bab ii a. rotasi menurut ralona (2013 ), mengatakan bahwa ...repository.unimus.ac.id/1898/5/bab...

22
10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Rotasi 1. Pengertian rotasi kerja Menurut Ralona (2013), mengatakan bahwa rotasi kerja (job rotation) adalah perpindahan pekerja dari satu pekerjaan ke pekerjaan yang lain dalam satu unit pada suatu perusahaan, rotasi pekerjaan merupakan salah satu sistem pengembangan sumber daya manusia. Rotasi kerja adalah memutar atau menggilir penempatan kerja dari tempat satu ketempat lain baik pejabat struktural maupun fungsional dari satu jabatan tertentu ke jabatan lainnya yang ditetapkan dalam sebuah kebijakan (Idris, 2012). Rotasi kerja adalah proses pemindahan seseorang karyawan dari suatu pekerjaan ke pekerjaan lain yang dapat meningkatkan kemampuan karyawan dan nilai bagi organisasi tanpa adanya perubahan jabatan, pangkat maupun kompensasi (Nursanti, 2014). 2. Pengertian rotasi kerja perawat Rotasi kerja perawat adalah perpindahan perawat dari satu ruangan ke ruangan lain dengan tujuan meningkatkan keterampilan perawat yang di rotasi. Rotasi ini sering dilakukan bagi para perawat yang sudah lama bekerja dan merupakan sarana pembelajaran, http://repository.unimus.ac.id

Upload: hoangliem

Post on 20-Mar-2019

214 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

10

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Rotasi

1. Pengertian rotasi kerja

Menurut Ralona (2013), mengatakan bahwa rotasi kerja (job

rotation) adalah perpindahan pekerja dari satu pekerjaan ke pekerjaan

yang lain dalam satu unit pada suatu perusahaan, rotasi pekerjaan

merupakan salah satu sistem pengembangan sumber daya manusia.

Rotasi kerja adalah memutar atau menggilir penempatan kerja

dari tempat satu ketempat lain baik pejabat struktural maupun fungsional

dari satu jabatan tertentu ke jabatan lainnya yang ditetapkan dalam

sebuah kebijakan (Idris, 2012). Rotasi kerja adalah proses pemindahan

seseorang karyawan dari suatu pekerjaan ke pekerjaan lain yang dapat

meningkatkan kemampuan karyawan dan nilai bagi organisasi tanpa

adanya perubahan jabatan, pangkat maupun kompensasi (Nursanti,

2014).

2. Pengertian rotasi kerja perawat

Rotasi kerja perawat adalah perpindahan perawat dari satu

ruangan ke ruangan lain dengan tujuan meningkatkan keterampilan

perawat yang di rotasi. Rotasi ini sering dilakukan bagi para perawat

yang sudah lama bekerja dan merupakan sarana pembelajaran,

http://repository.unimus.ac.id

11

penyegaran, sekaligus dapat menghilangkan kebosanaan dari pekerjaan

yang selama ini mereka jalani (Roosalina & Damayanti, 2013).

3. Tujuan rotasi kerja

Tujuan umum yaitu meningkatkan kualitas pelayanan

keperawatan. Tujuan khusus yaitu untuk penyegaran dan mencegah

kejenuhan, untuk memenuhi kebutuhan tenaga keperawatan di ruangan,

dan meningkatkan keterampilan (Roosalina & Damayanti, 2013). Rotasi

pekerjaan merupakan salah satu program pengembangan yang dilakukan

oleh perusahaan dengan tujuan untuk meningkatan kemampuan kinerja

karyawan. Suatu pekerjaan yang bersifat rutin dan hanya mengerjakan

satu hal yang sama dalam waktu yang lama tentunya dapat menimbulkan

kebosanan atau kejenuhan dimana semangat kerja dan kegairahan kerja

akan menurun (Nursanti, 2014). Tujuan rotasi kerja yaitu untuk

mengurangi rasa bosan, meningkatkan motivasi melalui pembuatan

variasi untuk aktivitas karyawan dan membantu karyawan memahami

dengan lebih baik bagaimana pekerjaan mereka memberikan konstribusi

terhadap organisasi (Fikri, 2014).

