bab i permasalahan penelitian - …bappeda.depok.go.id/files_downloads/58efektivitas... · usulan...
TRANSCRIPT
1
BAB I
PERMASALAHAN PENELITIAN
A. Latar Belakang Permasalahan
Perencanaan pembangunan merupakan tahapan yang stategis dalam
proses pelaksanaan pemerintahan daerah. Perencanaan pembangunan
daerah memiliki dimensi waktu baik jangka panjang, jangka menengah, hingga
perencanaan tahunan. Pada prinsipnya perencanaan daerah harus
menyentuh seluruh kebutuhan masyarakat guna terwujudnya peningkatan
kesejahteraan dalam masyarakat itu sendiri. Peran pemerintah daerah dalam
konteks ini adalah sebagai fasilitator dalam mewujudkan hal tersebut.
Keterlibatan masyarakat secara aktif dalam proses pembangunan merupakan
hal yang telah menjadi suatu keniscayaan dalam proses pembangunan itu
sendiri. Untuk mencapai keberhasilan dalam perencanaan pembangunan
tersebut maka banyak aspek atau hal-hal yang harus diperhatikan, diantaranya
adalah partisipasi masyarakat di dalam pembangunan.
Partisipasi masyarakat adalah keterlibatan masyarakat secara utuh
dalam semua proses pembangunan. Partisipasi masyarakat menjadi sangat
penting mengingat masyarakatlah yang memiliki informasi mengenai kondisi
dan kebutuhannya. Selain itu, masyarakat akan lebih mempercayai program
2
pembangunan jika merasa dilibatkan dan tumbuhnya rasa memiliki yang tinggi
untuk ikut mengawasi jalannya suatu pembangunan, sehingga pembangunan
yang dilakukan lebih efektif dan efesien.
Dalam upaya untuk melibatkan partisipasi masyarakat dalam
pembangunan, pemerintah melalui Mendagri mengeluarkan Peraturan Menteri
Dalam Negeri Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Peraturan
Pemerintah Nomor 8 Tahun 2008 Tentang Tahapan TataCara Penyusunan,
Pengendalian, dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan Daerah.
Implementasi dari kedua peraturan di atas adalah pelaksanaan Rapat
Koordinasi Perencanaan Pembangunan (Rakorbang) yang dilakukan dari
tingkat Desa/Kelurahan, Kecamatan, Kabupaten/Kota, Provinsi dan Nasional
yang bertujuan untuk memadukan perencanaan dari bawah ke atas (Bottom
Up Planning) dengan perencanaan dari atas ke bawah (Top Down Planning)
Musrenbang berfungsi sebagai forum untuk menghasilkan kesepakatan
antar pelaku pembangunan tentang perencanaan tahunan daerah
(RKP/RKPD) yang menitikberatkan pada pembahasan untuk sinkronisasi
rencana kegiatan antar kementerian/lembaga/satuan kerja perangkat daerah
dan antara Pemerintah, Pemerintah Daerah dan masyarakat dalam
pencapaian tujuan pembangunan nasional dan daerah.
3
Dari praktek penyusunan rencana pembangunan yang telah dilakukan
oleh Pemerintah Kota Depok secara umum memiliki kesamaan proses yang
ditempuh. Yaitu dengan melakukan Musrenbang dari tingkat bawah di
Kelurahan, dilanjutkan dengan Musrenbang Kecamatan, forum SKPD dan
Musrenbang Kota. Penerapan Musrenbang merupakan langkah untuk
melibatkan masyarakat dalam proses penyusunan rencana pembangunan
(bottom up).
Keluhan masyarakat yang mengikuti kegiatan Musrenbang muncul
karena minimnya usulan masyarakat yang diakomodir oleh pemerintah
daerah. Satu permasalahan klasik yang sering muncul dan dijadikan argumen
adalah kurangnya dana atau anggaran pemerintah yang digunakan untuk
implementasi rencana pembangunan yang telah disusun. Sehingga perlu
dilakukan prioritas sejak dari Musrenbang di tingkat bawah. Tereduksinya
usulan masyarakat dalam Musrenbang tingkat lanjutan mencerminkan bahwa
prioritas yang diusung dari bawah masih belum menjadi prioritas di tingkat
daerah. Pengaruh kepentingan yang terjadi dimana ada usulan yang tiba-tiba
masuk dalam rencana pembangunan daerah tanpa melalui mekanisme resmi
penyusunan perencanaan pembangunan dan menggeser usulan masyarakat
yang telah dimusyawarahkan dalam Musrenbang mencerminkan bahwa
keterlibatan masyarakat hanya dianggap sebagai formalitas dalam rangka
4
memenuhi legalitas pelaksanaan Musrenbang.
Berdasarkan pengalaman, setelah mengikuti beberapa kali kegiatan
mulai dari Musrenbang Kelurahan, Musrenbang Kecamatan maupun
Musrenbang Kota, masyarakat selalu mengeluhkan tentang usulan mereka
yang jarang sekali terealisasi dalam APBD, bahkan ada usulan yang setiap
tahun mereka usulkan juga tidak kunjung terealisasi. Keterlibatan DPRD dalam
Musrenbang sebenarnya sangat penting artinya, disamping sebagai tokoh dan
representasi masyarakat, kehadiran mereka juga bisa mewarnai dinamika
pelaksanaan Musrenbang.
Adanya kekhawatiran akan munculnya keinginan atau program-
program politis dari anggota Legislatif jika dilibatkan dalam forum Musrenbang
sebenarnya tidak beralasan. Karena kekhawatiran serupa juga bisa
dialamatkan kepada jajarang eksekutif (Pimpinan daerah dan juga pimpinan
SKPD). Justru, fungsi kontrol terhadap munculnya program- program politis
dan kepentingan pihak - pihak tertentu akan bisa diminimalisir dengan
melibatkan semua jajaran pemerintahan dalam hal ini legislatif.
5
Keterlibatan legislatif dalam memberikan usulan program dan kegiatan
yang seharusnya mewakili seluruh kebutuhan masyarakat terkadang justru
tidak mencerminkan apa yang sejatinya dibutuhkan masyakarat itu sendiri.
Salah satu contohnya usulan kegiatan yang hanya berupa bidang fisik atau
infrastruktur saja padahal masih ada usulan yang berupa non fisik (ekonomi
dan sosial budaya) dimana kebutuhan masyarakat bukan hanya di bidang
infrastruktur saja. Adapun usulan kegiatan yang disampaikan melalui
mekanisme reses para anggota DPRD atau para legislatif ini mencerminkan
usulan yang mempunyai kepentingan konsituen (politik) dengan tidak
memperhatikan usulan masyarakat yang tidak terakomodir di dalam
pelaksanaan Musrenbang yang seharusnya usulan masyarakat di dalam
Musrenbang yang tidak terakomodir tersebut menjadi masukan sekaligus
bahan reses para anggota DPRD atau legislatif yang nantinya akan
diperjuangkan untuk dapat dimasukan ke dalam proses penyusunan dokumen
perencanaan pembangunan daerah tahunan (RKPD) dan diakomodir di dalam
Anggaran Pendapatan Belanja dan Daerah (APBD) Kota Depok. Minimnya
pemahaman para anggota DPRD dalam memberikan usulan kegiatan melalui
mekanisme reses dapat dilihat dari ketidaksesuaian terhadap petunjuk teknis
yang sudah dibuat dan diberikan oleh Bappeda. Masih banyak usulan kegiatan
baik jenis maupun nilai anggaran yang tidak sesuai baik dari syarat teknis
6
setiap bidang dari infrastruktur, ekonomi dan social budaya maupun Satuan
Harga Barang (SHB) dan Analisa Standar Barang (ASB) yang sudah
ditetapkan oleh Pemerintah Kota Depok.
Keterlibatan legislatif dalam proses Musrenbang sebenarnya bisa
menjadi penyeimbang dalam proses penyusunan rencana pembangunan.
Keterlibatan yang dimaksud bukan sekedar kehadiran anggota legislatif
sebagai undangan seremonial pengesahan RKPD, tetapi keterlibatan legislatif
seharusnya juga ikut dalam proses pembahasan isi/substansi draft rencana
pembangunan yang akan disahkan. Dengan demikian ada interaksi yang aktif
antara legislatif, masyarakat dan eksekutif dalam proses perencanaan
pembangunan daerah.
Masyarakat memiliki peluang untuk menyampaikan aspirasi dan
tuntutannya untuk diprogramkan dan dianggarkan dalam APBD. Artinya
mempunyai peluang yang luas bagi Pemda dan DPRD untuk mendengar,
menghimpun dan memperjuangkan aspirasi dan kebutuhan masyarakat untuk
merumuskan program-program yang mampu meningkatkan pelayanan dan
kesejahteraan masyarakat.
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kota Depok pada
hakekatnya bersumber dari uang rakyat khususnya masyarakat Kota Depok.
7
Karenanya, kepentingan rakyat haruslah menjadi prioritas utama dalam
penganggarannya dan tentunya bukan untuk kepentingan elit. Dengan
demikian maka pembangunan sebagai continuously process akan dapat
berjalan dengan baik serta manfaat pembangunan betul-betul dapat dirasakan
masyarakat, jika proses baik hasil-hasil Musrenbang maupun reses para
anggota DPRD dilakukan secara benar dan direalisasikan dengan benar pula
dalam APBD Kota Depok.
Dari uraian tersebut diatas, maka memilih judul “ANALISIS
EFEKTIVITAS RESES DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH (DPRD)
DALAM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KOTA DEPOK
TAHUN 2017”.
