bab i pendahuluan · jauh perbedaan prinsip pemajakan yang ada antara kedua negara yang terlibat....

40
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Setiap negara biasanya memiliki undang-undang perpajakannya sendiri, yang fungsinya antara lain yaitu fungsi budgetary, yaitu menghimpun penerimaan negara dari masyarakat sebagai dana pembiayaan fungsi pembangunan sistem atau prinsip perpajakan yang dianut oleh suatu negara akan dipengaruhi oleh beberapa hal, antara lain oleh falsafah bangsa yang bersangkutan dan kebijakan-kebijakanyang berhubungan dengan pemberian dorongan investasi kepada sektor-sektor tertentu. Dari segi kekuatan modalnya negara-negara didunia ini dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu capital exporting dan capital importing countries. Yang dimaksud capital exportir adalah negara-negara yang sudah maju ,yang membutuhkan pasar lain sebagai tempat ekspansi bagi modal yang dimilikinya. Sebaliknya capital importing countries adalah negara yang kekurangan modal, sehingga ia perlu mengimpor modal untuk mendorong kegiatan ekonominya. Kedua kelompok tersebut, cepat atau lambat, akan saling berhubungan melalui pemasukan modal. Tetapi sering kali arus ini terhambat oleh sistem perpajakan yang berbeda. Artinya, sistem perpajakan yang berlainan tersebut menyebabkan terjadinya pengenaan pajak berganda terhadap penghasilan orang atau badan yang sama. Keadaan ini akan menghambat keinginan untuk melakukan investasi di luar negeri. Jika masing-masing negara menerapkan undang-undang pajak nasionalnya,tanpa da usaha untuk mengurangi resiko terjadinya pengenaan pajak berganda, arus pemasokan modal dari satu negara ke negara lainnya akan menimbulkan benturan-benturan antaradua jurisdiksi pajak yang berbeda.

Upload: others

Post on 05-Aug-2020

2 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB I PENDAHULUAN · jauh perbedaan prinsip pemajakan yang ada antara kedua negara yang terlibat. Di samping itu, hal ini bergantung pada faktor sampai seberapa jauh suatu negara

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Setiap negara biasanya memiliki undang-undang perpajakannya sendiri, yang

fungsinya antara lain yaitu fungsi budgetary, yaitu menghimpun penerimaan negara

dari masyarakat sebagai dana pembiayaan fungsi pembangunan sistem atau prinsip

perpajakan yang dianut oleh suatu negara akan dipengaruhi oleh beberapa hal, antara

lain oleh falsafah bangsa yang bersangkutan dan kebijakan-kebijakanyang

berhubungan dengan pemberian dorongan investasi kepada sektor-sektor tertentu.

Dari segi kekuatan modalnya negara-negara didunia ini dapat dikelompokkan

menjadi dua, yaitu capital exporting dan capital importing countries. Yang dimaksud

capital exportir adalah negara-negara yang sudah maju ,yang membutuhkan pasar lain

sebagai tempat ekspansi bagi modal yang dimilikinya. Sebaliknya capital importing

countries adalah negara yang kekurangan modal, sehingga ia perlu mengimpor modal

untuk mendorong kegiatan ekonominya. Kedua kelompok tersebut, cepat atau lambat,

akan saling berhubungan melalui pemasukan modal. Tetapi sering kali arus ini

terhambat oleh sistem perpajakan yang berbeda. Artinya, sistem perpajakan yang

berlainan tersebut menyebabkan terjadinya pengenaan pajak berganda terhadap

penghasilan orang atau badan yang sama. Keadaan ini akan menghambat keinginan

untuk melakukan investasi di luar negeri. Jika masing-masing negara menerapkan

undang-undang pajak nasionalnya,tanpa da usaha untuk mengurangi resiko terjadinya

pengenaan pajak berganda, arus pemasokan modal dari satu negara ke negara lainnya

akan menimbulkan benturan-benturan antaradua jurisdiksi pajak yang berbeda.

Page 2: BAB I PENDAHULUAN · jauh perbedaan prinsip pemajakan yang ada antara kedua negara yang terlibat. Di samping itu, hal ini bergantung pada faktor sampai seberapa jauh suatu negara

2

Indonesia adalah negara berkembang, indonesia menutup kebanyakan

persetujuan penghindaran pajak berganda, yang tentunya dimodifikasi sedemikian

rupa untuk melindungi kepentingan sistem pajaknya dan selaras dengan hasil negosiasi

kedua belah pihak karena perjanjian tentu secara timbal balik (resiprositas) dalam

alokasi hak pemajakannya dirundingkan berdasarkan semangat saling menguntungkan

untuk mendorong mobilitas lalu lintas perdagangan, usaha, bisnis, dan investasi antar

negara mitra runding.

Semakin gencarnya usaha untuk melakukan penyelundupan pajak (tax

evasion). Penyelundupan pajak terjadi dengan berusaha melakukan tindakan ilegal

guna mendapatkanbeban pajak yang minim dengan memanfaatkan celah yang terbuka

untuk tidak membayar pajak di negara sumber penghasilan atau di negara domisili.

Semakin bertambah luas dan majunya hubungan ekonomi internasional, maka

dirasakan perlunya diadakan suatu rekonsiliasi jurisdiksi pajak dari negara-negara

yang bersangkutan. Dengan adanya rekonsiliasi ini, hak pemajakan masing-masing

negara yang terlibat diatur secara tegas, sehingga kemungkinan terjadi pengenaan

pajak berganda semakin kecil. Rekonsiliasi dari dua jurisdiksi pajak yang berbeda ini

biasanya disebut persetujuan penghindaran pajak berganda (tax treaty atau tax

convention).

Proses terjadinya persekutuan tersebut memakan waktu, tergantung seberapa

jauh perbedaan prinsip pemajakan yang ada antara kedua negara yang terlibat. Di

samping itu, hal ini bergantung pada faktor sampai seberapa jauh suatu negara bersedia

mengorbankan hak pemajakannya dan memberikannya kepada negara partnernya.

Dalam hal ini, kebijakan perpajakan dari suatu negara sangat menentukan

tingkat kompromi yang akan dicapai. Yang menjadi faktor penentu adalah sejauh mana

suatu negara menentukan jurisdiksi perpajakan internasionalnya. Didunia perpajakan

Page 3: BAB I PENDAHULUAN · jauh perbedaan prinsip pemajakan yang ada antara kedua negara yang terlibat. Di samping itu, hal ini bergantung pada faktor sampai seberapa jauh suatu negara

3

internasional, tidak ada ketentuan atau kaidah-kaidah yang membatasi hak pemajakan

suatu negara terhadap objek pajak dan subjek pajak luar negeri. Keadaan inilah yang

menimbulkan terjadinya pengenaan pajak berganda. Dalam hal ini, persetujuan

tentang penghindaran pajak berganda secara bilateral merupakan pemecahan untuk

menghindari pengenaan pajak berganda.

Disinilah letak pentingnya suatu persetujuan penghindaran pajak berganda

antara dua negara. Persetujuan ini melalui suatu proses kompromi yang panjang,

tergantung pada sejauh mana suatu negara menentukan hak pemajakan

internasionalnya. Pada dasarnya, suatu persetujuan penghindaran pajak berganda

adalah penghindaran pajak secara juridis. Pasal-pasal yang ada didalam persetujuan

tersebut pada hakikatnya adalah distributive rules, yaitu membagi hak pemajakan dua

negara.

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka penulis

menyusun tugas akhir dengan judul “Analisis Perlakuan dan Penerimaan Pajak

Terhadap Bentuk Usaha Tetap Di Indonesia Berdasarkan Perjanjian

Penghindaran Pajak Berganda Pada KPP Badan Orang Asing Satu Kalibata”.

1.2. Perumusan masalah

1. Bagaimana cara perlakuan perpajakan bagi wajib pajak luar negeri yang

menjalankan kegiatan usaha pada kpp badan orang asing satu kalibata ?

2. Apakah penerimaan pajak sudah sesuai dengan jumlah target yang dikenakan oleh

wajib pajak luar negeri yang menjalankan kegiatan usaha pada kpp badan orang

asing satu kalibata ?

3. Bagaimana cara metode yang ditempuh untuk menghindari pajak berganda pada

kpp badan dan orang asing satu kalibata ?

Page 4: BAB I PENDAHULUAN · jauh perbedaan prinsip pemajakan yang ada antara kedua negara yang terlibat. Di samping itu, hal ini bergantung pada faktor sampai seberapa jauh suatu negara

4

1.3. Tujuan dan manfaat

Tujuan yang ingin dicapai dalam penulisan tugas akhir ini adalah :

1. Untuk mengetahui perlakuan perpajakan bagi wajib pajak luar negeri yang

menjalankan usahanya melalui bentuk usaha tetap pada kpp badan dan orang asing

kalibata.

2. Untuk mengetahui jumlah target pajak yang diterima dari wajib pajak luar negeri

yang menjalankan kegiatan usaha pada kpp badan dan orang asing satu kalibata.

3. untuk mengetahui metode yang ditempuh dalam menghindari pajak berganda,

sehingga dapat mengurangi beban pengusaha dan meningkatkan investasi.

sedangkan manfaat dari penulisan tugas akhir ini adalah :

1. Bagi penulis

memperoleh pengalaman melalui pengamatan mengenai perlakuan dan

penemerimaan wajib pajak terhadap bentuk usaha tetap di indonesia berdasarkan

perjanjian penghindaran pajak berganda pada Kpp Badan Orang Asing kalibata

sehingga dapat memberi gambaran yang jelas mengenai teori perkuliahan dan

praktiknya di suatu bentuk perusahaan.

