bab i pendahuluan - eprints.ums.ac.ideprints.ums.ac.id/51733/2/bab i.pdf · yang terjadi karena...

15
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan nasional memiliki hakekat mewujudkan masyarakat aman, damai dan sejahtera. Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang terus berupaya melakukan pembangunan untuk mencapai tujuan nasional. Salah satu upaya yang dilakukan pemerintah dalam meningkatkan kesejahteraan rakyatnya yaitu dengan meningkatkan stabilitas nasional. Salah satu cara menjaga stabilitas nasional yaitu menciptakan lapangan pekerjaan bagi rakyat. Pembangunan ekonomi daerah merupakan proses pengelolaan sumber daya yang tersedia oleh pemerintah daerah dan masyarakat, serta kemitraan antara sektor swasta dan pemerintah daerah dalam penciptaan lapangan kerja baru dan merangsang perkembangan ekonomi suatu wilayah. Peningkatan jumlah lapangan kerja dan jenis peluang kerja bagi masyarakat daerah merupakan tujuan utama dalam setiap pembangunan ekonomi. Sedangkan lapangan pekerjaan yang lebih kecil dibanding angkatan kerja akan menyebabkan pengangguran. Pengangguran yang tinggi termasuk dalam masalah ekonomi dan sosial. Pengangguran akan menjadi persoalan ekonomi karena menyianyiakan sumberdaya yang berharga dan angka pengangguran yang tinggi berarti menyianyiakan produksi barang dan jasa yang sebenarnya mampu diproduksi oleh pengangguran (Samuelson dan Nordhaus, 2004).

Upload: doannhu

Post on 06-Mar-2019

217 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pembangunan nasional memiliki hakekat mewujudkan masyarakat aman,

damai dan sejahtera. Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang

terus berupaya melakukan pembangunan untuk mencapai tujuan nasional. Salah

satu upaya yang dilakukan pemerintah dalam meningkatkan kesejahteraan

rakyatnya yaitu dengan meningkatkan stabilitas nasional. Salah satu cara menjaga

stabilitas nasional yaitu menciptakan lapangan pekerjaan bagi rakyat.

Pembangunan ekonomi daerah merupakan proses pengelolaan sumber

daya yang tersedia oleh pemerintah daerah dan masyarakat, serta kemitraan antara

sektor swasta dan pemerintah daerah dalam penciptaan lapangan kerja baru dan

merangsang perkembangan ekonomi suatu wilayah. Peningkatan jumlah lapangan

kerja dan jenis peluang kerja bagi masyarakat daerah merupakan tujuan utama

dalam setiap pembangunan ekonomi. Sedangkan lapangan pekerjaan yang lebih

kecil dibanding angkatan kerja akan menyebabkan pengangguran. Pengangguran

yang tinggi termasuk dalam masalah ekonomi dan sosial. Pengangguran akan

menjadi persoalan ekonomi karena menyianyiakan sumberdaya yang berharga dan

angka pengangguran yang tinggi berarti menyianyiakan produksi barang dan jasa

yang sebenarnya mampu diproduksi oleh pengangguran (Samuelson dan

Nordhaus, 2004).

2

Pengangguran merupakan salah satu sumber daya yang terbuang dengan

percuma. Pengangguran mempunyai potensi untuk memberikan kontribusi pada

pendapatan nasional dan daerah, tetapi mereka tidak melakukannya. Kehilangan

pekerjaan membuat seseorang menjadi pengangguran. Seseorang yang kehilangan

pekerjaan berarti mengalami penurunan standar kehidupan dan tekanan

psikologis. Semakin banyak seseorang yang kehilangan pekerjaan, maka

pengangguran menjadi tinggi. Akibat pengangguran tinggi, beban hidup menjadi

kompleks (Mankiw, 2012).