B. Fokus Permasalahan
Bertitik tolak dari latar belakang masalah diatas, perlu melakukan studi
yang berkenaan dengan pemecahan masalah tersebut diatas sebagai obyek
studi dalam penulisan tesis. Fokus Permasalahan yang akan dibahas dalam
penulisan tesis ini adalah Bagaimana Efektivitas Reses Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah (DPRD) dalam Perencanaan Pembangunan Daerah Kota
Depok Tahun 2017? .
8
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Adapun tujuan penelitian yang hendak akan dicapai dalam penulisan ini
adalah mengetahui efektivitas Reses Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
(DPRD) dalam Perencanaan Pembangunan Daerah Kota Depok Tahun 2017.
Sedangkan manfaat penelitian sebagai berikut :
a. Manfaat terhadap kepentingan dunia akademik
Hasil Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan tentang
efektivitas pelaksanaan reses para anggota DPRD Kota Depok di dalam
proses penyusunan perencanaan pembangunan daerah.
b. Manfaat terhadap dunia praktis
Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat disumbangkan bagi pemerintah
daerah, khususnya Pemerintah Kota Depok (eksekutif) secara bersama -
sama dengan para anggota legislatif (DPRD) diharapkan dapat
meningkatkan partisipasi masyarakat melalui penyerapan aspirasi
masyarakat agar lebih baik lagi di tahun berikutnya di proses
perencanaan pembangunan daerah Kota Depok.
9
BAB II
KERANGKA TEORI
1.Tinjauan Teori
Menurut Sjafrizal (2014; 24), “perencanaan pada dasarnya merupakan
cara, teknik atau metode untuk mencapai tujuan yang diinginkan secara tepat,
terarah dan effisien sesuai dengan sumber daya yang tersedia. Secara umum
perencanaan pembangunan adalah cara atau teknik untuk mencapai tujuan
pembangunan secara tepat, terarah, dan efisien sesuai dengan kondisi negara
atau daerah bersangkutan”.
Kemudian M.L. Jhingan (Sjafrizal,2014;25) seorang ahli perencanaan
pembangunan bangsa India memberikan definisi yang lebih kongkrit mengenai
Perencanaan Pembangunan tersebut, yaitu ‘Perencanaan Pembangunan
pada dasarnya adalah merupakan pengendalian dan pengaturan
perekonomian dengan sengaja oleh suatu penguasa (pemerintah) pusat untuk
mencapai suatu sasaran dan tujuan tertentu di dalam jangka waktu tertentu
pula’.
Kegiatan perencanaan pembangunan pada dasarnya merupakan
kegiatan riset / penelitian, karena proses pelaksanaannya akan banyak
10
menggunakan metode-metode riset, mulai dari teknik pengumpulan data,
analisis data, hingga studi lapangan/kelayakan dalam rangka mendapatkan
data-data yang akurat, baik yang dilakukan secara konseptual / dokumentasi
maupun eksperimental.
Perencanaan pembangunan tidak mungkin hanya dilakukan diatas
meja, tanpa melihat realita dilapangan. Data - data real lapangan sebagai data
primer merupakan ornamen-ornamen penting yang harus ada dan digunakan
menjadi bahan dalam kegiatan perencanaan pembangunan.
Dengan demikian perancanaan pembangunan dapat diartikan sebagai
suatu proses perumusan alternatif-alternatif atau keputusan-keputusan yang
didasarkan pada data-data dan fakta-fakta yang akan digunakan sebagai
bahan untuk melaksanakan suatu rangkaian kegiatan/aktivitas
kemasyarakatan, baik yang bersifat fisik (material) maupun non fisik (mental
dan spiritual) dalam rangka mencapai tujuan yang lebih baik.
Perencanaan pembangunan dapat diartikan sebagai kegiatan yang
merupakan proses mempersiapkan secara sistematis kegiatan pembangunan
yang akan dilaksanakan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan dimana
pemilihan tujuan dilakukan secara sadar atas dasar skala kebutuhan dan
dengan memperhatikan faktor-faktor keterbatasan yang ada.
11
Ketika menyusun suatu perencanaan pembangunan, maka ada lima hal
pokok yang perlu mendapat perhatian, yaitu :
a. Permasalahan dan potensi yang ada
b. Tujuan serta sasaran yang ingin dicapai
c. Kebijaksanaan dan cara untuk mencapai tujuan dan sasaran tersebut
d. Penerjemahan rencana ke dalam bentuk program yang nyata.
e. Jangka waktu pencapaian tujuan
Perencanaan pembangunan daerah dalam arti sempit adalah
perencanaan pembangunan yang akan dilaksanakan oleh aparat Pemerintah
Daerah, Sedangkan perencanaan pembangunan daerah dalam arti luas
adalah seluruh kegiatan perencanaan pembangunan yang akan dilaksanakan
di daerah, baik oleh aparat Pemerintah Daerah, Pusat maupun masyarakat.
“Sumber Daya Perencanaan untuk Pembangunan Daerah ada 3 (tiga)
yaitu lingkungan fisik, lingkungan regulasi dan lingkungan perilaku”. (Mudrajat
Kuncoro,2004:51)
Menurut Sopanah, A. (2012:75), “The document of local development
planning has a strategic function since it involve a choice of programs,
activities, and policies that will be implemented by a local government”.
12
Berdasarkan Undang undang No. 25 Tahun 2004 pasal (2) ayat (4),
sistem perencanaan pembangunan nasional bertujuan untuk :
a. Mendukung koordinasi antar pelaku pembangunan.
b. Menjamin terciptanya integrasi, singkronisasi dan sinergi antar
daerah, waktu dan fungsi pemerintah, baik pusat maupun daerah.
c. Menjamin keterkaitan dan konsistensi antara perencanaan,
penganggaran pelaksanaan dan pengawasan.
d. Mengoptimalkan partisipasi masyarakat dalam perencanaan
pembangunan.
e. Menjamin tercapainya penggunaan sumberdaya secara efisien,
efektif dan adil.
Perencanaan pembangunan daerah di Indonesia merupakan satu
kesatuan dalam sistem perencanaan pembangunan nasional. Artinya bahwa
pembangunan yang dilaksanakan di daerah tidak terlepas dari konsep rencana
pembangunan nasional, karenanya dalam menyusun program pembangunan
daerah tetap mengacu kepada rencana pembangunan nasional, baik rencana
pembangunan jangka panjang maupun menengah. Pendekatan yang
digunakan dalam penyusunan perencanaan pembangunan daerah sesuai
dengan PP No. 8 Tahun 2008 dilakukan dengan pendekatan politik,
teknokratik, partisipatif, atas-bawah (top down) dan bawah-atas (bottom up).
13
Pendekatan politik berkaitan dengan mekanisme pemilihan kepala
daerah secara langsung oleh rakyat. Sebelum dipilih oleh rakyat, calon kepala
daerah merumuskan visi dan misinya sebagai janji yang akan dilaksanakan
apabila terpilih menjadi kepala daerah. Visi dan misi tersebut kemudian
dijabarkan menjadi RPJM Daerah untuk jangka waktu 5 (lima) tahun selama
kepala daerah terpilih memimpin daerah. Namun dalam penyusunan RPJM
Daerah tersebut harus tetap mengacu kepada RPJP Daerah dan
memperhatikan RPJP Nasional.
Pendekatan teknokratik berkaitan dengan profesionalisme dan keahlian
dalam penyusunan perencanaan pembangunan daerah. Bahwa penyusunan
rencana pembangunan daerah perlu mempertimbangkan berbagai aspek dan
keahlian sehingga hasil yang diperoleh bisa menyelesaikan masalah yang
dihadapi daerah secara komprehensif.
Pendekatan partisipatif merupakan upaya melibatkan masyarakat dan
para pemangku kepentingan (stake holder) dalam proses penyusunan
perencanaan pembangunan daerah. Pergeseran pemahaman bahwa
masyarakat bukan sekedar obyek tetapi juga merupakan pelaku
pembangunan mendorong pelibatan masyarakat dalam proses penyusunan
perencanaan pembangunan mulai dari tingkat bawah (desa/kelurahan).
14
Partisipasi masyarakat juga merupakan wujud transparansi pemerintah
dalam melaksanakan pembangunan daerah sesuai dengan asas-asas umum
pemerintahan yang baik atau yang belakangan ini juga disebut dengan istilah
tata pemerintahan yang baik (good governance).
Pendekatan atas-bawah (top-down) dalam proses penyusunan
perencanaan pembangunan daerah melibatkan Bappeda dan SKPD. Bappeda
sebagai unit yang bertanggung jawab dalam mengkoordinasikan kegiatan ini
merumuskan rancangan awal dengan masukan dari rancangan rencana
strategis SKPD. Rancangan awal tersebut dibahas dalam Musrenbang.
Pendekatan bawah atas (bottom-up) dilakukan mulai dari pengusulan
program atau proyek dari tingkat bawah (desa/kelurahan) oleh masyarakat.
Penyelenggaraan Musrenbang dari tingkat desa/kelurahan yang dimaksudkan
sebagai wahana menyerap aspirasi masyarakat dalam pembangunan yang
kemudian hasilnya akan dibawa ke Musrenbang tingkat kecamatan dan
selanjutnya Musrenbang tingkat kabupaten/kota. Program dan proyek yang
diusulkan oleh masyarakat akan dinilai dari urgensi dan kemampuan
pemerintah di tingkat bawah dalam melaksanakan usulan tersebut. Sejauh
mana urgensi dan kemampuan pemerintah berkaitan dengan berbagai usulan
yang masuk akan menentukan pelaksanaan program dan proyek nantinya.
