bab i pendahuluan i. latar...

21
1 BAB I PENDAHULUAN I. Latar Belakang Masyarakat Dusun Sade merupakan salah satu komunitas yang dianggap masih memegang unsur-unsur tradisi Suku Sasak sebagai suku asli pulau Lombok. Masyarakat Sade merupakan salah satu kolektivitas komunitas (Sasak: Punggilan) dari beberapa komunitas yang berasal dari wilayah Desa Rembitan seperti: Rembitan, Telok Bulan, Lentak, Selak, Penyalu, Peluk, Rebuk dan Rumbi. Namun dari semua keluarga besar yang mendiami wilayah Desa Rembitan tersebut berdasarkan asal usul sejarah dan budaya adalah bagian integral dari Sade itu sendiri. Namun hanya Dusun Sade yang eksistensinya tetap diakui sebagai sebuah masyarakat tradisional yang teguh memegang adat tradisi nenek moyang. Dalam perkembangannya masyarakat Sade pun tidak lepas dari pengaruh modernisasi akibat tak kuasa mengelak dari pembangunan, yang menawarkan gemerincing rupiah serta interaksi yang intens dengan masyarakat sekitarnya dan wisatawan. Berdasarkan data Statistik Kecamatan Pujut tahun 2011, Masyarakat Sade yang berada di wilayah Kecamatan Pujut Kabupaten Lombok Tengah berjumlah sekitar 250 Kepala keluarga dengan jumlah penduduk 1150 jiwa yang tersebar di wilayah Sade Luar dan Sade Dalam. Sade Dalam saat ini memiliki penduduk sekitar 700 jiwa dengan 150 Kepala Keluarga, mayoritas penduduk bermata pencaharian sebagai petani serta memiliki tata kehidupan masyarakat yang teguh memegang tradisi. Masyarakat desa ini dimasa lalu merupakan penganut kuat Islam Watu Telu 1 namun sebagai dampak dari program pemerintah dalam hal ini 1 Sebagaimana yang diungkapkan oleh Selake (2011:20-25) Islam Watu Telu merupakan suatu aliran lokal dalam islam yang berkembang di Suku Sasak Lombok termasuk Desa Sade. Dalam berbagai prespektif Islam Watu Telu muncul disebabkan oleh adanya tiga aliran yang ada dalam kehidupan masyarakat Sasak yang terkombinasi menjadi satu kesatuan yang utuh. Ketiga aliran itu antara lain: 1) Aliran Lokal (dinamisme & animism- kepercayaan leluhur); 2). Aliran Hinduisme (pengaruh kepercayaan Hindu); 3). Aliran Sufisme (Pengaruh islam dalam Sufi).

Upload: dodiep

Post on 02-Mar-2019

234 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB I PENDAHULUAN I. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/74318/potongan/S2-2014... · perkawinan oleh pembayun pada acara Sorong Serah Aji Krame. ... Komunitas Suku

1

BAB I

PENDAHULUAN

I. Latar Belakang

Masyarakat Dusun Sade merupakan salah satu komunitas yang dianggap

masih memegang unsur-unsur tradisi Suku Sasak sebagai suku asli pulau

Lombok. Masyarakat Sade merupakan salah satu kolektivitas komunitas (Sasak:

Punggilan) dari beberapa komunitas yang berasal dari wilayah Desa Rembitan

seperti: Rembitan, Telok Bulan, Lentak, Selak, Penyalu, Peluk, Rebuk dan

Rumbi. Namun dari semua keluarga besar yang mendiami wilayah Desa

Rembitan tersebut berdasarkan asal usul sejarah dan budaya adalah bagian

integral dari Sade itu sendiri.

Namun hanya Dusun Sade yang eksistensinya tetap diakui sebagai sebuah

masyarakat tradisional yang teguh memegang adat tradisi nenek moyang. Dalam

perkembangannya masyarakat Sade pun tidak lepas dari pengaruh modernisasi

akibat tak kuasa mengelak dari pembangunan, yang menawarkan gemerincing

rupiah serta interaksi yang intens dengan masyarakat sekitarnya dan wisatawan.

Berdasarkan data Statistik Kecamatan Pujut tahun 2011, Masyarakat Sade

yang berada di wilayah Kecamatan Pujut Kabupaten Lombok Tengah berjumlah

sekitar 250 Kepala keluarga dengan jumlah penduduk 1150 jiwa yang tersebar di

wilayah Sade Luar dan Sade Dalam. Sade Dalam saat ini memiliki penduduk

sekitar 700 jiwa dengan 150 Kepala Keluarga, mayoritas penduduk bermata

pencaharian sebagai petani serta memiliki tata kehidupan masyarakat yang teguh

memegang tradisi. Masyarakat desa ini dimasa lalu merupakan penganut kuat

Islam Watu Telu1 namun sebagai dampak dari program pemerintah dalam hal ini

1 Sebagaimana yang diungkapkan oleh Selake (2011:20-25) Islam Watu Telu merupakan suatu

aliran lokal dalam islam yang berkembang di Suku Sasak Lombok termasuk Desa Sade. Dalam

berbagai prespektif Islam Watu Telu muncul disebabkan oleh adanya tiga aliran yang ada dalam

kehidupan masyarakat Sasak yang terkombinasi menjadi satu kesatuan yang utuh. Ketiga aliran itu

antara lain: 1) Aliran Lokal (dinamisme & animism- kepercayaan leluhur); 2). Aliran Hinduisme

(pengaruh kepercayaan Hindu); 3). Aliran Sufisme (Pengaruh islam dalam Sufi).

Page 2: BAB I PENDAHULUAN I. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/74318/potongan/S2-2014... · perkawinan oleh pembayun pada acara Sorong Serah Aji Krame. ... Komunitas Suku

2

Departemen Agama sejak tahun 1986 masyarakat Sade di kembalikan pada

pelaksanaan syariat Islam Waktu Lima.2

Semenjak berkembangnya pariwisata Lombok tahun 1989, melalui

program Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) dengan menerbitkan

Peraturan Daerah No. 9 Tahun 1989 tentang 15 Kawasan Pariwisata di NTB.

Salah satunya adalah Kawasan Desa Wisata Dusun Adat Sade, Desa Rembitan,

Kecamatan Pujut, Kabupaten Lombok Tengah. Pengembangan konsep pariwisata

pedesaan di Dusun Sade, menjadi atraksi yang menarik bagi para wisatawan,

berharap mempunyai nilai ekonomis bagi masyarakat. Pergaulan dan interaksi

dengan wisatawan memberikan pengalaman dan pengetahuan baru bagi

masyarakat Dusun Sade memicu perubahan sosial budaya. Terpaan informasi

yang diserap oleh masyarakat Dusun Sade secara sadar ataupun tidak prilaku

mereka ikut berubah. Hal ini sesuai dengan pernyataan Damanik (2013) bahwa

Pariwisata memicu gaya hidup masyarakat pedesaan lebih modern.3

Perubahan yang terjadi pada masyarakat tersebut dikarenakan pengetahuan

masyarakat Sade yang berubah sebagai hasil dari interaksi yang intens dengan

masyarakat luar dan tingkat pendidikan yang mereka miliki. Hal tersebut yang

membuat sikap masyarakat Sade dalam memaknai budayanya ikut berubah.

