bab i permasalahan penelitian - …bappeda.depok.go.id/files_downloads/58efektivitas... · usulan...

57
1 BAB I PERMASALAHAN PENELITIAN A. Latar Belakang Permasalahan Perencanaan pembangunan merupakan tahapan yang stategis dalam proses pelaksanaan pemerintahan daerah. Perencanaan pembangunan daerah memiliki dimensi waktu baik jangka panjang, jangka menengah, hingga perencanaan tahunan. Pada prinsipnya perencanaan daerah harus menyentuh seluruh kebutuhan masyarakat guna terwujudnya peningkatan kesejahteraan dalam masyarakat itu sendiri. Peran pemerintah daerah dalam konteks ini adalah sebagai fasilitator dalam mewujudkan hal tersebut. Keterlibatan masyarakat secara aktif dalam proses pembangunan merupakan hal yang telah menjadi suatu keniscayaan dalam proses pembangunan itu sendiri. Untuk mencapai keberhasilan dalam perencanaan pembangunan tersebut maka banyak aspek atau hal-hal yang harus diperhatikan, diantaranya adalah partisipasi masyarakat di dalam pembangunan. Partisipasi masyarakat adalah keterlibatan masyarakat secara utuh dalam semua proses pembangunan. Partisipasi masyarakat menjadi sangat penting mengingat masyarakatlah yang memiliki informasi mengenai kondisi dan kebutuhannya. Selain itu, masyarakat akan lebih mempercayai program

Upload: ngoanh

Post on 11-Jun-2018

221 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

1

BAB I

PERMASALAHAN PENELITIAN

A. Latar Belakang Permasalahan

Perencanaan pembangunan merupakan tahapan yang stategis dalam

proses pelaksanaan pemerintahan daerah. Perencanaan pembangunan

daerah memiliki dimensi waktu baik jangka panjang, jangka menengah, hingga

perencanaan tahunan. Pada prinsipnya perencanaan daerah harus

menyentuh seluruh kebutuhan masyarakat guna terwujudnya peningkatan

kesejahteraan dalam masyarakat itu sendiri. Peran pemerintah daerah dalam

konteks ini adalah sebagai fasilitator dalam mewujudkan hal tersebut.

Keterlibatan masyarakat secara aktif dalam proses pembangunan merupakan

hal yang telah menjadi suatu keniscayaan dalam proses pembangunan itu

sendiri. Untuk mencapai keberhasilan dalam perencanaan pembangunan

tersebut maka banyak aspek atau hal-hal yang harus diperhatikan, diantaranya

adalah partisipasi masyarakat di dalam pembangunan.

Partisipasi masyarakat adalah keterlibatan masyarakat secara utuh

dalam semua proses pembangunan. Partisipasi masyarakat menjadi sangat

penting mengingat masyarakatlah yang memiliki informasi mengenai kondisi

dan kebutuhannya. Selain itu, masyarakat akan lebih mempercayai program

2

pembangunan jika merasa dilibatkan dan tumbuhnya rasa memiliki yang tinggi

untuk ikut mengawasi jalannya suatu pembangunan, sehingga pembangunan

yang dilakukan lebih efektif dan efesien.

Dalam upaya untuk melibatkan partisipasi masyarakat dalam

pembangunan, pemerintah melalui Mendagri mengeluarkan Peraturan Menteri

Dalam Negeri Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Peraturan

Pemerintah Nomor 8 Tahun 2008 Tentang Tahapan TataCara Penyusunan,

Pengendalian, dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan Daerah.

Implementasi dari kedua peraturan di atas adalah pelaksanaan Rapat

Koordinasi Perencanaan Pembangunan (Rakorbang) yang dilakukan dari

tingkat Desa/Kelurahan, Kecamatan, Kabupaten/Kota, Provinsi dan Nasional

yang bertujuan untuk memadukan perencanaan dari bawah ke atas (Bottom

Up Planning) dengan perencanaan dari atas ke bawah (Top Down Planning)

Musrenbang berfungsi sebagai forum untuk menghasilkan kesepakatan

antar pelaku pembangunan tentang perencanaan tahunan daerah

(RKP/RKPD) yang menitikberatkan pada pembahasan untuk sinkronisasi

rencana kegiatan antar kementerian/lembaga/satuan kerja perangkat daerah

dan antara Pemerintah, Pemerintah Daerah dan masyarakat dalam

pencapaian tujuan pembangunan nasional dan daerah.

3

Dari praktek penyusunan rencana pembangunan yang telah dilakukan

oleh Pemerintah Kota Depok secara umum memiliki kesamaan proses yang

ditempuh. Yaitu dengan melakukan Musrenbang dari tingkat bawah di

Kelurahan, dilanjutkan dengan Musrenbang Kecamatan, forum SKPD dan

Musrenbang Kota. Penerapan Musrenbang merupakan langkah untuk

melibatkan masyarakat dalam proses penyusunan rencana pembangunan

(bottom up).

Keluhan masyarakat yang mengikuti kegiatan Musrenbang muncul

karena minimnya usulan masyarakat yang diakomodir oleh pemerintah

daerah. Satu permasalahan klasik yang sering muncul dan dijadikan argumen

adalah kurangnya dana atau anggaran pemerintah yang digunakan untuk

implementasi rencana pembangunan yang telah disusun. Sehingga perlu

dilakukan prioritas sejak dari Musrenbang di tingkat bawah. Tereduksinya

usulan masyarakat dalam Musrenbang tingkat lanjutan mencerminkan bahwa

prioritas yang diusung dari bawah masih belum menjadi prioritas di tingkat

daerah. Pengaruh kepentingan yang terjadi dimana ada usulan yang tiba-tiba

masuk dalam rencana pembangunan daerah tanpa melalui mekanisme resmi

penyusunan perencanaan pembangunan dan menggeser usulan masyarakat

yang telah dimusyawarahkan dalam Musrenbang mencerminkan bahwa

keterlibatan masyarakat hanya dianggap sebagai formalitas dalam rangka

4

memenuhi legalitas pelaksanaan Musrenbang.

Berdasarkan pengalaman, setelah mengikuti beberapa kali kegiatan

mulai dari Musrenbang Kelurahan, Musrenbang Kecamatan maupun

Musrenbang Kota, masyarakat selalu mengeluhkan tentang usulan mereka

yang jarang sekali terealisasi dalam APBD, bahkan ada usulan yang setiap

tahun mereka usulkan juga tidak kunjung terealisasi. Keterlibatan DPRD dalam

Musrenbang sebenarnya sangat penting artinya, disamping sebagai tokoh dan

representasi masyarakat, kehadiran mereka juga bisa mewarnai dinamika

pelaksanaan Musrenbang.

Adanya kekhawatiran akan munculnya keinginan atau program-

program politis dari anggota Legislatif jika dilibatkan dalam forum Musrenbang

sebenarnya tidak beralasan. Karena kekhawatiran serupa juga bisa

dialamatkan kepada jajarang eksekutif (Pimpinan daerah dan juga pimpinan

SKPD). Justru, fungsi kontrol terhadap munculnya program- program politis

dan kepentingan pihak - pihak tertentu akan bisa diminimalisir dengan

melibatkan semua jajaran pemerintahan dalam hal ini legislatif.

5

Keterlibatan legislatif dalam memberikan usulan program dan kegiatan

yang seharusnya mewakili seluruh kebutuhan masyarakat terkadang justru

tidak mencerminkan apa yang sejatinya dibutuhkan masyakarat itu sendiri.

Salah satu contohnya usulan kegiatan yang hanya berupa bidang fisik atau

infrastruktur saja padahal masih ada usulan yang berupa non fisik (ekonomi

dan sosial budaya) dimana kebutuhan masyarakat bukan hanya di bidang

infrastruktur saja. Adapun usulan kegiatan yang disampaikan melalui

mekanisme reses para anggota DPRD atau para legislatif ini mencerminkan

usulan yang mempunyai kepentingan konsituen (politik) dengan tidak

memperhatikan usulan masyarakat yang tidak terakomodir di dalam

pelaksanaan Musrenbang yang seharusnya usulan masyarakat di dalam

Musrenbang yang tidak terakomodir tersebut menjadi masukan sekaligus

bahan reses para anggota DPRD atau legislatif yang nantinya akan

diperjuangkan untuk dapat dimasukan ke dalam proses penyusunan dokumen

perencanaan pembangunan daerah tahunan (RKPD) dan diakomodir di dalam

Anggaran Pendapatan Belanja dan Daerah (APBD) Kota Depok. Minimnya

pemahaman para anggota DPRD dalam memberikan usulan kegiatan melalui

mekanisme reses dapat dilihat dari ketidaksesuaian terhadap petunjuk teknis

yang sudah dibuat dan diberikan oleh Bappeda. Masih banyak usulan kegiatan

baik jenis maupun nilai anggaran yang tidak sesuai baik dari syarat teknis

6

setiap bidang dari infrastruktur, ekonomi dan social budaya maupun Satuan

Harga Barang (SHB) dan Analisa Standar Barang (ASB) yang sudah

ditetapkan oleh Pemerintah Kota Depok.

Keterlibatan legislatif dalam proses Musrenbang sebenarnya bisa

menjadi penyeimbang dalam proses penyusunan rencana pembangunan.

Keterlibatan yang dimaksud bukan sekedar kehadiran anggota legislatif

sebagai undangan seremonial pengesahan RKPD, tetapi keterlibatan legislatif

seharusnya juga ikut dalam proses pembahasan isi/substansi draft rencana

pembangunan yang akan disahkan. Dengan demikian ada interaksi yang aktif

antara legislatif, masyarakat dan eksekutif dalam proses perencanaan

pembangunan daerah.