Menurut Afandi (2016), tujuan rotasi pekerjaan adalah

memberikan karyawan variasi lebih dalam pekerjaannya. Karyawan

dilatih dan diberikan kesempatan untuk melakukan dua pekerjaan atau

lebih dalam sistem rotasi. Dengan rotasi pekerjaan ini, manajer yakin

dapat menstimulasi kemauan dan motivasi karyawan bila menyediakan

karyawan perspektif yang luas dalam organisasi. Keuntungan lain dalam

http://repository.unimus.ac.id

12

rotasi pekerjaan ini adalah meningkatkan fleksibilitas karyawan dan

mempermudah penjadwalan karena karyawan sudah dilatih untuk

melakukan pekerjaan yang berbeda

4. Manfaat rotasi kerja

Rotasi kerja memiliki banyak manfaat untuk organisasi, tetapi

sebaliknya rotasi kerja dapat juga meningkatkan stress, beban kerja dan

menurunkan produktivitas untuk pegawai yang dirotasi maupun untuk

pegawai lainnya yang harus menerima dampaknya. Maka dari itu

persiapan dan perencanaan adalah kunci sukses untuk program rotasi

kerja apa pun juga (Roosalina & Damayanti, 2013). Rotasi kerja

bermanfaat bagi rumah sakit karena karyawan yang mempunyai banyak

keterampilan memberi manajemen lebih banyak fleksibilitas dalam

merencanakan pekerjaannya, menyesuaikan diri dan mengisi lowongan

yang ada (Fikri, 2014). Rotasi kerja juga bermanfaat untuk perawat yaitu

mampu mengurangi kebosanan dan meningkatkan motivasi melalui

penganekaragaman kegiatan karyawan. Rotasi sebagai kesempatan untuk

belajar keterampilan baru. Selain itu rotasi juga dilihat sebagai

kesempatan untuk berkenalan dengan operasi lain (Santoso & Riyardi,

2012). Meningkatkan kualitas pelayanan keperawatan, sebagai

penyegaran dan mencegah kejenuhan, untuk memenuhi kebutuhan tenaga

keperawatan di ruangan (Roosalina & Damayanti, 2013).

http://repository.unimus.ac.id

13

5. Tahapan rotasi kerja

Tahapan di dalam proses rotasi pekerjaan adalah (Afandi, 2016):

a. Tanyakan kepada karyawan apakah dia menginginkan rotasi pekerjaan

tersebut. Yang menyedihkan bila seorang manajer yang langsung

memindahkan karyawan tanpa menanyakan ketersediaannya,

berakibat stress tinggi pada karyawan yang dipindahkan, kemudian

tentu saja penurunan performa. Tahap ini sering kali dilupakan oleh

atasan, mereka sering memindahkan karyawan karena berpikiran

rotasi pekerjaan selalu bersifat positif. Umumnya resistensi akan

tinggi pada tahap ini bila karyawan mendapati pekerjaan barunya

memiliki suasana yang tidak enak. Imbalan tambahan mungkin bisa

diberikan bila karyawan bersedia pindah.

b. Lakukan pengujian masuk pada karyawan seperti pada saat mereka

direkrut. Test psikologi, interview dengan atasan dan partner baru

adalah wajib sebelum diterima. Ini untuk mencegah ketidaksesuaian

pekerjaan dengan kepribadian karyawan. Orang yang suka

bereksplorasi dapat menjadi stress bila mendapatkan kerja yang

monoton.

c. Sediakan training bila diperlukan.

d. Pindahkan karyawan per “kelompok sahabat”.

e. Awasi performa karyawan. Dokumentasikan kerja karyawan pada

tempat baru untuk menjamin karyawan tersebut dapat beradaptasi

dengan lingkungan barunya.

http://repository.unimus.ac.id

14

f. Setelah beberapa bulan, tanyakan apakah karyawan tersebut betah.

Setelah beberapa lama, tanyakan apakah karyawan tersebut tetap ingin

bekerja pada tempat baru atau kembali ke tempat yang lama.

6. Faktor-faktor yang mempengaruhi rotasi kerja

Pada rotasi kerja karyawan, manajer sumber daya manusia harus

dapat menempatkan karyawan sesuai dengan karakteristik dan kualifikasi

yang dimiliki karyawan. Oleh karena itu, sebelum melakukan rotasi

karyawan maka harus dipertimbangkan beberapa faktor antara lain

(Afandi, 2016);

a. Pengetahuan, pengetahuan merupakan unsur pokok bagi setiap

karyawan untuk mengubah perilakunya dalam mengerjakan sesuatu.

