bab i pendahuluan - eprints.undip.ac.ideprints.undip.ac.id/59132/2/bab_i.pdf · model administrasi...
TRANSCRIPT
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pelayanan publik merupakan bentuk operasionalisasi dari kebijakan pemerintah,
dalam paradigma pelayanan publik telah terjadi pergeseran kearah yang lebih baik
yaitu dari paradigma tradisional ke paradigma demokrasi seperti yang disampaikan
oleh Denhardt dan Denhardt dalam bukunya yang berjudul The New Public Service:
Serving, not Steering. Pergeseran paradigma tersebut dikenal dengan 3 model yakni
model administrasi publik tradisional (Old Public Administration, OPA) yang
kemudian bergeser ke model manajemen publik baru (New Public Management,
NPM), dan akhirnya menjadi model pelayanan publik baru (New Public Service,
NPS). Hadirnya ketiga paradigma tersebut menegaskan makna dari pelayanan publik
hadir untuk kepentingan siapa dan bagaimana paradigma ini memosisikan
masyarakat. Paradigma pelayanan publik saat ini sudah mencapai kepada pelayanan
publik yang responsif terhadap berbagai kepentingan masyarakat, menciptakan ruang
yang besar bagi masyarakat untuk ikut berpartisipasi dalam setiap pengambilan
kebijakan publik, lebih demokratis dan memberikan ruang yang besar bagi pemberian
pelayanan yang sesuai dengan kepentingan masyarakat (citizens) sebagai penerima
pelayanan serta pelayanan yang diciptakan tidak bersifat diskriminatif.
Pelayanan publik yang baik harus melibatkan masyarakat untuk berpartisipasi
dalam peningkatan pelayanan publik. Adapun peraturan perundang-undangan yang
2
mengatur tentang partisipasi masyarakat dalam pelayanan publik antara lain : UU
No. 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik, Peraturan Presiden No. 76 Tahun 2013
tentang Pengaduan Pelayanan Publik dan Permenpan No. 13 Tahun 2009 tentang
Pedoman Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik dengan Partisipasi Masyarakat.
Untuk meningkatkan partisipasi dan memenuhi kebutuhan masyarakat dalam
memperoleh pelayanan publik yang berkualitas, wajar dan adil maka pelayanan
publik diwajibkan untuk menyediakan sarana pengaduan.
Pelayanan publik yang wajib diselenggarakan salah satunya adalah
pengelolaan pengaduan masyarakat, hal tersebut tercantum dalam Pasal 8 ayat (2)
Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik yang menyatakan
penyelenggaraan pelayanan publik meliputi : pelaksana, pengelolaan pengaduan,
informasi, pengawasan internal, penyluhan dan konsultasi. Supaya masyarakat dapat
memperoleh pelayanan publik yang berkualitas, maka pemerintah harus bisa
menyediakan sarana pengaduan pelayanan publik. Sesuai dengan Peraturan Presiden
Republik Indonesia Nomor 76 Tahun 2013 Tentang Pengelolaan Pengaduan
Pelayanan Publik, bahwa pengaduan adalah :
“Penyampaian keluhan yang disampaikan pengadu kepada pengelola
pengaduan pelayanan publik atas pelayanan pelaksana yang tidak sesuai
dengan standar pelayanan, atau pengabaian kewajiban dan/atau pelanggaran
larangan oleh penyelenggara.”
3
Selain diwajibkan untuk menyediakan sarana pengaduan, Peraturan Presiden
Republik Indonesia Nomor 76 Tahun 2013 Tentang Pengelolaan Pengaduan
Pelayanan Publik juga menugaskan untuk membentuk pelaksana yang kompeten
dalam pengelolaan pengaduan. Salah satu Kota yang sudah merespon amanat tersebut
adalah Kota Semarang.
Kota Semarang sebagai Ibu Kota Jawa Tengah dan sebagai kota metropolitan
terbesar ke lima di Indonesia adalah salah satu Kota yang terus melakukan perbaikan
dari berbagai sisi, mulai dari infrastuktur sampai dengan kinerja perangkat daerahnya.
Dalam rangka menumbuhkan kepedulian masyarakat terhadap peningkatan mutu
pelayanan yang dilakukan Pemerintah Kota Semarang, maka perlu mengoptimalkan
pelayanan penanganan pengaduan yang sederhana, cepat, tuntas, berkualitas, dan
terkoordinasi dengan menyediakan akses bagi masyarakat untuk menyampaikan
pengaduan atau keluhan terhadap kinerja Pemerintah Kota Semarang. Pemerintah
Kota Semarang telah membentuk suatu lembaga pengaduan masyarakat yang disebut
Pusat Pengelolaan Pengaduan Masyarakat (P3M) melalui Peraturan Walikota
Semarang Nomor 31 Tahun 2014 tentang Pusat Pengelolaan Pengaduan Masyarakat
Kota Semarang. Untuk menumbuhkan kepedulian dan partisipasi masyarakat
terhadap peningkatan mutu pelayanan yang dilakukan Pemerintah Kota Semarang,
maka perlu mengoptimalkan pelayanan penanganan pengaduan yang berkualitas
dengan menyediakan akses bagi masyarakat untuk menyampaikan pengaduan atau
keluhan terhadap kinerja Perangkat Daerah. Dengan adanya pengaduan masyarakat,
4
akan dilakukan langkah-langkah perbaikan kinerja perangkat daerah, baik melalui
kebijakan umum maupun layanan jasa, administrasi dan barang.
Di Provinsi Jawa Tengah, Kota Semarang merupakan daerah yang paling
banyak mendapatkan aduan dari masyarakat. Data aduan yang masuk dalam rentang
waktu bulan Januari – Mei 2017 Kabupaten/Kota se Jawa Tengah pada portal
lapor.go.id adalah sebagai berikut :
Tabel 1.1
Jumlah Aduan pada Bulan Januari – Mei 2017 Kabupaten/Kota se Jawa
Tengah
No Kabupaten/Kota Belum Proses Selesai Jumlah
Aduan
1 Sragen 1 1 4 6
2 Boyolali 1 0 394 395
3 Kota Tegal 0 1 56 57
4 Kota Pekalongan 0 0 76 76
5 Kota Semarang 62 316 4124 4502
6 Salatiga 0 0 2 2
7 Surakarta 2 1 53 56
8 Kota Magelang 0 1 10 11
9 Brebes 1 1 51 53
10 Tegal 1 0 82 83
11 Pemalang 1 0 50 51
12 Pekalongan 0 0 43 43
13 Batang 0 0 15 15
14 Kendal 2 1 4 7
15 Temanggung 1 0 3 4
16 Demak 2 0 12 14
17 Jepara 0 0 3 3
18 Kudus 1 0 155 156
5
19 Pati 1 0 47 48
20 Rembang 1 0 102 103
21 Blora 1 0 143 144
22 Grobogan 2 1 6 9
23 Karanganyar 0 0 9 9
24 Wonogiri 3 2 3 3
25 Sukoharjo 0 1 11 12
26 Klaten 0 0 195 195
27 Kabupaten Magelang 0 2 18 20
28 Wonosobo 0 0 19 19
29 Purworejo 0 0 21 21
30 Kebumen 1 0 200 201
31 Banjarnegara 1 1 6 8
32 Purbalingga 1 0 2 3
33 Banyumas 3 0 3 6
34 Cilacap 5 1 24 30
35 Kabupaten Semarang 6 6 578 590
Jumlah 100 336 6524 6955
sumber : https://lapor.go.id/statistik/
Selama rentang waktu 5 bulan terhitung sejak bulan Januari - Mei, Kota Semarang
tercatat sebagai Kota yang mendapatkan aduan yang paling banyak diantara
Kabupaten/Kota yang lain. Tercatat ada 4502 aduan yang yang ditujukan untuk
Pemerintah Kota Semarang, dari jumlah tersebut 62 atau 1.4% aduan belum diproses,
316 atau sekitar 7.19% aduan sedang diproses dan 4124 atau sekitar 92.4% aduan
telah selesai diproses. Dari data yang masuk ke portal lapor.go.id, Kota Semarang
selalu menempati posisi pertama Kota yang paling banyak mendapatkan aduan dari
masyarakat.
6
Tabel 1.2
Rincian Aduan Masyarakat yang ditujukan Kepada Pemerintahan Kota
Semarang Bulan Januari – Mei 2017
No Bulan Belum Proses Selesai Jumlah
Aduan
1 Januari 6 17 808 831
2 Februari 15 36 1,043 1,094
3 Maret 6 36 1,063 1,105
4 April 21 37 706 764
5 Mei 14 190 480 684
sumber : https://lapor.go.id/statistik/
Tingginya tingkat pengaduan yang ditujukan kepada Pemerintah Kota Semarang
disebabkan oleh banyaknya permasalahan yang ada di Kota Semarang sebagai Ibu
Kota Provinsi dengan jumlah penduduk 1,7 juta jiwa. Selain itu, kemudahan dalam
menyampaikan aduan juga menjadi faktor pendorong masyarakat untuk
menyampaikan aduan yang menjadi permasalahan di masyarakat. Selain datang
langsung ke kantor Pusat Pengelolaan Pengaduan Masyarakat (P3M), Masyarakat
dapat menyampaikan aduan melalui media sosial atau melalui aplikasi mobile.