Masyarakat memiliki peluang untuk menyampaikan aspirasi dan

tuntutannya untuk diprogramkan dan dianggarkan dalam APBD. Artinya

mempunyai peluang yang luas bagi Pemda dan DPRD untuk mendengar,

menghimpun dan memperjuangkan aspirasi dan kebutuhan masyarakat untuk

merumuskan program-program yang mampu meningkatkan pelayanan dan

kesejahteraan masyarakat.

Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kota Depok pada

hakekatnya bersumber dari uang rakyat khususnya masyarakat Kota Depok.

7

Karenanya, kepentingan rakyat haruslah menjadi prioritas utama dalam

penganggarannya dan tentunya bukan untuk kepentingan elit. Dengan

demikian maka pembangunan sebagai continuously process akan dapat

berjalan dengan baik serta manfaat pembangunan betul-betul dapat dirasakan

masyarakat, jika proses baik hasil-hasil Musrenbang maupun reses para

anggota DPRD dilakukan secara benar dan direalisasikan dengan benar pula

dalam APBD Kota Depok.

Dari uraian tersebut diatas, maka memilih judul “ANALISIS

EFEKTIVITAS RESES DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH (DPRD)

DALAM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KOTA DEPOK

TAHUN 2017”.

B. Fokus Permasalahan

Bertitik tolak dari latar belakang masalah diatas, perlu melakukan studi

yang berkenaan dengan pemecahan masalah tersebut diatas sebagai obyek

studi dalam penulisan tesis. Fokus Permasalahan yang akan dibahas dalam

penulisan tesis ini adalah Bagaimana Efektivitas Reses Dewan Perwakilan

Rakyat Daerah (DPRD) dalam Perencanaan Pembangunan Daerah Kota

Depok Tahun 2017? .

8

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Adapun tujuan penelitian yang hendak akan dicapai dalam penulisan ini

adalah mengetahui efektivitas Reses Dewan Perwakilan Rakyat Daerah

(DPRD) dalam Perencanaan Pembangunan Daerah Kota Depok Tahun 2017.

Sedangkan manfaat penelitian sebagai berikut :

a. Manfaat terhadap kepentingan dunia akademik

Hasil Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan tentang

efektivitas pelaksanaan reses para anggota DPRD Kota Depok di dalam

proses penyusunan perencanaan pembangunan daerah.

b. Manfaat terhadap dunia praktis

Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat disumbangkan bagi pemerintah

daerah, khususnya Pemerintah Kota Depok (eksekutif) secara bersama -

sama dengan para anggota legislatif (DPRD) diharapkan dapat

meningkatkan partisipasi masyarakat melalui penyerapan aspirasi

masyarakat agar lebih baik lagi di tahun berikutnya di proses

perencanaan pembangunan daerah Kota Depok.

9

BAB II

KERANGKA TEORI

1.Tinjauan Teori

Menurut Sjafrizal (2014; 24), “perencanaan pada dasarnya merupakan

cara, teknik atau metode untuk mencapai tujuan yang diinginkan secara tepat,

terarah dan effisien sesuai dengan sumber daya yang tersedia. Secara umum

perencanaan pembangunan adalah cara atau teknik untuk mencapai tujuan

pembangunan secara tepat, terarah, dan efisien sesuai dengan kondisi negara

atau daerah bersangkutan”.

Kemudian M.L. Jhingan (Sjafrizal,2014;25) seorang ahli perencanaan

pembangunan bangsa India memberikan definisi yang lebih kongkrit mengenai

Perencanaan Pembangunan tersebut, yaitu ‘Perencanaan Pembangunan

pada dasarnya adalah merupakan pengendalian dan pengaturan

perekonomian dengan sengaja oleh suatu penguasa (pemerintah) pusat untuk

mencapai suatu sasaran dan tujuan tertentu di dalam jangka waktu tertentu

pula’.

Kegiatan perencanaan pembangunan pada dasarnya merupakan

kegiatan riset / penelitian, karena proses pelaksanaannya akan banyak

10

menggunakan metode-metode riset, mulai dari teknik pengumpulan data,

analisis data, hingga studi lapangan/kelayakan dalam rangka mendapatkan

data-data yang akurat, baik yang dilakukan secara konseptual / dokumentasi

maupun eksperimental.

Perencanaan pembangunan tidak mungkin hanya dilakukan diatas

meja, tanpa melihat realita dilapangan. Data - data real lapangan sebagai data

primer merupakan ornamen-ornamen penting yang harus ada dan digunakan

menjadi bahan dalam kegiatan perencanaan pembangunan.

Dengan demikian perancanaan pembangunan dapat diartikan sebagai

suatu proses perumusan alternatif-alternatif atau keputusan-keputusan yang

didasarkan pada data-data dan fakta-fakta yang akan digunakan sebagai

bahan untuk melaksanakan suatu rangkaian kegiatan/aktivitas

kemasyarakatan, baik yang bersifat fisik (material) maupun non fisik (mental

dan spiritual) dalam rangka mencapai tujuan yang lebih baik.

Perencanaan pembangunan dapat diartikan sebagai kegiatan yang

merupakan proses mempersiapkan secara sistematis kegiatan pembangunan

yang akan dilaksanakan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan dimana

pemilihan tujuan dilakukan secara sadar atas dasar skala kebutuhan dan

dengan memperhatikan faktor-faktor keterbatasan yang ada.

11

Ketika menyusun suatu perencanaan pembangunan, maka ada lima hal

pokok yang perlu mendapat perhatian, yaitu :

a. Permasalahan dan potensi yang ada

b. Tujuan serta sasaran yang ingin dicapai

c. Kebijaksanaan dan cara untuk mencapai tujuan dan sasaran tersebut

d. Penerjemahan rencana ke dalam bentuk program yang nyata.

e. Jangka waktu pencapaian tujuan

Perencanaan pembangunan daerah dalam arti sempit adalah

perencanaan pembangunan yang akan dilaksanakan oleh aparat Pemerintah

Daerah, Sedangkan perencanaan pembangunan daerah dalam arti luas

adalah seluruh kegiatan perencanaan pembangunan yang akan dilaksanakan

di daerah, baik oleh aparat Pemerintah Daerah, Pusat maupun masyarakat.

“Sumber Daya Perencanaan untuk Pembangunan Daerah ada 3 (tiga)

yaitu lingkungan fisik, lingkungan regulasi dan lingkungan perilaku”. (Mudrajat

Kuncoro,2004:51)

Menurut Sopanah, A. (2012:75), “The document of local development

planning has a strategic function since it involve a choice of programs,

activities, and policies that will be implemented by a local government”.

12

Berdasarkan Undang undang No. 25 Tahun 2004 pasal (2) ayat (4),

sistem perencanaan pembangunan nasional bertujuan untuk :

a. Mendukung koordinasi antar pelaku pembangunan.

b. Menjamin terciptanya integrasi, singkronisasi dan sinergi antar

daerah, waktu dan fungsi pemerintah, baik pusat maupun daerah.

c. Menjamin keterkaitan dan konsistensi antara perencanaan,

penganggaran pelaksanaan dan pengawasan.

d. Mengoptimalkan partisipasi masyarakat dalam perencanaan

pembangunan.

e. Menjamin tercapainya penggunaan sumberdaya secara efisien,

efektif dan adil.

Perencanaan pembangunan daerah di Indonesia merupakan satu

kesatuan dalam sistem perencanaan pembangunan nasional. Artinya bahwa

pembangunan yang dilaksanakan di daerah tidak terlepas dari konsep rencana

pembangunan nasional, karenanya dalam menyusun program pembangunan

daerah tetap mengacu kepada rencana pembangunan nasional, baik rencana

pembangunan jangka panjang maupun menengah. Pendekatan yang

digunakan dalam penyusunan perencanaan pembangunan daerah sesuai

dengan PP No. 8 Tahun 2008 dilakukan dengan pendekatan politik,

teknokratik, partisipatif, atas-bawah (top down) dan bawah-atas (bottom up).

13

Pendekatan politik berkaitan dengan mekanisme pemilihan kepala

daerah secara langsung oleh rakyat. Sebelum dipilih oleh rakyat, calon kepala

daerah merumuskan visi dan misinya sebagai janji yang akan dilaksanakan

apabila terpilih menjadi kepala daerah. Visi dan misi tersebut kemudian

dijabarkan menjadi RPJM Daerah untuk jangka waktu 5 (lima) tahun selama

kepala daerah terpilih memimpin daerah. Namun dalam penyusunan RPJM

Daerah tersebut harus tetap mengacu kepada RPJP Daerah dan

memperhatikan RPJP Nasional.

Pendekatan teknokratik berkaitan dengan profesionalisme dan keahlian

dalam penyusunan perencanaan pembangunan daerah. Bahwa penyusunan

rencana pembangunan daerah perlu mempertimbangkan berbagai aspek dan

keahlian sehingga hasil yang diperoleh bisa menyelesaikan masalah yang

dihadapi daerah secara komprehensif.

Pendekatan partisipatif merupakan upaya melibatkan masyarakat dan

para pemangku kepentingan (stake holder) dalam proses penyusunan

perencanaan pembangunan daerah. Pergeseran pemahaman bahwa

masyarakat bukan sekedar obyek tetapi juga merupakan pelaku

pembangunan mendorong pelibatan masyarakat dalam proses penyusunan

perencanaan pembangunan mulai dari tingkat bawah (desa/kelurahan).

14

Partisipasi masyarakat juga merupakan wujud transparansi pemerintah

dalam melaksanakan pembangunan daerah sesuai dengan asas-asas umum

pemerintahan yang baik atau yang belakangan ini juga disebut dengan istilah

tata pemerintahan yang baik (good governance).

