bab i pendahuluan - abstrak.ta.uns.ac.id filekarya sastra, baik novel, drama dan puisi di zaman...

34
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra di tengah peradaban manusia tidak dapat ditolak, bahkan kehadirannya telah diterima sebagai salah satu realitas sosial budaya. Karya sastra tidak saja dinilai sebagai karya seni yang memiliki budi, imajinasi, dan emosi, tetapi telah dianggap sebagai suatu karya kreatif yang dimanfaatkan sebagai konsumsi emosional (Semi, 1993:1). Karya sastra, baik novel, drama dan puisi di zaman modern ini syarat dengan unsur-unsur psikologis sebagai manifestasi: kejiwaan pengarang, para tokoh fiksional dalam kisahan pembaca. Lebih spesifik lagi, karya fiksi psikologis merupakan suatu istilah yang digunakan untuk menjelaskan suatu novel yang bergumul dengan spiritual, emosional, mental para tokoh dengan cara lebih banyak mengkaji perwatakan daripada mengkaji alur atau peristiwa (Minderop, 2013:53). Psikologi sastra memberikan perhatian pada masalah kejiwaan para tokoh fiksional yang terkandung dalam karya sastra (Ratna, 2013:343). Kepribadian (psyche) menurut Jung merupakan keseluruhan pikiran, perasaan, dan tingkah laku kesadaran dan ketidaksadaran yang menyatu (Alwisol dalam Kasnadi, 2010:70). Teori tersebut jika dikaitkan dengan penelitian sastra, David Daiches dalam Kasnadi (2010:13) menyebutkan bahwa kepribadian tokoh cerita fiksi dapat muncul dari sejumlah peristiwa dan reaksi tokoh tersebut pada peristiwa yang dihadapinya.

Upload: ngodang

Post on 30-Apr-2019

231 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Karya sastra di tengah peradaban manusia tidak dapat ditolak, bahkan

kehadirannya telah diterima sebagai salah satu realitas sosial budaya. Karya sastra

tidak saja dinilai sebagai karya seni yang memiliki budi, imajinasi, dan emosi,

tetapi telah dianggap sebagai suatu karya kreatif yang dimanfaatkan sebagai

konsumsi emosional (Semi, 1993:1).

Karya sastra, baik novel, drama dan puisi di zaman modern ini syarat

dengan unsur-unsur psikologis sebagai manifestasi: kejiwaan pengarang, para

tokoh fiksional dalam kisahan pembaca. Lebih spesifik lagi, karya fiksi psikologis

merupakan suatu istilah yang digunakan untuk menjelaskan suatu novel yang

bergumul dengan spiritual, emosional, mental para tokoh dengan cara lebih

banyak mengkaji perwatakan daripada mengkaji alur atau peristiwa (Minderop,

2013:53).

Psikologi sastra memberikan perhatian pada masalah kejiwaan para tokoh

fiksional yang terkandung dalam karya sastra (Ratna, 2013:343). Kepribadian

(psyche) menurut Jung merupakan keseluruhan pikiran, perasaan, dan tingkah

laku kesadaran dan ketidaksadaran yang menyatu (Alwisol dalam Kasnadi,

2010:70). Teori tersebut jika dikaitkan dengan penelitian sastra, David Daiches

dalam Kasnadi (2010:13) menyebutkan bahwa kepribadian tokoh cerita fiksi dapat

muncul dari sejumlah peristiwa dan reaksi tokoh tersebut pada peristiwa yang

dihadapinya.

2

Peneliti menggali gelora jiwa dan nafsu yang tampil melalui para tokoh

berdasarkan analisis secara intrinsik terlebih dahulu dan selanjutnya didekati

melalui pendekatan psikologi. Penelitian novel Chima>r al-Chaki>m karya Taufi>q

al-Chaki>m menggunakan analisis struktural novel Robert Stanton yaitu fakta

cerita dan tema. Adapun fakta cerita meliputi alur, karakter, dan latar, selanjutnya

didekati menggunakan pendekatan psikologi yaitu psikologi sastra Carl Gustav

Jung.

Novel Chima>r al-Chaki>m diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia

menjadi Keledai yang Bijak adalah salah satu karya seorang sastrawan yang

bernama Taufi>q al-Chaki>m. Chaki>m termasuk salah satu sastrawan besar Mesir,

sampai-sampai ketika masa studinya di Perancis pada tahun 1924 dia habiskan

untuk menyaksikan pertunjukan teater dan mendalami dunia seni. Karya-karyanya

berjumlah 100 teater dan 62 karya lainnya. Karya yang dipublikasikan dengan

menggunakan bahasa Arab fuscha> hanya berjumlah 65 buku, termasuk 24 teater di

dalamnya. Judul-judul karya Chaki>m berupa naskah drama di antaranya adh-

Dhaif ats-Tsaqi>l ditulis ketika Chaki>m masih remaja pada tahun 1919, Ahlul-

Kahfi tahun 1933, ‘Ushfu>r minasy-Syarqi tahun 1938 dan Sulaiman al-Chaki>m,

sedangkan berupa buku atau novel di antaranya ‘Audatu ’r-Ru>ch tahun 1933,

Syahraza>d tahun 1943, al-Qashrul-Maschu>r tahun 1936 ditulis bersama Tha>ha>

Husen dan ‘Ahdu ’sy-Syaitha>n tahun 1938 karya antologi cerpen sosial (Fathoni,

2007:146).

Novel Chima>r al-Chaki>m menarik untuk diteliti dikarenakan novel

tersebut menggunakan judul hewan yaitu keledai akan tetapi lebih menceritakan

3

tentang tokoh utama yaitu “Aku”. Keledai yang diceritakan dalam novel hanyalah

tokoh yang dijadikan cerminan tokoh “Aku” dalam menghadapi realita kehidupan.

Selain itu, karena kepribadian tokoh utama “Aku” yang merupakan seorang

penulis, memiliki dimensi kepribadian sadar dan dimensi kepribadian tak sadar.

Penelitian ini menggunakan teori psikologi sastra Carl Gustav Jung

sebagai jembatan untuk menganalisis kepribadian tokoh utama dalam novel

Chima>r al-Chaki>m karya Taufi>q al-Chaki>m. Psikologi Jung tidak hanya tentang

kepribadian akan tetapi juga seluruh pemikiran, perasaan, dan perilaku nyata baik

disadari maupun yang tidak disadari. Kepribadian tokoh utama “Aku” yang

merupakan seorang seniman atau penulis, dalam dirinya memiliki perasaan atau

perilaku yang disadarinya ataupun tidak sadar, sehingga penelitian ini sangat tepat

menggunakan teori psikologi Carl Gustav Jung.

Penelitian terhadap novel Chima>r al-Chaki>m karya Taufi>q al-Chaki>m

sejauh pengamatan penulis pernah diteliti antara lain, pertama, Widayati (1995)

dalam bentuk skripsi dengan judul “Analisis Struktural Novel H{ima>r Al-H{aki>m

Karya Taufi>q Al-H{aki>m”. Penelian tersebut membahas tentang struktural novel

H{ima>r Al-H{aki>m yang menggunakan teori struktural A. Teeuw. Hasil

penelitiannya adalah dalam novel H{ima>r Al-H{aki>m terdapat sebuah struktur

otonom yang memiliki kemandirian dan terlepas dari hal-hal lain di luar

keberadaannya, unsur intrinsik novel yang dianalisis meliputi tema, tokoh (dan

penokohan), alur serta latar.

