bab i pendahuluan - erepo.unud.ac.iderepo.unud.ac.id/8675/3/b40ea99612da6313800753718bafa6f6.pdf ·...

52
1 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Cabai merupakan salah satu komoditas hortikultura unggulan yang mempunyai potensi produksi tinggi dan mempunyai nilai ekonomi yang cukup penting. Dalam peningkatan produksi dan kualitas cabai merah terhadap adanya serangan Organisme Pengganggu Tanaman (OPT) yang dapat menyebabkan menurunnya tingkat produksi sayuran. Hama yang banyak menyerang tanaman jenis sayuran seperti cabai yaitu kutu daun persik (Myzus persicae Sulz). Kutu daun merupakan serangga yang termasuk dalam golongan family aphididae yang merupakan salah satu hama serangga yang paling utama dan merugikan di dunia (Pracaya, 2008). Kutu daun ini berada pada permukaan bawah daun mengisap cairan daun muda dan bagian tanaman yang masih muda. Daun yang terserang akan tampak berbercak-bercak, perubahan warna daun dari hijau menjadi kuning kecoklatan serta menggulungnya daun yang menyebabkan daun menjadi keriting dan mati. Menghadapi kendala serius yang telah ditenggarai, mendorong para petani untuk menggunakan pestisida. Pestisida merupakan substansi sintetik dan bahan lain yang digunakan untuk mengendalikan berbagai hama. Awalnya, manusia menggunakan pestisida nabati dalam pembasmian hama namun sejak ditemukannya dikloro difenil trikloroetan (DDT) tahun 1939 yang telah memberikan hasil yang cepat dan efektif sehingga meningkatkan kepercayaan para petani terhadap pestisida sintetik yang akhirnya menimbulkan ketergantungan serta memberikan efek negatif terhadap kesehatan konsumen dan

Upload: truongngoc

Post on 03-Feb-2018

221 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB I PENDAHULUAN - erepo.unud.ac.iderepo.unud.ac.id/8675/3/b40ea99612da6313800753718bafa6f6.pdf · 1.1 Latar Belakang ... hasil bahwa dengan konsentrasi ekstrak 100% dapat menurunkan

1

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Cabai merupakan salah satu komoditas hortikultura unggulan yang

mempunyai potensi produksi tinggi dan mempunyai nilai ekonomi yang cukup

penting. Dalam peningkatan produksi dan kualitas cabai merah terhadap adanya

serangan Organisme Pengganggu Tanaman (OPT) yang dapat menyebabkan

menurunnya tingkat produksi sayuran. Hama yang banyak menyerang tanaman

jenis sayuran seperti cabai yaitu kutu daun persik (Myzus persicae Sulz).

Kutu daun merupakan serangga yang termasuk dalam golongan family aphididae

yang merupakan salah satu hama serangga yang paling utama dan merugikan di

dunia (Pracaya, 2008). Kutu daun ini berada pada permukaan bawah daun

mengisap cairan daun muda dan bagian tanaman yang masih muda. Daun yang

terserang akan tampak berbercak-bercak, perubahan warna daun dari hijau

menjadi kuning kecoklatan serta menggulungnya daun yang menyebabkan daun

menjadi keriting dan mati. Menghadapi kendala serius yang telah ditenggarai,

mendorong para petani untuk menggunakan pestisida. Pestisida merupakan

substansi sintetik dan bahan lain yang digunakan untuk mengendalikan berbagai

hama. Awalnya, manusia menggunakan pestisida nabati dalam pembasmian hama

namun sejak ditemukannya dikloro difenil trikloroetan (DDT) tahun 1939 yang

telah memberikan hasil yang cepat dan efektif sehingga meningkatkan

kepercayaan para petani terhadap pestisida sintetik yang akhirnya menimbulkan

ketergantungan serta memberikan efek negatif terhadap kesehatan konsumen dan

Page 2: BAB I PENDAHULUAN - erepo.unud.ac.iderepo.unud.ac.id/8675/3/b40ea99612da6313800753718bafa6f6.pdf · 1.1 Latar Belakang ... hasil bahwa dengan konsentrasi ekstrak 100% dapat menurunkan

2

2

kerusakan lingkungan karena dapat mengakibatkan akumulasi bahan - bahan yang

berbahaya di alam dan pada akhirnya akan berdampak pada organisme non target.

Untuk mengendalikan hama kutu daun persik yang ramah lingkungan dan aman

untuk kesehatan konsumen dapat menggunakan bahan alam yang cukup potensial

adalah bahan insektisida dari tumbuhan atau yang sering disebut pestisida nabati.

Salah satu tanaman yang dapat digunakan sebagai pestisida nabati yaitu tanaman

sirsak (Annona muricata L.). Daun sirsak mengandung senyawa kimia antara lain

:flavonioid, saponin dan terpenoid yang pada konsentrasi tinggi dan memiliki

keistimewaan sebagai racun perut sehingga menyebabkan hama mengalami

kematian (Achmad,2008).

Penelitian yang telah dilakukan terhadap tanaman sirsak diantaranya

dengan menggunakan ekstrak daun sirsak dan ekstrak bawang putih sebagai

insektisida nabati untuk mengatasi hama Thrips pada tanaman tomat menunjukkan

hasil bahwa dengan konsentrasi ekstrak 100% dapat menurunkan jumlah hama

dengan presentase 88%. (Sarmanto,2002). Penelitian lainnya yang telah dilakukan

terhadap daun sirsak (Annona muricata L.) adalah sebagai larvasida yang

memiliki aktivitas bioaktif dengan nilai LC50 sebesar 61,25 % terbukti dapat

menekan pertumbuhan Aedes sp (Wahyudi, 2001).