Dari tabel diatas, menandakan adanya aduan yang sampai lebih dari 10 hari
belum direspon. Sedangkan aduan yang seharusnya dapat direspon dalam waktu
maksimal 2 hari sesuai dengan prosedur pada P3M Kota Semarang dan sesuai dengan
Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi
Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2014 Tentang Pedoman Penyelenggaraan
Pengelolaan Pengaduan Pelayanan Publik Secara Nasional. Hal tersebut menunjukan
respon P3M Kota Semarang dalam penanganan pengaduan masih kurang responsif.
7
Salah satu Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) di Kota Semarang yaitu
PATTIRO (Pusat Telaah dan Informasi Regional) melakukan Uji Pengaduan terhadap
salah satu sarana pengaduan Pemerintah Kota Semarang yaitu Lapor Hendi. Uji
Pengaduan dilakukan pada bulan September 2016 melalui sarana Lapor Hendi,
berupa SMS 1708, dan twitter #LaporHendi serta Pusat Pengelolaan Pengaduan
Masyarakat (P3M) Pemkot Semarang. Dalam Uji Pengaduan yang dilakukan,
PATTIRO mendistribusikan 14 pengaduan diantaranya melalui SMS Lapor Hendi (6
pengaduan), Twitter #LaporHendi (6 pengaduan), facebook P3M Kota Semarang (1
Pengaduan) dan Loket P3M (1 Pengaduan) yang terklasifikasi dari pengaduan ringan,
sedang dan berat. Dari Uji Pengaduan tersebut, didapatkan hasil sebagai berikut :
a. Dari 12 pengaduan yang dikirim ke Lapor Hendi ada 6 pengaduan (50%)
pengaduan yang tidak direspon. 6 Pengaduan tersebut terdistribusi: SMS (4
pengaduan) dan twitter #laporhendi (2 pengaduan).
b. Sedangkan 6 pengaduan (50%) yang ditanggapi tentang akses data melalui
website, kantor dan perbaikan serta pengelolaan aset. Waktu respon cukup
cepat kisaran yaitu 1-3 hari,
c. Pengaduan masing–masing facebook dan loket P3M direspon SKPD yang
bertanggung jawab.
sumber: PATTIRO Semarang
Aduan yang masih belum mendapat respon dengan baik adalah aduan yang masuk
melalui portal Lapor Hendi baik yang melalui SMS ataupun melalui twitter
#laporhendi yaitu sebanyak 6 aduan atau 50%. Terdapat aspek dari pengelolaan
8
pengaduan yang dilakukan P3M Kota Semarang belum terlaksana dengan baik.
Masih tinggi nya tingkat aduan yang belum mendapat respon dengan baik
menunjukan belum efektif nya pengelolaan aduan yang dilakukan oleh P3M Kota
Semarang. Guna mewujudkan sarana pengaduan yang baik dalam memenuhi
kebutuhan masyarakat dalam memperoleh pelayanan publik yang berkualitas, wajar,
dan adil maka P3M Kota Semarang harus mampu melakukan manajemen
pengelolaan aduan dengan baik.
Menurut Schelling and Chris Topher, Ed (dalam Rahmayanty, 2010:101)
pentingnya mengorganisir keluhan adalah karena pelanggan yang mengeluh adalah
teman baik kami, karena mereka memberikan kesempatan kepada kami untuk
meningkatkan pelayanan. Input dalam penyelenggaraan pemerintahan dalam rangka
memperbaiki pelayanan kepada masyarakat salah satunya berupa tuntutan atau
komplain (keluhan) atas pelayanan yang diberikan oleh penyelenggara pemerintahan.
Input dari masyarakat yang masuk tentu harus diproses sehingga diperlukan sistem
pengorganisasian yang baik agar diperoleh sebuah keputusan atau kebijakan yang
lebih baik dari pada sebelumnya. Ernest Dale (dalam Handoko, 2011:168)
menyebutkan bahwa pengorganisasian adalah suatu proses untuk merancang struktur
formal, mengelompokan dan mengatur serta membagi tugas-tugas atau pekerjaan di
antara para anggota organisasi, agar tujuan organisasi dapat di capai dengan efektif
dan efisien.
Bertolak dari kasus tersebut, manajemen pengelolaan aduan oleh Pusat
Pengelolaan Pengaduan Masyarakat harus sejalan dengan tugas, pokok dan fungsinya
9
agar tujuan organisasi dapat di capai dengan efektif. Berdasarkan latar belakang
diatas, penulis melakukan penelitian yang berjudul: “Manajemen Pengaduan
Masyarakat di Pusat Pengelolaan Pengaduan Masyarakat (P3M) Kota
Semarang”.
1.2 Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
Bagaimana manajemen pengaduan pada Pusat Pengelolaan Pengduan Masyarakat
Kota Semarang?
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah diatas, tujuan yang ingin di capai dari
penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan manajemen pengaduan masyarakat pada
Pusat Pengelolaan Pengduan Masyarakat (P3M) Kota Semarang.
1.4 Kegunaan Penelitian
Adapun manfaat teoritis dan manfaat praktis yang diharapkan dari penelitian
ini adalah sebagai berikut :
1.4.1 Kegunaan Teoritis
Kegunaan teoritis dalam penelitian ini adalah kegunaan ilmiah dalam memahami dan
mendalami mengenai manajemen pengaduan masyarakat di Pusat Pengelolaan
10
Pengduan Masyarakat dalam penanganan pengaduan. Secara teoritis, hasil penelitian
ini diharapkan berguna untuk:
a. Menambah khasanah ilmu pengetahuan khususnya dalam bidang manajemen
pengelolaan pengaduan.
b. Berguna untuk memperdalam dan mengkaji kebenaran teori yang telah
diterima dengan kenyataan yang ada dilapangan.
1.4.2 Kegunaan Praktis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan kepada Pemerintah Kota
Semarang khususnya kepada Pusat Pengelolaan Pengduan Masyarakat (P3M) dalam
melaksanakan penanganan pengaduan sesuai dengan tugas, pokok dan fungsinya.
Selain itu, penelitian ini diharapkan dapat dijadikan rujukan oleh Pemerintah Kota
Semarang untuk memperbaiki kinerja dan mutu pelayanan kepada pelanggan sebagai
penerima layanan (masyarakat) dan setake holders.
1.5 Tinjauan Pustaka
Memperhatikan rumusan masalah tersebut maka dalam penelitian ini terdapat
beberapa teori meliputi teori manajemen publik, manajemen pengaduan, teori
perencanaan (planning), teori pengorganisasian (organizing), teori pelaksanaan
(Actuating), dan teori pengawasan (controling).
11
1.5.1 Manajemen Publik
Overman dalam Harbani Pasolong (2007:83), mengemukakan bahwa
manajemen publik adalah suatu studi interdisipliner dari aspek-aspek umum
organisasi, dan merupakan gabungan antara fungsi manajemen seperti
planning, organizing, dan controlling satu sisi, dengan SDM, keuangan, fisik,
informasi, dan politik disisi lain.
Mary Parker Follet mendefinisikan manajemen sebagai seni dalam
menyelesaikan pekerjaan orang lain. Definisi ini mengandung arti bahwa para
manajer mencapai tujuan-tujuan organisasi melalui pengaturan orang-orang
lain untuk melaksanakan berbagai tugas yang mngkin diperlukan, atau berarti
dengan tidak melakukan tugas-tugas itu sendiri. Pengertian manajemen
memang begitu luas, sehingga dalam kenyataannya tidak ada definisi yang
digunakan secara konsisten oleh semua orang. Stoner (dalam Handoko,
2011:8) mengemukakan pengertian manajemen adalah sebagai proses
perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, pengawasan usaha-usaha para
anggota organisasi dan penggunaan sumber daya- sumber daya organisasi
lainnya agar mencapai tujuan organisasi yang telah di tetapkan.
Dalam Encylopedia of the Social Science dikatakan bahwa manajemen
adalah suatu proses dengan mana pelaksanaan suatu tujuan tertentu
diselenggarakan dan diawasi. Selanjutnya, Haiman mengatakan bahwa
manajemen adalah fungsi untuk mencapai sesuatu melalui kegiatan orang lain
12
dan mengawasi usaha-usaha individu untuk mencapai tujuan bersama.
Akhirnya George R. Terry mengatakan bahwa manajemen adalah pencapaian
tujuan yang di tetapkan terlebih dahulu dengan mempergunakan kegiatan
orang lain. Sehingga dari ketiga pengertian tersebut maka akan tampak tiga
pokok penting dalam definisi-definisi tersebut, yaitu pertama, adanya tujuan
yang ingin dicapai; kedua, tujuan dicapai dengan menggunakan kegiatan
orang lain; dan ketiga, kegiatan-kegiatan orang lain itu harus dibimbing dan
diawasi.
