bab i pendahuluan -...
TRANSCRIPT
1
Bab I Pendahuluan
1.1 Latar Belakang Masalah
Dewasa ini, Kebijakan Alokasi Dana Desa (untuk selanjutnya disingkat ADD) telah
diimplementasikan berdasarkan payung hukum UU No. 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah dan PP No. 72 Tahun 2005 tentang Desa, serta Permendagri
No. 37 Tahun 2007 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Desa yang ketika di
level daerah, kebijakan ADD diatur dalam regulasi Peraturan Daerah tentang ADD
dan Peraturan Bupati sebagai Pedoman Pelaksanaan ADD.1
Harapannya, pemerintah desa berperan lebih aktif dalam menggerakkan
pembangunan desa. Namun, dalam perjalananannya, desa mengalami situasi dilematis
karena hubungan pusat dan daerah berdasarkan UU No. 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah dan UU No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan
Pusat Daerah. Hal ini dikarenakan dalam tataran praktis kedua undang-undang
tersebut bias daerah—provinsi dan kabupaten/kota—yaitu otonomi daerah
terdesentralisasi pada provinsi dan kabupaten/kota, sementara posisi desa sebagai
subordinat daerah yaitu desa berada di wilayah kabupaten/kota. Situasi ini menjadikan
implementasi desentralisasi dan otonomi daerah tidak sampai menyentuh akar
permasalahan sampai ke pelosok pedesaan. Atau dalam istilah lain, kewenangan dan
kedudukan desa selama ini diposisikan sebagai sub-pemerintah kabupaten/kota.
Wacana ADD dan otonomi daerah yang sedikit disinggung di atas tidak
terpisahkan dengan persoalan desa secara umum. Menurut Pimpinan Pusat Relawan
1Selain perundangan di atas, ADD juga dipayungi oleh Surat Edaran Mendagri No. 140/640/SJ
tertanggal 22 Maret 2005 Tentang Pedoman ADD yang ditujukan kepada pemerintah kabupaten/kota;
Surat Edaran Mendagri No.140/286/SJ tertanggal 17 Februari 2006 tentang Pelaksanaan ADD dan
Surat Edaran Mendagri No. 140/1841/SJ tertanggal 17 Agustus 2006 tentang perintah penyediaan ADD
kepada Propinsi (evaluator) dan kabupaten/kota sebagai pelaksana.
2
Pemberdayaan Desa Nusantara (2008),2setidaknya ada dua dimensi permasalahan
desa. Pertama, masalah seputar desa sebagai suatu komunitas politik tertentu
mengerucut pada persoalan pengendalian dan depolitisasi yang merembet pada
kewenangan desa termasuk dalam perolehan dan alokasi dana desa juga soal
pemekaran. Kedua, masalah seputar pemerintahan desa itu sendiri, muncul praktek
penyeragaman struktur pemerintahan desa yang terpaksa sering berhadapan dengan
dengan struktur organisasi lokal/adat; soal sumber daya manusia yang terbatas dan
berkualifikasi rendah dalam menjalankan tugas dan kewenangannya; dan juga tentang
peraturan desa. Permasalahan ini memunculkan wacana undang-undang desa. Untuk
itu, sejak tahun 2006, berbagai elemen masyarakat sipil dan pemerintah desa se-
Indonesia telah mengawal rancangan undang-undang (RUU) Desa yang hingga bulan
Juli 2013 belum disahkan.3
Berdasarkan Tim Ahli Panja RUU Desa DPR mencatat ada lima substansi
RUU Desa untuk mewujudkan visi RUU berpihak pada masyarakat desa.4Pertama,
pengakuan terhadap desa adat. Kedua, keberadaan dan kewenangan desa mengacu
kepada asas rekognisi dan subsidiaritas. Ketiga, Keuangan desa sedang dicari
formulasi mengenai sistem dan mekanisme keuangan desa, baik yang bersumber pada
APBN, APBD dan mandiri desa. Keempat, Desa memiliki Badan Perwakilan Desa
yang dipilih secara langsung oleh masyarakat. Meski secara kelembagaan bernama
Badan Perwakilan Desa, secara substansi musyawarah dalam penanganan pelbagai
masalah dan keputusan di tingkat desa dapat terjaga. Kelima, hak dan kewajiban
2 ttp://www.parlemen.net/privdocs/8b784436e880a35700c16957607a3441.pdf
3 Sampai dengan bulan Juli 2013, pembahasan RUU Desa yang belum rampung adalah masalah
anggaran dan masa jabatan kepala desa. http://www.jpnn.com/read/2013/07/03/179885/Alot-di-Pasal-
Anggaran-dan-Masa-Jabatan-Kades-/ Alot di Pasal Anggaran dan Masa Jabatan Kades 4http://desamembangun.or.id/2013/06/catatan-konsolidasi-sipil-kawal-ruu-desa/Catatan Konsolidasi
Sipil Kawal RUU Desa
3
masyarakat desa dan desa mengarah pada pola partisipasi dan jauh dari sekadar proses
administrasi pemerintahan desa.