Pada penelitian ini juga akan diamati pengaruh pemberian ekstrak daun

sirsak dengan cara penyemprotan untuk mengetahui pengaruhnya terhadap hama

terutama pada kutu daun persik. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah

satu solusi pemecahan masalah untuk mengatasi hama kutu daun persik yang

menyerang sayuran yang selama ini pembasmiannya masih sering menggunakan

pestisida sintetik.

Page 3: BAB I PENDAHULUAN - erepo.unud.ac.iderepo.unud.ac.id/8675/3/b40ea99612da6313800753718bafa6f6.pdf · 1.1 Latar Belakang ... hasil bahwa dengan konsentrasi ekstrak 100% dapat menurunkan

3

3

1.2. Rumusan Masalah

Permasalahan yang muncul dalam penelitian ini adalah :

1. Berapa konsentrasi efektif ekstrak daun sirsak terhadap mortalitas kutu

daun persik pada tanaman cabai merah?

2. Golongan senyawa apakah yang terkandung dalam isolat tersebut?

1.3. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk :

1. Mengetahui konsentrsasi ekstrak daun sirsak yang efektif terhadap

mortalitas kutu daun persik pada tanaman cabai merah

2. Untuk mengetahui golongan senyawa yang terkandung pada isolat

tersebut.

1.4. Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat Teoritis

1. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai senyawa

aktif daun sirsak sebagai pestisida nabati terhadap hama kutu daun pada

tanaman cabai.

2. Pada penelitian ini dapat memberikan informasi mengenai konsentrasi

yang tepat pada pembuatan ekstrak daun sirsak sebagai pestisida alami.

1.4.2 Manfaat Praktis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai teknologi

pemberantasan hama kutu daun secara organik dengan penggunaan

ekstrak daun sirsak sebagai pestisida nabati yang merupakan satu alternatif

pemberantas hama, karena selain biayanya lebih murah, mudah didapat,

Page 4: BAB I PENDAHULUAN - erepo.unud.ac.iderepo.unud.ac.id/8675/3/b40ea99612da6313800753718bafa6f6.pdf · 1.1 Latar Belakang ... hasil bahwa dengan konsentrasi ekstrak 100% dapat menurunkan

4

4

aman, juga karena bahan alamiah relatif tidak menimbulkan residu yang

membahayakan lingkungan sekitar maupun konsumen.

Page 5: BAB I PENDAHULUAN - erepo.unud.ac.iderepo.unud.ac.id/8675/3/b40ea99612da6313800753718bafa6f6.pdf · 1.1 Latar Belakang ... hasil bahwa dengan konsentrasi ekstrak 100% dapat menurunkan

5

5

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pestisida

2.1.1 Sejarah Pestisida

Penggunaan pestisida kimia pertama kali diketahui sekitar 4.500 tahun

yang lalu (2500 SM) yaitu pemanfaatan asap sulfur untuk mengendalikan tungau

di Sumeria. Penggunaan bahan kimia beracun seperti arsenic, mercury dan serbuk

timah diketahui mulai digunakan untuk memberantas serangga pada abad ke-15.

Kemudian pada abad ke-17 nikotin sulfate yang diekstrak dari tembakau mulai

digunakan sebagai insektisida. Pada abad ke-19 diintroduksi dua jenis pestisida

alami yaitu, pyretrum yang diekstrak dari chrysanthemum dan rotenon yang

diekstrak dari akar tuba Derris eliptica (Ware,1983).

Pada tahun 1874 Othmar Zeidler adalah orang yang pertama kali

mensintesis DDT (Dichloro Diphenyl Trichloroethane), tetapi fungsinya sebagai

insektisida baru ditemukan oleh ahli kimia Swiss, Paul Hermann Muller. Pada

tahun 1940 mulai dilakukan produksi pestisida sintetik dalam jumlah besar dan

diaplikasikan secara luas. Penggunaan pestisida terus meningkat lebih dari 50 kali

lipat semenjak tahun 1950 dan sekarang sekitar 2,5 juta ton pestisida ini

digunakan setiap tahunnya (Sudarmo, 1987).

2.1.2 Pengertian Pestisida

Pestisida berasal dari kata pest yang berarti hama dan sida berasal dari kata

caedo berarti pembunuh. Pestisida dapat diartikan secara sederhana sebagai

pembunuh hama. Menurut peraturan pemerintah RI No. 7 tahun 1973, pestisida

adalah campuran bahan kimia yang dapat digunakan untuk mencegah, membasmi

Page 6: BAB I PENDAHULUAN - erepo.unud.ac.iderepo.unud.ac.id/8675/3/b40ea99612da6313800753718bafa6f6.pdf · 1.1 Latar Belakang ... hasil bahwa dengan konsentrasi ekstrak 100% dapat menurunkan

6

6

memusnahkan, menolak dan mengendalikan hewan/tumbuhan penggangu seperti

binatang pengerat, termasuk serangga bentuk hewan atau tanaman dan

mikroorganisme pengganggu dengan tujuan kesejahteraan manusia. Berdasarkan

asal bahan yang digunakan untuk membuat pestisida, maka pestisida dapat

dibedakan ke dalam tiga golongan yaitu :

a. Pestisida Sintetik, yaitu pestisida yang diperoleh dari hasil sintesa kimia,

contohnya organoklorin, organofospat dan karbamat.

b. Pestisida Nabati, yaitu pestisida yang berasal dari tumbuh-tumbuhan,

contohnya neem oil yang berasal dari pohon mimba.

c. Pestisida Biologi, yaitu pestisida yang berasal dari jasad renik atau mikrobia

yaitu jamur, bakteri atau virus contohnya spora Trichoderma sp. digunakan

untuk mengendalikan penyakit akar putih pada tanaman karet dan layu

fusarium pada cabai (Sitompul, 1987).