Semakin tinggi tingkat pengetahuan karyawan, maka semakin mudah

karyawan tersebut mengikuti perubahan sesuai dengan tugasnya.

Karena itu pengetahuan ditempatkan secara strategis dan sebagai salah

satu syarat penting bagi kemajuan perilaku karyawan.

b. Keterampilan, baik fisik maupun non-fisik merupakan kemampuan

seseorang yang diperlukan untuk melaksanakan suatu pekerjaan baru.

Keterampilan fisik dibutuhkan untuk pekerjaan-pekerjaan fisik.

Keterampilan non-fisik dibutuhkan untuk mendapatkan sesuatu yang

sudah jadi. Misalnya, kemampuan memimpin rapat, membangun

komunikasi dan mengelola hubungan dengan para pelanggan secara

efektif. Jadi disitu terdapat hubungan antara proses dan keterampilan

komunikasi antar personal.

http://repository.unimus.ac.id

15

c. Pendidikan, salah satu faktor yang membentuk kehidupan manusia

adalah pendidikan yang pernah diterimanya. Semakin tinggi

pendidikan yang pernah diterima seseorang, maka akan semakin

bertambah wawasan dan kemampuannya.

d. Kepercayaan, kepercayaan karyawan menentukan sikapnya dalam

menggunakan pengetahuan dan keterampilannya untuk mengerjakan

sesuatu. Dengan kata lain suatu kepercayaan relative sulit untuk

dirubah. Jika ingin melatih seorang karyawan yang ingin diketahui

dahulu ialah kepercayaan yang dimiliki karyawan sekurang-kurangnya

tentang aspek persepsi dari suatu pelatihan.

e. Kemampuan, kemampuan (ability) merupakan suatu kapasitas

individu untuk mengerjakan berbagai tugas dalam suatu pekerjaan.

Seluruh kemampuan seorang individu pada hakikatnya tersusun dari

dua perangkat faktor, yaitu kemampuan intelektual dan kemampuan

fisik. Kemampuan intelektual adalah kemampuan yang diperlukan

untuk kegiatan mental.

f. Lingkungan, suatu lingkungan organisasi mempengaruhi perilaku

karyawan. Lingkungan organisasi seperti keteladanan pimpinan dan

model kepemimpinan serta masa depan organisasi yang cerah akan

berpengaruh pada derajat dan mutu perubahan perilaku karyawan.

Apa yang perusahaan berikan pada karyawan dan itu pula yang

perusahaan dapatkan. Keberhasilan perusahaan sangat ditentukan oleh

apa yang biasa diberikan perusahaan kepada karyawannya. Semakin

http://repository.unimus.ac.id

16

tinggi kadar insentif yang diberikan maka semakin efektif terjadinya

perubahan perilaku karyawan.

g. Pengalaman jabatan, pengalaman jabatan menjadi faktor

pertimbangan, apabila terdapat beberapa pertimbangan bagi calon

pejabat structural, maka yang diprioritaskan untuk diangkat dalam

jabatan-jabatan structural tersebut adalah pegawai yang memiliki

pengalaman lebih banyak dan memiliki korelasi jabatan dengan

jabatan yang akan diisi.

h. Tujuan perusahaan, tujuan perusahaan ditentukan oleh kepercayaan

kolektif dari para pimpinan perusahaan dan ini menciptakan

lingkungan tertentu, selain itu tujuan dari visi masa depan dan system

nilai perusahaan. Pemimpin perusahaan yang memiliki visi dan tujuan

yang jelas akan menciptakan lingkungan yang mendorong perilaku

produktif.

7. Hubungan rotasi kerja terhadap perawat

Rotasi kerja berpengaruh terhadap motivasi kerja perawat. Faktor-

faktor yang mempengaruhi kinerja adalah Kemampuan, kepribadian,

minat kerja, Kejelasan dan penerimaan atas penjelasan peran seseorang

pekerja dan tingkat motivasi pekerja. Adapun indikator yang digunakan

untuk mengukur kinerja perawat yaitu pemahaman akan tugas yang

diberikan oleh perusahaan, kemampuan kerjasama antar pegawai,

kecepatan karyawan dalam menyelesaikan tugas, hasil kerja terkait

kualitas standar perusahaan serta frekuensi kesalahan dalam bekerja

http://repository.unimus.ac.id

17

(Nursanti, 2014). Dengan rotasi kerja, para karyawan dapat memulai

dengan tugas dan fungsi dan tempat pekerjaan yang baru. Di sinilah para

karyawan mulai belajar, baik dalam tugas dan fungsi yang baru di dalam

pekerjaannya, maupun siap dalam menghadapi berbagai persoalan dan

kesulitan dalam pekerjaannya, yang berbeda dengan tugas di tempat

pekerjaan sebelumnya (Santoso & Riyardi, 2012).

