bab i pendahuluan -...
TRANSCRIPT
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Sumberdaya air merupakan kebutuhan pokok bagi kelangsungan hidup
makhluk hidup. Sumber air permukaan adalah semua air yang terdapat di
permukaan tanah (Hatmoko, dkk., 2012). Sumber air permukaan di antaranya
sungai, danau, waduk, dan rawa. Danau merupakan salah satu sumber air
permukaan yang dapat dimanfaatkan untuk berbagai macam kegiatan antara lain
irigasi. Pemanfaatan air danau untuk irigasi bergantung pada ketersediaan air
danau. Ketersediaan air danau dapat diketahui dengan menghitung neraca air
danau, yaitu mengetahui masukan (input) dan keluaran (output). Masukan
(input) danau secara alami berasal dari sungai yang masuk ke danau, hujan yang
jatuh ke permukaan danau, masukan airtanah, limpasan (runoff) dan es yang
mencair. Keluaran (output) air danau meliputi: sungai keluaran,
evapotranspirasi, dan bocoran airtanah, sedangkan keluaran secara buatan dapat
berupa irigasi (Johnson dan Miyanishi, 2007).
Kawasan Dieng mempunyai potensi alam yang melimpah salah satunya
adalah sumberdaya air danau (Sudibyakto, dkk., 2002). Danau Merdada terletak
di Kecamatan Batur, Kabupaten Banjarnegara yang termasuk dalam Kawasan
Dataran Tinggi Dieng. Secara genesa danau ini merupakan danau vulkanik yang
terbentuk dari kawah gunungapi yang terisi air dan tidak memiliki masukan
selain hujan dan rembesan air tanah. Danau Merdada memiliki satu keluaran
(outlet) berupa sungai kecil. Neraca air di danau tersebut secara alami
dipengaruhi oleh curah hujan, masukan dan keluaran airtanah, evapotranspirasi,
debit keluaran sungai, dan limpasan permukaan. Menurut Tim Kerja Pemulihan
Kawasan Dieng (TKPKD) (2012), saat ini Danau Merdada difungsikan sebagai
sumber air bagi lahan pertanian kentang di sekitarnya dan digunakan juga
sebagai objek wisata. Sebagian besar danau di Dataran Tinggi Dieng digunakan
2
sebagai sumber air irigasi lahan pertanian. Namun, Danau Merdada merupakan
danau yang paling banyak diturap airnya dibanding beberapa danau lainnya di
Kawasan Dieng karena digunakan untuk mengairi lahan pertanian seluas kurang
lebih 200 ha (Iswinarno, 2013). Hasil survei lapangan (2014) menunjukkan
intensitas pemompaan dapat mencapai 3-4 jam dengan frekuensi 2-4 kali dalam
seminggu pada saat pergantian musim dan dapat meningkat apabila musim
kemarau hingga 12 jam setiap harinya dari pukul 05.00-17.00 (Gambar 1.1).
Jumlah pompa yang digunakan bervariasi tergantung pada jam-jam pemompaan
dan musim.
Gambar 1.1. Kondisi Danau Merdada (kiri) dan Pemompaan Intensif di
Danau Merdada (kanan)
(Fadlillah, 2014)
Berdasarkan hasil wawancara (2014), Danau Merdada selain digunakan
sebagai irigasi lahan pertanian saat musim kemarau, juga digunakan untuk
memenuhi kebutuhan domestik. Danau ini dahulunya digunakan sebagai sumber
air untuk memenuhi kebutuhan domestik warga. Namun demikian,
perkembangan pertanian yang semakin intensif serta adanya pabrik jamur pada
tahun 90-an menyebabkan kualitas air danau tidak layak dikonsumsi.
Penggunaan air Danau Merdada saat ini yang paling utama adalah sebagai irigasi
lahan pertanian kentang di sekitarnya. Danau Merdada dalam lima tahun terakhir
ini Danau Merdada digunakan kembali untuk memenuhi kebutuhan domestik di
beberapa desa selain digunakan sebagai irigasi lahan pertanian karena sumber air
3
terbatas. Setiap harinya Danau Merdada diturap untuk kebutuhan domestik
dengan sistem kapiler. Air danau dialirkan ke beberapa desa di bawahnya
dengan pipa pralon sebesar 2 inchi. Jumlah pipa pralon yang digunakan untuk
mengalirkan air ke rumah penduduk adalah 10 buah. Penurapan air sistem
kapiler dilakukan pada pukul 06.00 hingga 16.00.
Danau tanpa masukan berupa sungai (inlet), ketersediaan airnya
tergantung pada curah hujan yang jatuh di daerah tangkapan air (DTA). Curah
hujan yang jatuh di DTA dapat berupa hujan jatuh di permukaan danau.
Sebagian besar hujan yang jatuh di DTA terinflitrasi ke dalam tanah dan menjadi
aliran bawah permukaan (subsurface runoff) atau aliran dasar (baseflow) yang
keluar mengisi danau sebagai rembesan airtanah. Hujan yang tidak dapat
terinfiltrasi karena tanah sudah jenuh terlimpas menjadi aliran permukaan
(overland flow) dan mengisi danau. Pengurangan volume saat musim kemarau
terjadi karena berkurangnya curah hujan yang mengisi danau. Apabila penurapan
terjadi secara terus menerus saat musim kemarau, hal tersebut dapat
menyebabkan defisit air danau (Gunawan, 2008). Penurapan air danau secara
intensif mempengaruhi keseimbangan air danau.