2. Bagi perusahaan

Penulis ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi KPP Badan Orang Asing

Satu Kalibata dan memberi informasi umumnya khususnya untuk manajemen

dalam penatapan informasi yang berkaitan dengan permasalahan yang dibahas.

3. Bagi pembaca

Penulis ini diharapkan dapat memberikan informasi bagi pembaca tentang

pentingnya perlakuan dan penerimaan wajib pajak luar negeri dan menambah

pengetahuan bagi pembaca.

Page 5: BAB I PENDAHULUAN · jauh perbedaan prinsip pemajakan yang ada antara kedua negara yang terlibat. Di samping itu, hal ini bergantung pada faktor sampai seberapa jauh suatu negara

5

1.4. Metode pengumpulan data

Dalam pengumpulan fakta atau data penulis memilih menggunakan teknik-

teknik sebgai berikut :

1. Observasi

Penulis melakukan pengamatan langsung pada KPP Badan Orang Asing Satu

proses perhitungan secara langsung dan menanyakan tentang bagaimana

perlakuan pajak pada bagian pajak di KPP Badan Orang Asing Satu Kalibata.

2. Wawancara

Penulis melakukan tanya jawab secara langsung kepada bapak Agus Puji Priyono

selaku bagian seksi pengawasan dan konsultasi tentang Perlakuan dan Penerimaan

pajak Terhadap Bentuk Usaha Tetap di Indonesia Berdasarkan Perjanjian

Penghindaran Pajak Berganda Pada KPP Badan Orang Asing Satu Kalibata.

3. Studi Pustaka

Dokumen-dokumen pendukung dalam penulisan tugas akhir ini yang penulis

dapatkan dari KPP Badan Orang Asing Satu Kalibata berupa daftar pertanyaan

wawancara dan data penerimaan pajak tahun 2015-2017.

1.5. Ruang Lingkup

pada penulisan penulisan tugas akir ini, penulis membatasi pembahasannya

meliputi perlakuan pajak WPLN, target dan realisasi data penerimaan pajak, dan

metode upaya menghindari pajak berganda. Untuk periode data yang digunakan tahun

2015 s.d 2017.

Page 6: BAB I PENDAHULUAN · jauh perbedaan prinsip pemajakan yang ada antara kedua negara yang terlibat. Di samping itu, hal ini bergantung pada faktor sampai seberapa jauh suatu negara

6

1.6. Sistematika Penulisan

Untuk memudahkan dalam penulisan tugas akhir, penulis membuat sistemaika

dalam 4 bab, yaitu :

Bab I PENDAHULUAN

Bab ini berisi tentang latar belakang, perumusan masalah, tujuan dan

manfaat, metode pengumpulan data, ruang lingkup dan sistematika

penulisan.

BAB II LANDASAN TEORI

Dalam bab ini terdiri dari sub bab, yang antara lain teori-teori

pendukung penganalisaan dan penjelasan mengenai pembahasan yang

terkait dengan tugas akhir ini, yaitu pajak internasional, Bentuk Usaha

Tetap, dan perjanjian penghindaran pajak berganda.

BAB III PEMBAHASAN

Dalam bab ini terdiri dari beberapa sub bab, yang menjelaskan tentang

umum, tinjauan perusahaan, sejarah perusahaan, struktur organisasi,

tugas dan fungsi organisasi, dan hasil penelitian.

BAB IV PENUTUP

Bab ini merupakan bab terakhir yang berisikan kesimpulan dan saran

dari bab sebelumnya, serta saran-saran yang dapat dicapai bagi

pengembangan sistem di masa yang akan datang.

Page 7: BAB I PENDAHULUAN · jauh perbedaan prinsip pemajakan yang ada antara kedua negara yang terlibat. Di samping itu, hal ini bergantung pada faktor sampai seberapa jauh suatu negara

7

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1. Pajak Internasional

2.1.1 Pengertian Pajak Internasional

Pemahaman tentang pajak internasional sering menjadi pembicaraan para

sarjana yang memberikan masing-masing pikirannya sesuai latar belakang yang

menyertainya. Paling tidak karena masalah pajak yang dibicarakan, masalah hukum

(yurisdiksi) yang mengatur dan masalah ekonomi bagaimana penghitungannya akan

ikut terkait.

Dari sisi hukum, terlebih dahulu perlu dipahami pengertian hukum pajak

internasional menurut pendapat beberapa ahli, yaitu :

Menurut Adriani (Arnold, 2016) hukum pajak internasional adalah suatu

kesatuan hukum yang mengupas suatu persoalan yang diatur dalam Undang-Undang

Nasional mengenai pemajakan terhadap orang-orang luar negeri, peraturan-peraturan

nasional untuk menghindarkan pajak ganda dan traktat-traktat.

Menurut Hofstra (Arnold, 2016) hukum pajak internasional merupakan

keseluruhan peraturan hukum yang membatasi wewenang suatu negara untuk

memungut pajak dari hal-hal internasional.

Menurut soemitro (Arnold, 2016) hukum pajak internasional adalah hukum

pajak nasional yang terdiri dari kaedah, baik berupa kaedah-kaedah nasional maupun

kaedah-kaedah yang berasal dari traktat antarnegara dan dari prinsip atau kebiasaan

yang telah diterima baik oleh negara-negara didunia untuk mengatur soal-soal

perpajakan dan dimana dapat ditunjukan adanya unsur-unsur asing, baik mengenai

subjeknya maupun mengenai objeknya.

Page 8: BAB I PENDAHULUAN · jauh perbedaan prinsip pemajakan yang ada antara kedua negara yang terlibat. Di samping itu, hal ini bergantung pada faktor sampai seberapa jauh suatu negara

8

Menurut Gillian (Brock, 2014) pajak internasional adalah studi atau penentuan

pajak atas seseorang atau bisnis yang tunduk pada undang-undang perpajakan dari

berbagai negara atau aspek internasional dari undang-undang perpajakan suatu negara.

Pemerintah biasanya membatasi ruang lingkup pajak penghasilan mereka dengan cara

tertentu secara teritorial atau menyediakan kompensasi untuk perpajakan yang

berkaitan dengan pendapatan ekstrateritorial.

2.1.2 Ruang Lingkup Perpajakan Internasional

untuk memudahkan dalam pemahaman tentang pajak internasional khususnya

ditinjau dari subjek dan objek pajak menurut triyanto (Triyanto & Zulvina, 2017) ,

maka dapat dikategorikan menjadi dua pandangan, yaitu :

1. Taxing Inbound Income adalah pemajakan atas Subjek Pajak Dalam Negeri

(SPDN) yang memperoleh penghasilan yang bersumber dari luar negeri.

2. Taxing Outbond Income adalah pemajakan atas subjek pajak luar negeri (SPLN)

yang memperoleh penghasilan yang bersumber dari dalam negeri.

Sebagai diketahui bahwa negara memiliki kedaulatan untuk mengenakan pajak

terhadap setiap penghasilan setiap individu dan badan dimana terdapat connecting

factors antara negara dengan suatu transaksi/peristiwa ekonomi yang menimbulkan

penghasilan. Undang-Undang perpajakan menerapkan dua prinsip berdasarkan

connecting factors tersebut, yaitu :

1. Azas Residensi, hak negara mengenakan pajak kepada seseorang (individu/badan)

karena terdapat “personal attachment”, seperti residensi, domisili,

kewarganegaraan, tempat pendirian, tempat kedudukan manajemen.

Page 9: BAB I PENDAHULUAN · jauh perbedaan prinsip pemajakan yang ada antara kedua negara yang terlibat. Di samping itu, hal ini bergantung pada faktor sampai seberapa jauh suatu negara

9

2. Azas Sumber, hak negara mengenakan pajak kepada seseorang (individu/badan)

karena terdapat “economic attachment” yaitu penghasilan yang bersumber

dinegara tersebut.

Beberapa prinsip dalam perpajakan internasional tiga unsur netralitas yang

harus dipenuhi dalam kebijakan perpajakan internasional menurut Triyanto (Triyanto

& Zulvina, 2017), yaitu :

1. Capital export neutrality (netralitas pasar domestik) : kemanapun kita berinvestasi,

beban pajak yang dibayar haruslah sama sehingga tidak ada bedanya bila kita

berinvestasi didalam/luar negeri.

2. Capital import neutrality (netralitas pasar internasional) : dari manapun investasi

berasal, dikenakan dikenakan pajak yang sama sehingga baik investor dari dalam

negeri atau luar negeri akan dikenakan tarif pajak yang sama bila berinvestasi di

suatu negara.

3. National neutrality : setiap negara mempunyai bagian pajak penghasilan yang

sama. Maka, bila ada pajak luar negeri yang tidak bisa dikreditkan, boleh

dikurangkan sebagai biaya pengurang laba.

2.1.3 Tujuan Pokok Pajak Internasional

Menurut (Brock, 2014) Salah satu aspek penting dalam perpajakan

internasional adalah masalah pajak berganda internasional. Dalam upaya mengatasi

masalah tersebut, persetujuan secara bilateral dua negara dibuat melalui suatu

perundingan terkait adanya potensi pajak ganda yang diakibatkan hubungan ekonomi

dua negara. Tujuan utama adanya persetujuan penghindaran pajak berganda (tax

treaties) adalah meniadakan atau mengurangi pemajakan berganda (avoid double

Page 10: BAB I PENDAHULUAN · jauh perbedaan prinsip pemajakan yang ada antara kedua negara yang terlibat. Di samping itu, hal ini bergantung pada faktor sampai seberapa jauh suatu negara

10

taxation) dan juga mencegah penghindaran atau penyeludupan pajak (avoid double

non-taxation).