Sebagai negara berkembang, Negara Indonesia tak lepas dari masalah

pengangguran. Kompleknya masalah pengangguran di Indonesia tak lepas dari

banyaknya faktor-faktor yang mempengaruhinya. Pertumbuhan penduduk

Indonesia yang tinggi dan tidak diiringi dengan peningkatan kesempatan kerja

adalah salah satu faktor penyebab masih tingginya tingkat pengangguran di

Indonesia. Pertumbuhan penduduk yang tinggi akan membuat peningkatan

angkatan kerja. Apabila jumlah kesempatan kerja lebih kecil daripada peningkatan

angkatan kerja maka jumlah pengangguran akan meningkat. Apabila masalah

pengangguran tidak segera diatasi maka akan menimbulkan dampak yang serius

seperti kemiskinan. Salah satu faktor yang menentukan kemakmuran seseorang

adalah tingkat pendapatannya. Dengan seseorang menganggur maka akan

mengurangi tingkat pendapatan yang akhirnya akan mengurangi tingkat

kemakmuran yang mereka capai (Sukirno, 2006).

Tingkat pengangguran di Indonesia sejak tahun 2005 hingga tahun 2010

terus mengalami penurunan. Namun tahun 2011 mengalami peningkatan sebesar

3

0,34% dari tahun 2010 menjadi 7,48%. Dan pada tahun 2012 mengalami

penurunan sebesar 1,35% dari tahun 2011 menjadi 6,13%. Namun meningkat lagi

sebesar 0,4% di tahun 2013 menjadi 6,17%. Setelah itu terjadi penurunan di tahun

2014 sebesar 0,23% dari tahun 2013 menjadi 5,94%. Namun pada tahun 2015

terjadi peningkatan sebesar 0,24% menjadi 6,18% Seperti yang terlihat pada

Gambar I-1 yang menunjukkan bahwa tingkat pengangguran tertinggi terjadi pada

tahun 2005 yaitu 11,24% dan terendah terjadi pada tahun 2014 yaitu 5,94%.

Tingkat pengangguran di Indonesia telah menunjukkan hal yang positif dimana

setiap tahun terus mengalami penurunan. Penurunan ini menunjukkan keseriusan

dan keberhasilan Pemerintah Indonesia dalam mengatasi pengangguran di

Indonesia.

Gambar I-1 Tingkat Pengangguran Terbuka di Indonesia

Tahun 2005-2015 (dalam %)

Sumber : BPS (diolah).

0,00%

2,00%

4,00%

6,00%

8,00%

10,00%

12,00%

2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015

11,24%

10,28%

9,11% 8,39%

7,87% 7,14%

7,48%

6,13% 6,17% 5,94% 6,18%

TPT (%)

4

Jika dilihat dari sisi ekonomi, pengangguran merupakan produk dari

situasi yang didalamnya telah terjadi ketidakmampuan pasar kerja dalam

menyerap angkatan kerja yang tersedia, bahkan terus bertambah, antara lain

karena jumlah lapangan kerja yang tersedia lebih kecil dari jumlah mencari kerja,

kompetensi pencari kerja tidak sesuai dengan pasar tenaga kerja dan kurang

efektifnya informasi pasar tenaga kerja bagi pencari kerja. Selain itu,

pengangguran juga dapat disebabkan oleh Pemutusan Hubungan Kerja (PHK)

yang terjadi karena perusahaan menutup atau mengurangi bidang usahanya

sebagai akibat dari krisis ekonomi, keamanan yang kurang kondusif, peraturan

yang menghambat investasi, dan lain-lain. Jumlah pengangguran yang tinggi akan

saling berkaitan dengan menurunnya tingkat kesejahteraan masyarakat

(Jamaludin, 2015).

Masalah pengangguran masih menjadi salah satu titik berat dalam

pembangunan di Jawa Timur. Untuk mendukung upaya pemerintah dalam

mengendalikan laju pengangguran, diperlukan indikator-indikator sebagai dasar

perencanaan, monitoring, maupun evaluasi program. Informasi tersebut akan

banyak memberikan manfaat bagi pemerintah daerah dalam membuat

perencanaan atau kebijakan strategis dalam rangka perluasan kesempatan kerja

yang pada akhirnya dapat mengurangi pengangguran serta meningkatkan

kesejahteraan masyarakat (Badan Pusat Statistik, 2015).