Penggunaan sumberdaya air danau untuk irigasi ini merupakan salah satu
komponen yang mempengaruhi keluaran neraca air danau. Saat musim hujan
intensitas pemompaan tidak terlalu intensif dibandingkan dengan pemompaan
pada musim kemarau. Petani memanfaatkan hujan untuk mengairi lahan
pertanian kentang di sekitar danau saat musim hujan. Saat pancaroba petani
mengunakan hujan dan melakukan pemompaan air danau untuk irigasi pada
jam-jam tertentu. Saat musim kemarau sumber irigasi hanya didapatkan dari
Danau Merdada karena supalai hujan yang minim. Pemompaan air danau
mengakibatkan volume air Danau Merdada berkurang secara signifikan. Kondisi
penurunan volume di lapangan dapat diketahui dari penurunan tinggi muka air
danau yang cukup signifikan. Berkurangnya volume simpanan danau ini dapat
berakibat pada terganggunya produktivitas pertanian dan ekosistem danau.
4
Penelitian mengenai neraca air danau ini dibutuhkan untuk mengetahui
ketersediaan air danau, kebutuhan air irigasi, dan potensi danau sebagai sumber
air irigasi. Berdasarkan analisis potensi sumberdaya air danau, dapat diketahui
kelayakan danau sebagai sumber air utama untuk irigasi lahan pertanian di
sekitarnya. Apabila danau tidak dapat digunakan sebagai suplai air irigasi utama
dari tahun ke tahun, maka kebutuhan air irigasi harus disuplai dari sumber
lainnya. Dengan mengetahui potensi neraca air danau dapat dilakukan
pengelolaan air danau untuk irigasi.
1.2. Perumusan Masalah
Danau merupakan sumber air permukaan yang berpotensi untuk irigasi
lahan pertanian. Danau dapat dijadikan sebagai sumber utama irigasi apabila
ketersediaan airnya mencukupi dari tahun ke tahun. Danau Merdada merupakan
danau tanpa masukan (inlet) berupa sungai dan hanya mengandalkan hujan yang
jatuh ke permukaan danau serta rembesan mata air di sekeliling danau. Di sisi
lain, di sekitar Danau Merdada berkembang pertanian intensif yang
mengandalkan hujan dan menggunakan air danau sebagai sumber irigasi utama.
Masukan air yang terbatas terutama saat musim kemarau tidak seimbang dengan
intensitas pemompaan yang dilakukan. Saat musim kemarau intensitas
pemompaan semakin intensif. Kondisi ini dapat berdampak pada terganggunya
keseimbangan air danau, yakni berkurangnya volume air tampungan.
Pengurangan volume danau berakibat pada berkurangnya produktivitas pertanian
serta terganggunya makhluk hidup yang hidup di danau tersebut.
Penelitian mengenai neraca air danau di Danau Merdada selama ini
belum dilakukan. Perhitungan neraca air danau dilakukan untuk mengetahui
ketersediaan air danau, sehingga dapat diketahui potensi danau sebagai sumber
irigasi saat musim kemarau. Neraca air danau dapat digunakan sebagai referensi
dalam menentukan pengelolaan air irigasi secara tepat dan tidak menganggu
keseimbangan air dan ekosistem danau. Berdasarkan uraian tersebut dapat
dirumuskan permasalahan dari penelitian ini sebagai berikut.
5
1. Bagaimana kondisi ketersediaan air Danau Merdada dilihat dari
neraca airnya?
2. Bagaimana kondisi kebutuhan air yang diperlukan untuk irigasi
lahan pertanian berdasarkan perhitungan pemompaan aktual dan
kebutuhan air irigasi?
3. Bagaimana potensi sumberdaya air Danau Merdada sebagai sumber
irigasi utama bagi lahan pertanian di sekitarnya?
Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah yang telah
disampaikan, maka penelitian ini berjudul “Kajian Neraca Air Danau
Merdada di Kecamatan Batur Kabupaten Banjarnegara untuk Irigasi
Lahan Pertanian di Sekitarnya”.
1.3. Tujuan dan Sasaran Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Mengetahui ketersediaan air Danau Merdada berdasarkan neraca air
danau.
2. Mengetahui kebutuhan air danau untuk irigasi lahan pertanian
berdasarkan perhitungan pemompaan aktual dan kebutuhan air irigasi.
3. Mengkaji potensi sumberdaya air Danau Merdada sebagai sumber
irigasi utama lahan pertanian di sekitarnya
1.4. Manfaat Penelitian
1. Bagi Pemerintah dapat digunakan sebagai saran dalam pengambilan
kebijakan mengenai pengelolaan air di Danau Merdada
2. Bagi masyarakat, neraca air dapat digunakan sebagai acuan dalam
bidang pertanian, contoh: pengelolaan air irigasi
3. Bagi Ilmu Pengetahuan, penelitian ini dapat memberikan informasi
baru dalam bidang limnologi dan keilmuan terkait
6
1.5. Telaah Pustaka dan Penelitian Sebelumnya
1.5.1. Telaah Pustaka
1.5.1.1. Danau
Sumberdaya air merupakan kebutuhan pokok bagi makhluk hidup
untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Air menurut UU No 7 Tahun 2004
adalah semua air yang terdapat pada, di atas, ataupun di bawah permukaan
tanah, termasuk dalam pengertian ini air permukaan, airtanah, air hujan, dan
air laut yang berada di darat. Sumberdaya air permukaan terdiri atas sumber-
sumber air permukaan yang dapat dimanfaatkan, meliputi sungai, danau,
maupun saluran irigasi (Febrianti, 2009). Pengertian sumberdaya air menurut
UU No. 7 tahun 2004 adalah sumberdaya air adalah air, sumber air, dan daya
air yang terkandung di dalamnya.
