tersebut diikuti oleh beberapa negara. Gagasan pembentukan cadangan beras juga direspon baik oleh negara- negara di Asia Tenggara. Menyadari kerentanan akan bahaya alam yang kemungkinan kekurangan makanan dan didasari atas semangat kerja sama diantara negara-negara anggota, ASEAN (Association of South East Asian Nations) yang 28 Jonatan A. Lassa, Paul Teng, Mely Cabellero Anthony dan Maxim Shrestha, Op.Cit, hal 2

Upload: others

Post on 22-Nov-2021

5 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

32

BAB II

Cadangan Pangan Regional dan Dinamika Bencana Alam di Myanmar dan

Filipina

Pada Bab ini, penulis akan menjelaskan mengenai pembentukan cadangan

pangan di Kawasan Asia Tenggara. Kemudian penulis menjelaskan mengenai

gambaran umum bencana alam yang terjadi di Myanmar dan Filipina pada tahun

2015, beserta dengan penjelasan terkait dampak bencana dan respon negara

masing-masing. Yang nantinya penjelasan ini dikaitkan dengan tindakan

pemerintah untuk meminta bantuan beras dari APTERR.

2.1 Pembentukan Cadangan Pangan Regional

Gagasan pembentukan cadangan pangan pertamanya kalinya dipicu oleh

terjadinya krisis pangan pada tahun 1970-an yang memicu kelaparan di banyak

bagian dunia. Pada saat itu, ada dua negara besar yang mempunyai pengaruh kuat

dalam pembentukan cadangan pangan, yaitu Amerika dan Kanada. Kedua negara

tertarik pada cadangan pangan publik dengan beberapa elemen koordinasi

internasional.28 Yang kemudian, tindakan tersebut diikuti oleh beberapa negara.

Gagasan pembentukan cadangan beras juga direspon baik oleh negara-

negara di Asia Tenggara. Menyadari kerentanan akan bahaya alam yang

kemungkinan kekurangan makanan dan didasari atas semangat kerja sama diantara

negara-negara anggota, ASEAN (Association of South East Asian Nations) yang

28 Jonatan A. Lassa, Paul Teng, Mely Cabellero Anthony dan Maxim Shrestha, Op.Cit, hal 2

33

hanya terdiri dari lima negara yaitu Indonesia, Filipina, Malaysia, Singapura, dan

Thailand, pada tahun 1979 telah ditandatangani Agreement on the ASEAN Food

Security Reserve (AFSR) di New York.29 Yang pada intinya, pembentukan

cadangan pangan ini bertujuan untuk memenuhi persyaratan darurat.30

Penandatanganan perjanjian AFSR oleh lima negara ASEAN pada saat itu

merupakan cikal bakal terbentuknya cadangan pangan darurat ASEAN yang

bernama ASEAN Emergency Rice Reserve (AERR). AERR menjadi pengikat antar

anggota secara hokum dan mulai berlaku pada 24 Juli 1980.31

Komponen utama dalam perjanjian AFSR mencakup sebagai berikut:

Persediaan beras AERR terdiri dari jumlah beras yang dialokasikan (Pasal IV.3)

yang dijanjikan oleh masing-masing negara anggota sebagai persediaan bagi negara

anggota yang sedang dalam situasi darurat. Jumlah awal beras yang disisihkan

adalah 50.000 matrik ton (Pasal IV.2). Seorang anggota dapat mengakses AERR

hanya setelah deklarasi keadaan darurat. Menurut Pasal IV.5 Perjanjian AFSR, ada

tiga syarat yang harus ada sebelum suatu negara dianggap dalam "kondisi darurat":

negara telah sangat menderita atau telah mengalami bencana yang tidak terduga

akibat bencana alam atau bencana akibat manusia. Terakhir, negara tidak dapat

mengatasi melalui cadangan pangan nasionalnya dan tidak dapat membeli pasokan

makanan melalui perdagangan normal.32

29 Hermanto, Op.Cit, hal 74-75 30 Jonatan A. Lassa, Paul Teng, Mely Cabellero Anthony dan Maxim Shrestha, Op.Cit, hal 2 31 Kunmin Kim, Paula P. Plaza, 2018, Asian Development Bank Institute, No. 2018-1 (Agustus),

diakses dalam https://www.adb.org/sites/default/files/publication/439876/adbi-pb2018-1.pdf pada tanggal 21 Mei, hal 2 32 ibid

34

Namun, selama 30 tahun berdiri, stok AERR tidak pernah digunakan dan

mekanisme penyelesaian perselisihan melalui prosedur ASEAN Protocol on

Enhanced Dispute Settlement Mech anism (EDSM) tidak pernah diuji. Kasus

Indonesia pada tahun 1997-1998 secara khusus menyoroti kelemahan dari AERR.

Indonesia pada saat itu mengalami masalah kekurangan pangan yang serius dan

secara dramatis meningkatkan impornya karena kekeringan dan kebakaran hutan

yang disebabkan oleh El-Nino. Secara teknis, hal ini memenuhi syarat sebagai

“kondisi darurat” berdasarkan perjanjian AFSR. Namun, dari pada memanfaatkan

AERR, Indonesia memperoleh pinjaman dari International Monetary Fund (IMF)

dan World Bank sebagai gantinya. Dari hal tersebut, para pembuat kebijakan

mencatat kelemahan AFSR dan mengerahkan upaya untuk merevolusi kebijakan

dan program mereka untuk meningkatkan keamanan pangan di wilayah tersebut.33

Kelemahan AERR ini di tanggapi oleh ASEAN dengan jalan membangun

kerjasama dengan negara tetangga Asia Timur. Dalam perspektif ASEAN, ASEAN

mengakui bahwa negara-negara akan mendapatkan banyak manfaat dari

memperkuat dan memperdalam hubungan dengan tetangga-tetangga mereka

termasuk Asia Timur. Melalui kerjasama dibawah nama ASEAN Plus Thee, APT

bersama-sama membentuk cadangan pangan regional yang ditujukan untuk

memperbaiki mekanisme cadangan pangan regional yang gagal sebelumnya.

Kolaborasi ASEAN dan tiga negara mitra ini awalnya dilembagakan

melalui Joint Statement tentang Kerjasama Asia Timur yang dikeluarkan pada 28

33 ibid

35

November 1999. Pada tanggal 11 Oktober 2002, ASEAN Plus Three

mengumumkan peluncuran proyek percontohan bernama East Asia Emergency

Rice Reserve (EAERR). Ini didasarkan pada prototipe cadangan regional

sebelumnya, yang diprakarsai dan didukung oleh Jepang.

Kemudian, proyek percontohan EAERR mulai dirubah menjadi mekanisme

permanen. Pada tanggal 7 Oktober 2011, Perjanjian ASEAN Plus Three Emergency

Rice Reserve (APTERR) ditandatangani. APTERR merupakan kerja sama regional

yang didirikan berdasarkan Perjanjian APTERR yang ditandatangani oleh ASEAN

Plus Three Ministers on Agriculture and Forestry pada pertemuan AMAF yang ke-

11 pada tahun 2011 di Jakarta, Indonesia.34 Perjanjian APTERR mulai berlaku pada

12 Juli 2012. Pada tanggal 28 Oktober 2012, para anggota sepakat melalui

konsensus untuk menempatkan kantor Sekretariat APTERR di Thailand

berdasarkan Pasal VIII Perjanjian APTERR. Tahun berikutnya, APTERR secara

resmi didirikan sebagai mekanisme permanen, dan Sekretariat APTERR memulai

operasinya.

APTERR didirikan dengan tujuan untuk memperkuat ketahanan pangan,

pengentasan kemiskinan, dan pemberantasan kekurangan gizi di antara para

anggotanya tanpa mendistorsi perdagangan normal.35 Agar dapat menjalankan

tugasnya, di internal APTERR terdapat Dewan APTERR (APTERR Council)

sebagai dewan eksekutif yang terdiri dari satu wakil dari setiap negara anggota.