Pada Gambar I-2 menunjukkan tingkat pengangguran terbuka di Provinsi

Jawa Timur dan Kota-kota di Provinsi Jawa Timur. Penurunan tingkat

5

pengangguran di Provinsi Jawa Timur tahun 2010-2015 tidak diikuti oleh

beberapa Kota di Provinsi Jawa Timur. Tingkat Pengangguran yang cukup tinggi

dibandingkan dengan Provinsi Jawa Timur pada tahun 2010, terjadi di Kota

Malang dan Kota Madiun, namun pada tahun 2015 tingkat pengangguran tinggi

terjadi hanya di Kota Kediri dan Kota Malang. Dibandingkan dengan tingkat

pengangguran di Indonesia Provinsi Jawa Timur lebih rendah, namun jika

dibandingkan dengan Provinsi Jawa Timur, Kota-kotanya termasuk yang tertinggi

diantaranya Kota Malang, Kota Kediri, Kota Madiun, Kota Mojokerto, dan Kota

Surabaya.

Gambar I-2 Tingkat Pengangguran Terbuka di Kota-Kota Jawa Timur dan

Provinsi Jawa Timur Tahun 2010-2015 (dalam %)

Sumber : BPS Provinsi Jawa Timur, Sakernas 2010-2015 (data diolah)

Tingkat pengangguran terbuka di objek penelitian mengalami fluktuatif

dari tahun 2010-2015. Tiga Kota (Kediri, Malang, dan Surabaya) dari sembilan

Kota di Provinsi Jawa Timur mengalami peningkatan pada tahun 2015.

4,2

5

4,1

6

4,1

2

4,3

0

4,1

9

4,4

7

7,3

9

4,9

3

7,8

5

7,2

9

7,6

6 8

,46

6,6

6

4,2

0

3,5

5

6,1

7

5,7

1

3,8

0

8,6

8

5,1

9

7,6

8

7,7

3

7,2

2

7,2

8

6,8

5

4,6

6

5,1

2

4,4

8 5,1

6

4,0

1

7,2

3

4,9

2

4,3

4

5,4

1 6,0

9

5,5

7

7,5

2

5,8

6

7,3

2

5,7

3

4,4

2

4,8

8

9,5

2

5,1

5

6,7

1

6,5

7

6,9

3

5,1

0

6,8

4

5,1

5

5,0

7

5,3

2

5,8

2

7,0

1

5,5

5

4,5

7

3,4

1

2,3

0

2,4

3

4,2

9

0,00

1,00

2,00

3,00

4,00

5,00

6,00

7,00

8,00

9,00

10,00

2010 2011 2012 2013 2014 2015

TIN

GK

AT

PEN

GA

NG

GU

RA

N T

ERB

UK

A

Jawa Timur

Kota Kediri

Kota Blitar

KotaMalangKotaProbolinggoKotaPasuruanKotaMojokertoKotaMadiunKotaSurabayaKota Batu

6

Sedangkan Kota Blitar, Kota Probolinggo, Kota Pasuruan, Kota Mojokerto, Kota

Madiun dan Kota Batu cenderung mengalami penurunan. Berdasarkan Gambar I-

2 diatas, tingkat pengangguran Kota Kediri pada tahun 2015 sebesar 8,46%,

meningkat dari tahun 2013 dengan nilai 7,66%. Pada tahun 2015 tingkat

pengangguran di Kota Malang sebesar 7,28%, padahal tahun 2014 hanya sebesar

7,22%. Peningkatan pengangguran juga terjadi di Kota Surabaya, pada tahun 2014

sebesar 5,82% dan pada tahun 2015 meningkat menjadi 7,01%. Pengangguran

tertinggi pada tahun 2015 di Kota-Kota Provinsi Jawa Timur adalah di Kota

Kediri. Tentu pola ini disebabkan oleh adanya faktor-faktor yang mempengaruhi

pengangguran tersebut.

