bab i pendahuluan -...

23
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan teknologi komputer saat ini mulai dari perangkat keras hingga perangkat lunaknya sangat mendukung dalam bidang pemetaan dan pembuatan atlas dalam bentuk digital. Teknologi komputer yang terdiri dari perangkat keras dan perangkat lunak membawa efek yang menonjol dalam bidang kartografi dan pemetaan, sehingga akan memberikan perubahan-perubahan dalam hal metodologinya (Morrison, 1983). Perubahan tersebut diantaranya adalah dalam pengumpulan data, penyimpanan data, kompilasi data, generalisasi, simbolisasi dan pemberian teks (nama-nama geografi) dan produksinya, sehingga produk kartografis yang dihasilkan akan menjadi lebih efisien dan luwes (Stefanovic, 1985). Perkembangan teknologi tersebut akan memudahkan dalam pembuatan atlas baik secara konvensional maupun atlas secara elektronik. Pembuatan atlas secara elektronik akan mempermudah dalam hal penyajian data maupun mendisain ulang (editing) data sesuai dengan perkembangannya. Penyajian data tersebut akan lebih menarik dan efisien jika disajikan dalam bentuk atlas. Namun, di samping secara spasial menyajikan data, ada informasi lain sebagai tambahan dalam penyusunan suatu atlas. Atlas merupakan koleksi informasi atau data geografi yang ditampilkan lebih spesifik, sistematik dan saling berkaitan baik dalam bentuk analog maupun digital yang didasarkan pada obyek-obyek tertentu dan disertai dengan narasi (Koop, 1993, dalam Ormeling, 1997). Oleh karena itu, pembuatan atlas diharapkan data yang ada dapat disajikan lebih menarik, spesifik, dan sistematis. Atlas tidak hanya berisi peta-peta yang saling berkesinambungan, melainkan dapat diisi juga dengan narasi yang ingin disampaikan oleh si pembuat. Pengertian peta itu sendiri adalah suatu representasi/ gambaran unsur-unsur atau

Upload: haliem

Post on 06-Mar-2019

232 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Perkembangan teknologi komputer saat ini mulai dari perangkat keras

hingga perangkat lunaknya sangat mendukung dalam bidang pemetaan dan

pembuatan atlas dalam bentuk digital. Teknologi komputer yang terdiri dari

perangkat keras dan perangkat lunak membawa efek yang menonjol dalam bidang

kartografi dan pemetaan, sehingga akan memberikan perubahan-perubahan dalam

hal metodologinya (Morrison, 1983). Perubahan tersebut diantaranya adalah

dalam pengumpulan data, penyimpanan data, kompilasi data, generalisasi,

simbolisasi dan pemberian teks (nama-nama geografi) dan produksinya, sehingga

produk kartografis yang dihasilkan akan menjadi lebih efisien dan luwes

(Stefanovic, 1985). Perkembangan teknologi tersebut akan memudahkan dalam

pembuatan atlas baik secara konvensional maupun atlas secara elektronik.

Pembuatan atlas secara elektronik akan mempermudah dalam hal penyajian data

maupun mendisain ulang (editing) data sesuai dengan perkembangannya.

Penyajian data tersebut akan lebih menarik dan efisien jika disajikan

dalam bentuk atlas. Namun, di samping secara spasial menyajikan data, ada

informasi lain sebagai tambahan dalam penyusunan suatu atlas. Atlas merupakan

koleksi informasi atau data geografi yang ditampilkan lebih spesifik, sistematik

dan saling berkaitan baik dalam bentuk analog maupun digital yang didasarkan

pada obyek-obyek tertentu dan disertai dengan narasi (Koop, 1993, dalam

Ormeling, 1997). Oleh karena itu, pembuatan atlas diharapkan data yang ada

dapat disajikan lebih menarik, spesifik, dan sistematis.

Atlas tidak hanya berisi peta-peta yang saling berkesinambungan,

melainkan dapat diisi juga dengan narasi yang ingin disampaikan oleh si pembuat.

Pengertian peta itu sendiri adalah suatu representasi/ gambaran unsur-unsur atau

2

kenampakan-kenampakan abstrak, atau yang ada kaitannya dengan permukaan

bumi atau benda-benda angkasa, dan umumnya digambarkan (ICA, 1973).

Atlas elektronik dibuat dengan mengkomputerisasikan SIG (Sistem

Informasi Geografi) yang berhubungan dengan wilayah-wilayah tertentu atau

tema-tema yang berhubungan dengan tujuan tertentu dengan tambahan narasi

yang memegang peranan penting dalam peta (Elzakker, 1993 dalam Kraak dan

Ormeling 2007). Karena itu atlas banyak digunakan untuk tujuan tertentu

khususnya dalam hal pariwisata.

Atlas elektronik mempunyai banyak kelebihan dibandingkan dengan atlas

konvensional, diantaranya adalah dalam hal penyajian data, penyimpanan data,

dan pembaharuan data (editing data). Penyajian data dalam atlas elektronik akan

lebih mudah dan menarik, sedangkan untuk penyimpanan data juga akan dapat

dilakukan dengan lebih mudah dan efisien karena dalam penyimpanannya tidak

membutuhkan banyak kertas (hardcopy) seperti penyimpanan pada atlas

konvensional. Pembaharuan data dalam atlas elektronik juga lebih mudah

dilakukan karena data yang disajikan dalam atlas tersebut bersifat dinamis dan

dapat diganti dengan mudah sesuai perkembangan waktu.

Atlas elektronik juga mempunyai kekurangan, diantaranya atlas elektronik

tersebut tidak bisa digunakan atau dioperasikan di sembarang tempat. Hal tersebut

karena atlas elektronik hanya bisa dioperasikan dengan menggunakan bantuan

komputer, sehingga jika pengguna tidak mempunyai komputer atau tidak bisa

mengoperasikan komputer, atlas ini tidak dapat dioperasikan. Selain itu, biaya

yang digunakan dalam pembuatan atlas elektronik juga lebih besar daripada

pembuatan atlas konvensional.