Pendekatan atas-bawah (top-down) dalam proses penyusunan

perencanaan pembangunan daerah melibatkan Bappeda dan SKPD. Bappeda

sebagai unit yang bertanggung jawab dalam mengkoordinasikan kegiatan ini

merumuskan rancangan awal dengan masukan dari rancangan rencana

strategis SKPD. Rancangan awal tersebut dibahas dalam Musrenbang.

Pendekatan bawah atas (bottom-up) dilakukan mulai dari pengusulan

program atau proyek dari tingkat bawah (desa/kelurahan) oleh masyarakat.

Penyelenggaraan Musrenbang dari tingkat desa/kelurahan yang dimaksudkan

sebagai wahana menyerap aspirasi masyarakat dalam pembangunan yang

kemudian hasilnya akan dibawa ke Musrenbang tingkat kecamatan dan

selanjutnya Musrenbang tingkat kabupaten/kota. Program dan proyek yang

diusulkan oleh masyarakat akan dinilai dari urgensi dan kemampuan

pemerintah di tingkat bawah dalam melaksanakan usulan tersebut. Sejauh

mana urgensi dan kemampuan pemerintah berkaitan dengan berbagai usulan

yang masuk akan menentukan pelaksanaan program dan proyek nantinya.

Apabila suatu usulan dianggap sangat penting (urgensi) tetapi tidak mampu

15

dilaksanakan oleh pemerintah di tingkat bawah maka akan diusulkan untuk

dibawa ke Musrenbang di atasnya, yaitu di tingkat kecamatan, kabupaten/kota,

provinsi dan nasional.

Berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 8 Tahun 2008 bahwa

penyelenggaraan tahapan, tata cara penyusunan, pengendalian dan evaluasi

rencana daerah dilakukan dengan pendekatan politik, teknokratik, partisipatif,

atas-bawah (top down) dan bawah-atas (bottom up) Dilaksanakan tata cara

dan tahapan perencanaan daerah bertujuan untuk mengefektifkan proses

pemerintahan yang baik melalui pemanfaatan sumber daya publik yang

berdampak pada percepatan proses perubahan sosial bagi peningkatan

kesejahteraan masyarakat, atau terarahnya proses pengembangan ekonomi

dan kemampuan masyarakat, dan tercapainnya tujuan pelayanan publik.

Menurut jangka waktunya, perencanaan pembangunan dapat

dikelompokkan atas 3 jenis yaitu :

(a) Perencanaan Jangka Panjang

Perencanaan jangka panjang biasanya mencakup jangka waktu 10-25

tahun. Pada era Orde Baru, pembangunan jangka panjang mencakup jangka

waktu 25 tahun. Sedangkan dewasa ini rencana Pembangunan Jangka

Panjang, baik nasional maupun daerah mencakup waktu 20 tahun. Malah ada

pula jenis perencanaan pembangunan yang mempunyai jangka waktu 10

16

tahun, seperti Rencana Induk Pengembangan (RIP) dan Rencana Tata Ruang

Wilayah (RTRW). Rencana jangka panjang disebut juga sebagai perencanaan

perspektif (Perspective Planning) yang berisikan arah-arah pembangunan

secara umum.

(b) Perencanaan Jangka Menengah

Perencanaan jangka menengah biasanya. mencakup waktu 5 tahun,

tergantung dan masa jabatan presiden atau kepala daerah. Di Indonesia,

perencanaan jangka menengah mempunyaj jangka waktu 5 tahun yang

disusun baik oleh pemerintah nasional maupun pemerintah daerah.

Perencanaan jangka menengah pada dasarnya merupakan jabaran rencana

jangka panjang sehingga bersifat operasional

(c) Perencanaan Jangka Pendek (Tahunan)

Perencanaan jangka pendek biasanya mencakup waktu hanya 1 tahun,

sehingga seringkali juga dinamakan sebagai rencana tahunan (Annual

Planning). Rencana jangka pendek ini pada dasarnya adalah merupakan

jabaran dan Rencana Jangka Menengah. Perencanaan tahunan ini bersifat

sàngat operasional karena didalamnya termasuk program dan kegiatan,

lengkap dengan pendanaannya. Bahkan dalam rencana tahunan ini termasuk

juga indikator dan target kinerja untuk masing-masing program dan kegiatan

dan menjadi dasar utama penyusunan anggaran baik APBD maupun APBN .

17

Menurut Programme, U. N. (2009;7-8) bahwa “Planning can be defined

as the process of setting goals, developing strategies, outlining the

implementation arrangements and allocating resources to achieve those goals.

It is important to note that planning involves looking at a number of different

processes: Identifying the vision, goals or objectives to be achieved,

Formulating the strategies needed to achieve the vision and goals, Determining

and allocating the resources (financial and other) required to achieve the vision

and goals and Outlining implementation arrangements, which include the

arrangements for monitoring and evaluating progress towards achieving the

vision and goals”.

Sebagai suatu proses, perencanaan akan berkaitan dengan tahapan-

tahapan tertentu baik yang sudah tertata dengan rapi maupun tahapan-

tahapan yang berkembang secara alamiah. Tahapan-tahapan dalam

perencanaan ini dengan sendirinya akan melibatkan berbagai aspek di luar

perencanaan, baik menyangkut aktornya, sumber - sumber datanya maupun

aspek lingkungan dimana suatu perencanaan dibuat. Keterkaitan antara

perencanaan dengan faktor-faktor lain di luar dirinya yang mengatakan bahwa

“Salah satu implikasi yang paling signifikan dari keterkaitan antara

perencanaan, pembuatan kebijakan dan pelaksanaan adalah kenyataan

bahwa perencanaan tidak dapat dianggap terpisah dari lingkungan sosial,

18

administrasi dan khususnya lingkungan politik dimana ia harus beroperasi”.

Apabila dikaitkan dengan perencanaan pembangunan daerah, maka

perencanaan pembangunan yang dibuat daerah berkaitan dengan

pembangunan nasional. Oleh sebab itu, perencanaan pembangunan daerah

di samping menggambarkan kepentingan lokal juga merupakan penjabaran

dari perencanaan pusat (nasional).

Sementara itu perencanaan menurut Glasson, J., & Marshall, T.

(2007;3), “has always swung between practices restricted to more physical or

land use control, or change, and a wider set of activities, or at least ambitions,

intended to direct the futures of space or territory. These varied activities have

been associated with different conceptualisations or theorising, and these

ideas have naturally been intimately connected with the dominant clashing of

ideas”.

“Planning is a complex form of symbolic action that consists of

consciously preconceiving a sequence of actions that will be sufficient for

achieving a goal. It is set apart from undeliberated action, which is not

preconceived. "Plan construction" refers to the process by which plans are

formulated and plan esecutionn to the process by which plans are carried out”.

(Pea, R. D,1982;6).

19

Dikutip dari Sedarmayanti (2013;82) bahwa “Efektivitas organisasi

sebagai tingkat keberhasilan organisasi dalam usaha untuk mencapai tujuan

dan sasaran. Efektivitas merupakan konsep penting dalam organisasi, karena

mampu memberikan gambaran keberhasilan organisasi dalam mencapai

sasaran. Pengukuran efektivitas organisasi bukan hal sederhana, banyak

organisasi besar dengan banyak bagian yang sifatnya berbeda, bagian

tersebut mempunyai sasarannya sendiri yang satu sama lain berbeda,

sehingga menimbulkan kesulitan dalam melakukan pengukuran efektivitas”.

Masih dikutip dari Sedarmayanti (2013;82), dimensi untuk mengukur

efektivitas organisasi antara lain :

1. Kemampuan organisasi memanfaatkan lingkungan untuk memperoleh

berbagai jenis sumber langka dan bernilai tinggi.

2. Kemampuan pengambil keputusan dalam organisasi untuk

menginterpretasikan sifat lingkungan secara tepat.

3. Kemampuan organisasi menghasilkan keluaran tertentu dengan

sumber yang diperoleh.

4. Kemampuan organisasi dalam memelihara kegiatan operasional sehari

– hari.

20

Berdasarkan Setianingsih, B., Setyowati, E., & Siswidiyanto

(2015;1932) maka efektivitas berkaitan dengan tingkat pencapaian sebuah

tujuan/sasaran. Dikatakan efektif jika tujuan tersebut dapat tercapai secara

maksimal & memiliki tingkat akurasi tinggi dari perencanaan awal. Oleh karena

itu, efektivitas memiliki sejumlah indikator dalam menentukan tinggi rendahnya

pencapaian suatu tujuan. Indikator efektivitas dalam perencanaan

pembangunan daerah adalah:

1. Satuan waktu;

2. Satuan hasil;

3. Kualitas kerja; dan

4. Kepuasan masyarakat.

Indikator efektivitas merupakan suatu tolak ukur dalam menentukan

tingkat pencapaian suatu tujuan. Efektif merupakan gambaran bahwa tujuan

yang tercapai telah diukur berdasarkan hasil gunanya. Efektif juga sangat erat

dengan penyelesaian sebuah permasalahan, oleh karena itu efektivitas

terkadang tidak diukur oleh seberapa banyak biaya yang dibutuhkan, namun

lebih berfokus pada optimalisasi permasalahan yang dapat terselesaikan.

21

Menurut Steers, R. M (1977:208-209), “efektivitas digolongkan dalam 3

(tiga) model, yaitu :

1. Model optimasi tujuan, penggunaan model optimasi bertujuan terhadap

efektivitas organisasi memungkinkan diakuinya bahwa organisasi yang

berbeda mengejar tujuan yang berbeda pula. Dengan demikian nilai

keberhasilan atau kegagalan relatif dari organisasi tertentu harus

ditentukan dengan membandingkan hasil-hasil dengan tujuan

organisasi.

2. Prespektif sistem, memusatkan perhatiannya pada hubungan antara

komponen-komponen baik yang berbeda didalam maupun yang berada

diluar organisasi. Sementara komponen ini secara bersama-sama

mempengaruhi keberhasilan atau keberhasilan organisasi. Jadi model

ini memusatkan perhatiannya pada hubungan sosial organisasi

lingkungan.