Terkait keuangan desa dalam undang-undang yang baru nanti, terdapat
keinginan untuk realokasi sumber dana dan reformula kebijakan ADD sebagai salah
satu sumber pendapatan desa, sehingga desa perlu mendapat kewenangan yang jelas
melalui skema satu rencana dan satu anggaran terhadap isu ADD agar komitmen
pembangunan desa tidak terdistorsi (Rozaki, dkk., 2012: 23).5Geliat anggaran desa
yang masih mewarnai RUU Desa antara lain: Adanya wacana ADD dari APBN
besarnya 10% yang dituntut oleh Persatuan Rakyat Desa Nusantara (Parade
Nusantara),6sehingga jika 10 persen dari APBN dapat direalisasikan untuk desa,
paling tidak kepala desa dapat menyelenggarakan pemerintahan tanpa harus
menunggu dari dana APBD karena selama ini, desa hanya mengandalkan ADD
sehingga pembangunan desa terhambat.7Besaran dari alokasi 10 % APBD bagi desa
diperkirakan rata-rata setiap desa mendapat alokasi dana sebesar 1 miliar Rupiah dan
dana desa ini dimaksudkan tidak untuk pos baru, tetapi pemindahan dana yang selama
ini berserakan ke desa menjadi satu pintu—misalnya BLT, PNPM Mandiri, Program
Insfrastruktur Desa dan banyak jenis lainnya.8Selama ini, besaran alokasi untuk desa
se-Indonesia hanya Rp 17 triliun atau 1,3 persen dari APBN yang mencapai Rp 1.300
triliun.9Dalam perkembangannya, tuntutan 10 % anggaran desa dari APBN tidak
5http://www.ireyogya.org/upload/7d909ad9fdb3da599d87351c1e6fa1fa.pdf Diakses tanggal 2 februari
2013. Rozaki, Abdur dkk. (2012). Manifesto Rappoa: Menyongsong Perubahan dari Festival Desa
Indonesia Timur. Yogyakarta: IRE dan FPPD. 6http://megapolitan.kompas.com/read/2008/11/18/00495839/Desa.Minta.Alokasi.Dana.Sebesar.10.Pers
en.APBN 7http://suara-publik.com/berita-663-parade-mendesak-pemerintah-pusat-mengesahkan-uu-desa.html
Parade Mendesak Pemerintah Pusat Mengesahkan UU Desa, 2 Februari 2012 Wahyudiono. Diakses
tanggal 16 Maret 2012 (Budi Harsono Kepala Desa Kalangan Barat, Kalianget, Sumenep, Madura) 8http://www.suarapembaruan.com/politikdanhukum/apkasi-dukung-dana-desa-rp-1-miliar/15148
Apkasi Dukung Dana Desa Rp 1 Miliar, 22 Desember 2011. Diakses tanggal 3 Januhari 2012 9http://krjogja.com/read/138859/page/tentang_kami/ Anggaran APBN untuk Desa Masih Minim
4
terpenuhi, namun berubah menjadi usulan alokasi dana untuk desa sebesar 6 % dari
APBN.10
Jika membahas pelaksanaan keuangan desa yang berlaku hingga saat ini,
maka pengalaman implementasi kebijakan ADD di beberapa daerah menunjukkan
bukan tidak bermasalah dalam implementasinya. Kenyataannya, Kabupaten kurang
begitu responsif terhadap kebutuhan desa, lemahnya akuntabilitas pemerintahan desa
dalam mengelola Alokasi Dana Desa dan prinsip-prinsip pengelolaannya yang tidak
sesuai dengan pengelolaan desa (Naskah Akademik Rancangan Undang-Undang
tentang Desa, 2007: 37-38).11
Penelitian Madyaningtyas (2009) menunjukkan memang ada mekanisme
pengelolaan ADD melalui mekanisme informal dengan kultural ’bersih deso’ dan
pemanfaatan Radio komunitas sebagai check and balance bagi pemerintah desa,
namun terjadi dinamika partisipasi akibat stagnasi kegiatan dalam lembaga Karang
Taruna dan ada pengaruh elite desa dalam lembaga PKK. Ujung (2010) menemukan
kualitas SDM pemerintah desa yang rendah dalam implementasi Kebijakan ADD
berimplikasi pada keterlambatan penyaluran ADD. Bahkan terjadi kecenderungan
pelaksanaan tugas pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan tetap
berlangsung namun tidak maksimal. Gafur (2011) mendapatkan gambaran tentang
inkonsistensi penerapan good governance dalam perencanaan dan pelaksanaan
Kebijakan ADD.