Kabupaten Bantul mempunyai banyak daerah wisata. Wisata yang

bernuansa alami seperti desa wisata juga sudah mulai berkembang di Kabupaten

Bantul. Desa wisata adalah sebuah kawasan pedesaan yang memiliki beberapa

karakteristik khusus untuk menjadi daerah tujuan wisata. Desa wisata pada

umumnya menyajikan panorama yang berhubungan dengan suasana pedesaan

yang berisi panorama alam maupun budaya yang masih bersifat tradisional.

3

Menurut data pariwisata tahun 2010, Kabupaten Bantul mempunyai kurang lebih

18 desa wisata, diantaranya seperti tabel 1.1.

Tabel 1.1. Desa Wisata Kabupaten Bantul tahun 2010

No Nama Desa Kecamatan Potensi Utama

1 Desa Wisata Kebonagung* Kecamatan Imogiri Wisata pertanian, wisata budaya, dan

wisata air

2 Desa Wisata Karangtengah* Kecamatan Imogiri Kawasan eko-tourism (wisata

lingkungan)

3 Desa Wisata Imogiri Kecamatan Imogiri Museum batik

4 Desa Wisata Wukirsari* Kecamatan Imogiri Situs purbakala seperti sekitar Makam Raja Mataram, Makam bangsawan Cirebon, dan Makam Seniman

5 Desa Wisata Krebet, Sendangsari* Kecamatan Pajangan Batik kayu

6 Desa Wisata Guwosari Kecamatan Pajangan Kerajinan batok kelapa dan Goa

Selarong

7 Desa Wisata Parangtritis Kecamatan Kretek Pantai Parangtritis

8 Desa Wisata Tirtosari Kecamatan Kretek Wisata budaya ‘jathilan’

9 Desa Wisata Panjangrejo* Kecamatan Pundong Kerajinan gerabah kecil-kecil

10 Desa Wisata Seloharjo Kecamatan Pundong Kerajinan mebel

11 Desa Wisata Kasongan (Kajigelem)* Kecamatan Kasihan Kerajinan Gerabah

12 Desa Wisata Lopati, Trimurti* Kecamatan Srandakan Kerajinan anyaman bambu

13 Desa Wisata Kwaru, Poncosari Kecamatan Srandakan Pantai Kwaru

14 Desa Wisata Trimulyo* Kecamatan Jetis Wisata alam di perbukitan Karangwuni

dan sepanjang Sungai Opak

15 Desa Wisata Canden* Kecamatan Jetis Minuman herbal tradisional jamu gendong

16 Desa Wisata Puton, Trimulyo Kecamatan Jetis Wisata air

17 Desa Wisata Tembi, Timbulharjo* Kecamatan Sewon Kerajinan dan homestay

18 Desa Wisata Manding, Sabdodadi* Kecamatan Bantul Kerajinan kulit

(Sumber: http://diparda.bantulkab.go.id/dl_dok.php?node=196 )

Keterangan: * = Sudah berkembang/ efektif

Kabupaten Bantul merupakan salah satu kabupaten di Provinsi DIY yang

memiliki potensi terhadap desa wisata. Hal tersebut dikarenakan nuansa alami di

Kabupaten Bantul masih terlihat sekali dan banyak terdapat kerajinan-kerajinan

4

yang dilakukan oleh masyarakat sekitar yang bersifat tradisional. Di samping itu,

sesuai dengan keputusan Bupati Bantul Bapak Idham Samawi tentang masalah

ekonomi, yakni dalam hal mempertahankan pasar-pasar tradisional, akan

membuat nuansa tradisional serta potensi-potensi di Kabupaten Bantul menunjang

untuk dijadikan desa wisata. Namun demikian, publikasi desa wisata ini masih

kurang bagus karena menurut Dawud Subrata selaku koordinator desa wisata

Bantul Tengah, publikasi hanya dilakukan melalui internet yang berupa deskripsi

dan pemberitahuan secara langsung potensi-potensi yang ada di desa wisata ketika

ada wisatawan yang berwisata ke desa wisata tersebut. Dengan demikian, peneliti

akan menyajikan data potensi desa wisata dalam bentuk atlas.

Desa wisata juga merupakan salah satu cara untuk mengurangi keuntungan

ke luar daerah, sehingga keuntungan tersebut lebih banyak dapat dinikmati oleh

masyarakat setempat, baik secara langsung maupun tidak langsung.

Pengembangan desa wisata diharapkan mampu merangsang pembangunan di

pedesaan, serta tergalinya berbagai potensi yang selama ini kurang atau belum

mendapat perhatian. Dari segi pembangunan pariwisata, pengembangan desa

wisata merupakan salah satu usaha untuk membuka pangsa pasar (market share)

yang selama ini belum terpenuhi. Di samping itu, desa wisata juga merupakan

salah satu antisipasi terhadap perkiraan bahwa wisatawan yang sudah mencapai

titik jenuh terhadap berbagai bentuk wisata yang sudah umum dan mulai lebih

berorientasi kepada ‘alternatif tourism’.

1.2. Perumusan Masalah

Perkembangan teknologi yang ada saat ini memungkinkan seseorang untuk

membuat suatu sistem informasi secara elektronik. Teknologi yang cukup baik

untuk menampilkan suatu sistem informasi adalah atlas. Atlas merupakan koleksi

informasi atau data geografi yang ditampilkan lebih spesifik, sistematik dan saling

berkaitan baik dalam bentuk analog maupun digital yang didasarkan pada obyek-

obyek tertentu dan disertai dengan narasi (Koop, 1993, dalam Ormeling, 1997).

5

Dawud Subrata sebagai koordinator desa wisata Bantul Tengah

menjelaskan bahwa belum adanya atlas yang dapat digunakan untuk

mempromosikan desa wisata di Kabupaten Bantul dan karena alasan tersebut,

maka diperlukan penyusunan atlas yang diharapkan mampu memberikan

kemajuan bagi desa-desa wisata di Kabupaten Bantul. Penyusunan atlas

disesuaikan dengan keinginan pengunjung/ wisatawan sebagai pengguna atlas

supaya atlas tersebut memberikan informasi yang seinformatif mungkin. Dari

uraian di atas dapat disimpulkan beberapa pertanyaan penelitian, diantaranya :

1. Bagaimana cara menyajikan potensi desa wisata dalam bentuk atlas?

2. Bagaimanakah simbol yang sesuai untuk membuat atlas desa wisata yang

informatif?

