bab i - alifcenter.files.wordpress.com file · web viewbagaimanakah pengertian tindak pidana...

27
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Data Political Economic and RiskConsultacy, yang diliris pada tahun 2005, menyebutkan bahwa Indonesia adalah Negara terkorup di Asia.(KPK : 2006). dalam kehidupan sehari-hari juga dapat dilihat dengan mudah kenyataan tersebut. Mulai dari pinggir jalan sampai meja – meja para pejabat, praktek korupsi dapat dengan mudah kita temukan. Seakan membudaya, korupsi sangat sulit dihilangkan dari kehidupan kita. Sadar atau tidak banyak tindakan kita termasuk tindakan yang korup. Namun dengan alasan ketidak-tahuan, dan tanpa rasa bersalah kita melakukannya. Padahal korupsi termasuk salah satu tindakan melawan hukum. Korupsi juga digolongkan salah satu tindak pelanggaran terhadap hukum pidana. Berlatar hal tersebutlah penulis mencoba membahas secara sederhana tentang ” hukum pidana dalam kajiannya terhadap tindak pidana korupsi ”. Sejalan dengan tema yang penulis ambil maka makalah ini penulis beri judul ” Hukum Pidana (dalam Kajiannya Terhadap Tindak Pidana Korupsi)”. 1.2 Rumusan Masalah 1

Upload: lemien

Post on 21-Mar-2019

216 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Data Political Economic and RiskConsultacy, yang diliris pada tahun 2005,

menyebutkan bahwa Indonesia adalah Negara terkorup di Asia.(KPK : 2006). dalam

kehidupan sehari-hari juga dapat dilihat dengan mudah kenyataan tersebut. Mulai dari

pinggir jalan sampai meja – meja para pejabat, praktek korupsi dapat dengan mudah kita

temukan. Seakan membudaya, korupsi sangat sulit dihilangkan dari kehidupan kita.

Sadar atau tidak banyak tindakan kita termasuk tindakan yang korup. Namun

dengan alasan ketidak-tahuan, dan tanpa rasa bersalah kita melakukannya. Padahal

korupsi termasuk salah satu tindakan melawan hukum. Korupsi juga digolongkan salah

satu tindak pelanggaran terhadap hukum pidana.

Berlatar hal tersebutlah penulis mencoba membahas secara sederhana tentang ”

hukum pidana dalam kajiannya terhadap tindak pidana korupsi ”. Sejalan dengan tema

yang penulis ambil maka makalah ini penulis beri judul ” Hukum Pidana (dalam

Kajiannya Terhadap Tindak Pidana Korupsi)”.

1.2 Rumusan Masalah

Dalam makalah ini penulis merumuskan masalah – masalah, sebagai berikut :

1. Bagaimanakah pengertian Hukum Pidana ?

2. Bagaimanakah pengertian Tindak Pidana Korupsi ?

3. Bagaimanakah kajian Hukum Pidana yang berlaku di Indonesia terhadap Tindak

Pidana Korupsi ?

1

1.3 Batasan Masalah

Dalam makalah ini terdapat batasan masalah, sebagai berikut :

1. Tidak ada bahasan mengenai sejarah Hukum Pidana di Indonesia.

2. Hukum Pidana termaksud, adalah Hukum Pidana yang berlaku di Indonesia.

3. Data tentang tindak pidana Korupsi juga diambil dari beberapa undang-undang

yang telah diberlakukan.

4. Tidak dibahas tentang sejarah penegakan Tindak Pidana Korupsi dari masa ke

masa.

5. Data dan keterangan sepenuhnya diambil dari sumber pustaka acuan.

1.4 Tujuan Penulisan

Tujuan penulisan makalah ini adalah :

1. Memberi informasi kepada pembaca tentang Hukum Pidana.

2. Memberi informasi kepada pembaca tentang Tindak Pidana Korupsi.

3. Memberi informasi kepada pembaca tentang kajian Hukum Pidana yang berlaku

di Indonesia terhadap Tindak Pidana Korupsi.