Kedua, Kumbara (2014) dalam bentuk skripsi dengan judul “Uslub al-Amr

fi al-Riwayah Hamar al-Hakim (Dirasah Tahliliyyah fi al-Ma’nay al-Haqiqiy wa

4

al-Majaziy)”. Penelitian tersebut membahas tentang makna-makna majazi dan

makna-makna uslub amar dalam novel Himar Hakim. Hasil penelitiannya adalah

ditemukan beberapa kalimat perintah dan kalimat perintah tersebut tidak

semuanya bermakna asli atau menuntut datangnya suatu perbuatan dari mitra

tutur. Sebagian kalimat perintah bermakna lain dan ditentukan oleh konteks disaat

kalimat diujarkan.

Ketiga, penelitian berdasarkan teori kepribadian Carl Gustav Jung oleh

Kotimah (2006) dalam bentuk skripsi dengan judul “Kepribadian Tokoh Utama

Dalam Novel Midah Si Manis Bergigi Emas Karya Pramoedya Ananta Toer”.

Penelitian tersebut membahas tentang kepribadian tokoh utama dan faktor-faktor

yang mempengaruhi kepribadian tokoh utama. Hasil penelitiannya adalah fungsi

jiwa tokoh utama yaitu Midah memiliki kepribadian perasa yaitu yakin membuat

keputusan, mengerti perasaan orang lain dan mudah tersinggung. Pandangan dari

sikap jiwa Midah memiliki kepribadian introvert yaitu tertutup, suka memendam

perasaan, merenung, dan kesepian. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi

kepribadian Midah adalah faktor ketidaksadaran pribadi yaitu faktor kedewasaan,

faktor cinta, faktor frustasi, faktor konflik, dan faktor ancaman. Ketidaksadaran

kolektif meliputi faktor biologis, faktor filsafat, faktor agama, dan faktor mistik.

Keempat, Hikmah (2006) dalam bentuk skripsi dengan judul “Analisis

Kepribadian Tokoh Utama dalam Novel Nayla karya Djenar Maesa Ayu Tinjauan

Berdasarkan Psikologi Analitik Carl Gustav Jung”. Penelitian tersebut membahas

tentang empat aspek kepribadian manusia yang meliputi (1) kepribadian publik,

(2) naluri kebinatangan, (3) sikap maskulin, dan (4) jati diri. Hasil penelitiannya

5

adalah tokoh Nayla memiliki (1) kepribadian publik tokoh Nayla tergolong

kurang adaptif karena bersikap ragu, gentar, takut, kurang percaya diri, dan

pemalu; (2) naluri kebinatangan yang cukup kuat dengan munculnya naluri

negatif seperti seks menyimpang, suka lingkungan kotor, pemarah, dan suka akan

kekerasan; (3) sikap maskulin cukup kuat yang ditandai hilangnya sikap lemah

lembut dan adanya penguasaan sikap laki-laki seperti merokok dan dorongan

untuk mencintai sesama perempuan; dan (4) jati diri dengan motivasi tinggi

karena adanya dorongan yang kuat untuk memperoleh kehidupan yang lebih baik.

Faktor-faktor yang sangat mempengaruhi kepribadian tokoh Nayla adalah

keluarga, lingkungan sosial, kondisi psikologi, pendidikan, dan agama. Jati diri

merupakan aspek yang paling dominan dalam tokoh Nayla.

Kelima, Wibawa (2009) dalam bentuk skripsi dengan judul “Watak dan

Perilaku Tokoh Utama Dalam Novel Sang Pemimpi Karya Andrea Hirata”.

Penelitian tersebut membahas tentang watak, perilaku tokoh utama dan faktor-

faktor yang mempengaruhi keduanya. Hasil penelitiannya adalah watak dan

perilaku tokoh utama yaitu Ikal dipandang dari fungsi jiwa adalah bertipe perasa

yaitu yakin membuat keputusan, peduli terhadap orang lain, mempunyai tekad

yang kuat, dan cerdas. Pandangan dari sikap jiwa adalah Ikal mempunyai watak

dan perilaku ektrovert yaitu mengagumi orang lain, pekerja keras,dan gugup.

Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi watak dan perilaku tokoh utama adalah

ketidaksadaran pribadi dan ketidaksadaran kolektif. Ketidaksadaran pribadi

meliputi faktor kedewasaan, motif cinta, frustasi, konflik, dan ancaman.

Ketidaksadaran kolektif adalah faktor biologis, filsafat, agama, dan mistik.

6

Keenam, Rokhmansyah (2013) dalam bentuk tesis, dipublikasikan dengan

judul “Kepribadian Pasangan Homoseksual Dalam Novel The Sweet Karya

Rangga Wirianto Putra: Kajian Psikologi Sastra”. Penelitian tersebut

menggunakan teori psikoseksual yaitu teori homoseksual, dan teori kepribadian

yaitu teori psikologi analitik Carl Gustav Jung. Bertujuan untuk mengungkap

bentuk perilaku homoseksual, penyebab homoseksual, dan kepribadian pasangan

homoseksual dalam novel The Sweet karya Rangga Wirianto Putra. Hasil

penelitiannya adalah, pertama, pasangan homoseksual dalam novel menunjukkan

perilaku homoseksual, seperti ciuman sesama laki-laki, fantasi erotis sosok laki-

laki, oral seks, dan anal seks. Kedua, homoseksualitas yang dialami tokoh

disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu kesalahan pola asuh orang tua, ketiadaan

kehadiran figur ayah, dan hubungan yang tidak baik antara orang tua dan anak.

Ketiga, kepribadian pasangan homoseksual, baik tindakan pada taraf kesadaran

maupun taraf ketaksadaran, dipengaruhi oleh perilaku homoseksual yang

dimilikinya. Pada taraf sadar, tipe kepribadian mengalami perubahan. Pada taraf

tak sadar, kepribadian terlihat dari beberapa arketip, yaitu shadow, persona,

anima, dan self.

Berdasarkan tinjauan pustaka di atas, penelitian dengan judul

“Kepribadian Tokoh Utama Dalam Novel Chima>r al-Chaki>m Karya Taufi>q al-

Chaki>m” dengan pendekatan psikologi sastra khususnya pendekatan psikologi

sastra Carl Gustav Jung belum pernah dilakukan sehingga penelitan ini dapat

dilanjutkan.

7

Dua manfaat dari penelitian ini, yaitu manfaat praktis dan manfaat teoretis.

Manfaat praktis yaitu memberikan wawasan dan contoh kepada pembaca tentang

kepribadian manusia yang memiliki kesadaran dan ketidaksadaran dalam dirinya.

Kepribadian pada tokoh utama “Aku” dalam novel Chima>r al-Chaki>m.

Manfaat teoretis yaitu membantu pembaca untuk memahami penerapan

teori struktural serta dapat mengungkapkan kepribadian tokoh utama “Aku” dalam

novel Chima>r al-Chaki>m dengan pendekatan psikologi sastra.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, rumusan masalah penelitian

ini adalah sebagai berikut.

1. Bagaimanakah struktural novel Chima>r al-Chaki>m karya Taufi>q al-Chaki>m ?

2. Bagaimanakah kepribadian tokoh utama dalam novel Chima>r al-Chaki>m karya

Taufi>q al-Chaki>m berdasarkan teori Psikoanalisis Carl Gustav Jung ?

C. Tujuan Penelitian

Penelitian harus memiliki tujuan yang jelas sehingga diketahui hasilnya.

Tujuan penelitian dijadikan alasan pertimbangan dalam mengkaji sesuatu. Tujuan

penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Mendeskripsikan struktural novel Chima>r al-Chaki>m karya Taufi>q al-

Chaki>m.