Keadaan ketenagakerjaan di Jawa Timur dapat diamati dari dua aspek,

yaitu aspek ketersediaan (supply) dan aspek kebutuhan (demand). Idealnya kedua

aspek tersebut berada pada posisi yang seimbang, yang berarti bahwa jumlah

kebutuhan tenaga kerja dapat terpenuhi dari jumlah tenaga kerja yang tersedia,

sehingga tidak ada pengangguran. Namun hingga tahun 2015, kondisi normal

yang diharapkan tersebut belum dapat tercapai. Jumlah pengangguran tiap

tahunnya bertambah seiring dengan pertumbuhan penduduk. Persoalan menjadi

lebih kompleks karena bukan hanya terjadinya ketidakseimbangan dari sisi

jumlah, namun mencakup karakteristik ketenagakerjaan lainnya. Antara lain

perubahan struktur umur penduduk usia kerja yang ditunjukkan dari angka beban

ketergantungan, distribusi tenaga kerja menurut lapangan pekerjaan yang dominan

pada kegiatan informal, besarnya rata-rata upah yang diterima buruh belum

7

mencapai standar upah minimum yang ditetapkan dan sebagainya (Badan Pusat

Statistik, 2015).

Menurut Badan Pusat Statistik (2015), Salah satu faktor penyebab

ketidakseimbangan antara ketersediaan dan kebutuhan tenaga kerja adalah faktor

pertumbuhan ekonomi yang belum sejalan dengan kemampuan menyerap tenaga

kerja yang memadai. Sementara dari sisi persediaan juga memperlihatkan masih

rendahnya kualitas pendidikan penduduk usia kerja sehingga sulit untuk

mendapatkan pekerjaan yang memadai, serta adanya penduduk usia sekolah yang

masuk kategori angkatan kerja.

Pertumbuhan ekonomi daerah diartikan sebagai kenaikan Produk

Domestik Regional Bruto (PDRB) tanpa memandang apakah kenaikan itu lebih

besar atau lebih kecil dari tingkat pertumbuhan penduduk atau apakah perubahan

struktur ekonomi terjadi atau tidak. Hal ini berarti bahwa pertumbuhan ekonomi

daerah secara langsung maupun tidak langsung akan menciptakan lapangan kerja

(Arsyad, 2000). PDRB memiliki pengaruh terhadap jumlah angkatan kerja yang

bekerja dengan asumsi apabila nilai PDRB meningkat, maka jumlah nilai tambah

barang dan jasa akhir dalam seluruh unit ekonomi di suatu wilayah akan

meningkat. Fenomena tersebut akan menyebabkan terjadinya peningkatan

terhadap jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan.

Selain nilai PDRB suatu wilayah, tingkat Upah Minimum Kota (UMK)

juga merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi tingkat pengangguran.

Upah merupakan kompensasi yang diterima oleh satu unit kerja yang berupa

jumlah yang yang dibayarkan kepada pekerja. Jika dilihat dari pihak pemberi

8

pekerjaan upah adalah beban perusahaan dimana penambahan upah minimum

dapat menyebabkan pengurangan dalam permintaan tenaga kerja. Menurut

Mankiw (2000) upah merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi

permintaan tenaga kerja yang akan menimbulkan pengangguran. Sedangkan dari

pihak tenaga kerja upah adalah imbalan yang seharusnya diterima akibat balas

jasa dari waktu dan tenaga kerja yang digunakan, akibat penambahan upah

minimum dapat ditarik angkatan kerja untuk mau bekerja dan mencari pekerjaan.