Secara umum, permasalahan ADD berdasar catatan FPPD dan DRSP-USAID
(2007: 96-97) terdapat dua masalah utama yaitu pertama, sumber ADD berasal dari
10
http://www.beritadewan.com/ruu-desa-6-apbn-diusulkan-alokasi-untuk-desa/ RUU Desa, 6% APBN
Diusulkan Alokasi Untuk Desa 11
http://bppt.jabarprov.go.id/assets/data/arsip/2007_09_Naskah_Akademik_Pemerintahan_Desa.pdf
Diakses 3 Januhari 2012
5
bagian dana perimbangan pusat daerah sehingga akuntabilitas desa kepada kabupaten.
Kedua, masalah besaran Alokasi Dana Desa sangat kecil dan terbatas dari bagian
perimbangan keuangan setelah dikurangi belanja pegawai. Meskipun demikian, diakui
juga bahwa ADD memiliki manfaat antara lain:
a. Pengalaman Alokasi Dana Desa telah mendorong rekonstruksi terhadap
makna dan format transfer dana dari pemerintah supradesa ke desa.
b. Alokasi Dana Desa telah mendorong efisiensi penyelenggaraan layanan
publik, kesesuaian program dengan kebutuhan lokal, sekaligus juga
meningkatkan kepemilikan lokal.
c. Alokasi Dana Desa sangat relevan dengan salah satu tujuan besar
desentralisasi melalui perencanaan daerah yang lebih dekat kepada masyarakat
lokal. (Naskah Akademik Rancangan Undang-Undang Tentang Desa, 2007:
37-38).12
Secara administrasi,13
Kabupaten Klaten dibagi menjadi 26 kecamatan, 391
desa dan 10 kelurahan. Dalam rangka kebijakan Alokasi Dana Desa (ADD), terdapat
beberapa peraturan yang menjadi payung hukum kebijakan ADD di Kabupaten
Klaten, yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 tentang Desa, Surat Edaran
Menteri Dalam Negeri Nomor 140/161/SJ Tanggal 26 Januhari 2007 perihal Pedoman
Pengelolaan Alokasi Dana Desa dari pemerintah kabupaten/kota kepada desa;
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 37 Tahun 2007 Tentang Pedoman
Pengelolaan Keuangan Desa; Peraturan Daerah Kabupaten Klaten Nomor 4 Tahun
2008 Tentang Sumber Pendapatan Desa; Peraturan Daerah Kabupaten Klaten Nomor
12
http://bppt.jabarprov.go.id/assets/data/arsip/2007_09_Naskah_Akademik_Pemerintahan_Desa.pdf
diakses 3 Januhari 2012 13
http://www.jateng.kemenag.go.id/klaten/profil/geografi-kab-klaten/ Geografi Kab. Klaten
6
5 Tahun 2008 Tentang Alokasi Dana Desa. Selain itu, pemerintah Kabupaten Klaten
menggunakan peraturan bupati dan atau surat keputusan bupati untuk operasionalisasi
kebijakan ADD setiap tahunnya.14
Lebih lanjut, pengelolaan ADD terkait yang
bertanggung jawab dalam kebijakan ADD di kabupaten Klaten antara lain: di tingkat
kabupaten, Kepala Dinas Pendapatan, Pengelola Keuangan dan Aset Daerah
(DPPKAD) sebagai pengguna anggaran dan bendahara pejabat yang ditunjuk
sedangkan Badan Pemberdayaan Masyarakat (BAPERMAS) sebagai perencana. Di
tingkat kecamatan, camat membentuk tim pendamping ADD tingkat kecamatan
(BAPERMAS Kabupaten Klaten: 2011).
14
Pada tahun 2008, kebijakan operasional ADD didasarkan pada peraturan bupati Nomor 8 Tahun
2008, pada tahun 2009 berdasar pada Peraturan bupati Nomor 12 Tahun 2009 dan Keputusan Bupati
Klaten Nomor 148.25/194/2009 tentang Lokasi dan Alokasi Dana Desa (ADD) Kabupaten Klaten
Tahun Anggaran 2009; pada tahun 2010 mengacu pada Perbub Nomor 7 Tahun 2010 dan
perubahannya Perbub Nomor 3 Tahun 2010 serta Keputusan Bupati Klaten nomor 148.25/75/2010
tentang Lokasi dan Alokasi Dana Desa (ADD) Kabupaten Klaten Tahun Anggaran 2010; pada tahun
2011 bersandar pada Perbub Nomor 3 Tahun 2011 Keputusan Bupati Klaten Nomor 148.25/37/2011
tentang Lokasi dan Alokasi Dana Desa (ADD) Kabupaten Klaten Tahun Anggaran 2011; sedangkan
pada tahun 2012 berdasarkan Perbub Nomor 4 Tahun 2012 dan Keputusan Bupati Klaten Nomor
148.25/31/2012 tentang Lokasi dan Alokasi Dana Desa Kabupaten Klaten Tahun Anggaran 2012.