2. Mendeskripsikan kepribadian tokoh utama Chima>r al-Chaki>m karya Taufi>q

al-Chaki>m berdasarkan teori Psikoanalisis Carl Gustav Jung.

8

D. Pembatasan Masalah

Pembatasan masalah dilakukan agar penelitian tidak melebar melewati

fokus permasalahan. Penulis membatasi penelitian dengan pendekatan struktural

model Robert Stanton dengan uraian sebagai berikut, yaitu fakta cerita dan tema.

Fakta cerita meliputi alur, karakter, dan latar serta pembahasan kepribadian tokoh

utama “Aku” dalam novel Chima>r al-Chaki>m karya Taufi>q al-Chaki>m

menggunakan pendekatan psikologi Carl Gustav Jung yaitu struktur kesadaran

dan struktur ketidaksadaran, dinamika kepribadian, perkembangan kepribadian,

dan tahap-tahap perkembangan kepribadian.

E. Landasan Teori

Teori (theory) adalah pernyataan mengenai sebab-akibat atau mengenai

adanya suatu hubungan positif antara fenomena yang diteliti dalam masyarakat

atau dalam teks-teks sastra tulis atau teks-teks sastra lisan (Mely G. Tan dalam

Sangidu, 2004:13). Teori memegang peranan yang penting karena merupakan

dasar atau landasan dari ilmu pengetahuan (Yusuf, 2008:2).

Penelitian ini diteliti menggunakan teori struktural novel yang meliputi

fakta cerita (alur, karakter, dan latar), tema, dan sarana cerita (judul, sudut

pandang, simbolisme, ironi, gaya dan tone) serta psikologi sastra Carl Gustav

Jung. Akan tetapi, dalam aplikasinya dibatasi pada dua sub pembahasan struktural

saja, yaitu pembahasan pertama tentang fakta cerita yang meliputi alur, karakter,

dan latar. Pembahasan kedua struktural adalah tema. Kemudian dilengkapi dengan

9

teori psikologi Carl Gustav Jung. Hal ini dipandang cukup untuk menjawab

permasalahan yang ada.

1. Pendekatan Struktural

Stanton (2012:22) mengemukakan fakta cerita adalah struktur faktual atau

tahapan faktual sebuah cerita. Fakta cerita meliputi alur, karakter, dan latar.

Berikut ini akan diuraikan penjelasannya secara rinci.

1.1 Alur

Secara umum, alur merupakan rangkaian peristiwa-peristiwa dalam

sebuah cerita. Istilah alur biasanya terdapat pada peristiwa-peristiwa yang

terhubung secara kasual saja. Peristiwa kasual merupakan peristiwa yang

menyebabkan atau menjadi dampak dari berbagai peristiwa lain dan tidak dapat

diabaikan karena akan berpengaruh pada keseluruhan karya. Peristiwa kausal

tidak terbatas pada hal-hal yang fisik seperti pandangannya, keputusan-keputusan,

dan segala yang menjadi variabel pengubah dalam dirinya (Stanton, 2012:26).

Stanton (2012:28) mengemukakan bahwa alur merupakan tulang

punggung cerita. Berbeda dengan elemen-elemen lain, alur dapat membuktikan

dirinya sendiri meskipun jarang diulas panjang lebar dalam sebuah analisis.

Sebuah cerita tidak akan pernah seutuhnya dimengerti tanpa adanya pemahaman

terhadap peristiwa-peristiwa yang mempertautkan alur, hubungan kausalitas, dan

pengaruhnya. Alur hendaknya memiliki bagian awal, tengah, dan akhir yang

meyakinkan dan logis, dapat menciptakan bermacam kejutan, dan memunculkan

sekaligus mengakhiri ketegangan-ketegangan.

10

Setiap bab dalam novel terdiri dari beberapa episode. Istilah episode

dalam novel hampir mirip dengan adegan dalam drama. Perpindahan dari satu

episode ke episode yang lain biasanya ditandai dengan perpindahan waktu,

tempat, atau kelompok tokoh. Tipe-tipe episode dalam novel meliputi episode

naratif, dramatik, dan analitik. Episode naratif menceritakan peristiwa yang telah

terjadi dan dalam waktu yang relatif lebih lama. Pada episode dramatik, cerita

dibawakan pengarang dengan menggunakan dialog-dialog sehingga mengesankan

peristiwa hadir di hadapan pembaca (Stanton, 2012:92). Episode analitik berisi

kontemplasi tokoh terhadap tokoh-tokoh lain atau peristiwa-peristiwa yang terjadi

(Stanton, 2012:93).

Dua unsur penting alur menurut Stanton (2012:31) adalah konflik dan

klimaks. Konflik dalam setiap karya fiksi terdiri atas konflik internal dan konflik

ekternal. Konflik internal merupakan konflik antara dua keinginan dalam diri

seorang tokoh, sedangkan konflik eksternal merupakan konflik antartokoh

ataupun antara tokoh dengan lingkungannya. Banyak konflik dapat dijumpai

dalam cerita namun yang terpenting adalah konflik sentral. Konflik sentral adalah

konflik yang menjadi puncak dari berbagai konflik yang mengantar jalan cerita

menuju klimaks. Konflik sentral juga merupakan inti struktur cerita dan dari

konflik tersebut plot dapat berkembang.

Sebuah alur hendaknya terdiri dari tiga tahap, yaitu tahap awal, tahap

tengah, dan tahap akhir (Stanton, 2012:28). Tahap awal sebuah cerita merupakan

tahap perkenalan. Tahap ini terdapat segala informasi yang menerangkan berbagai

hal penting yang akan dikisahkan pada tahap selanjutnya. Tahap awal biasanya

11

dimanfaatkan pengarang untuk memberikan pengenalan latar ataupun pengenalan

tokoh yang terdapat dalam novel.

Tahap tengah cerita berisi pertikaian. Pengarang menampilkan

pertentangan dan konflik yang semakin lama semakin meningkat dan

menegangkan pembaca. Konflik di sini dapat berupa konflik internal maupun

konflik eksternal. Tahap tengah cerita merupakan tahap terpenting dari sebuah

karya karena pada tahap inilah terdapat inti cerita. Pada umumnya di sinilah tema

pokok cerita diungkapkan.

Tahap akhir merupakan tahap penyelesaian. Pengarang menampilkan

adegan sebagai akibat dari klimaks. Pertanyaan yang muncul dari pembaca

mengenai akhir cerita dapat terjawab. Klimaks dalam cerita adalah saat ketika

konflik memuncak dan mengakibatkan terjadinya penyelesaian yang tidak dapat

dihindari (Stanton, 2012:32). Klimaks cerita merupakan pertemuan antara dua

atau lebih masalah yang dipertentangkan dan menentukan terjadinya penyelesaian.

Klimaks terjadi pada saat konflik telah mencapai intensitas tertinggi.

Keterlibatan jumlah tokoh dan keterpadanan hubungan antarunsur

pembangun cerita sangat mempengaruhi kuat atau lemahnya alur dalam karya

fiksi. Semakin sedikit tokohnya akan semakin kuat alurnya (Stanton, 2012:26).

1.2 Karakter

Istilah tokoh menunjuk pada dua pengertian. Pertama, tokoh menunjuk

individu-individu yang muncul dalam cerita. Kedua, tokoh menunjuk pada

percampuran antara kepentingan-kepentingan, keinginan, perasaan, dan prinsip

moral yang membuat individu itu berbeda (Stanton, 2012:33). Hampir setiap

12

cerita memiliki tokoh sentral, yaitu tokoh yang berhubungan dengan setiap

peristiwa dalam cerita dari peristiwa-peristiwa tersebut menimbulkan perubahan,

baik dalam diri tokoh maupun dalam sikap pembaca terhadap tokoh.