34 Dokumen resmi BKP, Kementerian Pertanian RI, Progress on the implementation of APTERR,

the special SOM-39th AMAF dan special SOM-17th AMAF+3, 27-30 Agustus 2018 35 ibid

36

Tugas utama mereka yakni bertindak sebagai badan pengatur APTERR. Sementara

sekretariat APTERR dibentuk untuk bertindak sebagai unit fasilitator dan

koordinasi. Sekretariat dipimpin oleh General manager yang ditunjuk oleh dewan

APTERR. Ruang kantor Sekretariat adalah kontribusi dalam bentuk barang oleh

pemerintah Thailand yang berbasis di the Office of Agricultural Economics (OAE),

Ministry of Agriculture and Cooperatives di Bangkok. Kegiatan sekretariat

APTERR didukung oleh biaya operasional yang didanai oleh pihak-pihak

APTERR. Biaya operasional juga dilengkapi oleh dana abadi sebagai dukungan

keuangan jangka panjang. Perincian biaya operasional dan dana abadi diilutrasikan

dalam Tabel 2.1 dan 2.2.36

Tabel 2.1 Kontribusi Tahunan untuk Biaya Operasional 2012-201637

36 ADB, Op. CIt, hal 4 37 ibid

37

Tabel 2.2 Kontribusi Modal untuk Dana Abadi38

Sedangkan, terkait dengan bantuan pangan, APTERR memiliki dua jenis

cadangan pangan yang bernama cadangan pangan darurat yang disisihkan

(earmarked emergency rice reserve) dan cadangan pangan darurat yang ditimbun

(stockpiled emergency rice reserve). Cadangan pangan yang disisihkan dapat

berupa uang tunai dan beras, dan bentuk cadangan lainnya seperti kontrak atau

sumbangan di masa depan dalam bentuk uang atau barang (perjanjian APTERR

Pasal III.2).39 Sumbangan awal earmarked APTERR berjumlah 787,000 ton beras

yang berasal dari sumbangan negara-negara anggota seperti yang diilustrasikan

pada Tabel 2.3. Stok tersebut tetap dimiliki dan dikendalikan oleh pemerintah

masing-masing negara anggota untuk memenuhi kebutuhan dari negara yang

membutuhkan bantuan dalam keadaan darurat. Pemerintah juga bertanggung jawab

38 ibid

39 ibid

38

untuk mengatur biaya perawatan stok beras mereka untuk memastikan beras tetap

dalam keadaan baik. Bentuk lain dari stok beras APTERR adalah cadangan beras

yang ditimbun/ stockpiled emergency rice reserve yang bisa dalam bentuk uang

tunai atau beras, tetapi dimiliki secara kolektif oleh anggota negara APTERR dan

dikelola oleh sekretariat APTERR dibawah pengawasan dewan APTERR.40

Tabel 2.3 Jumlah Cadangan beras yang Disisihkan Setiap Negara

Pada perilisan bantuan pangan dari APTERR, terdapat tiga mekanisme yang

digunakan yang meliputi Tier 1, Tier 2 dan Tier 3. Tier 1 melibatkan pelepasan

earmarked stocks dibawah mekanisme yang telah di atur dalam suatu perjanjian

sebelum bencana tersebut terjadi. Skema ini dirancang untuk mengantisipasi

keadaan darurat ketika terjadinya bencana. Pelepasan cadangan beras yang berasal

dari Tier 1 diatur sebelumnya berdasarkan perjanjian secara formal sebagai kontrak

40 ibid

39

berjangka. Perjanjian memuat jumlah beras, kualitas beras tertentu, metode

penetapan harga, ketentuan pembayaran, pengiriman serta persyaratan lainnya yang

disepakati antara negara pemasok dengan negara penerima. Pengiriman beras dari

negara pemasok akan dilakukan jika terjadi keadaan darurat di negara penerima

beras tersebut, dengan pembayaran berdasarkan herga beras pasar internasional

yang berlaku. Jumlah beras ditentukan berdasarkan perkiraan kekurangan beras jika

terjadi keadaan darurat dalam jangka menengah. Singkatnya mekanisme Tier 1

berupa kontrak antara negara pemasok dan negara penerima atau penjualan

komersial khusus.

Tier 2 melibatkan pelepasan earmarked stocksi untuk keadaan darurat yang

bukan merupakan bagian dari Tier 1. Program ini dirancang untuk mengantisipasi

keadaan darurat. Pelepasan cadangan beras menurut Tier 2 tersedia untuk negara

anggota APTERR untuk memenuhi persyaratan darurat beras dibawah pengaturan

lain. Pengiriman bantuan beras mengikuti perjanjian di tempat antara negara

pemasok dan negara penerima. Mengenai kesepakatan harga, Tier 2 mengatur

serupa dengan Tier 1 yakni pembayaran dapat dilakukan secara tunai atau melalui

pinjaman atau hibah jangka panjang, berdasarkan kesepatan bersama dari negara-

negara yang terlibat.

Tier 3 melibatkan pelepasan stockpiled emergency tice reserve yang

ditujukan untuk permasalahan akses pangan. Program ini dirancang untuk keadaan

genting dan sebagai bantuan kemanusiaan yang lainnya terhadap kerawanan

pangan. Pelepasan cadangan bers di bawah Tier 3 merupakan sumbangan beras

sebagai bantuan kemanusiaan kepada negara penerima yang terkena musibah atas

40

permintaan mereka dalam menanggapi keadaan darurat akut. Dalam kasus tertentu,

distribusi beras dapat lancak dengan cepat akibat ada pemicu otomatis. Selain itu

stok beras juga dapat dirilis untuk program pengentasan kemiskinan dan

pemberantasan kekurangan gizi untuk menangani tujuan kemanusiaan lainnya.41

Mekanisme perilisan dapat dilihat pada Gambar 2.1.

Gambar 2.1 Mekanisme perilisan beras APTERR42

2.2 Gambaran Bencana Alam di Myanmar Tahun 2015

2.2.1 Latar Belakang Banjir di Myanmar

Myanmar merupakan salah satu negara yang terpapar akan berbagai bahaya

alam termasuk banjir, angin topan, gempa bumi, tanah longsor dan tsunami.

Myanmar terletak pada major earthquake belt dan menjadi sasaran dari gempa

berskala kecil yang terjadi secara terus menerus. Myanmar diprediksi akan terus

mengalami bencana yang berkaitan dengan air. terlebih hal tersebut diperburuk

41 APTERR secretary, diakses dalam https://www.apterr.org/faq, (24/07/2019)

42 APTERR Secreatary, APTERR Mechanism, diakses dalam https://www.apterr.org/what-is-

apterr, (24/07/2019)

41

dengan adanya perubahan iklim. bencana alam seperti banjir akan semakin intens.

suhu dan curah hujan cenderung meningkat, yang menyebabkan curah hujan yang

ektrem akan sering terjadi dan dampaknya ialah banjir yang menggenangi banyak

wilayah.43 salah satu banjir hampir di semua wilayah Myanmar ialah banjir pada

tahun 2015.

Menurut IFRC, sejak Juni 2015, Myanmar dan Bangladesh sudah menerima

hujan lebat dari badai monsun. Pada akhir Juli, zona bertekanan rendah di Samudra

Pasifik dekat Bangladesh mengintensifkan badai yang tumbuh menjadi topan tropis

Komen. Menurut Emergency Response Coordination Centre (ERCC), Komen

tumbuh dari depresi (tekanan rendah) menjadi depresi berat (ke tekanan yang lebih

rendah) pada 29 Juli, dan menjadi badai siklon pada 30 Juli. DACS

mengklasifikasikan Komen sebagai badai topan tropis dengan kecepatan angin

maksimum 74km / jam, pada 30 Juli 2015. Pendaratan Topan di Bangladesh terjadi

pada 30 Juli. Setelah memasuki Bangladesh, pada 31 Juli Komen kehilangan

kekuatan dan menjadi depresi berat, tetapi curah hujan di Myanmar berlanjut

hingga bulan Agustus dan September. Curah hujan lebih dari 500mm terjadi karena

badai, sehingga curah hujan lebih dari dua kali lipat rata-rata di banyak wilayah

Myanmar dan menyebabkan banjir.44

43Government of Union Myanmar, 2015, Myanmar post disasters need assessment of flood and

lineslides July-October 2015, diakse dalam

http://documents.worldbank.org/curated/en/646661467990966084/pdf/103631-WP-P157276-

PUBLIC-PFLNA-Report-2016.pdf)

44 Vitor Vasconcelos , Chusit Apirumanekul, Chayanis Krittasudthacheewa, Hurricanes and Floods:

a study case of Myanmar flood in 2015, 2016, Researchgate, diakses dalam

https://www.researchgate.net/publication/299582871_Hurricanes_and_Floods_a_study_case_of_

Myanmar_flood_in_2015/link/57008e2c08ae650a64f80f58/download, hal 3)

42

Banjir berdampak pada banjir di 12 dari 14 negara bagian/wilayah seperti

yang terlihat pada gambar 2.1. Daerah paling parah terkena dampak bencana

tersebut meliputi Ayeyarwady, Chin, Rakhine states, Sagaing, Bago, Yangon, dan

Magway. yang berada di zona pesisir dan delta, akibatnya wilayah-wilayah ini yang

paling terkena dampak banjir. Hujan lebat, selain menyebabkan banjir juga

menyebabkan tanah longsor di negara bagian Chin seperti yang diilustrasikan pada

gambar 2.2. bencana banjir dan tanah longsor menyebabkan kerusakan signifikan

pada perumahan, infastruktur, lahan pertanian, tanaman (panen) dan mata

pencaharian.