7
Tabel 1.1 Persamaan dan Perbedaan antara Perda Klaten Nomor 5 Tahun 2008
tentang Alokasi Dana Desa dengan Perbub Kabupaten Klaten tentang Pedoman
Pelaksanaan Alokasi Dana Desa (ADD) Tahun Anggaran 2009-2012 Indikator
Perda/
Perbub
Sumber
Hukum
(pokok)
Tujuan
ADD
Penetapan ADD
(Besaran
ADDM:ADDP) 1.
ADDM dengan
azas merata 2.
ADDP berazas adil
Indikator untuk menilai
keberhasilan pengelolaan
dan penggunaan ADD
Penghargaan dan
Sanksi
Perda 5/2008
UU 32/2004
UU 33/2004
PP 72/2005
Lihat tujuan
Perda
5/2008
Alokasi Dana Desa
ditetapkan Bupati
(Bagian Kedua
Penetapan ADD
Pasal 10)
Tidak Ada
b. Penghargaan
diberikan kepada desa
yang berprestasi
dalam pengelolaan
ADD.
c. Sanksi dikenakan
kepada desa yang
dalam mengelola
ADD tidak sesuai
dengan ketentuan
peraturan perundang-
undangan yang
berlaku.
(Bab XI Penghargaan
dan Sanksi Pasal 18)
Perbub 12/2009
UU 32/2004
UU 33/2004
PP 72/2005
Perda
5/2008
Sama
dengan
Perda
5/2008
70% : 30%
(Lampiran Perbub
12/2009)
a.Pengelolaan: Meningkatkan
pengetahuan masyarakat tentang
ADD dan partisipasi masyarakat
dalam Musrenbangdesa.
b. Penggunaan:
Kegiatan sesuai rencana APB
desa; realisasi keuangan sesuai
target.; penyerapan tenaga kerja
tinggi; tingginya kontribusi
masyarakat mendukung
penggunaan ADD; mampu
bersinergi dengan program-
program pemerintah yang ada di
desa tersebut.
(Lampiran No. VII Pengawasan
Alokasi Dana Desa)
Tidak Ada
Perbub 7/2010
UU 32/2004
UU 33/2004
PP 72/2005
Perda
5/2008
Sama
dengan
Perda
5/2008
70% : 30%
(Bab VI
Perhitungan
pembagian Alokasi
Dana Desa Pasal 8)
Tidak Ada
Tidak Ada
Perbub 3/2011
UU 32/2004
UU 33/2004
PP 72/2005
Permendagri
37/2007
Perda
5/2008
Sama
dengan
Permendagri
37/2007
70% : 30%
(Bagian Kedua
Pengelolaan
Alokasi Dana Desa
Pasal 4)
Tidak Ada
Tidak Ada
Perbub 4/2012
UU 32/2004
UU 33/2004
PP 72/2005
Permendagri
37/2007
Perda
5/2008
Sama
dengan
Permendagri
37/2007
60% : 40%
(Bab III
Pengelolaan ADD
Pasal 5 )
Namun pasal 9
bagian ketiga
penggunaan ADD
mengatur 30 % dana
ADD untuk belanja
aparatur dan
operasional pemerintahan desa,
sedangkan 70%
untuk kegiatan
pemberdayaan dan
pembangunan
Tidak Ada
Tidak Ada
Sumber: data peraturan ADD Klaten diolah
8
Lebih lanjut, payung hukum kebijakan ADD di level operasional yang berlaku
di Kabupaten Klaten selama 2009 hingga 2012 menunjukkan perbedaan yang tentu
saja berdampak pada pelaksanaan ADD. Tabel 1 persamaan dan perbedaan peraturan
perundang-undangan kebijakan ADD Tahun Anggaran 2009-2012 menunjukkan
adanya dinamika implementasi kebijakan ADD di Kabupaten Klaten.15
15
Persamaan dan perbedaan antara Peraturan Daerah (Perda) Klaten Nomor 5 Tahun 2008
tentang Alokasi Dana Desa (ADD) dan Peraturan Bupati (Perbub) Klaten tentang Pedoman
Pelaksanaan Alokasi Dana Desa Tahun Anggaran 2009-2012 ditunjukkan dari kelima indikator sumber
hukum (pokok), tujuan, penetapan Alokasi Dana Desa, indikator keberhasilan pengelolaan dan
penggunaan Alokasi Dana Desa serta klausul penghargaan dan sanksi akan berimplikasi pada
implementasi Alokasi Dana Desa di Kabupaten Klaten.