2.1.3 Pestisida Nabati

Pestisida nabati merupakan produk alam dari tumbuhan seperti daun,

bunga, buah, biji, kulit dan batang yang mempunyai kelompok metabolit sekunder

atau senyawa bioaktif. Beberapa tumbuhan menghasilkan racun, ada juga yang

mengandung senyawa-senyawa kompleks yang dapat mengganggu siklus

pertumbuhan serangga, sistem pencernaan atau mengubah perilaku serangga.

Beberapa jenis tanaman yang mampu mengendalikan hama seperti famili

Meliaceae (nimba, Aglaia) dan famili Anonaceae (biji sirsak). Pemakaian

pestisida nabati dengan penggunaan dan dosis yang benar dapat mengurangi

hama, mengurangi biaya produksi karena bahan dasar pestisida nabati dapat

Page 7: BAB I PENDAHULUAN - erepo.unud.ac.iderepo.unud.ac.id/8675/3/b40ea99612da6313800753718bafa6f6.pdf · 1.1 Latar Belakang ... hasil bahwa dengan konsentrasi ekstrak 100% dapat menurunkan

7

7

dibudidayakan dan dibuat setiap saat sesuai kebutuhan dan yang penting adalah

tidak mencemari lingkungan. Dari sisi lain, pestisida nabati mempunyai

keistimewaan yaitu bersifat mudah terurai di alam sehingga tidak mencemari

lingkungan dan relatif lebih aman bagi manusia dan ternak peliharaan karena

residunya mudah terurai. Menurut Kardinan (2000) bahan alami yang paling

menjanjikan prospeknya untuk dikembangkan sebagai pestisida pada tanaman –

tanaman famili Meliaceae (misalnya mimba), Annonaceae ( misalnya sirsak),

Rutaceae, Asteraceae, Labiateae dan Canllaceae (Kardinan, 2000).

2.2 Sirsak

2.2.1 Klasifikasi Sirsak

Klasifikasi

Kingdom : Plantae (Tumbuhan)

Sub kingdom : Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh)

Divisi : Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)

Kelas : Magnoliopsida (Berkeping dua)

Ordo : Magnoliales

Super Divisi : Spermatophyta (Menghasilkan biji)

Sub Kelas : Magnoliidae

Famili : Annonaceae

Genus : Annona

Page 8: BAB I PENDAHULUAN - erepo.unud.ac.iderepo.unud.ac.id/8675/3/b40ea99612da6313800753718bafa6f6.pdf · 1.1 Latar Belakang ... hasil bahwa dengan konsentrasi ekstrak 100% dapat menurunkan

8

8

Spesies : Annonamuricata

Daun sirsak dapat dilihat pada gambar 2.1

Gambar 2.1 Daun sirsak

2.2.2 Kandungan Kimia Daun Sirsak

Daun sirsak mengandung senyawa kimia antara lain : flavonioid, saponin dan

steroid/terpenoid yang pada konsentrasi tinggi, memiliki keistimewaan sebagai

racun kontak dan racun perut sehingga menyebabkan hama mengalami kematian

(Kardinan, 2000).

1) Flavonoid

Flavonoid mencangkup banyak pigmen yang paling umum dan

terdapat pada seluruh dunia tumbuhan mulai dari fungus sampai angiospermae.

Pada tumbuhan tinggi, flavonoid terdapat baik dalam bagian vegetatif maupun

dalam bunga. Beberapa fungsi flavonoid pada tumbuhan ialah pengatur tumbuh,

pengatur fotosintesis, kerja antimikroba dan antivirus serta kerja terhadap

serangga (Evans, 2000). Pada tanaman, flavonoid berada dalam bentuk aglikon

dan glikosida. Flavonoid glikosida lebih mudah larut dalam air, campuran pelarut

polar seperti metanol, etanol, butanol, aseton, dengan air karena adanya gula yang

Page 9: BAB I PENDAHULUAN - erepo.unud.ac.iderepo.unud.ac.id/8675/3/b40ea99612da6313800753718bafa6f6.pdf · 1.1 Latar Belakang ... hasil bahwa dengan konsentrasi ekstrak 100% dapat menurunkan

9

9

terikat pada flavonoid. Sebaliknya aglikon flavonoid yang bersifat kurang polar

lebih mudah larut dalam kloroform (Markham, 1988).

Menurut penelitian US Department of Agriculture (2007) menyatakan

bahwa genus annona mengandung flavonoid golongan flavonol, flavon, flavanon

dan katekin. Adapun kerangka dasarnya ditampilkan pada Gambar 2.2.

Flavonol Flavon Flavanon

Antosianin Katekin (flavan 3-ol)

Gambar 2.2 Struktur Dasar Beberapa Senyawa Flavonoid (Marais et al., 2006)

Senyawa golongan flavonoid seperti flavon, flavanon, dan flavanol

umumnya banyak ditemukan di alam. Flavonol merupakan ko-pigmen warna alam

bunga sianik dan asianik, dan tersebar luas dalam daun, buah-buahan serta biji-

bijian. Flavonol umumnya terdapat sebagai glikosida yaitu 3-glikosida. Flavon

berbeda dengan flavonol dimana pada flavon tidak terdapat gugusan 3-hidroksi.