Istilah manajemen diartikan secara variatif oleh para ahli tergantung
latar belakang pendidikan, pengalaman, atau prespektif yang dianut. Menurut
Shafritz dan Russel (dalam Keban, 2004:85) manajemen berkenaan dengan
orang yang bertanggungjawab menjalankan suatu organisasi, dan proses
menjalankan organisasi itu sendiri yaitu pemanfaatan sumberdaya (seperti
orang dan mesin) untuk mencapai tujuan organisasi.
Wilson (dalam Keban, 2008:100) meletakan 4 prinsip dasar bagi studi
administrasi publik yang mewarnai manajemen publik sampai sekarang yaitu:
a. Pemerintah sebagai setting utama organisasi
b. Fungsi eksekutif sebagai fokus utama
c. Pencarian prinsip-prinsip dan teknik manajemen yang lebih efektif
sebagai kunci pengembangan kompetensi administrasi dan
13
d. Metode perbandingan sebagai suatu metode studi dan pengembangan
bidang administrasi publik.
Perkembangan paradigma manajemen publik menurut Harbani Pasolong
(2011 : 84 – 98) :
1 Manajemen Normatif
Pendekatan manajemen normatif melihat manajemen sebagai suatu proses
penyelesaian tugas atau pencapaian tujuan. Manajemen normatif sejak
pembentukannya lebih bersifat “profit oriented” dan karena itu dianggap
tidak cocok dengan administrasi publik yang lebih berorientasi kepada
public service.
2 Manajemen Deskriptif
Pendekatan manajemen deskriptif dapat diamati dari karya H. Mintzberg
(1973). Mintzberg memberikan fungsi-lungsi yang biasa dilakukan oleh
seorang manajer di tempat kerjanya. Menurut Mintzberg, fungsi manajemen
yang benar-benar dijalankan terdiri atas kegiatan-kegiatan personal, interaktif,
administrasi, dan teknis.
3 Manajemen Strategi
Manajemen strategi membicarakan hubungan antara organisasi dengan
lingkungannya baik lingkungan internal maupun lingkungan eksternal.
Manajemen strategi dapat memberi petunjuk bagi para eksekutif dalam
14
mencoba mempengaruhi dan mengendalikan lingkungan sehingga tidak
sekedar bersikap memberi reaksi terhadapnya
4 Manajemen Publik
Wilson dalam Pasolong (2011: 96) meletakan 4 (empat) prinsip dasar bagi
studi administrasi publik yang mewarnai manajemen publik sampai
sekarang yaitu (1) pemerintah sebagai setting utama organisasi; (2) fungsi
eksekutif sebagai fokus utama; (3) pencarian prinsip-prinsip dan teknik
manajemen yang lebih efektif sebagai kunci pengembangan kompetensi
administrasi, dan (4) metode perbandingan sebagai suatu metode studi
dan pengembangan bidang administrasi publik.
5 Manajemen Kinerja
Manajemen kinerja adalah suatu proses yang dirancang untuk
meningkatkan kinerja organisasi kelompok / individu yang digerakkan oleh
para manajer.
Fungsi-Fungsi Manajemen
George R. Terry (Hasibuan, 2009 : 38) fungsi-fungsi manajemen meliputi :
a. Perencanaan (planning),
b. Pengorganisasian (organizing),
c. Pengarahan (actuating) dan
d. Pengendalian (controlling).
15
Menurut Henry Fayol (Safroni, 2012:47), fungsi-fungsi manajemen
meliputi :
a. Perencanaan (planning),
b. Pengorganisasian (organizing),
c. Pengarahan (commanding),
d. Pengkoordinasian (coordinating),
e. Pengendalian (controlling).
Sedangkan menurut Ernest Dale (Handoko, 2011:22), fungsi-fungsi
manajemen meliputi :
a. Perencanaan (planning),
b. pengorganisasian (organizing),
c. Penyusunan Personalia (Staffing)
d. Pengarahan (Directing)
e. Inovasi (Innovating)
f. Pengawasan (controlling).
Menurut perkembangan paradigma manajemen diatas, dapat dilihat
bahwa manajemen publik telah bergeser kearah pelayanan publik yang lebih
baik dengan pelibatan masyarakat untuk meningkatkan kinerja atau pelayanan
kepada masyarakat.
Pelayanan publik atau pelayanan umum dididefinisikan sebagai segala
bentuk jasa pelayanan, baik dalam bentuk barang publik maupun jasa publik
yang pada prinsipnya menjadi tanggung jawab dan dilaksanakan oleh instansi
16
pemerintah di pusat, daerah, dan di lingkungan Badan Usaha Milik Negara
atau Badan Usaha Milik Daerah dalam rangka upaya pemenuhan kebutuhan
masyarakat maupun dalam rangka pelaksanaan ketentuan peraturan
perundang-undangan (Ratminto & Atik, 2009:5). Pengertian selanjutnya oleh
Ahmad Ainur Rohman (2008:3), bahwa pelayanan publik (public service)
merupakan suatu pemberian atau pelayanan terhadap masyarakat yang berupa
penggunaan fasilitas-fasilitas umum, baik jasa maupun non jasa, yang
dilakukan oleh organisasi publik dalam hal ini adalah suatu pemerintahan.
Sementara itu, di dalam Bab I Pasal 1 UU No. 25 tahun 2009 tentang
Pelayanan Publik juga dijelaskan mengenai pengertian pelayanan publik yang
artinya:
“kegiatan atau rangkaian kegiatan dalam rangka pemenuhan
kebutuhan pelayanan sesuai dengan peraturan perundang-undangan
bagi setiap warga negara dan penduduk atas barang, jasa, dan/atau
pelayanan administratif yang disediakan oleh penyelenggra
pelayanan publik.”
Letak partisipasi masyarakat dalam pelayanan publik ada pada pengaduan
masyarakat. Pengelolaan pengaduan menjadi syarat yang penting dalam
penyelenggaraan pelayanan publik. Hal tersebut juga tercantum dalam Pasal
18 Ayat 2 UU No. 25 Tahun 2009 Tentang Pelayanan Publik bahwa
Penyelenggaraan pelayanan publik sekurang-kurangnya harus meliputi
pelaksanaan pelayanan, pengelolaan pengaduan masyarakat, pengelolaan
17
informasi, pengawasan internal, penyuluhan kepada masyarakat dan
pelayanan konsultasi.
1.5.2 Manajemen Pengaduan
Sektor yang perlu mendapat prioritas adalah manajemen pengaduan. Sehingga,
pemerintah perlu memberikan prioritas utama dibidang pelayanan pengaduan
masyarakat. Pelayanan yang efisien dan efektif akan memberikan rasa
keadilan di masyarakat serta terjaminya kualitas pelayanan publik yang baik.
Pengaduan adalah proses, cara, perbuatan mengadu dan ungkapan rasa tidak
senang atau tidak puas akan hal-hal yang tidak begitu penting, tetapi perlu
diperhatikan (KBBI). Pengaduan masyarakat merupakan bentuk partisipasi
pengawasan dari masyarakat dan respon ketidakpuasan yang disampaikan
secara tertulis maupun tidak tertulis terhadap pelayanan administratif,
pelayanan barang dan jasa. Keluhan atau aduan dari masyarakat sangat
penting untuk dikelola. Agus Fanar Syukri, Ph.D. (2009:29) menyatakan
bahwa:
“Pengaduan masyarakat merupakan suatu sumber informasi yang
sangat penting bagi upaya-upaya pihak penyelenggara pelayanan untuk
memperbaiki kesalahan yang mungkin terjadi, sekaligus secara
konsisten menjaga dan meningkatkan pelayanan yang dihasilkan agar
selalu sesuai dengan standar yang telah ditetapkan. Oleh karena itu
perlu didesain suatu sistem pengelolaan pengaduan yang secara dapat
efektif dan efisien mengelola berbagai pengaduan masyarakat menjadi
bahan masukan bagi perbaikan kualitas pelayanan diwaktu yang akan
datang.”
18
Aduan yang masuk harus dikelola dengan baik mulai dari proses masuknya
aduan sampai pada penyelesaian aduan. Selain itu juga menyangkut
mekanisme kontrol agar diperoleh hasil yang baik. Sehingga dalam mengelola
aduan dibutuhkan perencanaan, pengorganisasian dan pelaksanaan yang
matang.
Manajemen pengaduan adalah suatu proses kegiatan untuk
menampung, mencatat, menelaah, menyalurkan, mengkonfirmasi,
mengklarifikasi, memberikan alternatif solusi kepada pengadu,
mendokumentasi dan mensosialisasikan hasil pengelolaan pengaduan kepada
masyarakat.
Aduan sangat penting untuk dikelola karena dapat menjadi bahan
masukan bagi perbaikan kualitas pelayanan publik. Selain itu Manajemen
pengaduan perlu diupayakan agar mempermudah masyarakat yang akan
menyampaikan pengaduannya. Manajemen pengaduan mulai dari masuk nya
pengaduan sampai dengan timbal balik yang didapatkan oleh masyarakat.
Manajemen pengaduan merupakan implementasi dari teori manajemen dalam
bidang pengaduan. Manajemen komplain mencakup empat pilar atau tahapan
yaitu Planning, Organizing, Actuating dan Controlling.