3. Tekanan pada perilaku, dalam model ini, efektivitas organisasi dilihat

dari hubungan antara apa yang diinginkan organisasi. Jika keduanya

relatif homogen, kemungkinan untuk meningkatkan prestasi

keseluruhan organisasi sangat besar”.

22

Berdasarkan pendekatan-pendekatan dalam efektivitas organisasi yang

telah dikemukakan sebelumnya maka dapat dikatakan bahwa faktor-faktor

yang mempengaruhi efektivitas organisasi adalah sebagai berikut:

1. Adanya tujuan yang jelas,

2. Struktur organisasi,

3. Adanya dukungan atau partisipasi masyarakat,

4. Adanya sistem nilai yang dianut.

Organisasi akan berjalan terarah jika memiliki tujuan yang jelas. Adanya

tujuan akan memberikan motivasi untuk melaksanakan tugas dan tanggung

jawabnya. Tujuan organisasi adalah memberikan pengarahan dengan cara

menggambarkan keadaan yang akan datang yang senantiasa dikejar dan

diwujudkan oleh organisasi. Struktur dapat mempengaruhi efektifitas

dikarenakan struktur yang menjalankan organisasi. Struktur yang baik adalah

struktur yang kaya akan fungsi dan sederhana. Selanjutnya, tanpa ada

dukungan dan partisipasi serta sistem nilai yang ada maka akan sulit untuk

mewujudkan organisasi yang efektif. Faktor-faktor yang mempengaruhi

organisasi harus mendapat perhatian yang seriuas apabila ingin mewujudkan

suatu efektivitas.

23

Kemudian, empat faktor yang mempengaruhi efektivitas, yang

dikemukakan oleh Steers, R. M (1977:209 - 211) sebagai berikut :

1. Karakteristik Organisasi adalah hubungan yang sifatnya relatif tetap

seperti susunan sumber daya manusia yang terdapat dalam organisasi.

Struktur merupakan cara yang unik menempatkan manusia dalam

rangka menciptakan sebuah organisasi. Dalam struktur, manusia

ditempatkan sebagai bagian dari suatu hubungan yang relatif tetap yang

akan menentukan pola interaksi dan tingkah laku yang berorientasi

pada tugas.

2. Karakteristik Lingkungan mencakup dua aspek. Aspek pertama adalah

lingkungan ekstern yaitu lingkungan yang berada di luar batas

organisasi dan sangat berpengaruh terhadap organisasi, terutama

dalam pembuatan keputusan dan pengambilan tindakan. Aspek kedua

adalah lingkungan intern yang dikenal sebagai iklim organisasi yaitu

lingkungan yang secara keseluruhan dalam lingkungan organisasi.

3. Karakteristik Pekerja merupakan faktor yang paling berpengaruh

terhadap efektivitas. Di dalam diri setiap individu akan ditemukan

banyak perbedaan, akan tetapi kesadaran individu akan perbedaan itu

sangat penting dalam upaya mencapai tujuan organisasi. Jadi apabila

24

suatu organisasi menginginkan keberhasilan, organisasi tersebut harus

dapat mengintegrasikan tujuan individu dengan tujuan organisasi.

4. Karakteristik Manajemen adalah strategi dan mekanisme kerja yang

dirancang untuk mengkondisikan semua hal yang ada di dalam

organisasi sehingga efektivitas tercapai. Kebijakan dan praktek

manajemen merupakan alat bagi pimpinan untuk mengarahkan setiap

kegiatan guna mencapai tujuan organisasi. Dalam melaksanakan

kebijakan dan praktek manajemen harus memperhatikan manusia, tidak

hanya mementingkan strategi dan mekanisme kerja saja. Mekanisme

ini meliputi penyusunan tujuan strategis, pencarian dan pemanfaatan

atas sumber daya, penciptaan lingkungan prestasi, proses komunikasi,

kepemimpinan dan pengambilan keputusan, serta adaptasi terhadap

perubahan lingkungan inovasi organisasi.

Menurut pendapat di atas terdapat kesimpulan bahwa:

1. Organisasi terdiri atas berbagai unsur yang saling berkaitan, jika salah

satu unsur memiliki kinerja yang buruk, maka akan mempengaruhi

kinerja organisasi secara keseluruhan;

2. Keefektifan membutuhkan kesadaran dan interaksi yang baik dengan

lingkungan;

25

3. Kelangsungan hidup organisasi membutuhkan pergantian sumber daya

secara terus menerus. Suatu perusahaan yang tidak memperhatikan

faktor-faktor yang mempengaruhi efektivitas organisasi akan

mengalami kesulitan dalam mencapai tujuannya, tetapi apabila suatu

perusahaan memperhatikan faktor-faktor tersebut maka tujuan yang

ingin dicapai dapat lebih mudah tercapai hal itu dikarenakan efektivitas

akan selalu dipengaruhi oleh faktor-faktor tersebut.

Sebagaimana yang dikemukakan oleh Steers, R. M (1977:46)

“Tercapainya tingkat efektivitas yang tinggi perlu memperhatikan kriteria-

kriteria efektivitas adalah produktivitas, kemampuan berlaba dan

kesejahteraan pegawai”.

Menurut pendapat Steers, R. M (1977:46-48) menyebutkan beberapa

ukuran daripada efektivitas, yaitu :

1. Kualitas artinya kualitas yang dihasilkan oleh organisasi;

2. Produktivitas artinya kuantitas dari jasa yang dihasilkan;

3. Kesiagaan yaitu penilaian menyeluruh sehubungan dengan

kemungkinan dalam hal penyelesaian suatu tugas khusus dengan baik;

4. Efisiensi merupakan perbandingan beberapa aspek prestasi terhadap

biaya untuk menghasilkan prestasi tersebut;

26

5. Penghasilan yaitu jumlah sumber daya yang masih tersisa setelah

semua biaya dan kewajiban dipenuhi;

6. Pertumbuhan adalah suatu perbandingan mengenai eksistensi

sekarang dan masa lalunya;

7. Stabilitas yaitu pemeliharaan struktur, fungsi dan sumber daya

sepanjang waktu;

8. Kecelakaan yaitu frekuensi dalam hal perbaikan yang berakibat pada

kerugian waktu;

9. Semangat Kerja yaitu adanya perasaan terikat dalam hal pencapaian

tujuan, yang melibatkan usaha tambahan, kebersamaan tujuan dan

perasaan memiliki;

10. Motivasi artinya adanya kekuatan yang mucul dari setiap individu untuk

mencapai tujuan;

11. Kepaduan yaitu fakta bahwa para anggota organisasi saling menyukai

satu sama lain, artinya bekerja sama dengan baik, berkomunikasi dan

mengkoordinasikan;

12. Keluwesan Adaptasi artinya adanya suatu rangsangan baru untuk

mengubah prosedur standar operasinya, yang bertujuan untuk

mencegah keterbekuan terhadap rangsangan lingkungan.

27

Berdasarkan uraian di atas, bahwa ukuran daripada efektifitas harus

adanya suatu perbandingan antara input dan output, ukuran daripada

efektifitas mesti adanya tingkat kepuasan dan adanya penciptaan hubungan

kerja yang kondusif serta intensitas yang tinggi, artinya ukuran dari pada

efektivitas adanya rasa saling memiliki dengan tingkatan yang tinggi.

Pandangan yang sama menurut pendapat Drucker, P. F (1985; preface)

mendefinisikan ”Effectiveness is what executives are being paid for, whether

they work as managers who are responsible for the performance of others as

well as their own, or as individual professional contributors responsible for their

own performance only”.

Memperhatikan pendapat para ahli di atas, bahwa konsep efektivitas

merupakan suatu konsep yang bersifat multidimensional, artinya dalam

mendefinisikan efektivitas berbeda-beda sesuai dengan dasar ilmu yang

dimiliki walaupun tujuan akhir dari efektivitas adalah pencapaian tujuan.

Menurut Cameron, K. S., & Whetten, D. A. (1996;267), “Organizational

effectiveness is not like to go away. We recounted three main reasons why

effectiveness was here to stay. First, organizational effectiveness lies at the

center of all models and theories of organization. Second, the effectiveness

was the ultimate dependent variable in organizational research. Third,

28

individuals are constantly faced with the need to make judgements about the

effectiveness of organizations”.

Menurut pendapat Gibson, J. L et.al (2012:19) menyebutkan bahwa

“effectiveness means different things to different people, whether in a

theoretical or practical sence. Differences in its meaning reflect one’s

adherence to the goal approach, the system theory approach, or the

stakeholder approach. Managers must be able to use each of these

approaches to effectiveness when appropriate”.

Dalam Robbins, S. P., & Judge, T. A (2013;10), “Organizational

Behavior is a field of study that investages that impact that individuals, groups

and structure have on behavior within organization, for purpose of applying

such knowledge toward improving an organization’s effectiveness”.

Menurut Adianto, & As'ari, H (2016;23) bahwa Dewan Perwakilan

Rakyat Daerah (DPRD) adalah salah satu lembaga yang mewakili seluruh

lapisan masyarakat dalam pemerintahan. Sehingga dalam pelaksanaan

tugasnya, DPRD memiliki tiga fungsi penting berdasarkan Undang – Undang

Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah yaitu legislasi

(pengesahan peraturan bersama Kepala Daerah), budgeting (penganggaran)

dan monitoring (pengawasan).

29

Sesungguhnya fungsi DPRD sebagai wakil rakyat atau lebih tepat

penyalur aspirasi atau kepentingan publik sebagian besar sudah tercakup

dalam fungsi legislatif dan fungsi pengawasan.