Flavon terdapat juga sebagai glikosidanya namun lebih sedikit daripada jenis

Page 10: BAB I PENDAHULUAN - erepo.unud.ac.iderepo.unud.ac.id/8675/3/b40ea99612da6313800753718bafa6f6.pdf · 1.1 Latar Belakang ... hasil bahwa dengan konsentrasi ekstrak 100% dapat menurunkan

10

10

glikosida pada flavonol. Jenis flavon yang paling umum adalah 7-glukosida dan

terdapat juga flavon yang terikat pada gula melalui ikatan karbon (Kuhnau, 1976).

Golongan flavonoid lainnya yang terkandung dalam genus annona yaitu

flavanon. Flavanon glikosida merupakan konstituen utama dari tanaman genus

annona. Flavanon termasuk aglikon flavonoid yang aktif optik (yaitu memutar

cahaya terpolarisasi-datar), dikarenakan terdapatnya atom karbon asimetrik

(Markham, 1982). Seperti halnya flavanon, flavan 3-ol (katekin) termasuk aglikon

flavonoid yang aktif optik. Katekin merupakan golongan flavonoid yang secara

alami dihasilkan oleh tumbuhan. Katekin memiliki aktivitas antioksidan karena

gugus fenol yang dimilikinya. Katekin sering disebut dengan senyawa polifenol

karena memiliki dua gugus fenol (cincin A dan cincin B) serta satu gugus

dihidropiran (cincin C). Katekin merupakan kandungan utama pada polifenol

yang dimiliki teh (Grotewold, 2006).

Beberapa jenis flavonoid yang telah ditemukan mempunyai bioaktivitas

tertentu, seperti flavon, flavanon dan flavanol diduga memiliki bioaktivitas

tertentu seperti antiinflamasi, antidiuretika dan antikanker, antosianidin sebagai

antioksidan dan katekin sebagai insektisida (Harborne, 1987).

2) Saponin

Saponin mula-mula diberi nama demikian karena sifatnya yang menyerupai

sabun (bahasa latin sapo berarti sabun). Saponin merupakan senyawa berasa

pahit, menusuk, menyebabkan bersin dan mengakibatkan iritasi terhadap selaput

lendir. Saponin adalah senyawa aktif permukaan yang kuat yang menimbulkan

busa jika dikocok. Dalam larutan yang sangat encer saponin sangat beracun untuk

Page 11: BAB I PENDAHULUAN - erepo.unud.ac.iderepo.unud.ac.id/8675/3/b40ea99612da6313800753718bafa6f6.pdf · 1.1 Latar Belakang ... hasil bahwa dengan konsentrasi ekstrak 100% dapat menurunkan

11

11

ikan, dan tumbuhan yang mengandung saponin telah digunakan sebagai racun

ikan selama beratus-ratus tahun (Robinson,1995).

3) Steroid

Steroid adalah suatu kelompok senyawa yang mempunyai kerangka dasar

siklopentanaperhidrofenantrena, mempunyai empat cincin terpadu yang terdiri

atas tiga cincin

lingkar enam dan satu cincin lingkar lima (David, 1997). Adapun struktur dasar

dari steroid dipaparkan pada Gambar 2.3

Gambar 2.3 Struktur Dasar Steroid (Ahmed, 2007)

Steroid terdiri atas beberapa kelompok senyawa dan pengelompokkannya

didasarkan pada efek fisiologis yang diberikan oleh masing-masing senyawa.

Kelompok-kelompok senyawa tersebut antara lain yaitu sterol, asam-asam

empedu, hormon seks, hormon adrenokortikoid, aglikon kardiak, dan sapogenin.

Senyawa-senyawa steroid tersebar luas dalam hewan dan tumbuhan (Robinson,

1995). Efek fisiologis dan farmakologi yang telah diketahui dari senyawa steroid

diantaranya, mempunyai efek anti peradangan atau anti inflamasi yang kuat

sehingga sering digunakan untuk mengurangi pembengkakan otak dan pengobatan

secara (Fransworth, 1966).

R 3

R 2R1

Page 12: BAB I PENDAHULUAN - erepo.unud.ac.iderepo.unud.ac.id/8675/3/b40ea99612da6313800753718bafa6f6.pdf · 1.1 Latar Belakang ... hasil bahwa dengan konsentrasi ekstrak 100% dapat menurunkan

12

12

Dari kandungan kimia daun sirsak yang telah dipaparkan dapat dijadikan

acuan beberapa peneliti untuk melakukan kajian tumbuhan ini sebagai

biopestisida. Tanaman ini mengandung minyak 42 – 45 %, merupakan racun

kontak dan racun perut. Bermanfaat sebagai insektisida, repellent (penolak), dan

antifeedant (Maulana, 2010).

2.3 Tanaman Cabai Merah (Capsipcum annum L.)

Cabai termasuk tumbuhan anggota genus Capsicum yang berasal dari Benua

Amerika tepatnya dari daerah Peru dan menyebar ke negara – negara yang berada

di Benua Amerika, Eropa dan Asia termasuk Negara Indonesia. Tanaman cabai

banyak mengandung vitamin A dan C serta mengandung minyak atsiri capsaicin,

yang menyebabkan rasa pedas. Tanaman cabai cocok ditanam pada tanah yang

kaya humus, gembur dan sarang serta tidak tergenang air ; pH tanah yang ideal

sekitar 5 - 6. Tanaman cabai diperbanyak melalui biji yang ditanam dari tanaman

yang sehat serta bebas dari hama dan penyakit. Batang cabai ini memanjat, melilit

atau melata dengan akar-akar yang melekat mirip tanaman sirih atau lada,

sehingga pertumbuhan tanaman cabe membutuhkan tanaman yang cukup besar

untuk melekatkan akar-akarnya karena batang cabai sedikit mengandung zat kayu.