Menurut Afandi (2016), seorang karyawan akan mengalami stress

yang cukup tinggi bila tempat kerja barunya tidak memiliki teman lama

yang dia kenal sebelumnya. Tingkat stress dapat lebih tinggi bila

karyawan tersebut masuk dalam sebuah kelompok asing yang memiliki

budaya yang jauh berbeda. Oleh karena itu memindahkan karyawan

bersama dengan temannya dapat mengurangi stress, perpindahan lebih

baik dilakukan per tim, bukan per orang.

B. Stres

1. Pengertian

Stres adalah suatu kondisi dinamis dimana seseorang dihadapkan

pada peluang, tuntutan, atau sumber daya yang terkait dengan apa yang

diinginkan oleh individu itu dan hasilnya dipandang tidak pasti dan

penting (Gemilang, 2013)

Beberapa pengertian dalam Sunaryo (2013):

a. “Stres adalah reaksi atau respon tubuh terhadap stressor psikososial

(tekanan mental atau beban kehidupan)” (Hawari, 2001).

http://repository.unimus.ac.id

18

b. “Stress adalah suatu kekuatan yang mendesak atau mencekam, yang

menimbulkan suatu ketegangan dalam diri seseorang” (Heerdjan,

1987).

c. Stres adalah segala masalah atau tuntutan penyesuaian diri, dank arena

itu, sesuatu yang mengganggu keseimbangan kita” (Maramis, 1999).

d. Stres adalah gangguan pada tubuh dan pikiran yang disebabkan oleh

perubahan dan tuntutan kehidupan, yang dipengaruhi baik oleh

lingkungan maupun penampilan individu di dalam lingkungan

tersebut” (Cornelli, 2000).

2. Penggolongan Stres

Menurut Kusmiati dan Desminiarti dalam Sunaryo (2013),

digolongkan sebagai berikut:

a. Stres fisik

Disebabkan oleh suhu atau temperature yang terlalu tinggi atau

rendah, suara amat bising, sinar yang terlalu terang, atau tersengat

listrik.

b. Stres kimiawi

Disebabkan oleh asam-basa kuat, obat-obatan, zat beracun,

hormone, atau gas.

c. Stres mikrobiologi

Disebabkan oleh virus, bakteri, atau parasit yang menimbulkan

penyakit.

http://repository.unimus.ac.id

19

d. Stres fisiologik

Disebabkan oleh gangguan struktur, fungsi jaringan, organ,

atau sistemik sehingga menyebabkan fungsi tubuh tidak normal.

e. Stres proses pertumbuhan dan perkembangan

Disebabkan oleh gangguan pertumbuhan dan perkembangan

pada masa bayi hingga tua.

f. Stres psikis/ emosional

Disebabkan oleh gangguan interpersonal, sosial, budaya, atau

keagamaan.

3. Penyebab Stres

Menurut Sunaryo (2013), penyebab stress meliputi:

a. Makro

Yaitu menyangkut peristiwa besar dalam kehidupan, seperti

kematian, perceraian, pensiun, luka batin, dan kebangkrutan.

b. Mikro

Yaitu menyangkut peristiwa kecil sehari-hari, seperti

pertengkaran rumah tangga, beban pekerjaan, masalah apa yang akan

dimakan, dan antri.