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian yang diharapkan dapat dicapai adalah :

1. Menyajikan data desa wisata dalam bentuk atlas.

2. Memilih simbol-simbol yang sesuai untuk membuat atlas yang informatif.

1.4. Kegunaan Penelitian

Kegunaan dari penelitian ini antara lain :

1. Penelitian ini digunakan untuk memenuhi persayaratan dalam memperoleh

gelar sarjana dari Fakultas Geografi Universitas Gadjah Mada.

2. Hasil penelitian yang diperoleh yaitu Atlas Desa Wisata Kabupaten Bantul

dapat diakses oleh pengguna (pengunjung/ wisatawan) sehingga mampu

mempengaruhi users untuk berwisata di tempat-tempat wisata baik yang

sudah berkembang maupun yang belum banyak berkembang saat ini.

6

1.5. Tinjauan Pustaka

Yogyakarta merupakan daerah yang memiliki potensi wisata yang luar

biasa. Di samping karena masih banyak kearifan lokal penduduk setempat, juga

karena Yogyakarta merupakan daerah istimewa. Hal tersebut berdasarkan

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2012 tentang Keistimewaan

Daerah Istimewa Yogyakarta. Oleh karena itu, Daerah Istimewa Yogyakarta

merupakan daerah yang sangat potensial untuk menjadi desa wisata.

Tinjauan pustaka dalam penelitian ini berisi tentang desa wisata mulai dari

pengertiannya hingga pendekatan pengembangan desa wisata dan pengertian atlas

hingga berbagai macam tipe atlas. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat dalam uraian

di bawah ini.

1.5.1. Desa Wisata

Berdasarkan Peraturan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata Nomor :

PM.26/UM.001/MKP/2010 tentang Pedoman Umum Program Nasional

Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri Pariwisata melalui Desa Wisata,

tinjauan pustaka mengenai desa wisata dibagi menjadi tiga sub bab,

diantaranya adalah pengertian desa wisata, tipe desa wisata, dan pendekatan

pengembangan desa wisata. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat dalam uraian di

bawah ini.

1.5.1.1. Pengertian Desa Wisata

Desa wisata adalah sebuah kawasan pedesaan yang memiliki

beberapa karakteristik khusus untuk menjadi daerah tujuan wisata.

Penduduk di desa wisata memiliki tradisi dan budaya yang relatif masih asli.

Selain itu, beberapa faktor pendukung seperti makanan khas, sistem

pertanian dan sistem sosial turut mewarnai sebuah kawasan desa wisata.

Faktor alam dan lingkungan yang masih asli dan terjaga juga merupakan

salah satu faktor terpenting dari sebuah kawasan tujuan wisata.

Kawasan desa wisata harus memiliki berbagai fasilitas untuk

menunjangnya sebagai kawasan tujuan wisata. Berbagai fasilitas ini akan

7

memudahkan para pengunjung desa wisata dalam melakukan kegiatan

wisata. Fasilitas-fasilitas yang sebaiknya dimiliki oleh kawasan desa wisata

antara lain adalah sarana transportasi, telekomunikasi, kesehatan, dan

akomodasi. Desa wisata biasanya menyediakan sarana penginapan berupa

pondok-pondok wisata (home stay) sehingga para pengunjung turut

merasakan suasana pedesaan yang masih asli dan alami (dari

http://www.central-java-tourism.com/desa-wisata/in/about.htm).

Menurut Nuryanti (1993) dalam Concept, Perspective and

Challenges, desa wisata adalah suatu bentuk integrasi antara atraksi,

akomodasi dan fasilitas pendukung yang disajikan dalam suatu struktur

kehidupan masyarakat yang menyatu dengan tata cara dan tradisi yang

berlaku. Terdapat dua konsep yang utama dalam komponen desa wisata:

1. Akomodasi, merupakan sebagian dari tempat tinggal para penduduk

setempat dan atau unit-unit yang berkembang atas konsep tempat

tinggal penduduk.

2. Atraksi, merupakan seluruh kehidupan keseharian penduduk setempat

beserta setting fisik lokasi desa yang memungkinkan wisatawan

berinteraksi sebagai partisipasi aktif seperti kursus tari, bahasa dan lain-

lain yang spesifik.

Wisata pedesaan (Edward Inskeep, dalam Tourism Planning An

Integrated and Sustainable Development Approach, hal. 166) merupakan

sekelompok kecil wisatawan yang tinggal dalam atau dekat dengan suasana

tradisional, sering di desa-desa yang terpencil dan belajar tentang kehidupan

pedesaan dan lingkungan setempat (dari

http://id.wikipedia.org/wiki/Desa_wisata).

1.5.1.2. Tipe Desa Wisata

Tipe desa wisata menurut pola, proses dan tipe pengelolaan terdiri

dari:

8

1. Tipe terstruktur (enclave)

Tipe terstruktur ditandai dengan ciri-ciri sebagai berikut:

a) Lahan terbatas yang dilengkapi dengan infrastruktur yang spesifik

untuk kawasan tersebut. Tipe ini mempunyai kelebihan dalam citra

yang ditumbuhkannya sehingga mampu menembus pasar

internasional.

b) Lokasi yang terpisah dari masyarakat atau penduduk lokal.

Kelebihan tipe ini adalah dampak negatif yang ditimbulkan dapat

terkontrol dan pencemaran sosial budaya yang ditimbulkan dapat

terdeteksi sejak dini.

c) Lahan tidak terlalu besar dan masih dalam tingkat kemampuan

perencanaan yang integratif dan terkoordinir. Hal tersebut

diharapkan mampu menjadi semacam agen untuk mendapatkan

dana-dana internasional sebagai unsur utama sebagai masukan untuk

desa wisata.

2. Tipe terbuka (spontaneus)

Tipe ini ditandai dengan karakter-karakter yang dapat menyatukan

kawasan desa wisata dengan struktur kehidupan, baik ruang maupun pola

dengan masyarakat lokal. Distribusi pendapatan yang didapat dari

wisatawan dapat langsung dinikmati oleh penduduk lokal. Tipe ini

mempunyai kekurangan berupa cepat menjalarnya dampak negatif pada

penduduk lokal, sehingga sulit dikendalikan.