Upaya-upaya ini penting dilakukan dalam upaya untuk menciptakan suatu kondisi

ekonomi yang sehat dengan tujuan akhir ,yaitu:

a. Adanya efisiensi ekonomi.

b. Terciptanya keseimbangan aliran modal ekspor dan impor.

c. Mengoptimalkan kesejahteraan masyarakat.

d. Adanya keadilan perpajakan.

Pendapat serupa dinyatakan oleh Roy Rohatgi dalam bukunya basic

international taxation sebagaimana dikutip oleh Darussalam (Darussalam, 2016)

bahwa upaya penghindaran dan penyelundupan pajak ditujukan untuk:

1. Menjaga persaingan yang adil antara subjek pajak dalam negeri dan subjek pajak

luar negeri dengan cara mengenakan beban pajak yang sama terhadap penghasilan

yang sama berdasarkan tingkat kemampuan membayar pajak (ability to pay) yang

sama tanpa memperhatikan di negara mana sumber penghasilan tersebut berasal.

2. Meningkatkan daya asing dan pertumbuhan ekonomi melalui kebijakan fiskal.

3. Membagi hak pemajakan antara negara domisili dan negara sumber secara adil atas

penghasilan yang berasal dari transaksi lintas batas negara.

Menjamin adanya netralitas dalam perpajakan internasional, baik yang bersifat

netralitas dalam perpajakan atas aliran modal yang masuk ke suatu negara maupun

netralitas dalam pemajakan atas aliran modal yang keluar dari suatu negara.

2.1.4 Kecenderungan Tarif Pajak Dunia

menurut (Laffer, Martilla, & Watkinson, 2015) Tarif pajak antar negara sangat

bervariasi dan cenderung berubah-ubah. Perubahan tarif pajak ini dapat terjadi karena

Page 11: BAB I PENDAHULUAN · jauh perbedaan prinsip pemajakan yang ada antara kedua negara yang terlibat. Di samping itu, hal ini bergantung pada faktor sampai seberapa jauh suatu negara

11

kebijakan pajak jangka menengah ataupun jangka panjang. Namun, terhadap

kebijakan tarif ini adalah akbiat adnya pandangan bahwa terdapat hubungan antara

tarif pajak dengan penerimaan pajak. Hubungan antara tarif pajak dengan penerimaan

negara tersebut terjadi karena naik turunnya tarif pajak secara matematis akan

berakibat pada naik turunnya penerimaan pajak. Sementara itu, efek lainnya adalah

bahwa naik turunnya tarif pajak dapat mengakibatkan perubahan dalam kegiatan

ekonomi.

Tabel II.1

Corporate tax rates

Locations 2015 2016 2017

Africa Average 27.85% 27.92% 27.46%

American Average 27.96% 27.35% 27.86%

Asia Average 21.91% 22.59% 21.97%

Europe Average 19.68% 20.12% 20.48%

Oceania Average 27.00% 27.00% 26.00%

North America Average 33.25% 33.25% 33.25%

Latin America Average 27.52% 26.85% 27.29%

EU Average 21.34% 22.25% 22.09%

OECD Average 24.11% 24.86% 24.85%

menurut (Laffer, Martilla, & Watkinson, 2015) tabel diatas menunjukkan

berbagai tarif pajak perseroan dibelahan dunia sepanjang tahun 2015 s.d 2017. Dari

tahun ke tahun perubahan tarif berfluktuasi sangat rendah. Gejala ini menunjukkan

bahwa kebijakan tarif cukup sensitif. Hal ini menggambarkan perkembangan laju

perekonomian dunia yang sangat dinamis, dimana efek lambatnya pertumbuhan

ekonomi dunia yang terjadin direspon dengan penurunan tarif pajak.

Di sisi lain, kecenderungan global pada tarif pajak perorangan dapat dilihat

pada tabel dibawah ini :

Page 12: BAB I PENDAHULUAN · jauh perbedaan prinsip pemajakan yang ada antara kedua negara yang terlibat. Di samping itu, hal ini bergantung pada faktor sampai seberapa jauh suatu negara

12

Tabel II.2

Personal tax rates

Locations 2015 2016 2017

Africa Average 32.09% 31.13% 31.43%

American Average 31.34% 31.91% 31.67%

Asia Average 27.64% 26.88% 27.29%

Europe Average 32.70% 32.28% 37.46%

Oceania Average 33.40% 35.00% 39.00%

North America Average 34.30% 34.30% 36.30%

Latin America Average 31.08% 31.70% 30.96%

EU Average 38.38% 38.08% 39.74%

OECD Average 41.78% 41.80% 41.88%

Brics Average 31.90% 32.02% 24.31%

Global Average 31.20% 30.79% 32.83%

menurut (Laffer, Martilla, & Watkinson, 2015) tabel diatas menunjukkan tarif

pajak perorangan di dunia sepanjang tahun 2015-2017. Berbeda dengan tarif pajak

pada perusahaan yang berdampak langsung pada biaya operasi kegiatan usaha, tarif

pajak perorangan lebih langsung berakibat pada konsumsi perorangan yang dikenakan,

maka sebesar itulah konsumsi seseorang berkurang. Dari gambaran angka tarif pajak

perorangan diatas, nampak bahwa turun naiknya tarif bersifat mendatar atau relatif

kecil. Termasuk dalam hal ini, rata-rata tarif negara-negara OECD tetap kurang lebih

mendatar.

2.2 Bentuk Usaha Tetap

2.2.1 Pengertian Bentuk Usaha Tetap

Berdasarkan Pasal 2 ayat (5) Undang-undang Pajak Penghasilan (Undang-

Undang Nomor 36 Tahun 2008), Bentuk Usaha Tetap adalah bentuk usaha yang

dipergunakan oleh Orang Pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia atau

berada di Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan, atau badan

Page 13: BAB I PENDAHULUAN · jauh perbedaan prinsip pemajakan yang ada antara kedua negara yang terlibat. Di samping itu, hal ini bergantung pada faktor sampai seberapa jauh suatu negara

13

yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia, untuk menjalankan

usaha atau melakukan kegiatan di Indonesia.

Untuk adanya suatu bentuk usaha tetap diperlukan syarat-syarat di antaranya:

1. adanya tempat usaha (place of business).

2. usaha atau yang dilakukan haruslah bersifat permanent (certain degree of

permanent).

3. adanya sifat ketergantungan (dependence).

Dengan mengambil salah satu contoh bentuk usaha tetap tersebut di atas, misalnya

gedung kantor, gedung kantor tersebut baru akan merupakan bentuk usaha tetap apabila

di gedung kantor itu dijalankan usaha (business) atau kegiatan suatu perusahaan luar

negeri. Sebaliknya, apabila di gedung kantor tersebut tidak dijalankan usaha, misalnya

apabila kegiatan di gedung kantor tersebut hanya sebatas pengumpulan data atau promosi

untuk kepentingan suatu perusahaan di luar negeri, gedung kantor tersebut bukan bentuk

usaha tetap dari perusahaan luar negeri yang bersangkutan.

2.2.2 Objek Pajak

Berdasarkan pasal 5 ayat (1) UU pajak penghasilan (Undang-Undang Nomor 36

Tahun 2008) Yang menjadi objek pajak luar negeri adalah :

1. penghasilan dari usaha atau kegiatan BUT tersebut dari harta yang dimiliki atau

dikuasai.

2. Penghasilan kantor pusat dari usaha atau kegiatan, penjualan barang atau

pemberian jasa di Indonesia yang sejenis dengan yang dijalankan atau dilakukan

di Indonesia.

Page 14: BAB I PENDAHULUAN · jauh perbedaan prinsip pemajakan yang ada antara kedua negara yang terlibat. Di samping itu, hal ini bergantung pada faktor sampai seberapa jauh suatu negara

14

3. Penghasilan sebagaimana tersebut dalam pasal 26 UU pph yang diterima atau

diperoleh kantor pusat sepanjang terdapat hubungan efektif antara BUT dengan

harta atau kegiatan yang memberikan penghasilan dimaksud.

2.2.3 Subjek Pajak

Berdasarkan pasal 2 ayat (4) UU pajak penghasilan (Undang-Undang Nomor 36

Tahun 2008) Yang menjadi subjek pajak luar negeri adalah :

1. Orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di indonesia, orang pribadi yang berada

di indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam waktu 12 bulan, dan badan yang tidak

didirikan dan tidak bertempat tinggal kedudukan di Indonesia yang menjalankan

usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di indonesia.

2. Orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di indonesia, orang pribadi yang berada

indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam waktu 12 bulan, dan badan yang tidak

didirikan dan tidak bertempat kedudukan di indonesia, yang dapat menerima aatu

memperoleh penghasilan dari indonesia tidak dari menjalankan usaha atau

melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di indonesia.

2.2.4 Dasar Hukum

berdasarkan (Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008) Dasar hukum pajak

penghasilan Wajib Pajak Badan dan BUT pada dasarnya sama dengan dasar hukum

pajak penghasilan wajib pajak orang pribadi, terutama undang-undang yang berlaku

bagi setiap jenis pajak penghasilan, yaitu Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983

tentang Pajak Penghasilan yang telah beberapa kali diubah dan disempurnakan, yakni

dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1991, Undang-Undang Nomor 10 Tahun

1994, Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000, dan yang terakhir Undang-Undang

Page 15: BAB I PENDAHULUAN · jauh perbedaan prinsip pemajakan yang ada antara kedua negara yang terlibat. Di samping itu, hal ini bergantung pada faktor sampai seberapa jauh suatu negara

15

Nomor 36 Tahun 2008. Selain perundang-undangan, dasar hukum pajak penghasilan

badan juga diatur dalam peraturan-peraturan dan keputusan-keputusan peraturan

Pemerintah, Keputusan Presiden, Keputusan Menteri Keuangan, Keputusan Direktur

Jenderal Pajak, ataupun Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak.