Apabila suatu usulan dianggap sangat penting (urgensi) tetapi tidak mampu
15
dilaksanakan oleh pemerintah di tingkat bawah maka akan diusulkan untuk
dibawa ke Musrenbang di atasnya, yaitu di tingkat kecamatan, kabupaten/kota,
provinsi dan nasional.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 8 Tahun 2008 bahwa
penyelenggaraan tahapan, tata cara penyusunan, pengendalian dan evaluasi
rencana daerah dilakukan dengan pendekatan politik, teknokratik, partisipatif,
atas-bawah (top down) dan bawah-atas (bottom up) Dilaksanakan tata cara
dan tahapan perencanaan daerah bertujuan untuk mengefektifkan proses
pemerintahan yang baik melalui pemanfaatan sumber daya publik yang
berdampak pada percepatan proses perubahan sosial bagi peningkatan
kesejahteraan masyarakat, atau terarahnya proses pengembangan ekonomi
dan kemampuan masyarakat, dan tercapainnya tujuan pelayanan publik.
Menurut jangka waktunya, perencanaan pembangunan dapat
dikelompokkan atas 3 jenis yaitu :
(a) Perencanaan Jangka Panjang
Perencanaan jangka panjang biasanya mencakup jangka waktu 10-25
tahun. Pada era Orde Baru, pembangunan jangka panjang mencakup jangka
waktu 25 tahun. Sedangkan dewasa ini rencana Pembangunan Jangka
Panjang, baik nasional maupun daerah mencakup waktu 20 tahun. Malah ada
pula jenis perencanaan pembangunan yang mempunyai jangka waktu 10
16
tahun, seperti Rencana Induk Pengembangan (RIP) dan Rencana Tata Ruang
Wilayah (RTRW). Rencana jangka panjang disebut juga sebagai perencanaan
perspektif (Perspective Planning) yang berisikan arah-arah pembangunan
secara umum.
(b) Perencanaan Jangka Menengah
Perencanaan jangka menengah biasanya. mencakup waktu 5 tahun,
tergantung dan masa jabatan presiden atau kepala daerah. Di Indonesia,
perencanaan jangka menengah mempunyaj jangka waktu 5 tahun yang
disusun baik oleh pemerintah nasional maupun pemerintah daerah.
Perencanaan jangka menengah pada dasarnya merupakan jabaran rencana
jangka panjang sehingga bersifat operasional
(c) Perencanaan Jangka Pendek (Tahunan)
Perencanaan jangka pendek biasanya mencakup waktu hanya 1 tahun,
sehingga seringkali juga dinamakan sebagai rencana tahunan (Annual
Planning). Rencana jangka pendek ini pada dasarnya adalah merupakan
jabaran dan Rencana Jangka Menengah. Perencanaan tahunan ini bersifat
sàngat operasional karena didalamnya termasuk program dan kegiatan,
lengkap dengan pendanaannya. Bahkan dalam rencana tahunan ini termasuk
juga indikator dan target kinerja untuk masing-masing program dan kegiatan
dan menjadi dasar utama penyusunan anggaran baik APBD maupun APBN .
17
Menurut Programme, U. N. (2009;7-8) bahwa “Planning can be defined
as the process of setting goals, developing strategies, outlining the
implementation arrangements and allocating resources to achieve those goals.
It is important to note that planning involves looking at a number of different
processes: Identifying the vision, goals or objectives to be achieved,
Formulating the strategies needed to achieve the vision and goals, Determining
and allocating the resources (financial and other) required to achieve the vision
and goals and Outlining implementation arrangements, which include the
arrangements for monitoring and evaluating progress towards achieving the
vision and goals”.
Sebagai suatu proses, perencanaan akan berkaitan dengan tahapan-
tahapan tertentu baik yang sudah tertata dengan rapi maupun tahapan-
tahapan yang berkembang secara alamiah. Tahapan-tahapan dalam
perencanaan ini dengan sendirinya akan melibatkan berbagai aspek di luar
perencanaan, baik menyangkut aktornya, sumber - sumber datanya maupun
aspek lingkungan dimana suatu perencanaan dibuat. Keterkaitan antara
perencanaan dengan faktor-faktor lain di luar dirinya yang mengatakan bahwa
“Salah satu implikasi yang paling signifikan dari keterkaitan antara
perencanaan, pembuatan kebijakan dan pelaksanaan adalah kenyataan
bahwa perencanaan tidak dapat dianggap terpisah dari lingkungan sosial,
18
administrasi dan khususnya lingkungan politik dimana ia harus beroperasi”.
Apabila dikaitkan dengan perencanaan pembangunan daerah, maka
perencanaan pembangunan yang dibuat daerah berkaitan dengan
pembangunan nasional. Oleh sebab itu, perencanaan pembangunan daerah
di samping menggambarkan kepentingan lokal juga merupakan penjabaran
dari perencanaan pusat (nasional).
Sementara itu perencanaan menurut Glasson, J., & Marshall, T.
(2007;3), “has always swung between practices restricted to more physical or
land use control, or change, and a wider set of activities, or at least ambitions,
intended to direct the futures of space or territory. These varied activities have
been associated with different conceptualisations or theorising, and these
ideas have naturally been intimately connected with the dominant clashing of
ideas”.
“Planning is a complex form of symbolic action that consists of
consciously preconceiving a sequence of actions that will be sufficient for
achieving a goal. It is set apart from undeliberated action, which is not
preconceived. "Plan construction" refers to the process by which plans are
formulated and plan esecutionn to the process by which plans are carried out”.
(Pea, R. D,1982;6).
19
Dikutip dari Sedarmayanti (2013;82) bahwa “Efektivitas organisasi
sebagai tingkat keberhasilan organisasi dalam usaha untuk mencapai tujuan
dan sasaran. Efektivitas merupakan konsep penting dalam organisasi, karena
mampu memberikan gambaran keberhasilan organisasi dalam mencapai
sasaran. Pengukuran efektivitas organisasi bukan hal sederhana, banyak
organisasi besar dengan banyak bagian yang sifatnya berbeda, bagian
tersebut mempunyai sasarannya sendiri yang satu sama lain berbeda,
sehingga menimbulkan kesulitan dalam melakukan pengukuran efektivitas”.
Masih dikutip dari Sedarmayanti (2013;82), dimensi untuk mengukur
efektivitas organisasi antara lain :
1. Kemampuan organisasi memanfaatkan lingkungan untuk memperoleh
berbagai jenis sumber langka dan bernilai tinggi.
2. Kemampuan pengambil keputusan dalam organisasi untuk
menginterpretasikan sifat lingkungan secara tepat.
3. Kemampuan organisasi menghasilkan keluaran tertentu dengan
sumber yang diperoleh.
4. Kemampuan organisasi dalam memelihara kegiatan operasional sehari
– hari.
20
Berdasarkan Setianingsih, B., Setyowati, E., & Siswidiyanto
(2015;1932) maka efektivitas berkaitan dengan tingkat pencapaian sebuah
tujuan/sasaran. Dikatakan efektif jika tujuan tersebut dapat tercapai secara
maksimal & memiliki tingkat akurasi tinggi dari perencanaan awal. Oleh karena
itu, efektivitas memiliki sejumlah indikator dalam menentukan tinggi rendahnya
pencapaian suatu tujuan. Indikator efektivitas dalam perencanaan
pembangunan daerah adalah:
1. Satuan waktu;
2. Satuan hasil;
3. Kualitas kerja; dan
4. Kepuasan masyarakat.
Indikator efektivitas merupakan suatu tolak ukur dalam menentukan
tingkat pencapaian suatu tujuan. Efektif merupakan gambaran bahwa tujuan
yang tercapai telah diukur berdasarkan hasil gunanya. Efektif juga sangat erat
dengan penyelesaian sebuah permasalahan, oleh karena itu efektivitas
terkadang tidak diukur oleh seberapa banyak biaya yang dibutuhkan, namun
lebih berfokus pada optimalisasi permasalahan yang dapat terselesaikan.
21
Menurut Steers, R. M (1977:208-209), “efektivitas digolongkan dalam 3
(tiga) model, yaitu :
1. Model optimasi tujuan, penggunaan model optimasi bertujuan terhadap
efektivitas organisasi memungkinkan diakuinya bahwa organisasi yang
berbeda mengejar tujuan yang berbeda pula. Dengan demikian nilai
keberhasilan atau kegagalan relatif dari organisasi tertentu harus
ditentukan dengan membandingkan hasil-hasil dengan tujuan
organisasi.
2. Prespektif sistem, memusatkan perhatiannya pada hubungan antara
komponen-komponen baik yang berbeda didalam maupun yang berada
diluar organisasi. Sementara komponen ini secara bersama-sama
mempengaruhi keberhasilan atau keberhasilan organisasi. Jadi model
ini memusatkan perhatiannya pada hubungan sosial organisasi
lingkungan.
3. Tekanan pada perilaku, dalam model ini, efektivitas organisasi dilihat
dari hubungan antara apa yang diinginkan organisasi. Jika keduanya
relatif homogen, kemungkinan untuk meningkatkan prestasi
keseluruhan organisasi sangat besar”.