Perwakilan (refresentatif) adalah konsep bahwa seseorang atau suatu

kelompok mempunyai kemampuan atau kewajiban untuk membicarakan dan

bertindak atas nama suatu kelompok yang lebih besar. Dewasa ini anggota

Dewan Perwakilan Rakyat Daerah pada umumnya mewakili rakyat melalui

partai politik hal ini dinamakan perwakilan yang bersifat politik (political

refresentative). Umumnya perwakilan politik mempunyai kelemahan karena

yang terpilih biasanya adalah orang-orang populer kerena repotasi politiknya,

akan tetapi belum tentu mempunyai kemampuan serta menguasai masalah-

masalah teknis pemerintah, perekonomian, dan lain sebagainya. Sedangkan

para ahli dalam bidang tersebut sukar terpilih melalui perwakilan politik ini.

Konsep DPRD adalah pengikutsertaan rakyat untuk turut bertanggung

jawab di dalam pemerintahan diwujudkan dengan adanya lembaga DPRD

yang melaksanakan fungsi legislatif dan tugas kontrol dan pengawasan atas

pelaksanaan tugas kepala daerah (eksekutif) dalam melaksanakan tugasnya.

Penyertaan rakyat di dalam pemerintah daerah melalui wakil- wakilnya adalah

sejalan dengan asas demokrasi yang dianut oleh negara Republik Indonesia.

30

Pelaksanaan hak rakyat ini dilakukan lewat Pemilihan Umum yang

diselenggarakan pemerintah setiap periode tertentu.

Reses DPRD pada dasarnya berkaitan dengan kegiatan memberi

peluang bagi masyarakat tanpa perbedaan rasial untuk partisipasi atau

keterlibatan, keterbukaan informasi, akuntabilitas bagi masyarakat,

terbangunnya suatu konsensus dalam proses pengambilan keputusan di

DPRD.

Dikutip dari Putri, Q. K., & Tinov, M. T (2015;2) melalui reses, para wakil

rakyat yang bersidang di gedung milik rakyat dapat mengetahui secara lebih

detail kondisi masyarakat di daerahnya, sehingga pelaksanaan program serta

evaluasi pembangunan dapat dioptimalkan dan dimamfaatkan oleh seluruh

lapisan masyarakat. Selain itu, reses juga dilakukan untuk memaksimalkan

kinerja anggota dewan.

Reses atau pokok-pokok pikiran DPRD sudah ada sejak lama,

walaupun tidak menggunakan nomenklatur yang lain yaitu “penjaringan

aspirasi masyarakat”. Untuk memudahkan, kita lihat regulasi yang mengatur

terkait judul diatas. Regulasi tersebut ada di sisi Tatib DPRD dan Pengelolaan

Keuangan Daerah.

31

Dikutip dari Demmu, B et al (2017;332), Adapun Kebijakan Pelaksanaan

Reses Anggota DPRD sebagai berikut:

a. Penyampaian hasil reses melalui Pokok-pokok Pikiran DPRD yang

disampaikan di paripurna seharusnya disampaikan kepada pemerintah

sebelum pelaksanaan musrenbang desa, kecamatan, kabupaten dan provinsi,

dimaksudkan agar aspirasi masyarakat dapat diakomodir dalam hasil-hasil

musrenbang.

b. Substansi Laporan Reses Anggota DPRD dan Dokumen Pokok-pokok

pikiran DPRD sudah seharusnya di susun dalam bahasa program yang jelas

dan konkrit sehingga memudahkan untuk dirujuk untuk penyusunan APBD.

c. Hendaknya dibentuk tim perumus pokok-pokok pikiran yang meliputi

perwakilan masing-masing dapil dan didampingi tenaga ahli bertugas

memastikan hasil reses setiap anggota DPRD telah termuat dalam pokok-

pokok pikiran secara jelas dan konkrit.

Undang – Undang 17 Tahun 2014 tentang Majelis Permusyawaratan

Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan

Perwakilan Rakyat Daerah khususnya pada pasal 373 yang mengatur

Kewajiban Anggota DPRD Kabupaten / Kota yakni menampung dan

menindaklanjuti aspirasi dan pengaduan masyarakat.

32

Jika dilihat dari Peraturan Pemerintah yang mengatur tentang Tata

Tertib DPRD. Maka dalam beberapa tahun terakhir telah terjadi beberapa kali

perubahan regulasi. Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2010 Pasal 30 (j)

tentang Pedoman Penyusunan Tata Tertib Dewan Perwakilan Rakyat Daerah

(DPRD) mempunyai kewajiban: memperhatikan dan menyalurkan aspirasi,

menerima keluhan dan pengaduan masyarakat.

Selanjutnya dipertajam di Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2010

menjelaskan bahwa Anggota DPRD mempunyai kewajiban: menyerap,

menghimpun, menampung, dan menindaklanjuti aspirasi masyarakat dan

Badan Anggaran mempunyai tugas: memberikan saran dan pendapat

berupa pokok-pokok pikiran DPRD (pokir) kepada kepala daerah dalam

mempersiapkan rancangan anggaran pendapatan dan belanja daerah paling

lambat 5 (lima) bulan sebelum ditetapkannya APBD.

Jadi pada prinsipnya sejak awal sudah ada tugas DPRD maupun

anggota DPRD terkait dengan aspirasi masyarakat. Tetapi era Peraturan

Pemerintah Nomor 16 Tahun 2010, hal tersebut dipertegas dari sisi ruang

lingkup dan pelaksanaannya yaitu menjadi tugas Badan Anggaran

Tetapi tidak ada penjelasan lanjutan terkait dengan pokir tersebut.

Misalnya, bagaimana menyusun pokir? Kapan mulainya? Siapa saja yang

terlibat dalam penyusunan pokir?

33

Untuk mempermudah pemahaman, ketika ditatib DPRD mengatur

tentang Pokir DPRD ataupun aspirasi masyarakat, regulasi terkait pengelolaan

keuangan daerah saat itu yang berlaku juga mengakomodir, yaitu pada

Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 29 Tahun 2002. Pasal 17(2)

Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 29 Tahun 2002 sudah ada

“penjaringan aspirasi masyarakat”, tetapi penjaringan aspirasi masyarakat

(jaring asmara) tidak diadop lagi di Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun

2005 dan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006.

Di Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 29 Tahun 2002, penjaringan

aspirasi masyarakat memang tidak ditegaskan bahwa itu harus DPRD yang

melaksanakan, tetapi Pemerintah Daerah bersama-sama DPRD saat

menyusun Arah dan Kebijakan Umum APBD. Kepmendagri 29/2002 juga tidak

pernah menjelaskan lebih detail terkait jaring asmara tersebut.

Lalu dimana pokir DPRD di implementasikan? Apakah saat penyusunan

RKPD atau saat penyusunan RKA-SKPD? Pokir DPRD ternyata diatur pada

Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 54 Tahun 2010 tentang pelaksanaan

peraturan pemerintah nomor 8 tahun 2008 tentang tahapan, tatacara

penyusunan, pengendalian, dan evaluasi pelaksanaan rencana pembangunan

daerah. Artinya yang semula pokir DPRD atau aspirasi masyarakat diberi

34

ruang saat penganggaran APBD (Kepmendagri 29/2002) saat ini dialihkan

ketika perencanaan (Permendagri 54/2010).

Dapat ditegaskan bahwa pokir DPRD ditampung saat Perencanaan

(tepatnya saat penyusunan RKPD) bukan saat penganggaran (Saat

penyusunan RKA-SKPD). Apa implikasi hal ini? Ketika di penganggaran,

DPRD memiliki kewenangan untuk membahas dan menyetujui, tetapi ketika di

Perencanaan, apa kewenangan DPRD? Sebab hal ini terkait dengan usulan

pokir DPRD dapat diakomodir atau tidak. Dan itu penting sekali bagi DPRD

terhadap konstituen mereka.

Dari sisi DPRD tidak mengatur secara detail, PP 16/2010 hanya

mengatur memberikan saran dan pendapat berupa pokok-pokok pikiran

DPRD kepada kepala daerah dan paling lambat 5 (lima) bulan sebelum

ditetapkannya APBD. Jika dilihat dari siapa yang membuat RKPD, maka pokir

DPRD akan diterima oleh Bappeda.

Untuk menghubungkan antara Pokir DPRD, reses DPRD dan

Penyusunan RKPD, kita mulai PP 16/2010 dan Permendagri 54/2010 tentang

pelaksanaan peraturan pemerintah nomor 8 tahun 2008 tentang tahapan,

tatacara penyusunan, pengendalian, dan evaluasi pelaksanaan rencana

pembangunan daerah.

35

Masih pada Permendagri 54/2010 dinyatakan Penelaahan Pokok-pokok

Pikiran DPRD yaitu penelaahan kajian permasalahan pembangunan daerah

yang diperoleh dari DPRD berdasarkan hasil rapat dengan DPRD, seperti

rapat dengar pendapat dan/atau rapat hasil penyerapan aspirasi melalui reses.

Pokok-pokok pikiran DPRD memuat pandangan dan pertimbangan

DPRD mengenai arah prioritas pembangunan serta rumusan usulan

kebutuhan program/kegiatan yang bersumber dari hasil penelaahan pokok-

pokok pikiran DPRD tahun sebelumnya yang belum terbahas dalam

musrenbangdan agenda kerja DPRD untuk tahun rencana. Penelaahan

dimaksudkan untuk mengkaji kemungkinan dijadikan sebagai masukan dalam

perumusan kebutuhan program dan kegiatan pada tahun rencana berdasarkan

prioritas pembangunan daerah. Dokumen penelaahan pokok-pokok pikiran

DPRD diperoleh dari hasil sidang paripurna DPRD, yang dapat dimintakan dari

sekretariat DPRD.