Sementara itu pembangunan suatu daerah juga dapat dilihat melalui

besaran nilai indeks pembangunan manusia (IPM). Tinggi rendahnya nilai IPM

juga menentukan kualitas dari sumber daya manusia di suatu wilayah. Menurut

Todaro (2000) mengatakan bahwa pembangunan manusia merupakan tujuan

pembangunan itu sendiri. Yang mana pembangunan manusia memainkan peranan

kunci dalam membentuk kemampuan sebuah negara dalam menyerap teknologi

modern untuk mengembangkan kapasitasnya agar tercipta kesempatan kerja untuk

mengurangi jumlah pengangguran untuk melakukan pembangunan manusia yang

berkelanjutan. Dengan teratasinya jumlah pengangguran dan mendapatkan

pendapatan yang tinggi maka akan berpengaruh terhadap peningkatan

pambangunan manusia melalui peningkatan bagian pengeluaran rumah tangga

yang dibelanjakan untuk makanan yang lebih bergizi dan pendidikannya yang

lebih tinggi. Sehingga pengurangan pengangguran dapat kita lihat dari jumlah

indeks pembangunan manusia yang mengalami peningkatan.

Bertambahnya jumlah penduduk akan selalu diwarnai dengan munculnya

masalah-masalah akibat kehidupan penduduk yang dinamis. Pertumbuhan

9

penduduk yang tinggi serta meningkatnya kegiatan di beberapa sektor

menimbulkan berbagai masalah di wilayah-wilayah perkotaan misalnya

permasalahan yang umum terjadi di Indonesia. Seperti yang telah dikemukakan

oleh banyak pakar mengenai studi kota, bahwa penduduk akan bertempat tinggal

di kota dan kawasan sekitar kota. Menurut Mulyadi (2003), jumlah penduduk

yang makin besar telah membawa akibat jumlah angkatan kerja yang makin besar

pula. Ini berarti makin besar pula jumlah orang yang mencari pekerjaan atau

menganggur. Agar dapat dicapai keadaan yang seimbang maka seyogyanya

mereka semua dapat tertampung dalam suatu pekerjaan yang cocok dan sesuai

dengan keingingan serta keterampilan mereka. Ini akan membawa konsekuensi

bahwa perekonomian harus selalu menyediakan lapanga-lapangan pekerjaan bagi

angkatan kerja baru.

Menurut Todaro (2006) salah satu implikasi yang menonjol atas tingginya

angka kelahiran di negara berkembang adalah hampir 40 persen penduduknya

terdiri dari anak-anak yang berumur kurang dari 15 tahun. Jadi angkatan kerja

produktif di negara-negara berkembang harus menanggung beban yang lebih

banyak untuk menghidupi anak-anak yang proposional jumlahnya hampir dua kali

lipat dibandingkan dengan yang ada di negara-negara maju. Penduduk yang

berusia lanjut maupun yang masih anak-anak secara ekonomis disebut beban

ketergantungan (dependency burden). Artinya, mereka merupakan anggota

masyarakat yang tidak produktf sehingga menjadi beban angkatan kerja yang

produktif (berumur 15-64 tahun). Menurut Arsyad (2010), Semakin tinggi

persentase rasio beban tanggungan, semakin tinggi beban yang harus ditanggung

10

penduduk yang produktif untuk membiayai hidup penduduk yang belum produktif

dan tidak produktif lagi. Sedangkan rasio beban tanggungan yang semakin rendah

menunjukkan semakin rendahnya beban yang ditanggung penduduk yang

produktif untuk membiayai penduduk yang belum produktif dan tidak produktif

lagi.

Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis tertarik untuk melakukan

penelitian dengan mengangkat judul “Analisis Pengaruh Produk Domestik

Regional Bruto, Upah Minimum Kota, Indeks Pembangunan Manusia, Jumlah

Penduduk dan Beban/Tanggungan Penduduk Terhadao Tingkat Pengangguran

Terbuka di Kota-Kota Provinsi Jawa Timur Tahun 2010-2015”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan permasalahan tersebut, rumusan masalah dalam penelitian ini

adalah sebagai berikut :

1. Bagaimana pengaruh Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Atas

Dasar Harga Konstan 2010 terhadap Tingkat Pengangguran Terbuka di

Kota-Kota Provinsi Jawa Timur Tahun 2010-2015 ?