1.5 Manfaat Penulisan

Makalah ini dapat menjadi salah satu rujukan praktis tentang kajian hokum pidana

terhadap tindak pidana korupsi. Sesuai dengan tujuan ditulisnya makalah ini, diharapkan

makalah ini dapat menambah wawasan pembaca. Demikian manfaat maklah ini yang

dapat penulis jabarkan.

2

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Hukum Pidana

Hukum Pidana adalah keseluruhan dari peraturan-peraturan yang menentukan

perbuatan apa yang dilarang dan termasuk kedalam tindak pidana, serta menentukan

hukuman apa yang dapat dijatuhkan terhadap yang melakukannya. Sedangkan menurut

Sudarsono, pada prinsipnya Hukum Pidana adalah yang mengatur tentang kejahatan dan

pelanggaran terhadap kepentingan umum dan perbuatan tersebut diancam dengan pidana

yang merupakan suatu penderitaan.( Wikipedia.org)

Sumber Hukum Pidana dapat dibedakan atas sumber hukum tertulis dan sumber

hukum yang tidak tertulis. Di Indonesia sendiri, kita belum memiliki Kitab Undang-

Undang Hukum Pidana Nasional, sehingga masih diberlakukan Kitab Undang-Undang

Hukum Pidana. Adapun sistematika Kitab Undang-Undang Hukum Pidana antara lain:

1. Buku I Tentang Ketentuan Umum (Pasal 1-103).

2. Buku II Tentang Kejahatan (Pasal 104-488).

3. Buku III Tentang Pelanggaran (Pasal 489-569).

Dalam Hukum Pidana terdapat beberapa asas. Asas Legalitas, tidak ada suatu

perbuatan dapat dipidana kecuali atas kekuatan aturan pidana dalam Perturan Perundang-

Undangan yang telah ada sebelum perbuatan itu dilakukan (Pasal 1 Ayat (1) KUHP). Jika

sesudah perbuatan dilakukan ada perubahan dalam Peraturan Perundang-Undangan,

maka yang dipakai adalah aturan yang paling ringan sanksinya bagi terdakwa (Pasal 1

Ayat (2) KUHP) Dan Asas Tiada Pidana Tanpa Kesalahan, Untuk menjatuhkan pidana

kepada orang yang telah melakukan tindak pidana, harus dilakukan bilamana ada unsur

kesalahan pada diri orang tersebut.

Dalam hukum pidana dikenal macam-macam pembagian delik ke dalam:

3

1. Delik yang dilakukan dengan sengaja, misalnya, sengaja merampas jiwa orang

lain (Pasal 338 KUHP) dan delik yang disebabkan karena kurang hati-hati,

misalnya, karena kesalahannya telah menimbulkan matinya orang lain dalam lalu

lintas di jalan.(Pasal 359 KUHP).

2. Menjalankan hal-hal yang dilarang oleh Undang-undang, misalnya, melakukan

pencurian atau penipuan (Pasal 362 dan378 KUHP) dan tidak menjalankan hal-

hal yang seharusnya dilakukan menurut Undang-undang, misalnya tidak melapor

adanya komplotan yang merencanakan makar.

3. Kejahatan (Buku II KUHP), merupakan perbuatan yang sangat tercela, terlepas

dari ada atau tidaknya larangan dalam Undang-undang. Karena itu disebut juga

sebagai delik hukum.

4. pelanggaran (Buku III KUHP), merupakan perbuatan yang dianggap salah satu

justru karena adanya larangan dalam Undang-undang. Karena itu juga disebut

delik Undang-undang.

Mengenai hukuman apa yang dapat dijatuhkan terhadap seseorang yang telah

bersalah melanggar ketentuan-ketentuan dalam undang-undang hukum pidana, dalam

Pasal 10 KUHP ditentukan macam-macam hukuman yang dapat dijatuhkan, yaitu sebagai

berikut :

Hukuman-Hukuman Pokok

1. Hukuman mati, tentang hukuman mati ini terdapat negara-negara yang telah

menghapuskan bentuknya hukuman ini, seperti Belanda, tetapi di Indonesia

sendiri hukuman mati ini kadang masih di berlakukan untuk beberapa hukuman

walaupun masih banyaknya pro-kontra terhadap hukuman ini.