Gambar 2.2 Banjir berdampak pada kota-kota di Myanmar45

45 ibid

43

Gambar 2.3 Dampak banjir dan tanah longsor di Myanmar46

2.2.2 Dampak pada Perumahan dan Infrastruktur

Berdasarkan data dari The United Nations Office for the Coordination of

Humanitarian Affairs (UN OCHA), keseluruhan banjir telah mempengaruhi lebih

dari 34,6 juta orang (66% dari populasi di Myanmar), dan mengakibatkan lebih dari

1,6 juta orang terlantar dan mengakibatkan korban jiwa sedikitnya 100 orang.

Secara rinci dampak banjir di setiap wilayah seperti yang dapat dilihat pada gambar

2.4. Wilayah yang masyarakatnya paling banyak terdampak banjir ialah

Ayeyarwady, Yangon, Sagaing, Bago, Rakhine dan Chin. Secara total Banjir juga

merusak sejumlah 490.000 rumah, 21.200 diantaranya rusak.

46 Khin Wah Wah Win, Staff Officer DMH, 2018, Overview of existing Flood forecasting and

warning infrastructures in Myanmar Development and Implementation of the Myanmar stand-

alone Flash Flood Guidance System(FFGS), Initial Planning Meeting,

http://www.wmo.int/pages/prog/hwrp/flood/ffgs/myanmar/documents/planning/day1/d1_6_Overvi

ew_existingFloodforecastingWarningInfrastructures-Myanmar.pdf)

44

Gambar 2.4 Jumlah orang yang terkena dampak banjir di setiap

wilayah di Myanmar47

Selain berdampak pada banyaknya jumlah rumah, banjir juga berdampak

pada infrastruktur publik seperti listrik, transportasi, komunikas. pada sektor listrik,

kerusakan tercatata mencapai senilai 6,2 miliar kyat (sekitar 4,6 juta USD) dan

kerugian mencapai 0,6 miliar kyat.48 Kerusakan dan kerugian sebagian besar

disebabkan oleh hubungan arus pendek, tiang linstrik yang roboh dan kebel

penghubung dan pemadaman listrik di daerah banjir. Misalnya, 15 stasiun tenaga

air mini rusak di Negara Bagian Chin dengan total kapasitas 150 KW. Wilayah

47 ibid

48 Ms. Lwin Lwin Wai, Fellow from Myanmar, 2018, Assessing the Severity of the Impact of

Flood on Infrastructure in Myanmar, Parliamentary Institute of Cambodia, diakse dalam

https://www.pic.org.kh/images/2018Research/20180611_Assessing%20the%20Severity%20of%2

0the%20Impact%20of%20Flood%20on%20Infrastructure%20in%20Myanmar.pdf, hal 7

(30/11/2019)

45

yang menderita kerusakan terburuk menurut Kementerian Tenaga Listrik ialah

Chin, Rakhine, Magway dan Sagaing.

Pada sektor komunikasi, sektor ini meliputi infrastruktur yang dibutuhkan

untuk menyampaikan informasi termasuk pengiriman pos, system telepon, radio,

televisi dan internet. Sektor komunikasi Myanmar telah mengalami kerusakan yang

signifikan karena banjir dan tanah longsor khususnya yang berkaitan dengan

jaringan telekomunikasi, layanan pos dan kantor-kantor pemerintah di wilayah

yang terkena dampak. Selain itu, banjir juga menyebabkan rusaknya 608 sekolah,

247 fasilitas kesehatan dimana 195 diantaranya merupakan pusat kesehatan di 38

kota di 7 negara bagian.49

Pada sektor transportasi, banjir dan tanah longsor menyebabkan kerusakan

parah di seluruh negeri. Sebagian besar kerusakan transportasi terjadi di Chin,

Sagaing, Rakhine dan Magway. Dampak langsung pada sektor transportasi terdiri

dari rusaknya jalan dan jalur kereta api yang diblokir, terganggunya akses pasar,

dan kurangnya akses ke fasilitas sosial baik di daerah perkotaan maupun pedesaan.

Untuk waktu yang lama, kerusakan jalan sebagai penghubung, membatasi kapasitas

untuk pengiriman pasokan darurat dan menghambat pemulihan bagi masyarakat

yang paling terkena dampak.

2.2.3 Dampak pada Pertanian (Padi)

Banjir telah menggenangi lebih dari 1,2 juta hektar lahan pertanian. Dampak

bencana banjir pada sector pertanian terutama ditanggung oleh wilayah Sagaing,

49 World Health Organization, diakses dalam http://www.searo.who.int/entity/emergencies/sitrep-

4-myanmar-2september.pdf?ua=1).

46

Chin, Ayeyarwady, Rakhine, Bago dan Magway. Lebih dari 527.000 hektar

tanaman terkena dampak terutama tanaman padi, dengan beberapa wilayah

kehilangan seluruh panen selama musim hujan.50

Pertanian adalah tulang punggung ekonomi Myanmar. Sektor ini

menyumbang sekitar 30% dari PDB, lebih dari 50% dari total lapangan kerja dan

sekitar 20% dari ekspor pada tahun sebelumnya.51 Produksi pertanian sekitar 11,87

juta hektar (ha), atau 17,5 persen dari total luas Myanmar sekitar 68 juta ha. Sekitar

3,64 juta ha ditanami oleh petani skala kecil. Rata-rata total kepemilikan lahan

untuk petani skala kecil adalah 2,21 ha.52 Di Myanmar, Beras merupakan tanaman

pangan utama dan makanan ekspor utama. Padi dapat ditanam di seluruh negeri

sepanjang tahun lebih dari 7,53 juta (ha), atau lebih dari setengah lahan yang subur

di negara itu. Padi ditanam selama musim hujan (80%) dan musim panas (20%) di

empat zona, delta, zona kering, zona pantai, dan daerah pegunungan yang disebut

Agro-Ecological Zonas (AESs).53

Wilayah-wilayah yang terkena dampak paling signifkan di sektor pertanian

tersebar di AEZs, Ayeyarwady dan Bago ditemukan di daerah delta, Chin di daerah

perbukitan dan pegunungan, Sagaing dan Magway di zona tengah dan kering dan

Rakhine di zona pantai. Ayeyarwardy merupakan wilayah paling banyak

50The World Bank, Myanmar Floods and Landslides: Post Disaster Needs Assessment, diakses

dalam https://www.worldbank.org/en/country/myanmar/publication/myanmar-floods-and-

landslides-post-disaster-needs-assessment)

51 https://www.rvo.nl/sites/default/files/2016/03/Agriculture%20Factsheet.pdf

52 the Ministry of Agriculture and Irrigation; Ministry of Livestock, Fisheries & Rural

Development; FAO and WFP under the framework of the Food Security Sector in partnership with

UN Women, World Vision, CESVI, CARE, JICA and LIFT, Agriculture and Livelihood Flood

Impact Assessment in Myanmar, diakses dalam

http://www.fao.org/fileadmin/user_upload/emergencies/docs/Final_Impact_Assessment_Report_fi

nal.pdf

53 The World Bank, Loc.Cit

47

kehilangan di sektor pertanian karena 101.814 hektar lahan pertanian hancur total

dan 13.732 hektar rusak. kemudian wilayah Bago merupakan wilayah kedua yang

kehilangan pertaniannya akibat bencana banjir tahun 2015. Ada sekitar 87.771

hektar lahan pertanian rusak dan 21,278 hancur. Selanjutnya, ada Sagaiang dengan

30.219 hektar lahan pertanian hancur dan 34,627 hektar rusak. Wilayah Rakhine

dengan 29,737 rusak dan 585 pertanian hancur. disusul Magway dengan 12,457

rusak dan 20,309 hancur serta Chin dengan 1,024 pertanian rusak dan 1,158

pertanian hancur.54

Dari segi kepadatan populasi, wilayah Mandalay, Rakhine dan Ayeyarwady

selama periode 1983 ke 2014, mengalami peningkatan kepadatan penduduk yang

relative lebih besar dari pada wilayah lain, seperti yang diilustrasikan pada grafik

2.1.

Grafik 2.1 Population densitiy 1973,1983 dan 201455

54 ibid

55 ibid

48

Sektor pertanian dianggap mendukung sebagian besar populasi di wilayah-

wilayah yang terkena dampak paling parah ini seperti Ayeyarwady, Bago, Chin,

Magway, Rakhine dan Sagaing. Ayeyarwady mempunyai total rumah tangga

sebanyak 1,5 juta. Sekitar 700 rumah tangga atau setara dengan 47% terlibat dalam

pertanian. Bago mempunyai jumlah total sebanyak 800-an rumah tangga, dimana

500-an rumah tangga atau setara dengan 58% terlibat dalam pertanian. Chin

mempunyai total rumah tangga sebanyak 100-an, 94 rumah tangga atau setara

dengan 90% terlibat dalam pertanian. Magway mempunyai total rumah tangga 1

juta dengan 500-an rumah tangga atau setara dengan 56% terlibat dalam pertanian.