Daun tanaman cabai berwarna hijau muda mengkilap, berbentuk bulat telur,

pangkal daun membulat, tetapi ujung daun runcing. Pada permukaan daun

terdapat bintik-bintik kelenjar yang memiliki panjang 4 – 10 cm dan lebar daun

1,5 – 4 cm. Bunga cabai berkelamin tunggal. Bunganya berbentuk ulir. Buah

terbentuk dari bunga. Bentuk buahnya bulat memanjang. Ketika masih muda,

buah cabe berwarna hijau, kemudian setelah tua buah berubah menjadi warna

merah tua menyala. Buah yang sudah matang akan berubah warna menjadi merah

Page 13: BAB I PENDAHULUAN - erepo.unud.ac.iderepo.unud.ac.id/8675/3/b40ea99612da6313800753718bafa6f6.pdf · 1.1 Latar Belakang ... hasil bahwa dengan konsentrasi ekstrak 100% dapat menurunkan

13

13

cerah. Panjang buah sekitar 2-7 cm denan ukuran biji sekitar 2-2,5 mm. Biji buah

berwarna kuning kecoklatan (Simanjorang, 2008).

Buah cabai merupakan salah satu tanaman sayuran yang mempunyai nilai

ekonomi tinggi serta dapat dimanfaatkan untuk banyak keperluan, baik

berhubungan dengan kegiatan masak-memasak maupun untuk keperluan yang lain

seperti untuk bahan ramuan obat tradisional. Buah cabai dapat bermanfaat untuk

membantu kerja pencernaan tubuh manusia. Kandungan minyak atsiri ini

dimanfaatkan untuk mengganti fungsi minyak kayu putih. Minyak ini diketahui

dapat mengurangi rasa pegal, rematik, sesak nafas dan gatal-gatal.

Cabai dapat beradaptasi dengan baik pada temperatur 24-27 ºC, dengan

kedudukan yang tidak terlalu tinggi. Sinar matahari yang banyak, baik intensitas

maupun lama penyinaran, sangat menguntungkan pertumbuhan tanaman cabai.

Selain itu, banyaknya sinar matahari akan menekan perkembangan

hama/pathogen.

Menurut Waritek (2006) kedudukan taksonomi tanaman cabai merah

adalah sebagai berikut :

Kingdom : Plantae

Filum : Angiospermae

Kelas : Dictyledoneae

Famili : Sonalaceae

Ordo : Tubiflorae (Solanales)

Genus : Capsicum

Spesies : Capsicum annum L.

Page 14: BAB I PENDAHULUAN - erepo.unud.ac.iderepo.unud.ac.id/8675/3/b40ea99612da6313800753718bafa6f6.pdf · 1.1 Latar Belakang ... hasil bahwa dengan konsentrasi ekstrak 100% dapat menurunkan

14

14

2.3.1 Hama dan penyakit yang menyerang tanaman cabai

Merebaknya hama atau penyakit biasanya berhubungan dengan tingkat

perkembangan tanaman inang. Pengelolaan tanaman cabai mempunyai resiko

yang cukup tinggi karena serangan hama dan penyakit menyebabkan kegagalan

panen dapat mencapai 100%. Penggunaan pestisida menjadi sangat berlebihan

antara 35%-50% dari total biaya produksi dan dampak negatif yang terjadi adalah

resistensi hama, regenerasi dan timbulnya hama sekunder.

Jenis-jenis hama yang banyak menyerang tanaman cabai antara lain kutu

daun dan belalang. Kutu daun menyerang tunas muda cabai secara bergerombol.

Daun yang terserang melingkar dan mengkerut. Embun jelaga yang hitam ini

sering menjadi tanda tidak langsung serangan kutu daun. Gejala serangan hama

kutu daun berupa bercak putih di daun karena hama ini menghisap cairan daun.

Bercak tersebut berubah menjadi kecoklatan dan mematikan daun.

Jenis-jenis penyakit yang banyak menyerang cabai antara lain antraks atau

patek yang disebabkan oleh cendawan Colletotricum capsici dan Colletotricum

piperatum, bercak daun (Cercospora capsici) dan yang cukup berbahaya ialah

penyakit keriting daun (TMV, CMVm, dan virus lainnya). Gejala serangan

antraks atau patek adalah bercak-bercak pada buah, buah kehitaman dan

membusuk, kemudian rontok. Gejala serangan bercak daun ialah bercak-bercak

kecil yang akan melebar. Pinggir bercak berwarna lebih tua dari bagian

tengahnya. Pusat bercak ini sering robek atau berlubang. Daun berubah

kekuningan lalu gugur. Serangan keriting daun sesuai namanya ditandai oleh

keriting dan mengkerutnya daun (Waritek, 2006).

Page 15: BAB I PENDAHULUAN - erepo.unud.ac.iderepo.unud.ac.id/8675/3/b40ea99612da6313800753718bafa6f6.pdf · 1.1 Latar Belakang ... hasil bahwa dengan konsentrasi ekstrak 100% dapat menurunkan

15

15

2.3.2 Hama Kutu Daun Persik (Myzus persicae Sulz)

Menurut Deptan (2005) taksonomi hama kutu daun persik ialah sebagai

berikut :

Kingdom : Animalia

Filum : Arthropoda

Kelas : Insecta

Famili : Aphididae

Ordo : Homoptera

Genus : Myzus

Spesies : Myzus persicae Sulz

Myzus persicae merupakan serangga yang termasuk dalam golongan

family aphid. Di Indonesia ada beberapa jenis aphids yang sering menyerang dan

ditemukan pada tanaman sayuran seperti cabai terutama di daerah Jawa

diantaranya M. persicae, A. gossypii dan A. Spiraecola. Diketahui bahwa hama

aphids ini merupakan salah satu hama serangga yang paling utama dan penting di

dunia. (Borror, 1992).