Danau merupakan salah satu sumber air permukaan. Danau menurut
Timms (1992) adalah tubuh perairan yang luas, tidak bergerak, dan dikelilingi
oleh daratan, baik berisi air tawar maupun air laut. Menurut O’Sulliivan dan
Reynolds (2004), danau merupakan tubuh perairan yang tergenang dalam
cekungan/ basin dan terpisah dari laut. Danau Merdada terletak di Dieng,
Kabupaten Banjarnegara merupakan danau alami yang merupakan bekas
kawah gunungapi dan sekarang difungsikan sebagai objek pariwisata
(Sudibyakto, dkk., 2002). Masyarakat setempat menyebut Danau Merdada
sebagai Telaga Merdada, namun secara genesa Danau Merdada merupakan
danau vulkanik. Bergen, et. al., (2000) menyebutkan bahwa Danau Merdada
merupakan kerucut vulkan (stratocone) yang mempunyai danau kawah.
Danau bekas kawah atau danau vulkanik terjadi karena sedimentasi pada
kawah berlangsung terus-menerus hingga menutup kawah dan menjadi danau
karena terisi air. Tingkat sedimentasi tergantung pada iklim dan aktivitas
vulkanik pada danau tersebut (Newhall, et.al., 1987 dalam Cohen, 2003).
Danau Merdada merupakan danau tanpa masukan (inlet) berupa
sungai dan hanya mendapatkan input dari air hujan dan rembesan air tanah.
7
Hal ini sesuai dengan pernyataan Cohen (2003) yang menyebutkan bahwa
danau bekas kawah merupakan cekungan tertutup yang dikelilingi igir,
sehingga tidak memungkinkan adanya masukan dari sungai. Nathenson, et.al.,
(2007) menyatakan danau kawah secara alami mendapat masukan air yang
berasal dari curah hujan yang jatuh langsung ke permukaan danau dan
masukan airtanah dari dinding kawah, sedangkan kehilangan air berupa
evapotranspirasi dan bocoran.
1.5.1.2. Ketersediaan Air
Potensi air di suatu wilayah dapat dicerminkan dari ketersediaan
sumberdaya air di wilayah tersebut. Danau Merdada merupakan sumber
irigasi bagi lahan pertanian kentang di sekitarnya. Ketersediaan air irigasi
adalah besarnya cadangan air yang tersedia untuk keperluan irigasi (Suripto,
2011). Ketersediaan air permukaan pada umumnya berasal dari sungai,
danau, dan rawa. Ketersediaan air danau dapat diperoleh dari perhitungan
neraca air dengan prinsip menghitung masukan dan keluaran. Neraca air
danau dapat diketahui dengan perhitungan neraca air (Seyhan, 1990):
Input = Output
Qi+Gin+P +Rf± ∆S = Qo+Ep+Gout (1)
Neraca air danau pada prinsipnya menghitung masukan dan keluaran.
Masukan (input) air danau berupa debit masukan sungai (Qi), rembesan air
tanah yang masuk ke danau (Gin), limpasan permukaan (runoff) (Rf), curah
hujan yang jatuh secara langsung ke danau (P), serta perubahan cadangan
(surplus dan defisit) (∆S). Dalam hal ini volume air danau dianggap sebagai
cadangan yang bersifat statis. Parameter runoff tidak termasuk dalam rumus
Seyhan (1990) namun, runoff berpengaruh terhadap masukan air ke danau,
terutama bagi danau tanpa inlet berupa sungai. Keluaran air danau berupa
debit keluaran sungai (Qo), Gout merupakan bocoran air tanah, dan Ep
8
merupakan evapotranspirasi. Perhitungan neraca air disesuaikan dengan
kondisi lapangan. Danau merdada tidak mempunyai inlet sehingga tidak
dilakukan perhitungan debit masukan dari sungai. Keluaran secara buatan
dapat berupa irigasi (Johnson dan Miyanishi, 2007). Berdasarkan kondisi
lapangan, bocoran air tanah dimodelkan karena keterbatasan dalam
pengukuran di lapangan dan data. Bocoran air tanah dapat didekati dengan
permodelan, sehingga rumus yang diaplikasikan dalam perhitungan neraca air
alami ini menurut Dinka, et.al., (2014) (Gambar 1.2) adalah:
(R+P)-(Qout+Ep)± Gnet = ∆V=∆S (2)
Gambar 1.2. Neraca Air Danau
Sumber: Dinka, et.al. (2014)
Berdasarkan rumus tersebut variabel yang digunakan dalam berhitungan
nerac air adalah limpasan permukaan (R), hujan yang jatuh di permukaan
danau (P), keluaran sungai (Qout), evapotranspirasi (Ep), dan Groundwater
Nett (Gnett). Dimana ∆V merupakan perubahan volume danau pada waktu
tertentu. Neraca air danau ditampilkan dalam satuan volume (m3) pada
periode tertentu.
a. Presipitasi
Presipitasi menurut Seyhan (1990) merupakan segala bentuk
kedalaman jeluk cairan yang terakumulasi di atas permukaan bumi dan tidak
mengalami kehilangan, seperti penguapan. Bentuk presipitasi antara lain
hujan, salju, es, kabut, dan embun. Curah hujan merupakan sumber air utama
Gin
P
Gout
RQout
E
9
bagi masukan air danau. Curah hujan yang jatuh ke permukaan danau
dihitung sebagai masukan secara langsung, sedangkan curah hujan yang jatuh
pada daerah tangkapan hujan dialirkan ke danau dalam bentuk rembesan atau
limpasan permukaan (Nathenson, et.al., 2007). Curah hujan merupakan
parameter yang mudah diukur dan relatif akurat hasil pengukurannya, namun
hujan memiliki variasi bahkan untuk daerah yang sempit (Johnson dan
Miyanishi, 2007). Untuk memperkecil kesalahan akibat variasi hujan
dilakukan pendekatan dengan hujan wilayah berdasarkan stasiun terdekat.