2.2.5 Branch Profit Tax

Menurut (Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008) Branch profit tax adalah

pajak tambahan yang dikenakan atas sisa laba setelah pajak yang ditemukan dalam

P3B Indonesia dan tidak ditemukan dalam OECD model maupun UN model.

Pengenaan pph atas laba bersih setelah pajak penghasilan dengan dengan tarif sebesar

20% atau sesuai dengan P3B. Rumusan ini biasanya disisipkan dalam pasal 10 ayat

(5) sebagai upaya melindungi kepentingan nasional dari pelarian modal. Ketentuan ini

mengacu pada UU pph pasal 26 ayat (4), dimana atas sisa laba usaha dari suatu BUT

setelah dikenakan pph berdasarkan UU pph pasal 17, dikenakan lagi pph sebesar 20%.

2.2.6 Pemajakan Atas Passive Income

Menurut (Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008) Passive income merupakan

penghasilan yang berasal dari investasi dalam bentuk tangible maupun intangible

properties (termasuk dalam bentuk financial investment). Aspek perpajakan

internasional dari penghasilan investasi berupa passive income mencakup:

1. Deviden

Prinsip umum perpajakan internasional atas deviden adalah bahwa prioritas

hak pemajakan berada pada negara yang menerima penghasilan berdomisili. Selain

negara domisili, negara sumber juga dapat mengenakan pajak atas deviden tersebut.

Alasan utama melatarbelakangi pemberian hak pemajakan kepada negara domisili

Page 16: BAB I PENDAHULUAN · jauh perbedaan prinsip pemajakan yang ada antara kedua negara yang terlibat. Di samping itu, hal ini bergantung pada faktor sampai seberapa jauh suatu negara

16

dikarenakan modal yang menjadi awal timbulnya penghasilan deviden tersebut berasal

dari negara domisili. Namun dengan pertimbangan negara sumber juga ikut

berkontribusi atas timbulnya penghasilan deviden maka negara sumber juga memiliki

hak terbatas atas penghasilan deviden tersebut. Hak pemajakan terbatas itu tidak

berlaku jika pihak penerima penghasilan mempunyai permanent establishment (PE)

atau tempat usaha tetap (fixed base) di negara sumber dan penghasilan yang diterima

oleh pihak penerima penghasilan tersebut memiliki hubungan efektif dengan PE

atau fixed base tersebut (effectively connected principle).

Untuk tujuan menentukan tarif pemajakan negara sumber atas penghasilan

deviden, Pasal 10 ayat (2) baik OECD Model dan UN Model membedakan deviden

berdasarkan bentuk investasi sahamnya sebagai berikut:

a. Investasi saham partisipasi, diatur dalam pasal 10 ayat (2)(a)

b. Investasi saham portofolio, diatur dalam pasal 10 ayat (2)(b).

2. Bunga

Pengertian bunga berdasarkan pasal 11 ayat (3) OECD adalah:

a. Penghasilan dari semua jenis tagihan piutang, yang dijamin dengan hipotik

maupun tidak, dan yang mempunyai hak atas pembagian laba maupun tidak.

b. Penghasilan dari sekuritas yang diterbitkan pemerintah dan penghasilan dari surat-

surat obligasi atau surat-surat utang.

c. Premi dan hadiah yang melekat pada sekuritas, obligasi atau surat utang.

d. Denda atas keterlambatan pembayaran tidak diperlakukan sebagai bunga.

Aspek perpajakan internasional atas bunga diatur dalam Pasal 11 OECD Model

yang memiliki 6 (enam) ayat. Adapun pengaturan dari masing-masing ayat adalah

sebagai berikut:

Page 17: BAB I PENDAHULUAN · jauh perbedaan prinsip pemajakan yang ada antara kedua negara yang terlibat. Di samping itu, hal ini bergantung pada faktor sampai seberapa jauh suatu negara

17

a. Ayat 1: Menjelaskan bahwa negara domisili dapat mengenakan pajak atas bunga

dan hak pemajakan negara domisili tidak dibatasi.

b. Ayat 2: Merupakan pembatasan atas hak negara sumber untuk mengenakan pajak

atas bunga dengan persentase tertentu dari jumlah pembayaran bunga.

c. Ayat 3: Mengatur tentang definisi bunga.

d. Ayat 4: Mengatur bahwa Pasal 11 tidak dapat diterapkan dalam hal hal pihak yang

menerima pembayaran bunga memiliki PE di negara sumber dan pembayaran

bunga kepada pihak yang menerima pembayaran bunga tersebut memiliki

hubungan efektif dengan PE yang dimilikinya di negara sumber.

e. Ayat 5: Menjelaskan tentang arti ‘arising in’.

f. Ayat 6: Mengatur bahwa dalam hal terjadi pembebanan pembayaran bungan yang

tidak wajar yang terjadi antara pihak-pihak yang memiliki hubungan istimewa,

maka Pasal 11 tidak dapat diterapkan dan mengacu kepada ketentuan perpajakan

domestik negara sumber dan ketentuan lainnya yang terdapat dalam perjanjian

penghindaran pajak berganda.

Terkait dengan hak pemajakan, masing-masing negara yang mengadakan

perjanjian penghindaran pajak berganda diberi hak pemajakan atas penghasilan bunga.

Pasal 11 ayat (5) OECD Model diatas mengatur bahwa penghasilan bunga akan

dianggap bersumber (arise in) di suatu negara jika:

a. Pihak yang membayar (payer) adalah subjek pajak dalam negeri dari Negara

sumber tersebut.

b. Apabila bunga tersebut dibebankan kepada PE yang berada di salah satu negara

yang mengadakan perjanjian penghindaran penghindaran pajak berganda maka

bunga tersebut dianggap timbul di negara dimana PE tersebut berada tanpa

Page 18: BAB I PENDAHULUAN · jauh perbedaan prinsip pemajakan yang ada antara kedua negara yang terlibat. Di samping itu, hal ini bergantung pada faktor sampai seberapa jauh suatu negara

18

memperhatikan bunga tersebut dibayarkan dari negara mana, sepanjang terdapat

hubungan ekonomis antara pinjaman dan bunga yang dibebankan kepada PE.

3. Royalti

Dalam istilah umum, royalti di didefinisikan sebagai pembayaran untuk

penggunaan aset tidak berwujud (intangible property). Pada saat ini, definisi royalti

juga mencakup pembayaran atas penggunaan hak kekayaan intelektual. Dalam pasal

12 ayat (2) OECD Model, royalti dibedakan menjadi dua, yaitu:

a. Setiap pembayaran yang diterima sebagai imbalan untuk memakai atau hak

memakai seperti Hak cipta atas karya tulis, karya seni atau karya ilmiah, termasuk

film bioskop dan Hak paten, merk dagang, pola atau model, rencana, rumus rahasia

atau proses rahasia.

b. Setiap pembayaran yang diterima sebagai imbalan atas informasi yang berkenaan

dengan pengalaman di bidang industri, perdagangan, atau ilmu pengetahuan,

disebut sebagai know-how.

OECD Model memberikan hak pemajakan sepenuhnya kepada negara domisili

untuk mengenakan pajak atas royalti dan tidak memperbolehkan negara sumber untuk

mengenakan pemotongan pajak atas royalti seperti yang dinyatakan dalam Pasal 12

ayat (1) OECD Model.

2.3 Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda

2.3.1 pengertian persetujuan penghindaran pajak berganda

menurut Paolini (Paolini, Pistone, Pulina, & Zagler, 2016) Persetujuan

penghindaran pajak berganda adalah suatu perjanjian antara dua negara, yang

menetapkan wewenang pemungutan pajak masing-masing negara atas suatu perjanjian

Page 19: BAB I PENDAHULUAN · jauh perbedaan prinsip pemajakan yang ada antara kedua negara yang terlibat. Di samping itu, hal ini bergantung pada faktor sampai seberapa jauh suatu negara

19

atau kekayaan. Suatu persetujuan yang berlaku mempunyai kedudukan lebih tinggi

dan menggantikan undang-undang pajak nasional dari negara yang bersangkutan.

Dalam hubungan internasional, umum terjadi bahwa dua negara menyatakan

mempunyai wewenanng untuk memungut pajak, yaitu negara dimana orang atau

badan bertempat tinggal atau berkedudukan dan negara dimana penghasilan berasal

atau kekayaan berada. Keadaan ini jelas menjurus pada konflik kewenangan

pemajakan dari kedua negara yang akhirnya menuju pada timbulnya pajak ganda, yaitu

apabila dua negara masing-masing memungut pajak atas penghasilan tersebut, akan

berakibat pajak-pajak yang dibayar menjadi terlalu tinggi, sehingga dapat menjadi

penghambat untuk memperlancar arus barang dan modal antara kedua negara tersebut.

Untuk menghindarkan keadaan yang tidak diinginkan itu, kedua negara haruslah

mencari suatu cara dan cara tersebut lazimnya adalah dengan mencari suatu

persetujuan dibidang perpajakann yaitu persetujuan penghindaran pajak berganda.

Perihal perkembangan sejarah tax treaty sebagaimana dikutip dari buku

Perjanjian penghindaran pajak berganda yang diterbitkan oleh Direktorat Perjanjian

Ditjen Pajak sebagai terjemahan bebas dari model UN, dinyatakan bahwa rancangan

sebagai suatu model untuk memudahkan negara melakukan perundingan Perjanjian

Penghindaran Pajak Berganda diperkenalkan pertama kali oleh Liga Bangsa-Bangsa

ditahun 1928 yang kemudian disempurnakan oleh model Mexico 1943 dan London

1946. Selanjutnya, dijelaskan pada tahun 1956 fiscal comittee of the organization for

european economic co-operation merevisi kembali model London. Hasilnya adalah

model OECD 1963. Kemudian model ini diperbaiki lagi dan keluarlah model OECD

1977 menurut Paolini (Paolini , 2016).