Myzus persicae adalah kutu daun yang berwarna kuning kehijauan atau

kemerahan. Baik kutu muda (nimfa atau apterae) maupun dewasa (imago atau

alatae) mempunyai antena yang relatif panjang, kira-kira sepanjang tubuhnya.

Panjang tubuh kurang lebih 2 mm. Hidupnya berkelompok pada bagian bawah

helaian daun atau pada pucuk tanaman. Nimfa dan imago mempunyai sepasang

tonjolan pada ujung abdomen yang disebut kornikel. Ujung kornikel pada kutu

daun persik berwarna hitam. Kutu daun dewasa dapat menghasilkan keturunan

(nimfa) tanpa melalui perkawinan. Sifat ini disebut Partenogenesis. Satu ekor

Page 16: BAB I PENDAHULUAN - erepo.unud.ac.iderepo.unud.ac.id/8675/3/b40ea99612da6313800753718bafa6f6.pdf · 1.1 Latar Belakang ... hasil bahwa dengan konsentrasi ekstrak 100% dapat menurunkan

16

16

dewasa dapat menghasilkan kira-kira 2-20 anak setiap hari dan bila keadaan baik

daur hidupnya 2 minggu. Selama tidak mengalami gangguan dan makanan cukup

tersedia, kejadian tersebut berlangsung terus menerus sampai populasi menjadi

padat. Nimfa terdiri atas 4 instar. Nimfa-nimfa yang dihasilkan tersebut pada 7 -

10 hari kemudian akan menjadi dewasa dan dapat menghasilkan keturunan lagi

(Pracaya, 2008).

Gambar 2.4 Kutu daun persik (Myzus persicae Sulz)

Kutu daun yang berada pada permukaan bawah daun mengisap cairan daun

muda dan bagian tanaman yang masih muda. Daun yang terserang akan tampak

berbercak-bercak. Hal ini akan menyebabkan daun menjadi keriting. Pada bagian

tanaman yang terserang akan didapati kutu yang bergerombol. Bila terjadi

serangan berat daun akan berkerut-kerut (menjadi keriput), tumbuhnya kerdil,

berwarna kekuningan, daun-daunnya terpuntir, menggulung kemudian layu dan

mati. Kutu daun persik merupakan hama yang menjadi hama utama karena

beberapa alas an diantaranya mampu bertahan hidup pada hampir semua tanaman

budidaya, merupakan penular yang paling efisien dibandingkan hama lainnya dan

terakhir beberapa populasi telah mengalami mutasi sehingga memiliki kekebalan

dibandingkan jenis aphids yang lain akibatnya spesies ini cenderung lebih sulit

dikendalikan.

Page 17: BAB I PENDAHULUAN - erepo.unud.ac.iderepo.unud.ac.id/8675/3/b40ea99612da6313800753718bafa6f6.pdf · 1.1 Latar Belakang ... hasil bahwa dengan konsentrasi ekstrak 100% dapat menurunkan

17

17

Kutu daun merupakan vektor penting yang dapat menularkan penyakit

virus menggulung pada daun. Infestasi berarti infeksi (masuknya bibit penyakit)

yang melaju secara cepat pada permukaan atau menyebar pada tanaman. Infestasi

aphids dimulai saat beberapa serangga aphids yang bersayap hinggap pada

tanaman inang dimanapun berada. Aphids yang beterbangan dan hinggap di

tanaman tersebut bisa saja berasal dari beberapa tempat mulai dari yang jarak

terdekat hingga beratus-ratus kilometer.

Gambar 2.5 Daun cabai yang terkena hama kutu daun

Tanaman inangnya lebih dari 400 jenis, dengan inang utama pada sayuran

adalah cabai, kentang dan tomat. Kutu ini dapat berperan sebagai vektor lebih dari

90 jenis virus penyakit pada sekitar 30 famili tanaman antara lain meliputi jenis

kacang - kacangan, tebu, sayuran, buah dan tembakau. Populasi hama ini dapat

meningkat pada musim kemarau, sebaliknya pada musim hujan populasi akan

turun (Baehaki,1992).

Gambar 2.6 Populasi kutu daun

Page 18: BAB I PENDAHULUAN - erepo.unud.ac.iderepo.unud.ac.id/8675/3/b40ea99612da6313800753718bafa6f6.pdf · 1.1 Latar Belakang ... hasil bahwa dengan konsentrasi ekstrak 100% dapat menurunkan

18

18

Pengendalian hama kutu daun ini dapat dilakukan dengan penyemprotan

insektisida, bila populasi tinggi (ambang batas) yaitu lebih dari 50 setiap tanaman

pada tanaman muda, tanaman pindahan dan hampir panen. Musuh alami kutu

daun ini dapat berupa predator yang berfungsi sebagai musuh alami dari hama ini

seperti kumbang macan, laba-laba, larva dari syrphid, dan belalang sembah

(Arifin,2003).

2.4 Analisis Komponen Tumbuhan

Analisis terhadap senyawa metabolit sekunder yang terdapat dalam

tumbuhan dilakukan melalui beberapa tahapan, meliputi: ekstraksi, pemisahan dan

pemurnian serta identifikasi.