Langkah-langkah yang perlu dilakukan dalam rangka penelaahan

pokok-pokok pikiran DPRD, antara lain sebagai berikut:

1. Inventarisasi jenis program/kegiatan yang diusulkan DPRD dalam

dokumen rumusan hasil penelaahan pokok-pokok pikiran DPRD tahun

lalu dan dikelompokkan kedalam urusan SKPD.

36

2. Kaji pandangan dan pertimbangan yang disampaikan berkaitan dengan

usulan program/kegiatan hasil penelaahan tersebut.

3. Indikator kinerja yang diusulkan serta lokasi yang diusulkan.

4. Lakukan pengecekan dan validasi oleh tim penyusun RKPD yang

berasal dari SKPD terkait terhadap kebutuhan riil di lapangan dengan

mempertimbangkan asas manfaat, kemendesakan, efisiensi dan

efektivitas.

5. Rumuskan usulan program dan kegiatan yang dapat diakomodasikan

dalam rancangan awal RKPD.

Berdasarkan Permendagri Nomor 86 Tahun 2017 Pasal 78 ayat 1

dimana dalam penyusunan rancangan awal Rencana Kerja Pemerintah

Daerah (RKPD) mencakup penelahaan pokok – pokok pikiran DPRD. Di ayat

2 pada pasal yang sama pula dijelaskan DPRD memberikan saran dan

pendapat berupa pokok-pokok pikiran DPRD berdasarkan hasil

reses/penjaringan aspirasi masyarakat sebagai bahan perumusan kegiatan,

lokasi kegiatan dan kelompok sasaran yang selaras dengan pencapaian

sasaran pembangunan yang telah ditetapkan dalam Peraturan Daerah tentang

RPJMD.

37

Keterlibatan DPRD dalam musrenbang adalah sangat penting, karena

banyak pengambilan keputusan perencanaan dan penganggaran yang

dilakukan oleh DPRD, sehingga tanpa keterlibatan DPRD sukar dipastikan

apakah hasil musrenbang ini mendapatkan dukungan sepenuhnya dari DPRD.

Adalah diharapkan bahwa DPRD dapat menyampaikan pokok-pokok

pikirannya dalam penyusunan RKPD (sebagai hasil reses dan penjaringan

aspirasi masyarakat yang dilakukannya di daerah pemilihannya). Keterlibatan

legislatif dalam proses Musrenbang sebenarnya bisa menjadi penyeimbang

dalam proses penyusunan rencana pembangunan. Keterlibatan yang

dimaksud bukan sekedar kehadiran anggota legislatif sebagai undangan

seremonial pengesahan RKPD, tetapi keterlibatan legislatif seharusnya juga

ikut dalam proses pembahasan isi/substansi draft rencana pembangunan yang

akan disahkan. Dengan demikian ada interaksi yang aktif antara legislatif,

masyarakat dan eksekutif dalam proses perencanaan pembangunan daerah”.

Adanya kekhawatiran akan munculnya keinginan atau program-

program politis dari anggota Legislatif jika dilibatkan dalam forum Musrenbang

sebenarnya tidak beralasan. Karena kekhawatiran serupa juga bisa

dialamatkan kepada jajarang eksekutif (Pimpinan daerah dan juga pimpinan

SKPD). Justru, fungsi kontrol terhadap munculnya program- program politis

dan kepentingan pihal-pihak tertentu akan bisa diminimalisir dengan

38

melibatkan semua jajaran pemerintahan dalam hal ini legislatif.

Menurut Irtanto (2008;122) bahwa “Tingkat realibilitas anggota DPRD

dalam menyerap dan menyampaikan aspirasi masyarakat melalui reses atau

pokok – pokok pikiran DPRD sangat penting. Semakin tinggi tingkat

kemampuan anggota DPRD mentransformasikan isu – isu yang ditawarkan

pada saat kampanye ke dalam kebijakan publik, berarti semakin tinggi tingkat

reabilitas anggota DPRD”.

Maka dalam penelitian ini akan membahas tentang efektifitas reses

Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) dalam perencanaan pembangunan

daerah Kota Depok Tahun 2017, yakni apakah reses DPRD dalam

perencanaan pembangunan daerah telah sesuai dengan prioritas

pembangunan Kota Depok dan kebutuhan masyarakat Kota Depok.

2. Konsep Kunci

Dalam Penelitian ini reses DPRD dalam perencanaan pembangunan

daerah bertujuan untuk menampung dan mengakomodir serta menindaklanjuti

aspirasi / kebutuhan masyarakat khususnya masyarakat Kota Depok.

Reses merupakan komunikasi dua arah antara legislatif dengan

konsituen melalui kunjungan kerja secara berkala merupakan kewajiban

anggota DPRD untuk bertemu dengan konsituennya secara rutin pada setiap

39

masa reses. Sedangkan masa reses adalah masa kegiatan DPRD di luar

kegiatan masa sidang dan diluar gedung. Adapun indikator efektivitas reses

DPRD yang dimaksud antara lain berupa Ketepatan Waktu penyampaian hasil

reses DPRD berupa Program dan Kegiatan yang diusulkan, Kualitas Program

dan Kegiatan yang diusulkan, Hasil / Realisasi dari Program dan Kegiatan yang

diusulkan dan Kepuasan Masyarakat terhadap hasil dari Usulan Program dan

Kegiatan yang direalisasikan melalui mekanisme reses DPRD itu sendiri.

Reses DPRD ini merupakan salah satu cara masyarakat dalam

memberikan usulan program dan kegiatan yang sangat dibutuhkan di kondisi

lingkungan mereka. Reses DPRD ini merupakan salah satu proses

pendekatan secara politik di dalam sistem perencanaan pembangunan baik

tingkat nasional maupun daerah.

Di dalam penelitian ini efektivitas reses DPRD dalam sistem

perencanaan pembangunan daerah adalah tercapainya sebuah

tujuan/sasaran dimana efektivitas memiliki indikator yang telah ditentukan

dalam hal ini mulai dari ketepatan waktu dalam proses penyampaian reses

DPRD, Kualitas Program dan Kegiatan yang diusulkan, Realisasi dari Program

dan Kegiatan yang diusulkan dan Tingkat Kepuasan Masyarakat terhadap

hasil dari usulan program dan kegiatan reses DPRD.

40

Adapun indikator efektivitas yang ingin dicapai dalam reses DPRD

dimaksud adalah sebagai berikut :

1) Ketepatan waktu dalam proses penyampaian hasil reses DPRD

Sesuai dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 86 Tahun 2017

pasal 178 ayat 5 menyebutkan Pokok-pokok pikiran DPRD sebagaimana

dimaksud pada ayat (1), disampaikan paling lambat 1 (satu) minggu sebelum

Musrenbang RKPD dilaksanakan. Artinya dalam hal ini reses DPRD itu sendiri

dapat efektif jika ketepatan waktu penyampaian reses DPRD itu sendiri telah

sesuai dengan aturan dan mekanisme yang telah ditetapkan.

2) Kualitas Program dan Kegiatan yang diusulkan.

Reses DPRD dapat dikatakan efektif juga ketika kualitas program dan

kegiatan yang diusulkan benar – benar sesuai dengan kebutuhan masyarakat

sekitar bukan sesuai dengan kepentingan pribadi maupun kepentingan politik.

3) Hasil / Realisasi dari Program dan Kegiatan yang diusulkan.

Setelah kedua hal tersebut di atas terpenuhi maka langkah selanjutnya

adalah bagaimana dengan realisasi dari Program dan Kegiatan yang sudah

diusulkan oleh masyarakat melalui reses DPRD. Dalam hal ini realisasi bukan

fokus hanya dari sisi nilai anggaran dari Program dan Kegiatan yang diusulkan

41

tetapi lebih dari apakah usulan tersebut dapat dilaksanakan sesuai dengan apa

yang diharapkan dan dibutuhkan oleh masyarakat. Jika hal itu terjadi, maka

dapat dikatakan reses DPRD itu efektif.

4) Kepuasan masyarakat terhadap hasil dari usulan program dan

kegiatan reses DPRD.

Berbicara tingkat kepuasan masyarakat pastinya bukan saja usulan

program dan kegiatan yang sudah diusulkan oleh masyarakat sudah

terealisasikan berupa wujud fisik tetapi tentunya hasil yang diharapkan dari

realisasi tersebut seperti contoh apakah hasil dari pembangunan sebuah jalan

lingkungan di sekitar masyarakat tersebut dapat memberikan dampak positif

dalam hal ini meningkatkan perekonomian dan hasilnya dapat dirasakan

secara langsung dan signifikan oleh masyarakat.

B. Model Berpikir

Berdasarkan konsep kunci maka dapat disimpulkan model berpikir

dalam pembuatan proposal tesis ini yang dapat digambarkan seperti gambar

di bawah ini.

42

EFEKTIVITAS RESES DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH (DPRD) DALAM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KOTA DEPOK

TAHUN 2017

C. Pertanyaan Penelitian

Untuk memperoleh informasi yang cukup guna mendapatkan gambaran

lebih mendalam mengenai fokus permasalahan, maka dapat merumuskan

beberapa pertanyaan penelitian yang perlu dijawab, yaitu :

1. Bagaimana ketepatan waktu dalam proses penyampaian reses DPRD

dalam perencanaan pembangunan daerah Kota Depok Tahun 2017?

2. Bagaimana kualitas usulan program dan kegiatan melalui reses DPRD

dalam perencanaan pembangunan daerah Kota Depok Tahun 2017?

3. Bagaimana hasil / realisasi usulan program dan kegiatan reses DPRD

dalam perencanaan pembangunan daerah Kota Depok Tahun 2017?

4. Bagaimana kepuasan masyarakat terhadap reses DPRD dalam

perencanaan pembangunan daerah Kota Depok Tahun 2017?