22
Berdasarkan pendekatan-pendekatan dalam efektivitas organisasi yang
telah dikemukakan sebelumnya maka dapat dikatakan bahwa faktor-faktor
yang mempengaruhi efektivitas organisasi adalah sebagai berikut:
1. Adanya tujuan yang jelas,
2. Struktur organisasi,
3. Adanya dukungan atau partisipasi masyarakat,
4. Adanya sistem nilai yang dianut.
Organisasi akan berjalan terarah jika memiliki tujuan yang jelas. Adanya
tujuan akan memberikan motivasi untuk melaksanakan tugas dan tanggung
jawabnya. Tujuan organisasi adalah memberikan pengarahan dengan cara
menggambarkan keadaan yang akan datang yang senantiasa dikejar dan
diwujudkan oleh organisasi. Struktur dapat mempengaruhi efektifitas
dikarenakan struktur yang menjalankan organisasi. Struktur yang baik adalah
struktur yang kaya akan fungsi dan sederhana. Selanjutnya, tanpa ada
dukungan dan partisipasi serta sistem nilai yang ada maka akan sulit untuk
mewujudkan organisasi yang efektif. Faktor-faktor yang mempengaruhi
organisasi harus mendapat perhatian yang seriuas apabila ingin mewujudkan
suatu efektivitas.
23
Kemudian, empat faktor yang mempengaruhi efektivitas, yang
dikemukakan oleh Steers, R. M (1977:209 - 211) sebagai berikut :
1. Karakteristik Organisasi adalah hubungan yang sifatnya relatif tetap
seperti susunan sumber daya manusia yang terdapat dalam organisasi.
Struktur merupakan cara yang unik menempatkan manusia dalam
rangka menciptakan sebuah organisasi. Dalam struktur, manusia
ditempatkan sebagai bagian dari suatu hubungan yang relatif tetap yang
akan menentukan pola interaksi dan tingkah laku yang berorientasi
pada tugas.
2. Karakteristik Lingkungan mencakup dua aspek. Aspek pertama adalah
lingkungan ekstern yaitu lingkungan yang berada di luar batas
organisasi dan sangat berpengaruh terhadap organisasi, terutama
dalam pembuatan keputusan dan pengambilan tindakan. Aspek kedua
adalah lingkungan intern yang dikenal sebagai iklim organisasi yaitu
lingkungan yang secara keseluruhan dalam lingkungan organisasi.
3. Karakteristik Pekerja merupakan faktor yang paling berpengaruh
terhadap efektivitas. Di dalam diri setiap individu akan ditemukan
banyak perbedaan, akan tetapi kesadaran individu akan perbedaan itu
sangat penting dalam upaya mencapai tujuan organisasi. Jadi apabila
24
suatu organisasi menginginkan keberhasilan, organisasi tersebut harus
dapat mengintegrasikan tujuan individu dengan tujuan organisasi.
4. Karakteristik Manajemen adalah strategi dan mekanisme kerja yang
dirancang untuk mengkondisikan semua hal yang ada di dalam
organisasi sehingga efektivitas tercapai. Kebijakan dan praktek
manajemen merupakan alat bagi pimpinan untuk mengarahkan setiap
kegiatan guna mencapai tujuan organisasi. Dalam melaksanakan
kebijakan dan praktek manajemen harus memperhatikan manusia, tidak
hanya mementingkan strategi dan mekanisme kerja saja. Mekanisme
ini meliputi penyusunan tujuan strategis, pencarian dan pemanfaatan
atas sumber daya, penciptaan lingkungan prestasi, proses komunikasi,
kepemimpinan dan pengambilan keputusan, serta adaptasi terhadap
perubahan lingkungan inovasi organisasi.
Menurut pendapat di atas terdapat kesimpulan bahwa:
1. Organisasi terdiri atas berbagai unsur yang saling berkaitan, jika salah
satu unsur memiliki kinerja yang buruk, maka akan mempengaruhi
kinerja organisasi secara keseluruhan;
2. Keefektifan membutuhkan kesadaran dan interaksi yang baik dengan
lingkungan;
25
3. Kelangsungan hidup organisasi membutuhkan pergantian sumber daya
secara terus menerus. Suatu perusahaan yang tidak memperhatikan
faktor-faktor yang mempengaruhi efektivitas organisasi akan
mengalami kesulitan dalam mencapai tujuannya, tetapi apabila suatu
perusahaan memperhatikan faktor-faktor tersebut maka tujuan yang
ingin dicapai dapat lebih mudah tercapai hal itu dikarenakan efektivitas
akan selalu dipengaruhi oleh faktor-faktor tersebut.
Sebagaimana yang dikemukakan oleh Steers, R. M (1977:46)
“Tercapainya tingkat efektivitas yang tinggi perlu memperhatikan kriteria-
kriteria efektivitas adalah produktivitas, kemampuan berlaba dan
kesejahteraan pegawai”.
Menurut pendapat Steers, R. M (1977:46-48) menyebutkan beberapa
ukuran daripada efektivitas, yaitu :
1. Kualitas artinya kualitas yang dihasilkan oleh organisasi;
2. Produktivitas artinya kuantitas dari jasa yang dihasilkan;
3. Kesiagaan yaitu penilaian menyeluruh sehubungan dengan
kemungkinan dalam hal penyelesaian suatu tugas khusus dengan baik;
4. Efisiensi merupakan perbandingan beberapa aspek prestasi terhadap
biaya untuk menghasilkan prestasi tersebut;
26
5. Penghasilan yaitu jumlah sumber daya yang masih tersisa setelah
semua biaya dan kewajiban dipenuhi;
6. Pertumbuhan adalah suatu perbandingan mengenai eksistensi
sekarang dan masa lalunya;
7. Stabilitas yaitu pemeliharaan struktur, fungsi dan sumber daya
sepanjang waktu;
8. Kecelakaan yaitu frekuensi dalam hal perbaikan yang berakibat pada
kerugian waktu;
9. Semangat Kerja yaitu adanya perasaan terikat dalam hal pencapaian
tujuan, yang melibatkan usaha tambahan, kebersamaan tujuan dan
perasaan memiliki;
10. Motivasi artinya adanya kekuatan yang mucul dari setiap individu untuk
mencapai tujuan;
11. Kepaduan yaitu fakta bahwa para anggota organisasi saling menyukai
satu sama lain, artinya bekerja sama dengan baik, berkomunikasi dan
mengkoordinasikan;
12. Keluwesan Adaptasi artinya adanya suatu rangsangan baru untuk
mengubah prosedur standar operasinya, yang bertujuan untuk
mencegah keterbekuan terhadap rangsangan lingkungan.
27
Berdasarkan uraian di atas, bahwa ukuran daripada efektifitas harus
adanya suatu perbandingan antara input dan output, ukuran daripada
efektifitas mesti adanya tingkat kepuasan dan adanya penciptaan hubungan
kerja yang kondusif serta intensitas yang tinggi, artinya ukuran dari pada
efektivitas adanya rasa saling memiliki dengan tingkatan yang tinggi.
Pandangan yang sama menurut pendapat Drucker, P. F (1985; preface)
mendefinisikan ”Effectiveness is what executives are being paid for, whether
they work as managers who are responsible for the performance of others as
well as their own, or as individual professional contributors responsible for their
own performance only”.
Memperhatikan pendapat para ahli di atas, bahwa konsep efektivitas
merupakan suatu konsep yang bersifat multidimensional, artinya dalam
mendefinisikan efektivitas berbeda-beda sesuai dengan dasar ilmu yang
dimiliki walaupun tujuan akhir dari efektivitas adalah pencapaian tujuan.
Menurut Cameron, K. S., & Whetten, D. A. (1996;267), “Organizational
effectiveness is not like to go away. We recounted three main reasons why
effectiveness was here to stay. First, organizational effectiveness lies at the
center of all models and theories of organization. Second, the effectiveness
was the ultimate dependent variable in organizational research. Third,
28
individuals are constantly faced with the need to make judgements about the
effectiveness of organizations”.
Menurut pendapat Gibson, J. L et.al (2012:19) menyebutkan bahwa
“effectiveness means different things to different people, whether in a
theoretical or practical sence. Differences in its meaning reflect one’s
adherence to the goal approach, the system theory approach, or the
stakeholder approach. Managers must be able to use each of these
approaches to effectiveness when appropriate”.
Dalam Robbins, S. P., & Judge, T. A (2013;10), “Organizational
Behavior is a field of study that investages that impact that individuals, groups
and structure have on behavior within organization, for purpose of applying
such knowledge toward improving an organization’s effectiveness”.
Menurut Adianto, & As'ari, H (2016;23) bahwa Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah (DPRD) adalah salah satu lembaga yang mewakili seluruh
lapisan masyarakat dalam pemerintahan. Sehingga dalam pelaksanaan
tugasnya, DPRD memiliki tiga fungsi penting berdasarkan Undang – Undang
Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah yaitu legislasi
(pengesahan peraturan bersama Kepala Daerah), budgeting (penganggaran)
dan monitoring (pengawasan).
29
Sesungguhnya fungsi DPRD sebagai wakil rakyat atau lebih tepat
penyalur aspirasi atau kepentingan publik sebagian besar sudah tercakup
dalam fungsi legislatif dan fungsi pengawasan.
Perwakilan (refresentatif) adalah konsep bahwa seseorang atau suatu
kelompok mempunyai kemampuan atau kewajiban untuk membicarakan dan
bertindak atas nama suatu kelompok yang lebih besar. Dewasa ini anggota
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah pada umumnya mewakili rakyat melalui
partai politik hal ini dinamakan perwakilan yang bersifat politik (political
refresentative). Umumnya perwakilan politik mempunyai kelemahan karena
yang terpilih biasanya adalah orang-orang populer kerena repotasi politiknya,
akan tetapi belum tentu mempunyai kemampuan serta menguasai masalah-
masalah teknis pemerintah, perekonomian, dan lain sebagainya. Sedangkan
para ahli dalam bidang tersebut sukar terpilih melalui perwakilan politik ini.