Alasan tokoh mengerjakan apa yang harus dikerjakan disebut motivasi.

Alasan mendadak terhadap suatu tindakan yang kadang tidak disadari disebut

motivasi khusus. Motivasi khusus mendukung motivasi dasar. Motivasi dasar

adalah keinginan tokoh yang mempengaruhi keseluruhan cerita (Stanton,

2012:33).

Watak tokoh dalam cerita dapat dilihat dari nama tokoh dan cara

pengarang melukiskan tokoh tersebut. Lukisan seorang pengarang dapat

membantu pembaca untuk memperoleh gambaran mengenai perwatakan tokoh

tersebut. Dalam karya fiksi yang baik, setiap ucapan dan tindakan tidak hanya

sebagai langkah dalam alur, tetapi juga sebagai penjelmaan lukisan watak tokoh

(Stanton, 2012:34).

Berdasarkan kedudukannya, ada dua jenis tokoh dalam karya sastra yaitu

tokoh utama dan tokoh bawahan (Stanton, 2012:33). Tokoh utama merupakan

tokoh yang selalu ada dan relevan dalam setiap peristiwa di dalam cerita. Tokoh

bawahan adalah tokoh yang kedudukannya dalam cerita tidak sentral, tetapi

kehadiran tokoh ini sangat penting untuk menunjang tokoh utama. Tokoh

bawahan biasanya hanya dimunculkan sekali atau beberapa kali dalam cerita

dengan porsi penceritaan yang relatif pendek.

13

1.3 Latar

Latar cerita adalah lingkungan peristiwa, yaitu dunia cerita tempat

terjadinya peristiwa (Stanton, 2012:35). Terkadang latar secara langsung

mempengaruhi tokoh, dan dapat menjelaskan tema. Stanton mengelompokkan

latar bersama tokoh dan alur ke dalam fakta cerita sebab ketiga hal inilah yang

akan dihadapi dan dapat diimajinasi secara faktual oleh pembaca.

Salah satu bagian latar adalah latar belakang yang tampak seperti

gunung, jalan dan pantai. Salah satu bagian latar yang lain dapat berupa waktu

seperti hari, minggu, bulan dan tahun, iklim ataupun periode sejarah. Latar

meskipun tidak melibatkan tokoh secara langsung, tetapi dapat melibatkan

masyarakat (Stanton, 2012:35).

Dalam berbagai cerita dapat dilihat bahwa latar memiliki daya untuk

memunculkan tone dan mood emosional yang melingkupi sang karakter. Tone

emosional disebut dengan istilah atmosfer. Atmosfer bisa jadi merupakan cermin

yang merefleksikan suasana jiwa sang katakter atau sebagai salah satu bagian

dunia yang berada di luar diri sang karakter (Stanton, 2012:36).

Atmosfer dapat pula berupa deskripsi kondisi latar yang mampu

menciptakan suasana tertentu, misalnya suasana ceria, romantis, sedih, muram,

maut, misteri, dan sebagainya. Suasana tertentu yang tercipta itu sendiri tidak

secara langsung, eksplisit, melainkan merupakan sesuatu yang tersarankan. Pada

umumnya pembaca mampu menangkap pesan suasana yang ingin diciptakan

pengarang dengan kemampuan imajinasi dan kepekaan emosional.

14

2. Tema

Tema dipandang sebagai dasar cerita, gagasan dasar umum sebuah novel.

Tema disaring dari motif-motif yang terdapat dalam karya yang bersangkutan dan

menentukan hadirnya peristiwa-peristiwa, konflik, dan situasi tertentu. Tema

menjadi dasar pengembangan seluruh cerita, maka dia pun bersifat menjiwai

seluruh cerita itu. Tema mempunyai generalisasi yang umum, lebih luas, dan

abstrak. Stanton (2012:36) berpendapat, tema adalah makna cerita, gagasan

sentral atau pikiran yang mempersatukan berbagai unsur yang bersama-sama

membangun karya sastra dan menjadi motif tindakan tokoh. Tema dapat

bersinonim dengan ide utama dan tujuan utama.

Ide utama tersebut yang menjadikan cerita terfokus dan saling memiliki

keterkaitan antara satu unsur dengan unsur yang lain untuk membentuk makna

cerita yang utuh oleh karena tema tersembunyi di balik cerita, penafsirannya harus

di lakukan berdasarkan fakta-fakta yang ada secara keseluruhan membangun

cerita tersebut (Stanton, 2012:37).

Tema cerita berhubungan dengan makna pengalaman hidup manusia.

Untuk mendapatkan tema dari sebuah karya fiksi kita dapat mencari tahu

mengenai motivasi para tokoh yang terdapat dalam cerita, mencari tahu problem-

problem para tokoh, juga memahami dunia di sekitar para tokoh tersebut. Untuk

menentukan tema sebaiknya dicari konflik sentralnya karena keduanya

berhubungan dekat dan seringkali tidak dapat dipisahkan (Stanton, 2012:42-43).

Terdapat tiga istilah untuk menyebut tema cerita, yaitu: tema, ide sentral,

dan maksud sentral. Tema menjadikan cerita terfokus dan menyatu, membuat

15

awal cerita yang sesuai, menghubungkan setiap peristiwa, dan mengakhiri cerita

dengan memuaskan. Dengan kata lain, bahwa tema adalah makna cerita yang

secara khusus didasarkan pada sebagian besar unsur-unsurnya. Tema dalam hal ini

bersifat mengikat, menentukan kehadiran atau ketidakhadiran peristiwa, konflik

situasi tertentu.

Ada empat hal yang dijadikan acuan untuk menentukan tema menurut

Stanton (2012:44-45). Pertama, interpretasi yang baik hendaknya selalu

mempertimbangkan berbagai detail yang menonjol dalam sebuh cerita. Kedua,

berbagai detail cerita yang saling berkontradik. Ketiga, interpretasi yang baik

hendaknya tidak sepenuhnya bergantung pada bukti-bukti yang tidak secara jelas

diutarakan (hanya disebut secara implisit). Keempat, interpretasi yang dihasilkan

hendaknya diujarkan secara jelas oleh cerita yang bersangkutan.

Penentuan tema pokok cerita atau tema mayor pada hakikatnya merupakan

aktivitas memilih, mempertimbangkan, dan menilai di antara sejumlah makna

yang ditafsirkan dan dikandung oleh karya yang bersangkutan.

3. Pendekatan Psikologi Sastra

Psikologi berasal dari kata psyche yang berarti jiwa dan logos, yaitu

science atau ilmu mengarahkan perhatiaanya pada manusia sebagai objek studi,

terutama pada manusia sebagai objek studi, terutama pada sisi perilaku (behavior

atau action) dan jiwa (pshyce) (Siswantoro, 2005:27).

Sastra berbeda dengan psikologi, sebab sastra berhubungan dengan dunia

fiksi, drama, puisi, esai yang diklasifikasikan ke dalam seni (art), sedangkan

16

psikologi merujuk pada studi ilmiah tentang perilaku manusia dan proses mental.

Meski berbeda, keduanya memiliki titik temu atau kesamaan, yakni keduanya

berangkat dari manusia dan kehidupan sebagai sumber kajian. Psikologi terlibat

erat, karena psikologi memperlajari perilaku. Perilaku manusia tidak lepas dari

aspek kehidupan yang membungkusnya dan mewarnai perilakuya (Siswantoro:

2005:29).