2.4.1 Ekstraksi

Ekstraksi merupakan suatu metode analisis untuk menarik komponen

kimia yang terdapat dalam sampel (bahan alam) seperti jaringan tumbuhan,

hewan, mikroorganisme, dan sebagainya dengan menggunakan pelarut yang

sesuai. Ekstraksi juga merupakan proses pemisahan satu atau lebih komponen dari

suatu campuran homogen menggunakan pelarut cair (solven) sebagai separating

agen. Metode ekstraksi yang tepat secara alamiah tergantung pada tekstur,

kandungan air, matriks sampel yang diekstrak serta jenis senyawa yang akan

diisolasi. Jaringan tumbuhan yang digunakan dalam ekstraksi sebaiknya

digunakan jaringan yang segar atau tumbuhan yang dikeringkan pada suhu kamar

terlebih dahulu sebelum diekstraksi. Jaringan tumbuhan terlebih dahulu dimatikan

dengan cara mencelupkan ke dalam alkohol mendidih. Hal ini bertujuan untuk

mencegah terjadinya oksidasi atau hidrolisis enzimatik (Harborne, 1987).

Page 19: BAB I PENDAHULUAN - erepo.unud.ac.iderepo.unud.ac.id/8675/3/b40ea99612da6313800753718bafa6f6.pdf · 1.1 Latar Belakang ... hasil bahwa dengan konsentrasi ekstrak 100% dapat menurunkan

19

19

Pelarut yang digunakan dalam metode ekstraksi tergantung pada jenis

senyawa yang akan diekstrak. Jika senyawanya polar maka digunakan pelarut

polar, jika senyawanya nonpolar digunakan pelarut nonpolar, dan jika senyawanya

semipolar digunakan pelarut semipolar. Hal ini sesuai dengan prinsip dari

kelarutan yaitu like dissolve like. Pelarut yang umumnya digunakan untuk proses

isolasi senyawa organik bahan alam adalah pelarut etanol atau metanol baik murni

maupun dicampur air karena dapat melarutkan seluruh golongan metabolit

sekunder. Pelarut etanol atau metanol tersebut mempunyai dua kutub yang

berbeda, yaitu kutub nonpolar (CH3) dan kutub polar (OH) yang saling

berdekatan. Dengan demikian diharapkan semua jenis senyawa kimia dari yang

bersifat polar sampai nonpolar akan larut ke dalam pelarut tersebut (Harborne,

1987). Pada tahap ekstraksi dapat dilakukan dengan metode maserasi, perkolasi

atau sokhletasi (Swantara, 2005). Teknik ekstraksi yang digunakan dalam

penelitian ini adalah teknik maserasi dan partisi.

2.4.1.1 Maserasi

Maserasi atau bahasa latin macere, yang artinya “merendam” merupakan

salah satu jenis ekstraksi yang sederhana dan umum digunakan. Maserasi

merupakan proses perendaman sampel menggunakan pelarut yang sesuai, baik

murni maupun campuran pada temperatur ruangan. Teknik maserasi memiliki

keuntungan diantaranya lebih praktis dan tidak memerlukan pemanasan

sedangkan kekurangannya adalah pelarut yang digunakan relatif banyak. Filtrat

yang diperoleh dari proses tersebut kemudian diuapkan dengan alat penguap putar

vakum (rotary vacuum evaporator) pada tekanan rendah hingga menghasilkan

ekstrak kental (Harborne, 1987). Ekstrak yang dihasilkan dari ekstraksi awal ini

Page 20: BAB I PENDAHULUAN - erepo.unud.ac.iderepo.unud.ac.id/8675/3/b40ea99612da6313800753718bafa6f6.pdf · 1.1 Latar Belakang ... hasil bahwa dengan konsentrasi ekstrak 100% dapat menurunkan

20

20

(ekstraksi dari bahan tumbuhan) umumnya disebut ekstrak kasar (crude extract)

(Swantara, 2005). Metode ini pada dasarnya dilakukan dengan perendaman

sampel berkali – kali dengan pengadukan. Pengadukan dapat dilakukan dengan

menggunakan alat rotary shaker dengan kecepatan sekitar 150 rpm. Umumnya

perendaman dilakukan 24 jam dan selanjutnya pelarut diganti dengan pelarut baru.

Namun dari beberapa penelitian melakukan melakukan perendaman hingga 48

jam. Selama proses perendaman, cairan akan menembus dinding sel dan masuk ke

dalam rongga sel yang mengandung zat aktif. Kemudian zat aktif akan larut dan

karena adanya perbedaan konsentrasi antara larutan zat aktif di dalam sel dengan

di luar sel, maka larutan yang terpekat didesak keluar. Peristiwa tersebut terus

berulang hingga terjadi keseimbangan konsentrasi antara larutan di luar sel

dengan larutan di dalam sel.

Beberapa faktor yang mempengaruhi ekstraksi maserasi : proses pelarutan

dari sel utuh, kecepatan tercapainya kesetimbangan, temperature, pH (untuk

system pelarut air), struktur bahan dan lipofilisitas ( dalam hal menggunakan

pelarut campur). Keuntungan cara ekstraksi dengan maserasi adalah cara

pengerjaan dan peralatan yang sederhana. Zat aktif yang di ekstrak cenderung

tidak rusak karena pada suhu kamar.