Perda Klaten Nomor 5 Tahun 2008 merupakan produk komitmen antara Pemda Klaten dan
DPRD Klaten agaknya kabur dengan perbub Klaten dan petunjuk pelaksanaan yaitu Permendagri
Nomor 37 Tahun 2007 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Desa yang juga sebagai pedoman
ADD. Tujuan Alokasi Dana Desa (ADD) berdasar Permendagri Nomor 37 Tahun 2007 antara lain:
menanggulangi kemiskinan dan mengurangi kesenjangan, meningkatkan perencanaan dan
penganggaran pembangunan di tingkat desa dan pemberdayaan masyarakat, meningkatkan
pembangunan infrastruktur perdesaan. Meningkatkan pengamalan nilai-nilai keagamaan, sosial budaya
dalam rangka mewujudkan peningkatan sosial, meningkatkan ketentraman dan ketertiban masyarakat.
Meningkatkan pelayanan pada setiap masyarakat desa dalam rangka pengembangan kegiatan sosial
ekonomi masyarakat dan mendorong peningkatan keswadayaan dan gotong royong masyarakat,
meningkatkan pendapatan desa dan masyarakat desa melalui Badan Usaha Milik Desa (BUMDesa)
Sementara tujuan Alokasi Dana Desa dalam Peraturan Daerah (Perda) Klaten Nomor 5 Tahun
2008 antara lain: 1) Meningkatkan penyelenggaraan pemerintahan desa dalam melaksanakan pelayanan
pemerintahan, pembangunan dan pemberdayaan kemasyarakatan sesuai kewenangannya. 2)
Meningkatkan kemampuan lembaga kemasyarakatan di desa dalam perencanaan, pelaksanaan dan
pengendalian pembangunan secara partisipatif sesuai dengan potensi desa. 3) Meningkatkan
pemerataan pendapatan, kesempatan bekerja dan kesempatan berusaha bagi masyarakat. 4) Mendorong
peningkatan swadaya gotong royong masyarakat.
Permendagri Nomor 37 Tahun 2007 oleh Pemda Klaten tidak menjadi payung hukum ADD
dalam Peraturan Bupati Nomor 12 Tahun 2009 dan Peraturan Bupati Nomor 7 Tahun 2010. Mulai pada
tahun 2011 dan 2012 Permendagri Nomor 37 Tahun 2007 dicantumkan sebagai dasar hukum ADD
sehingga berimplikasi pada tujuan ADD yang dirumuskan.
Penetapan besaran Alokasi Dana Desa (ADD) diatur dalam Peraturan Bupati: misalnya dalam
Peraturan Bupati Nomor 12 Tahun 2009 menunjukkan perbandingan persentase ADDM : ADDP
(Alokasi Dana Desa Minimun : Alokasi Dana Desa Proporsional) sebesar 70% : 30%; sedangkan
dalam Peraturan Bupati Nomor 7 Tahun 2010 meskipun tidak mencantumkan Permendagri Nomor 37
Tahun 2007 namun persentase besaran ADD tidak sesuai. Persentase besaran ADD yang sama juga
terdapat pada Peraturan Bupati Nomor 3 Tahun 2011. Sementara pada Peraturan Bupati Nomor 4
Tahun 2012 sesuai dengan pedoman dalam Permendagri Nomor 37 Tahun 2007 yaitu perbandingan
ADDM dan ADDP sebesar 60% : 40%.
Selain itu, kemunculan klausul indikator untuk menilai keberhasilan pengelolaan Alokasi
Dana Desa dalam Perda Klaten Nomor 5 Tahun 2008 tidak ada, tetapi pada Peraturan Bupati Nomor 12
Tahun 2009 klausul tersebut muncul.Sementara klausul indikator untuk menilai keberhasilan
pengelolaan ADD untuk tahun 2010-2012 tidak ada.
Kemudian apabila dikaitkan dengan indikator penghargaan dan sanksi dalam Peraturan
Daerah Nomor 5 Tahun 2008 maka petunjuk operasional ADD pada peraturan bupati justru tidak ada.
Hal ini berimplikasi pada semangat kepemilikan ADD—masyarakat desa sebagai target group hanya
memenuhi persyaratan prosedural saja.