Novel sebagai bagian bentuk sastra, merupakan jagad realita yang

didalamnya terjadi peristiwa dan perilaku yang dialami dan diperbuat manusia

(tokoh). Realita psikologis adalah kehadiran fenomena kejiwaan tertentu yang

dialami oleh tokoh utama ketika merespon atau bereaksi terhadap diri dan

lingkungan (Siswantoro, 2005:29).

Berdasarkan pemaparan di atas, penelitian terhadap novel Chima>r al-

Chaki>m menggunakan teori psikologi sastra dikarenakan novel tersebut

menceritakan tentang peristiwa dan perilaku yang dialami oleh tokoh dan

berpengaruh terhadap kepribadian, sikap dan pola pikir tokoh dalam berinteraksi

terhadap diri sendiri dan lingkungannya.

4. Teori Kepribadian

Penelitian ini menggunakan teori kepribadian Carl Gustav Jung. Jung

adalah kolega sekaligus pengikut Sigmund Freud yang sangat setia. Tetapi dalam

perjalanan kariernya, dia mempunyai pandangan penting yang berbeda. Dia

akhirnya mencari jalan sendiri untuk mengembangkan penemuannya (Kasnadi,

2010:70).

17

Jung tidak berbicara tentang kepribadian melainkan tentang psyche.

Adapun yang dimaksud dengan psyche, Jung menjelaskan bahwa “psyche

embraces all thought, feeling, and behavior, conscious and unconscious”.

Kepribadian adalah seluruh pemikiran, perasaan, dan perilaku nyata baik yang

disadari maupun yang tidak disadari (Yusuf, 2008:74).

4.1 Struktur Kepribadian

Stuktur kepribadian manusia terdiri dari dua dimensi yaitu dimensi

kesadaran dan dimensi ketidaksadaran. Kedua dimensi ini saling mengisi dan

mempunyai fungsi masing-masing dalam penyesuaian diri. Dimensi kesadaran

berupaya menyesuaikan terhadap dunia luar individu. Dimensi ketaksadaran

berupaya menyesuaikan terhadap dunia dalam individu (Yusuf, 2008:74).

4.1.1 Dimensi Kesadaran Kepribadian

Dimensi kesadaran dari kepribadian ini adalah ego. Ego adalah jiwa

sadar yang terdiri dari persepsi, ingatan, pikiran, perasaan sadar manusia. Ego

melahirkan perasaan identitas dan kontinuitas seseorang. Pandangan sang pribadi,

ego dipandang berada pada dimensi kesadaran.

Dimensi kesadaran manusia mempunyai dua komponen pokok, yaitu

fungsi jiwa dan sikap jiwa, yang masing-masing mempunyai peranan penting

dalam orientasi manusia dalam dunianya.

a. Fungsi Jiwa

Fungsi jiwa adalah suatu bentuk aktivitas kejiwaan yang secara teori

tidak berubah dalam lingkungan yang berbeda-beda. Jung membedakan empat

18

fungsi jiwa yang pokok yaitu pikiran, perasaan, pendriaan, dan intuisi (Yusuf,

2008:74).

Pikiran dan perasaan adalah fungsi jiwa yang rasional. Dalam

fungsinya, pikiran dan perasaan bekerja dengan penilaian. Pikiran menilai atas

dasar benar dan salah. Adapun perasaan menilai atas dasar menyenangkan dan

tidak menyenangkan.

Pendriaan dan intuisi adalah fungsi jiwa irrasional yang tidak

memberikan penilaian melainkan hanya semata-mata pengamatan. Pendirian

mendapatkan pengamatan dengan sadar melalui indera. Adapun intuisi mendapat

pengamatan secara tidak sadar melalui naluri (Yusuf, 2008:75).

Pada dasarnya setiap manusia memiliki keempat fungsi jiwa tersebut,

akan tetapi biasanya hanya salah satu fungsi saja yang paling berkembang

(dominan). Fungsi yang paling berkembang itu merupakan fungsi superior dan

menentukan tipe kepribadian orangnya. Jadi ada tipe orang pemikir, tipe perasa,

tipe pendria, dan tipe intuitif (Yusuf, 2008:75).

Berikut ini digambarkan tabel tentang fungsi jiwa menurut Jung

(dalam Yusuf, 2008:75).

Fungsi Jiwa Sifatnya Cara Bekerjanya

Pikiran Rasional Dengan penilaian: benar-salah.

Perasaan Rasional Dengan Penilain: senang-tak senang

Pendriaan Irrasional Tanpa penilaian: sadar indriah

Intuisi Irrasional Tanpa penilaian: tak sadar naluriah

Tabel 5. Tabel Fungsi Jiwa

19

b. Sikap Jiwa

Sikap jiwa adalah arah dari pada energi psikis umum atau libido, yang

menjelma dalam orientasi manusia terhadap dunianya. Arah aktivitas psikis itu

dapat keluar atau ke dalam. Demikian juga arah orientasi manusia dapat ke luar

ataupun ke dalam.

Setiap orang mengadakan orientasi terhadap dunia sekitarnya, tetapi

dalam caranya mengadakan orientasi itu orang yang satu berbeda dari yang

lainnya. Apabila orientasi terhadap sesuatu itu tidak dikuasai oleh pendapat-

pendapat subyektifnya, maka individu yang demikian itu dikatakan ekstravers.

Apabila orientasi ekstravers ini menjadi kebiasaan, maka individu yang

bersangkutan mempunyai tipe ekstravert (Yusuf, 2008:76).

Berdasarkan atas sikap jiwanya, manusia dapat digolongkan menjadi

dua tipe yaitu sebagai berikut.

1. Manusia yang bertipe ekstravers (kepribadian terbuka), dipengaruhi dunia

objektif, yaitu dunia luar dirinya. Orientasinya terutama tertuju ke luar.

Pikiran perasaan dan tindakannya terutama ditentukan oleh lingkungannya,

baik lingkungan sosial maupun lingkungan non-sosial. Orang bertipe

ekstravers bersikap positif terhadap masyarakatnya, hatinya terbuka, mudah

bergauldan hubungan dengan orang lain efektif. Adapun bahaya orang

ekstravers adalah apabila keterikatan kepada dunia luar terlamapau kuat,

sehingga dia tenggelam di dalam dunia objektif, kehilangan dirinya atau asing

terhadap dunia subjektifnya sendiri (Yusuf, 2008:77).

20

2. Manusia yang bertipe introvers (kepribadian tertutup), dipengaruhi oleh dunia

subjektif, yaitu dunia di dalam dirinya sendiri. Orientasinya terutama tertuju

ke dalam dirinya sendiri. Pikiran, perasaan, serta tindakannya ditentukan oleh

faktor subjektif. Penyesuaian dengan dunia luar kurang baik, jiwanya

tertutup, sukar bergaul, sukar berhubungan dengan orang lain, dan kurang

dapat menarik hati orang lain. Bahaya tipe kepribadian introvers ialah kalau

jarak dengan dunia objektifnya terlalu jauh, maka orang tersebut lepas dari

dunia objektifnya (Yusuf, 2008:77).