Konsep DPRD adalah pengikutsertaan rakyat untuk turut bertanggung
jawab di dalam pemerintahan diwujudkan dengan adanya lembaga DPRD
yang melaksanakan fungsi legislatif dan tugas kontrol dan pengawasan atas
pelaksanaan tugas kepala daerah (eksekutif) dalam melaksanakan tugasnya.
Penyertaan rakyat di dalam pemerintah daerah melalui wakil- wakilnya adalah
sejalan dengan asas demokrasi yang dianut oleh negara Republik Indonesia.
30
Pelaksanaan hak rakyat ini dilakukan lewat Pemilihan Umum yang
diselenggarakan pemerintah setiap periode tertentu.
Reses DPRD pada dasarnya berkaitan dengan kegiatan memberi
peluang bagi masyarakat tanpa perbedaan rasial untuk partisipasi atau
keterlibatan, keterbukaan informasi, akuntabilitas bagi masyarakat,
terbangunnya suatu konsensus dalam proses pengambilan keputusan di
DPRD.
Dikutip dari Putri, Q. K., & Tinov, M. T (2015;2) melalui reses, para wakil
rakyat yang bersidang di gedung milik rakyat dapat mengetahui secara lebih
detail kondisi masyarakat di daerahnya, sehingga pelaksanaan program serta
evaluasi pembangunan dapat dioptimalkan dan dimamfaatkan oleh seluruh
lapisan masyarakat. Selain itu, reses juga dilakukan untuk memaksimalkan
kinerja anggota dewan.
Reses atau pokok-pokok pikiran DPRD sudah ada sejak lama,
walaupun tidak menggunakan nomenklatur yang lain yaitu “penjaringan
aspirasi masyarakat”. Untuk memudahkan, kita lihat regulasi yang mengatur
terkait judul diatas. Regulasi tersebut ada di sisi Tatib DPRD dan Pengelolaan
Keuangan Daerah.
31
Dikutip dari Demmu, B et al (2017;332), Adapun Kebijakan Pelaksanaan
Reses Anggota DPRD sebagai berikut:
a. Penyampaian hasil reses melalui Pokok-pokok Pikiran DPRD yang
disampaikan di paripurna seharusnya disampaikan kepada pemerintah
sebelum pelaksanaan musrenbang desa, kecamatan, kabupaten dan provinsi,
dimaksudkan agar aspirasi masyarakat dapat diakomodir dalam hasil-hasil
musrenbang.
b. Substansi Laporan Reses Anggota DPRD dan Dokumen Pokok-pokok
pikiran DPRD sudah seharusnya di susun dalam bahasa program yang jelas
dan konkrit sehingga memudahkan untuk dirujuk untuk penyusunan APBD.
c. Hendaknya dibentuk tim perumus pokok-pokok pikiran yang meliputi
perwakilan masing-masing dapil dan didampingi tenaga ahli bertugas
memastikan hasil reses setiap anggota DPRD telah termuat dalam pokok-
pokok pikiran secara jelas dan konkrit.
Undang – Undang 17 Tahun 2014 tentang Majelis Permusyawaratan
Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah khususnya pada pasal 373 yang mengatur
Kewajiban Anggota DPRD Kabupaten / Kota yakni menampung dan
menindaklanjuti aspirasi dan pengaduan masyarakat.
32
Jika dilihat dari Peraturan Pemerintah yang mengatur tentang Tata
Tertib DPRD. Maka dalam beberapa tahun terakhir telah terjadi beberapa kali
perubahan regulasi. Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2010 Pasal 30 (j)
tentang Pedoman Penyusunan Tata Tertib Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
(DPRD) mempunyai kewajiban: memperhatikan dan menyalurkan aspirasi,
menerima keluhan dan pengaduan masyarakat.
Selanjutnya dipertajam di Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2010
menjelaskan bahwa Anggota DPRD mempunyai kewajiban: menyerap,
menghimpun, menampung, dan menindaklanjuti aspirasi masyarakat dan
Badan Anggaran mempunyai tugas: memberikan saran dan pendapat
berupa pokok-pokok pikiran DPRD (pokir) kepada kepala daerah dalam
mempersiapkan rancangan anggaran pendapatan dan belanja daerah paling
lambat 5 (lima) bulan sebelum ditetapkannya APBD.
Jadi pada prinsipnya sejak awal sudah ada tugas DPRD maupun
anggota DPRD terkait dengan aspirasi masyarakat. Tetapi era Peraturan
Pemerintah Nomor 16 Tahun 2010, hal tersebut dipertegas dari sisi ruang
lingkup dan pelaksanaannya yaitu menjadi tugas Badan Anggaran
Tetapi tidak ada penjelasan lanjutan terkait dengan pokir tersebut.
Misalnya, bagaimana menyusun pokir? Kapan mulainya? Siapa saja yang
terlibat dalam penyusunan pokir?
33
Untuk mempermudah pemahaman, ketika ditatib DPRD mengatur
tentang Pokir DPRD ataupun aspirasi masyarakat, regulasi terkait pengelolaan
keuangan daerah saat itu yang berlaku juga mengakomodir, yaitu pada
Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 29 Tahun 2002. Pasal 17(2)
Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 29 Tahun 2002 sudah ada
“penjaringan aspirasi masyarakat”, tetapi penjaringan aspirasi masyarakat
(jaring asmara) tidak diadop lagi di Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun
2005 dan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006.
Di Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 29 Tahun 2002, penjaringan
aspirasi masyarakat memang tidak ditegaskan bahwa itu harus DPRD yang
melaksanakan, tetapi Pemerintah Daerah bersama-sama DPRD saat
menyusun Arah dan Kebijakan Umum APBD. Kepmendagri 29/2002 juga tidak
pernah menjelaskan lebih detail terkait jaring asmara tersebut.
Lalu dimana pokir DPRD di implementasikan? Apakah saat penyusunan
RKPD atau saat penyusunan RKA-SKPD? Pokir DPRD ternyata diatur pada
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 54 Tahun 2010 tentang pelaksanaan
peraturan pemerintah nomor 8 tahun 2008 tentang tahapan, tatacara
penyusunan, pengendalian, dan evaluasi pelaksanaan rencana pembangunan
daerah. Artinya yang semula pokir DPRD atau aspirasi masyarakat diberi
34
ruang saat penganggaran APBD (Kepmendagri 29/2002) saat ini dialihkan
ketika perencanaan (Permendagri 54/2010).
Dapat ditegaskan bahwa pokir DPRD ditampung saat Perencanaan
(tepatnya saat penyusunan RKPD) bukan saat penganggaran (Saat
penyusunan RKA-SKPD). Apa implikasi hal ini? Ketika di penganggaran,
DPRD memiliki kewenangan untuk membahas dan menyetujui, tetapi ketika di
Perencanaan, apa kewenangan DPRD? Sebab hal ini terkait dengan usulan
pokir DPRD dapat diakomodir atau tidak. Dan itu penting sekali bagi DPRD
terhadap konstituen mereka.
Dari sisi DPRD tidak mengatur secara detail, PP 16/2010 hanya
mengatur memberikan saran dan pendapat berupa pokok-pokok pikiran
DPRD kepada kepala daerah dan paling lambat 5 (lima) bulan sebelum
ditetapkannya APBD. Jika dilihat dari siapa yang membuat RKPD, maka pokir
DPRD akan diterima oleh Bappeda.
Untuk menghubungkan antara Pokir DPRD, reses DPRD dan
Penyusunan RKPD, kita mulai PP 16/2010 dan Permendagri 54/2010 tentang
pelaksanaan peraturan pemerintah nomor 8 tahun 2008 tentang tahapan,
tatacara penyusunan, pengendalian, dan evaluasi pelaksanaan rencana
pembangunan daerah.
35
Masih pada Permendagri 54/2010 dinyatakan Penelaahan Pokok-pokok
Pikiran DPRD yaitu penelaahan kajian permasalahan pembangunan daerah
yang diperoleh dari DPRD berdasarkan hasil rapat dengan DPRD, seperti
rapat dengar pendapat dan/atau rapat hasil penyerapan aspirasi melalui reses.
Pokok-pokok pikiran DPRD memuat pandangan dan pertimbangan
DPRD mengenai arah prioritas pembangunan serta rumusan usulan
kebutuhan program/kegiatan yang bersumber dari hasil penelaahan pokok-
pokok pikiran DPRD tahun sebelumnya yang belum terbahas dalam
musrenbangdan agenda kerja DPRD untuk tahun rencana. Penelaahan
dimaksudkan untuk mengkaji kemungkinan dijadikan sebagai masukan dalam
perumusan kebutuhan program dan kegiatan pada tahun rencana berdasarkan
prioritas pembangunan daerah. Dokumen penelaahan pokok-pokok pikiran
DPRD diperoleh dari hasil sidang paripurna DPRD, yang dapat dimintakan dari
sekretariat DPRD.
Langkah-langkah yang perlu dilakukan dalam rangka penelaahan
pokok-pokok pikiran DPRD, antara lain sebagai berikut:
1. Inventarisasi jenis program/kegiatan yang diusulkan DPRD dalam
dokumen rumusan hasil penelaahan pokok-pokok pikiran DPRD tahun
lalu dan dikelompokkan kedalam urusan SKPD.
36
2. Kaji pandangan dan pertimbangan yang disampaikan berkaitan dengan
usulan program/kegiatan hasil penelaahan tersebut.