KETEPATAN WAKTU

PENYAMPAIAN

KUALITAS USULAN PROGRAM DAN

KEGIATAN

HASIL / REALISASI USULAN PROGRAM

DAN KEGIATAN

KEPUASAN MASYARAKAT

43

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Metode Penelitian

Obyek dari penelitian yang akan dilakukan ini adalah manusia, sehingga

peneliti merasa lebih tepat jika menggunakan penelitian kualitatif. Penelitian

kualitatif adalah penelitian dengan menggunakan latar alamiah, dengan

maksud menafsirkan fenomena yang terjadi dan dilakukan dengan jalan

melibatkan berbagai metode yang ada. Penelitian kualitatif adalah penelitian

yang menggunakan pendekatan naturalistik untuk mencari dan menemukan

pengertian atau pemahaman tentang fenomena dalam suatu latar yang

berkonteks khusus.

Paradigma yang digunakan dalam penelitian ini adalah paradigma

interpretatif. Paradigma interpretif lebih menekankan pada makna atau

interpretasi seseorang terhadap sebuah simbol. Tujuan penelitian dalam

paradigma ini adalah memaknai (to interpret atau to understand, bukan to

explain dan to predict) sebagaimana yang terdapat dalam paradigma

positivisme.

Pendekatan yang digunakan adalah studi kasus (case study).

Pendekatan case study ini bertujuan dimaksudkan untuk mempelajari secara

44

intensif tentang latar belakang masalah keadaan dan posisi suatu peristiwa

yang sedang berlangsung saat ini, serta interaksi lingkungan unit sosial

tertentu yang bersifat apa adanya (given). Subjek penelitian dapat berupa

individu, kelompok, institusi atau masyarakat. Penelitian case study

merupakan studi mendalam mengenai unit sosial tertentu dan hasil penelitian

tersebut memberikan gambaran luas serta mendalam mengenai unit sosial

tertentu. Subjek yang diteliti relatif terbatas, namun variabel-variabel dan fokus

yang diteliti sangat luas dimensinya.

A. Jenis dan Sumber Data

Subjek penelitian ini adalah informasi yang dijadikan sumber data.

Penetapan subjek penelitian di atas bersifat Purposive Sampling (sampel

bertujuan), di mana informan dipilih berdasarkan tingkat keterlibatan dan

pengusaannya dengan masalah, fokus dan tujuan penelitian. Apabila tidak

ditemukan lagi variasi data dari sejumlah informan, maka pengumpulan data

dihentikan, jadi jumlah informan bisa lebih banyak atau sedikit dari yang

diuraikan di atas.

45

Penelitian ini akan dilakukan di Pemerintah Kota Depok Provinsi Jawa

Barat. Alasan pemilihan lokasi di Pemerintah Kota Depok adalah dikarenakan

kedekatan peneliti dengan objek penelitian, di mana merupakan tempat peneliti

bekerja sehingga mudah dalam pengumpulan data.

Adapun sumber data dalam penelitian yang akan dilakukan ini adalah :

1. Informasi sebagai sumber utama dipilih secara purposif (purposive

sampling). Pemilihan informasi ini didasarkan atas pertimbangan pada

subyek yang banyak memiliki informasi yang berkaitan dengan

permasalahan yang akan diteliti dan bersedia memberikan data. Informasi

yang selanjutnya didasarkan kepada informasi awal untuk menunjuk orang

lain yang dapat memberikan informasi, dan kemudian informasi ini diminta

pula untuk menunjuk orang lain yang dapat memberikan informasi, dan

seterusnya. Cara ini lazim disebut dengan snowball sampling yang

dilakukan secara serial atau berurutan sampai tingkat kejenuhan. Tujuan

memperoleh variasi sebanyak-banyaknya hanya dapat dicapai apabila

pemilihan suatu sampel dilakukan jika satuan sebelumnya sudah dijaring

dan dianalisis; setiap satuan berikutnya dapat dipilih untuk memperluas

informasi yang telah diperoleh terlebih dahulu sehingga dapat

dipertentangkan atau diisi adanya kesenjangan informasi yang ditemui.

46

2. Peristiwa dalam penelitian ini mencakup segala sesuatu yang terjadi dan

berhubungan dengan masalah atau fokus penelitian. Peristiwa- peristiwa

yang diobservasi dikemukakan dalam teknik pengumpulan data.

3. Dokumen yang relevan dengan masalah dan fokus penelitian ini berupa

peraturan-peraturan yang berhubungan dengan pelaksanaan penyerapan

aspirasi reses atau pokok – pokok pikiran DPRD terhadap perencanaan

pembangunan daerah. Data yang diperlukan dalam penelitian ini meliputi

(a) data primer, yaitu data yang secara langsung diperoleh dari sumbernya,

melalui wawancara dan (b) data sekunder, yaitu data yang diperoleh tidak

secara langsung dari sumbernya, melalui penelahaan dokumen-dokumen

atau catatan tertulis.

C. Metode Pengumpulan dan Instrumen

Pengumpulan data dalam penelitian ini akan menggunakan wawancara

dan pengkajian dokumen. Hal ini bertujuan untuk pengumpulan data secara

metode kualitatif menggunakan wawancara, observasi, dan dokumen

(catatan atau arsip). Secara rinci pengumpulan data dalam penelitian ini

diperoleh dengan menggunakan teknik sebagai berikut:

47

1. Pengkajian Dokumen

Dokumen yang digunakan untuk mendapatkan informasi dalam

penelitian ini berupa : Usulan Prioritas Pertama Kegiatan hasil Musrenbang

Kelurahan dan Kecamatan yang sudah dimasukan ke dalam dokumen

perencanaan tahunan Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) dan Reses

atau Pokok – Pokok Pikiran DPRD Kota Depok. Seluruh data dikumpulkan dan

ditelaah oleh peneliti, tetapi dalam penelitian ini peneliti didukung instrumen

sekunder, yaitu catatan - catatan dan dokumen-dokumen yang berkaitan

dengan fokus penelitian. Pengkajian dokumen bertujuan untuk menjawab

tujuan penelitian yang pertama yaitu untuk mengetahui seberapa besar usulan

aspirasi masyarakat melalui reses atau pokok – pokok pikiran DPRD yang

masuk di dalam dokumen perencanaan tahunan Rencana Kerja Pemerintah

Daerah (RKPD) Kota Depok Tahun 2017.

2. Wawancara

Wawancara dengan informan sebagai nara sumber data dan informasi

dilakukan dengan tujuan penggalian informasi tentang fokus penelitian dan

digunakan untuk menjawab tujuan penelitian kedua yaitu untuk mengetahui

faktor-faktor yang mempengaruhi besar atau kecilnya penyerapan aspirasi

masyarakat melalui reses atau pokok – pokok pikiran DPRD dalam dokumen

48

perencanaan tahunan Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Kota Depok

Tahun 2017. Dengan kata lain, wawancara dilakukan antara lain untuk

mengkonstruksikan mengenai orang, kejadian, kegiatan, organisasi, perasaan,

motivasi, tuntutan, kepedulian dan lain-lain kebulatan, merekonstruksi

kebulatan-kebulatan demikian sebagai yang telah diharapkan untuk dialami

pada masa yang akan datang; memverifikasi, mengubah dan memperluas

informasi yang diperoleh dari orang lain dengan baik, baik manusia maupun

bukan manusia (triangulasi); dan memverifikasi, mengubah dan memperluas

konstruksi yang dikembangkan oleh peneliti sebagai pengecekan data. Dalam

wawancara ini peneliti mewawancarai informan mengenai hal-hal yang

berkaitan dengan proses penyerapan aspirasi masyarakat melalui reses atau

pokok – pokok pikiran DPRD, keterlibatan para anggota DPRD atau legislatif

dalam proses penyusunan perencanaan pembangunan daerah yang dimulai

dari pelaksanaan Musrenbang Tingkat Kelurahan sampai dengan proses

penyusunan dokumen perencanaan Rencana Kerja Pemerintah Daerah

(RKPD) Kota Depok ditetapkan, dengan mengemukakan pertanyaan-

pertanyaan dengan terstruktur jika dilakukan secara formal, dan pertanyaan

tidak terstruktur jika dilakukan secara tidak formal dan aktor.

49

Instrumen penelitian utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah

peneliti sendiri dengan menggunakan wawancara mendalam (indepth

interview), sedangkan untuk memandu wawancara peneliti menyiapkan

panduan pertanyaan tentang hal-hal pokok yang ingin diketahui. Panduan ini

mempermudah peneliti dalam mengarahkan pembicaraan atau wawancara.

Namum demikian hal ini tidak menutup kemungkinan bahwa wawancara

tersebut semakin berkembang sesuai dengan kondisi di lapangan. Alat bantu

yang digunakan metode wawancara ini adalah voice recorder dan catatan -

catatan wawancara.

Obyek analisis pada penelitian ini adalah realitas organisasi

pemerintahan daerah sebagai sebuah komunitas, yang di dalamnya terjadi

interaksi antara individu dan struktur. Informan yang dipilih dalam penelitian ini

adalah para aparatur yang terlibat langsung dan mempunyai pengalaman

dalam proses penyusunan perencanaan pembangunan daerah.