Perubahan sikap berdampak pada perubahan prilaku yang kemudian merubah pola

komunikasi Komunitas Suku Sasak Dusun Sade, perubahan tersebut dapat kita

lihat pada beberapa aspek antara lain:

1. Perkawinan, di masa lalu pola komunikasi yang terjadi pada masyarakat

Sade sangat diwarnai oleh sistem patriarki yang kental, orang tua/laki-laki

memegang peranan absolut dalam pengambilan keputusan dalam keluarga.

Misalnya dalam perjodohan, orang tua memiliki peran sentral dalam

menentukan jodoh anak-anaknya sehingga muncul kawin paksa dengan

2 Sementara itu Islam waktu lima sebagaimana yang diungkapkan oleh selake (2011) berkembang

sekitar tahun 1965. 3 Damanik, Janianton. 2013. Pariwisata Indonesia: Antara peluang dan Tantangan. Cet. 1.

Yogyakarta. Pustaka Pelajar . Tinjauan kritis menurut Greenwood (1989) maupun Picard (2006)

yang dikutip Damanik (2013) menyebutkan atraksi wisata sebagai bentuk komodifikasi budaya

(cultural commodification) untuk kecenderungan menjual symbol-simbol kebudayaan sebagai

tontonan wisatawan

Page 3: BAB I PENDAHULUAN I. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/74318/potongan/S2-2014... · perkawinan oleh pembayun pada acara Sorong Serah Aji Krame. ... Komunitas Suku

3

kerabat sendiri, dengan argumen untuk mempererat tali kekerabatan di

lingkungan keluarga besar mereka, maka perkawinan dominan dilakukan

dengan Sistem indogami4. Namun saat ini, orang tua lebih terbuka dan

lebih membebaskan anak-anaknya dalam menentukan jodoh. Ada proses

komunikasi dua arah antara orang tua dan anak dalam memilih jodoh

mereka. Sehingga masyarakat Sasak Sade sudah ada yang menikah dengan

masyarakat di luar lingkunganya (eksogami) antara lain ada yang menikah

dengan perempuan Lampung, Prancis, dan antara kelas bangsawan dengan

masyarakat biasa.

2. Pemerintahan dan Agama, pemerintahan tertinggi di Dusun Sade di

pegang oleh Juru Keliang (Kepala Dusun). Di masa lalu, ia dianggap

sebagai orang tua (pengayom) yang serba bisa menyelesaikan persoalan

warganya, sehingga Jero Keliang bebas dari keritikan. Pada saat ini

masyarakat mendapat peran dalam ikut terlibat dalam memutuskan apa

yang menjadi program kegiatan di Sade, dalam menentukan Kepala Dusun

seluruh masyarakat Sade diikut sertakan dalam musyawarah dan

diputuskan berdasarkan mufakat. Hal ini berbeda di masa lalu, penentuan

Kepala Dusun berdasarkan keturunan, dan pangambilan keputusan hanya

di tentukan oleh pemuka masyarakat dan agama, masyarakat hanya

menerima hasil keputusan tersebut. Tugas pokok Kepala Dusun di Dusun

Sade bertambah menjadi dua fungsi utama yaitu sebagai pelaksana

birokrasi di tingkat dusun, dan sebagai pengemban adat. Di bidang

keagamaan setelah berkembangnya Islam Waktu Lima, Kyai tidak lagi

memiliki fungsi sentral sebagai orang yang disucikan untuk mewakili

masyarakat dalam melakukan ritual agama seperti sholat, puasa dan lain-

lain dengan pencipta seperti dalam konsep Islam Watu Telu.

3. Sistem Bahasa dan komunikasi, bahasa yang digunakan oleh masyarakat

Dusun Sade adalah Bahasa Sasak, dimana dalam pergaulan di kenal ada

dua jenis bahasa Sasak yaitu Bahasa Sasak Kasar (Base Jamak) yang di

4 Menurut Kamus Besar bahasa Indonesia endogamy adalah prinsip perkawinan yang

mengharuskan orang untuk mencari jodoh di lingkungan sosialnya sendiri, misalnya lingkungan

kerabat, lingkungan kelas sosial, atau lingkungan pemukiman.

Page 4: BAB I PENDAHULUAN I. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/74318/potongan/S2-2014... · perkawinan oleh pembayun pada acara Sorong Serah Aji Krame. ... Komunitas Suku

4

pergunakan untuk berkomunikasi sehari-hari dengan sesama warga.

Bahasa Sasak Halus (Base Dalem) bahasa ini dipakai pada saat upacara

perkawinan oleh pembayun pada acara Sorong Serah Aji Krame. Selain itu

bahasa yang dikuasai oleh masyarakat Sasak Dusun Sade bukan bahasa

Sasak saja tetapi Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris dikarenakan interaksi

dan komunikasi dengan wisatawan. Selain juga diajarkan di sekolah-

sekolah.

Perubahahan tersebut terlihat sangat menghawatirkan bagi keberlangsungan

komunitas masyarakat adat Sade, karena lambat laun, generasi muda akan

melupakan identitas mereka. untuk itu, diperlukan strategi yang dilakukan oleh

tokoh masyarakat Sade, pemerintah dalam menangani persoaalan ini. Sehingga

perlu untuk dilakukan penelitian untuk mengidentifikasi Perubahan sosial-budaya

Komunitas Suku Sasak Dusun Adat Sade yang terjadi melalui suatu studi

etnografi sebagai dampak interaksi dengan masyarakat lain. Di mana nantinya

peneliti berusaha mengungkapkan bagaimana perubahan sosial budaya dengan

melihat perubahan pola komunikasi masyarakat komunitas Suku Sasak Dusun

Sade.

II. Rumusan Masalah

Dari uraian di atas, penulis merumuskan masalah dalam penelitian ini

sebagai berikut: Bagaimana perubahan pola komunikasi masyarakat Komunitas

Suku Sasak Dusun Sade, Desa Rembitan, Kecamatan Pujut, Kabupaten Lombok

Tengah?

III. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui bagaimana perubahan pola komunikasi masyarakat

komunitas Suku Sasak Dusun Sade, Desa Rembitan, Kecamatan Pujut,

Kabupaten Lombok Tengah.

2. Untuk mengidentifikasi bagaimana perubahan pola komunikasi

masyarakat Komunitas Suku Sasak Dusun Sade, Desa Rembitan,

Kecamatan Pujut, Kabupaten Lombok Tengah.

Page 5: BAB I PENDAHULUAN I. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/74318/potongan/S2-2014... · perkawinan oleh pembayun pada acara Sorong Serah Aji Krame. ... Komunitas Suku

5

IV. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Akademis

Hasil penelitian mengenai Perubahan pola komunikasi Komunitas Suku

Sasak Dusun Sade ini diharapkan mampu menjadi bahan masukan bagi

pengembangan kajian komunikasi, terutama dalam ranah komunikasi budaya.