Rakhine mempunyai jumlah rumah tangga sebanyak 600-an, dengan 200-an atau

setara dnegan 47% terlibat dalam pertanian. Sagaing mempunyai total rumah

tangga sebanyak 1,2 juta dengan 748 rumah tangga atau setara dengan 61% terlibat

dalam pertanian.56 Padi adalah tanaman pokok yang dibudidayakan di seluruh

wilayah / negara bagian. Beras utamanya disimpan untuk konsumsi rumah tangga

dan setiap kelebihannya dijual sebagai pendapatan.57

Musim panen padi utama pada tahun 2015 diperkirakan 22,8 juta ton, dibawah

4 persen dari panen utama 2014. Menurunnya hasil panen diakibatkan oleh lahan

dan pemangkasan hasil panen setelah banjir pada bulan juli dan agustus. Namun

diperkirakan hasil panen musim kedua bulan April-Mei 2016 mengalami

56 Food And Agriculture Organization Of The United Nations World Food Programme, 2016,

Fao/Wfp Crop And Food Security Assessment Mission To Myanmar, Food and Agriculture

Organization of the United Nations, World Food Programme, diakses dalam

http://www.fao.org/3/a-i5460e.pdf, hal 15 (30/11/2019)

57 ibid

49

peningkatan sebesar 5 persen karena dianggap tidak akan dipengaruhi oleh efek

jangka panjang dari banjir. Secara agregat, produksi padi pada 2015 (termasuk

musim hujan 2015 dan musim panas sekunder 2015), diperkirakan sebesar 27,5 juta

ton. Hasil ini lebih rendah 3% dari produksi tahun sebelumnya dan 2% lebih rendah

dari rata-rata tiga tahun.58

2.2.4 Dampak Banjir pada Aksesibilitas Pangan

Ketahanan Pangan menurut Kerangka AIFS dan SPA-FS dengan mengadopsi

dari World Food Summit, 1996 yaitu “Food security exists when all people, at all

times, have physical and economic access to sufficient, safe and nutritious food that

meets their dietary needs and food preferences for an active and healthy life”

definisi ini merujuk pada dimensi ketahanan pangan yang meliputi ketersediaan

pangan, aksesibilitas pangan, pemanfaatan pangan dan stabilitas pangan yang dapat

dijelaskan sebagai berikut.59

a. Ketersediaan pangan: Ketersediaan jumlah makanan yang cukup dengan

kualitas yang sesuai, dipasok melalui produksi dalam negeri dan / atau

impor (termasuk bantuan makanan).

b. Aksesibilitas pangan: Akses oleh individu ke sumber daya yang memadai

(hak) untuk memperoleh makanan yang sesuai untuk kebutuhan gizi. Hak

didefinisikan sebagai kumpulan komoditas bersama dimana seseorang

58 Food And Agriculture Organization Of The United Nations World Food Programme, Op.Cit hal

9

59 ASEAN Integrated Food Security (AIFS) Framework

And Strategic Plan Of Action On Food Security In The ASEAN Region (SPA-FS) 2015-2020,

diakses dalam https://www.asean-agrifood.org/?wpfb_dl=58, (30/22/2019)

50

dapat membangun kesamaan hukum, politik, ekonomi dan aturan sosial

masyarakat tempat tinggal (termasuk hak tradisional seperti akses ke

sumber daya Bersama).

c. Pemanfaatan: Pemanfaatan makanan melalui makanan yang cukup, air

bersih, sanitasi, dan perawatan kesehatan untuk mencapai keadaan

kesejahteraan gizi di mana semua kebutuhan fisiologis terpenuhi. Hal Ini

memunculkan pentingnya input non-pangan dalam ketahanan pangan.

d. Stabilitas: memberikan jaminan pangan, suatu populasi, rumah tangga atau

individu harus memiliki akses ke makanan yang memadai setiap saat.

Mereka tidak boleh mengambil risiko kehilangan akses ke makanan sebagai

konsekuensi dari goncangan tiba-tiba (mis. Krisis ekonomi atau iklim) atau

peristiwa siklus (mis. Kerawanan pangan musiman). Konsep stabilitas

karenanya dapat merujuk pada dimensi ketersediaan dan akses ketahanan

pangan.

Dari empat dimensi ketahanan pangan diatas, penulis mengidentifikasi bahwa

banjir yang terjadi di Myanmar menjadi tantangan pada tercapaianya aksesibilitas

pangan. Banjir telah menimbulkan hambatan pada masyarakat yang terdampak

untuk memiliki akses pangan.

Pada 2015, banjir berdampak negatif pada pendapatan pertanian dan non

pertanian di daerah-daerah yang dilanda banjir. Namun pendapatan keseluruhan di

Myanmar yang diukur dengan PDB per kapita terus meningkat seperti pada Grafik

2.2 karena itu bagi myanmar secara keseluruhan banjir tampaknya tidak memiliki

51

dampak yang signifikan terhadap pendapatan. Namun, banjir memiliki dampak

kenaikan harga beras.

Grafik 2.2 Produk Domestik Bruto (PDB) Myanmar60

Banjir dan tanah longsor telah menyebabkan kenaikan harga beras seperti dalam

grafik 2.3. kenaikan herga beras disebabkan oleh terganggunya pasar yang

diakibatkan oleh gangguan transportasi, kerusakan infrastruktur, kerusakan properti

dan hilangnya panen. Kondisi darurat sering dimanfaatkan oleh oknum tertentu

untuk menaikkan harga beras. Disisi lain, hal tersebut akan mempersulit masyarakat

yang terdampak untuk membeli beras akibat hilangnya harta benda mereka. apabila

kondisi tersebut tidak segera ditangani, akan menyebabkan banyak kerawanan

pangan terjadi akibat akses ke makanan yang sulit.61

60 Food And Agriculture Organization Of The United Nations, World Food Programme, Op.Cit hal

32

61 ibid

52

Untuk mengatasi lonjakan harga beras, diperlukan adanya intervensi berupa

bantuan beras agar harga beras dapat ditekan. Bantuan beras selain dapat menekan

harga beras, dalam waktu sementara, bantuan tersebut dapat memberikan akses

pangan pada masyarakat yang terdampak, dimana masyarakat yang terdampak

tidak dipusingkan untuk membeli beras dengan harga mahal karena adanya beras

bantuan.

Grafik 2.3 Myanmar (Yangon) - Beras (Emata, Manawthukha) harga grosir

(MMK/kg) 62

Selain mengandalkan bantuan kemanusiaan yang datang, untuk dapat bertahan

hidup ditengah bencana alam yang melanda, rumah tangga yang menghadapi

tantangan akan akses pangan akibat ketidakmampuan dalam menyediakan sumber

makanan dalam jumlah cukup bagi anggota keluarga, sering kali bergantung pada

serangkaian makanisme terkait makanan dan non makanan untuk mencukupi

62 Food And Agriculture Organization Of The United Nations World Food Programme, Op.Cit hal

32

53

kebutuhannya. Biasanya, masyarakat menggunakan produksi beras sendiri sebagai

sumber di antara rumah tangga petani, seperti contoh di Kachin dan Kayin.

Sedangkan Bantuan makanan adalah sumber beras yang penting bagi rumah tangga

non-pertanian seperti di Ayeyarwady dan Chin.63 Lebih rinci terkait dengan sumber

beras disetiap wilayah dapat dilihat pada Grafik 2.4

Grafik 2.4 Sumber utama beras berdasarkan rumah tangga64

Grafik 2.5 menyajikan temuan Angka Konsumsi Makanan atau the Food

Consumption Score (FCS) untuk rumah tangga yang disurvei selama A Crop and

Food Security Assessment Mission (CFSAM) Myanmar 2015. Wilayah yang

menyajikan makanan dengan kualitas terendah menurut FCS adalah Chin,

Rakhine, dan Magway.

63 Asian Development Bank, Poverty Analysis, Interim Country Partnership Strategy: Myanmar,

2012–2014, diakses dalam https://www.adb.org/sites/default/files/linked-documents/icps-mya-

2012-2014-pa.pdf, (1/12/2019)

64 FAO dan WFP, Op.Cit, hal 39

54

Grafik 2.5 Skor konsumsi makanan hasil dari setiap wilayah65

Grafik 2.6 menyajikan temuan dari FAO dan WFP dari FCS pada survei rumah

tangga terhadap data dua tahunan yang dikumpulkan oleh Sistem Pemantauan

Keamanan Pangan atau the Food Security Monitoring System (FSMS). Seperti yang

ditunjukkan, proporsi rumah tangga yang dilaporkan memiliki makanan yang tidak

memadai (misalkan miskin atau berada di garis batas FCS) di wilayah yang

berbeda.