Manajemen pengaduan pada dasarnya merupakan kegiatan penyaluran
pengaduan, pemrosesan respon pengaduan, umpan balik, dan laporan
penanganan pengaduan. Rangkaian kegiatan ini memiliki elemen-elemen
berikut:
19
a) Sumber atau Asal Pengaduan
Sumber pengaduan adalah masyarakat, baik secara individu maupun
kelompok darimana komplain atau pengaduan berasal. Seluruh elemen
masyarakat dapat menyampaikan pengaduan melalui saluran yang telah
disediakan.
b) Isi Pengaduan
Isi pengaduan yaitu permasalahan yang diadukan oleh pihak pengadu.
Aduan bisa menyangkut berbagai macam hal, mulai dari kesalahan
prosedur, kualitas layanan, kerusakan fasilitas umum dan sebagainya.
c) Unit Penanganan Pengaduan
Unit penanganan pengaduan Adalah satuan yang disediakan oleh institusi
untuk mengelola dan menangani pengaduan dari masyarakat melalui
saluran yang telah tersedia.
d) Respon Pengaduan
Respon pengaduan adalah tanggapan atau jawaban dari unit penanganan
pengaduan yang disampaikan kepada pihak pengadu.
e) Umpan Balik
Umpan balik adalah penilaian pihak pengadu atas respon atau jawaban unit
penanganan pengaduan mengenai permasalahan yang masyarakat
sampaikan.
f) Laporan Penanganan Pengaduan
20
Sesudah umpan balik dari pihak yang mengajukan aduan diterima, maka unit
pengelolaan pengaduan wajib membuat laporan tentang pengaduan dan
penanganan pengaduan yang telah dilakukan.
Dalam mengimplementasikan manajemen pengaduan harus didukung
oleh sumber-sumber yang memadai baik sumber daya manusia, sumber daya
alam, dan sumber dana. Menurut Dyah Hariani (2008 : 245-246) dalam
menyusun mekanisme keluhan yang akan tercantum dalam regulasi pelayanan
pemerintah dalam hal ini adalah sebagai penyelenggara pemerintahan dan
sebagai penyedia pelayanan perlu memperhatikan hal-hal sebagai berikut :
a. Bagaimana pengguna layanan menggunakan mekanisme keluhan
b. Bagaimana penyedia pelayanan akan menangani keluhan
c. Berapa lama mekanisme penangangan keluhan
d. Apa tindakan yang akan penyedia pelayanan ambil dalam menangani
keluhan
e. Apakah terdapat lembaga mediasi bila pengguna layanan belum puas
dengan jawaban penyedia pelayanan
f. Siapa yang duduk dewan pengevaluasi kinerja dan
g. Badan macam apa yang memonitor kerja penyedia pelayanan dalam
menangani keluhan.
Selain itu, tidak semua keluhan dapat ditindak lanjuti pada saat keluhan
diterima, tetapi membutuhkan waktu tertentu untuk menyelesaikannya.
21
Sehingga masyarakat tidak langsung mendapatkan tanggapan untuk aduan-
aduan yang membutuhkan waktu.
Agar setiap keluhan dapat ditangani secara cepat dan tepat, masyarakat
perlu tahu tentang bagaimana cara menyampaikan aduan secara efektif.
Sehingga perlu adanya sosialisasi yang masif dari unit penanganan pengaduan
kepada masyarakat. Dyah Hariani (2008 : 247) memberikan contoh
bagaimana menyampaikan aduan yang efektif adalah sebagai berikut:
Mencantumkan identitas pribadi pengguna layanan, sehingga instansi
penyedia pelayanan dapat mencari keterangan seputar pengguna
layanan berkaitan dengan keluhan a) Mencantumkan nomor kontak
pengguna layanan, agar penerima keluhan dapat langsung menjawab
melalui nomor tersebut b) Memberikan sebanyak mungkin latar
belakang keluhan dan menyertakan dokumen apapun yang mendukung
keluhan dan c) Apabila pengguna layanan membutuhkan seseorang
untuk membantu, atau hanya mendiskusikan masalah secara informal,
berikan pernyataan bersedia membantu, lengkap dengan nomor kontak
penghubung.
untuk kasus berat seperti korupsi, kolusi dan nepotisme perlu dikembangkan
penerimaan aduan tersendiri. Keluhan yang berbau tindak pidana dengan
keluhan yang bersifat manajerial perlu dipisahkan guna mempermudah unit
penyedia pelayanan untuk memfokuskan diri pada upaya-upaya memperbaiki
kualitas pelayanan atas dasar masukan-masukan dari pengguna pelayanan
(Dyah Hariani, 2008 : 247). Penyaluran aduan dari masyarakat kepada
penyedia layanan dapat dilakukan melalui berbagai macam bentuk,
diantaranya sebagai berikut :
a. Melalui telepon saat jam kerja.
22
b. Melalui mesin faksimil kepada siapa keluhan ditujukan.
c. Melalui e-mail.
d. Melalui korespondensi atau surat menyurat.
e. Melalui tatapmuka langsung dengan sebelumnya membuat janji untuk
ketemu pejabat/staf penerima keluhan, mengunjungi kantor penyedia
pelayanan atau tempat keluhan dapat diproses ( Dyah Hariani, 2008 :
248).
Setelah aduan disampaikan kepada unit penanganan pengaduan, masyarakat
sebagai pengadu yang ingin mengetahui perkembangan aduan atau tanggapan
dari masalah yang diadukan, tanggapan tersebut dapat disampaikan kepada
masyarakat melalui:
a. Melalui e-mail.
b. Melalui korespondensi atau surat menyurat.
c. Melalui SMS.
d. Melalui telepon.
e. Melalui tatap muka langsung.
f. Melalui web.
g. Melalui koran/ majalah
h. Melalui facebook, dan lain-lain.
Nina Rahmayanty (2010:151) menyampaikan bahwa untuk mengelola
pengaduan dengan efektif, unit penanganan pengaduan harus memiliki sistem
pengelolaan pengaduan yang berpegang pada prinsip-prinsip sebagai berikut:
23
a. Kemudahan
b. Tanggap
c. Rentang waktu
d. Kerahasiaan
e. Kejelasan
f. Hak dan kewajiban (akuntabilitas)
g. Transparansi
h. Komitmen
i. Keadilan bagi semua pihak
j. Terdokumentasi
1.5.3 Perencanaan
Perencanaan terjadi di semua tipe kegiatan. Perencanaan merupakan
pemilihan sekumpulan kegiatan dan pemutusan selanjutnya apa yang harus
dilakukan, kapan, bagaimana, dan oleh siapa. Rencana harus
mempertimbangkan kebutuhan, flesibilitas, agar mampu menyesuaikan diri
dengan situasi dan kondisi baru secepat mungkin. Rencana merupakan salah
satu aspek penting dalam pengambilan keputusan (decision making).
Newman (dalam Manullang, 2005:39) mengatakan, planning is
deciding in advance what is to be done. Jadi, perencanaan adalah penentuan
terlebih dahulu apa yang akan dikerjakan. Sedangkan Louis A. Allen
mengatakan, planning is the determination of a course of action to achieve a
24
desired result. Perencanaan adalah penentuan serangkaian tindakan untuk
mencapai hasil yang diinginkan.
Charles Bettleheim mengatakan a plan consist of the totaly of
arrangements decided upon in order to carry out a project. Selanjutnya dia
berkata bahwa setiap rencana terdapat dua elemen, yaitu a project, that is an
end which one proposes to achieve dan the arrangement decided upon in
order that this end may be achieved, that is the determination of the means.
Charles Bettleheim singkatnya berpendapat bahwa dalam setiap rencana
terdapat dua elemen, yaitu tujuan dan alat yang perlu untuk mencapai tujuan
itu.
Kemudian menurut Irine Dian Sari Wijayanti (2008:14) dalam
bukunya Manajemen, perencanaan merupakan suatu fungsi manajer yang
mencakup pemilihan kegiatan yang akan dijalankan, bagaimana menjalankan
dan kapan dimulai dan selesainya pekerjaan itu, untuk membantu tercapainya
tujuan organisasi. Perencanaan juga merupakan suatu proses pengambilan
keputusan yang mengandung unsur-unsur fakta, asumsi dan kegiatan yang
dipilih dan akan dilakukan di masa mendatang. Perencanaan yang baik selalu
di dasarkan pada kenyataan-kenyataan, tidak terlalu optimis atau sebaliknya.
Perencanaan juga tidak didasarkan pada kehendak atau subjektivitas
perencana. Diperlukan data yang relevan untuk membantu proses perencanaan
yang baik. Data tersebut dikumpulkan dan dianalisis untuk kemudian dipakai
sebagai dasar perencanaan.