Page 20: BAB I PENDAHULUAN · jauh perbedaan prinsip pemajakan yang ada antara kedua negara yang terlibat. Di samping itu, hal ini bergantung pada faktor sampai seberapa jauh suatu negara

20

Dalam rangka untuk penghindaran pajak berganda (avoidance of double

taxatin) dan pencegahan penyelundupan pajak (prevention of fiscal evasion),

Indonesia telah mengadakan Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda (Perjanjian

Perpajakan) dengan negara-negara lain. Perjanjian Perpajakan yang ketentuannya

telah diberlakukan di Indonesia dan di negara mitranya dalam Perjanjian Perpajakan,

antara lain Perjanjian Perpajakan dengan negara-negara di bawah ini :

Tabel II.3

Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda Indonesia dengan Negara lain

No Perjanjian perpajakan dengan

negara lain

Saat berlakunya ketentuan

perpajnjian perpajakan

1 Afrika Selatan 01-01-1999

2 Australia 01-07-1993

3 Austria 01-01-1989

4 Amerika Serikat 01-02-1997

5 Arab Saudi 01-02-1997

6 Belanda 01-01-1989

7 Belgia 01-01-2004

8 Brunei Darussalam 01-01-1975

9 Bulgaria 01-01-1993

10 Ceska 01-01-1997

11 Denmark 01-01-1987

12 Filipina 01-01-1983

13 Finlandia 01-01-1990

14 Hungaria 01-01-1994

15 Inggris Raya 01-01-1995

16 Italia 01-01-1996

17 Jepang 01-01-1983

18 Jerman 01-01-1992

19 Kanada 01-01-1980

20 Korea Selatan 01-01-1990

21 Kuwait 01-01-1999

22 Luxemburg 01-01-1995

23 Malaysia 01-01-1987

24 Mauritius 01-01-1998

25 Mesir 01-01-2003

26 Mongolia 12-01-2001

27 Norwegia 01-01-1991

28 Pakistan 01-01-1991

29 Prancis 01-01-1981

Page 21: BAB I PENDAHULUAN · jauh perbedaan prinsip pemajakan yang ada antara kedua negara yang terlibat. Di samping itu, hal ini bergantung pada faktor sampai seberapa jauh suatu negara

21

30 Polandia 01-01-1994

31 Romania 01-01-2000

32 Rusia 01-01-2000

33 Selandia Baru 01-01-1989

34 Seychelles 01-01-2001

35 Singapura 01-01-1992

36 Slovakia 01-01-2002

37 Sri Lanka 01-01-1995

38 Sudan 01-01-2001

39 Suriah 01-01-1999

40 Swedia 01-01-1990

41 Swiss 01-01-1990

42 Taiwan 01-01-1996

43 Thailand 01-01-1982

44 Tunisia 01-01-1994

45 Turki 01-01-2001

46 Uni Emirat Arab 01-01-2000

47 Ukraina 01-01-1999

48 Uzbekistan 01-01-1999

49 Venezuela 01-01-2001

50 Vietnam 01-01-2000

51 Yordania 01-01-1999

Dengan berlakunya ketentuan-ketentuan dalam Perjanjian Perpajakan tersebut di

atas, perlakuan perpajakan terhadap bentuk usaha tetap (permanent establishment) dari

perusahaan-perusahaan yang merupakan penduduk (resident) di negara-negara mitra

tersebut, selain didasarkan kepada ketentuan-ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 7

Tahun 1983, Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000, sebagaimana terakhir diubah

dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008, juga didasarkan kepada ketentuan-

ketentuan dalam Perjanjian Perpajakan yang berkenan.

2.2.2 peran OECD Model dan UN Model

menurut (OECD, 2014) dengan adanya penanaman modal asing yang masuk

ke indonesia terutama sejak tahun 1967, pemerintahan mempersiapkan mekanisme

perjanjian/persetujuan perpajakan sebagai antisipasi kebijakan fiskal secara bilateral.

Page 22: BAB I PENDAHULUAN · jauh perbedaan prinsip pemajakan yang ada antara kedua negara yang terlibat. Di samping itu, hal ini bergantung pada faktor sampai seberapa jauh suatu negara

22

Beberapa insentif yang menarik kepada para penanam modal swasta asing termasuk

memberikan termasuk memberikan fasilitas perpajakan pada mulanya Perjanjian

Penghindaran Pajak Berganda merupakan unsur pelengkap kebijakan umum

pemerintah indonesia dibidang penanaman modal asing ,namun tujuan pokoknya

adalah untuk menghindarkan pengenaan pajak berganda atas modal asing yang

ditanamkan di indonesia. Penggunaan OECD model atau UN model adalah

dimaksudkan sebagai acuan dasar bagi kedua negara yang melakukan perundingan

dalam melakukan negosiasi. Kedua model adalah pilihan terhadap mana model yang

digunakan sebagai acuan oleh masing-masing negara runding. Dalam rangka menjaga

kepentingannya negara-negara maju lebih memilih OECD model sebagai dasar acuan

negosiasi, sebaliknya negara-negara berkembang lebih memilih UN model karena

model ini dipandang lebih memihak kepentingan negara-negara berkembang.

2.3.3 Upaya Menghindari Pajak Berganda

Menurut Mehra (Mehra, 2017) Untuk menghindari pemajakan ganda atas

penghasilan dari berbagai negara, perlu diatur mengenai hak pemajakan di negara-

negara tersebut berdasarkan azas pengenaan pajak. Bila tidak diatur maka akan

membebani dunia usaha, karena harus menanggung beban pajak yang besar dan tidak

seimbang dengan laba atau penghasilan yang diperoleh, bahkan tidak tertutup

kemungkinan menjadi rugi karena persentase pajak lebih besar dari persentase

keuntungan akibat terjadi double taxation. Metode hak pemajakan negara untuk

penghindaran pajak berganda tersebut adalah :

1. Upaya Pemajakan secara Unilateral

Upaya ini mengatur bahwa Negara Republik Indonesia mempunyai kekuatan

hukum di dalamnya yang mengatur masyarakat atau badan internasional, dan

Page 23: BAB I PENDAHULUAN · jauh perbedaan prinsip pemajakan yang ada antara kedua negara yang terlibat. Di samping itu, hal ini bergantung pada faktor sampai seberapa jauh suatu negara

23

ditetapkan sepihak oleh Negara Indonesia sendiri, dengan kata lain tidak ada yang

bisa mengatur negara kita karena hal itu merupakan kewibawaan dan kedaulatan

negara kita. Penerapan metode ini adalah dengan diberlakukannya PPh Pasal 26

dalam UU PPh. Apabila tidak ada perjanjian tax treaty atau konvensi internasional,

maka negara Indonesia memiliki hak atau kewenangan untuk menetapkan jumlah

pajak terutang terhadap masyarakat internasional atau badan internasional yang

memperoleh pendapatan dari negara Indonesia.

2. Upaya Pemajakan secara Bilateral

Upaya ini dalam penghitungan pemajakannya harus mempertimbangkan perjanjian

kedua negara (tax treaty). Indonesia tidak dapat sesuka hati menerapkan jumlah pajak

terutang penduduk asing atau badan internasional dua negara yang telah mengadakan

perjanjian. Justru peraturan perpajakan Indonesia tidak berlaku bilamana terdapat tax

treaty.

3. Upaya Pemajakan secara Multilateral

Pendekatan multilateral melibatkan lebih dari dua negara. Secara regional (misalnya

negara-negara Skandinavia), negara yang berada dalam satu kawasan dapat menutup

Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda secara bersama-sama. Karena merupakan

kesepakatan bersama, pemberian keringanan pajak berganda dapat lebih bersifat

harmonisasi (atau malahan unifikasi) ketentuan perpajakan masing-masing negara

terkait. Upaya ini membebaskan perpajakan untuk penduduk atau badan asing yang

berada di Indonesia, upaya ini muncul dikarenakan adanya Konvensi Wina pada

tanggal 18 April 1961 yang dihadiri 81 negara di antaranya Indonesia, yang mengatur

tentang kekebalan para diplomat terutama kekebalan perpajakan wakil-wakil

diplomatik.

Page 24: BAB I PENDAHULUAN · jauh perbedaan prinsip pemajakan yang ada antara kedua negara yang terlibat. Di samping itu, hal ini bergantung pada faktor sampai seberapa jauh suatu negara

24

2.3.4 Metode Penghindaran Pajak Berganda

Menurut (Colley , 2016) Dalam upaya menghindarkan pajak ganda dalam tax

treaty, dikenal beberapa metode, seperti :

1. Metode kredit pajak

Dalam metode ini, penghasilan yang berasal dari luar negeri dianggap sebagai objek

pajak. Karenanya, penghasilan tersebut harus digabungkan dengan penghasilan dalam

negeri sehingga besar penghasilan kena pajak terdiri penghasilan dalam negeri dan

luar negeri. Kemudian dalam rangka menggeliminir dampak atas pengenaan pajak

berganda, pajak yang terhutang atau sudah dibayar diluar negeri tersebut dapat

dikurangkan sebagai pengurang pajak terhadap pajak yang terhutang atas penghasilan

kena pajak secara keseluruhan. Metode kredit pajak ini dapat dibedakan dalam kredit

pajak penuh dan kredit pajak biasa.