3. Indikator kinerja yang diusulkan serta lokasi yang diusulkan.
4. Lakukan pengecekan dan validasi oleh tim penyusun RKPD yang
berasal dari SKPD terkait terhadap kebutuhan riil di lapangan dengan
mempertimbangkan asas manfaat, kemendesakan, efisiensi dan
efektivitas.
5. Rumuskan usulan program dan kegiatan yang dapat diakomodasikan
dalam rancangan awal RKPD.
Berdasarkan Permendagri Nomor 86 Tahun 2017 Pasal 78 ayat 1
dimana dalam penyusunan rancangan awal Rencana Kerja Pemerintah
Daerah (RKPD) mencakup penelahaan pokok – pokok pikiran DPRD. Di ayat
2 pada pasal yang sama pula dijelaskan DPRD memberikan saran dan
pendapat berupa pokok-pokok pikiran DPRD berdasarkan hasil
reses/penjaringan aspirasi masyarakat sebagai bahan perumusan kegiatan,
lokasi kegiatan dan kelompok sasaran yang selaras dengan pencapaian
sasaran pembangunan yang telah ditetapkan dalam Peraturan Daerah tentang
RPJMD.
37
Keterlibatan DPRD dalam musrenbang adalah sangat penting, karena
banyak pengambilan keputusan perencanaan dan penganggaran yang
dilakukan oleh DPRD, sehingga tanpa keterlibatan DPRD sukar dipastikan
apakah hasil musrenbang ini mendapatkan dukungan sepenuhnya dari DPRD.
Adalah diharapkan bahwa DPRD dapat menyampaikan pokok-pokok
pikirannya dalam penyusunan RKPD (sebagai hasil reses dan penjaringan
aspirasi masyarakat yang dilakukannya di daerah pemilihannya). Keterlibatan
legislatif dalam proses Musrenbang sebenarnya bisa menjadi penyeimbang
dalam proses penyusunan rencana pembangunan. Keterlibatan yang
dimaksud bukan sekedar kehadiran anggota legislatif sebagai undangan
seremonial pengesahan RKPD, tetapi keterlibatan legislatif seharusnya juga
ikut dalam proses pembahasan isi/substansi draft rencana pembangunan yang
akan disahkan. Dengan demikian ada interaksi yang aktif antara legislatif,
masyarakat dan eksekutif dalam proses perencanaan pembangunan daerah”.
Adanya kekhawatiran akan munculnya keinginan atau program-
program politis dari anggota Legislatif jika dilibatkan dalam forum Musrenbang
sebenarnya tidak beralasan. Karena kekhawatiran serupa juga bisa
dialamatkan kepada jajarang eksekutif (Pimpinan daerah dan juga pimpinan
SKPD). Justru, fungsi kontrol terhadap munculnya program- program politis
dan kepentingan pihal-pihak tertentu akan bisa diminimalisir dengan
38
melibatkan semua jajaran pemerintahan dalam hal ini legislatif.
Menurut Irtanto (2008;122) bahwa “Tingkat realibilitas anggota DPRD
dalam menyerap dan menyampaikan aspirasi masyarakat melalui reses atau
pokok – pokok pikiran DPRD sangat penting. Semakin tinggi tingkat
kemampuan anggota DPRD mentransformasikan isu – isu yang ditawarkan
pada saat kampanye ke dalam kebijakan publik, berarti semakin tinggi tingkat
reabilitas anggota DPRD”.
Maka dalam penelitian ini akan membahas tentang efektifitas reses
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) dalam perencanaan pembangunan
daerah Kota Depok Tahun 2017, yakni apakah reses DPRD dalam
perencanaan pembangunan daerah telah sesuai dengan prioritas
pembangunan Kota Depok dan kebutuhan masyarakat Kota Depok.
2. Konsep Kunci
Dalam Penelitian ini reses DPRD dalam perencanaan pembangunan
daerah bertujuan untuk menampung dan mengakomodir serta menindaklanjuti
aspirasi / kebutuhan masyarakat khususnya masyarakat Kota Depok.
Reses merupakan komunikasi dua arah antara legislatif dengan
konsituen melalui kunjungan kerja secara berkala merupakan kewajiban
anggota DPRD untuk bertemu dengan konsituennya secara rutin pada setiap
39
masa reses. Sedangkan masa reses adalah masa kegiatan DPRD di luar
kegiatan masa sidang dan diluar gedung. Adapun indikator efektivitas reses
DPRD yang dimaksud antara lain berupa Ketepatan Waktu penyampaian hasil
reses DPRD berupa Program dan Kegiatan yang diusulkan, Kualitas Program
dan Kegiatan yang diusulkan, Hasil / Realisasi dari Program dan Kegiatan yang
diusulkan dan Kepuasan Masyarakat terhadap hasil dari Usulan Program dan
Kegiatan yang direalisasikan melalui mekanisme reses DPRD itu sendiri.
Reses DPRD ini merupakan salah satu cara masyarakat dalam
memberikan usulan program dan kegiatan yang sangat dibutuhkan di kondisi
lingkungan mereka. Reses DPRD ini merupakan salah satu proses
pendekatan secara politik di dalam sistem perencanaan pembangunan baik
tingkat nasional maupun daerah.
Di dalam penelitian ini efektivitas reses DPRD dalam sistem
perencanaan pembangunan daerah adalah tercapainya sebuah
tujuan/sasaran dimana efektivitas memiliki indikator yang telah ditentukan
dalam hal ini mulai dari ketepatan waktu dalam proses penyampaian reses
DPRD, Kualitas Program dan Kegiatan yang diusulkan, Realisasi dari Program
dan Kegiatan yang diusulkan dan Tingkat Kepuasan Masyarakat terhadap
hasil dari usulan program dan kegiatan reses DPRD.
40
Adapun indikator efektivitas yang ingin dicapai dalam reses DPRD
dimaksud adalah sebagai berikut :
1) Ketepatan waktu dalam proses penyampaian hasil reses DPRD
Sesuai dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 86 Tahun 2017
pasal 178 ayat 5 menyebutkan Pokok-pokok pikiran DPRD sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), disampaikan paling lambat 1 (satu) minggu sebelum
Musrenbang RKPD dilaksanakan. Artinya dalam hal ini reses DPRD itu sendiri
dapat efektif jika ketepatan waktu penyampaian reses DPRD itu sendiri telah
sesuai dengan aturan dan mekanisme yang telah ditetapkan.
2) Kualitas Program dan Kegiatan yang diusulkan.
Reses DPRD dapat dikatakan efektif juga ketika kualitas program dan
kegiatan yang diusulkan benar – benar sesuai dengan kebutuhan masyarakat
sekitar bukan sesuai dengan kepentingan pribadi maupun kepentingan politik.
3) Hasil / Realisasi dari Program dan Kegiatan yang diusulkan.
Setelah kedua hal tersebut di atas terpenuhi maka langkah selanjutnya
adalah bagaimana dengan realisasi dari Program dan Kegiatan yang sudah
diusulkan oleh masyarakat melalui reses DPRD. Dalam hal ini realisasi bukan
fokus hanya dari sisi nilai anggaran dari Program dan Kegiatan yang diusulkan
41
tetapi lebih dari apakah usulan tersebut dapat dilaksanakan sesuai dengan apa
yang diharapkan dan dibutuhkan oleh masyarakat. Jika hal itu terjadi, maka
dapat dikatakan reses DPRD itu efektif.
4) Kepuasan masyarakat terhadap hasil dari usulan program dan
kegiatan reses DPRD.
Berbicara tingkat kepuasan masyarakat pastinya bukan saja usulan
program dan kegiatan yang sudah diusulkan oleh masyarakat sudah
terealisasikan berupa wujud fisik tetapi tentunya hasil yang diharapkan dari
realisasi tersebut seperti contoh apakah hasil dari pembangunan sebuah jalan
lingkungan di sekitar masyarakat tersebut dapat memberikan dampak positif
dalam hal ini meningkatkan perekonomian dan hasilnya dapat dirasakan
secara langsung dan signifikan oleh masyarakat.
B. Model Berpikir
Berdasarkan konsep kunci maka dapat disimpulkan model berpikir
dalam pembuatan proposal tesis ini yang dapat digambarkan seperti gambar
di bawah ini.
42
EFEKTIVITAS RESES DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH (DPRD) DALAM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KOTA DEPOK
TAHUN 2017
C. Pertanyaan Penelitian
Untuk memperoleh informasi yang cukup guna mendapatkan gambaran
lebih mendalam mengenai fokus permasalahan, maka dapat merumuskan
beberapa pertanyaan penelitian yang perlu dijawab, yaitu :
1. Bagaimana ketepatan waktu dalam proses penyampaian reses DPRD
dalam perencanaan pembangunan daerah Kota Depok Tahun 2017?
2. Bagaimana kualitas usulan program dan kegiatan melalui reses DPRD
dalam perencanaan pembangunan daerah Kota Depok Tahun 2017?
3. Bagaimana hasil / realisasi usulan program dan kegiatan reses DPRD
dalam perencanaan pembangunan daerah Kota Depok Tahun 2017?
4. Bagaimana kepuasan masyarakat terhadap reses DPRD dalam
perencanaan pembangunan daerah Kota Depok Tahun 2017?