Menurut Suyono (2004) metode yang tepat untuk kawasan bergunung seperti
daerah kajian adalah metode isohyet. Pengukuran curah hujan juga dapat
dilakukan dengan metode analisis frekuensi.
b. Evapotranspirasi
Evapotranspirasi merupakan komponen yang penting dalam
perhitungan neraca air di Danau Merdada yang hanya memiliki satu sungai
keluaran. Evapotranspirasi dipengaruhi oleh radiasi matahari karena radiasi
berpengaruh terhadap temperatur di muka bumi (Johnson dan Miyanishi,
2007). Perhitungan evapotranspirasi dapat menggunakan beberapa metode
diantaranya Thornthwaite, Hefner, dan Penman. Metode Thornthwaite
mempertimbangkan faktor temperatur untuk mengestimasi evapotranspirasi.
Evapotranspirasi dengan metode Thornthwaite merupakan evapotranspirasi
potensial. Evapotranspirasi potensial dipengaruhi temperatur dan lama
penyinaran matahari (Triatmodjo, 2010). Penggunaan rumus Thornthwaite
perlu diperhatikan karena rumus tersebut pada hakikatnya bukan alat prediksi
untuk menghitung evapotranspirasi harian maupun bulanan melainkan indeks
iklim sehingga sering terjadi kesalahan (Dunne dan Leopald, 1978; Johnson
dan Miyanishi, 2007). Namun, menurut Rosenberry, et.al. (2004) rumus ini
dapat digunakan di beberapa danau apabila data yang tersedia hanya data
suhu. Xu, et.al. (2001) mengemukaan bahwa kesalahan akurasi dalam metode
Thornthwaite dapat diperkecil dengan melakukan kalibrasi dengan metode
10
lainnya. Metode Thornthwaite mengkorelasikan antara suhu rata-rata bulanan
dengan evapotranspirasi yang ditentukan dari neraca air untuk lembah yang
mana kelembapan airnya cukup untuk mempertahankan proses transpirasi
yang aktif terjadi di daerah tersebut.
c. Rembesan dan Bocoran Air Tanah
Danau hampir selalu terhubung dengan airtanah, sehingga airtanah
mempengaruhi masukan air pada danau dan pelarutan kesetimbangan masa
(mass balance) pada danau (Hayasi dan Rosenberry, 2002 dalam Johnson dan
Miyanishi, 2007). Masukan airtanah ke danau dan keluar danau dipengaruhi
oleh topografi. Masukan airtanah (groundwater inflow) keluar sebagai
rembesan dan mataair yang keluar karena kontak dengan batuan. Rembesan
airtanah dapat dihitung apabila terdapat mataair yang masuk ke dalam danau
dan diketahui debitnya. Kehilangan airtanah atau bocoran airtanah dapat
diketahui apabila flownet di daerah tangkapan dapat dibuat. Flownet dapat
dibuat pada danau yang pada umumnya terletak pada daerah dengan muka air
tanah rendah sehingga memungkinkan adanya sumur atau memungkinkan
pengukuran muka airtanah (watertable).
Danau Merdada berada pada ketinggian ±2000 mdpl. Airtanah di
sekitar danau merupakan airtanah dalam, sehingga pengukuran muka air
tanah, bocoran airtanah (groundwater outflow) maupun masukan air tanah
(groundwater inflow) sangat terbatas. Dinka, et.al., (2014) menerapkan
permodelan airtanah yang masuk dan keluar danau dengan mengasumsikan
sebagai Groundwater net (Gnet), yaitu total debit airtanah yang masuk ke
danau dan keluar dari danau. Menurut Ayenew, et.al., (2007) apabila Gnet
bernilai positif maka masukan airtanah melebihi bocoran airtanah. Nilai ini
dapat dianggap sebagai besarnya masukan airtanah pada neraca air. Namun,
apabila Gnet bernilai negatif maka dapat diasumsikan sebagai bocoran
airtanah.
11
d. Masukan dan Keluaran Sungai
Danau sebagian besar mendapatkan masukan berasal dari sungai dan
masukan lainnya berasal dari berbagai macam masukan di sekitar garis pantai
(shoreline) (Johnson dan Miyanishi, 2007). Danau Merdada tidak mempunyai
masukan berupa sungai (inlet) namun mempunyai keluaran berupa sungai
(outlet). Keluaran sungai dihitung beradasarkan debit keluaran. Debit
merupakan jumlah aliran yang mengalir melalui suatu penampang per satuan
waktu (Suyono, 2004). Debit masukan dan keluaran danau melalui sungai
dapat dihitung dengan menggunakan metode currentmeter atau slope area.
e. Limpasan Permukaan (surface runoff)
Limpasan terdiri dari surface/ overlandflow, subsurface runoff, dan
baseflow. Pada lahan terbuka runoff terjadi dalam bentuk limpasan
permukaan apabila tanah telah jenuh air. Limpasan permukaan merupakan
hujan yang mengalir di atas permukaan tanah dan mengalir ke tempat yang
lebih rendah dan mengisi sungai karena gravitasi (Triatmodjo, 2010).
Limpasan permukaan di Danau Merdada mempengaruhi masukan danau
karena penggunaan lahan sekitar adalah pertanian intensif dan tidak
mempunyai masukan berupa limpasan dari sungai. Sebagian besar air hujan
yang jatuh ke lahan pertanian akan terlimpas masuk ke dalam danau setelah
tanah jenuh air.
Ketidaktersediaan data limpasan permukaan dapat didekati dengan
permodelan SCS-CN (Soil Conservation Service-Curve Number) (Dinka,
et.al., 2014). Metode SCS-CN menurut Arsyad (2010) mengasumsikan
hubungan antara limpasan permukaan dengan curah hujan. Metode ini juga
dapat didekati dengan metode infiltrasi untuk menentukan kelompok tanah
tanah. Hubungan laju infiltrasi dan kelompok tanah menurut Arsyad (2010)
dapat dilihat pada Tabel 1.1.