Contoh kredit pajak penuh :

Wajib Pajak A adalah penduduk negara x,dalam tahun 2010 memperoleh penghasilan

Sebagai berikut :

a) Penghasilan dalam negeri sebesar 200 juta (tarif 30%)

b) Penghasilan luar negeri sebesar 400 juta (tarif 40%)

Dari keterangan ini diperoleh perhitungan sebagai berikut :

Penghasilan dalam negeri = Rp 200.000.000

Penghasilan luar negeri = Rp 400.000.000

Penghasilan kena pajak = Rp 600.000.000

Pajak terhutang 30% x 600.000.000 = Rp 180.000.000

Kredit pajak luar negeri :

Full tax credit 40% x 400.000.000 = Rp 160.000.000

Contoh kredit pajak biasa :

Dengan contoh diatas, perhitungan ordinary tax credit, sebagai berikut :

Page 25: BAB I PENDAHULUAN · jauh perbedaan prinsip pemajakan yang ada antara kedua negara yang terlibat. Di samping itu, hal ini bergantung pada faktor sampai seberapa jauh suatu negara

25

400.000.000/600.000.000 x 180.000.000 = 120.000.000

Jumlah pajak terhutang yang masih harus dibayar :

180.000.000 – 120.000.000 = 60.000.000

2. Metode pembebasan pajak

Pada metode ini penghasilan yang diperoleh dari luar negeri tidak dianggap sebagai

objek penghasilan dalam perhitungan penghasilan kena pajak. Oleh karena itu, hanya

penghasilan yang diperoleh dari dalam negeri saja yang diperhitungkan atau

dikenakan pajak. sementara itu, penghasilan dari luar negeri hanya menjadi objek

pajak di luar negeri saja. Karena itulah metode ini disebut sebagai metode pembebasan

pajak.

Contoh pembebasan pajak :

Data Seperti contoh sebelumnya.

Penghasilan kena pajak = 200.000.000

Pajak terhutang 30% x 200.000.000 = 60.000.000

3. Metode pembebanan pajak sebagai biaya

Dalam metode ini, penghasilan yang diperoleh dari luar negeri tetap diperhitungkan

dalam menghitung penghasilan kena pajak. Namun demikian, atas pajak yang

terhutang atau dibayar di luar negeri akan dibebankan sebagai biaya dalam

menghitung besarnya penghasilan kena pajak.

Contoh pembebanan pajak sebagai biaya :

Data seperti contoh sebelumnya.

Penghasilan dalam negeri 200.000.000

Penghasilan luar negeri 400.000.000

Jumlah penghasilan 600.000.000

Biaya pengurangan :

Pajak yang harus dibayar diluar negeri :

Page 26: BAB I PENDAHULUAN · jauh perbedaan prinsip pemajakan yang ada antara kedua negara yang terlibat. Di samping itu, hal ini bergantung pada faktor sampai seberapa jauh suatu negara

26

40% x 400.000.000 160.000.000

Penghasilan kena pajak 440.000.000

Pajak terhutang 30% x 440.000.000 = 132.000.000

2.3.5 Proses Pembentukan Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda

Menurut (OECD, 2014) proses pembentukan Perjanjian Penghindaran Pajak

Berganda yaitu :

1. Adanya inisiatif dari salah satu negara untuk mengadakan suatu Perjanjian

Penghindaran Pajak Berganda.

2. Pertukaran draft Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda. Negosiasi akan

dilakukan untuk membahas isi pasal-pasal dari draft Perjanjian Penghindaran

Pajak Berganda.

3. Setelah dicapainya kesepakatan, para negosiator melakukan penandatanganan

draft dan melanjutkannya ke proses ratifikasi.

4. Ratifikasi dilakukan dengan penerbitan peraturan Presiden tanpa melalui

pembahasan dengan Dewan Perwakilan Rakyat.

Setelah kedua negara meratifikasi dan melakukan pertukaran ratifikasi, biasanya

Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda akan berlaku pada tanggal 1 Januari tahun

berikutnya atau sesuai dengan persetujuan.

2.3.6 Berlakunya Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda

Berdasarkan Undang-Undang OECD (OECD, 2014) Saat mulai berlakunya

Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda dimaksudkan saat kapan ketentuan-

ketentuan Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda dapat dipergunakan oleh subjek

pajak persetujuan secara efektif. Dalam setiap Perjanjian Penghindaran Pajak

Page 27: BAB I PENDAHULUAN · jauh perbedaan prinsip pemajakan yang ada antara kedua negara yang terlibat. Di samping itu, hal ini bergantung pada faktor sampai seberapa jauh suatu negara

27

Berganda, tanggal mulainya berlakunya suatu Perjanjian Penghindaran Pajak

Berganda dinyatakan dalam beberapa bentuk :

1. Secara eksplisit dinyatakan dalam Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda.

2. Saat dimana dihubungkan dengan saat berlakunya Perjanjian Penghindaran Pajak

Berganda.

3. Saat dimana dihubungkan dengan saat pemberitahuan nota ratifikasi.

2.3.7 Berakhirnya Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda

Berdasarkan Undang-Undang OECD (OECD, 2014) Pada dasarnnya masa

berlakunya suatu Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda tidak disebutkan kapan

berakhirnya sampai suatu saat dihentikan oleh salah satu negara yang terkait atas

Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda. Dalam ketentuannya, OECD Model

menyatakan dalam hal suatu negara ingin mengakhiri suatu perjanjian, maka

sebaiknya diberitahukan terlebih dahulu sekurang-kurangnya 6 bulan sebelum

berakhirnya suatu tahun pajak atau tahun kalender yang dilakukan melaluli saluran

diplomatik

Page 28: BAB I PENDAHULUAN · jauh perbedaan prinsip pemajakan yang ada antara kedua negara yang terlibat. Di samping itu, hal ini bergantung pada faktor sampai seberapa jauh suatu negara

28

BAB III

PEMBAHASAN

3.1 Tinjauan Umum Perusahaan

3.1.1 Sejarah dan Perkembangan Organisasi

Untuk menjamin terlaksananya pengelolaan pemungutan pajak Negara secara

tertib dan teratur serta semakin bertambahnya jumlah Wajib Pajak, maka dibentuklah

Kantor Inspeksi untuk memungut pajak di daerah khusus Jakarta Raya yang berada di

bawah koordinasi inspeksi daerah Jakarta.

Kantor Pelayanan Pajak Badan dan Orang Asing Satu adalah Kantor Pelayanan

Pajak Badan dan Orang Asing (lama) yang struktur organisasinya masih berdasarkan

jenis pajak. Untuk menjamin terlaksananya pengelolaan pemungutan pajak Negara

secara tertib dan teratur serta semakin bertambahnya jumlah Wajib Pajak, maka

dibentuklah kantor Inspeksi untuk memungut pajak di daerah khusus Jakarta Raya

yang berada di bawah koordinasi inspeksi daerah Jakarta.

Inspeksi Pajak untuk Wajib Pajak diterapkan dalam Keputusan Menteri Nomor

KEP-08/KMK/II/1979 tanggal 6 Januari 1972. Kemudian pada tanggal 14 Febuari

1974, Direktur Jenderal Pajak mengesahkan 18 Inspeksi Pajak yang didalamnya

termasuk Inspeksi Pajak Khusus untuk menangani Wajib Pajak Asing. Inspeksi Pajak

Khusus ini kemudian berubah nama menjadi Kantor Pelayanan Pajak Asing, sehingga

sekitar tahun 1979 didirikannya Kantor Pelayanan Pajak Badan dan Orang Asing.

Sebelum diterapkannya sistem administrasi modern, Kantor Pelayanan Pajak

Badan dan Orang Asing adalah Kantor Pelayanan Pajak Badan dan Orang Asing (KPP

Badora) yang struktur organisasinya masih berdasarkan jenis pajak. KPP Badora

dibagi menjadi KPP Badora Satu dan KPP Badora Dua berdasarkan Keputusan

Page 29: BAB I PENDAHULUAN · jauh perbedaan prinsip pemajakan yang ada antara kedua negara yang terlibat. Di samping itu, hal ini bergantung pada faktor sampai seberapa jauh suatu negara

29

Menteri Keuangan Nomor 587/KMK.01/2003 tanggal 31 Desember 2003 tentang

Organisasi dan Tata Kerja Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak (Kanwil DJP)

Jakarta Khusus, Kanwil DJP Wajib Pajak Besar, Kantor Pelayanan Pajak (KPP) di

lingkungan Kanwil DJP Jakarta Khusus, dan KPP di lingkungan Kanwil DJP Wajib

Pajak Besar. KPP Badora Satu diresmikan dan mulai beroperasi pada tanggal 1

September 2004. Perubahan yang mendasar pada struktur organisasi dan tata kerja di

KPP di lingkungan Kanwil DJP Jakarta Khusus adalah struktur organisasi dibagun

berdasarkan fungsi, tidak lagi berdasarkan jenis pajak.

Berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-67/PJ/2004

tanggal 29 Maret 2004, Tempat Pendaftaran Bagi Wajib Pajak Tertentu dan/atau

Tempat Pelaporan Usaha Bagi Pengusash Kena Pajak, ditetapkan tugas dan wilayah

kerja KPP Badora Satu adalah Wajib Pajak Bentuk Usaha Tetap (BUT) yang

berkedudukan di Daerah Khusus Ibukota (DKI) Jakarta dan Orang Asing yang

bertempat tinggal di DKI Jakarta yang berasal dari negara-negara di benua Asia dan

Afrika termasuk Maldives, Cape Verde, Comoros, Mauritius, Saint Helena,

Seychelles, Sao Tome, dan Principe.

Berdasarkan KEP-15/PJ/2008 tanggal 25 Maret 2008 tentang Tempat

Pendaftaran Bagi Wajib Pajak Tertentu dan/atau Tempat Pelaporan Usaha Bagi

Pengusaha Kena Pajak Tertentu pada KPP di lingkungan Kanwil DJP Jakarta Khusus,

ditetapkan 1500 Wajib Pajak Tertetntu dan/atau Pengusaha Kena Pajak Tertentu yang

melaporkan usahanya pada KPP Badora Satu.