Jung (dalam Yusuf, 2008:77) berpendapat bahwa antara sikap jiwa

ekstravers dan intravers terdapat hubungan yang kompensantoris. Berdasarkan

komponen pokok kesadaran, Jung membagi tipe kepribadian menjadi delapan tipe

yaitu empat tipe ekstravers dan empat tipe intravers. Pencandraan mengenai tipe

kepribadian tersebut dikupasnya kehidupan alam tidak sadar yang merupakan

realitas sama penting dengan kehidupan alam sadar. Kehidupan alam tidak sadar

berlawanan dengan kehidupan alam sadar.

Berdasarkan uraian tersebut, tipologi kepribadian seperti pada tabel

berikut ini.

Sikap Jiwa Fungsi Jiwa Tipe Kepribadian Ketidaksadarannya

Ekstravers Pikiran

Perasaan

Pendriaan

Intuisi

Pemikir – ekstravers

Perasa - ekstravers

Pendria - ekstravers

Intuitif – ekstravers

Perasa – intravers

Pemikir - intravers

Intuitif - intravers

Pendria - intravers

Intravers Pikiran

Perasaan

Pendriaan

Pemikir – intravers

Perasa - intravers

Pendria - intravers

Perasa – ekstravers

Pemikir - ekstravers

Intuitif - ekstravers

21

Intuisi Intuitif – intravers Pendria - ekstravers

Tabel 6. Tipologi Kepribadian

Berdasarkan pemaparan di atas, masih ada satu lagi permasalahan

tentang kesadaran, yaitu persona. Jung (dalam Yusuf, 2008:77) memberikan

definisi persona adalah sebagai kompleks fungsi (fungsi yang saling terkait, yang

terbentuk atas dasar pertimbangan penyesuaian atau usaha mencari penyelesaian,

tetapi tidak sama dengan individualitas. Cara individu menampakkan diri ke luar

belum tentu sesuai dengan keadaan dirinya yang sebenarnya.

4.1.2 Dimensi Ketidaksadaran Kepribadian

Dimensi ketidaksadaran kepribadian seseorang mempunyai dua lingkaran

yaitu dengan uraian sebagai berikut.

a. Ketidaksadaran Pribadi

Ketidaksadaran pribadi berisi hal yang diperoleh individu selama

hidupnya namun tertekan dan terlupakan. Ketidaksadaran pribadi terdiri dari

pengalaman yang disadari tetapi kemudian ditekan, dilupakan, diabaikan serta

pengalaman yang terlalu lemah. Ketidaksadaran pribadi berisi hal yang teramati,

terpikirkan, dan terasakan di bawah ambang kesadaran.

Ketidaksadaran pribadi berisi kompleks perasaan, pikiran, persepsi,

ingatan yang terdapat dalam ketidaksadaran pribadi (Yusuf, 2008:79).

b. Ketidaksadaran Kolektif

Ketidaksadaran kolektif berisi hal yang diperoleh seluruh jenis

manusia selama pertumbuhan jiwanya melalui generasi terdahulu. Ini merupakan

22

endapan cara yang khas manusia mereaksi sejak zaman dahulu terhadap situasi

ketakutan, bahaya, perjuangan, kelahiran, kematian, dan sebagainya (Yusuf,

2008:80).

Ketidaksadaran adalah hal yang tidak disadari. Untuk mengenal dan

mengetahui ketidaksadaran, kita peroleh secara tidak langsung melalui

manifestasinya. Manifestasi ketidaksadaran itu dapat berbentuk simtom dan

kompleks, mimpi, fantasi, khayalan, dan arkhetipe (Yusuf, 2008:82).

1. Simtom dan Kompleks

Simtom adalah gejala dorongan jalannya energi yang normal dengan

bentuk kejasmanian maupun kejiwaan. Simtom adalah tanda bahaya yang

memberi tahu ada sesuatu dalam kesadaran yang kurang.

Kompleks adalah bagian dari kejiwaan yang telah terpecah dan lepas dari

kontrol kesadaran dan mempunyai kehidupan sendiri dalam kegelapan alam

ketidaksadaran yang dapat menghambat atau memajukan prestasi kesadaran.

Menurut Jung (dalam Yusuf, 2008:82) kompleks merupakan sesuatu yang tidak

dapat diselesaikan dalam kepribadian. Kompleks banyak disebabkan oleh

pengalaman traumatis yang tidak mungkin dapat diterima oleh individu secara

keseluruhan.

2. Mimpi, Fantasi dan Khayalan

Mimpi sering timbul dari kompleks yang mempunyai hukum dan bahasa

sendiri (Yusuf, 2008:82). Sebab akibat, ruang dan waktu tidak berlaku, bahasanya

bersifat lambang dan untuk memahaminya perlu penafsiran. Bagi Freud dan

Adler, mimpi dianggap sebagai hasil dari sesuatu yang patologis yaitu penjelmaan

23

angan-angan atau keinginan yang tidak dapat direalisasikan. Bagi Jung mimpi itu

mempunyai fungsi yang konstruksif yaitu mengkompensasikan keberatsebelahan

dari konflik.

Jung (dalam Yusuf, 2008:83) juga mengemukakan tentang fantasi dan

khayalan sebgai manifestasi ketidaksadaran. Fantasi dan khayalan ini berkaitan

dengan mimpi dan timbul pada waktu taraf kesadaran rendah. Variasi fantasi dan

khayalan itu tak terhingga mulai dari mimpi siang hari serta impian tentang

keinginan sampai khayalan khusus orang-orang dalam keadaan kegirangan yang

luar biasa.

3. Arkhetipe

Arkhetipe adalah bentuk pendapat instinktif dan reaksi instinktif terhadap

situasi tertentu yang terjadi di luar kesadaran. Arkhetipe dibawa sejak lahir dan

tumbuh pada ketidaksadaran kolektif selama perkembangan manusia. Arkhetipe

merupakan pusat serta medan tenaga dari ketidaksadaran yang dapat mengubah

sikap kehidupan sadar manusia (Yusuf, 2008:83).

Beberapa bentuk khusus dari isi ketidaksadaran yaitu bayang-bayang,

proyeksi atau imago, animus dan anima. Adapun penjelasannya adalah sebagai

berikut.

a. Bayang-bayang

Bayang-bayang adalah segi lain dari kepribadian yaitu kekurangan yang

tidak disadari. Bayang-bayang terbentuk dari fungsi inferior serta sikap jiwa yang

inferior karena pertimbangan moral yang dimasukkan ke dalam ketidaksadaran.

Aku merupakan pusat kesadaran, sedangkan bayang-bayang merupakan pusat

24

ketidaksadaran, baik ketidaksadaran pribadi maupun ketidaksadaran kolektif

(Yusuf, 2008:83).

b. Proyeksi atau imago

Proyeksi adalah menempatkan isi batin sendiri pada objek lain di luar

dirinya secara tidak sadar (Yusuf, 2008:84).

c. Animus dan anima

Imago yang terpenting pada orang dewasa adalah animus bagi orang

perempuan dan anima pada laki-laki. Setiap manusia bersifat biseksual. Setiap

manusai mempunyai sifat yang terdapat pada jenis kelamin lawannya. Seorang

laki-laki ketidaksadarannya adalah perempuan dan seorang perempuan

ketidaksadarannya adalah laki-laki (Yusuf, 2008:84).

4.2 Dinamika Kepribadian

Struktur kepribadian tidak statis, melainkan dinamis dalam gerak yang

terus menerus. Dinamika kepribadian disebabkan oleh energi psikis yang disebut

libido. Libido adalah intensitas kejadian psikis yang hanya dapat diketahui lewat

peristiwa psikis. Kepribadian adalah suatu sistem energi yang tertutup tetapi tidak

sempurna karena energi dari luar dapat masuk. Selain itu, terdapat penambahan

dan pengurangan energi, serta perubahan distribusi energi pengaruh dari luar

(Yusuf, 2008:84-85).