2. Manfaat Praktis

Adapun tujuan praktis dari penelitian tentang perubahan pola komunikasi

Masyarakat Suku Sasak Dusun Sade ini adalah:

a. Sebagai data dan informasi bagi pemerintah daerah tentang perubahan

pola komunikasi Komunitas Suku Sasak di Dusun Sade untuk keperluan

pengambilan kebijakan kebudayaan, pendidikan dan kemasyarakatan

terutama terhadap strategi pengembangan kawasan wisata desa adat.

b. Untuk menjelaskan kepada pembaca dampak apa saja yang terjadi pada

Komunitas Suku Sasak Dusun Sade, berkaitan dengan perubahan pola

komunikasi Komunitas Suku Sasak Dusun Sade.

c. Untuk mengetahui sejauh mana perubahan pengetahuan dan pola

komunikasi yang telah terjadi pada Komunitas Suku Sasak Dusun Sade.

V. Kerangka Pemikiran

1. Pola Komunikasi

Sudah diketahui bahwa komunikasi merupakan sebuah proses

penyampaian pesan ataupun informasi dari seseorang kepada orang lain. Pada

perkembangannya pihak penyampai pesan, atau dalam istilah komunikasi di sebut

komunikator, dapat berupa sebuah kelompok, atau pun perorangan. Begitu pula

dengan penerima, yang dalam istilah komunikasi di sebut sebagai komunikan,

dapat berupa perorangan atau pun kelompok. Secara harfiahnya komunikasi

merupakan jalinan yang terjadi dalam sistem sosial dengan berbagai

pendukungnya seperti adanya media-media komunikasi yang berkembang saat ini.

Menurut Devito (1997: 24) komunikasi mengacu pada pengertian akan

suatu tindakan oleh satu orang atau lebih yang mengirim dan menerima pesan

Page 6: BAB I PENDAHULUAN I. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/74318/potongan/S2-2014... · perkawinan oleh pembayun pada acara Sorong Serah Aji Krame. ... Komunitas Suku

6

yang terdistorsi oleh gangguan (noise), terjadi dalam konteks tertentu dan ada

kesepakatan untuk melaksanakan umpan balik.

Rogers dalam Mulyana (2007: 69) mengatakan bahwa proses dimana

suatu ide dialihkan dari sumber kepada suatu penerima atau lebih, dengan maksud

untuk mengubah tingkah laku mereka. Dalam komunikasi tradisional yang sering

terjadi adalah komunikasi sebagai sebuah tindakan satu arah dan komunikasi

sebagai interaksi. Kerangka Menurut Mulyana (2007:67) kerangka pemahaman

mengenai komunikasi tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:

1) Komunikasi Sebagai Tindakan Satu Arah.

Pemahaman komunikasi sebagai proses satu arah disebutkan oleh Micheal

Burgoon, sebagai “definisi berorientasi sumber” (source oriented definition) yang

mengisyaratkan komunikasi sebagai kegiatan yang sengaja dilakukan seseorang

untuk meyampaikan rangsangan guna membangkitkan respons orang lain.

Konseptualisasi komunikasi sebagai tindakan satu arah ini mengisyaratkan bahwa

semua kegiatan komunikasi bersifat persuasif.

Model komunikasi linier merupakan konsep komunikasi yang paling

sederhana, yang dimaknai sebagai proses komunikasi sepihak.

Gambar 1. Model Shannon dan Weaver (Model Komunikasi Linear)

Sumber: Mulyana D. 2007. Ilmu Komunikasi. Suatu Pengantar. Bandung:

Remaja Rosdakarya.

Sumber Penerima Destinasi Pengirim Sinyal

diterima

Sinyal

Noice

Source

Massage

Page 7: BAB I PENDAHULUAN I. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/74318/potongan/S2-2014... · perkawinan oleh pembayun pada acara Sorong Serah Aji Krame. ... Komunitas Suku

7

Pada model ini komunikasi terjadi karena ada seseorang yang

menyampaikan pesan kepada orang lain. Pengirim pesan menstimuli sehingga

penerima pesan merespon sesuai yang diharapkan tanpa melakukan proses seleksi

dan intepretasi lebih lanjut. Kejadian ini sesuai dengan ide dasar pembuatan

model linier yang di desain berdasar sistem telepon (Mulyana, 2007:149).

Sementara itu dalam Proses komunikasi yang terjadi, terdapat dua proses

dalam hal penyampaian pesan antara komunikator dan komunikan, yaitu secara

primer dan secara sekunder (Effendy, 2003: 89).

1) Proses Komunikasi Secara Primer

Proses komunikasi secara primer adalah proses penyampaian pikiran dan

atau perasaan seseorang kepada orang lain dengan menggunakan lambang

(simbol) sebagai media. Lambang sebagai media primer dalam proses komunikasi

adalah bahasa, kias, isyarat, gambar, warna dan lain sebagainya yang secara

langsung mampu menerjemahkan pikiran atau perasaan komunikator kepada

komunikan.

2) Proses Komunikasi Secara Sekunder

Proses komunikasi secara sekunder adalah proses penyampaian pesan oleh

seseorang kepada orang lain dengan menggunakan alat atau sarana sebagai media

kedua setelah memakai lambang sebagai media pertama. Seorang komunikator

menggunakan media kedua dalam melancarkan komunikasinya karena komunikan

sebagai sasarannya berada di tempat yang relatif jauh atau jumlahnya banyak.

Terdapat dua macam bentuk komunikasi secara umum, yaitu komunikasi

verbal dan non verbal (Sobur, 2004: 89):

1. Komunikasi Verbal

Komunikasi verbal secara sederhana adalah komunikasi dengan

menggunakan bahasa, baik secara lisan maupun tertulis. Bahasa verbal adalah

sarana utama untuk menyatakan pikiran, perasaan dan maksud kita. Bahasa verbal

menggunakan kata-kata yang merepresentasikan berbagai aspek realitas individual

kita. Konsekuensinya, kata-kata adalah abstraksi realitas kita yang tidak mampu

menimbulkan reaksi yang merupakan totalitas objek atau konsep yang diwakili

Page 8: BAB I PENDAHULUAN I. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/74318/potongan/S2-2014... · perkawinan oleh pembayun pada acara Sorong Serah Aji Krame. ... Komunitas Suku

8

kata-kata itu. Misalnya, kata rumah, kursi, mobil atau mahasiswa. Realitas apa

yang diwakili oleh setiap kata itu? Begitu banyak ragam rumah. Ada rumah

bertingkat, rumah mewah, rumah sederhana dan rumah sangat sederhana.

2. Komunikasi Non Verbal

Definisi harfiah komunikasi non verbal sebagai komunikasi tanpa kata,

merupakan suatu penyederhanaan berlebihan (over simplification ), karena kata

yang berbentuk tulisan tetap dianggap “verbal” meskipun tidak memiliki unsur

suara. Stewart dan D’Angelo yang dikutip oleh Tubbs dan Moss (2001)

berpendapat bahwa bila kita membedakan verbal dari non verbal dan vokal dari

non vokal, kita mempunyai empat kategori atau jenis komunikasi. Komunikasi

verbal vokal merujuk pada “komunikasi melalui kata yang diucapkan”.