Peraturan Menteri Peraturan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata

Nomor : PM.26/UM.001/MKP/2010 membagi karakteristik desa wisata

menjadi tiga, yakni:

1. In-situ

Dalam industri pariwisata transaksi hanya dimungkinkan manakala

wisatawan mendatangi/mengunjungi tempat di mana produk wisata

dihasilkan, sehingga dampak positif pariwisata yang berupa pembelanjaan

wisatawan akan mengalir secara langsung pada masyarakat. Dengan kata

9

lain Pariwisata adalah instrument program pemerataan dan penyebaran

pertumbuhan yang sangat efektif.

2. Rantai Nilai ke depan dan ke belakang yang sangat panjang

Transaksi kepariwisataan akan mampu menumbuhkan rantai nilai

tambah ke depan dan ke belakang yang sangat panjang, sehingga mampu

mendongkrak kegiatan ekonomi terkait yang sangat besar.

3. Industri yang berbasis sumber daya lokal (local resource based industry)

Karakteristik industri pariwisata dan budaya yang sangat ramah pada

penyerapan sumber daya lokal serta sifatnya yang padat karya akan sangat

efektif dalam menyerap tenaga kerja dan membuka peluang usaha di daerah.

1.5.1.3. Pendekatan Pengembangan Desa Wisata

Berdasarkan penelitian dan studi-studi dari UNDP/ WTO dan

beberapa konsultan Indonesia, dicapai dua pendekatan dalam menyusun

rangka kerja/ konsep kerja dari pengembangan sebuah desa menjadi desa

wisata, antara lain:

1. Pendekatan pasar untuk pengembangan desa wisata

Pendekatan pasar dilakukan dengan tiga cara, yaitu tidak langsug,

setengah langsung, dan langsung. Pendekatan tidak langsung (berhenti

sejenak) dilakukan dengan asumsi bahwa desa mendapat manfaat tanpa

interaksi langsung dengan wisatawan, misalnya dengan penulisan buku-

buku tentang desa yang berkembang, kehidupan desa, arsitektur tradisional,

latar belakang sejarah, pembuatan kartu pos dan sebagainya.

Pendekatan setengah langsung (one day trip) merupakan pendekatan

dimana wisatawan hanya singgah dan tinggal bersama penduduk, misalnya

melakukan kegiatan-kegiatan seperti makan dan melakukan aktivitas

bersama penduduk yang kemudian wisatawan dapat kembali ke tempat

akomodasinya.

Pendekatan terakhir merupakan pendekatan langsung (tinggal inap).

Pendekatan ini berasumsi bahwa wisatawan dimungkinkan untuk tinggal/

bermalam dalam akomodasi yang dimiliki oleh desa tersebut. Dampak yang

10

terjadi dapat dikontrol dengan berbagai pertimbangan yaitu daya dukung dan

potensi masyarakat setempat.

Kriteria desa wisata dalam pendekatan pasar untuk pengembangan

desa wisata ada lima, yaitu:

a) Atraksi wisata, yaitu semua yang mencakup alam, budaya dan hasil

ciptaan manusia. Atraksi yang dipilih merupakan atraksi yang paling

menarik dan atraktif di desa wisata tersebut.

b) Jarak tempuh, yaitu jarak tempuh dari kawasan wisata terutama tempat

tinggal wisatawan dan merupakan jarak tempuh dari ibukota provinsi

dan jarak dari ibukota kabupaten.

c) Besaran desa menyangkut masalah-masalah jumlah rumah, jumlah

penduduk, karakteristik dan luas wilayah desa. Kriteria ini berkaitan

dengan daya dukung kepariwisataan pada suatu desa.

d) Sistem kepercayaan dan kemasyarakatan, merupakan aspek penting

mengingat adanya aturan-aturan yang khusus pada komunitas sebuah

desa. Agama adalah hal yang perlu dipertimbangkan karena menjadi

mayoritas dan sistem kemasyarakatan yang ada.

e) Ketersediaan infrastruktur meliputi fasilitas dan pelayanan transportasi,

fasilitas listrik, air bersih, drainase, telepon dan sebagainya.

2. Pendekatan fisik untuk pengembangan desa wisata

Pendekatan fisik menggunakan standar-standar khusus dalam

mengontrol perkembangan dan menerapkan aktivitas konservasi. Standar

khusus tersebut antara lain:

a) Mengkonservasi sejumlah rumah yang memiliki nilai budaya dan

arsitektur yang tinggi dan mengubah fungsi rumah tinggal menjadi

sebuah museum desa untuk menghasilkan biaya perawatan dari rumah

tersebut. Desa wisata ini mempunyai aset wisata budaya berupa rumah-

rumah tinggal yang memiliki arsitektur yang khas. Dalam rangka

mengkonservasi dan mempertahankan rumah-rumah tersebut, penduduk

desa menempuh cara memuseumkan rumah tinggal mereka yang masih

11

ditinggali. Sarana wisata untuk wisatawan juga perlu dibangun untuk

mewadahi kegiatan wisata di daerah tersebut.

b) Mengkonservasi keseluruhan desa dan menyediakan lahan baru untuk

menampung perkembangan penduduk desa tersebut dan sekaligus

mengembangkan lahan tersebut sebagai area pariwisata dengan fasilitas-

fasilitas wisata yang tersedia.

c) Mengembangkan bentuk-bentuk akomodasi di dalam wilayah desa

tersebut yang dioperasikan oleh penduduk desa sebagai industri skala

kecil seperti: kerajinan kulit, kerajinan gerabah, kerajinan tenun ikat,

tarian adat, rumah-rumah tradisional dan pemandangan ke arah laut, dll.

Fasilitas-fasilitas wisata yang tersedia dikelola sendiri oleh penduduk

desa setempat. Fasilitas wisata berupa akomodasi bagi wisatawan,

restaurant, kolam renang, peragaan tenun ikat, plaza, kebun dan dermaga

perahu boat.