2. Bagaimana pengaruh Upah Minimum Kota (UMK) terhadap Tingkat

Pengangguran Terbuka di Kota-Kota Provinsi Jawa Timur Tahun 2010-

2015 ?

3. Bagaimana pengaruh Indeks Pembangunan Manusia (IPM) terhadap

Tingkat Pengangguran Terbuka di Kota-Kota Provinsi Jawa Timur Tahun

2010-2015 ?

11

4. Bagaimana pengaruh Jumlah Penduduk terhadap Tingkat Pengangguran

Terbuka di Kota-Kota Provinsi Jawa Timur Tahun 2010-2015 ?

5. Bagaimana pengaruh Beban/Tanggungan Penduduk terhadap Tingkat

Pengangguran Terbuka di Kota-Kota Provinsi Jawa Timur Tahun 2010-

2015 ?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah di atas. Tujuan dari

penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Untuk menganalisis pengaruh Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)

Atas Dasar Harga Konstan 2010 terhadap Tingkat Pengangguran Terbuka

di Kota-Kota Provinsi Jawa Timur Tahun 2010-2015.

2. Untuk menganalisis pengaruh Upah Minimum Kota (UMK) terhadap

Tingkat Pengangguran Terbuka di Kota-Kota Provinsi Jawa Timur Tahun

2010-2015.

3. Untuk menganalisis pengaruh Indeks Pembangunan Manusia (IPM)

terhadap Tingkat Pengangguran Terbuka di Kota-Kota Provinsi Jawa

Timur Tahun 2010-2015.

4. Untuk menganalisis pengaruh Jumlah Penduduk terhadap Tingkat

Pengangguran Terbuka di Kota-Kota Provinsi Jawa Timur Tahun 2010-

2015.

5. Untuk menganalisis pengaruh Beban/Tanggungan Penduduk terhadap

Tingkat Pengangguran Terbuka di Kota-Kota Provinsi Jawa Timur Tahun

2010-2015.

12

D. Manfaat Penelitian

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat dan

wawasan kepada :

1. Bagi Akademik

Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi akademisi, penelitian ini

akan menambah keragaman penelitian mengenai faktor-faktor yang

mempengaruhi pengangguran.

2. Bagi Pemerintah Provinsi Jawa Timur

Dapat memberikan gambaran dan Informasi bagi Pemerintah dalam

mengambil kebijakan dalam penanggulangan pengangguran dan sebagai

evaluator pemerintah sejauh mana Pemerintah Provinsi Jawa Timur telah

berhasil mengurangi pengangguran dengan program-program yang telah

dilakukan.

3. Bagi Peneliti Selanjutnya

Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan acuan dalam penelitian mengenai

pengangguran berikutnya. Peneliti selanjutnya dapat menambahkan faktor-

faktor yang mempengaruhi pengangguran di luar dari faktor yang

tercantum di dalam penelitian ini.

E. Metode Penelitian

Jenis data yang digunakan adalah data sekunder. Data sekunder

merupakan data yang diperoleh dari perpustakaan, jurnal atau penelitian

sebelumnya dan dari instansi yang terkait dalam penelitian ini seperti Badan Pusat

Statistik (BPS). Dalam penelitian ini alat analisis yang digunakan adalah regresi

13

data panel. Data yang digunakan merupakan penggabungan dari data deret waktu

(time series) selama 6 tahun yaitu dari tahun 2010 – 2015 dan silang tempat (cross

section) sejumlah 9 Kota yang ada di Provinsi Jawa Timur yaitu Kota Kediri,

Kota Blitar, Kota Malang, Kota Probolinggo, Kota Pasuruan, Kota Mojokerto,

Kota Madiun, Kota Surabaya, dan Kota Batu sehingga menghasilkan 54

observasi.