25
Manullang (2005:42-43) dalam bukunya Manajemen berpendapat
bahwa suatu rencana mengandung unsur-unsur sebagai berikut :
a. Tujuan perusahaan
Unsur pertama dari suatu rencana adalah tujuan, harus jelas pada setiap
rencana apa yang menjadi tujuan baik tujuan yang bersifat materil atau
tujuan yang bersifat moral.
b. Politik
Politik merupakan salah satu unsur yang ada dalam suatu rencana. Politik
merupakan peraturan atau pedoman yang digariskan bagi tindakan
organisasi untuk mencapai tujuan dengan hasil yang baik.
c. Prosedur
Suatu rencana juga harus memuat prosedur, yaitu urutan pelaksanaan
yang harus dituruti oleh seseorang dalam melakukan sesuatu tindakan
untuk mencapai tujuan organisasi.
d. Budget
Budget atau anggaran merupakan ikhtisar dari hasil-hasil yang diharapkan
untuk dicapai, dan pengeluaran yang diperlukan untuk mencapai hasil
tersebut yang dinyatakan dalam angka.
e. Program
Program adalah campuran dari politik dan budget yang dimaksudkan
untuk menetapkan suatu rangkaian tindakan untuk waku yang akan
datang.
26
Tahap Dasar Perencanaan
Menurut T. Hani Handoko (1999), semua kegiatan perencanaan pada dasarnya
melalui empat tahap sebagai berikut:
Tahap 1: Menetapkan tujuan atau serangkaian tujuan. Perencanaan
dimulai dengan keputusan-keputusan tentang keinginan atau kebutuhan
organisasi atau kelompok kerja. Tanpa rumusan tujuan yang jelas, organisasi
akan menggubakan sumber daya-sumber dayanya secara tidak efektif.
Tahap 2 : Merumuskan Keadaan Saat Ini. Pemahaman akan posisi
perusahaan sekarang dari tujuan yang hendak dicapai atau sumber daya-
sumber daya yang tersedia untuk pencapaian tujuan, adalah sangat penting,
karena tujuan dan rencana menyangkut waktu yang akan datang. Hanya
setelah keadaan perusahaan saat ini dianalisa, rencana dapat dirumuskan untuk
menggambarkan rencana kegiatan lebih lanjut. Tahap kedua ini memerlukan
informasi, terutama keuangan dan data stastistik, yang didapatkan melalui
komunikasi dalam organisasi.
Tahap 3 : Mengidentifikasikan Segala Kemudahan dan Hambatan.
Segala kekuatan dan kelemahan serta kemudahan dan hambatan perlu
diidentifikasikan untuk mengukur kemampuan organisasi dalam mencapai
tujuan. Oleh karena itu perlu diketahui faktor-faktor lingkungan internal dan
eksternal yang dapat membantu organisasi mencapai tujuannya, atau yang
mungkin menimbulkan masalah. Walaupun sulit dilakukan, antisipasi
27
keadaan, masalah, dan kesempatan serta ancaman yang mungkin terjadi di
waktu mendatang adalah bagian esensi dari proses perencanaan.
Tahap 4 : Mengembangkan Rencana atau Serangkaian Kegiatan
Untuk Pencapaian Tujuan. Tahap terakhir dalam proses perencanaan meliputi
pengembangan barbagai alternatif kegiatan, yang meliputi penilaian alternatif-
alternatif serta pemilihan alternatif terbaik di antara berbagai alternatif yang
ada, untuk pencapaian tujuan organisasi.
Bagan 1.1
Tahap Dasar Perencanaan
S
sumber: Handoko T. Hani (2011)
dalam mengelola komplain atau aduan dibutuhkan perencanaan yang matang,
Pusat Pengelolaan Pengaduan Masyarakat (P3M) Kota Semarang dalam
perencanaannya telah menetapkan tujuan sebagai instansi pengelola
pengaduan yaitu bertujuan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dalam
28
memperoleh pelayanan publik yang berkualitas, wajar, dan adil. Pelayanan
publik saat ini tidak cukup pada level pelayanan saja, tetapi harus melibatkan
masyarakat untuk berpartisipasi dalam setiap pengambian kebijakan publik
dan sebagai kontrol terhadap kinerja Pemerintah. Pusat Pengelolaan
Pengaduan Masyarakat (P3M) Kota Semarang membuka seluas-luasnya
aduan jika ada permasalahan yang dirasakan oleh masyarakat dalam
pelayanan publik yang diberikan.
Dengan adanya masukan dari masyarakat tersebut, maka Pemerintah
akan lebih mudah untuk mencapai tujuan pelayanan publik. Dalam
pelaksanaannya, tentu ada kemudahan dan hambatan yang akan dihadapi.
Kemudahannya adalah bahwa di era digital ini segala sesuatu dapat dilakukan
dengan tekhnologi. Begitu juga dengan pengelolaan pengaduan, masyarakat
sebagai pengadu cukup melalui aplikasi berbasis mobile dan internet
masyarakat sudah bisa menyampaikan aduannya kepada Pemerintah.
Dalam hal pengembangan rencana dan kegiatan, Sekretaris P3M Kota
Semarang mempunyai tugas pokok merencanakan, mensinkronisasi dan
mengkonfirmasi sesuai dengan Pasal 4 huruf a, b, d dan f Peraturan Walikota
Semarang Nomor 31 Tahun 2014 tentang Pusat Pengelolaan Pengaduan
Masyarakat Kota Semarang.
29
1.5.4 Pengorganisasian
Kata “organisasi” mempunyai dua pengertian umum. Pengertian
pertama menandakan suatu lembaga atau kelompok fungsional. Pengertian
kedua berkenaan dengan proses pengorganisasian, sebagai suatu cara dimana
kegiatan organisasi di alokasikan dan ditugaskan diantara para anggotanya
agar tujuan organisasi dapat tercapai dengan efisien.
Pengorganisasian merupakan salah satu dari lima fungsi manajemen
yang sangat berperan penting dalam pencapaian operasi perusahaan secara
efektif dan efesien. Lebih lanjut, fungsi ini dapat menentukan apakah
organisasi bisa mengoptimalkan efesiensi penggunaan sumber dayanya, baik
SDM maupun sumber daya yang lain. Fungsi ini di definisikan oleh Robbins
sebagai aktivitas yang menentukan tugas apa yang harus di kerjakan, siapa
yang melaksanakannya, bagaimana tugas tersebut dikelompokkan dan di
distribusikan, kepada siapa akan di laporkan hasilnya, dan dimana keputusan
mengenai hal tersebut di buat. Semua aktivitas tersebut termasuk salah satu
tanggung jawab manajer administrasi dalam mendesain struktur organisasi
sebuah perusahaan.
T. Hani Handoko (2011:167) dalam bukunya Manajemen berpendapat
bahwa pengorganisasian (organizing) merupakan proses penyusunan struktur
organisasi yang sesuai dengan tujuan organisasi, sumber daya yang dimiliki
dan lingkungan yang melingkupinya. Terdapat dua aspek utama proses
30
penyusunan struktur adalah departementalisasi dan pembagian kerja.
Departementalisasi merupakan pengelompokan kegiatan kerja suatu
organisasi agar kegiatan yang sejenis dan berhubungan dapat dikerjakan
bersama. Pembagian kerja adalah pemerincian tugas pekerjaan agar setiap
individu dalam organisasi bertanggungjawab dan melaksanakan sekumpulan
kegiatan yang terbatas. Istilah pengorganisasian mempunyai bermacam-
macam pengertian, istilah tersebut dapat digunakan untuk menunjukkan hal-
hal berikut :
a. Cara manajemen merancang struktur formal untuk penggunaan yang paling
efektif sumber daya-sumber daya keuangan, phisik, bahan baku dan tenaga
kerja organisasi.
b. Bagaimana organisasi mengelompokkan kegiatan-kegiatannya, dimana
setiap pengelompokan diikuti dengan penugasan seorang manajer yang
diberi wewenang untuk mengawasi anggota-anggota kelompok.
c. Hubungan-hubungan antara fungsi-fungsi, jabatan-jabatan, tugas-tugas dan
para karyawan.
d. Cara bagaimana para manajer membagi lebih lanjut tugas-tugas yang harus
dilaksanakan dalam departemen mereka dan dan mendelegasikan
wewenang yang diperlukan untuk mengerjakan tugas tersebut.
Menurut Ernest Dale (dalam Handoko, 2011:168) Pengorganisasian
merupakan suatu proses untuk merancang struktur formal, mengelompokkan
dan mengatur serta membagi tugas-tugas atau pekerjaan diantara para anggota
31
organisasi, agar tujuan organisasi dapat di capai dengan efisien. Proses
pengorganisasian dapat ditunjukan dengan tiga langkah prosedur berikut ini :
a. Pemerincian seluruh pekerjaan yang harus dilaksanakan untuk mencapai
tujuan organisasi.
b. Pembagian beban pekerjaan total menjadi kegiatan-kegiatan yang secara
logik dapat dilaksanakan oleh satu orang. Pembagian kerja sebaiknya tidak
terlalu berat sehingga tidak dapat diselesaikan, atau terlalu ringan sehingga
ada waktu menganggur, tidak efisien dan terjadi biaya yang tidak perlu.
c. Pengadaan dan pengembangan suatu mekanisme untuk mengkoordinasikan
pekerjaan para anggota organisasi menjadi kesatuan yang terpadu dan
harmonis. Mekanisme pengkoordinasian ini akan membuat para anggota
organisasi menjaga perhatiannya pada tujuan organisasi dan mengurangi
ketidak-efisienan dan konflik-konflik yang merusak.