1.5.2. Atlas

Menurut Ferjan Ormeling (1997) dalam Atlas Terminology and Atlas

Concepts, atlas adalah koleksi data geografi yang sistematik dan saling

berkaitan baik dalam bentuk analog maupun digital, yang menyajikan area/

wilayah yang spesifik dan atau terdiri dari satu tema geografi yang didasarkan

pada obyek-obyek tertentu dan disertai narasi, yang keduanya digunakan

sebagai alat navigasi untuk mendapatkan informasi kembali, analisis, dan

keperluan presentasi.

Menurut Ferjan Ormeling (1997) dalam Atlas Terminology and Atlas

Concepts, atlas dibagi menjadi dua tipe yaitu :

1. Atlas berdasar pada sasaran/ tujuan komunikasi (communication objective)

yang dibagi menjadi beberapa macam yakni :

● Atlas Pendidikan (Educational Atlases)

Atlas pendidikan berfungsi untuk memberikan gambaran yang jelas

dan mudah untuk mengingat tentang pola persebaran fenomena geografi

fisik dan geografi manusia. Atlas ini juga berfungsi untuk memunculkan

12

keingintahuan mengenai kondisi lingkungan dan hubungannya sehingga

atlas ini sebaiknya disusun sesederhana mungkin tanpa mengurangi

kandungan informasi yang terdapat di dalamnya. Selain itu juga atlas ini

dapat digunakan sebagai referensi dan sarana penunjang dalam bidang

pendidikan seperti dalam bidang IPS, IPA, ataupun yang lainnya

● Atlas Navigasi (Navigation Atlases)

Atlas navigasi digunakan untuk sumber informasi sebagai alat

petunjuk atau navigasi dalam suatu perjalanan baik perjalanan darat, laut,

maupun udara. Isi peta-peta dalam atlas ini mirip dengan isi yang ada pada

peta topografi yang berisi tentang informasi ketinggian atau elevasi suatu

tempat sehingga akan memudahkan untuk navigasi oleh pilot ataupun

nahkoda.

● Atlas Perencanaan Fisik (Physical Planning Atlases)

Atlas perencanaan fisik menampilkan keterpaduan antara elemen

geografi fisik dengan hasil kerja manusia. Atlas ini berperan penting dalam

perencanaan wilayah yang berkaitan dengan potensi fisik yang dimiliki oleh

wilayah tersebut.

● Atlas Referensi (Reference Atlases)

Atlas referensi digunakan untuk kepentingan referensi atau

merupakan atlas yang menunjukkan suatu lokasi. Dalam atlas ini harus

memuat nama-nama tempat atau posisi suatu daerah secara rinci, lengkap,

dan informatif. Atlas referensi didesain untuk membantu pengguna dalam

mengenal kenampakan geografis ataupun politik. Karena atlas ini dapat

diandalkan untuk mengetahui posisi di permukaan bumi, maka atlas ini juga

dapat digunakan sebagai alat petunjuk dalam perjalanan bahkan untuk

kepentingan perencanaan wilayah.

● Atlas Manajemen/ Monitor (Management/ Monitoring Atlases)

Atlas manajemen/ monitor digunakan sebagai alat untuk melakukan

pengawasan pada suatu wilayah dari waktu ke waktu mengingat atlas

merupakan kumpulan peta-peta yang saling berkesinambungan satu sama

13

lain dan peta-peta tersebut menyajikan visualisasi geografi spasial yang

sangat baik sehingga dapat dikomunikasikan dalam berbagai bidang.

2. Atlas berdasar tipe yang ingin dibandingkan (types of comparison) yang

terdiri dari:

● Atlas Geografi (Geographical Atlases)

Atlas geografi hanya membandingkan antar area atau wilayah.

● Atlas Sejarah (Historical Atlases)

Atlas sejarah membandingkan antar waktu yang disusun secara

sistematik, sehingga pengguna dapat merunut waktu secara kronologis.

● Atlas Nasional (National Atlases)

Atlas nasional menggambarkan aspek kekhususan bagi suatu

wilayah misalkan suatu provinsi dengan pembagian administrasi lebih lanjut

sampai kabupaten, kecamatan, atau desa.

● Atlas Topografi (Topographic Atlases)

Atlas topografi membandingkan dengan keadaan sebenarnya atau

membandingkan dengan lingkungannya.

● Atlas Tematik (Thematic Atlases)

Atlas tematik digunakan untuk membandingkan area namun dengan

tema-tema tertentu yang lebih spesifik dari tema-tema yang terdapat dalam

atlas regional.

Atlas-atlas yang masih disajikan dalam bentuk analog akan rentan

terhadap kerusakan dan kehilangan juga tidak praktis dalam penggunaannya.

Jadi informasi yang ditampilkan hanya informasi dalam lembar itu saja. Untuk

menampilkan informasi lain harus mencari di lembar yang lainnya. Di samping

itu, dalam atlas analog ini, informasi atau data yang ada dalam atlas tidak dapat

diperbaharui (tingkat updating datanya rendah). Untuk mengatasi kekurangan-

kekurangan atlas analog tersebut dan juga mengingat perkembangan teknologi

yang ada sekarang ini, maka diperlukan cara penyajian data yang lebih praktis

dan mempunyai nilai updating tinggi yaitu atlas yang disusun secara

elektronik.

14

Atlas elektronik merupakan atlas yang disusun dalam bentuk PC atau

Mac. Menurut Van Elzaker, 1993, atlas elektronik dapat disusun dengan

mengkomputerisasikan Sistem Informasi Geografi yang berhubungan dengan

area/ wilayah-wilayah tertentu dengan tambahan berupa narasi yang di dalam

peta memegang peranan penting. Menurut Kraak dan Ormeling, 2007, atlas

elektronik dapat dibagi menjadi tiga tipe, yaitu :

1. Atlas Elektronik Paparan

Atlas elektronik paparan dikategorisasikan sebagai versi elektronik

dari atlas kertas tanpa ada kegunaan ekstra, tetapi dengan kemungkinan

untuk mengakses isi peta secara acak, termasuk melihat secara linear yang

muncul pada atlas kertas. Keuntungan dari atlas ini adalah biaya produksi

lebih murah dan distribusinya lebih mudah.