9
Pelaksanaan ADD di Kecamatan Wedi berdasarkan desa dapat dilihat pada
tabel 1.2 tentang Lokasi dan Alokasi Dana Desa Kabupaten Klaten Tahun Anggaran
2009-2012 per desa di Kecamatan Wedi. Berdasarkan tabel 1.2, besaran ADD setiap
tahun per desa di Kecamatan Wedi selama kurun waktu empat tahun mengalami
penurunan yang signifikan yakni jika dibandingkan dengan besaran dana ADD pada
tahun 2009. Pagu Anggaran Alokasi Dana Desa di Kecamatan Wedi pun mengalami
penurunan sejak tahun 2010 dibanding tahun 2009. Namun, terdapat lima desa di
wilayah Kecamatan Wedi yang diidentifikasikan tingkat kemiskinan dan besaran dana
ADD adalah Desa Kalitengah, Desa Pandes, Desa Pasung, Desa Sukorejo, Desa
Brangkal.16
Tabel 1.2 Lokasi dan Alokasi Dana Desa Kabupaten Klaten Tahun Anggaran 2009-
2012 Per Desa di Kecamatan Wedi
Sumber: Keputusan Bupati Klaten tentang Lokasi dan Alokasi Dana Desa Kabupaten Klaten
Tahun Anggaran 2009-2012, diolah.
16
Hasil wawancara dengan M. S. Yuli, Kasubbag Sosial Budaya Bapermas Kabupaten Klaten,
Wawancara Pra Survey 3 April 2012)
10
Lebih lanjut, berdasarkan besaran pagu anggaran per desa di Kecamatan Wedi,
Desa Kalitengah merupakan desa yang besaran ADD paling besar dibanding 18 desa
lainnya. Desa Kalitengah merupakan salah satu desa yang berada di pusat Kecamatan
Wedi. Kecamatan Wedi merupakan sentra industri konveksi atau garmen (pakaian
jadi) terutama di Desa Kalitengah. Potensi Desa Kalitengah bukan hanya industri
konveksi tetapi industri pengelohan makanan kecil. Kecamatan Wedi lebih dikenal
sebagai kota kecamatan dan letak Kantor Kecamatan Wedi berada di Desa
Kalitengah. Kemudahan Transportasi darat seperti kendaraan bermotor maupun
kendaraan umum banyak dijumpai dan Kecamatan Wedi merupakan penghubung
jalur transportasi darat dari Kota Klaten-Wedi-Bayat-Cawas. Kecamatan Wedi yang
memiliki 19 Desa Swasembada17
dari 19 desa, Desa Kalitengah mempunyai keunikan
sebagai “desa kota‟ atau sebagai “capital town” di Kecamatan Wedi. Desa Kalitengah
juga merupakan pusat dari kegiatan politik dan ekonomi (Purwanto, 2005: 52). Secara
wilayah, pemetaan Desa Kalitengah dipisahkan oleh sungai yang berimplikasi pada
pembagian wilayah utara sungai (biasa diistilahkan dengan daerah Lor Kali yang
padat penduduknya), tengah dan selatan sungai yang cenderung daerah agraris. Desa
Kalitengah juga memiliki sawah dan ladang sebesar 70,9000 Ha sedang lainnya
seperti untuk industri kecil, pertokoan, perkantoran, pasar, dan sebagainya. Selain itu
Desa Kalitengah, masyarakat berciri agraris dan non-farm. Tahun 2011, jumlah
penduduk Desa Kalitengah sebesar 5624 warga dengan mata pencaharian sebagai
berikut 96 Pegawai Negeri Sipil (PNS), 17 Angkatan Bersenjata Republik Indonesia
(ABRI) dan 74 karyawan swasta, sebanyak 1045 bekerja sebagai wiraswasta atau
pedagang, 201 petani, 69 pertukangan, sedang 184 sebagai buruh tani, 42 pensiunan,
17
Buku Data Monografi Desa Kalitengah 2011
11
16 menjadi pemulung serta di sektor jasa sebanyak 1139 orang.18
Beranekaragam mata
pencaharian masyarakat Desa Kalitengah menggambarkan karakteristik yang khas
desa-kota beserta dinamikanya.
Berdasarkan besaran, pelaksanaan kebijakan ADD jika ditilik dari peringkat
dana ADD Kecamata Wedi, Desa Kalitengah merupakan desa yang mendapatkan
anggaran ADD terbesar berturut-turut dari tahun 2009 hingga 2012. Pelaksanaan
ADD di Desa Kalitengah dipilih sebagai study untuk menggambarkan pelaksanaan
Kebijakan ADD yang diharapkan nantinya akan memberikan gambaran secara
komprehensif dan mendalam serta memungkinkan dapat merepresentasikan realisasi
kebijakan ADD di Kabupaten Klaten.