Pelaksanaan proses pengorganisasian yang sukses, akan membuat suatu
organisasi dapat mencapai tujuannya. Proses ini akan tercermin pada struktur
organisasi, yang mencakup aspek-aspek penting organisasi dan proses
pengorganisasian, yaitu: 1) pembagian kerja, 2) departementalisasi, 3) bagan
organisasi formal, 4) rantai perintah dan kesatuan perintah, 5) tingkat-tingkat
hirarki manajemen, 6) saluran komunikasi, 7) penggunaan komite, 8) rentang
manajemen dan kelompok-kelompok informal yang tak dapat dihindarkan.
Seluruh pekerjaan yang menjadi tugas dan fungsi Pusat Pengelolaan
Pengaduan Masyarakat (P3M) Kota Semarang telah tercantum dalam
32
Peraturan Walikota Semarang Nomor 31 Tahun 2014 tentang Pusat
Pengelolaan Pengaduan Masyarakat Kota Semarang. Adapun pembagian kerja
dari P3M Kota Semarang sesuai dengan susunan organisasi yang telah
dibentuk meliputi:
a. Pengarah
b. Penanggungjawab
c. Ketua
d. Wakil Ketua
e. Sekretariat terdiri dari :
1) Kelompok Kerja Pengolahan Pengaduan
2) Kelompok Kerja Informasi Dan Klarifikasi Pengaduan
3) Kelompok Kerja Monitoring Dan Evaluasi
Seluruh kelompok kerja tersebut saling berkoordinasi dan bertanggungjawab
kepada sekretariat P3M yang dipimpin oleh seorang sekretaris yang
berkedudukan dibawah dan bertanggungjawab kepada Wakil Ketua. Wakil
Ketua P3M di duduki oleh Kepala Bagian Organisasi Sekretariat Daerah
dalam melaksanakan tugasnya bertanggungjawab kepada Ketua. Ketua P3M
di duduki Asisten Administrasi Umum Sekretariat Daerah dalam
melaksanakan tugasnya bertanggungjawab kepada penanggungjawab. Struktur
organisasi P3M yang paling atas adalah Walikota dan Sekretaris Daerah
sebagai pengarah dan penanggungjawab.
33
1.5.5 Penggerakkan
Segala sesuatu yang sudah direncanakan dan diorganisasikan tidak
mungkin berjalan apabila tidak dilaksanakan. Sehingga tercapainya tujuan
organisasi tidak cukup dengan adanya rencana dan pengorganisasian saja
melainkan harus ada pelaksanaan dan pengawasan. Dalam pelaksanaan juga
diperlukan pengarahan sebagai usaha yang berkaitan dengan segala sesuatu
agar seluruh anggota organisasi/lembaga dapat melaksanakan seluruh
pekerjaan dan bekerja sama untuk mencapai tujuan.
Menurut George R. Terry dalam bukunya Principles of Management
(Sukarna, 2011: 82) mengatakan bahwa
“Actuating is setting all members of the group to want to achieve and
to strike to achieve the objective willingly and keeping with the
managerial planning and organizing efforts.
“....Penggerakan adalah membangkitkan dan mendorong semua
anggota kelompok agar supaya berkehendak dan berusaha dengan
keras untuk mencapai tujuan dengan ikhlas serta serasi dengan
perencanaan dan usaha-usaha pengorganisasian dari pihak pimpinan.
Definisi diatas terlihat bahwa tercapai atau tidaknya tujuan tergantung kepada
bergerak atau tidaknya seluruh anggota kelompok manajemen, mulai dari
tingkat atas, menengah sampai kebawah. Segala kegiatan harus terarah kepada
sasarannya, mengingat kegiatan yang tidak terarah kepada sasarannya
hanyalah merupakan pemborosan terhadap tenaga kerja, uang, waktu dan
materi atau dengan kata lain merupakan pemborosan terhadap tools of
management. Hal ini sudah barang tentu merupakan mis-management.
34
Tercapainya tujuan bukan hanya tergantung kepada perencanaan dan
pengorganisasian yang baik, melainkan juga tergantung pada penggerakan dan
pengawasan. Perencanaan dan pengorganisasian merupakan landasan yang
kuat untuk adanya pelaksanaan yang terarah kepada sasaran yang dituju.
Penggerakan tanpa perencanaan tidak akan berjalan efektif karena dalam
perencanaan itulah ditentukan tujuan, budget, standard, metode kerja,
prosedur dan program. (Sukarna, 2011: 82-83).
Menurut Ibnu Syamsi dalam bukunya Pokok-Pokok Organisasi dan
Manajemen, aktuasi merupakan usaha untuk menciptakan iklim kerja sama di
antara staf pelaksana program sehingga tujuan organisasi dapat tercapai secara
efektif dan efisien. Sedangkan menurut Sondang Siagian (2012:36) fungsi
aktuasi tidak terlepas dari fungsi manajemen lainnya. Fungsi penggerak dan
pelaksanaan dalam istilah lainnya yaitu actuating (memberi bimbingan),
motivating (membangkitkan motivasi), directing (memberikan arah),
influencing (mempengaruhi) dan commanding (memberikan komando atau
perintah).
Aspek-aspek penggerakan atau penggerakan menurut Irine Diana Sari
Wijayanti dalam bukunya yang berjudul Manajemen, yaitu :
a. Kepemimpinan
Adalah proses mengarahkan dan mempengaruhi aktivitas-aktivitas
anggota kelompok yang berkaitan dengan tugasnya. Dari pengertian
tersebut dapat ditunjukan tiga unsur yaitu pimpinan, bawahan dan
35
pembagian kekuasaan atau power. Kekuasaan atau Power adalah
kemampuan seseorang untuk mempengaruhi orang lain sehingga perilaku
tersebut sesuai dengan yang diharapkan oleh orang yang mempunyai
power tersebut.
b. Motivasi
Adalah segala sesuatu yang mengerahkan dan mendorong seseorang
berperilaku tertentu. Seorang pemimpin akan berhasil jika power nya
mengarahkan bawahan. Apabila seorang karyawan yang memiliki
kemampuan bekerja tetapi tidak memiliki kemauan atau motivasi untuk
bekerja sama, maka yang timbul adalah kesulitan mengajak/menyuruh
untuk bekerja dengan baik.
c. Mengembangkan Komunikasi
Adalah kegiatan-kegiatan untuk saling memberi keterangan dan ide
secara timbal balik, yang diperlukan dalam setiap usaha kerja sama
manusia untuk mencapai tujuan tertentu. Dalam suatu organisasi pada
dasarnya terdapat keterangan dan ide yang secara struktural mengalir
yaitu, yang disampaikan oleh pimpinan atau komunikasi kebawah
(Downward Communication), yang disampaikan oleh bawahan atau
komunikasi ke atas (Upward Communication) dan yang disampaikan oleh
dan untuk para anggota organisasi atau komunikasi mendatar (horizontal
communication).
36
Dari model-model komunikasi tersebut yang menjadi dasar untuk
menyelenggarakan dan pengawasan organisasi umumnya adalah komunikasi
kebawah (Downward Communication). Oleh karena itu, pimpinan harus
senantiasa memberikan penjelasan-penjelasan mengenai hal yang harus
diketahui oleh bawahan khususnya mengenai tujuan organisasi.
Dalam pelayanannya, aduan yang ditujukan kepada Pemerintah Kota
Semarang melalui P3M rata-rata 50 aduan per hari. Dari seluruh aduan yang
masuk, terdapat aduan yang tidak di proses oleh P3M tanpa adanya
konfirmasi. Hal tersebut bisa disebabkan salah satunya oleh motivasi kerja
para pegawai atau pola komunikasi antara atasan dan bawahan yang tidak
sesuai. Pimpinan lembaga seharusnya senantiasa mengarahkan bawahannya
untuk selalu berkoordinasi baik antar sesama pegawai, dengan atasan maupun
dengan dinas yang lain. Untuk memotivasi pegawai perlu diadakannya
kegiatan yang dapat mendorong pegawai untuk lebih giat lagi dalam bekerja.
Selain itu juga untuk membangun komunikasi dua arah baik dari atasan
kebawahan maupun sebaliknya.
1.5.6 Pengawasan
Hani Handoko (2011:359) dalam bukunya Manajemen mendefinisikan
pengawasan sebagai proses untuk “menjamin” bahwa tujuan-tujuan organisasi
dan manajemen tercapai. Ini berkenaan dengan cara-cara membuat kegiatan-
37
kegiatan sesuai yang direncanakan. Pengertian ini menunjukan adanya
hubungan yang sangat erat antara perencanaan dan pengawasan.
Senada dengan pendapat diatas, Manullang (2005:172) dalam bukunya
Dasar-Dasar Manajemen menyampaikan bahwa perencanaan berhubungan
erat dengan fungsi pengawasan karena dapat dikatakan rencana itulah sebagai
standar atau alat pengawasan bagi pekerjaan yang sedang dikerjakan.