2. Hukuman penjara, hukuman penjara sendiri dibedakan kedalam hukuman penjara

seumur hidup dan penjara sementara.Hukuman penjara sementara minimal 1

tahun dan maksimal 20 tahun. Terpidana wajib tinggal dalam penjara selama

masa hukuman dan wajib melakukan pekerjaan yang ada di dalam maupun di luar

penjara dan terpidana tidak mempunyai Hak Vistol.

4

3. Hukuman kurungan, hukuman ini kondisinya tidak seberat hukuman penjara dan

dijatuhkan karena kejahatan-kejahatan ringan atau pelanggaran.Biasanya

terhukum dapat memilih antara hukuman kurungan atau hukuman denda.

Bedanya hukuman kurungan dengan hukuman penjara adalah pada hukuman

kurungan terpidana tidak dapat ditahan diluar tempat daerah tinggalnya kalau ia

tidak mau sedangkan pada hukuman penjara dapat dipenjarakan dimana saja,

pekerjaan paksa yang dibebankan kepada terpidana penjara lebih berat

dibandingkan dengan pekerjaan yang harus dilakukan oleh terpidana kurungan

dan terpidana kurungan mempunyai Hak Vistol (hak untuk memperbaiki nasib)

sedangkan pada hukuman penjara tidak demikian.

4. Hukuman denda, Dalam hal ini terpidana boleh memilih sendiri antara denda

dengan kurungan. Maksimum kurungan pengganti denda adalah 6 Bulan.

5. Hukuman tutupan, hukuman ini dijatuhkan berdasarkan alasan-asalan politik

terhadap orang-orang yang telah melakukan kejahatan yang diancam dengan

hukuman penjara oleh KUHP.

Hukuman Tambahan

Hukuman tambahan tidak dapat dijatuhkan secara tersendiri melainkan harus

disertakan pada hukuman pokok, hukuman tambahan tersebut antara lain :

1. Pencabutan hak-hak tertentu.

2. Penyitaan barang-barang tertentu.

3. Pengumuman keputusan hakim.

5

2.2 Korupsi

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, korupsi didefinisikan sebagai

penyelewengan atau penyalahgunaan uang negara (perusahaan, dsb.) untuk keuntungan

pribadi atau orang lain. Korupsi dalam bahasa Latin : corruptio dari kata kerja

corrumpere yang bermakna busuk, menggoyahkan, memutarbalik, menyogok. Secara

harfiah, korupsi adalah perilaku pejabat publik, baik politikus/politisi maupunpegawai

negeri, yang secara tidak wajar dan tidak legal memperkaya diri atau memperkaya

mereka yang dekat dengannya, dengan menyalahgunakan kekuasaan publik yang

dipercayakan kepada mereka.

Dalam arti yang luas, korupsi atau korupsi politis adalah penyalahgunaan jabatan

resmi untuk keuntungan pribadi. Semua bentuk pemerintah|pemerintahan rentan korupsi

dalam prakteknya. Beratnya korupsi berbeda-beda, dari yang paling ringan dalam bentuk

penggunaan pengaruh dan dukungan untuk memberi dan menerima pertolongan, sampai

dengan korupsi berat yang diresmikan, dan sebagainya. Titik ujung korupsi adalah

kleptokrasi, yang arti harafiahnya pemerintahan oleh para pencuri, dimana pura-pura

bertindak jujur pun tidak ada sama sekali.

Korupsi menunjukan tantangan serius terhadap pembangunan. Di dalam dunia

politik, korupsi mempersulit demokrasi dan tata pemerintahan yang baik (good

governance) dengan cara menghancurkan proses formal. Korupsi di pemilihan umum dan

di badan legislatif mengurangi akuntabilitas dan perwakilan di pembentukan

kebijaksanaan; korupsi di sistem pengadilan menghentikan ketertiban hukum; dan

korupsi di pemerintahan publik menghasilkan ketidak-seimbangan dalam pelayanan

masyarakat. Secara umum, korupsi mengkikis kemampuan institusi dari pemerintah,

karena pengabaian prosedur, penyedotan sumber daya, dan pejabat diangkat atau

dinaikan jabatan bukan karena prestasi. Pada saat yang bersamaan, korupsi mempersulit

legitimasi pemerintahan dan nilai demokrasi seperti kepercayaan dan toleransi.