65 FAO dan WFP, Op.Cit, hal 40

55

Grafik 2.6 Proporsi rumah tangga dengan makanan yang tidak

memadai66

Cara utama yang digunakan oleh rumah tangga untuk mengatasi kekurangan

makanan atau uang untuk membeli makanan seperti yang disajikan pada Grafik 2.7.

Di antara rumah tangga yang dilaporkan mengalami kesenjangan makanan,

mekanisme yang paling umum digunakan adalah meminjam makanan dari tetangga

atau kerabat (56 persen) atau membeli makanan secara kredit (61 persen).

Grafik 2.7 Proporsi pada strategi rumah tangga pada kesenjangan

makanan67

66 ibid

67 FAO dan WFP, Op.Cit hal 41

56

Penggunaan pinjaman untuk menutupi kesenjangan jangka pendek dan

menengah dalam pendapatan dan ketersediaan makanan adalah mekanisme

penanggulangan yang signifikan yang digunakan oleh semua jenis rumah tangga di

Myanmar. Petani dan buruh harian yang tidak mampu membayar tunai mengambil

pinjaman (publik dan swasta) atau membeli secara kredit dari pasar. Beberapa

petani juga melakukan praktik penjualan sebagian dari hasil panen mereka di muka

(ke tetangga atau pabrik) dengan imbalan beras yang dapat dikonsumsi atau uang

tunai, tergantung pada kebutuhan utama mereka. Hampir 80 persen rumah tangga

memiliki setidaknya satu pinjaman dan sebagian besar rumah tangga dengan

pinjaman telah mengambil pinjaman baru (sejak Juli) khususnya karena banjir (71

persen). Grafik 2.8 menunjukkan distribusi relatif bagaimana rumah tangga

melaporkan membelanjakan uang pinjaman ini sesuai dengan mata pencaharian

Grafik 2.8 Penggunaan uang pinjaman sebagai hasil dari banjir pada rumah

tangga68

68 ibid

57

Jumlah pinjaman yang dipinjam juga berbeda berdasarkan mata

pencaharian. Jumlah rata-rata yang dilaporkan dipinjam oleh rumah tangga petani

adalah MMK 400.000 dibandingkan dengan rumah tangga non-pertanian MMK

200.000. Rumah tangga petani juga lebih mungkin menerima pinjaman mereka dari

bank dibandingkan dengan rumah tangga non-pertanian (21 persen vs 5 persen).

Meskipun demikian bantuan untuk para korban tetaplah dibutuhkan untuk

membantu mereka mendapatkan akses pangan pada sumber daya pangan.

Meskipun startegi untuk memperoleh makanan telah dilakukan oleh para

korban, kombinasi intervensi atau mekanisme respon harus tetap digunakan untuk

memenuhi kebutuhan populasi jangka pendek, menengah dan jangka Panjang

termasuk dukungan bentuk makanan. Dukungan hal tersebut pada dasarnya saling

berkaitan yang bertujuan untuk mendukung korban bencana memperoleh akses

makanan dan mengurangi kebutuhan akan menanggulangu mekanisme negatif

untuk mendapatkan makanan seperti meminjam uang.69

2.3 Respon Pemerintah Myanmar dan Mitigasi Ketahanan pangan Pasca

Bencana

Tanggap darurat saat bencana alam terjadi merupakan proses yang

kompleks yang membutuhkan koordinasi antara banyak kelompok penting.

pemerintah di tuntut untuk respon dan mobilisasi dengan cepat dan efisien. Respon

yang efektif membutuhkan diantaranya komando, operasi, logistic, keuangan jika

69 The Ministry of Agriculture and Irrigation; Ministry of Livestock, Fisheries & Rural

Development; FAO and WFP under the framework of the Food Security Sector in partnership with

UN Women, World Vision, CESVI, CARE, JICA and LIFT, Op.Cit hal 52

58

bantuan harus menjangkau mereka yang terkena dampak secara tepat waktu dan

terorganisir.70

Pada 31 Juli, Presiden U Thein Sein mendeklarasikan keadaan darurat

nasional di negara bagian Chin, Rakhine dan di wilayah Sagaing dan Magway yang

merujuk pada penunjukkan wilayah tersebut sebagai zona yang terkena dampak

bencana alam merujuk pada pasal 11 hukum menejemen bencana alam.71

Pada 4 Agustus, Myanmar menyerukan bantuan kemanusiaan internasional

untuk membantu dalam respon banjir yang efektif. Salah satu yang dibutuhkan

dalam bantuan kemanusiaan yaitu kebutuhan pangan bagi korban banjir.

Pemerintah Myanmar melalui Departemen Pertanian telah melakukan koordinasi

dengan organisasi atau lembaga internasional maupun negara lain yang akan

memberikan bantuan kemanusiaan kepada Myanmar.

Bantuan yang diberikan bermacam mulai dari bantuan tunai, kontribusi

bentuk barang atau kebutuhan pokok seperti beras yang diberikan kepada

masyarakat yang terdampak saat bencana terjadi. Pihak yang memberikan bantuan

darurat saat bencana alam terjadi yaitu ASEAN dengan bantuan berupa uang tunai

sebesar US$ 18,2 juta, AHA Centre dengan negara-negara anggota ASEAN

mengerahkan the ASEAN Emergency Response and Assessment Team (ASEAN

ERAT) dan dimobilisasi oleh Disaster Emergency Logistic System for ASEAN

70 UNV, 2019, Supporting disaster and emergency preparedness and response capacity in

Myanmar, diakses dalam https://www.unv.org/Our-stories/Supporting-disaster-and-emergency-

preparedness-and-response-capacity-Myanmar, (3/01/2020)

71Richard Davies, 2015, Myanmar Disasters Declared as Floods Affect 150,000, diakses dalam

(http://floodlist.com/asia/myanmar-disaster-declared-floods-affect-150000).

59

(DELSA) untuk mendukung pemerintah Myanmar selama krisis. dan APTERR

sebagai lembaga cadnagan pangan yang memberi bantuan pangan.

Terkait dengan kegiatan pemulihan pasca bencana, beberapa organisasi

internasional juga membantu dalam proses pemulihan dengan bekerjasama dengan

tim the Recovery Coordination Committee. Tim ini dibentuk pada tanggal 10

Agustus 2015 untuk memimpin pemulihan dengan mengembangkan strategi

pemulihan dan mendirikan Pusat Koordinasi Pemulihan untuk memberikan

dukungan operasional dan manajemen informasi kepada the National Natural

Disaster Management Committee (NNDMC). RCC terdiri dari 28 anggota dari

masing-masing kementerian yang dipimpin oleh Ministry of Construction (MOC).

Upaya pemulihan dilakukan dengan memperhitungkan kebutuhan khusus bagi

komunitas yang paling rentan, termasuk perempuan, pemuda, penyandang cacat,

dan orang tua. Organisasi internasional yang terlibat yaitu World Food Programme

(WFP) melalui bantuan kegiatan rehabilitasi aset masyarakat di Ayeyarwaddy,

Bago, Chin, Kachin, Kayin, Magway, Mon, Rakhine dan Negara Bagian serta

Wilayah Sagaing untuk mencegah dampak negatif lebih lanjut terhadap keamanan

pangan dan situasi gizi di Myanmar.72

Kegiatan pemulihan juga di bantu oleh FAO. FAO memberikan bantuan

pemulihan melalui kegiatan yang berfokus untuk mendukung mata pencaharian

sekitar 150.000 petani dan orang nelayan di daerah yang paling parah terkena

dampak di Rakhine, Chin, dan Sagaing. Fasilitas yang diberikan termasuk

72WFP, 2016, In Flood-Affected Rural Areas, Poorest People Face Highest Food Insecurity Risk And

Livestock And Fisheries Sectors Yet To Recover From Severe Damage,diakses dalam

https://www.wfp.org/news/myanmar-cyclone-struck-rural-areas-poorest-people-face-highest-food-

insecurity-ris

60

penyediaan input pertanian termasuk benih, pupuk dan alat-alat tangan dan

peternakan kembali (ayam, bebek, kambing dan babi). Selain itu, inisiatif

pembangunan ketahanan akan mencakup rehabilitasi dan / atau pembangunan

kembali aset rumah tangga dan masyarakat, pemetaan sistem pengurangan risiko

bencana dan pelatihan petani dalam keterampilan pengurangan risiko bencana

untuk memungkinkan mereka pulih lebih cepat dan memanfaatkan input pemulihan

darurat yang disediakan. Pada tahun yang sama.