Kenyataan bahwa kepribadian adalah sistem yang dapat dipengaruhi atau

dimodifikasi oleh sumber dari luar menunjukkan bahwa kepribadian tidak pernah

mencapai stabilitas yang sempurna, yang dicapai hanyalah stabilitas nisbi atau

25

sementara. Hukum pokok yang terdapat dalam sistem kepribadian adalah hukum

kebalikan atau hukum pasangan berlawanan. Pada dasarnya tidak ada suatu sistem

kepribadian yang mengatur diri sendiri tanpa kebalikan (Yusuf, 2008:85).

Dua prinsip dalam dinamika kepribadian yaitu prinsip ekuivalens dan

entropi. Prinsip ekuivalens dalam kepribadian adalah apabila sesuatu nilai

menurun atau hilang, maka jumlah energi yang didukung oleh nilai tidak hilang

melainkan akan muncul kembali dalam nilai baru (Yusuf, 2008:88). Sedangkan,

prinsip entropi adalah apabila dua nilai (intensitas energi) tidak sama

kekuatannya, maka energi akan mengalir dari yang lebih kuat ke yang lebih lemah

sampai keduanya seimbang (Yusuf, 2008:86).

Gerak energi dalam kepribadian mempunyai arah. Gerakannya dapat

dibedakan antara gerak progresif dan gerak regresif. Kedua gerak tersebut

dibutuhkan oleh individu. Progresif terjadi atas dasar keharusan individu

menyesuaikan diri terhadap dunia luar. Adapun regresif terjadi atas dasar

keharusan individu menyesuaikan diri ke dalam diri sendiri (Yusuf, 2008:87).

Sifat pokok proses energi selain arah adalah nilai intensitasnya. Bentuk

khusus manifestasi di dalam jiwa adalah gambaran. Gambaran yang sama dalam

konteks yang satu merupakan pemegang peran utama, adapun pada konteks yang

lain hanya memegang peran yang tidak penting (Yusuf, 2008:88).

Kompensasi dapat terjadi pada pasangan berlawanan dan dengan mudah

dapat ditunjukkan dalam hal fungsi jiwa dan sikap jiwa. Pertentangan atau

perlawanan terjadi antara berbagai aspek dalam kepribadian. Pasangan saling

26

berlawanan, berhubungan secara komplementer, kompensatoris yang

menyebabkan kepribadian selalu dinamis (Yusuf, 2008:88-89).

4.3 Perkembangan Kepribadian

Jung berpendapat bahwa pandangan, yaitu kausalitas dan teleologi,

keduanya harus diambil karena penting dalam memandang suatu perkembangan

kepribadian. Masa kini dipengaruhi oleh masa lampau (kausalitas) dan masa

depan atau datang (teleologi). Pada satu sisi membuat gambaran mengenai yang

terjadi di masa lampau, dan disisi lain menggambarkan mengenai yang akan

terjadi di masa datang sejauh seseorang menciptakan masa depannya (Yusuf,

2008:90).

Proses perkembangan kepribadian dapat terjadi gerak maju (progresi) dan

gerak mundur (regresi). Progresi adalah aku sadar dapat menyesuaikan diri secara

memuaskan baik terhadap tuntutan dunia luar maupun kebutuhan ketidaksadaran.

Regresi tidak selalu negatif dan dibantu oleh aku untuk menemukan jalan dalam

mengatasi rintangan yang dihadapi. Hal tersebut terjadi karena ketidaksadaran

(pribadi maupun kolektif) berisikan pengetahuan dan kebijaksanaan mengenai

masa lampau individual atau kolektif yang dilupakan atau ditekan. Bertujuan

menemukan pengetahuan dalam ketidaksadaran untuk mengatasi frustasi yang

dihadapi (Yusuf, 2008:90-91).

Jung (dalam Yusuf, 2008:92) mengatakan bahwa kepribadian mempunyai

kecenderungan untuk berkembang ke arah suatu kebulatan yang stabil.

Pekembangan kepribadian adalah pembeberan kebulatan asli yang semula tidak

27

mempunyai diferensiasi dan tujuan sehingga semua aspek kepribadian mengalami

diferensiasi dan berkembang sepenuhnya. Proses diferensiasi dan berkembang

secara penuh disebut proses pembentukan diri atau penemuan diri. Jung

menyebutnya dengan proses individuasi.

4.4 Tahap-tahap Perkembangan Kepribadian

Proses individuasi ditandai oleh bermacam-macam perjuangan batin

dengan beberapa tahap pekembangan. Tahap perkembangan tersebut adalah

sebagai berikut.

a. Tahap Pertama

Membuat sadar fungsi pokok serta sikap jiwa yang ada dalam

ketidaksadaran. Dengan cara ini, tegangan dalam batin berkurang dan kemampuan

untuk mengadakan orientasi serta penyesuaian diri meningkat (Yusuf, 2008:92).

b. Tahap Kedua

Membuat sadar imago. Menyadari imago menjadikan seseorang mampu

melihat kelemahan-kelemahannya sendiri yang diproyeksikan (Yusuf, 2008:92).

c. Tahap Ketiga

Menyadari bahwa manusia hidup dalam berbagai tegangan pasangan yang

berlawanan, baik rohaniah maupun jasmaniah. Manusia harus tabah menghadapi

masalah serta dapat mengatasinya (Yusuf, 2008:93).

d. Tahap Keempat

Adanya hubungan yang selaras antara kesadaran dan ketidaksadaran, serta

antar aspek kepribadian yang ditimbulkan oleh titik pusat kepribadian yaitu diri.

28

Diri menjadi titik pusat, menerangi, menghubungkan, serta mengkoordinasikan

seluruh aspek kepribadian. Gambaran manusia yang dapat mengkoordinasikan

seluruh aspek kepribadian disebut manusia integral atau manusia sempurna

(Yusuf, 2008:93).

Berdasarkan uraian teori kepribadian Carl Gustav Jung di atas bahwa

dalam diri manusia terdapat struktur keribadian, dinamika kepribadian,

perkembangan dan tahap-tahap perkembangan kepribadian. Penelitian ini

menggunakan teori tersebut karena tokoh utama dalam novel Chima>r al-Chaki>m

juga memiliki kepribadian dimensi kesadaran dan ketidaksadaran, serta penelitian

secara mendalam dari segi dinamika kepribadian, perkembangan dan tahap-tahap

perkembangan kepribadian.

F. Objek Penelitian

Sangidu (2004:61) menyatakan bahwa objek penelitian sastra adalah

pokok atau topik penelitian sastra. Objek penelitian ini terdiri atas objek formal

dan objek material. Objek formal berupa kepribadian tokoh utama dengan

menggunakan pendekatan analisis psikologi sastra Carl Gustav Jung yang terdiri

dari dimensi kesadaran kepribadian dan dimensi ketidaksadaran kepribadian.

Objek material penelitian ini adalah naskah novel Chima>r al-Chaki>m karya Taufi>q

al-Chaki>m.

1. Sumber Data

Ratna (2013:47) mengemukakan bahwa sumber data dalam ilmu sastra

adalah naskah. Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah buku,

29

majalah, jurnal, dan lain sebagainya. Hal ini diperjelas dengan rincian sebagai

berikut.

1.1 Sumber data primer

Sumber data primer adalah sumber yang menjadi rujukan utama dalam

penelitian yaitu berupa novel Chima>r al-Chaki>m karya Taufi>q al-Chaki>m setebal

147 halaman.