Tabel 1.1. Laju Infiltrasi Berdasarkan Kelompok Tanah
Kelompok Tanah Laju Infiltrasi minimum (mm/jam)
12
A 8-12
B 4-8
C 1-4
D 0-1
Sumber: Arsyad, 2010
Klasifikasi kelompok tanah menurut Arsyad (2010) dibagi berdasarkan
sifat-sifat tanah menjadi empat kategori, yaitu:
Kelompok A : pasir dalam, loess dalam, debu yang beragregat.
Kelompok B : loess dangkal, lempung berpasir.
Kelompok C : lempung berliat, lempung berpasir dangkal, tanah berkadar
bahan organik rendah, dam tanah dengan kandungan liat
tinggi.
Kelompok D: tanah yang mengembang secara nyata jika basah, liat
berat, plastis, tanah saline.
Curve Number (CN) dipengaruhi oleh tipe tanah, penutup lahan,
kelembapan, pengolahan tanah, dan tata guna lahan. Nilai CN diperhitungkan
berdasarkan kondisi kelembaban atau Antecedent Moisture Condition (AMC).
AMC ditentukan berdasarkan kumulatif curah hujan lima hari sebelum hujan
maksimal pada bulan tersebut. AMC digunakan untuk mengetahui indeks
kelembaban di wilayah tertentu (Gupta, et.al., 2008). Penentuan AMC
berdasarkan curah hujan lima hari sebelum hujan maksimal dapat dilihat pada
Tabel 1.2.
Tabel 1.2. Penentuan Nilai Antecedent Moisture Condition (AMC)
AMC Jumlah Curah Hujan 5 hari
sebelum hujan maksimal (mm) Kelembaban
AMC I <35 Kering. Potensi run-off rendah.
AMC II 35-52.5 Normal
AMC III >52.5 Basah. Potensi run-off tinggi.
Sumber: Gupta, et.al., 2008
13
f. Volume Danau
Volume danau merupakan komponen penting dalam morfometri danau
yang dapat menggambarkan kapasitas tampungan danau. Perhitungan volume
danau dilakukan dengan sounding menggunakan alat fish finder untuk
mengetahui kedalaman danau. Fish finder pada prinsipnya sama seperti
ecoshouder. Fish finder menggunakan sistem SONAR (sound, navigation,
dan ranging) untuk mengetahui dasar danau. Prinsip kerja fish finder adalah
memantulkan gelombang ke dasar danau, kemudian gelombang dipantulkan
kembali dan diterima oler receiver, dan diteruskan ke transducer (Marzuki,
2010). Data yang dihasilkan berupa titik koordinat dan kedalaman. Melalui
titik kedalaman dilakukan pembuatan peta batimetri, yaitu peta titik
kedalaman danau yang selanjutnya dapat dilakukan perhitungan volume
tampungan menggunakan software ArcGIS.
1.5.1.3. Kebutuhan Air Irigasi
Penyediaan dan pengaturan air untuk memenuhi kebutuhan pertanian
disebut sistem irigasi. Sistem irigasi dapat dibagi menjadi sistem irigasi
permukaan dan airtanah. Sistem irigasi permukaan disuplai dari waduk,
danau, rawa, dan sungai, sedangkan irigasi airtanah diperoleh dari airtanah
tertekan maupun airtanah tidak tertekan. Pemenuhan kebutuhan air irigasi
dapat diketahui dengan menganalisis ketersediaan air irigasi di suatu wilayah.
Kebutuhan air irigasi merupakan banyaknya air yang dibutuhkan untuk
pertumbuhan tanaman pertanian dari awal masa persiapan hingga panen.
Kebutuhan air irigasi dihitung untuk mengetahui jadwal tanam dan
perencanaan pola tanam yang tepat sesuai dengan ketersediaan air yang
fluktuatif setiap tahunnya (Suripto, 2011).
Danau Merdada merupakan salah satu bentuk sumber irigasi
permukaan. Kebutuhan air irigasi di Danau Merdada harus dihitung karena
sumberdaya air Danau Merdada hanya digunakan sebagai irigasi dan hampir
tidak digunakan untuk keperluan domestik. Danau dikatakan dapat menjadi
14
sumber utama irigasi apabila ketersediaan dapat mensuplai dari tahun ke
tahun dan tidak terbatas (James, 1988). Sistem irigasi di Danau Merdada
adalah irigasi tertutup menggunakan pompa. Tanaman yang diusahakan
mayoritas adalah kentang dan sebagian kecil berupa cabai dan carica yang
ditanam di tepian lahan pertanian kentang, sehingga dalam perhitungan
kebutuhan air tanaman diasumsikan keseluruhan tanaman adalah kentang.