2.4 Gambaran Bencana Alam di Filipina tahun 2015

2.4.1 Latar Belakang Banjir di Filipina

Filipina merupakan negara yang rentan terhadap berbagai jenis bahaya alam

karena letak geografisnya dan lingkungan fisiknya. Filipina terletak di “pacific ring

of fire”, diantara dua lempeng tektonik (Eurasia dan pasifik), suatu wilayah yang

letaknya mengelilingi samudra pasifik dimana sering terjadi gempa bumi dengan

rata-rata 20 perhari (bertekanan lemah) dan aktivitas vulkanik akibat pergerakan

lempeng tektonik.73

Dari banyaknya bencana alam yang terjadi, peristiwa hidrometeorologis

seperti topan dan banjir menyumbang lebih dari 80% dari bencana alam di negara

itu. Berdasarkan the Philippine Atmospheric, Geophysical and Astronomical

Services Administration (PAGASA), Filipina merupakan negara yang rentan

terhadap sikolon tropis karena letak geografisnya yang umumnya dapat

menghasilkan hujan lebat, banjir di banyak wilayah dan juga angin kencang yang

73 Philippines’ Country Profile, diakses dalam

https://www.adrc.asia/countryreport/PHL/2009/PHL2009.pdf, hal 1).

61

mengakibatkan banyak korban jiwa serta dampak pada kerusakan tanaman dan

properti. Badai tropis di Filipina rata-rata mencapai 20 kali setiap tahunnya. Antara

rentan 2006-2016 lebih dari setengah (65%) dari siklon tropis memasuki Philippine

Area of Responsibility (PAR). Sekitar 10 topan yang diidentifiaksi memastikan dan

membuat kerusakan serta korban. Salah satunya yaitu topan melor yang terjadi pada

2015.74

Pada 2015, topan Melor (yang secara lokal dikenal dengan nama Nona)

memasuki Philippine Area of Responsibility (PAR) pada 12 Desember 2015 pagi

hari dengan maksimum kecepatan angina yang terus menerus 65 km/jam dekat

pusat dan kecepatan naik pada 80 km/jam. Pada 13 desember pukul 4 pagi intensitas

badai meningkat pada Severe Tropical Strom (STS) dan semakin intensif pada level

Topan di siang harinya. Tanggal 14 desember topan membuat tiga pendaratan.

Pertama di Pulau Batag, Laoang, Samar Utara pukul 11 siang. Pendaratan kedua di

Bulusan, Sorsogan pukul 4 sore dan pendaratan ketiga di Pulau Burias, Masbate

pukul 9.45 malam. Pada 15 desember topan membuat pendaratan ke empat di Pulau

Banton, Romblon pukul 5.30 pagi dan pendaratan ke lima pada pukul 10.30 pagi.

Terakhir topan membuat pendaratan di Pinamalayan, Oriental Mindoro. Pada hari

yang sama, pada siang hari mendarat di Mindoro Utara. Pada 16 desember topan

melor sedikit melemah dan pindah ke barat laut Filipina dengan kecepatan angin

maksimum 130 km/jam dan 160 km/jam. Topan melor telah melemah menjadi

badai tropis dan pindah ke utara Luzon. Pada 17 desember topan melor melemah

74 OCHA, Philippines: Destructive Tropical Cyclone from 2006 to 2016, diakses dalam

https://reliefweb.int/sites/reliefweb.int/files/resources/ocha_phl_destructive_typhoons_2006_to_20

16.pdf).

62

menjadi Tropical Depression (TD) dan berlokasi di 60 km barat daya, Zambales.

Melor terus melemah menjadi Low Pressure Area (LPA).75 Ilustrasi jalur

pergerakan topan melor dalam seperti pada gambar 2.476

Gambar 2.5 Proyeksi Jalur Topan Melor

Topan melor menyebabkan insiden lain seperti tanah longsor di beberapa

daerah. Pada 16 desember, tanah longsor terjadi di Pantabangan-jalan Aurora

disekitar barangay Cadaclan dan barangay Marikit. Di Pantabangan dilaporkan total

4 rumah rusak, dan jalan tidak dapat di lewati. Pada tanggal yang sama, longsor

juga melanda barangay Magsaysay menyebabkan 1 orang meninggal dan 1 orang

terluka. Pada 19 desember, longsor melanda Gabaldon Nueva Ecija, yang

75 National Disaster Risk Reduction and Management Council, Republic of Philippine, diakses

dalam

http://ndrrmc.gov.ph/attachments/article/2663/ASitRep_No_19_re_Preparedness_Measures_and_

Effects_of_Typhoon_NONA_24DEC2015_0600H.pdf

76 VOA News, 2015, over 700,000 people evacuated as typhoon.hits Philippine, East Asia Pasific,

diakses dalam https://www.voanews.com/east-asia-pacific/over-700000-people-evacuated-

typhoon-hits-philippines (25 /12/2019)

63

menyebabkan jalan tidak dapat di lewati di sekitar Pinamalisan, Gabaldon, Nueva

Ecija.

Secara total, topan melor melanda 4 kota, 71 kotamadya di 14 provinsi di

wilayah II (Cagayan Villey), III (Sentral Luzon), IV-A (Calabarzon), IV-B

(Mimapora), V (Visayas Barat), VII (Sentral Visayas) dan VIII (Visayas Timur).

Topan melor telah menyebabkan lebih dari 800,000 orang dievaluasi dan 42 orang

meninggal.

2.4.2 Dampak pada Perumahan dan Infrastruktur

Akibat Topan melor, diestimasikan sebanyak 165.554 rumah rusak (43.818

total, 122.734 parsial). Dampak topan pada infrastruktur diidentifikasi ada total 22

jalan dan 14 jembatan yang rusak yang tersebar di wilayah II, III, IV-A, IV-B, V,

VII dan CAR serta menyebabkan pemadaamn listrik di 15 kota dan 201 kotamadya

di wilayah II, III, IV-A, IV-B, V dan VII sejak tanggal 14 desember 2015.77

Sejumlah kerusakan juga terjadi pada bandara. Total ada 132 penerbangan

domestik telah ditunda dari 14 hingga 18 desember 2015. Bangunan terminal

bandara di Catarman, samar utara tidak dapat beroperasi karena atapnya runtuh.

Listrik komersial padam dapat beroperasi dengan sumber daya cadangan, landasan

pesawat masih dapat digunakan dan layanan penerbangan masih beroperasi.

Namun, di Pelabuhan dilaporkan tidak ada penumpang yang terlantar, kapal, kargo

77 NASSA/Caritas Philippines(Philippines / Typhoon Melor (Local Name “Nona”), diakses dalam

https://reliefweb.int/sites/reliefweb.int/files/resources/sitrep_4_-_typhoon_melor_nona_-

_nassa_caritas_philippines_003.pdf, (25/11/2019)

64

akibat topan melor. Untuk jumlah kerusakan infrastruktur di wilayah II, III, IV-A,

IV-B, V dan VIII diestimasikan sebanyak 4,327,343,886.92 peso.78

Pada kerusakan di wilayah yang terkena dampak topan melor, di Oriental

Mindoro, ada total 94.695 keluarga yang terkena dampak atau 423.400 individu di

350 barangay di seluruh provinsi. Kerusakan rumah paling parah berada di

Pinamalayan 7,839 houses rumah and Naujan 6,918 rumah. Di Diocese of

Catarman, samar utara, wilayah yang paling di landa topan melor yaitu pesisir

timur laut Mondragon (Barangays Roxas, Doña Lucia, dan San Agustin), Pambujan

(Barangay Doña Anecita), dan Laoag (Barangays Napotiocan, Cabadiangan,

Candawid, dan Pandan ). Ada 1.919 rumah tangga atau 90% dari total 2.129 rumah

tangga di delapan barangay terkena dampaknya. 1.422 rumah rusak total, sementara

676 rumah rusak sebagian.79

Di Diocese of Sorsogon, di Kotamadya Bulan (San Francisco, SitioUyango

dan Layuan, Imelda Aquino, Bgy. Roxas), dan di Kotamadya Matnog (Bonot Small

dan Bon-otDaco) ada 1.471 keluarga yang terkena dampak, dan dilaporkan ada 586

rumah rusak total dan 377 rumah rusak sebagian. Provinsi Sorsogon

memperkirakan 270.670.547,12 peso kerusakan infrastruktur dan pertanian. Di

Masbate, di laporkan ada total 2.247 rumah yang rusak total dan 4.142 rumah yang

rusak sebagian di seluruh provinsi. Biaya kerusakan infrastruktur dan pertanian

diperkirakan sebesar 52 juta peso. Di Romblon, di Kotamadya San Agustin

78 National Disaster Risk Reduction and Management Council (NDRRMC) Update No.19

Preparedness Measure and Effects of Typhoon “NONA” (I.N.MELOR), diakses dalam

http://ndrrmc.gov.ph/attachments/article/2663/ASitRep_No_19_re_Preparedness_Measures_and_

Effects_of_Typhoon_NONA_24DEC2015_0600H.pdf, hal 5 (25/11/2019)

79 ibid

65

diidentifikasi ada 417 individu yang terkena dampak. Ada 17 rumah yang benar-

benar rusak dan 102 rumah yang rusak sebagian. Di Kota Corcuera, ada 1.660

individu yang terkena dampak dan 415 rumah yang rusak total. Data tentang kota-

kota lain yang sebelumnya dilaporkan tetap sama.80

2.4.3 Dampak pada pertanian (Padi)

Di Filipina, pertanian tetap menjadi sektor sangat penting dalam

perekonomian Filipina, walaupun kontribusinya terhadap Produk Domestik Bruto

(PDB) relatif menurun selama bertahun-tahun salah satunya akibat ancaman

perubahan iklim dan bencana alam.81 Beras utamanya, merupakan makanan pokok

dan tanaman di Filipina yang paling berharga. Tanaman budidaya ini menyediakan

sumber mata pencaharian bagi banyak orang, terutama mereka yang tinggal di

daerah pedesaan.