KETEPATAN WAKTU
PENYAMPAIAN
KUALITAS USULAN PROGRAM DAN
KEGIATAN
HASIL / REALISASI USULAN PROGRAM
DAN KEGIATAN
KEPUASAN MASYARAKAT
43
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Metode Penelitian
Obyek dari penelitian yang akan dilakukan ini adalah manusia, sehingga
peneliti merasa lebih tepat jika menggunakan penelitian kualitatif. Penelitian
kualitatif adalah penelitian dengan menggunakan latar alamiah, dengan
maksud menafsirkan fenomena yang terjadi dan dilakukan dengan jalan
melibatkan berbagai metode yang ada. Penelitian kualitatif adalah penelitian
yang menggunakan pendekatan naturalistik untuk mencari dan menemukan
pengertian atau pemahaman tentang fenomena dalam suatu latar yang
berkonteks khusus.
Paradigma yang digunakan dalam penelitian ini adalah paradigma
interpretatif. Paradigma interpretif lebih menekankan pada makna atau
interpretasi seseorang terhadap sebuah simbol. Tujuan penelitian dalam
paradigma ini adalah memaknai (to interpret atau to understand, bukan to
explain dan to predict) sebagaimana yang terdapat dalam paradigma
positivisme.
Pendekatan yang digunakan adalah studi kasus (case study).
Pendekatan case study ini bertujuan dimaksudkan untuk mempelajari secara
44
intensif tentang latar belakang masalah keadaan dan posisi suatu peristiwa
yang sedang berlangsung saat ini, serta interaksi lingkungan unit sosial
tertentu yang bersifat apa adanya (given). Subjek penelitian dapat berupa
individu, kelompok, institusi atau masyarakat. Penelitian case study
merupakan studi mendalam mengenai unit sosial tertentu dan hasil penelitian
tersebut memberikan gambaran luas serta mendalam mengenai unit sosial
tertentu. Subjek yang diteliti relatif terbatas, namun variabel-variabel dan fokus
yang diteliti sangat luas dimensinya.
A. Jenis dan Sumber Data
Subjek penelitian ini adalah informasi yang dijadikan sumber data.
Penetapan subjek penelitian di atas bersifat Purposive Sampling (sampel
bertujuan), di mana informan dipilih berdasarkan tingkat keterlibatan dan
pengusaannya dengan masalah, fokus dan tujuan penelitian. Apabila tidak
ditemukan lagi variasi data dari sejumlah informan, maka pengumpulan data
dihentikan, jadi jumlah informan bisa lebih banyak atau sedikit dari yang
diuraikan di atas.
45
Penelitian ini akan dilakukan di Pemerintah Kota Depok Provinsi Jawa
Barat. Alasan pemilihan lokasi di Pemerintah Kota Depok adalah dikarenakan
kedekatan peneliti dengan objek penelitian, di mana merupakan tempat peneliti
bekerja sehingga mudah dalam pengumpulan data.
Adapun sumber data dalam penelitian yang akan dilakukan ini adalah :
1. Informasi sebagai sumber utama dipilih secara purposif (purposive
sampling). Pemilihan informasi ini didasarkan atas pertimbangan pada
subyek yang banyak memiliki informasi yang berkaitan dengan
permasalahan yang akan diteliti dan bersedia memberikan data. Informasi
yang selanjutnya didasarkan kepada informasi awal untuk menunjuk orang
lain yang dapat memberikan informasi, dan kemudian informasi ini diminta
pula untuk menunjuk orang lain yang dapat memberikan informasi, dan
seterusnya. Cara ini lazim disebut dengan snowball sampling yang
dilakukan secara serial atau berurutan sampai tingkat kejenuhan. Tujuan
memperoleh variasi sebanyak-banyaknya hanya dapat dicapai apabila
pemilihan suatu sampel dilakukan jika satuan sebelumnya sudah dijaring
dan dianalisis; setiap satuan berikutnya dapat dipilih untuk memperluas
informasi yang telah diperoleh terlebih dahulu sehingga dapat
dipertentangkan atau diisi adanya kesenjangan informasi yang ditemui.
46
2. Peristiwa dalam penelitian ini mencakup segala sesuatu yang terjadi dan
berhubungan dengan masalah atau fokus penelitian. Peristiwa- peristiwa
yang diobservasi dikemukakan dalam teknik pengumpulan data.
3. Dokumen yang relevan dengan masalah dan fokus penelitian ini berupa
peraturan-peraturan yang berhubungan dengan pelaksanaan penyerapan
aspirasi reses atau pokok – pokok pikiran DPRD terhadap perencanaan
pembangunan daerah. Data yang diperlukan dalam penelitian ini meliputi
(a) data primer, yaitu data yang secara langsung diperoleh dari sumbernya,
melalui wawancara dan (b) data sekunder, yaitu data yang diperoleh tidak
secara langsung dari sumbernya, melalui penelahaan dokumen-dokumen
atau catatan tertulis.
C. Metode Pengumpulan dan Instrumen
Pengumpulan data dalam penelitian ini akan menggunakan wawancara
dan pengkajian dokumen. Hal ini bertujuan untuk pengumpulan data secara
metode kualitatif menggunakan wawancara, observasi, dan dokumen
(catatan atau arsip). Secara rinci pengumpulan data dalam penelitian ini
diperoleh dengan menggunakan teknik sebagai berikut:
47
1. Pengkajian Dokumen
Dokumen yang digunakan untuk mendapatkan informasi dalam
penelitian ini berupa : Usulan Prioritas Pertama Kegiatan hasil Musrenbang
Kelurahan dan Kecamatan yang sudah dimasukan ke dalam dokumen
perencanaan tahunan Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) dan Reses
atau Pokok – Pokok Pikiran DPRD Kota Depok. Seluruh data dikumpulkan dan
ditelaah oleh peneliti, tetapi dalam penelitian ini peneliti didukung instrumen
sekunder, yaitu catatan - catatan dan dokumen-dokumen yang berkaitan
dengan fokus penelitian. Pengkajian dokumen bertujuan untuk menjawab
tujuan penelitian yang pertama yaitu untuk mengetahui seberapa besar usulan
aspirasi masyarakat melalui reses atau pokok – pokok pikiran DPRD yang
masuk di dalam dokumen perencanaan tahunan Rencana Kerja Pemerintah
Daerah (RKPD) Kota Depok Tahun 2017.
2. Wawancara
Wawancara dengan informan sebagai nara sumber data dan informasi
dilakukan dengan tujuan penggalian informasi tentang fokus penelitian dan
digunakan untuk menjawab tujuan penelitian kedua yaitu untuk mengetahui
faktor-faktor yang mempengaruhi besar atau kecilnya penyerapan aspirasi
masyarakat melalui reses atau pokok – pokok pikiran DPRD dalam dokumen
48
perencanaan tahunan Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Kota Depok
Tahun 2017. Dengan kata lain, wawancara dilakukan antara lain untuk
mengkonstruksikan mengenai orang, kejadian, kegiatan, organisasi, perasaan,
motivasi, tuntutan, kepedulian dan lain-lain kebulatan, merekonstruksi
kebulatan-kebulatan demikian sebagai yang telah diharapkan untuk dialami
pada masa yang akan datang; memverifikasi, mengubah dan memperluas
informasi yang diperoleh dari orang lain dengan baik, baik manusia maupun
bukan manusia (triangulasi); dan memverifikasi, mengubah dan memperluas
konstruksi yang dikembangkan oleh peneliti sebagai pengecekan data. Dalam
wawancara ini peneliti mewawancarai informan mengenai hal-hal yang
berkaitan dengan proses penyerapan aspirasi masyarakat melalui reses atau
pokok – pokok pikiran DPRD, keterlibatan para anggota DPRD atau legislatif
dalam proses penyusunan perencanaan pembangunan daerah yang dimulai
dari pelaksanaan Musrenbang Tingkat Kelurahan sampai dengan proses
penyusunan dokumen perencanaan Rencana Kerja Pemerintah Daerah
(RKPD) Kota Depok ditetapkan, dengan mengemukakan pertanyaan-
pertanyaan dengan terstruktur jika dilakukan secara formal, dan pertanyaan
tidak terstruktur jika dilakukan secara tidak formal dan aktor.
49
Instrumen penelitian utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah
peneliti sendiri dengan menggunakan wawancara mendalam (indepth
interview), sedangkan untuk memandu wawancara peneliti menyiapkan
panduan pertanyaan tentang hal-hal pokok yang ingin diketahui. Panduan ini
mempermudah peneliti dalam mengarahkan pembicaraan atau wawancara.
Namum demikian hal ini tidak menutup kemungkinan bahwa wawancara
tersebut semakin berkembang sesuai dengan kondisi di lapangan. Alat bantu
yang digunakan metode wawancara ini adalah voice recorder dan catatan -
catatan wawancara.
Obyek analisis pada penelitian ini adalah realitas organisasi
pemerintahan daerah sebagai sebuah komunitas, yang di dalamnya terjadi
interaksi antara individu dan struktur. Informan yang dipilih dalam penelitian ini
adalah para aparatur yang terlibat langsung dan mempunyai pengalaman
dalam proses penyusunan perencanaan pembangunan daerah.