Anggaran Alokasi Dana Desa (ADD) yang diterima Desa Kalitengah
padaTahun Anggaran 2010, 2011 dan 2012 sebesar 30 juta rupiah, 30 juta rupiah, 32
juta rupiah. Jika dikaitkan dengan aturan persentase penggunaan dana ADD maka
besaran ADD Desa Kalitengah menggunakan presentase 30% untuk Kegiatan
Operasional Penyelenggaraan Pemerintah Desa dan BPD (kegiatan Pemerintahan
Desa). Sementara 70% untuk Kegiatan Pemberdayaan Masyarakat dan Sarana
Prasarana (kegiatan pembangunan dan pemberdayaan masyarakat desa). Lebih lanjut,
persentase 70% penggunaan ADD ditujukan untuk Lembaga Kemasyarakatan seperti
PKK, LPMD dan RT/RW. Sementara bantuan pembangunan fisik diindikasikan
belum menguatkan proses partisipasi pembangunan bagi masyarakat. Hal ini salah
satunya ditunjukkan dalam kasus Bantuan material pembangunan Balai Kampung
RW 1 Dalangan, ternyata informasi warga terhadap kebijakan ADD terbatas. Warga
18
Data Monografi Kecamatan Wedi 2010
12
tidak mengetahui terdapat bantuan ADD pada tahun 2011 untuk pembangunan Balai
Kampung RW 1 Dalangan:
Pembangunan Balai Kampung perluasan Balai Kampung tahun iki tahun
2013terakhir iki… Dananya sebagian donatur warga karo Kas Kampung,
karo wit Jati…Danane yo mung kuwi (Pak Janto, warga RW 1 Dalangan,
wawancara pra survey 2 September 2013)
“ADD? Ora ngerti (Alokasi Dana Desa? pen) Nggak tau (Sampai sekarang?
pen) Belum tau”(Pak Janto, warga RW 1 Dalangan, wawancara pra survey 2
September 2013)
Dalam kesempatan yang berbeda, pengurus Kampung Dalangan juga memperkuat
pernyataan warga Kampung Dalangan dalam hal bantuan ADD untuk pembangunan
Balai Kampung RW 1 Dalangan:
Sing pun sing anu dibangun Balai Kampung satu tahun yang lalu sak niki
2012 dana swadaya masyarakat…(Bantuan dari Pemerintah Desa? pen)
Nggak ada kethok e, nggak ada dari Pemerintah Desa lho (Pak Sulis, warga 1
Dalangan, wawancara pra survey 9 September 2013)
Hal yang sama ketidaktahuan warga tentang Alokasi Dana Desa (ADD)
Ndak tau, ndak tau itu, dari Pemerintah Desa? RT/RW sendiri ndak pernah
…” (Pak Sulis, warga RW 1 Dalangan, wawancara pra survey 9 September
2013)
Ketika kebijakan atau program sudah lama dilaksanakan namun masyarakat
mengalami ketidaktahuan atas keberadaan kebijakan diindikasikan ada jarak antara
antara implementor dengan kelompok sasaran yang semestinya tidak terjadi. Hal ini
dapat berakibat menghambat pencapaian tujuan kebijakan atau program. Demikian
terkait Tujuan Alokasi Dana Desa yang termaktub dalam Permendagri Nomor 37
Tahun 2007 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Desa pada tujuan pertama
adalah menanggulangi kemiskinan dan memperkecil kesenjangan ternyata belum
signifikan dalam pelaksanaan ADD di Desa Kalitengah.
“Itu kalo ADD itu tidak mengurangi kemiskinan, membantu pembangunan
yang ada di wilayah desa. Khususnya hanya memberikan suatu bantuan
13
stimulan…”(Pak Slamet Widodo, Kepala Dusun I Desa Kalitengah merangkap
Sekretaris Desa per Juni 2012, wawancara pra survey 14 Agustus 2013)
Di sisi lain, pelaksanaan ADD secara umum—level kabupaten—dinilai lemah karena
pemerintah desa kurang optimal. Salah satunya berdasarkan laporan BAPERMAS
Kabupaten Klaten (2011) tentang hasil evaluasi pengajuan permohonan pencairan
ADD tahun 2011 yakni: terdapat 372 dari 391 desa telah mengajukan permohonan
pencairan ADD sampai batas waktu yaitu 30 September 2011, sehingga terdapat 19
desa desa tidak mengajukan pencairan (5%) ADD. Penyebab dari 19 desa yang tidak
mengajukan pencairan ADD adalah terkendala belum atau tidak menyusun
RAPBDes/APBDes Tahun 2011. Hal ini disampaikan oleh BAPERMAS Klaten:
“ADD itu memang berbeda dengan bantuan lain karena persyaratannya
sangat banyak. Kami sudah berulang kami memberikan teguran pada desa
agar segera mengajukan pencairan. Namun ternyata tetap ada beberapa desa
yang terlambat mengajukan” (Sri Lestari (Almarhumah), Kepala Bapermas
Klaten)19
Pemerintah desa sering dinilai memiliki kelemahan dalam pengadministrasian
dokumen ADD. Seperti yang disampaikan pihak Kecamatan Wedi:
“Kalo kita kendalanya biasanya, kita sendiri kan ke desa, kendalanya itu
kadang pelaksanaan di desa itu tidak, nuwun sewu ya terutama dalam bentuk
administrasi pengSPJannya biasanya mereka banyak yang terlambat”(Bu
Wiwit, Kasie PMD Kecamatan Wedi Kabupaten Klaten, wawancara pra
survey 20 April 2012)
Permasalahan muncul dari payung hukum yang mendasari realisasi ADD di
Kabupaten Klaten yakni Peraturan Daerah Nomor 5 tahun 2008 terdapat klausul pasal
tentang penghargaan dan sanksi justru tidak jelas secara rinci dan belum diterapkan.