2. Atlas Elektronik Interaktif

Atlas elektronik interaktif dibuat untuk pembaca yang dapat

menggunakan komputer karena dalam atlas ini memungkinkan para

pengguna untuk memanipulasi kumpulan data yang ada. Dalam atlas ini

tidak ada peta yang benar karena setiap peta merupakan pilihan data khusus

yang diproses sedekat mungkin dengan keberadaan distribusi tema, tetapi

akan selalu dibiaskan dengan elemen-elemen yang bersifat subyektif.

Misalnya pengguna bisa merubah skema warna sesuai dengan yang

diinginkannya atau mereka dapat menyesuaikan metode klasifikasi atau

memperbesar jumlah kelas.

3. Atlas Elektronik Analitikal

Menurut Van Elzakker (1993), tipe atlas elektronik analitikal: ‘suatu

atlas elektronik adalah komputerisasi GIS (Geography Information System)

untuk wilayah tertentu atau tema yang berkaitan dengan tujuan yang sudah

diberikan dengan tambahan narasi dimana peta memegang peranan

penting’. Dalam atlas ini potensi penuh lingkungan elektronik dapat

dimanfaatkan, misalnya bagian dari obyek peta, query-nya dijelaskan di

bagian bawah. Atau kumpulan data dapat digabungkan sehingga pengguna

atlas tidak hanya dibatasi oleh tema yang dipilih kartografer dalam atlas.

15

Karena kegunaan Sistem Informasi Geografi lebih diperlihatkan dalam atlas

ini, maka penekanan utama dalam atlas ini adalah pada perhitungan

informasi keruangan dan visualisasi hasil.

Aturan-aturan yang digunakan dalam pembuatan atlas elektronik antara

lain :

1. Isi Atlas (Atlas Content)

Berisi tentang kandungan informasi yang ada di dalam suatu atlas.

Atlas kertas hanya memberikan informasi yang terbatas dalam ssatu waktu

sedangkan atlas elektronik dapat dibuat agar memberikan informasi terbaru

atau yang up to date. Hal tersebut karena atlas kertas mempunyai dua

fungsi yang tidak dapat dipisahkan yaitu sebagai alat penyimpan dan

sebagai alat untuk mengkomunikasikan data, sedangkan atlas elektronik

dapat digunakan untuk memisahkan dua fungsi tersebut karena

menggunakan teknologi komputer, sehingga informasi yang ada dalam

atlas elektronik ini dapat diperbaharui kapan saja. Dengan atlas elektronik,

user dapat dengan mudah mengakses informasi yang diinginkan dan

dengan atlas secara elektronik ini keamanan sistem penyimpanan data

semakin meningkat.

2. Struktur Atlas (Atlas Structure)

Struktur atlas berkaitan dengan kemudahan dalam pembacaan atlas,

ditekankan pada penyajian yang betingkat misalnya penyajian dalam

cakupan wilayah yang luas kemudian mengarah pada wilayah yang lebih

sempit atau lebih spesifik. Hal ini juga berkaitan dengan penyajian skala

peta dalam atlas, yakni dari skala kecil ke skala besar atau sebaliknya.

Tujuannya adalah supaya atlas yang dibuat dapat terstruktur sehingga akan

mudah dibaca oleh user.

3. Fungsional Atlas (Atlas Functionality)

Berkaitan dengan fungsi tambahan yang ada dalam suatu atlas,

tergantung dari software yang digunakan dalam menyajikan atlas. Fungsi

tambahan ini berupa tools yang dibuat oleh si pembuat atlas agar dapat

16

memberikan kemudahan pada pengguna atlas dalam memahami dan

memperoleh informasi dari suatu atlas. Contohnya adalah tool zoom yang

digunakan untuk memperbesar gambar/ peta sesuai dengan yang diinginkan

oleh user.

Selain hal-hal yang berhubungan dengan visualisasi atlas, suatu atlas

juga membutuhkan suatu manajemen penyimpanan data untuk menyimpan

peta-peta dan informasi-informasi yang ada dalam suatu peta. Menurut

Moellering (1983) dalam Weni CH (skripsi, 2003) penyimpanan data spasial

dapat dibagi menjadi dua, yakni permanent maps dan virtual maps.

Permanent maps merupakan bentuk penyimpanan dan penyajian data

yang dapat dilihat secara nyata, atau dikenal dengan atlas kertas. Dalam

penyajian atlas ini terdapat banyak keterbatasan seperti yang terdapat pada

atlas-atlas yang berupa buku maupun lembaran-lembaran, juga atlas ini rawan

akan kerusakan, serta sulitnya dalam pembaharuan data.

Virtual maps merupakan bentuk penyimpanan yang telah menggunakan

perkembangan teknologi seperti teknologi komputer. Penyimpanan dalam

bentuk virtual maps terbagi menjadi 3 tipe (Kraak dan Ormeling, 1996), yakni:

a. Virtual maps tipe I

Virtual maps jenis ini hanya dapat dilihat tapi tidak dapat disentuh

karena hanya berupa on-screen map. Hal tersebut berarti peta-peta dalam

atlas dapat ditampilkan di layar monitor dan penyimpanannya tergantung

dari kapasitas komputer dalam menyimpan data, sehingga peta-peta dapat

disimpan dan ditampilkan sesuai kebutuhan user.

b. Virtual maps tipe II

Merupakan bentuk penyimpanan data peta yang tidak dapat dilihat

namun penyimpanannya dalam bentuk nyata yang dapat disentuh.

Contohnya adalah penyimpanan dalam CD atau disket. Keuntungan dari

penyimpanan ini adalah lebih murah, distribusi data lebih mudah dan

pembaharuan data juga lebih mudah.

17

c. Virtual maps tipe III

Merupakan bentuk penyimpanan data yang tidak terlihat dan tidak

dapat disentuh, misalnya disimpan dalam bentuk World Wide Web (www)

dan dapat diakses melalui internet. Keuntungan dalam penyimpanan ini

adalah distribusi data lebih luas dan siapa saja yang membutuhkan data

tersebut dapat dengan mudah mendapatkannya yakni dengan mengakses

internet.