Kebutuhan air irigasi bergantung pada kapasitas pemompaan,
klimatologi, koefisien tanaman, evapotranspirasi, efisiensi irigasi, dan luas
area irigasi (Triatmodjo, 2010). Kapasitas pemompaan merupakan volume air
per satuan waktu tertentu yang dikeluarkan oleh pipa (James, 1988). Debit
pemompaan aktual merupakan besarnya air yang diturap menggunakan
pompa pralon perbulannya. Kapasitas pemompaan bergantung pada luas area,
lama pemompaan, dan jenis tanaman. Jumlah pompa untuk irigasi dapat
ditentukan berdasarkan kebutuhan irigasi maksimum. Penentuan jumlah
pompa secara tepat penting dilakukan agar kapasitas pompa yang dikeluarkan
sama dengan kebutuhan air irigasi (Prabowo, dkk., 2011). Menurut AOTS-
EBARA-AIT (2003) dalam Prabowo, dkk. (2011), besarnya kapasitas
pemompaan untuk pengairan ladang yang diperlukan dalam sebulan adalah:
Keterangan:
Qp = Kapasitas pemompaan yang diperlukan (m/menit)
V = Kebutuhan air irigasi (m3/hari)
K = Conduit loss factor (1,1)
T = Waktu pengoprasian (jam)
Kebutuhan pompa menurut Prabowo, dkk. (2011), yaitu:
Keterangan :
Np= Qpmax (4)
qp
Qp= K x V (3)
60xT
15
Np = Jumlah pompa (unit)
Qpmax = Debit pemompaan maksimum (m3/bulan)
qp = Debit unit pompa (m3/bulan)
Analisis mengenai kebutuhan air irigasi dapat digunakan untuk
mengetahui kelayakan kondisi sumber air sebagai sumber irigasi. Penilaian
mengenai kebutuhan air irigasi merupakan hal yang penting dalam
pengembangan dan pengelolaan manajemen irigasi serta meningkatkan
efisiensi irigasi. Idealnya sistem irigasi yang dapat diaplikasikan dalam suatu
wilayah adalah keadaan di mana ketersediaan air irigasi dapat memenuhi
keseluruhan area pertanian tanpa kehilangan air (Setegn, et.al., 2011). Hal ini
dapat diketahui berdasarkan perbandingan volume sumber air yang tersedia
yaitu ketersediaan air danau dengan kebutuhan air irigasi. Kelayakan potensi
danau sebagai sumber air dapat di analisis melalui Tabel 1.3.
Tabel 1.3. Pengaruh Kondisi Hidrologi Terhadap Kelayakan Air Permukaan dan Air
Tanah Sebagai Sumber Irigasi
Hubungan
antara SV dan
SIR
Kelayakan Kondisi Hidrologi terhadap sumber air
(Hidrologic Suitability of Water Resource)
SV >SIR Tidak layak kecuali terdapat tambahan air selama periode
kekurangan suplai air
SV<SIR Tidak dapat digunakan sebagai suplai air irigasi dari tahun ke
tahun.
Sumber: James (1988)
Keterangan:
SV = Source Supplay Volume
SIR = Seasonal Irrigation Requirement
16
Source Supply Volume (SV) merupakan hasil pengurangan cadangan
air danau (storage) dalam waktu tertentu dikurangi dengan evapotranspirasi
dan volume minimal pada waktu tertentu. Sedangkam Seasonal irrigation
requirement (SIR) merupakan hasil perhitungan kebutuhan air irigasi tanpa
memperhitungkan faktor luas wilayah pertanian. Selain dengan
membandingkan SV dengan SIR, penentuan potensi sumberdaya air danau
dapat digunakan dengan rumus menurut Overall Consumed Ratio (OCR)
(Bos dan Bastiaanssen, 2004 dalam Setegn, et.al., 2011). Indeks ini
merupakan perbandingan antara kebutuhan air irigasi dengan ketersediaan air
irigasi. Apabila suplai ketersediaan air irigasi dapat memenuhi kebutuhan air
irigasi, nilai OCR mendekati 1. Apabila nilai OCR>1 maka kebutuhan air
irigasi terpenuhi (under irrigation), sedangkan OCR<1 menandakan
ketersediaan air irigasi melebihi kebutuhan air irigasi (over irrigation).
Rumus yang digunakan dalam perhitungan OCR adalah:
OCR= (ETc-Peff)/ I (3)
Di mana ETc merupakan volume evapotranspirasi potensial pada
periode tertentu, Peff merupakan volume hujan efektif pada periode tertentu,
dan I merupakan kebutuhan air irigasi pada periode tertentu. Periode tersebut
dapat berupa bulanan maupun tahunan.
1.5.2. Penelitian Sebelumnya
Indonesia merupakan negara dengan potensi sumber daya air danau
melimpah. Jumlah danau di Indonesia tergolong banyak dengan genesa yang
berbeda-beda. Namun, penelitian mengenai neraca air danau di Indonesia
masih jarang dilakukan. Penelitian tentang neraca air danau berguna untuk
mengetahui potensi kuantitas air danau sebagai sumberdaya air yang dapat
digunakan untuk berbagai macam kegiatan. Beberapa penelitian telah
dilakukan di luar negeri yaitu di Ethiophia dan Amerika. Penelitian di
17
Ethiophia dilakukan di beberapa danau diantaranya Danau Alemaya dan
Danau Basaka.
Penelitian yang dilakukan di kedua danau tersebut serupa, yaitu
mengetahui neraca air danau. Metode yang digunakan pada penelitian terkait
memiliki prinsip serupa, yakni menghitung neraca air dengan mengetahui
keluaran dan masukan danau. Penelitian yang dilakukan di Danau Basaka
adalah untuk mengembangkan ilmu dan konsep mengenai neraca air yang
ditekankan pada permodelan groundwater net, yaitu selisih antara masukan
dan keluaran air tanah ke danau. Penelitian di Danau Alemaya merupakan
aplikasi dari konsep neraca air untuk pengetahui potensi danau air irigasi dan
pengelolaan air danau untuk irigasi.
Penelitian yang dilakukan di Indonesia dengan objek danau banyak
ditemukan mengenai kualitas air danau dan sedimentasi. Berikut disajikan
pada Tabel 1.4 beberapa penelitian terkait danau yang pernah di lakukan di
dalam maupun di luar negeri. Penelitian dengan judul Kajian Neraca Air
Danau Merdada di Kecamatan Batur, Banjarnegara untuk Irigasi Lahan
Pertanian di Sekitarnya ini merupakan penelitian yang difokuskan untuk
mengetahui potensi danau untu irigasi lahan pertanian dilihat dari
perbandingan kebutuhan air danau untuk irigasi dan ketersediaan air danau.