Komunikasi verbal non vokal, yaitu “kata-kata digunakan tapi tidak diucapkan”.

Komunikasi non verbal vokal berupa vokalisasi, misalnya berupa “gerutuan”.

Komunikasi yang terakhir adalah komunikasi non verbal non vokal, yaitu hanya

mencakup sikap dan penampilan, komunikasi jenis ini membawa pesan-pesan

linguistik. Pesan-pesan tersebut dapat terjadi dalam berbagai bentuk. Kita dapat

mengacungkan tangan untuk memilih “ya” pada suatu pertemuan atau untuk

menghentikan taksi.

Menurut Thomas M Scheidel yang di kutip oleh Mulyana (2007: 4)

mengemukakan bahwa kita berkomunikasi terutama untuk menyatakan dan

mendukung identitas diri, untuk membangun kontak sosial dengan orang yang ada

di sekitar kita, dan untuk mempengaruhi orang lain untuk merasa, berfikir, atau

berprilaku seperti yang kita inginkan. Gorden sebagaimana yang dikutip oleh

Mulyana (2007:5) menyatakan bahwa ada empat fungsi komunikasi yaitu

komunikasi sosial, komunikasi ekspresif, komunikasi ritual dan komunikasi

instrumental.

2. Komunikasi Sosial

Fungsi komunikasi sebagai komunikasi sosial mengisyaratkan bahwa

komunikasi adalah penting dalam membangun konsep diri, untuk

Page 9: BAB I PENDAHULUAN I. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/74318/potongan/S2-2014... · perkawinan oleh pembayun pada acara Sorong Serah Aji Krame. ... Komunitas Suku

9

kelangsungan hidup, untuk memperoleh kebahagiaan, terhindar dari tekanan

dan tegangan, antara lain lewat komunikasi yang bersifat menghibur dan

memupuk hubungan dengan orang lain.

3. Komunikasi Ekspresif

Erat kaitannya dengan komunikasi sosial adalah komunikasi ekspresif

yang dapat dilakukan baik sendirian ataupun dalam kelompok. Komunikasi

ekspresif tidak otomatis bertujuan mempengaruhi orang lain, namun dapat

dilakukan sejauh komunikasi tersebut menjadi instrumen untuk menyampaikan

perasaan-perasaan (emosi) kita. Perasaan-perasaan tersebut terutama

dikomunikasikan melalui pesan-pesan non verbal. Perasaan sayang, peduli, rindu,

simpati, gembira, sedih, takut, prihatin, marah dan benci dapat disampaikan lewat

kata-kata, namun terutama lewat perilaku non verbal. Seorang ibu menunjukkan

kasih sayangnya dengan membelai kepala anaknya. Orang dapat menyalurkan

kemarahan dengan berkacak pinggang, mengepalkan tangan memelototkan

matanya.

4. Komunikasi Ritual

Erat kaitannya dengan komunikasi ekspresif adalah komunikasi ritual,

yang biasanya dilakukan secara kolektif. Suatu komunitas sering melakukan

upacara-upacara berlainan sepanjang tahun dan sepanjang hidup, yang disebut

para antropolog sebagai rites of passage, mulai dari upacara kelahiran, sunatan,

ulang tahun (nyanyi Happy Birthday dan pemotongan kue), pertunangan,

perkawinan hingga upacara kematian. Dalam acara-acara itu orang mengucapkan

kata-kata atau menampilkan perilaku-perilaku tertentu yang bersifat simbolik.

Ritus -ritus lain seperti berdo’a (shalat, sembahyang, misa), membaca kitab suci,

naik haji, upacara bendera (termasuk menyanyikan lagu kebangsaan), upacara

wisuda, perayaan lebaran juga merupakan komunikasi ritual.

Page 10: BAB I PENDAHULUAN I. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/74318/potongan/S2-2014... · perkawinan oleh pembayun pada acara Sorong Serah Aji Krame. ... Komunitas Suku

10

5. Komunikasi Instrumental

Komunikasi instrumental mempunyai beberapa tujuan umum, yaitu:

menginformasikan, mengajar, mendorong, mengubah sikap dan keyakinan,

mengubah perilaku atau menggerakkan tindakan dan juga untuk menghibur. Bila

di ringkas, maka kesemua tujuan tersebut dapat di sebut membujuk (bersifat

persuasif). Sebagai instrumen, komunikasi tidak saja kita gunakan untuk

menciptakan dan membangun hubungan, namun juga untuk menghancurkan

hubungan tersebut.

Menurut Thomas M Scheidel yang di kutip oleh Mulyana (2007: 4)

mengemukakan bahwa kita berkomunikasi terutama untuk menyatakan dan

mendukung identitas diri, untuk membangun kontak sosial dengan orang yang ada

di sekitar kita, dan untuk mempengaruhi orang lain untuk merasa, berfikir, atau

berprilaku seperti yang kita inginkan.

Hubungan antara komunikasi dan budaya sangat kompleks dan erat. Dari

pemaparan tersebut dapat disimpulkan bahwa budaya telah menciptakan sebuah

komunikasi spesifik, artinya budaya dapat diartikan sebagai sebuah interaksi

manusia yang cukup cermat dimana karakteristik-karakteristik budaya, apakah itu

adat-istiadat, peranan, pola perilaku, ritual-ritual dan hukum diciptakan dan

dipertukarkan. Dengan kata lain budaya adalah hasil dari sebuah komunikasi

sosial. Dengan komunikasi budaya bisa dipertahankan atau berubah pada suatu

waktu. Budaya telah tercipta, terbentuk, dipindahkan/ditransmisikan dan

dipelajari melalui proses komunikasi. Para ilmuwan sosial mengakui bahwa

budaya dan komunikasi itu mempunyai hubungan timbal balik, seperti dua sisi

mata uang. Budaya merupakan bagian dari perilaku komunikasi, dan pada

gilirannya komunikasipun turut menentukan, memelihara, mengembangkan atau

mewariskan budaya. Sesuai pendapat Hall yang dikutip oleh Mulyana (2007:6)

bahwa ”budaya adalah komunikasi” dan ”komunikasi adalah budaya”.

Dalam proses komunikasi, para peserta komunikasi saling mempengaruhi,

seberapa kecil pun pengaruh itu, baik lewat komunikasi verbal maupun non

verbal. Hal ini menunjukkan bahwa komunikasi adalah proses yang dinamis dan

transaksional. Implikasinya adalah bahwa para peserta komunikasi berubah (dari

Page 11: BAB I PENDAHULUAN I. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/74318/potongan/S2-2014... · perkawinan oleh pembayun pada acara Sorong Serah Aji Krame. ... Komunitas Suku

11

sekedar perubahan pengetahuan hingga pada perubahan pandangan terhadap dunia

dan prilakunya). Ada orang perubahannya sedikit demi sedikit dari waktu ke

waktu, tetapi perubahan pada akhirnya (secara kumulatif) cukup besar. Namun

ada orang yang berubah secara tiba-tiba (Mulyana, 2007:121-122).