1.6. Penelitian Sebelumnya

Barbara Schneider (Institut Teknologi Swiss/ ETH) melakukan penelitian

dengan judul “Integration of analytical GIS-functions in Multimedia Atlas

Information Systems”. Metode yang digunakan adalah teknik analisis query

database, analisis spasial, serta pengukuran dan fungsi statistik untuk mengetahui

sejauh mana integrasi fungsi GIS di bidang multimedia atlas sistem informasi

(AIS). Tujuan dari penelitian ini adalah mengimplementasikan fungsi GIS yang

sesuai dalam versi multimedia sehingga memperluas kemampuan analitis. Hasil

dari penelitian ini adalah peta yang diperoleh dari perluasan kemampuan analitis

seperti peta titik temu antara layer peta tematik dengan batas administrasi yang

menampilkan hasil statistik.

G. Kariotis, dkk (2007) dengan penelitiannya yang berjudul “Creation of a

Digital Interactive Tourist Map with The Contribution of GPS and GIS

Technology to Visualization of The Information”. Pemetaan dan semua proses

data dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak dari GIS dan diperkaya

dengan software multimedia dan aplikasi internet. Hasil dari penelitian ini adalah

peta digital pariwisata yang interaktif.

Luthfian Riza S (2008) membuat model visualisasi data pariwisata secara

spasial di Kabupaten Kulonprogo. Metode yang digunakan dalam penelitian ini

adalah dengan skoring, klasifikasi potensi obyek wisata, dan analisa data sekunder

secara deskriptif kualitatif dan deskriptif kuantitatif, sampling, serta membuat

desain model visualisasi secara konvensional (2 dimensi, 3 dimensi, dan

kartogram) dan model visualisasi paket wisata secara digital. Hasil dari penelitian

18

ini antara lain visualisasi data pariwisata secara spasial dan berbagai model peta

paket wisata konvensional (2 dimensi, 3 dimensi, dan kartogram), model

visualisasi paket wisata digital dan penentuan model terbaik untuk

memvisualisasikan paket wisata.

Nita Maulia (2008) melakukan penelitian yang berjudul Penyusunan

Prototype Atlas Sekolah secara Elektronik sebagai Penunjang Mata Pelajaran

Ilmu Pengetahuan Sosial untuk Sekolah Dasar. Lokasi penelitian ini adalah di

Kabupaten Sleman. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah

melakukan evaluasi yang meliputi beberapa aspek terhadap atlas sekolah melalui

kuesioner yang dibagikan kepada murid SD, kemudian hasil evaluasi tersebut

digunakan sebagai dasar dan pertimbangan dalam pembuatan rancangan atlas

elektronik SD. Hasil penelitian ini adalah Atlas Elektronik SD.

Westi Utami (2005) meneliti tentang berbagai model visualisasi data

pariwisata secara spasial dan paket wisata berbasis web kawasan Pantai

Parangtritis Kabupaten Bantul. Dalam penelitian ini terdapat peta dengan berbagai

macam bentuknya, antara lain peta dengan simbol teks, peta dengan simbol

geometrik, peta dengan simbol piktorial, peta dengan simbol kenampakan tiga

dimensi, dan peta dengan simbol dinamis atau menggunakan animasi-animasi.

Kelima model tersebut dievaluasi dengan cara membagikan kuesioner kepada para

responden dengan metode purposive sampling, kemudian dari kusioner tersebut

akan dapat diketahui model yang paling mudah dimengerti oleh para pengguna

peta adalah peta dengan geometrik. Hasil dari penelitian ini adalah peta dengan

simbol teks, peta dengan simbol geometrik, peta dengan simbol piktorial, peta

dengan simbol kenampakan tiga dimensi, dan peta dengan simbol dinamis atau

menggunakan animasi-animasi.

Annisa Juwita Ningrum (2010) melakukan penelitian dengan judul

“Analisis dan Visualiasai Potensi Desa Wisata secara Spasial dalam Bentuk Atlas

(Studi Kasus Kabupaten Bantul)”. Metode yang digunakan adalah survei lapangan

untuk mengetahui potensi yang terdapat di masing-masing desa wisata dan

mengetahui simbol yang dapat dengan mudah dipahami oleh wisatawan. Potensi

tersebut diperoleh dari wawancara dengan tokoh masyarakat dan wisatawan,

19

sedangkan simbol yang mudah dipahami wisatawan diperoleh dari penyebaran

kuesioner. Hasil dari penelitian ini adalah atlas elektronik desa wisata dalam

bentuk konvensional dan digital. Untuk lebih jelasnya perbandingan penelitian

sebelumnya dengan penelitian yang akan dilakukan dapat dilihat pada tabel 1.2.

Tabel 1.2. Perbandingan dengan penelitian sebelumnya

Peneliti Tema Lokasi Metode Hasil

Westi Utami

(2005)

Model

visualisasi data

pariwisata

secara spasial

dan paket

wisata berbasis

web kawasan

Pantai

Parangtritis

Kabupaten

Bantul

Kabupaten

Bantul

Pengumpulan

data primer dan

sekunder,

klasifikasi data,

analisis data,

disain simbol

(teks,

geometrik,

piktorial, tiga

dimensi, dan

dinamis) serta

mendisain

simbol-simbol

hotspot pada

penyusunan

sistem

informasi dan

paket wisata

berbasis web

Peta dengan

simbol teks,

peta dengan

simbol

geometrik, peta

dengan simbol

piktorial, peta

dengan simbol

kenampakan

tiga dimensi,

dan peta

dengan simbol

dinamis atau

menggunakan

animasi-

animasi

G. Kariotis,

dkk (2007)

Creation of a

Digital

Interactive

Tourist Map

with The

Contribution of

GPS and GIS

Technology to

Visualization of

The

Information

- Pemetaan dan

semua proses

data dilakukan

dengan

menggunakan

perangkat

lunak dari GIS

dan diperkaya

dengan

software

multimedia dan

aplikasi

internet

Peta digital

pariwisata yang

interaktif

20

Lanjutan Tabel 1.2.