Korupsi juga mempersulit pembangunan ekonomi dengan membuat distorsi dan

ketidak efisienan yang tinggi. Dalam sektor privat, korupsi meningkatkan ongkos niaga

6

karena kerugian dari pembayaran ilegal, ongkos manajemen dalam negosiasi dengan

pejabat korup, dan risiko pembatalan perjanjian atau karena penyelidikan. Walaupun ada

yang menyatakan bahwa korupsi mengurangi ongkos (niaga) dengan mempermudah

birokrasi, konsensus yang baru muncul berkesimpulan bahwa ketersediaan sogokan

menyebabkan pejabat untuk membuat aturan-aturan baru dan hambatan baru. Dimana

korupsi menyebabkan inflasi ongkos niaga, korupsi juga mengacaukan "lapangan

perniagaan". Perusahaan yang memiliki koneksi dilindungi dari persaingan dan sebagai

hasilnya mempertahankan perusahaan-perusahaan yang tidak efisien.

Korupsi menimbulkan distorsi (kekacauan) di dalam sektor publik dengan

mengalihkan investasi publik ke proyek-proyek masyarakat yang mana sogokan dan upah

tersedia lebih banyak. Pejabat mungkin menambah kompleksitas proyek masyarakat

untuk menyembunyikan praktek korupsi, yang akhirnya menghasilkan lebih banyak

kekacauan. Korupsi juga mengurangi pemenuhan syarat-syarat keamanan bangunan,

lingkungan hidup, atau aturan-aturan lain. Korupsi juga mengurangi kualitas pelayanan

pemerintahan dan infrastruktur; dan menambahkan tekanan-tekanan terhadap anggaran

pemerintah.(ICW :2010).

2.3 Tindak Pidana Korupsi

Dalam sub-bab ini dibahas mengenai kajian terhadap beberapa undang-undang yang

di dalamnya terdapat bahasan tentang korupsi dan penindakannya (pidana). Sebelim

beranjak jauh, pemahaman tentang korupsi dalam undang-undang adalah :

1. Barang siapa dengan melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri

sendiri atau orang lain atau suatu badan yang secara langsung merugikan

keuangan Negara dan atau perekonomian Negara dan atau perekonomian Negara

atau diketahui patut disangka olehnya bahwa perbuatan tersebut merugikan

keuangan Negara (Pasal 2);

2. Barang siapa dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu

badan menyalah gunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya

7

karena jabatan atau kedudukan secara langsung dapat merugikan Negara atau

perekonomian Negara (Pasal 3).

3. Barang siapa melakukan kejahatan yang tercantum dalam pasal 209, 210, 387,

388, 415, 416, 417, 418, 419, 420, 425, 435 KUHP.

Dalam perspektif hokum dari Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 jo. Undang-

Undang No. 20 Tahun 2001, terdapat 13 pasal yang menjelaskan perihal korupsi.

Terdapat 30 jenis tindak pidana korupsi, namun dapat dikelompokkan menjadi enam jenis

pidana korupsi, yaitu :

Delik Yang Terkait Dengan Kerugian Keuangan Negara Ada Pada :

“ Pasal 2 (1) :

Setiap orang yang secara melawan hokum melakukan perbuatan memperkaya

diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan

Negara atau perekonomian Negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup

atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua

puluh) tahun dan denda paling sedikit Rp. 200.000.000 (dua ratus juta rupiah) dan

paling banyak Rp. 1.000.000.000 (satu milyar rupiah).