18
Tabel 1.4. Perbandingan Penelitian Sebelumnya dan Penelitian yang akan Dilakukan
No Peneliti Judul Penelitian Tujuan Metode Hasil
1 Yumi Lestari
(1996)
Kajian Karakteristik
Muatan Suspensi pada
Danau Doline di
Kecamatan Ponjong, Kab.
Gunung K idul
Mengetahui karakteristik
suspensi di beberapa danau
doline di kec. Ponjong,
Kab. Gunung Kidul
Kuantitatif, pengukuran
tebal hujan, pengambilan
sampel sedimen,
perhitungan konsentrasi
sedimen, neraca air danau
Morfometri telaga, neraca
air, grafik konsentrasi
sedimen
2 Nathenson, M.,
Bacon, C.R., dan
Ramsey, D.W.
(2007)
Subaqueous geology and
Filling Model for Creater
Lake
Mengetahui waktu
pengisian air danau
berdasarkan kondisi geologi
dan air tanah
Kuantitatif, pemodelan
batimetri danau secara
3D, perhitungan curah
hujan, rembesan air tanah
Pemodelan masukan air
danau, batimetri danau,
neraca air
3 Setegn, S.G.,
Chowdary, V.M.,
Mal, B.C.,
Yohannes, F., dan
Kono, Yasuyuki
(2011)
Water Balance Study and
Irrigation Strategies for
Sustainable Management
of Tropical Ethiophian
Lake: A Case Study of
Lake Alemaya
Mengetahui kondisi neraca
air berdasarkan data trend
tinggi muka air danau
sebagai acuan dalam
penentuan waktu irigasi
yang tepat
Kuatitatif, menghitung
neraca air danau dan
kebutuhan air irigasi
Neraca air danau,
rekomendasi pola tanam
dan jadwal irigasi,
pengelolaan air irigasi
yang optimal
4 Dinka, M.O.,
Loiskandi, W., dan
Ndambuki, J.M.
(2014)
Hydrologic Modelling for
Lake Basaka:
Development and
Application of A
Mengaplikasikan konsep
neraca air di danau Basaka,
Ethiophia dan mengetahui
pengaruh antara air
Kuantitatif, yaitu
pengukuran curah hujan,
evapotranspirasi, runoff,
permodelan air tanah, dan
Neraca air danau dan
rekomendasi pengelolaan
air danau
19
Conceptual Water Budget
Model
permukaan dan air tanah
terhadap neraca air danau.
volume danau.
5 Yihdego, Y., and
Weeb, J.A. (2015)
Use of Conceptual
Hydrological Model and
a Time Variant Water
Budget Analysis to
Determine Controls on
Salinity in Lake
Burrumbeet in Southest
Australia.
Mengetahui pengaruh air
tanah terhadap neraca air
Danau Burrumbeet
Kuatitatif perhitungan
groundwater flux, neraca
air
Perhitungan masukan dan
keluaran airtanah, neraca
air danau, analisis
hidrogelogi terhadap
neraca air
6 Lintang Nur
Fadlillah (2015)
Kajian Neraca Air Danau
Merdada di Kecamatan
Batur, Banjarnegara untuk
Irigasi Lahan Pertanian di
Sekitarnya
Mengetahui ketersedian air
danau, kebutuhan air irigasi,
potensi danau untuk irigasi
berdasarkan neraca air
Kuantitatif, perhitungan
curah hujan,
evapotranspirasi, runoff,
permodelan air tanah,
volume danau, dan
kebutuhan air irigasi
Neraca air danau,
Kebutuhan air irigasi,
Ketersediaan air danau,
grafik hubungan tinggi
muka air dan volume
danau, grafik neraca air
dan kebutuhan air irigasi
20
1.6. Kerangka Pemikiran
Neraca air danau pada prinsipnya menghitung masukan dan keluaran air
danau pada periode tertentu sehingga diketahui selisih berupa surplus maupun
defisit. Masukan pada danau vulkanik dapat berupa sungai, curah hujan,
limpasan permukaan, dan rembesan air tanah. Keluaran pada neraca air dapat
berupa sungai, bocoran airtanah, evapotranspirasi, dan irigasi. Danau vulkanik
sebagian besar tidak mempunyai masukan berupa sungai. Danau vulkanik yang
berasal dari kawah gunung api yang mengalami sedimentasi dan terisi air
disuplai oleh curah hujan berupa hujan, embun, maupun kabut, rembesan air
tanah, dan limpasan permukaan.
Daerah tangkapan air (DTA) danau merupakan igir yang mengelilingi
danau. Hujan yang jatuh pada DTA menjadi masukan danau, yaitu berupa
hujan yang jatuh di permukaan air danau secara langsung. Selain itu hujan
yang jatuh di DTA dialirkan ke danau dalam bentuk limpasan permukaan dan
masukan airtanah. Hujan yang jatuh di DTA terinfiltrasi ke dalam tanah dan
digunakan untuk memenuhi kebutuhan air tanaman dan disimpan dalam bentuk
aliran dasar (baseflow) atau aliran bawah permukaan (subsurface runoff).
Aliran dasar dan aliran bawah permukaan itu dapat mengisi danau yang keluar
dalam bentuk rembesan airtanah (Seepage/ Groundwater in) atau mataair
(spring) di tepian danau. Hal ini dapat terjadi karena danau berada pada elevasi
terendah dibandingkan daerah sekitarnya.