Pada tahun 2011 terbit Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-

20/PJ/2011 tanggal 5 Agustus 2011 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Direktur

Jenderal Pajak Nomor PER-09/PJ/2008 tentang Tempat Pendaftaran bagi Wajib Pajak

Tertentu dan/atau Tempat Pelaporan Usaha bagi Pengusaha Kena Pajak Tertentu yang

Page 30: BAB I PENDAHULUAN · jauh perbedaan prinsip pemajakan yang ada antara kedua negara yang terlibat. Di samping itu, hal ini bergantung pada faktor sampai seberapa jauh suatu negara

30

membuka pendaftaran Wajib Pajak baru di KPP Badora Satu bagi BUT yang

berkedudukan tetap di DKI Jakarta dan Orang Asing yang bertempat tinggal di DKI

Jakarta juga Wajib Pajak yang berasal dari negara-negara di Benua Asia dan Afrika

termasuk Maldives, Cape Verde, Comoros, Mauritius, Saint Helena, Seychelles, Sao

Tome, dan Principe.

Penerimaan pendaftaran Wajib Pajak baru di KPP Badora Satu ditegaskan

kembali dengan diterbitkannya Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor : PER-

49/PJ/2011 tentang Tempat Pendaftaran dan Pelaporan Usaha bagi Wajib Pajak pada

KPP di lingkungan Kanwil DJP Wajib Pajak Besar, KPP di lingkungan Kanwil DJP

Jakarta Khusus dan KPP Madya. Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini menetapkan

bahwa KPP Badora Satu sejak tanggal 30 Desember 2011 menerima pendaftaran bagi

semua BUT dan Orang Asing yang berkedudukan dan/atau berdomisili di DKI Jakarta

tanpa menyebutkan asal negara.

Perubahan nomenklatur nama instasi dari KPP Badora Satu menjadi KPP

Badan dan Orang Asing (KPP Badora) berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan

Nomor 29/PMK.01/2012 tanggal 13 Februari 2012 tentang Perubahan Atas Peraturan

Menteri Keuangan Nomor 62/PMK.01/2009 Tentang Organisasi dan Tata Kerja

Instansi Vertikal Direktorat Jenderal Pajak.

3.1.2 Struktur dan Tata Kerja Organisasi

Struktur organisasi pada Kantor Pelayanan Pajak Badan dan Orang Asing Satu

dibangun berdasarkan fungsi, yaitu dirancang berdasarkan fungsi pelayanan (Seksi

Pelayanan dan Seksi Pengawasan Konsultasi), fungsi penegakan hukum (Seksi

Pemeriksaan dan Seksi Penagihan), dan fungsi pendukung (Sub Bagian Umum dan

Seksi Pengolahan Data dan Informasi), selain itu terdapat bagian Pejabat Fungsionalis

Page 31: BAB I PENDAHULUAN · jauh perbedaan prinsip pemajakan yang ada antara kedua negara yang terlibat. Di samping itu, hal ini bergantung pada faktor sampai seberapa jauh suatu negara

31

Pemeriksa Pajak. Untuk mempermudahnya, struktur organisasi di Kantor Pelayanan

Pajak Badan dan Orang Asing Satu digambarkan sebagai berikut :

Gambar III.I

Struktur organisasi kantor pelayanan pajak badan orang asing satu kalibata

1. Bagian Umum

Bagian ini bertugas untuk melakukan urusan kepegawaian, keuangan, tata usaha,

dan rumah tangga dan bantuan hukum.

2. Seksi Pengolahan Data dan Informasi

Bagian ini memiliki tanggung jawab untuk melakukan pengumpulan, pencarian

dan pengolahan data, pengamatan potensi perpajakan, penyajian informasi

perpajakan, perekaman dokumen perpajakan, pelayanan dukungan teknis

komputer, pemantauan aplikasi e-SPT dan e-Filing, serta penyiapan laporan

kinerja.

Kepala kantor pelayanan pajak

Sub bagian umum

Seksi

pengolahan data

dan informasi

Seksi

pelayanan

Seksi

pemeriksaan

Seksi

penagihan

Seksi

pengawasan

dan konsultasi

Kelompok pejabat

fungsional pemeriksaan

pajak

Page 32: BAB I PENDAHULUAN · jauh perbedaan prinsip pemajakan yang ada antara kedua negara yang terlibat. Di samping itu, hal ini bergantung pada faktor sampai seberapa jauh suatu negara

32

3. Seksi Pelayanan

Bagian ini memiliki tanggung jawab untuk melakukan penetapan dan penerbitan

produk hukum perpajakan, pengadministrasian dokumen dan berkas perpajakan,

penerimaan dan pengolahan Surat Pemberitahuan serta penerimaan surat lainnya,

penyuluhan perpajakan, pelaksanaan registrasi Wajib Pajak, pelaksanaan

ekstensifikasi, serta melakukan kerjasama perpajakan.

4. Seksi Pengawasan dan Konsultasi

Bagian ini bertugas untuk melakukan pengawasan kepatuhan kewajiban

perpajakan Wajib Pajak, bimbingan/himbauan kepada Wajib Pajak dan konsultasi

teknis perpajakan, penyusunan profit Wajib Pajak, analisis kinerja Wajib Pajak,

melakukan rekonsiliasi data Wajib Pajak dalam rangka melakukan intensifikasi,

serta melakukan evaluasi hasil banding. Pada KPP Badora Satu terdapat 4 (empat)

Seksi Pengawasan dan Konsultasi dengan penugasan berdasarkan sektor usaha

Wajib Pajak.

5. Seksi Pemeriksaan

Bagian ini memiliki tanggung jawab untuk melakukan penyusunan rencana

pemeriksaan, pengawasan pelaksanaan aturan pemeriksaan, penerbitan dan

penyaluran Surat Perintah Pemeriksaan Pajak, serta administrasi pemeriksaan

perpajakan lainnya.

6. Seksi Penagihan

Bagian ini memiliki tanggung jawab untuk melakukan urusan penatausahaan

piutang pajak, penundaan dan angsuran tunggakan pajak, penagihan aktif, usulan

penghapusan piutang pajak, serta penyimpanan dokumen-dokumen penagihan,

serta administrasi penagihan lainnya.

Page 33: BAB I PENDAHULUAN · jauh perbedaan prinsip pemajakan yang ada antara kedua negara yang terlibat. Di samping itu, hal ini bergantung pada faktor sampai seberapa jauh suatu negara

33

7. Kelompok Fungsional Pemeriksa Pajak

Bagian ini bertugas untuk melakukan pemeriksaan pajak, yang meliputi

pemeriksaan lengkap, pemeriksaan sederhana, dan pemeriksaan dalam rangka

penagihan.

3.1.3 Kegiatan Organisasi

Kantor Pelayanan Pajak Badan dan Orang Asing Satu mempunyai tugas yang

bergerak sesuai dengan fungsi pajak, yaitu :

1. Penetapan dan penerbitan produk hukum perpajakan.

2. Penyuluhan perpajakan.

3. Pelaksanaan registrasi wajib pajak.

4. Pelaksanaan pemeriksaan pajak.

5. Pengawasan kepatuhan kewajiban perpajakan wajib pajak.

6. Pelaksanaan konsultasi perpajakan.

7. Pengadministrasian dokumen dan berkas perpajakan.

8. Penerimaan dan pengolahan SPT, serta penerimaan surat lainnya.

9. Penatausahaan piutang pajak dan pelaksanaan penagihan pajak.

3.2 Hasil Penelitian

3.2.1 Perlakuan Perpajakan Bagi Wajib Pajak Luar Negeri yang Menjalankan

Kegiatan Usaha Di Indonesia Pada Kpp Badan Orang Asing Satu

Kalibata

Perlakuan perpajakan bagi WP yang menjalankan kegiatan usahanya dijelaskan

pada pasal 2 ayat 1a UU PPH bahwa bentuk usaha tetap merupakan subjek pajak yang

Page 34: BAB I PENDAHULUAN · jauh perbedaan prinsip pemajakan yang ada antara kedua negara yang terlibat. Di samping itu, hal ini bergantung pada faktor sampai seberapa jauh suatu negara

34

perlakuan perpajakannya dipersamakan dengan subjek pajak. Yang menjadi dasar

hukum dan peraturan yaitu UU nomor 36 tahun 2008 tentang pajak penghasilan.