 

“Pasal 3  :

Setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau

suatu korporasi,menyalahgunakan  kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada

padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan Negara

atau perekonomian Negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau

pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun

atau denda paling sedikit Rp. 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah) dan paling

banyak Rp. 1.000.000.000 (satu milyar ruiah)

 

8

Yang dimaksud dengan secara melawan hokum dalam pasal tersebut mencakup

perbuatan melawan hokum dalam arti formil maupun dalam arti materiil, yang

perbuatan tersebut tidak diatur dalam peraturan perundang undangan.

Namun apabila perbuatan tersebut dianggap tercela karena tidak sesuai dengan

rasa keadilan atau norma-norma kehidupan social dalam masyarakat. Maka

perbuatan tersebut dapat dipidana. Dalam ketentuan ini kata dapat sebelum trasa

merugikan keuangan  atau perekonomian Negara menunjukan bahwa tindak

pidana korupsi merupakan delik formil, yaitu adanya tindak pidana korupsi cukup

dengan dipenuhinya unsure-unsur perbuatan yang sudah dirumuskan bukan

dengan timbulnya akibat.

 

 

Delik Pemberian Sesuatu/Janji Kepada Pegawai Negeri/Penyelengara Negara

(suap) Ada Pada :

Pasal 5 (1) :

Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1(satu) tahun dan paling lama 5

(lima) tahun dan atau pidana denda paling sedikit Rp. 50.000.000,- (lima puluh

juta rupiah) dan paling banyak Rp.250.000.000,- (dua ratus lima puluh juta

rupiah) setiap orang yang :

a.       memberi atau menjajikan sesuatu kepada pegawai negeri atau

penyelenggara Negara dengan maksud supaya pegawai negeri atau

penyelenggara Negara tersebut berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam

jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya; atau

b.      memberi sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara Negara karena

atau berhubungan dengan sesuatu yang bertentangan dengan kewajiban,

dilakukan atau tidak dilakukan dalam jabatannya.

9

 

Pasal 5 (2) :

Bagi pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima pemberian atau

janji sebagaimana yang dimaksud pasal 5 (1) huruf a atau b diatas dipidana

dengan pidana yang sama sebagaimana dimaksud dalam pasal 5 (1) tersebut.

 

Pasal 13 :

Setiap orang yang memberi hadiah  atau janji kepada pegawai negeri dengan

mengingat kekuasaan atau wewenang yang melekat pada jabatan atau kedudukan

nya atau oleh pemberi hadiah atau janji dianggap melekat pada jabatan atau

kedudukan tersebut dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun

dan atau denda paling banyak Rp.150.000.000,- (seratus lima puluh juta rupiah)

 

Pasal 12 :

Dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat

4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda paling

sedikit Rp.200.000.000,- (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak

1.000.000.000,-  (satu milyar rupiah) :

a.       pegawai negari atau penyelenggara Negara yang menerima hadiah atau

janji, padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut

diberikan untuk menggerakkan aagar melakukan atau tidak melakukan

sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya

b.      pegawai negeri atau penyelenggara Negara yang menerima hadiah, padahal

diketahui atau patut diduga  bahwa hadiah tersebut diberikan sebagai akibat

10

atau disebabkan karena telah melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam

jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya.

 

Pasal 11 :

Dipidana dengan penjara pidana paling singkat 1 (satu ) tahun dan paling lama 5

(lima) tahun atau pidana denda paling sedikit Rp. 50.000.000,- (lima puluh juta

rupiah) dan paling banyak  Rp.250.000.000,- (dua ratus lima puluh juta rupiah)

pegawai negeri atau penyelenggara Negara yang menerima hadiah atau janji

padahal diketahui atau patut diduga, bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan

karena kekuasaan atau kewenangan yang berhubungan dengan jabatannya, atau

yang menurut pikiran orang yang memberikan hadiah atau janji tersebut ada

hubungan dengan jabatannya.