Adapun informan dengan perincian sebagai berikut :
No Nama Pegawai Instansi
1 Drg. H. Hardiono, Sp,BM Sekretariat Daerah
2 Ir. Widyati Nuraeni Bappeda
3 Reni Siti Nuraeni, S.Si, M.Si Bappeda
4 Jumali, SE, M.Si Bappeda
50
5 Wahid Suryono, STP Badan Keuangan Daerah
6 Kemal Idris, STP Badan Keuangan Daerah
7 Siti Mahmud PUPR
8 Pak Refliyanto Dinas Perumahan dan Permukiman
9 Sri Sukapriyati Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan
10 Elfi Kurniasih, STP, M.SE Dinas Perlindungan
Anak Pemberdayaan Masyarakat dan
Keluarga
11 Ibu Leli Dinas Ketahanan Pangan, Pertanian dan
Perikanan 12 Muhammad Hidayattulah, S,Ag Kecamatan
13 Suparyono DPRD
14 Aripudin Masyarakat (Ketua RT)
Alasan akan pemilihan informan di atas didasarkan pada pertimbangan
sebagai berikut:
1) Satuan Kerja Perangkat Daerah yang terdiri dari Dinas Pekerjaan
Umum dan Penataan Ruang, Dinas Pendidikan, Dinas Perumahan dan
Permukiman, Dinas Ketahanan Pangan, Pertanian dan Perikanan, dan Dinas
Perlindungan Anak Pemberdayaan Masyarakat dan Keluarga) dan Kecamatan
yang akan dipilih sebagai informan karena atas pertimbangan bahwa mereka
merupakan SKPD pelaksana yang mempunyai tugas pokok dan fungsi
51
organisasi masing – masing melaksanakan program dan kegiatan yang
berkaitan sesuai dengan usulan yang diberikan para anggota legislative
(DPRD) melalui mekanisme reses atau pokok – pokok pikiran DPRD.
2) TAPD (Tim Anggaran Pemerintah Daerah), yang terdiri dari Badan
Perencanaan Pembangunan dan Penelitian Pengembangan Daerah dan
Badan Keuangan Daerah akan dipilih sebagai informan karena terlibat
langsung sebagai koordinator program dan kegiatan seluruh SKPD dalam
proses penyusunan perencanaan pembangunan daerah yang dimasukan ke
dalam dokumen perencanaan pembangunan daerah tahunan Rencana Kerja
Pemerintah Daerah (RKPD) dan menjadi pedoman dalam penyusunan
dokumen Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) yang dibahas dan
ditetapkan bersama – sama dengan DPRD dalam hal ini diwakili oleh Tim
Badan Anggaran DPRD.
3) DPRD (unsur Badan Anggaran) yang akan dipilih menjadi informan
karena mereka yang berperan sebagai actor dalam memberikan aspirasi
masyarakat melalui reses atau pokok – pokok pikiran DPRD berupa usulan
program dan kegiatan yang dimasukan ke dalam dokumen perencanaan
pembangunan daerah tahunan – Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD)
52
dan diakomodir di dalam dokumen Anggaran Pendapatan Belanja Daerah
(APBD).
4) Masyarakat akan dipilih sebagai informan atas pertimbangan bahwa
masyarakat yang mempunyai peran penting sebagai pelaku pembangunan
dan yang merasakan mamfaat secara langsung hasil dari pembangunan
tersebut.
D. Metode Pengolahan dan analisis data
Setelah data dan informasi yang diperlukan terkumpul selanjutnya
dianalisis dalam rangka menemukan makna temuan. Analisis data ialah proses
mengorganisasikan dan mengurutkan data kedalam pola, kategori dan satuan
uraian dasar sehingga dapat ditemukan tema dan dapat dirumuskan hipotesis
kerja seperti yang disarankan oleh data. Data dan informasi yang diperoleh
dari lokasi penelitian akan dianalisis secara kontinue setelah dibuat catatan
lapangan untuk menemukan Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap
Penyerapan Aspirasi Reses atau Pokok – Pokok Pikiran DPRD dalam
Perencanaan Pembangunan Daerah Kota Depok.
Analisis data dalam penelitian kualitatif bergerak secara induktif yaitu
fakta/data dikategorikan menuju ke tingkat abstraksi yang lebih tinggi.
53
melakukan sintesis dan mengembangkan teori bila diperlukan. Setelah data
dikumpulkan dari lokasi penelitian melalui wawancara, dan dokumen maka
dilakukan pengelompokan data. Kemudian dilakukan analisis penguraian dan
penarikan kesimpulan tentang Faktor - faktor yang berpengaruh Terhadap
Penyerapan Aspirasi Reses atau Pokok – Pokok Pikiran DPRD dalam
Perencanaan Pembangunan Daerah Kota Depok, analisis data dilakukan juga
dimaksudkan untuk menemukan unsur-unsur atau bagian-bagian yang
berisikan kategori yang lebih kecil dari data penelitian melalui wawancara dan
penelahaan dokumen perencanaan. Lalu data tersebut dianalisis agar
diketahui maknanya dengan cara menyusun data, menghubungkan data,
mereduksi data, penyajian data, penarikan kesimpulan/verifikasi selama dan
sesudah pengumpulan data. Analisis ini berlangsung secara sirkuler dan
dilakukan sepanjang penelitian. Karena itu sejak awal penelitian, peneliti sudah
mulai mencari pola-pola tingkah laku aktor, penjelasan-penjelasan, konfirmasi
yang mungkin terjadi, alur kausal, dan mencatat keteraturan.
54
DAFTAR PUSTAKA
Adianto, & As'ari, H. (2016). Model Penerapan Aspirasi Masyarakat oleh
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Jurnal Ilmu Administrasi Negara ,
14, 23 - 32.
Amalia, N. Q. (2017). Model Komunikasi Reses Anggota DPRD Kota
Pekanbaru Fraksi PDIP dan Fraksi Golkar dalam menyerap aspirasi
masyarakat di Dapil II Kecamatan Rumbai dan Rumbai Pesisir. JOM
FISIP , 4, 1 - 12.
Ashari, M., Wahyunadi, & Hailuddin. (2015). Analisis Perencanaan
Pembangunan Di Daerah Kabupaten Lombok Utara (Studi Kasus
Perencanaan Partisipatif Tahun 2009 - 2013). Jurnal Ekonomi &
Kebijakan Politik , 6, 165 - 166.
Cameron, K. S., & Whetten, D. A. (1996). Organizational Effectiveness and
Quality : The Second Generation. New York, America: Agathon Press.
Demmu, B., Patton, A., & Amin, J. (2017). Implementasi Hasil Reses Anggota
DPRD dalam Kebijakan Penyusunan Anggaran Pendapatan Belanja
Daerah Provinsi Kalimantan Timur. eJurnal Administrative Reform ,
325 - 334.
Drucker, P. F. (2002). The Effective Executive. New York, America:
HarperCollins.
55
Gibson, J. L., Ivancevich, J. M., Donnelly, J. H., & Konopaske, R. (2012).
Organizations - Behavior, Structure, Prossesses . New York, Amerika:
The McGraw Hill Companies.
Glasson, J., & Marshall, T. (2007). Regional Planning. New York, America:
Routledge.
Indonesia, R. (2004). Undang - Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem
Perencanaan Pembangunan Nasional. Jakarta: Bappenas.
Indonesia, R. (2008). Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2008 tentang
Tahapan, Tata Cara Penyusunan, Pengendalian dan Evaluasi
Pelaksanaan Rencana Pembangunan Daerah. Jakarta, Indonesia:
Kementerian Dalam Negeri.
Indonesia, R. (2010). Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2010 tentang
Pedoman Penyusunan Peraturan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
tentang Tata Tertib Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Jakarta:
Sekretariat Negara.
Indonesia, R. (2014). Undang - Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR,
DPR, DPD dan DPRD. Retrieved 2014, from hukumonline.com:
hukumonline.com
Indonesia, U. K. (2015). Peran DPRD Jawa Barat dalam Memperjuangkan
Kepentingan Publik. Jurnal Ilmu Politik dan Komunikasi , 1, 62.
56
Irtanto. (2008). Dinamika Politik Lokal Era Otonomi Daerah. Yogyakarta:
PUSTAKA PELAJAR.
M. K. (2004). Otonomi & Pembangunan Daerah (Reformasi, Perencanaan
Strategi dan Peluang). (W. C. Kristiaji, Ed.) Jakarta: Erlangga .
Negeri, K. D. (2002). Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 29 Tahun 2002.
Jakarta: Kementerian Dalam Negeri.
Negeri, K. D. (2010). Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 54 Tahun 2010.
Jakarta: Direktorat Jendral Bina Pembangunan Daerah.
Negeri, K. D. (2017). Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 86 Tahun 2017.
Jakarta: Kementerian Dalam Negeri.
Pea, R. D. (1982, Desember). What is Planning Development the Development
of? New Directions for Child Development , 6.
Programme, U. N. (2009). Handbook On Planning, Monitoring And Evaluating
For Development Results. New York, America: A.K. Office Supplies.
Putri, Q. K., & Tinov, M. T. (2015). Efektivitas Reses Anggota Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Bengkalis Periode
2009 - 2014. Reses DPRD, Members of Parliament .
Robbins, S. P., & Judge, T. A. (2013). Organizational Behavior (15th Edition
ed.). New Jersey, America: Pearson Education.
57
Sedarmayanti (2013). Reformasi Administrasi Publik, Reformasi Birokrasi, dan
Kepemimpinan Masa Depan. Bandung: PT. Refika Aditama.
Setianingsih, B., Setyowati, E., & Siswidiyanto. (2015). Efektivitas Sistem
Perencanaan Pembangunan Daerah (Simrenda) (Studi pada Badan
Perencanaan Pembangunan Daerah Kota Malang). Jurnal
Administrasi Publik (JAP) , 1930 - 1933.
Sjafrizal. (2015). Perencanaan Pembangunan Daerah Dalam Era Otonomi
(2nd Edition ed.). Jakarta: Rajawali Pers.
Sopanah, A. (2012). Ceremonial Budgetting : Public Participation in
Development Planning at Indonesian Local Government Authority.
JAMAR , 10, 73 - 84.
Steers, R. M. (1977). Efektivitas Organisasi (2nd Edition ed.). (D. M. Jamin,
Trans.) Jakarta: ERLANGGA.