Pada satu sisi, komunikasi merupakan suatu mekanisme untuk

mempengaruhi budaya lain sehingga terjadi perubahan baik dalam norma-norma

budaya masyarakat, baik secara horizontal, dari suatu masyarakat kepada

masyarakat lainnya, ataupun secara vertikal, dari suatu generasi kepada generasi

berikutnya, misalanya penghapusan sistem “feodal5”, pada masyarakat Dusun

Sade, memberikan kesempatan pada generasi muda untuk berpendapat dalam

pengambilan keputusan-keputusan adat. Pada sisi lain, budaya menetapkan

norma-norma (komunikasi) yang dianggap sesuai untuk suatu kelompok tertentu,

misalnya ”jangan melawan orang tua”, ”bersikaplah ramah pada tamu”, dan

sebagainya. Budaya bahkan mempengaruhi manusia setelah manusia mati.

Mengurus orang meninggal apakah mayatnya di kafani atau dalam peti mati,

setelah itu apakah mengadakan tahlilan atau tidak, juga bergantung pada norma-

norma budaya yang berlaku pada komunitas kita (Mulyana, 2007:7).

Menurut Pace & Paul dalam Ambayoen (2006: 35) analisis pola -pola

komunikasi menyatakan bahwa pengaturan tertentu mengenai ”siapa berbicara

kepada siapa” dan mempunyai konsekuensi besar dalam berfungsinya organisasi.

Ada beberapa macam pola komunikasi, antara lain pola roda, pola lingkaran.

Dimana pola roda mengarahkan seluruh informasi kepada individu yang

menduduki posisi sentral. Sedangkan pola lingkaran memungkinkan semua

anggota berkomunikasi satu dengan yang lainnya hanya melalui sejenis sistem

pengulangan pesan. Selain itu juga terdapat pola lain, yaitu rantai dan bintang

(semua saluran).

Menurut Devito (2011:24) bahwa pola (struktur) rantai merupakan sebuah

lingkungan (konteks) komunikasi setidak-tidaknya memiliki tiga dimensi: fisik,

sosio-psikologis, dan temporal. Ruang atau bangsal atau taman di mana

komunikasi berlangsung di sebut konteks atau lingkungan fisik. Keadaan terpusat

5 Sistem kemasyarakatan di mana kekuasaan dipegang oleh kaum bangsawan

Page 12: BAB I PENDAHULUAN I. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/74318/potongan/S2-2014... · perkawinan oleh pembayun pada acara Sorong Serah Aji Krame. ... Komunitas Suku

12

juga terdapat di sini. Orang yang berada di posisi tengah lebih berperan sebagai

pemimpin dari pada mereka yang berada di posisi lain. Sedangkan pola bintang

hampir sama dengan struktur lingkaran dalam arti semua anggota adalah sama dan

semuanya juga memiliki kekuatan yang sama untuk mempengaruhi anggota lain.

Setiap anggota bisa berkomunikasi dengan setiap anggota lainnya. Pola ini

memungkinkan adanya partisipasi anggota secara optimum.

Menurut Djamarah (2004:1-2) komunikasi berpola stimulus-respons

adalah model komunikasi yang masih terlihat dalam kehidupan keluarga.

Komunikasi berpola stimulus-respons berbeda dengan komunikasi berpola

interaksional. Dalam komunikasi berpola interaksional, kedua belah pihak yang

terlibat dalam komunikasi sama-sama aktif dan kreatif dalam menciptakan arti

terhadap idea tau gagasan yang disampaikan via pesan, sehingga jalannya

komunikasi terkesan lebih dinamis dan komunikati.

Pola komunikasi dapat diartikan sebagai struktur yang sistematis tentang

tingkah laku penerimaan dan pengiriman pesan diantara anggota kelompok, siapa

berbicara kepada siapa dan tingkat keseringan tertentu yang membentuk suatu

kebiasaan (Larson, 1985 dalam Ambayoen, 2006: 36).

2. Pengetahuan

Perubahan sosial dan budaya yang terjadi pada masyarakat Sasak Dusun

Sade tidak bisa dipisahkan dari intraksi karena pengetahuan merupakan produk

dari intraksi. Pengetahuan merupakan komplek gagasan, konsep, pikiran, nilai-

nilai yang terdapat dalam kepala seseorang. Sifatnya abstrak, tidak dapat dilihat

atau di raba, tetapi amat dihargai, sehingga perwujudan dua wujud kebudayaan

lainnya, yaitu berupa kompleks aktivitas, dan peralatan kehidupan manusia

mendapat pengaruh yang amat menentukan dari wujud pertama kebudayaan.6

6 Matulada, H., A., 1997. Perubahan Sosial dan Kebudayaan Suku-Suku di Sulawesi Selatan,

dalam Koentjaraningrat dan Antropologi di Indonesia. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. hal. 225

Page 13: BAB I PENDAHULUAN I. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/74318/potongan/S2-2014... · perkawinan oleh pembayun pada acara Sorong Serah Aji Krame. ... Komunitas Suku

13

Pengetahuan memungkinkan perubahan sikap seseorang dalam

memandang kebudayaan tidak sebagai sesuatu yang esensial atau hakiki dan yang

selalu statis serta homogen. Pernyataan ini, ada beberapa hal yang menjadi

perspektif ahli-ahli antropologi dan ilmuwan sosial yang lain. Pertama,

Pengetahun tidak hanya terwujud dalam alam pikiran atau bahasa, system kategori

dan taksonomi, tetapi juga dalam hal apa saja yang digunakan oleh individu-

individu untuk menginterpretasi alam sekelilingnya dan untuk bertindak, baik

dalam wujud perasaan, keterampilan atau tindakan-tindakan non-verbal yang lain

(Barth 1995; Bourdieu 1997; Gatewood 1985). Kedua, adanya persepsi bahwa

pengetahuan adalah beragam. Terdapat variasi yang luas dalam pengetahuan

individual serta penerapannya. Long dan Villareal (1994) secara tegas

menyatakan bahwa pengetahuan itu “….multiplayered…. and fragmentary and

diffuse, rather than unitary and systemized”. Ketiga, terdapat pandangan bahwa

pengetahuan tidak dapat dipisahkan dari aktornya. Pengetahuan merupakan suatu

produk dari interaksi, dialog, negosiasi dan akomodasi yang berkelanjutan antara

aktor-aktor dan kelompok-kelompok tertentu (Borofsky, 1987; Arce and Long

1993; Long and Villareal, 1994 dalam Winarto, 1997: 166). Berkaitan dengan hal

ini, pengetahuan terus menerus mengalami pembentukan dan perubahan,

pengetahuan tidak pernah statis.

3. Perubahan Sosial-Budaya

Kebudayaan terdiri dari segala sesuatu yang dipelajari dari pola-pola

perilaku yang normatif. Artinya, mencakup segala cara-cara atau pola-pola

berfikir, merasakan atau bertindak. Soemardjan dan Soemardi yang di kutip oleh

Soekanto (1990: 74) merumuskan kebudayaan sebagai semua hasil karya, rasa

dan cipta masyarakat.