4. Faktor yang mempengaruhi stres

Menurut Sunaryo (2013), faktor yang mempengaruhi stress

meliputi:

http://repository.unimus.ac.id

20

a. Biologis

Meliputi: (1) herediter, adalah penyakit atau gangguan yang

secara genetik diturunkan dari orang tua kepada keturunannya, (2)

konstitusi tubuh, yaitu manusia diciptakan berbeda-beda baik secara

fisiologis maupun patologis, (3) kondisi fisik, adalah kesehatan

jasmaniah seseorang, (4) neurofisiologik, sistem persarafan, anatomi

maupun fisiologis seseorang, serta (5) neurohormonal, yaitu hormon

yang diproduksi oleh neuron bukan dari sistem endokrin, contohnya

oksitosin, melatonin dan vasopresin.

b. Psikoedukatif/ sosial kultural

Meliputi: (1) perkembangan kepribadian, yaitu keseluruhan

pola (bentuk) tingkah laku, sifa-sifat, kebiasaan, kecakapan bentuk

tubuh, serta unsur-unsur psiko-fisik lainnya yang selalu menampakkan

diri dalam kehidupan seseorang, (2) pengalaman, yaitu segala sesuatu

yang pernah dialami (dijalani, dirasai, ditanggung), serta (3) kondisi

lain yang mempengaruhi, misalnya kematian.

5. Tahapan stress

Menurut Hawari dalam Sunaryo (2013), tahapan stress meliputi:

a. Tahap I

Stres yang disertai perasan nafsu bekerja yang besar dan

berlebihan, mampu menyelesaikan pekerjaan tanpa memperhitungkan

tenaga yang dimiliki, dan penglihatan menjadi tajam.

http://repository.unimus.ac.id

21

b. Tahap II

Stres yang disertai keluhan, seperti bangun pagi tidak segar

atau letih, lekas capek pada saat menjelang sore, lekas lelah sesudah

makan, tidak dapat rileks, lambung atau perut tidak nyaman (bowel

discomfort), jantung berdebar, otot tengkuk, dan penggung tegang.

Hal tersebut karena cadangan tenaga tidak memadai.

c. Tahap III

Tahapan stress dengan keluhan seperti defekasi tidak teratur

(kadang diare), otot semakin tegang, emosional, insomnia, mudah

terjaga dan sulit tidur kembali (middle insomnia), bangun terlalu pagi

dan sulit tidur kembali (late insomnia), koordinasi tubuh terganggu,

dan mau jatuh pingsan.

d. Tahap IV

Tahapan stress dengan keluhan, tidak mau bekerja sepanjang

hari (loyo), aktivitas pekerjaan terasa sulit dan menjenuhkan, respons

tidak adekuat, kegiatan rutin terganggu, gangguan pola tidur, sering

menolak ajakan, konsentrasi dan daya ingat menurun, serta timbul

ketakutan dan kecemasan.

e. Tahap V

Tahapan stress ditandai dengan kelelahan fisik dan mental

(physical and psychological exhaustion), tidak mampu menyelesaikan

pekerjaan, gangguan pencernaan, cemas, bingung, dan panik.

http://repository.unimus.ac.id

22

f. Tahap VI

Tahapan stress dengan tanda-tanda, jantung berdebar, sesak

nafas, badan bergetar, dingin, banyak keluar keringat, loyo, pingsan

(collaps).

6. Cara Mengkaji dan Mengukur Stres

Menurut Nursalam (2008), skala psikososial merupakan jenis

instrumen self-report yang digunakan oleh peneliti perawat yang

dikombinasikan dengan jenis pengukuran wawancara dan kuesioner.

Salah satunya adalah Visual Analog Scale (VAS). Jenis pengukuran ini

dipergunakan untuk mengukur pengalaman subjektif, misalnya mual,

muntah, nyeri, cemas, dan stress. Jenis ini dapat diukur menggunakan

suatu garis dimulai dari garis paling awal (paling ringan) sampai garis

paling akhir (paling berat) (Nursalam, 2008).

Hawari (2013), mengatakan tingkat stres dapat dikelompokkan

dengan menggunakan kriteria HARS (Hamilton Anxiety Rating Scale).

Unsur yang dinilai antara lain: perasaan ansietas, ketegangan, ketakutan,

gangguan tidur, gangguan kecerdasan, perasaan depresi, gejala somatik,

gejala respirasi, gejala gejala kardiovaskuler, gejala respirasi, gejala

gastrointestinal, gejala urinaria, gejala otonom, gejala tingkah laku.

Unsur yang dinilai dapat menggunakan skoring, dengan ketentuan

penilaian sebagai berikut: tidak ada gejala dari pilihan yang ada (0), satu

gejala dari pilihan yang ada (1), kurang dari separuh dari pilihan yang

ada (2), separuh atau lebih dari pilihan yang ada (3), semua gejala ada

http://repository.unimus.ac.id

23

(4). Untuk selanjutnya skor yang dicapai dari masing-masing unsur atau

item dijumlahkan sebagai indikasi penilaian derajat stres, dengan

ketentuan sebagai berikut: skor < 14 (tidak ada stress), skor 14-20 (stres

ringan), skor 21-27 (stres sedang), skor 28-41 (stres berat), dan skor 42-

56 (stres berat sekali).