Demikian pula fungsi pelaksanaan berhubungan erat dengan fungsi
pengawasan karena pengawasan merupakan follow up dari perintah-perintah
yang sudah dikeluarkan. Apa yang sudah dilaksanakan harus diawasi, agar
yang diperintahkan itu benar-benar dilaksanakan.
Mengingat hubungan erat antara perencanaan, pelaksanaan dan
pengawasan, maka G. R. Terry juga memberikan batasan dari fungsi-fungsi
tersebut. Menurutnya pengawasan adalah “Control is to determine what is
accomplishe in keeping with the plan”. Selanjutnya Newman mengatakan,
“Control is assurance that the performance conform to plan.” Demikian
Henry Fayol mengatakan, “Control consist in verifying whether everything
occure in comformity with the plan adopted, the instruction issued and
principles established. It has object to point out weaknesses adn errors in
order to reactivity them and prevent recurreance. It operate in everything,
peoples, actions.”
Sesuai dengan batasan-batasan diatas, maka pengawasan dapat
diartikan sebagai suatu proses untuk menerapkan pekerjaan apa yang sudah
38
dilaksanakan, menilainya, dan bila perlu mengoreksi dengan maksud supaya
pelaksanaan pekerjaan sesuai dengan rencana semula.
Dari berbagai batasan pengawasan diatas, bahwa tujuan utama dari
pengawasan ialah mengusahakan agar apa yang direncanakan menjadi
kenyataan. Untuk dapat benar-benar merealisasi tujuan utama tersebut, maka
pengawasan pada taraf pertama bertujuan agar pelaksanaan pekerjaan sesuai
dengan instruksi yang telah dikeluarkan, dan untuk mengetahui kelemahan-
kelemahan serta kesulitan-kesulitan yang dihadapi dalam pelaksanaan rencana
berdasarkan penemuan-penemuan tersebut dapat diambil tindakan untuk
memperbaikinya, baik pada waku itu ataupun waktu yang akan datang.
(Manullang, 2005:172-173)
Definisi pengawasan yang dikemukakan oleh Robert J. Mockler
berikut ini memperjelas unsur-unsur esensial proses pengawasan :
“Pengawasan manajemen adalah suatu usaha sistematik untuk
menetapkan standar pelaksanaan dengan tujuan-tujuan perencanaan,
merancang sistem informasi umpan balik, membandingkan kegiatan
nyata dengan standar yang telah ditetapkan sebelumnya, menentukan
dan mengukur penyimpangan-penyimpangan, serta mengambil
tindakan koreksi yang diperlukan untuk menjamin bahwa semua
sumber daya perusahaan dipergunakan dengan cara paling efektif dan
efisien dalam pencapaian tujuan-tujuan perusahaan.” (Handoko,
2011:361)
Ada tiga tipe dasar pengawasan, antala lain :
a. Pengawasan pendahuluan (feedforward control). Pengawasan tipe ini
sering juga disebut dengan steering controls, dirancang untuk
mengantisipasi masalah-masalah atau penyimpangan-penyimpangandari
39
standar atau tujuan dan memungkinkan koreksi dibuat sebelum suatu tahap
kegiatan tertentu diselesaikan. Pengawasan ini menggunakan pendekatan
aktif dan agresif, yaitu mendeteksi masalah-masalah dan mengambil
tindakan yang diperlukan sebelum masalah terjadi. Oleh karena itu
diperlukan informasi yang akurat dan tepat berkaitan dengan tujuan yang
akan dicapai apabila terjadi perubahan-perubahan.
b. Pengawasan concurrent (concurrent control), yaitu pengawasan yang
dilakukan bersamaan dengan pelaksanaan kegiatan. Pengawasan ini sering
disebut pengawasan “ya – tidak”, screening control, atau “berhenti – terus,
dilaksanakan selama sutau kegiatan berlangsung. Pengawasan ini
merupakan proses dimana aspek tertentu dari suatu prosedur harus disetujui
dulu, atau syarat tertentu harus dipenuhi dulu sebelum kegiatan-kegiatan
bisa dilanjutkan, sehingga lebih menjamin ketepatan pelaksanaan suatu
kegiatan.
c. Pengawasan umpan balik (feedback control). Pengawasan tipe ini
dilakukan dengan mengukur hasil-hasil dari suatu kegiatan yang telah
diselesaikan. Sebab-sebab penyimpangan dari rencana atau standar
ditentukan, dan penemuan-penemuan diterapkan untuk kegiatan-kegiatan
serupa di masa yang akan datang. Pengawasan ini bersifat historis,
pengukuran dilakukan setelah kegiatan terjadi.
40
Ketiga bentuk pengawasan tersebut sangat berguna bagi manajemen, tetapi
juga memiliki kelebihan dan kekurangan, oleh karena itu manajemen harus
menggunakan sistem pengawasan yang paling sesuai dengan situasi tertentu.
Misalnya, untuk pengawasan pendahuluan dan pengawasan concurrent,
memiliki kelebihan dimana manajemen dapat membuat tindakan koreksi dan
tetap dapat mencapai tujuan. Sementara kelemahannya adalah biaya keduanya
mahal, banyak kegiatan yang tidak memungkinkan dimonitor secara terus-
menerus, dan pengawasan yang berlebihan cenderung membuat produktivitas
menurun.
Untuk mempermudah proses pengawasan maka ada beberapa fase atau
urutan pengawasan. Proses pengawasan dimanapun atau pengawasan yang
berobjek apapun terdiri dari fase sebagai berikut :
a. Menetapkan alat pengukur (standar)
Pada fase ini, pemimpin harus menentukan atau menetapkan standar atau
alat-alat pengukur. Berdasarkan standar tersebutlah kemudian diadakan
penilaian.
b. Mengadakan penilaian (evaluate)
Fase evaluasi merupakan fase yang membandingkan antara pekerjaan
yang telah dikerjakan (actual result) dengan standar yang telah ditetapkan
sebelumnya.
c. Mengadakan tindakan perbaikan (corrective action)
41
Fase corrective action adalah fase dimana dilaksanakannya tindakan
perbaikan dengan maksud agar tujuan pengawasan dapat direalisasikan.
Tujuan utama dari pengawasan adalah agar apa yang direncanakan
menjadi kenyataan. Demikian juga tujuan fase ketiga dari pengawasan
ialah mengusahakan agar apa yang direncanakan menjadi kenyataan.
Apabila struktur perintah dan pengawasan kurang berjalan dengan
baik maka akan menekan atau memperlemah rasa percaya diri kebanyakan
pegawai yang berada di bawah. Pada akhirnya hal ini akan berdampak pada
menurunnya kinerja, kreativitas, dan inovasi para pegawai. Penanggungjawab
P3M Kota Semarang melakukan pengawasan terhadap kinerja seluruh
pegawai, dalam melakukan pengawasannya, hasil pengawasan dilaporkan
kepada Walikota sebagai pengarah dan melakukan perbaikan apabila
diharuskan. Setiap hari tentu ada aduan yang masuk baik secara langsung
(datang ke kantor P3M Kota Semarang) maupun secara tidak langsung
(melalui SMS atau media sosial) sehingga perlu dipastikan aduan tersebut
dapat diproses sesuai dengan prosedur dalam rangka memberikan pelayanan
yang terbaik kepada masyarakat. Tipe pengawasan yang dilakukan oleh P3M
Kota Semarang adalah tipe pengawasan concurrent yaitu pengawasan yang
dilaksanakan selama sutau kegiatan berlangsung.
42
Gambar 1.3
Kerangka Pikir
Teori-Teori Manajemen
George R. Terry a. Perencanaan b. Pengorgnisasian c. Penggerakkan d. Pengawasan
Henry Fayol a. Perencanaan b. Pengorgnisasian c. Komando d. Koordinasi e. Pengawasan
Ernest Dale a. Perencanaan b. Pengorgnisasian c. Penyusunan Personalia d. Perintah e. Inovasi f. Pengawasan
Perencanaan
Pengorgnisasian
Penggerakan
Pengawasan
Manajemen Pengaduan Masyarakat
di Pusat Pengelolaan Pengaduan
Masyarakat (P3M) Kota Semarang
Sumber : Beberapa pendapat ahli tentang fungsi Manajemen dalam Handoko T. Hani (2011:22)
43
1.6 Operasionalisasi Konsep
1.6.1 Manajemen Pengaduan Masyarakat
1.6.1.1 Perencanaan Perencanaan adalah penentuan terlebih dahulu apa yang akan dikerjakan.
Pada aspek perencanaan penulis mengidentifikasikan berdasarkan aspek
yang dianggap strategis yang harus dilakukan dalam aspek perencanaan
manajemen pengaduan masyarakat di Pusat Pengelolaan Pengaduan
Masyarakat Kota Semarang yaitu :
a. Tujuan organisasi
b. Politik
c. Prosedur
d. Budget atau anggaran
e. Program
1.6.1.2 Pengorganisasian
Pengorganisasian merupakan suatu proses untuk merancang struktur organisasi,
mengelompokkan dan mengatur serta membagi tugas-tugas atau pekerjaan
diantara para anggota organisasi agar tujuan organisasi dapat di capai secara
efisien dengan sumber daya yang dimilikinya. Sehingga dalam penelitian ini,
peneliti fokus pada aspek-aspek penting yang organisasi dan proses
pengorganisasian pada Pusat Pengelolaan Pengaduan Masyarakat Kota
Semarang, yaitu:
44
a. pembagian kerja,
b. departementalisasi,
c. bagan organisasi formal,
d. rentang manajemen
1.6.1.3 Penggerakan
Tercapainya tujuan organisasi bukan hanya tergantung kepada planning dan
organizing yang baik, tetapi juga ditentukan oleh fungsi aktuasi yang baik,
sehingga fungsi aktuasi tidak dapat dipisahkan dengan fungsi manajemen yang
lain. Fungsi aktuasi atau penggerakan mempunyai istilah lain diantaranya
actuating (memberi bimbingan), motivating (membangkitkan motivasi),
directing (memberikan arah), influencing (mempengaruhi) dan commanding
(memberikan komando atau perintah).