Dari Laporan Departemen Pertanian Filipina kerusakan pada sektro

pertanian diestimasikan mencapai 2,127,839,992.88 peso di wilayah II, III, IV-A,

IV-B, V, dan VIII. Dari wilayah tersebut, dilaporkan ada tiga wilayah yang paling

terkena dampak di sektor pertanian yang meliputi wilayah IIII (Luzon tengah)

sebesar 41,8 juta USD, wilayah, wilayah V (wilayah Bicol) sebesar 17,1 juta USD

dan wilayah II (Lembah Cahayan) sebesar 12,2 juta USD. Provinsi yang paling

parah di Luzon tengah yaitu Nueva Ecija sebesar 13,7 juta USD, Tarlac sebesar

80 ibid 81 Ernesto O. Brown, Reynaldo V. Ebora and Fezoil Luz C. Decena

The Current State, Challenges

and Plans for Philippine Agriculture, Philippine Council for Agriculture, Aquatic and Natural

Resources Research and Development (PCAARRD), Department of Science and Technology

(DOST), diakses dalam http://ap.fftc.agnet.org/files/ap_policy/941/941_1.pdf, hal 1 (25/11/2019)

66

14,7 juta USD dan Pampanga sebesar 9,2 juta USD.82 Dampak dari Topan melor

diperparah dengan hilangnya stok benih (padi) untuk musim tanam mendatang.

diperkirakan di Luzon tengah saja ada sekitar 852.629 MT tanaman yang hilang

termasuk beras, jagung, dan tanaman bernilai tinggi lainnya. hal ini menimbulkan

kekhawatiran serius terkait dengan kerawanan pangan, malnutrisi dan dampak

kesehatan pada populasi yang rentan.83 Meskipun beberapa wilayah mengalami

kerusakan dan hilangnya stok benih padi yang menyebabkan penurunan produksi

padi menjadi -7,60 persen dari tahun sebelumnya 0,47 persen. Namun, pada 2016,

kenaikan padi diestimasikan menjadi 6,16%. Secara total produksi padi Filipina

terus mengalami pertumbuhan.84

Pertanian terutama beras merupakan makanan pokok bagi masyarakat

Filipina dan tanaman padi merupak sumber penghasilan utama bagi sebagaian besar

penduduk Filipina. dengan rusaknya lahan pertanian, masyarakat tidak lagi

mempunyai akses ke makanan karena ketiadaan stok cadangan makanan rumah

tangga. Hal tersebut diperparah dengan hilangnya penghasilan sebagai penduduk

Filipina akibat kerusakan pertanian.

2.4.4 Dampak pada Aksesibilitas Pangan

Ketahanan Pangan menurut Kerangka AIFS dan SPA-FS dengan mengadopsi

dari World Food Summit, 1996 yaitu “Food security exists when all people, at all

times, have physical and economic access to sufficient, safe and nutritious food that

82 Food and Agriculture Organization of United Nations, Typhoon Koppu and Typhon Melor,

Final Brief August 2016, diakses dalam http://www.fao.org/3/a-i6797e.pdf

83 ibid

84 Index Mundi, Philippines milled rice production by year, diakses dalam

https://www.indexmundi.com/agriculture/?country=ph&commodity=milled-

rice&graph=production, (28/11/2019)

67

meets their dietary needs and food preferences for an active and healthy life”

definisi ini merujuk pada dimensi ketahanan pangan yang meliputi ketersediaan

pangan, aksesibilitas pangan, pemanfaatan pangan dan stabilitas pangan.85

e. Ketersediaan pangan: Ketersediaan jumlah makanan yang cukup dengan

kualitas yang sesuai, dipasok melalui produksi dalam negeri dan / atau

impor (termasuk bantuan makanan).

f. Aksesibilitas pangan: Akses oleh individu ke sumber daya yang memadai

(hak) untuk memperoleh makanan yang sesuai untuk kebutuhan gizi. Hak

didefinisikan sebagai kumpulan komoditas bersama dimana seseorang

dapat membangun kesamaan hukum, politik, ekonomi dan aturan sosial

dengan masyarakat tempat tinggal mereka (termasuk hak tradisional seperti

akses ke sumber daya bersama).

g. Pemanfaatan: Pemanfaatan makanan melalui makanan yang cukup, air

bersih, sanitasi, dan perawatan kesehatan untuk mencapai keadaan

kesejahteraan gizi di mana semua kebutuhan fisiologis terpenuhi. Hal Ini

memunculkan pentingnya input non-pangan dalam ketahanan pangan.

h. Stabilitas: memberikan jaminan pangan, suatu populasi, rumah tangga atau

individu harus memiliki akses ke makanan yang memadai setiap saat.

Mereka tidak boleh mengambil risiko kehilangan akses ke makanan sebagai

konsekuensi dari goncangan tiba-tiba (mis. Krisis ekonomi atau iklim) atau

peristiwa siklus (mis. Kerawanan pangan musiman). Konsep stabilitas

85 ASEAN Integrated Food Security (AIFS) Framework

And Strategic Plan Of Action On Food Security In The ASEAN Region (SPA-FS) 2015-2020,

diakses dalam https://www.asean-agrifood.org/?wpfb_dl=58, (30/22/2019)

68

karenanya dapat merujuk pada dimensi ketersediaan dan akses ketahanan

pangan.

Dari empat dimensi ketahanan pangan, penulis mengidentifikasi bahwa

bencana topan melor yang melanda Filipina memberikan ancaman pada

aksesibilitas pangan. Topan melor telah menyebabkan kenaikan pada herga beras,

seperti yang dapat dilihat pada grafik 2.9.

Grafik 2.9 Harga beras RMS dan Harga WMR tahun 2007-201886

86 ibid

69

Topan melor yang melanda Filipina telah mempengaruhi aktivitas ekonomi

melalui sejumlah hal. Topan melor telah menciptakan gangguan besar pada pasar

lokal yang dipengaruhi kerusakan atau kehancuran properti, transportasi,

penderitaan bagi korban dan kekurangan sementara bahan-bahan utama seperti

beras.87 hal tersebut berkontrubusi pada kenaikan harga biaya produksi untuk

barang-barang tertentu. Pada saat keadaan darurat, kondisi tersebut sering

dimanfaatkan oleh oknum tertentu untuk menaikkan harga beras.

Lonjakan harga beras yang terjadi sementara saat keadaan darurat, akan turun

kembali begitu persediaan beras dibawa ke daerah yang terkena dampak. Untuk

menyediakan persediaan beras yang ditujukan sebagai stabilisasi harga pangan,

Filipina membutuhkan bantuan beras luar. Manfaat dari stabilisasi harga beras yaitu

dapat membantu konsumen miskin atau dalam konteks penelitian ini adalah

masyarakat yang terdampak bencana yang telah kehilagan harta benda mereka.

Konsumen miskin di Filipina menghabiskan lebih dari setengah dari pendapatan

mereka untuk makanan. Lonjakan harga beras dapat menyebakan kerawanan

pangan dan nutrisi untuk konsumen yang tidak dapat mempertahankan stabilitas

konsumsi mereka. mengurangi asupan makanan dan nutrisi, bahkan walau hanya

sementara, dapat mempunyai dampak jangka pendek dan jangka Panjang. Menjaga

stabilisasi harga sebagai program pencegahan dari pada suatu program untuk

merespon keadaan darurat. Kebijakan ini dapat membantu konsumen lebih baik

87 Mark J. Perry, 2017, An economic analysis of market prices v price controls post-natural

disasters reveals superiority of market prices, diakses dalam https://www.aei.org/carpe-diem/an-

economic-analysis-of-price-controls-v-market-prices-post-natural-disasters-reveals-superiority-of-

market-prices/ , (01/01/2020)

70

dalam megelola harapan mereka pada harga pangan dan dapat mengelola asupan

makanan dan nutrisi mereka denagn lebih baik.88

Dengan cara mencukupi persediaan beras yang disuplai ke daerah-daerah

yang terkena bencana, lonjakan harga beras akan dapat diminimalisir. disisi lain,

beras bantuan yang diberikan secara hibah juga dapat menjamin masyarakat yang

terdampak tetap dapat menggunakan beras tersebut dalam mencukupi makanan

mereka tanpa diresahkan oleh kekurangan makanan.