Penelitian ini untuk mengkaji tingkat stress seseorang dengan

menggunakan DASS (Depression Anxiety Stress Scales), yaitu

seperangkat skala subjektif yang dibentuk untuk mengukur status

emosional negatif dari depresi, kecemasan dan stresyang terdiri dari 42

item pernyataan. Instrumen ini sudah dilakukan uji validitas dan

reliabilitas oleh Damanik pada tahun 2006 yang meneliti terkait validitas

dan reliabilitas instrument DASS 42 ini dengan jumlah sampel 144

responden. Hasil uji validitas menunjukkan bahwa instrumen yang valid

sebanyak 41 item, sedangkan yang tidak valid hanya 1 item karena r

hitung (0.239) < r table (0,320), yaitu item nomer 2 (pernyataan tentang

cemas). Sedangkan untuk pengukuran tingkat stress, semua item

pernyataan valid, sebanyak 14 item pernyataan dengan rentang nilai r

hitung yaitu sebesar 0,353 sampai 0,754 ( > r tabel). Nilai reliabilitas

instrument ini dengan alpha chronbach didapatkan koefisien alpha

0,9483 ( > r tabel), sehingga dikatan reliabel. Nilai reliabilitas spesifik

untuk pengukuran tingkat stress diperoleh koefisien alpha 0,881 ( > r

tabel ), sehingga juga dikatakan reliable (Lovibond, 1995).

http://repository.unimus.ac.id

24

DASS 42 dibentuk tidak hanya untuk mengukur secara

konvensional mengenai status emosional, tetapi untuk proses yang lebih

lanjut untuk pemahaman, pengertian, dan pengukuran yang berlaku

dimanapun dari status emosional, secara signifikan biasanya

digambarkan sebagai stres. DASS dapat digunakan baik itu oleh

kelompok atau individu untuk tujuan penelitian. Item pertanyaan untuk

mengkaji aspek stress terdiri atas 14 pertanyaan meliputi nomer: 1, 6, 8,

11, 12, 14, 18, 22, 27, 29, 32, 33, 35, dan 39. Pilihan jawaban

menggunakan skala likert yaitu: tidak pernah (skor 0), kadang kadang

(skor 1), sering (skor 2), dan sering sekali (skor 3). Hasil interpretasi

dibagi menjadi 5 kategori yaitu: normal (skor 0-14), mild (skor 15-18),

moderate, (skor 19-25), severe (skor 26-33), dan extremely severe (skor

> 34) (Lovibond, 1995).

7. Dampak Stres

Stres menimbulkan berbagai kondisi yang dapat mengganggu

kesehatan. Diantaranya adalah terjadi penurunan sistem imun yang

diakibatkan oleh peningkatan sekresi glukokortikoid oleh kelenjar

adrenal. Efek utamanya ditujukan pada limfosit-T, yang pada gilirannya

menurunkan respons imun selular, karena terjadi limfopenia. Akibat lain

dari stres adalah ulkus peptikum, konstipasi, diare, colitis ulserativa, dan

penyakit Chron (Tambayong, 2008).

http://repository.unimus.ac.id

25

8. Hubungan rotasi kerja dengan stres

Dampak positif rotasi adalah mampu mengurangi kebosanan dan

meningkatkan motivasi melalui penganekaragaman kegiatan karyawan.

Tugas atau pekerjaan bersifat monoton yang dilaksanakan terus menerus

dapat mengakibatkan kebosanan dan penurunan hasil kerja dari pegawai.

Rotasi sebagai kesempatan untuk belajar keterampilan baru. Selain itu

rotasi juga dilihat sebagai kesempatan untuk berkenalan dengan operasi

lain. Sebagian besar responden menyesuaikan dengan tempat baru

dengan mempelajari serah terima catatan/ file dari departemen baru

(Santoso & Riyardi, 2012). Meningkatkan kualitas pelayanan

keperawatan, sebagai penyegaran dan mencegah kejenuhan, untuk

memenuhi kebutuhan tenaga keperawatan di ruangan (Roosalina &

Damayanti, 2013).