Penggerakan adalah membangkitkan, mendorong, memotivasi, dan
melakukan komunikasi kepada semua anggota kelompok agar berkehendak
dengan perencanaan dan usaha-usaha pengorganisasian dari pihak pimpinan
untuk mencapai suatu tujuan.
Aspek-aspek penggerakan yang menjadi gejala pada Pusat
Pengelolaan Pengaduan Masyarakat (P3M) Kota Semarang adalah mekanisme
pengelolaan pengaduan yaitu :
1. Menerima pengaduan masyarakat
2. Mengelola pengaduan masyarakat
45
3. Klarifikasi pengaduan masyarakat
4. Konfirmasi pengaduan masyarakat
5. Monitoring dan evaluasi pengaduan masyarakat
6. Koordinasi pengaduan masyarakat
7. Mengendalikan pengelolaan pengaduan masyarakat
1.6.1.4 Pengawasan
Fungsi pengawasan merupakan follow up dari perintah-perintah yang sudah
dikeluarkan, maka pengawasan dapat diartikan sebagai suatu proses untuk
menilai pekerjaan dari awal, dan bila perlu melakukan perbaikan dengan
maksud supaya pelaksanaan pekerjaan sesuai dengan rencana semula.
Untuk mempermudah proses pengawasan maka ada beberapa fase atau
urutan pengawasan. Proses pengawasan dimanapun atau pengawasan yang
berobjek apapun terdiri dari fase sebagai berikut :
a. Menetapkan alat pengukur (standar)
b. Mengadakan penilaian (evaluate)
c. Mengadakan tindakan perbaikan (corrective action)
1.7 Metode Penelitian
1.7.1 Desain Penelitian
Pada penelitian ini, pendekatan yang digunakan adalah pendeketan
penelitian kualitatif deskriptif. Moleong (2011:5) mendefinisikan metode
46
penelitian kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data
deskriptif berupa kata-kata dari orang-orang dan perilaku yanng dapat diamati.
Penelitian kualitatif deskriptif ini bertujuan untuk menggambarkan situasi atau
kejadian. Data yang dikumpulkan berupa deskriptif, yaitu bertujuan untuk
menggambarkan suatu gejala sosial dengan mengumpulkan data sebanyak-
banyaknya mengenai aspek yang mempengaruhi penelitian sehingga tidak
bermaksud mencari penjelasan atau menguji hipotesis.
1.7.2 Fokus dan Lokus Penelitian
Fokus dari penelitian ini adalah Manajemen Pengaduan di Pusat
Pengelolaan Pengaduan Masyarakat (P3M) Kota Semarang yang dilihat
dari fungsi-fungsi manajemen.
Lokus penelitian merupakan hal yang penting untuk mempersempit ruang
lingkup serta mempelajari hal yang ingin dikaji. Dalam hal ini adalah Pusat
Informasi Publik (PIP) Kota Semarang.
1.7.3 Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data dalam penelitian kualitatif ini menggunakan teknik :
a. Observasi
Alat pengumpulan data yang dilakukan dengan cara mengamati dan
mencatat secara sistematik gelaja-gejala yang terlihat dan terdengar
mengenai objek penelitian di kantor Pusat Pengelolaan Pengaduan
47
Masyarakat (P3M) yaitu di gedung Pusat Informasi Publik Kota Semarang
agar peneliti mengetahui peran yang dilakukan P3M dalam melaksanakan
tugas dan fungsinya sesuai dengan fungsi-fungsi manajemen.
b. Wawancara
Wawancara dilakukan dengan bertatap muka secara langsung terhadap
informan, dimaksudkan untuk mencari fakta-fakta atau informasi yang
belum terungkap sehingga fenomena yang terjadi dapat dipahami. Dalam
penelitian ini teknik wawancara yang digunakan adalah wawancara
mendalam dimana peneliti mengajukan pertanyaan secara mendalam yang
berhubungan dengan fokus permasalahan. Selain mengacu pada pedoman
wawancara, peneliti juga mengembangkan pertanyaan secara spontan
terhadap respon informan, sehingga data yang didapat terkumpul secara
maksimal.
c. Studi Pustaka
Mencari sumber data dengan cara membaca buku ataupun arsip lainnya yang
dapat dimanfaatkan untuk melengkapi pengetahuan tentang penelitian yang
dilakukan.
1.7.4 Subyek Penelitian
Subyek penelitian atau informan adalah individu atau kelompok yang
diharapkan dapat mendeskripsikan apa yang ingin penulis ketahui, sesuatu yang
48
berkaitan dengan fenomena atau kasus yang sedang diteliti. Atau dengan kata
lain dapat disebut dengan informan.
Dalam penelitian kualitatif , peneliti melakukan langkah nyata untuk
mendapatkan data secara langsung dengan melakukan observasi dan wawancara
kepada orang-orang telah ditentukan dimana orang-orang tersebut dapat
dipercaya dan memahami mengenai pengelolaan pengaduan Kota Semarang.
Teknik pemilihan informan yang digunakan penulis dalam penelitian
ini adalah dengan menetapkan key informan yaitu orang-orang yang
mengetahui dengan benar atau yang terpercaya, sedangkan untuk memperoleh
data kualitatif, peneliti menggunakan teknik purposive sampling yang terdiri
dari: Kepala Seksi Pengelolaan Aspirasi dan Informasi Dinas Komunikasi,
Informatika, Statistik dan Persandian sebagai penanggungjawab P3M Kota
Semarang dan Tenaga Pelaksana Kegiatan Pusat Pengelolaan Pengaduan
Masyarakat (P3M) Kota Semarang.
1.7.5 Sumber Data
Sumber data adalah segala keterangan atau informasi mengenai hal
yang berkaitan dengan masalah yang dibahas, tempat dimana data yang
diperlukan dalam penelitan itu diperoleh. Adapun data yang digunakan dalam
penelitian ini adalah:
a. Data Primer
49
Data primer merupakan informasi yang dikumpulkan peneliti
langsung dari sumbernya (Warsito, 1997:69). Dalam hal ini, peneliti
sebagai pengumpul data dan untuk mengumpulkan data primer
menggunakan interview guide yang bersumber langsung dari Kepala
Seksi Pengelolaan Aspirasi dan Informasi Dinas Komunikasi, Informatika,
Statistik dan Persandian sebagai penanggungjawab P3M Kota Semarang
dan Tenaga Pelaksana Kegiatan Pusat Pengelolaan Pengaduan Masyarakat
(P3M) Kota Semarang.
b. Data Sekunder
Data skunder adalah informasi yang telah dikumpulakan pihak lain
(Warsito, 1997:69). Jadi data skunder merupakan informasi yang diperoleh
tidak langsung dari sumbernya yaitu meliputi dokumen, laporan,
monografi, browser, buklet, literatur, serta sumber-sumber lainnya.
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan kedua sumber data,
yakni sumber data primer dan sumber data skunder. Sesuai dengan
kebutuhan yang akan dibutuhkan oleh peneliti selama melakukan
penelitian.
1.7.6 Analisis Data
Analisis data kualitatif menurut Bogdan & Biklen dalam (Moleong,
2011:248) adalah upaya yang dilakukan bekerja dengan data,
50
mengorganisasikan data, memilah-milahnya menjadi satuan yang dapat
dikelola, mensintesiskannya, mencari dan menemukan pola, menemukan apa
yang penting dan apa yang dipelajari, dan memutuskan apa yang di ceritakan
kepada orang lain. Adapun jenis-jenis analisis data sebagai berikut:
a. Analisis deskriptif
1) Penelitian deskriptif yang bersifat eksploratif.
2) Penelitian deskriptif yang bersifat development.
b. Analisis komparasi.
c. Analisis korelasi
1) teknik korelasi produk moment.
2) teknik korelasi tata jenjang.
3) teknik korelasi Phi.
4) teknik korelasi serial, dan lain-lain.
Dalam penelitian ini teknik analisis data yang digunakan adalah teknik
analisis deksriptif yang bersifat eksploratif, dimana peneliti menganilisis data
dengan cara mendeskripsikan atau menggambarkan data yang telah terkumpul
dan mengambil kesimpulan.