Yang menjadi syarat WP yang menjalankan kegiatan usahanya yaitu :

1. Adanya suatu tempat usaha.

2. Yang bersifat tetap (permanen).

3. Yang digunakan SPLN.

4. Untuk menjalankan usaha atau kegiatan usaha.

3.2.2 Penerimaan Pajak Yang Dikenakan Oleh Wajib Pajak Luar Negeri Yang

Menjalankan Kegiatan Usaha Pada Kpp Badan Orang Asing Satu

Kalibata

Data penerimaan pajak yang penulis dapatkan dari kpp badan orang asing dapat

dijelaskan sebagai berikut :

Tabel III.1

Data penerimaan pajak tahun 2015-2017

Nama 2015 2016 2017

Jasa Pendidikan 129.906.979.944 117.101.208.975 119.082.759.327

Wajib Pajak KLU Error 463.227.059.483 127.782.055.299 (41.814.045.950)

Jasa Profesional, Ilmiah dan Teknis 613.529.261.886 627.738.242.708 513.090.728.932

Industri Pengolahan 420.798.378 383.481.386 342.543.404

4.685.414.194 1.069.169.823 7.678.675.717

Informasi dan Komunikasi 18.938.356.955 19.697.521.786 1.008.417.119.529

Pengadaan Listrik, Gas, Uap/Air

Panas dan Udara Dingin 15.823.766.266 92.729.002.736 10.182.277.352

Jasa Keuangan dan Asuransi 586.285.559.557 733.301.682.495 887.092.329.265

Page 35: BAB I PENDAHULUAN · jauh perbedaan prinsip pemajakan yang ada antara kedua negara yang terlibat. Di samping itu, hal ini bergantung pada faktor sampai seberapa jauh suatu negara

35

Kebudayaan, Hiburan dan Rekreasi 1.583.381.514 1.603.715.951 1.373.553.414

Konstruksi 1.403.684.903.564 1.268.717.398.271 1.345.368.729.607

Transportasi dan Pergudangan 268.561.732.857 292.172.624.655 390.240.023.472

Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 13.688.121.389 5.201.859.516 6.124.833.524

Jasa Persewaan, Ketenagakerjaan,

Agen Perjalanan dan Penunjang

Usaha Lainnya

135.929.714.853 123.300.902.146 120.366.764.517

Kegiatan Jasa Lainnya 414.717.448.570 678.918.685.791 800.303.299.742

Kegiatan Badan Internasional dan

Badan Ekstra Internasional Lainnya 11.519.635.119 38.171.221.952 26.946.170.708

Perdagangan Besar dan Eceran;

Reparasi dan Perawatan Mobil dan

Sepeda Motor

33.558.742.512 42.655.299.996 42.229.833.661

Pertambangan dan Penggalian 51.385.627.809 39.376.133.965 144.513.760.711

Pertanian, kehutanan, dan

perikanan - 49.200 100.000

TOTAL 4.167.476.544.850 4.209.920.256.651 5.381.539.656.931

Berdasarkan tabel III.1, untuk penerimaan pajak lebih besar yaitu pajak

konstruksi mencapai 4.017.771.031.442 jika ditotalkan selama 3 tahun. Alasan kenapa

pajak konstruksi lebih besar yaitu sumber penghasilannya berasal dari pph 21/23, ppn,

dan pph 26 ayat (4).

Tabel III.2

Data realisasi dan target penerimaan pajak tahun 2015-2017

Tahun Target Penerimaan pajak Capaian

2015 5.127.794.711.778 4.167.476.544.850 81,27%

2016 5.588.061.873.066 4.209.920.256.651 45,79%

2017 5.349.421.000.000 5.381.539.656.931 97,38%

Page 36: BAB I PENDAHULUAN · jauh perbedaan prinsip pemajakan yang ada antara kedua negara yang terlibat. Di samping itu, hal ini bergantung pada faktor sampai seberapa jauh suatu negara

36

Berdasarkan tabel III.2, untuk tahun 2015 dan 2016, penerimaan pajak belum

tercapai karena terhambatnya proses administrasi, intensifikasi, dan ekstensifikasi.

Untuk tahun 2017, penerimaan pajak sudah tercapai.

Rencana untuk kedepannya supaya KPP badora bisa mencapai target lebih baik

lagi yaitu :

1. pembenahan administrasi, yaitu know your tax office dalam 1 aplikasi

pengawasan, restitusi kedutaan besar dan organisasi internasional, dan surat

keterangan bebas.

2. Intensifikasi, yaitu himbauan penggalian potensi, pemeriksaan khusus atas WP

potensial, optimalisasi tindakan penagihan aktif

3. Ekstensifikasi, yaitu optimalisasi tim ekstensifikasi melalui pencarian data dan

pemanfaatnya.

3.2.3 Metode Cara Yang Ditempuh Untuk Menghindari Pajak Berganda Di

Indonesia

Karena indonesia adalah negara berkembang, maka negara indonesia

menggunakan metode OECD model, model ini lebih mengedepankan asas sumber

penghasilan, karena mereka umumnya yang menggunakan jasa dan yang menerima modal

dari luar negeri, sehingga model ini lebih menerapkan pemajakan yang berasal dari negara

yang memberi penghasilan. Namun demikian, model OECD dan UN tidaklah dapat

berdiri sendiri, karena tergantung kesepakatan kedua negara yang mengadakan perjanjian

tersebut. Untuk menghindari terjadinya pajak berganda, maka negara Indonesia

menganut metode penghindaran pajak berganda dengan kredit pajak terbatas (ordinary

Page 37: BAB I PENDAHULUAN · jauh perbedaan prinsip pemajakan yang ada antara kedua negara yang terlibat. Di samping itu, hal ini bergantung pada faktor sampai seberapa jauh suatu negara

37

tax credit) yang diatur dalam Pasal 24 UU PPh yaitu pengkreditan pajak luar negeri

atas penghasilan yang diterima atau diperoleh penduduk Indonesia di luar negeri.

Wp tidak wajib mengikuti P3B karena P3B merupakan hak wp.

Syarat untuk mengikuti P3B yaitu :

1. adanya surat keterangan domisili.

2. adanya persyaratan administratif untuk menerapkan ketentuan yang diatur dalam

persetujuan penghindaran pajak berganda telah dipenuhi

3. tidak terjadi penyalahgunaan oleh persetujuan penghindaran pajak berganda

sebagaimana dimaksud dalam ketentuan tentang pencegahan penyalahgunaan

persetujuan penghindaran pajak berganda.

Page 38: BAB I PENDAHULUAN · jauh perbedaan prinsip pemajakan yang ada antara kedua negara yang terlibat. Di samping itu, hal ini bergantung pada faktor sampai seberapa jauh suatu negara

38

BAB IV

PENUTUP

4.1. Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan yang telah diuraikan pada bab-bab sebelumnya,

maka dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut :

1. Perlakuan perpajakan sangat penting untuk wp yang menjalani kegiatan

usahanya dengan syarat-syarat ketentuan dan peraturan yang dijelaskan dari

data tersebut supaya WP tersebut mudah memahami perlakuan, ketentuan, dan

peraturan pajak pada KPP badan orang asing satu kalibata.

2. selama 3 tahun penerimaan pajak mengalami kenaikan sebanyak

5.381.539.656.931 dan penerimaan pajak terbanyak terdapat pada konstruksi

yaitu sebanyak 1.345.368.729.607. untuk target penerimaan pajak dari tahun

2015-2016 belum tercapai karena terhambatnya proses administrasi,

intensifikasi, dan ekstensifikasi. Untuk tahun 2017, penerimaan pajak sudah

tercapai. Rencana untuk kedepannya supaya KPP badora bisa mencapai target

lebih baik lagi yaitu pembenahan administrasi ,intensifikasi, dan

ekstensifikasi.

3. Dalam pencegahan pajak berganda ini, dalam tax treaty dikenal United Nation

(UN) Model dan Organization for Economic Co-operation and Development

(OECD) Model. Negara-negara berkembang cenderung memakai united

nation (UN) Model, sedangkan negara maju memakai Organization for

Economic Co-Operation and Development (OECD) Model. Indonesia

menggunakan model sendiri dalam mengadakan perjanjian penghindaran

Page 39: BAB I PENDAHULUAN · jauh perbedaan prinsip pemajakan yang ada antara kedua negara yang terlibat. Di samping itu, hal ini bergantung pada faktor sampai seberapa jauh suatu negara

39

pajak berganda mengombinasikan kedua model United Nation (UN) maupun

Organization for Economic Co-Operation and Development (OECD) dengan

menyesuaikannya kepada UU PPh. Diklasifikasikan sebagai metode kredit

pajak pembatasan apabila pajak yang terutang atau dibayar di luar negeri yang

dapat diperhitungkan sebagai kredit pajak dibatasi tidak boleh melebihi batas

maksimum yang diperkenankan oleh undang-undang domestik dari suatu

negara. Pengkreditan pajak luar negeri ini merupakan refleksi kebijakan

netralitas ekspor kapital yang secara berkelanjutan dianut oleh Indonesia.

Seperti negara berkembang lainnya, sudah selayaknya Indonesia melindungi

pasaran investasi domestik agar tidak ditinggal para pemodal domestik.

4.2. Saran

Dari kesimpulan yang telah diperoleh tersebut, perlu kiranya untuk

disampaikan beberapa saran sebagai masukan, antara lain :

1. Kpp Badan dan Orang Asing Satu Kalibata harus mampu melihat prospek

perekonomian ke depan, sehingga dalam pengenaan pajak dan pengaturannya

dalam tax treaty dapat mencegah terjadinya pajak berganda, pengelakan pajak

dan bahkan penyelundupan pajak. Dan kebijakan pemerintah Indonesia dalam

pembuatan tax treaty diharapkan akan membantu investor asing yang ingin

menanamkan modalnya di Indonesia dengan perlindungan hukum dan

pengenaan pajak yang tepat sehingga mampu pula meningkatkan

kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat Indonesia.

2. Sumber daya manusia dalam bidang perdagangan dan perekonomian harus

mampu mengejar ketertinggalannya terutama akibat krisis moneter, agar

mampu bersing dengan pengusaha asing, terutama dalam pemahaman dan

Page 40: BAB I PENDAHULUAN · jauh perbedaan prinsip pemajakan yang ada antara kedua negara yang terlibat. Di samping itu, hal ini bergantung pada faktor sampai seberapa jauh suatu negara

40

pengetahuan yang mendalam lagi mengenai tax treaty apabila ingin

mengembangkan usahanya dan menjalin kerja sama dalam perdagangan

barang dan jasa dengan pihak luar negeri, terutama dalam perdagangan

internasional yang semakin berkembang pesat dewasa ini.

3. Kpp Badan dan Orang Asing Satu Kalibata harus segera melaksanakan

deregulasi dan debirokratisasi dalam bidang perdagangan terutama dalam

bidang perpajakan sebagai salah satu sumber penerimaan negara untuk

kemandirian bangsa Indonesia serta peningkatan sumber daya manusia aparat

perpajakan Indonesia.