Peneliti Tema Lokasi Metode Hasil

Luthfian Riza S

(2008)

Model

visualisasi data

pariwisata

secara spasial

di Kabupaten

Kulonprogo

Kabupaten

Kulonprogo

Skoring,

klasifikasi

potensi obyek

wisata, dan

analisa data

sekunder secara

deskriptif

kualitatif dan

deskriptif

kuantitatif,

sampling, serta

membuat

desain model

visualisasi

secara

konvensional

(2 dimensi, 3

dimensi, dan

kartogram) dan

model

visualisasi

paket wisata

secara digital

Visualisasi data

pariwisata

secara spasial

dan berbagai

model peta

paket wisata

konvensional

(2 dimensi, 3

dimensi, dan

kartogram),

model

visualisasi

paket wisata

digital dan

penentuan

model terbaik

untuk

memvisualisasi

kan paket

wisata

Nita Maulia

(2008)

Penyusunan

Prototype Atlas

Sekolah Secara

Elektronik

sebagai

Penunjang

Mata Pelajaran

Ilmu

Pengetahuan

Sosial untuk

Sekolah Dasar

Kabupaten

Sleman

Evaluasi yang

meliputi

beberapa aspek

terhadap atlas

sekolah melalui

kuesioner yang

dibagikan

kepada murid

SD, kemudian

hasil evaluasi

digunakan

sebagai dasar

dan

pertimbangan

dalam

pembuatan

rancangan atlas

elektronik SD

Atlas

elektronik SD

21

Lanjutan Tabel 1.2.

Peneliti Tema Lokasi Metode Hasil

Barbara

Schneider

(Institut

Teknologi

Swiss/ ETH)

Integration of

analytical GIS-

functions in

Multimedia

Atlas

Information

Systems

- Teknik analisis

query database,

analisis spasial,

serta

pengukuran

dan fungsi

statistik untuk

mengetahui

sejauh mana

integrasi fungsi

GIS di bidang

multimedia

atlas sistem

informasi (AIS)

Peta yang

diperoleh dari

perluasan

kemampuan

analitis seperti

peta titik temu

antara layer

peta tematik

dengan batas

administrasi

yang

menampilkan

hasil statistic

Annisa Juwita

N (2010)

Analisis dan

Visualisasi

Potensi Desa

Wisata secara

Spasial dalam

Bentuk Atlas

(Studi Kasus

Kabupaten

Bantul)

Kabupaten

Bantul

Penyusunan

atlas dengan

kuesioner baik

sebelum atlas

dibuat maupun

sesudah atlas

dibuat sebagai

dasar evaluasi

atlas yang

sudah dibuat

dan dengan

survei lapangan

Atlas

elektronik desa

wisata dalam

bentuk

konvensional

dan digital

1.7. Kerangka Penelitian

Kesibukan yang sering dialami oleh manusia akan membawa manusia

dalam kondisi yang jenuh terhadap pekerjaan yang digelutinya setiap hari. Pada

waktu tertentu manusia memerlukan suatu hiburan yang dapat menghilangkan

stres yang dialami akibat kesibukan tersebut dan juga untuk me-refresh kembali

badannya agar dapat bekerja dengan baik lagi. Salah satu hiburan yang dapat

dilakukan adalah dengan wisata. Saat ini wisata merupakan suatu kebutuhan yang

sangat diperlukan oleh manusia.

Desa wisata saat ini merupakan pilihan yang paling banyak digemari oleh

masyarakat khususnya masyarakat kota yang selalu disibukkan dengan pekerjaan

22

kantor dan mereka yang menginginkan suasana lain dalam suatu perjalanan

wisata. Dalam perjalanan wisata tersebut, wisatawan menginginkan kemudahan

dalam mencari informasi tentang apa yang ada di desa wisata. Informasi-

informasi yang diinginkan oleh para wisatawan antara lain informasi tentang

potensi-potensi yang menjadi daya tarik pada masing-masing desa wisata.

Atlas merupakan salah satu sarana yang dapat digunakan untuk

memperoleh kemudahan dalam suatu wisata. Informasi yang diinginkan oleh

wisatawan dapat diperoleh hanya dalam satu atlas. Karena perkembangan

teknologi yang ada saat ini, atlas yang paling mudah diakses adalah atlas dalam

bentuk elektronik dengan menggunakan model penyimpanan data virtual maps

tipe II, yakni penyimpanan yang tidak dapat dilihat namun dapat disentuh

penyimpanannya dalam bentuk nyata. Informasi-informasi tersebut antara lain

seperti lokasi wisata, fasilitas wisata, potensi wisata, akomodasi, dan perkiraan

biaya yang dikeluarkan dalam perjalanan wisata tersebut.

Kabupaten Bantul mempunyai banyak sekali desa wisata yang masing-

masing mempunyai potensi dan daya tarik tersendiri, namun demikian promosi

desa wisata ini masih sangat kurang. Oleh karena itu pembuatan atlas desa wisata

ini juga akan digunakan sebagai sarana promosi untuk semua desa wisata di

Kabupaten Bantul.

Tampilan pada atlas akan dibuat seinformatif mungkin supaya pengguna

mengerti informasi yang ada pada atlas dan mampu menggunakan atlas dengan

baik. Metode yang digunakan adalah dengan penyebaran kuesioner terhadap

responden supaya pembuat mengetahui atlas seperti apa yang diinginkan dan

mampu menarik pengguna atlas serta mampu membuat sarana promosi yang

informatif dan menarik. Berdasarkan kuesioner tersebut akan dapat disusun uraian

tentang tampilan atlas yang diinginkan oleh pengguna dan tampilan yang mampu

dipahami oleh pengguna atlas. Kemudian atlas yang sudah jadi akan dievaluasi

untuk mengetahui apakah atlas tersebut benar-benar dapat dipahami oleh

pengguna atau tidak.

Berdasarkan deskripsi di atas, untuk memperjelas kerangka pemikiran,

dapat dilihat dalam gambar 1.1.

23

Gambar 1.1. Diagram alir kerangka

pemikiran

: Input

: Hasil

: Proses

Keterangan :

Kuesioner

Pembuatan atlas desa

wisata

Atlas desa wisata

Sarana Prasarana

Akses

Promosi

Potensi Kemudahan wisata

Fasilitas

Wisatawan

Kebutuhan wisata

Evaluasi