Model regresi data panel yang digunakan adalah sebagai berikut1 :

TPTit = α + β

1 LOG(PDRB)it

+ β2 LOG(UMK)

it + β

3 IPM

it + β

4 LOG(POP)it

+ β5

BTPit

+ uit

Dimana :

TPT : Tingkat Pengangguran Terbuka (Persen)

LOG(PDRB) : Produk Domestik Regional Bruto (Miliar Rupiah)

LOG(UMK) : Upah Minimum Kota (Rupiah)

IPM : Indeks Pembangunan Manusia (Skala Indeks)

LOG(POP) : Jumlah Penduduk (Jiwa)

BTP : Beban/Tanggungan Penduduk (Persen)

i : Menunjukkan data cross-section Kota-Kota di Jawa Timur

t : Menunjukkan data time series tahun 2010-2015

1 Replikasi dari Jurnal Tyas Ayu Prasanti, Triastuti Wuryandari dan Agus Rusgiyono. “Aplikasi

Regresi Data Panel Untuk Permodelan Tingkat Pengangguran Terbuka Kabupaten/Kota di

Provinsi Jawa Tengah”. Jurnal Gaussian Universitas Diponegoro Semarang, Vol.4, No.3, Tahun

2015, Hlm: 687-696. ISSN: 2339-2541 dan Jurnal Tengkoe Sarimuda RB dan Soekarnoto.

“Pengaruh PDRB, UMK, Inflasi, dan Investasi Terhadap Pengangguran Terbuka di Kab/Kota

Provinsi Jawa Timur Tahun 2007-2011”. Jurnal Ekonomi dan Bisnis Universitas Airlangga

Surabaya, Tahun XXIV, No.2, Agustus 2014. Hlm: 106-119. Model Data Panel lihat Gujarati,

Damodar N dan Dawn C. Porter. “Dasar-Dasar Ekonometrika”. Edisi 2 Buku 2 (Jakarta: Salemba

Empat. 2015). Hlm: 235-267 dan Model Data Panel dari Juanda, Bambang dan Junaidi.

“Ekonometrika Deret Waktu Teori dan Aplikasi”. Cetakan pertama Juni 2012. (Bogor: IPB Press.

2012). Hlm: 175-195.

14

α : Koefisien konstanta

β : Koefisien slope dan intersep

u : Faktor gangguan atau tidak dapat diamati

Variabel dependen dalam penelitian ini adalah Tingkat Pengangguran

Terbuka (TPT) di Kota-Kota Provinsi Jawa Timur 2010-2015, sedangkan variabel

independen adalah Produk Domestik Regional Bruto (PDRB), Upah Minimum

Kota (UMK), Indeks Pembangunan Manusia (IPM), Jumlah Penduduk (POP), dan

Beban/Tanggungan Penduduk (BTP).

F. Sistematika Penulisan

Penyusunan penelitian ini menggunakan sistematika sederhana dengan

maksud agar lebih mudah dalam menerangkan segala permasalahan yang menjadi

pokok pembahasan sehingga lebih terarah pada sasaran. Kerangka sistematika

penulisan ini terdiri dari lima bab di mana setiap bab terdiri dari sub-sub bab,

yaitu:

BAB I : PENDAHULUAN

Dalam bab ini menguraikan tentang latar belakang masalah, perumusan

masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, metode penelitian, dan

sistematika penulisan skripsi.

BAB II : LANDASAN TEORI

Dalam bab ini menguraikan tentang teori-teori yang relevan yang

berhubungan dengan pengangguran dan faktor-faktor yang

mempengaruhi pengangguran, penelitian terdahulu, dan hipotesis.

15

BAB III : METODE PENELITIAN

Dalam bab ini menjelaskan mengenai objek penelitian, jenis dan

sumber data, definisi operasional variabel, metode pengumpulan data

dan metode analisis data panel.

BAB IV : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Dalam bab ini menjelaskan tentang perkembangan variabel independen,

pembahasan dari pengolahan data panel dan hasil analisis ekonomi.

BAB V : PENUTUP

Dalam bab ini berisi tentang kesimpulan dan saran dari penelitian yang

dilakukan.