 

Pasal 6 (1) :

Dipidana dengan  pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 15

(lima belas) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp.150.000.000,- (seratus

lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp.750.000.000,- (tujuh ratus lima

puluh juta rupiah), setiap orang yang :

a.       memberi atau menjajikan sesuatu kepada hakim dengan maksud untuk

mempengaruhi putusan perkara yang diserahkan kepadanya untuk diadili;

atau

b.      memberi atau menjanjikan sesuatu kepada seseorang yang menurut

ketentuan peraturan perundang-undangan ditentukan menjadi advokat untuk

menghadiri siding pengadilan dengan maksud untuk mempengaruhi nasehat

atau pendapat yang akan diberikan berhubung dengan perkara yang

diserahkan kepada pengadilan untuk diadili.

11

 

Pasal 12  huruf c dan d :

c.       hakim yang menerima hadiah atau janji padahal diketahui atau patut diduga

bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk mempengaruhi putusan

perkara yang diserahkan kepadanya untuk diadili

d.      seseorang yang menurut ketentuan peraturan perundng-undangan

ditentukan menjadi advokat untuk menghadiri sidang pengadilan menerima

hadiah atau janji, padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji

tersebut untuk mempengaruhi nasehat atau pendapat yang akan diberikan,

berhubungan perkara yang diserahkan kepada pengadilan untuk diadili.

 

Delik Penggelapan Dalam Jabatan Ada Pada ;

Pasal 8 :

Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 15

(lima belas) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp. 150.000.000 (seratus lima

puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp. 750.000.000,- (tujuh ratus lima puluh

juta rupiah), pegawai negeri atau orang selain pegawai negeri yang ditugaskan

menjalankan suatu jabatan umum secara terus menerus atau untuk sementara

waktu , dengan sengaja mengelapkan uang atau surat berharga yang disimpan

karena jabatannya, atau membiarkan uang surat berharga tersebut diambil atau

digelapkan oleh orang lain, atau membantu dalam melakukan perbuatan tersebut.

 

Pasal 9 :

12

Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5

(lima) tahun dan pidana denda paling sedikit  Rp.50.000.000,-  (lima puluh juta

rupiah) dan paling banyak Rp.250.000.000,- (dua ratus lima puluh juta rupiah)

pegawai negeri atau orang selain pegawai negeri yang diberi tugas menjalankan

suatu jabatan umum secara terus menerus atau untuk sementara waktu, dengan

sengaja memalsu buku-buku atau daftar-daftar yang yang khusus untuk

pemeriksaan administrasi.

 

Pasal 10 :

Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun  dan paling lama 7

(tujuh) tahun pidana denda paling sedikit Rp.100.000.000,- (seratus juta rupiah)

dan paling banyak Rp.350.000.000,- (tiga ratus lima puluh juta rupiah) pegawai

negeri atau orang selain pegawai negeri yang diberi tugasa menjalankan suatu

jabatan umum secara terus menerus atau untuk sementara waktu, dengan

sengaja :

a.       menggelapkan, menghancurkan, merusak, atau membuat tidak dapat

dipakai barang,akta, surat, atau daftar yang digunakan untuk menyakinkan

atau untuk membuktikan di muka pejabat yang berwenang, yang dikuasai

karena jabatannya; atau

b.      membiarkan orang lain menghilangkan, menghancurkan, merusakan, atau

membuat tidak dapat dipakai barang, akata, surat, atau daftar tersebut; atau

c.       membantu orang lain menghilangkan, menghancurkan, memusnahkan,atau

membuat tidak dapat dipakai barang, akta, surat, atau daftar tersebut.

                

13

            Delik Perbuatan Pemerasan Ada Pada :                                                              

Pasal 12 huruf e, f, g :

e.       pegawai negeri atau penyelenggara negara yang dengan maksud

menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hokum, atau

menyalah gunakan kekuasaannya memaksa seseorang memberikan sesuatu,

membayar, atau menerima pembayaran dengan potongan, atau untuk

mengerjakan sesuatu bagi dirinya sendiri.

f.        Pegawai negeri atau penyelenggara Negara yang pada waktu menjalankan

tugas meminta, menerima, atau memotong pembayaran kepada pegawai

negeri atau penyelenggara Negara yang lain atau kepada kas umum, seolah-

olah pegawai negeri atau penyelenggara Negara yang lain atau kas umum

tersebut mempunyai utang kepadanya, padahal diketahui bahwa hal tersebut

bukan merupakan utang.

g.       Pegawai negeri atau penyelenggara Negara yang pada waktu menjalankan

tugas minta atau menerima pekerjaan atau menyerahkan barang, seolah-olah

merupakan utang kepada dirinya, padahal diketahui bahwa hal tersebut bukan

merupakan hutang.