Dampak negatif rotasi adalah bisa menimbulkan gangguan cemas

dan stress. Perubahan lingkungan kerja yang baru dan tuntutan pekerjaan

yang banyak dapat menyebabkan stressor pada perawat. Perubahan

tersebut merupakan tekanan mental (stressor psikososial) sehingga bagi

sebagian individu dapat beradaptasi untuk menanggulangi perubahan

tersebut. Namun, apabila tidak dapat beradaptasi dan mengatasi stress

akibat perubahan tersebut bisa menyebabkan stressor. Tidak semua orang

mampu menyesuaikan diri dengan perubahan tersebut, akibatnya akan

menimbulkan ketegangan yang dapat merupakan faktor pencetus,

penyebab dan juga akibat dari suatu penyakit (Septiyan, 2011).

http://repository.unimus.ac.id

26

Bertambahnya stress hidup akan menyebabkan terganggunya mental

emosional yang dapat mengganggu produktivitas dan hidup seseorang

menjadi tidak efisien. Beberapa bulan pertama rotasi merupakan masa

yang penuh tantangan dan stress bagi perawat baru (Indriarini & Rahayu,

2012). Kramer mengungkapkan ketakutan dan kesulitan khusus dalam

beradaptasi dengan lingkungan kerja adalah hal yang umum dialami

perawat baru dan menyebut ketakutan ini sebagai reality shock karena

terjadi sebagai akibat konflik antara peran keperawatan dan kenyataan

peran sesungguhnya (Indriarini & Rahayu, 2012).

Stress adalah respon tubuh yang sifatnya non spesifik terhadap

setiap tuntutan beban atasnya, gangguan pada tubuh dan pikiran yang

disebabkan oleh perubahan dan tuntutan kehidupan. Atau suatu kondisi

dinamik dalam mana seseorang individu dikonfrontasikan dengan suatu

peluang, kendala atau tuntutan yang dikaitkan dengan apa yang sangat

diinginkannya dan yang hasilnya yang dipresepsikan sebagai tidak pasti

dan penting (Tomb, 2012). Stres dapat terjadi pada hampir semua

pekerja, baik tingkat pimpinan maupun pelaksana. Kondisi kerja yang

lingkungannya tidak baik sangat potensial untuk menimbulkan stres bagi

pekerja. Stres di lingkungan kerja memang tidak dapat dihindarkan, yang

dapat dilakukan adalah bagaimana mengelola, mengatasi atau mencegah

terjadinya stres tersebut, sehingga tidak menganggu pekerjaan (Septiyan,

2011).

http://repository.unimus.ac.id

27

Stres kerja mempunyai bermacam dampak yang berupa gejala-

gejala yang dihadapi oleh individu yang mengalaminya baik yang berupa

gejala fisiologis, psikologis, dan perilaku. Pada gejala perilaku stres kerja

mengarah pada perubahan produktivitas, absensi, dan tingkat keluar –

masuknya karyawan (Septiyan, 2011).

Reaksi tubuh terhadap stres. Tahap reaksi waspada, pada tahap ini

dapat terlihat reaksi psikologis “fight or flight syndrome“ dan reaksi

fisiologis. Pada tahap ini individu mengadakan pertahanan terekspos

pada stresor tanda fisik yang akan muncul adalah curah jantung

meningkat, peredaran darah cepat, darah diperifer dan gastrointestinal

mengalir ke kepala dan ekstermitas. Karena banyaknya organ tubuh yang

terpengaruh maka gejala stress akan mempengaruhi denyut nadi,

ketegangan otot pada saat yang sama, daya tahan tubuh berkurang dan

bahkan jika stressor sangat besar atau kuat (Saragih, 2011).