Geertz yang dikutip oleh Abdullah (2010: 1) mengatakan bahwa

kebudayaan adalah “merupakan pola dari pengertian-pengertian atau makna-

makna yang terjalin secara menyeluruh dalam simbol-simbol dan ditransmisikan

secara historis”. Pada bagian selanjutnya Geertz juga mengatakan bahwa

kebudayaan adalah:

Page 14: BAB I PENDAHULUAN I. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/74318/potongan/S2-2014... · perkawinan oleh pembayun pada acara Sorong Serah Aji Krame. ... Komunitas Suku

14

“Merupakan sistem mengenai konsep-konsep yang diwariskan dalam

bentuk simbolik, yang dengan cara ini manusia dapat berkomunikasi,

melestarikan, dan mengembangkan pengetahuan dan sikapnya terhadap

kehidupan”.

Rumusan kebudayaan Geertz ini lebih menitik beratkan pada simbol, yaitu

bagaimana manusia berkomunikasi lewat simbol. Di satu sisi, simbol terbentuk

melalui dinamisasi interaksi sosial, merupakan realitas empiris, yang kemudian

diwariskan secara historis, bermuatan nilai-nilai; dan di sisi lain simbol

merupakan acuan wawasan, memberi “petunjuk” bagaimana warga budaya

tertentu menjalani hidup, media sekaligus pesan komunikasi dan representasi

realitas sosial.

Antropolog C. Kluckhohn yang dikutip oleh Koentjaraningrat (1994: 135)

menyimpulkan adanya tujuh unsur universal yang merupakan isi dari semua

kebudayaan yang ada di dunia ini, yaitu: Sistem Religi dan Upacara Keagamaan,

Sistem dan Organisasi kemasyarakatan, Sistem Pengetahuan, Bahasa, Kesenian,

Sistem Mata Pencaharian Hidup, Sistem Teknologi dan Peralatan.

Ketujuh unsur universal tersebut mencakup seluruh kebudayaan makhluk

manusia dimanapun dan menunjukkan ruang lingkup dari kebudayaan serta isi

dari konsepnya. Setiap unsur universal kebudayaan tersebut memiliki tiga wujud,

yaitu:

1. Wujud idiil (pola bersikap), yaitu kompleks gagasan dan nilai-nilai.

2. Wujud aktivitas (pola kelakuan), yaitu suatu kompleks tindakan berpola

(terorganisasi, terstruktrur) dari manusia dalam masyarakat.

3. Wujud fisik (pola sarana/kebendaan), yaitu benda-benda hasil karya

manusia.

Setiap kebudayaan pasti mengalami perubahan. Kingsley Davis yang

dikutip oleh Soekanto (1990), berpendapat bahwa perubahan sosial merupakan

bagian dari perubahan kebudayaan. Perubahan dalam kebudayaan mencakup

semua bagiannya, yaitu: kesenian, ilmu pengetahuan, teknologi, filsafat dan

seterusnya, bahkan perubahan dalam bentuk serta aturan-aturan organisasi sosial.

Perubahan yang terjadi di dalam masyarakat pada umumnya menyangkut

hal-hal yang kompleks, artinya perubahan-perubahan yang terjadi di dalam

Page 15: BAB I PENDAHULUAN I. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/74318/potongan/S2-2014... · perkawinan oleh pembayun pada acara Sorong Serah Aji Krame. ... Komunitas Suku

15

masyarakat tersebut dipengaruhi oleh banyak faktor yaitu mengenai: nilai-nilai

sosial, perikelakuan, organisasi susunan lembaga-lembaga kemasyarakatan,

lapisan-lapisan dalam masyarakat, kekuasaan dan wewenang, interaksi sosial dan

sebagainya.

Faktor-faktor yang mendorong jalannya perubahan yang terjadi antara lain

(Soekanto, 1990, hal 93): Kontak dengan kebudayaan lain, sistem pendidikan

formal yang maju, sikap menghargai hasil karya seseorang dan keinginan untuk

maju, toleransi terhadap perbuatan-perbuatan yang menyimpang (deviation), yang

bukan merupakan delik, sistem terbuka lapisan masyarakat (open stratification),

penduduk yang heterogen, ketidakpuasan masyarakat terhadap bidang-bidang

kehidupan tertentu, orientasi ke masa depan, dan nilai bahwa manusia harus

senantiasa berikhtiar untuk memperbaiki hidupnya.

Menurut Soekanto (1990), saluran-saluran perubahan kebudayaan (avenue

or channel of change) merupakan saluran-saluran yang dilalui oleh suatu proses

perubahan. Umumnya saluran-saluran tersebut adalah lembaga-lembaga

kemasyarakatan dalam bidang pemerintahan, ekonomi, pendidikan, agama,

rekreasi, media massa dan seterusnya. Lembaga kemasyarakatan mana yang

menjadi titik tolak, tergantung pada cultural focus masyarakat pada suatu masa

yang tertentu.

4. Konsep Penelitian

Dari kerangka pemikiran yang telah diuraikan sebelumnya, dapat

dipahami bahwa perubahan pola komunikasi didefinisikan sebagai perubahan

pada terstruktur dan sistimatis mengenai prilaku komunikan dan komunikator

dalam proses penyampaian pesan, baik verbal maupun nonverbal pada suatu

kelompok. Konteks perubahan pola komunikasi yang dimaksud dalam penelitian

ini adalah pola komunikasi vertikal dan horizontal yang terjadi di lingkungan

pergaulan masyarakat Dusun Sade. Komunikasi pada masyarakat Sade memiliki

beberapa fungsi antara lain, menginformasikan, mengajar, mendorong, mengubah

sikap dan keyakinan, mengubah perilaku atau menggerakkan tindakan dan juga

untuk menghibur. Hubungan antara komunikasi dan budaya sangatlah kompleks

Page 16: BAB I PENDAHULUAN I. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/74318/potongan/S2-2014... · perkawinan oleh pembayun pada acara Sorong Serah Aji Krame. ... Komunitas Suku

16

dan erat. Budaya telah menciptakan sebuah komunikasi spesifik, artinya budaya

dapat diartikan sebagai sebuah interaksi manusia yang cukup cermat dimana

karakteristik-karakteristik budaya, apakah itu adat-istiadat, peranan, pola perilaku,

ritual-ritual dan hukum diciptakan dan dipertukarkan. Dengan kata lain budaya

adalah hasil dari sebuah komunikasi sosial. Tanpa komunikasi budaya tidak akan

mungkin terpelihara dan bertahan dalam suatu tempat dan suatu waktu yang lain.

Budaya telah tercipta, terbentuk, dipindahkan/ditransmisikan dan dipelajari

melalui proses komunikasi.