 Delik Perbuatan Curang Ada Pada :

Pasal 7 (1 ) :

Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan palinglama 7

(tujuh) tahun dan atau pidana denda paling sedikit Rp.100.000.000,- (seratus juta

rupiah) dan paling banyak Rp.350.000.000,- (tiga ratus lima puluh juta rupiah):

a.       pemborong, ahli bagunan  yang pada waktu membuat bangunan, atau

menjual behan bangunan yang pada waktu menyerahkan bahan bangunan

melakukan perbuatan curang yang dapat membahayakan keamanan orang

atau barang, atau keselamatan Negara dalam keadaan perang;

14

b.      Setiap orang yang bertugas mengawasi bangunan atau menyerahkan bahan

bagunan, sengaja membiarkan perbuatan curang sebagaimana dimaksud

huruf a;

c.       Setiap orang yang pada waktu menyerahkan barang keperluan Tentara

Nasional Indonesia atau Kepolisian Negara Republik Indonesia melakukan

perbuatan curang yang dapat membahayakan keselamatan negaara dalam

keadaan perang; atau

d.      Setiap orang yang bertugas mengawasi penyerahan barang Tentara

Nasional Indonesia atau Kepolisian Negara Republik Indonesia dengan

sengaja membiarkan perbuatan curang sebagaimana dimaksud dalam huruf c.

 

Pasal 7 (2) :

Bagi orang yang menerima penyerahankan bahan bangunan atau orang yang

menerima penyerahan barang keperluan Tentara Nasional Indonesia dan atau

Kepolisian Negara Republik Indonesia dan membiarkan perbuatan curang

sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) pasal 7 huruf a atau huruf c dipidana

dengan pidana yang sama sebagaimana dimaksud ayat (1) pasal 7;

 Pasal 12 huruf  h

Pegawai negeri atau peyelenggara Negara yang pada waktu menjalankan tugas,

telah menggunakan tanah Negara yang diatasnya terdapat hak pakai, seolah-olah

sesuai dengan peraturan perundang-undangan, telah merugikan orang yang

berhak, padahal diketahui bahwa perbuatan tersebut bertentangan dengan

peraturan perundang-undangan 

 Delik Grafitasi Ada Pada :

Pasal 12 B :

15

(1)   Setiap gratifikasi kepada pegawai negeri atau penyelenggara Negara

dianggap pemberian suap, apabila berhubungan dengan jabatannya dan yang

berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya, dengan ketentuan sebagai

berikut :

a.       yang nilainya Rp. 10.000.000,- (sepuluh juta rupiah) atau lebih,

pembuktian bahwa gratifikasi tersebut bukan merupakan suap dilakukan oleh

penerima gratifikasi;

b.      yang nilainya kurang dari Rp.10.000.000,- (sepuluh juta rupiah)

pembuktian bahwa gratifikasi tersebut suap dilakukan oleh penuntut umum.

 

(2)   Pidana bagi pegawai negeri atau penyelenggara Negara sebagaimana

dimaksud dalam ayat (1) adalah pidana penjara seumur hidup atau pidana

penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun

dan pidana denda paling sedikit Rp.200.000.000,- (dua ratus juta rupiah) dan

paling banyak Rp.1.000.000.000,- (satu milyar rupiah). 

Pasal 12 C :

(1)     ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 12 B (1) tidak berlaku, jika

penerima melaporkan gratifikasi yang diterima kepada Komisi

Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi;

(2)     penyampaian laporan sebagainama dimaksud ayat  (1) dilakukan oleh

penerima gratifikasi paling lambat 30 (tiga puluh) hari kerja terhitung sejak

tanggal gratifikasi tersebut diterima.