Ditingkat rumah tangga, kerentanan akan kerugian ekonomi yang lebih

besar akibat bencana alam pada lokasi-lokasi seperti daerah pantai, dataran rendah

dan bantaran sungai. Bencana alam yang melanda daerah-daerah tersebut dapat

meningkatkan presentase penduduk miskin yang tinggi. Kehilangan aset dan

pendapatan akibat bencana penduduk miskin lebih tinggi dibanding rumah tangga

“mampu”. Rumah tangga miskin juga lebih rentan karena kurangnya tabungan,

cadangan makanan rumah tangga dan asuransi. Selain itu, rumah tangga miskin

memiliki sedikit aset yang tersedia untuk mengatasi guncangan-guncangan bencana

alam, akibatnya mereka menggunakan cara-cara negatif seperti mengambil hutang

(baik uang tunai maupun beras), mengurangi pengeluaran untuk kesehatan demi

membeli makanan, mengurangi biaya Pendidikan dan kebutuhan lainnya.89 Cara

88 Matthias Kalkuhl, Joachim von Braun, Food Price Volatility and Its Iplications for Food

Security and Policy, diakses dalam

https://books.google.co.id/books?id=xNhCDwAAQBAJ&pg=PA414&lpg=PA414&dq=price+vol

atility+following+typhoon+in+philippine&source=bl&ots=AB0GaGxVPw&sig=ACfU3U3Va7Ce

LeRaAvLpnysEDkAvuHgXqg&hl=ban&sa=X&ved=2ahUKEwjx07qEhYLnAhVPVH0KHVMw

D_4Q6AEwBXoECAoQAQ#v=onepage&q=price%20volatility%20following%20typhoon%20in

%20philippine&f=false, (14/01/2020), hal 421

89 Gabrielle Smith, Zoe Scott, Emmanuel Luna and Tanya Lone, 2017, Shock-Responsive Social

Protection Systems Research Case study—Post-Haiyan Cash Transfers in the Philippines, diakses

dalam https://www.opml.co.uk/files/Publications/a0408-shock-responsive-social-protection-

systems/opm-case-study-2017-srsp-philippines.pdf?noredirect=1 (8/12/2019)

71

tersebut di tempuh agar mereka terus dapat mencukupi kebutuhan makanan dan

kebutuhan dasar lainnya.90

Meskipun masyarakat mempunyai startegi untuk mendapatkan makanan

ketika dalam keadaan darurat, mekanisme respon harus tetap digunakan untuk

membantu masyakata yang terdampak dalam memenuhi kebutuhan jangka pendek,

menegah dan jangka panjang termasuk dukungan berupa bantuan makanan agar

tetap dapat menjamin korban bencana memperoleh akses ke makanan. Atau

bantuan lain berupa uang tunai untuk menjamin korban bencana memperoleh akses

ke pasar. tujuan lain adanya mekanisme respon adalah untuk mengurangi

kebutuhan akan menanggulangu mekanisme negatif untuk mendapatkan makanan

seperti meminjam uang.91

2.5 Respon Pemerintah Filipina dan Mitigasi Ketahanan Pangan Pasca

Bencana

Tanggap darurat dalam merespon bencana alam dengan skala besar

membutuhkan koordinasi dari berbagai kelompok kepentingan termasuk antara

pemerintah Filipina dengan lembaga eksternal. Ketika terjadi bencana alam

terutama skala besar, pemerintah di tuntut untuk respon dan mobilisasi dengan

cepat dan efisien dengan membutuhkan diantaranya komando, operasi, logistik,

90 International Federation of Red Cross and Red Crescent Societies, Emergency Plan of Action,

Philippines Typhoon and Floods, diakses

dalam http://adore.ifrc.org/Download.aspx?FileId=118614, (9/12/2019)

91 The Ministry of Agriculture and Irrigation; Ministry of Livestock, Fisheries & Rural

Development; FAO and WFP under the framework of the Food Security Sector in partnership with

UN Women, World Vision, CESVI, CARE, JICA and LIFT, Op.Cit hal 52

72

keuangan jika bantuan harus menjangkau mereka yang terkena dampak secara tepat

waktu dan terorganisir.92

Pada hari Jumat 18 Desember 2015, Presiden Benigno Aquino III

mendeklarasikan “a State of National Calamity” di provinsi Albay, Samar Utara,

Oriental Mindoro, Romblon, dan Sorsogon setelah kehancuran yang disebabkan

oleh Topan Melor. Presiden mengeluarkan Proklamasi No. 1186 "menyatakan

keadaan bencana nasional untuk mempercepat upaya penyelamatan, pemulihan,

bantuan dan rehabilitasi setelah Topan Melor.93 Deklarasi tersebut

mempertimbangkan adanya kehancuran yang meluas, kerusakan substansial, dan

kematian di beberapa daerah, termasuk provinsi Albay, Samar Utara, Oriental

Mindoro, Romblon dan Sorsogon. Topan Melor juga menyebabkan kerusakan di

provinsi Aurora, Nueva Ecija, Pampanga, dan Bulacan.94

Langkah awal, Pemerintah Filipine dbantu oleh International Federation

melakukan upaya pemulihan di sejumlah wilayah yaitu samar utara, Sorsogon dan

oriental Mindoro. bantuan diberikan dalam bentuk penurunan personel untuk

evakuasi.95

92 UNV, Loc.Cit

93Chatolic Bishops’ Conference of the Philippine (Philippines / Typhoon Melor (Local Name

“Nona”), diakses dalam https://reliefweb.int/sites/reliefweb.int/files/resources/sitrep_4_-

_typhoon_melor_nona_-_nassa_caritas_philippines_003.pdf, (25/11/2019)

94 Natiowide Operational Assessment of Hazards, 2015, Nona and Onyok (2015) Flood and Debris

Flows in Nueva Ecija, Pampanga and Bulacan, diakses dalam

https://center.noah.up.edu.ph/nona-and-onyok-2015-flood-and-debris-flows-in-nueva-ecija-

pampanga-and-bulacan/

95 International Federation, 2015, Red Cross Extends assistance to people affected by typhoon

melor, diakses dalam https://www.ifrc.org/fr/nouvelles/communiques-de-presse/asia-

pacific/philippines/red-cross-extends-assistance-to-people-affected-by-typhoon-melor/,

(26/11/2019)

73

Selain bantuan untuk upaya evakuasi, Pemerintah Filipina juga memerlukan

bantuan kebutuhan dasar seperti makanan untuk diberikan pada korban bencana

terutama untuk daerah dengan kerusakan parah dan sulit untuk mendapat akses

pangan. pemerintah Filipina mendapat bantuan dari Amerika berupa beras, dan air

mineral. Bantuan tersebut di turunkan melalui helicopter di daerah pegunuangan

yang terkena longsor akibat jalan tertutup dan puluhan rumah terendam longsor.96

selain mendapat bantuan dari Amerika, Pemerintah Myanmar melalui National

Food Authority mengajukan permintaan bantuan pangan kepada APTERR untuk

masyarakat yang terdampak dan sulit untuk mendapat akses pangan.

Terkait dengan bantuan pemulihan, Department of Agriculture (DA)

Filipina bekerjasama dengan FAO untuk memobilisasi bantuan pemulihan mata

pencaharian pada bulan desember 2015 untuk melengkapi input pertanian yang

didistibusikan oleh pemerintah kepada petani yang terkena dampak.97 FAO juga

mendistibusikan pupuk urea ke 13.490 rumah tangga yang terkena dampak topan

melor. Adapun RRC juga memberikan dukungan mata pencaharian kepada rumah

tangga yang paling rentan untuk bangkit kembali. Mengingat bahwa pasar harus

dibuka kembali dengan cepat, dukungan tersebut akan diberikan melalui transfer

tunai. Penerima kemudian dapat menggunakan hibah tunai mereka untuk

mengganti ternak, menanam kembali, atau memulai kembali usaha kecil.

96 Associated press, U.S Copters bring aid to sticken Philippine City, diakses dalam

http://www.nbcnews.com/id/33264864/ns/weather/t/us-copters-bring-aid-stricken-philippine-

city/#.Xdx-7y-B1PM, (26/11/2019)

97 diakses dalam http://www.fao.org/3/a-c0033e.pdf