“Reward dan punishment di ketentuan di regulasi ada, regulasi ketentuan
aturan regulasi ada di aturan di kebijakan ada tetapi secara realitas fakta kita
belum. Belum kita melaksanakan belum melakukan reward dan punishment.
19
http://krjogja.com/read/117176/telat-sampaikan-lpj-19-desa-tak-dapat-add.kr Diakses tanggal 8
Februari 2012, Telat Sampaikan LPJ 19 Desa Tak Dapat ADD, 2 Februari 2012
14
(Kenapa?) Ya yang pertama e untuk punishment itu kita belum karena sifatnya
bisa dikatakan masih pembelajaran. Rewardnya yaitu satu dan lain halnya ya
otomatis punishmentnya juga belum ya mungkin saya katakan sudah kita
bicarakan memang mau ada reward dan punishment.”(Pak M. S. Yuli,
Kasubbag Sosial Budaya Bapermas Kabupaten Klaten, wawancara pra survey
9 April 2012)
Berbagai masalah yang dikemukakan di atas memberi kesadaran bahwa
implementasi Kebijakan Alokasi Dana Desa (ADD) yang dilakukan selama ini
seharusnya merupakan usaha pemerintah untuk memberdayakan desa. Namun ketika
terdapat persoalan „pembiaran yang berkelanjutan‟ di dalam pelaksanaan kebijakan
karena dianggap sebagai kegiatan rutinitas—maka hal tersebut berakibat pada
kegagalan pencapaian tujuan kebijakan. Keadaan yang demikian menuntut
pemerintah untuk responsif terhadap keputusan yang diambil. Intervensi dan perhatian
dari pemerintah (baik kabupaten, kecamatan maupun desa) serta daya tanggap
masyarakat terhadap kebijakan atau program harus sejalan dengan kebutuhan
masyarakat. Oleh karena itu studi implementasi kebijakan Alokasi Dana Desa di Desa
Kalitengah selama kurun waktu 2010 hingga 2012 menjadi penting untuk diteliti
secara mendalam.
1.2 Rumusan Masalah Penelitian
Berdasarkan pemaparan Latar Belakang Masalah tersebut maka penelitian ini
mengajukan pertanyaan penelitian:
a. Bagaimana Implementasi Kebijakan Alokasi Dana Desa (ADD) Tahun
Anggaran 2010-2012 di Desa Kalitengah, Kecamatan Wedi, Kabupaten
Klaten?
15
b. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi Implementasi Kebijakan Alokasi
Dana Desa (ADD) Tahun Anggaran 2010-2012 di Desa Kalitengah,
Kecamatan Wedi, Kabupaten Klaten?
1.3 Tujuan Penelitian
a. Untuk mengetahui Implementasi Kebijakan Alokasi Dana Desa (ADD) Tahun
Anggaran 2010-2012 di Desa Kalitengah, Kecamatan Wedi, Kabupaten
Klaten.
b. Mengidentifikasi Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi Implementasi
Kebijakan Alokasi Dana Desa (ADD) Tahun Anggaran 2010-2012 di Desa
Kalitengah, Kecamatan Wedi, Kabupaten Klaten.
1.4 Manfaat Penelitian
a. Memberikan rekomendasi kepada stakeholders dari level Pemerintah Daerah
Kabupaten Klaten, Kecamatan sampai level Pemerintah Desa terkait
Implementasi Kebijakan Alokasi Dana Desa (ADD) Tahun Anggaran 2010-
2012 di Desa Kalitengah, Kecamatan Wedi, Kabupaten Klaten.
b. Memberikan pengetahuan, wawasan dan informasi kepada masyarakat tentang
Implementasi Kebijakan Alokasi Dana Desa (ADD) Tahun Anggaran 2010-
2012 di Desa Kalitengah, Kecamatan Wedi, Kabupaten Klaten.
c. Menyumbangkan kontribusi bagi Pengembangan Ilmu Kebijakan Publik.
d. Menambah referensi untuk Penelitian maupun permasalahan sejenis.