Keluaran danau secara alami berupa bocoran airtanah (Groundwater
out), yaitu kondisi apabila adanya alir yang keluar dari danau dan mengisi
akuifer. Evapotranspirasi merupakan salah satu keluaran yang dipengaruhi oleh
radiasi matahari. Radiasi matahari mempengaruhi temperatur dan secara tidak
langsung mempengaruhi proses evapotranspirasi danau. Pada wilayah
pegunungan atau dataran tinggi, penyinaran dapat terhalangi oleh awan dan
kabut. Kondisi ini berlaku pada danau di pengunungan, di mana proses
evapotranspirasi pada kondisi tersebut tidak terlalu mempengaruhi keluaran
danau. Debit sungai merupakan keluaran yang harus diperhitungkan,
khususnya pada Danau Merdada. Keluaran sungai dihitung pada saat musim
21
hujan, karena pada saat musim kemarau tidak ada keluaran di Danau Merdada.
Tidak adanya keluaran pada musim kemarau dikarenakan letak sungai keluaran
(outlet) yang berada lebih tinggi dari tinggi muka air.
Keluaran danau secara buatan merupakan keluaran yang dipengaruhi
oleh perilaku manusia. Keluaran buatan pada danau umumnya berupa irigasi.
Irigasi dapat berupa irigasi tertutup melalui proses pemompaan. Pemompaan
yang berlangsung terus-menerus akan memicu berkurangnya volume
tampungan danau. Pada musim kemarau, masukan danau relatif menurun dan
minim. Di sisi lain, penggunaan air danau untuk irigasi semakin intensif karena
lahan pertanian tidak mendapatkan suplai yang cukup dari hujan. Kondisi ini
dapat menyebabkan defisit air danau, apabila debit simpanan tidak mencukupi.
Analisis neraca air danau secara alami digunakan untuk mengetahui
ketersediaan air danau. Potensi sumberdaya air danau secara aktual dapat
diketahui dengan membandingkan besarnya ketersediaan air danau berdasarkan
neraca air alami dengan pemompaan aktual, sedangkan untuk mengetahui
potensi danau secara potensial, dapat dibandingkan neraca air danau alami
dengan kebutuhan air irigasi lahan pertanian di sekitarnya. Pada Danau
Merdada, penggunaan sumberdaya air terbesar adalah irigasi lahan pertanian
kentang. Oleh karena itu, diperlukan analisis potensi danau sebagai sumber
irigasi melalui neraca air danau. Dengan mengetahui ketersediaan air serta
kebutuhan air irigasi dapat dianalisis besarnya potensi danau sebagai sumber
air irigasi. Apabila cadangan air danau lebih besar dari keluaran maka danau
baik untuk digunakan sebagai sumber air. Namun apabila cadangan air
terhitung sebagai defisit, maka perlu dilakukan pengelolaan sumberdaya air
danau agar dapat mendukung kegiatan pertanian dan ekosistem di dalamnya.
Secara jelas kerangka pikir dapat dilihat pada Gambar 1.3.
22
Analisis Neraca Air Danau
Masukan alami Keluaran alami
Hujan Airtanah Sungai Evapotranspirasi
Neraca air danau alami
Simpanan danau
Surplus
Potensi danau untuk irigasi utama lahan pertanian
Irigasi
Pertanian intensif
Pemompaan
aktual
Gambar 1.3. Kerangka Pikir Teoritik
Limpasan
permukaan
Kebutuhan Air Irigasi
Pengaruh Manusia
Defisit
Pemenuhan kebutuhan air irigasi
secara potensial
Terpenuhi Tidak Terpenuhi
Keluaran buatan
23
1.7.Batasan Istilah
Daerah tangkapan air (DTA) merupakan suatu wilayah yang dibatasi oleh
faktor alami dimana hujan jatuh di atasnya dalam suatu sistem aliran
permukaan dan danau, sungai, atau waduk, dan dialir ke laut (Chrismada,
dkk., 2011)
Danau adalah tubuh perairan berupa cekungan tertutup yang terisi air, tidak
bergerak, dan terpisah dari lautan (O’Sulliivan dan Reynolds, 2004),
Efisiensi irigasi adalah jumlah air yang dimanfaatkan untuk irigasi dalam
bentuk persen (%) (James, 1988).
Evapotranspirasi adalah total penguapan pada permukaan lahan yang
ditumbuhi tanaman dari air dan lahan (Triatmodjo, 2010)
Groundwater Nett (Gnett) merupakan total debit air tanah yang masuk ke
danau dan keluar dari danau (Dinka, et.al., 2014)
Kebutuhan air irigasi merupakan air yang dibutuhkan dari masa persiapan
hingga panen untuk pertumbuhan tanaman (Suripto, 2011). Menunjukkan
kebutuhan air secara potensial bagi tanaman tertentu.
Ketersediaan air irigasi merupakan besarnya air yang tersedia di danau, sungai,
dan waduk, yang dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan irigasi
(Suripto, 2011)
Limpasan permukaan merupakan hujan yang mengalir di atas permukaan tanah
dan mengalir ke tempat yang lebih rendah dan mengisi sungai karena
gravitasi (Triatmodjo, 2010)
Luas area irigasi adalah luas lahan pertanian yang akan diairi (Triatmodjo,
2010).
Neraca air danau adalah masukan dan keluaran air di suatu danau dalam
periode waktu tertentu.
Neraca air alami adalah masukan dan keluaran tanpa dipengaruhi oleh keluaran
maupun masukan buatan (pengaruh manusia), misalnya irigasi.
Pemompaan aktual merupakan besarnya air yang diturap menggunakan pompa
dengan efiensi pemompaan tertentu perbulannya.
24
Pemompaan maksimal merupakan besarnya air yang diturap menggunakan
pompa dengan jumlah pompa maksimal (200 unit) dan waktu maksimal
(12 jam).