1.2 Sumber data sekunder

Sumber data sekunder adalah sumber data yang berasal dari hasil

penelitian yang sudah ada, seperti buku, resensi, artikel yang membahas tentang

novel Chima>r al-Chaki>m karya Taufi>q al-Chaki>m.

2. Data

Data adalah informasi atau bahan yang harus dicari, dikumpulkan, dan

dipilih oleh peneliti. Data dapat berupa angka, perkataan, kalimat, wacana,

gambar atau foto, rekaman, catatan, arsip, dokumen, dan buku. Hal ini diperjelas

dengan rincian sebagai berikut.

2.1 Data Primer

Data primer adalah data yang dibuat oleh peneliti dengan maksud khusus

untuk menyelesaikan masalah yang akan menjadi bahan penelitian (Sugiyono,

2010:137). Data primer dalam penelitian ini berupa teks, kata-kata, kalimat, dan

wacana yang terdapat dalam novel Chima>r al-Chaki>m karya Taufi>q al-Chaki>m.

2.2 Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang sudah dikumpulkan sebagai tambahan

dalam menyelesaikan masalah yang dihadapi sebagai acuan penelitian (Sugiyono,

30

2010:137). Data sekunder diperoleh melalui referensi, majalah, jurnal, buku, E-

Book, dan internet.

G. Teknik Pengumpulan Data

Teknik dalam pengumpulan data adalah teknik pustaka. Teknik pustaka

adalah pengumpulan data yang menggunakan sumber-sumber tertulis untuk

memperoleh data. Sumber tertulis itu berwujud buku, majalah, surat kabar, karya

sastra, buku bacaan ilmiah (Satoto, 1992:42).

Peneliti menggunakan novel Chima>r al-Chaki>m karya Taufi>q al-Chaki>m

sehingga pengumpulan data berupa membaca, memahami, mencatat, mengutip

setiap data-data yang terdapat dalam novel tersebut.

H. Teknik Analisis Data

Teknik analisis data dalam penelitian kualitatif dilaksanakan secara terus

menerus, sejak pengumpulan data di lapangan sampai penulisan laporan

penelitian. Data-data yang telah terkumpul lalu diolah dan dianalisa dengan

bebarapa tahapan. Tahapan tersebut adalah rangkaian yang tidak dapat saling

lepas karena tahapan ini merupakan proses yang berurutan dan

berkesinambungan.

Teknik-teknik pengolahan data yang digunakan dalam penelitian ini

adalah sebagai berikut.

31

1. Teknik deskripsi, yaitu seluruh data yang diperoleh dalam novel Chima>r al-

Chaki>m lalu dihubungkan dengan persoalan, setelah itu dilakukan tahap

pendeskripsian.

2. Teknik klasifikasi, yaitu data-data yang telah dideskripsikan kemudian

dikelompokkan menurut kelompoknya masing-masing sesuai dengan

perumusan masalah yang ada.

3. Teknik analisis, yaitu semua data-data yang telah diklasifikasikan menurut

kelompoknya masing-masing dianalisis menggunakan pendekatan struktural

selanjutnya menggunakan psikologi sastra

4. Teknik interpretasi data, yaitu upaya penafsiran dan pemahaman terhadap

hasil analisis data sehingga didapat pemecahan secara menyeluruh dan utuh.

5. Teknik evaluasi, yaitu seluruh data-data yang sudah dianalisis dan

diinterpretasikan tidak langsung ditarik kesimpulan. Data-data yang sudah

ada diteliti kembali, agar diperoleh penilaian yang dapat

dipertanggungjawabkan.

I. Metode Penelitian

Metode berasal dari bahasa Yunani methodos. Dapat dikatakan juga bahwa

metode adalah prosedur atau cara yang sistematis yang dilakukan seorang peneliti

dalam upaya mencapai tujuan (Siswantoro, 2005:55). Narbuko (2003:1), definisi

penelitian adalah suatu kegiatan untuk mencari, mencatat, merumuskan dan

menganalisis sampai menyusun laporannya.

32

Definisi metode penelitian adalah petunjuk yang memberi arah dan corak

penelitian, sehingga dengan metode yang tepat suatu penelitian akan memperoleh

hasil yang maksimal. Penelitian ini, peneliti menggunakan metode penelitian

kualitatif. Metode kualitatif adalah penelitian yang menghasilkan data deskriptif

berupa kata-kata tertulis atau lisan tentang sifat-sifat suatu individu, keadaan atau

gejala dari kelompok tertentu yang diamati (Moleong, 1993:3).

Menurut Miles dan Huberman (1992:16-20), metode analisis dapat

dilakukan melalui empat tahap, yaitu:

1. Pengumpulan data

Data yang digunakan adalah berwujud kata-kata bukan rangkaian angka.

Data dikumpulkan dengan cara membaca dan memahami naskah novel Chima>r al-

Chaki>m karya Taufi>q al-Chaki>m.

2. Reduksi data

Reduksi data sebagai proses pemilihan, pemusatan perhatian pada

penyederhanaan, pengabstrakan, dan transformasi data kasar yang muncul dari

catatan-catatan yang terkumpul. Reduksi data berlangsung secara terus menerus

selama penelitian yang berorientasi kualitatif berlangsung, bahkan sebelum data

benar-benar terkumpul. Reduksi data merupakan suatu bentuk analisis yang

menajamkan, menggolongkan, mengarahkan, membuang yang tidak perlu, dan

mengorganisasi data hingga kesimpulan.

3. Penyajian data

Penyajian data berfungsi untuk memahami apa yang sedang terjadi dan apa

yang harus dilakukan, lebih jauh menganalisis atau mengambil tindakan

33

berdasarkan atas pemahaman yang didapat. Kesimpulan dari penyajian data

adalah untuk penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan.

4. Menarik kesimpulan

Kesimpulan dalam penelitian adalah kegiatan menghimpun data-data dari

tahapan sebelumnya.

Penelitian novel Chima>r al-Chaki>m karya Taufi>q al-Chaki>m menggunakan

metode penelitian kualitatif yang bersifat deskriptif. Data-data dalam novel yang

berupa kata, frasa, klausa, kalimat dan paragraf menjadi data-data yang dianalisis.

Penggunaan metode yang tepat dalam penelitian suatu karya, diharapkan lebih

maksimal sehingga hasilnya lebih baik dan dapat dipertanggungjawabkan.

J. Sistematika Penyajian

Sistematika penyajian berguna memberikan gambaran tentang penyajian

penelitian ini. Adapun sistematika penyajiannya adalah sebagai berikut.

Bab I adalah pendahuluan. Bab ini terdiri dari Latar Belakang Masalah,

Rumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian, Tinjauan Pustaka,

Pembatasan Masalah, Teori yang menjelaskan tentang definisi Struktural (Fakta

cerita, meliputi: Alur, Karakter, dan Latar, dan Tema), Teori Psikologi dan Teori

Psikologi Sastra Carl Gustav Jung, Objek Penelitian yang terdiri dari Sumber Data

dan Data, Teknik Pengumpulan Data, Teknik Analisis Data, Metode Penelitian,

Sistematika Penyajian.

Bab II adalah Isi terdiri dari Analisis Struktural yaitu fakta cerita dan tema.

Fakta cerita meliputi Alur, Karakter, dan Latar.

34

Bab III adalah Analisis Psikologi Sastra terhadap Tokoh Utama

berdasarkan teori Psikologi Carl Gustav Jung.

Bab IV adalah Penutup terdiri dari Kesimpulan dan Saran.