Perubahan pola komunikasi pada masyarakat Sade berarti juga berubahnya

budaya masyarakat tersebut. Dalam hal ini, perubahan pola komunikasi pada

masyarakat Sade dimulai dari individu, sebagai akibat dari proses interaksi,

belajar dan pengalaman yang diperoleh dari lingkungan sekitarnya. Selanjutnya

diinternalisasikan ke dalam komunitas masyarakat Sasak Sade tempat mereka

tinggal sebagai prilaku bersama. Penerimaan terhadap perubahan prilaku tersebut,

didasarkan pada kebutuhan masyarakat Sade dalam rangka pemenuhan hasrat dan

pemenuhan kebutuhan mereka sesuai dengan perkembangan zaman.

Saluran perubahan komunikasi biasanya terjadi melalui lembaga-lembaga

masyarakat yang ada, antara lain lembaga pendidikan, pemerintaha, agama,

ekonomi dan lain-lain tergantung dari tergantung pada cultural focus masyarakat

pada suatu masa yang tertentu. Dimana pada masyarakat Sade titik fokusnya

adalah lembaga ekonomi, lembaga pendidikan dan pemerintahan serta lembaga

agama.

Penelitian ini menggunakan dua konsep utama untuk menilai dan

menganalisis terjadinya perubahan pola komunikasi di Dusun Sade. Kedua konsep

ini merupakan faktor pendorong (push factor) dan faktor penarik (pull factor)

terjadinya perubahan pola komunikasi di Dusun Sade. Konsep yang pertama

adalah pengetahuan dan sikap masyarakat Sade dimana pengetahuan merupakan

komplek gagasan, konsep, pikiran, nilai-nilai yang terdapat dalam kepala

seseorang. Sifatnya abstrak, tidak dapat dilihat atau di raba. Sedangkan sikap

adalah pernyataan evaluatif terhadap objek, orang atau peristiwa. Hal ini

mencermikan perasaan seseorang terhadap sesuatu. Pengetahuan memungkinkan

Page 17: BAB I PENDAHULUAN I. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/74318/potongan/S2-2014... · perkawinan oleh pembayun pada acara Sorong Serah Aji Krame. ... Komunitas Suku

17

perubahan sikap seseorang dalam memandang kebudayaan tidak sebagai sesuatu

yang esensial atau hakiki dan yang selalu statis serta homogen. Dengan

pengetahuan individu dari masyarakat Sade memungkinkan menginterpretasi

alam sekelilingnya dan untuk bertindak, baik dalam wujud perasaan, keterampilan

atau tindakan-tindakan non-verbal yang lain. Pengetahuan merupakan suatu

produk dari interaksi, dialog, negosiasi dan akomodasi yang berkelanjutan antara

aktor-aktor dan kelompok-kelompok tertentu. Sikap merujuk pada suatu cara

berprilaku terhadap seseorang atau sesuatu.

Konsep kedua yang digunakan untuk menganalisis perubahan pola

komunikasi adalah perubahan Budaya. Budaya menjadi bagian dari prilaku

komunikasi, dan pada gilirannya komunikasi pun turut menentukan, memelihara,

mengembangkan atau mewariskan budaya. Kebudayaan mencakup keseluruhan

pengetahuan, bahasa, prilaku, ritual-ritual, gaya hidup, sikap, kepercayaan dan

adat istiadat yang merujuk pada suatu identitas tertentu dari suatu kelompok

dalam suatu kurun waktu tertentu. Dalam setiap unsur kebudayaan tersebut

memiliki tiga wujud yaitu wujud idil (pola bersikap), wujud aktivitas (pola

kelakuan) dan wujud fisik (pola peralatan dan teknologi).

Dalam perjalanannnya kebudayaan tidak bersifat statis, unsur budaya

tersebut terus bergerak secara dinamis membentuk wujud budaya baru. Perubahan

sosial budaya adalah gejala berubahnya struktur dan pola budaya dalam

masyarakat. Hal demikian akan berlaku pada setiap budaya. Perubahan sosial

didalam masyarakat menyangkut banyak hal yang meliputi perubahan nilai,

norma, pola perilaku kelompok, susunan lembaga kemasyarakatan, system

pelapisan sosial, serta wewenang dan kekuasaan yang berlangsung dalam suatu

interaksi sosial. Suatu perubahan yang terjadi dalam masyarakat dapat diketahui

dengan melakukan pengamatan yang cermat terhadap suatu kelompok masyarakat

dan membandingkan dengan keadaan masyarakat tersebut pada masa

lampau. Terjadinya perubahan sosial-budaya otomatis berdampak pada

berubahnya pola-pola kehidupan yang berlaku dalam masyarakat termasuk juga

pola komunikasi.

Page 18: BAB I PENDAHULUAN I. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/74318/potongan/S2-2014... · perkawinan oleh pembayun pada acara Sorong Serah Aji Krame. ... Komunitas Suku

18

Tabel. 1. Konsep dan Indikator Penelitian

Konsep Makna Konsep Indikator

Pola

Komunikasi

Struktur yang sistematis tentang

tingkah laku penerimaan dan

pengiriman pesan diantara

anggota kelompok, siapa

berbicara kepada siapa dan

tingkat keseringan tertentu yang

membentuk suatu kebiasaan

Perubahan struktur terhadap

tingkah laku penerimaan dan

pengiriman pesan.

Pengetahuan Merupakan komplek gagasan,

konsep, pikiran, nilai-nilai yang

ada dalam kepala seseorang

- Sikap Masyarakat terhadap

berbagai persoalan

Perubahan

Sosial

Perubahan fenomena sosial di

berbagai bidang tingkat

kehidupan manusia, mulai dari

tingkat individual, masyarakat

- Perikelakuan,

- Susunan lembaga -lembaga

kemasyarakatan,

- Lapisan-lapisan dalam

masyarakat,

- Kekuasaan dan wewenang,

- Interaksi sosial

VI. Metodelogi Penelitian

1. Metode Penelitian

Penelitian ini bersifat deskriptif kualitatif. Sebagaimanan yang dikatakan

oleh Faisal (2001), penelitian deskriptif dimaksudkan untuk mengeksplorasi dan

klarifikasi mengenai suatu fenomena atau kenyataan sosial dengan jalan

mendeskripsikan sejumlah variabel yang berkenaan dengan masalah dan unit yang

diteliti. Istilah kualitatif menunjuk pada suatu penekanan pada proses-proses dan

makna-makna yang tidak diuji atau diukur (jika sepenuhnya diukur) secara ketat dari

segi kuantitas, jumlah, intensitas ataupun frekuensi (Creswell, 2009: 20).

Metode penelitian menggunakan pendekatan etnografi komunikasi pada

pola komunikasi masyarakat adat Sade, dimana penelaahannya kepada kasus

tersebut dilakukan secara intensif, mendalam, mendetail dan komprehensif.

Menurut Kuswarno (2008; 38) Ciri khas dari penelitian etnografi adalah bersifat

holistik, integrative, thick description, dan analisis kualitatif untuk mendapatkan

Page 19: BAB I PENDAHULUAN I. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/74318/potongan/S2-2014... · perkawinan oleh pembayun pada acara Sorong Serah Aji Krame. ... Komunitas Suku

19

native’s point of view. Sehingga teknik pengumpulan data yang utama dilakukan

oleh peneliti adalah observasi partisipasi serta wawancara terbuka dan mendalam,

pada Komunitas Suku Sasak Dusun Sade.

2. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Dusun Sade, Desa Rembitan, Kecamatan Pujut,

Lombok Tengah Nusa Tenggara Barat, untuk melihat dampak pengembangan

pariwisata terhadap pola komunikasi masyarakat Suku Sasak Dusun Sade sejak

pemberlakuan Perda No. 9 Tahun 1989 tentang Pengembangan Pariwisata oleh

pemerintah pemprov. NTB sampai tahun 2013, dimana Dusun Sade sebagai Desa

Wisata dengan tingkat kunjungan wisatanya cukup tinggi, serta ketersediaan

aksesibilitas yang memadai sehingga rentan terjadi perubahan sosial budaya

dibanding dengan desa tradisional lain di Nusa Tenggara Barat.

3. Teknik Pengumpulan Data

Dalam melakukan penelitian etnografi ada beberapa tahap yang akan

dilakukan oleh peneliti dalam mengumpulkan data antara lain:

Tahap pertama: Pada awal penelitian, saat peneliti turun kelapangan.

Peneliti akan memulai penelitian dengan melihat interaksi antarindividu dari

masyarakat Sade menyangkut prilaku komunikasi dalam kelompoknya maupun

dengan wisatawan dengan seting alamiahnya. Sehingga peneliti nantinya menjadi

paham bagaimana penduduk Sade mengkategorikan pengalamannya, dan

menggunakan kategori-kategori itu dalam pemikiran biasa. Agar peneliti dengan

mudah mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang dipahami oleh penduduk Sade

dan sekaligus menemukan permasalahan-permasalahan yang ada di balik

kehidupan sehari-hari.

Tahap kedua: peneliti selanjutnya menentukan informan penelitian.

Dimana dalam penentuan responden sebagai informan penelitian di berlakukan

beberapa syarat antara lain calon responden merupakan masyarakat biasa atao

tokoh agama, tokoh adat, tokoh masyarakat, pemuda, dari Dusun Sade yang

paham tentang budaya masyarakat Sade, memahami perkembangan masyarakat

Page 20: BAB I PENDAHULUAN I. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/74318/potongan/S2-2014... · perkawinan oleh pembayun pada acara Sorong Serah Aji Krame. ... Komunitas Suku

20

tempat tinggalnya, terlibat dalam kegiatan kemasyarakatan di Dusun Sade, tidak

kesulitan dalam berkomunikasi saat melakukan wawancara.

Tabel 2. Daftar Narasumber Penelitian

No. Nama Jenis

kelamin

Umur Pendidikan Pekerjaan Alamat

1 Kurdap Selake, S.Pd Laki-laki 48 th S1 Sejarah Guru Sade

2 Papuk Mulianum Laki-laki 71 th - Petani Sade

3 Sanah Laki-laki 38 th SMA Guide Sade

4 Ky. Sani Laki-laki 46 th SMP Petani Sade

5 Ky. Mawardi Laki-laki 58 Th - Petani Sade

6 Am. Nurcim Laki-laki 55 th - Petani Sade

7 Am. Murdi Laki-laki 51 th - Petani Sade

8 Am. Komin Laki-laki 52 th - Petani Sade

9 Am. Ruwite Laki-laki 53 th - Petani Sade

10 Am. Renah Laki-laki 59 th - Petani Sade

11. In. Rani Perempuan 37 th SMP Petani Sade

Sumber: Wawancara dan Pengamatan, 2014

Tahap ketiga: Observasi partisipan, peneliti ikut berinteraksi dengan

masyarakat Sade dalam setiap kegiatan kemasyarakatan ataupun berinteraksi

dengan wisatawan yang datang ke Dusun Sade. Tujuan dari kegiatan ini untuk

mengetahui dan memahami bagaimana masyarakat Dusun Sade berkomunikasi

dengan kelompoknya maupun dengan orang diluar kelompoknya.

Tahap keempat: Wawancara mendalam. Peneliti melakukan kunjungan

kerumah informan, sekaligus melakukan wawancara dengan kerabat, guna

mendapatkan informasi menyangkut perubahan pola komunikasi masyarakat

Sade.

Tahap kelima: Telaah Dokumen. Peneliti melakukan pengumpulan-

pengumpulan dokumen yang berhubungan dengan obyek penelitian, sebagai data

pendukung dalam menyusun hasil penelitian. Tahap keenam: mengumpulkan

sumber data yang lain seperti rekaman video, foto, dan sebagainya. Tahap

ketujuh: mengolah dan menganalisis data, introspeksi dan menguji keabsahan data

dan menyusun laporan penelitian.

Page 21: BAB I PENDAHULUAN I. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/74318/potongan/S2-2014... · perkawinan oleh pembayun pada acara Sorong Serah Aji Krame. ... Komunitas Suku

21

4. Analisa Data

Analisis data yang digunakan adalah analisis data deskriptif, secara umum

berupa reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan atau verifikasi data.

Semua langkah tersebut dilakukan secara bersamaan semenjak di tempat

penelitian hingga proses akhir penyusunan laporan, dalam penelitian ini dilakukan

langkah-langkah sebagai berikut:

1. Pengumpulan data secara manual diikuti pengecekan, dilakukan karena

kemungkinan ada data yang tidak jelas pada jawaban.

2. Menempatkan jawaban informan pada setiap kategori sesuai dengan

jawaban mereka. Misalnya: kategori pendidikan, masing-masing jawaban

informan dimasukkan ke dalam kategori.

3. Penyusunan hasil temuan lapang secara deskriptif serta analisis dari

berbagai temuan yang ada, seperti: uraian tentang proses upacara yang di

ikuti oleh peneliti, proses komunikasi yang berlangsung dan pola

komunikasi yang terbentuk serta menganalisis mengapa terjadi secara

demikian.

4. Penyusunan dan analisis data melalui berbagai arsip, baik arsip formal

maupun non formal tentang perubahan pola komunikasi masyarakat adat

Sade. Kemudian dianalisis dengan mengadakan penilaian serta

perbandingan dengan data yang diperoleh secara langsung di lapang.

5. Sistematika Tesis

Peneliti membagi tesis ini ke dalam lima bab untuk memaparkan

Perubahan Pengetahuan dan pola komunikasi masyarakat Komunitas Suku Sasak

Dusun Sade. Pada bab I, peneliti mendeskripsikan pendahuluan dan Desain

penetian yang mencakup latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan

penelitian, manfaat penelitian, kerangka pemikiran, dan metodologi penelitian.

Pada bab II, peneliti akan mendeskripsikan objek penelitian dengan lebih detail

yaitu kondisi masyarakat, budaya, dan geografis Komunitas masyarakat adat

Sasak Desa Sade. Kemudian pada bab III, peneliti akan menceritakan temuan di

lapangan dan hasil analisis data. Pada bab IV, peneliti akan membuat kesimpulan

akhir penelitian dan rekomendasi untuk penelitian selanjutnya.