(3)     Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dalam waktu palinglambat

30 (tiga puluh) hari kerja sejak tanggal menerima laporan wajib menetapkan

gratifikasi dapat menjadi milik penerima atau milik Negara.

16

(4)     Ketentuan mengenai tata cara penyampaian laporan sebagaimana dimaksud

dalam ayat (2) dan penentuan status gratifikasi sebagaimana dimaksud dalam

ayat (3) diatur dalam undang-undang tentang Komisi Pemberantasan Tindak

Pidana Korupsi.

DELIK BANTUAN KEPENTINGAN DALAM PENGADAAN ADA PADA:

Pasal 12 huruf i

Pegawai negeri atau penyelenggara Negara baik langsung maupun tidak langsung

dengan senagja turut serta dalam pemborongan pengadaan, atau persewaan, yang

pada saat dilakukan perbuatan, baik seluruh atau sebagian ditugaskan untuk

mengurus atau mengawasinya.

Demikian penjabaran mengenai tindak pidana korupsi. Di Indonesia sendiri praktik

korupsi sudah sedemikian parah dan akut. Telah banyak gambaran tentang praktik

korupsi yang terekspos ke permukaan. Di negeri ini sendiri, korupsi sudah seperti sebuah

penyakit kanker ganas yang menjalar ke sel-sel organ publik, menjangkit ke lembaga-

lembaga tinggi Negara seperti legislatif, eksekutif dan yudikatif hingga ke BUMN.

Apalagi mengingat di akhir masa orde baru, korupsi hampir kita temui dimana-mana.

Mulai dari pejabat kecil hingga pejabat tinggi. Sudah saatnya lah kita sebagau elemen

bangsa ini menghentikan hal tersebut, sehingga dapat tercipta keadilan sosial bagi seluruh

rakyat Indonesia, sesuai dengan cita-cita luhur bangsa ini.

17

BAB IIIPENUTUP

Kesimpulan

Dari uraian pengertian dan penyebab korupsi di awal, dapat disimpulkan bahwa akibat dari tindak pidana korupsi sangat luas dan mengakar. Adapun akibat dari korupsi adalah sebagai berikut:

1. Berkurangnya kepercayaan terhadap pemerintah;2. Berkurannya kewibawaan pemerintah dalam masyarakat;3. Menyusutnya pendapatan Negara;4. Rapuhnya keamanan dan ketahanan Negara;5. Perusakan mental pribadi;6. Hukum tidak lagi dihormati.

Demi tetap berdirinya bangsa ini perlu adanya tindakan yang dimulai dari diri sendiri untuk memberantas praktik-praktik korup. Kal tersebut penting agar dapat tercipta keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, sesuai dengan cita-cita luhur bangsa ini.

18

DAFTAR PUSTAKA

http://id.wikipedia.org/wiki/Pemberantasan_korupsi_di_Indonesia (diakses tgl. 01.01.2011).

HERRY FATHURACHMAN. SH, dalam http://portaldaerah.bpn.go.id/Propinsi/Jawa-Tengah/Kabupaten-Klaten/Artikel/JENIS-DELIK-TINDAK-PIDANA-KORUPSI-DALAM-UNDANG-UND.aspx

ICW.100 Hari SBY: Pemberantasan Korupsi Terjebak "Politik Kosmetik". http://www.antikorupsi.org/

KPK. 2006. Memahami Untuk Membasmi, Buku Saku untuk Memahami Tindak Pidana Korupsi. Jakarta : Komisi Pemberantasan Korupsi.

Siantari, Ucok. 1988. Ringkasan PMP. Yogyakarta : PT. Mitra Gama Widya.

UNDANG-UNDANG NO. 31 TAHUN 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

UNDANG-UNDANG NO.20 TAHUN 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Wreksosuharjo, Sunarjo.2005. Ilmu Pancasila Yuridis Kenegaraan dan Ilmu Filsafat Pancasila. Yogyakarta : Andi.

19