Tahap melawan. Pada tahap ini individu mencoba berbagai

mekanisme penanggulangan psikologis dan pemecahan masalah serta

mengatur strategi untuk mengatasi stresor ini. Tahap kelelahan. Tahap ini

terjadi ketika ada suatu perpanjangan tahap awal stress yang tubuh

individu telah terbiasa. Energi penyesuaian terkuras dan individu tersebut

tidak dapat lagi mengambil dari berbagai sumber untuk penyesuaian yang

digambarkan pada tahap kedua. Akan timbul gejala penyesuaian diri

terhadap lingkungan (Saragih, 2011).

http://repository.unimus.ac.id

28

Manifestasi stress ditandai dengan perubahan warna rambut

kusam, ubanan, kerontokan, wajah tegang, dahi berkerut, mimik nampak

serius, tidak santai, bicara berat, sulit tersenyum/tertawa dan kulit muka

kedutan (ticfacialis), Nafas terasa berat dan sesak, timbul asma, jantung

berdebar-debar, pembuluh darah melebar atau menyempit (constriksi)

sehingga mukanya nampak merah atau pucat. Pembuluh darah tepi

(perifer) terutama ujung-ujung jari juga menyempit sehingga terasa

dingin dan kesemutan, lambung mual, kembung, pedih, mules, sembelit

atau diare, Sering berkemih, Otot sakit seperti ditusuk-tusuk, pegal dan

tegang pada tulang terasa linu atau kaku bila digerakkan, kadar gula

meningkat, pada wanita mens tidak teratur dan sakit (dysmenorhea),

libido menurun atau bisa juga meningkat, gangguan makan bisa nafsu

makan meningkat atau tidak ada nafsu makan, tidak bisa tidur (Utomo,

2009).

http://repository.unimus.ac.id

29

Variabel Independen

Variabel Dependen

Variabel Dependen

C. Kerangka Teori

D. Kerangka Konsep

Tingkat stresRotasi ruangan

Skema 2.2Kerangka konsep

(Sumber: Ralona, 2013 & Lovibond, 1995)

Skema 2.1Kerangka teori

(Sumber: Afandi, 2016; Sunaryo, 2013; Lovibond, 1995)

Stres:1. Normal2. Ringan3. Sedang4. Berat5. Sangat Berat

Rotasi kerjaFaktor-faktor yangmempengaruhi rotasikerja:1. Pengetahuan2. Keterampilan,3. Pendidikan4. Kepercayaan5. Kemampuan,6. Lingkungan

Faktor yang mempengaruhi stres:1. Biologis

a. Herediterb. Konstitusi tubuhc. Kondisi fisikd. Neurofisiologike. Neurohormonal

2. Psikoedukatif/ sosial kulturala. Perkembangan kepribadianb. Pengalamanc. Kondisi lain yang

mempengaruhi

Tahapan rotasi:1. Tanyakan apakah

ingin dirotasi2. Lakukan pengujian

masuk3. Sediakan training4. Pindahkan

karyawan per“kelompoksahabat”.

5. Awasi performakaryawan

6. tanyakan apakahkaryawan tersebutbetah

http://repository.unimus.ac.id

30

E. Variabel Penelitian

Variabel penelitian menurut Sugiyono (2015), adalah segala sesuatu

yang berbentuk apa saja yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari

sehingga diperoleh informasi tentang hal tersebut, kemudian ditarik

kesimpulan. Variabel dalam penelitian ini ada dua yaitu:

1. Variabel independen atau variabel bebas

Menurut Sugiyono (2015), variabel bebas adalah variabel yang

mempengaruhi atau yang yang menjadi sebab perubahannya atau

timbulnya variabel dependen ( terikat ). Variabel independen atau bebas

dalam penelitian ini adalah rotasi ruangan.

2. Variabel dependen atau variabel terikat

Variabel dependen atau variabel terikat adalah variabel yang dipengaruhi

atau yang menjadi akibat karena adanya variabel independen atau bebas.

(Sugiyono, 2015). Variabel dependen atau terikat dalam penelitian ini

adalah tingkat stress.

F. Hipotesa Penelitian

Menurut Sugiyono (2015), hipotesa penelitian merupakan jawaban

sementara terhadap rumusan masalah penelitian, di mana rumusan

masalah penelitian telah dinyatakan dalam bentuk pertanyaan. Dikatakan

sementara karena jawaban yang diberikan baru didasarkan pada teori.

Berdasarkan permasalahan yang muncul dalam penelitian ini, maka

hipotesa yang dapat dirumuskan adalah sebagai berikut:

http://repository.unimus.ac.id

31

Ho : Tidak ada hubungan antara rotasi ruangan dengan tingkat stress

perawat di Instalasi Paviliun Garuda RSUP Dr. Kariadi Semarang.

Ha : Ada hubungan antara rotasi ruangan dengan tingkat stress perawat

di Instalasi Paviliun Garuda RSUP Dr. Kariadi Semarang.

http://repository.unimus.ac.id