Adapun informan dengan perincian sebagai berikut :

No Nama Pegawai Instansi

1 Drg. H. Hardiono, Sp,BM Sekretariat Daerah

2 Ir. Widyati Nuraeni Bappeda

3 Reni Siti Nuraeni, S.Si, M.Si Bappeda

4 Jumali, SE, M.Si Bappeda

50

5 Wahid Suryono, STP Badan Keuangan Daerah

6 Kemal Idris, STP Badan Keuangan Daerah

7 Siti Mahmud PUPR

8 Pak Refliyanto Dinas Perumahan dan Permukiman

9 Sri Sukapriyati Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan

10 Elfi Kurniasih, STP, M.SE Dinas Perlindungan

Anak Pemberdayaan Masyarakat dan

Keluarga

11 Ibu Leli Dinas Ketahanan Pangan, Pertanian dan

Perikanan 12 Muhammad Hidayattulah, S,Ag Kecamatan

13 Suparyono DPRD

14 Aripudin Masyarakat (Ketua RT)

Alasan akan pemilihan informan di atas didasarkan pada pertimbangan

sebagai berikut:

1) Satuan Kerja Perangkat Daerah yang terdiri dari Dinas Pekerjaan

Umum dan Penataan Ruang, Dinas Pendidikan, Dinas Perumahan dan

Permukiman, Dinas Ketahanan Pangan, Pertanian dan Perikanan, dan Dinas

Perlindungan Anak Pemberdayaan Masyarakat dan Keluarga) dan Kecamatan

yang akan dipilih sebagai informan karena atas pertimbangan bahwa mereka

merupakan SKPD pelaksana yang mempunyai tugas pokok dan fungsi

51

organisasi masing – masing melaksanakan program dan kegiatan yang

berkaitan sesuai dengan usulan yang diberikan para anggota legislative

(DPRD) melalui mekanisme reses atau pokok – pokok pikiran DPRD.

2) TAPD (Tim Anggaran Pemerintah Daerah), yang terdiri dari Badan

Perencanaan Pembangunan dan Penelitian Pengembangan Daerah dan

Badan Keuangan Daerah akan dipilih sebagai informan karena terlibat

langsung sebagai koordinator program dan kegiatan seluruh SKPD dalam

proses penyusunan perencanaan pembangunan daerah yang dimasukan ke

dalam dokumen perencanaan pembangunan daerah tahunan Rencana Kerja

Pemerintah Daerah (RKPD) dan menjadi pedoman dalam penyusunan

dokumen Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) yang dibahas dan

ditetapkan bersama – sama dengan DPRD dalam hal ini diwakili oleh Tim

Badan Anggaran DPRD.

3) DPRD (unsur Badan Anggaran) yang akan dipilih menjadi informan

karena mereka yang berperan sebagai actor dalam memberikan aspirasi

masyarakat melalui reses atau pokok – pokok pikiran DPRD berupa usulan

program dan kegiatan yang dimasukan ke dalam dokumen perencanaan

pembangunan daerah tahunan – Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD)

52

dan diakomodir di dalam dokumen Anggaran Pendapatan Belanja Daerah

(APBD).

4) Masyarakat akan dipilih sebagai informan atas pertimbangan bahwa

masyarakat yang mempunyai peran penting sebagai pelaku pembangunan

dan yang merasakan mamfaat secara langsung hasil dari pembangunan

tersebut.

D. Metode Pengolahan dan analisis data

Setelah data dan informasi yang diperlukan terkumpul selanjutnya

dianalisis dalam rangka menemukan makna temuan. Analisis data ialah proses

mengorganisasikan dan mengurutkan data kedalam pola, kategori dan satuan

uraian dasar sehingga dapat ditemukan tema dan dapat dirumuskan hipotesis

kerja seperti yang disarankan oleh data. Data dan informasi yang diperoleh

dari lokasi penelitian akan dianalisis secara kontinue setelah dibuat catatan

lapangan untuk menemukan Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap

Penyerapan Aspirasi Reses atau Pokok – Pokok Pikiran DPRD dalam

Perencanaan Pembangunan Daerah Kota Depok.

Analisis data dalam penelitian kualitatif bergerak secara induktif yaitu

fakta/data dikategorikan menuju ke tingkat abstraksi yang lebih tinggi.

53

melakukan sintesis dan mengembangkan teori bila diperlukan. Setelah data

dikumpulkan dari lokasi penelitian melalui wawancara, dan dokumen maka

dilakukan pengelompokan data. Kemudian dilakukan analisis penguraian dan

penarikan kesimpulan tentang Faktor - faktor yang berpengaruh Terhadap

Penyerapan Aspirasi Reses atau Pokok – Pokok Pikiran DPRD dalam

Perencanaan Pembangunan Daerah Kota Depok, analisis data dilakukan juga

dimaksudkan untuk menemukan unsur-unsur atau bagian-bagian yang

berisikan kategori yang lebih kecil dari data penelitian melalui wawancara dan

penelahaan dokumen perencanaan. Lalu data tersebut dianalisis agar

diketahui maknanya dengan cara menyusun data, menghubungkan data,

mereduksi data, penyajian data, penarikan kesimpulan/verifikasi selama dan

sesudah pengumpulan data. Analisis ini berlangsung secara sirkuler dan

dilakukan sepanjang penelitian. Karena itu sejak awal penelitian, peneliti sudah

mulai mencari pola-pola tingkah laku aktor, penjelasan-penjelasan, konfirmasi

yang mungkin terjadi, alur kausal, dan mencatat keteraturan.

54

DAFTAR PUSTAKA

Adianto, & As'ari, H. (2016). Model Penerapan Aspirasi Masyarakat oleh

Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Jurnal Ilmu Administrasi Negara ,

14, 23 - 32.

Amalia, N. Q. (2017). Model Komunikasi Reses Anggota DPRD Kota

Pekanbaru Fraksi PDIP dan Fraksi Golkar dalam menyerap aspirasi

masyarakat di Dapil II Kecamatan Rumbai dan Rumbai Pesisir. JOM

FISIP , 4, 1 - 12.

Ashari, M., Wahyunadi, & Hailuddin. (2015). Analisis Perencanaan

Pembangunan Di Daerah Kabupaten Lombok Utara (Studi Kasus

Perencanaan Partisipatif Tahun 2009 - 2013). Jurnal Ekonomi &

Kebijakan Politik , 6, 165 - 166.

Cameron, K. S., & Whetten, D. A. (1996). Organizational Effectiveness and

Quality : The Second Generation. New York, America: Agathon Press.

Demmu, B., Patton, A., & Amin, J. (2017). Implementasi Hasil Reses Anggota

DPRD dalam Kebijakan Penyusunan Anggaran Pendapatan Belanja

Daerah Provinsi Kalimantan Timur. eJurnal Administrative Reform ,

325 - 334.

Drucker, P. F. (2002). The Effective Executive. New York, America:

HarperCollins.

55

Gibson, J. L., Ivancevich, J. M., Donnelly, J. H., & Konopaske, R. (2012).

Organizations - Behavior, Structure, Prossesses . New York, Amerika:

The McGraw Hill Companies.

Glasson, J., & Marshall, T. (2007). Regional Planning. New York, America:

Routledge.

Indonesia, R. (2004). Undang - Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem

Perencanaan Pembangunan Nasional. Jakarta: Bappenas.

Indonesia, R. (2008). Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2008 tentang

Tahapan, Tata Cara Penyusunan, Pengendalian dan Evaluasi

Pelaksanaan Rencana Pembangunan Daerah. Jakarta, Indonesia:

Kementerian Dalam Negeri.

Indonesia, R. (2010). Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2010 tentang

Pedoman Penyusunan Peraturan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah

tentang Tata Tertib Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Jakarta:

Sekretariat Negara.

Indonesia, R. (2014). Undang - Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR,

DPR, DPD dan DPRD. Retrieved 2014, from hukumonline.com:

hukumonline.com

Indonesia, U. K. (2015). Peran DPRD Jawa Barat dalam Memperjuangkan

Kepentingan Publik. Jurnal Ilmu Politik dan Komunikasi , 1, 62.

56

Irtanto. (2008). Dinamika Politik Lokal Era Otonomi Daerah. Yogyakarta:

PUSTAKA PELAJAR.

M. K. (2004). Otonomi & Pembangunan Daerah (Reformasi, Perencanaan

Strategi dan Peluang). (W. C. Kristiaji, Ed.) Jakarta: Erlangga .

Negeri, K. D. (2002). Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 29 Tahun 2002.

Jakarta: Kementerian Dalam Negeri.

Negeri, K. D. (2010). Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 54 Tahun 2010.

Jakarta: Direktorat Jendral Bina Pembangunan Daerah.

Negeri, K. D. (2017). Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 86 Tahun 2017.

Jakarta: Kementerian Dalam Negeri.

Pea, R. D. (1982, Desember). What is Planning Development the Development

of? New Directions for Child Development , 6.

Programme, U. N. (2009). Handbook On Planning, Monitoring And Evaluating

For Development Results. New York, America: A.K. Office Supplies.

Putri, Q. K., & Tinov, M. T. (2015). Efektivitas Reses Anggota Dewan

Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Bengkalis Periode

2009 - 2014. Reses DPRD, Members of Parliament .

Robbins, S. P., & Judge, T. A. (2013). Organizational Behavior (15th Edition

ed.). New Jersey, America: Pearson Education.

57

Sedarmayanti (2013). Reformasi Administrasi Publik, Reformasi Birokrasi, dan

Kepemimpinan Masa Depan. Bandung: PT. Refika Aditama.

Setianingsih, B., Setyowati, E., & Siswidiyanto. (2015). Efektivitas Sistem

Perencanaan Pembangunan Daerah (Simrenda) (Studi pada Badan

Perencanaan Pembangunan Daerah Kota Malang). Jurnal

Administrasi Publik (JAP) , 1930 - 1933.

Sjafrizal. (2015). Perencanaan Pembangunan Daerah Dalam Era Otonomi

(2nd Edition ed.). Jakarta: Rajawali Pers.

Sopanah, A. (2012). Ceremonial Budgetting : Public Participation in

Development Planning at Indonesian Local Government Authority.

JAMAR , 10, 73 - 84.

Steers, R. M. (1977). Efektivitas Organisasi (2nd Edition ed.). (D. M. Jamin,

Trans.) Jakarta: ERLANGGA.