2.4.1.2 Partisi

Pemisahan kandungan kimia tumbuhan dapat dilakukan dengan metode

partisi sebagai tahapan awal. Partisi merupakan suatu metode pemisahan yang

bertujuan untuk mengelompokkan senyawa-senyawa yang terdapat di dalam

ekstrak kasar berdasarkan kepolarannya. Partisi umumnya dimulai dengan pelarut

nonpolar seperti n-heksana atau petroleum eter, kemudian dilanjutkan dengan

Page 21: BAB I PENDAHULUAN - erepo.unud.ac.iderepo.unud.ac.id/8675/3/b40ea99612da6313800753718bafa6f6.pdf · 1.1 Latar Belakang ... hasil bahwa dengan konsentrasi ekstrak 100% dapat menurunkan

21

21

pelarut semi polar seperti kloroform, etil asetat, atau aseton, dan terakhir dengan

pelarut polar seperti metanol atau n-butanol. Senyawa-senyawa non polar akan

larut ke dalam pelarut non polar sedangkan senyawa-senyawa polar akan larut ke

dalam pelarut polar (Sastrohamidjojo, 1991). Teknik dengan corong pisah

menggunakan dua pelarut yang saling tidak bercampur merupakan teknik yang

paling umum dalam metode partisi. Untuk senyawa-senyawa yang berwarna,

partisi dihentikan bila ekstrak terakhir sudah tidak berwarna. Sedangkan untuk

senyawa yang tidak berwarna, partisi dihentikan setelah tiga sampai empat kali

penggantian pelarut (Sudjadi, 1992).

2.4.2 Pemisahan dan pemurnian

Proses pemisahan dan pemurnian suatu senyawa kimia umumnya

menggunakan teknik kromatografi yaitu suatu proses pemisahan berdasarkan

distribusi diferensial dari komponen sampel diantara dua fase, yaitu fase diam

(stationer phase) dan fase gerak (mobile phase). Fase gerak akan bergerak

diantara sela-sela fase diam. Pergerakan fase ini mengakibatkan pergerakan

diferensial dari komponen-komponen sampel (Harborne,1992).

2.4.2.1 Kromatografi lapis tipis

Kromatografi Lapis Tipis (KLT) merupakan salah satu teknik

kromatografi yang dikembangkan oleh Izmailoff dan Schraiber pada tahun 1983.

Kromatografi Lapis Tipis merupakan bentuk kromatografi planar, selain

kromatografi kertas dan elektroforesis. Kromatografi Lapis Tipis merupakan

teknik kromatografi yang banyak digunakan untuk tujuan analisis. Dalam

identifikasi pemisahan komponen dapat dilakukan dengan pereaksi warna,

fluorosensi atau dengan radiasi menggunakan sinar ultraviolet. Teknik ini dapat

Page 22: BAB I PENDAHULUAN - erepo.unud.ac.iderepo.unud.ac.id/8675/3/b40ea99612da6313800753718bafa6f6.pdf · 1.1 Latar Belakang ... hasil bahwa dengan konsentrasi ekstrak 100% dapat menurunkan

22

22

dilakukan elusi secara menaik (ascending), menurun (descending), atau dengan

cara elusi 2 demensi. Ketepatan penentuan kadar dengan menggunakan teknik ini

baik karena komponen yang akan ditentukan merupakan bercak yang tidak

bergerak. Kepekaan KLT menyebabkan pemisahan pada jumlah mikrogram dapat

dilakukan (Ibnu, 2007).

Pada Kromatografi Lapis Tipis, fase diam yang digunakan adalah adsorben

dengan partikel halus yang dilapiskan pada lempeng penyangga kaca, logam, atau

plastik. Adsorben yang dapat digunakan diklasifikasikan berdasarkan sifat kimia

atau daya ikatannya. Adsorben pada KLT analog dengan adsorben yang

digunakan pada kromatografi kolom, hanya terdapat perbedaan pada ukuran

partikelnya. KLT dapat dikatakan sebagai bentuk terbuka dari kromatografi

kolom. Fase diam yang bisa digunakan pada KLT antara lain silika gel, alumina,

kalium hidroksida dan selulosa (Sudjadi, 1992).

Fase gerak dalam kromatografi lapis tipis berupa cairan yaitu pelarut -

pelarut organik baik tunggal maupun campuran (Day and Underwood, 1986).

Mekanisme pemisahan yang terdapat pada kromatografi lapis tipis didasari pada

sifat adsorpsi. Setiap substansi yang terlarut pada fase gerak bila melewati fase

diam akan teradsorpsi dengan afinitas yang berbeda, sehingga terjadi pemisahan

substansi dari campurannya. Karena pengaruh adsorpsi dari fase diam terhadap

masing-masing substansi berbeda, maka hambatan pergerakannya juga berbeda.

Besarnya hambatan dinyatakan dengan harga Rf (Harborne, 1987).

Page 23: BAB I PENDAHULUAN - erepo.unud.ac.iderepo.unud.ac.id/8675/3/b40ea99612da6313800753718bafa6f6.pdf · 1.1 Latar Belakang ... hasil bahwa dengan konsentrasi ekstrak 100% dapat menurunkan

23

23

Rf = gerak fasaditempuh yangjarak

senyawa masing-masingditempuh yangjarak

Keterangan :

Rf : retardation factor (faktor retensi).

Deteksi senyawa pada plat KLT umumnya dilakukan dengan dilihat di

bawah lampu UV, uap iodium dan dapat juga dengan penyemprotan pereaksi

penampak noda yang sesuai. KLT mempunyai keuntungan bila dibandingkan

dengan kromatografi kertas yaitu plat dapat disemprot dengan asam sulfat pekat

yaitu pereaksi pendeteksi steroid dan lipida yang berguna. Identifikasi senyawa-

senyawa yang terpisah pada KLT dapat dilakukan dengan cara mereaksikannya

dengan pereaksi warna, atau dapat juga dilakukan dengan mengukur nilai Rfnya

(Sastrohamidjojo, 1991).

2.4.2.2 Kromatografi kolom

Kromatografi kolom adalah salah satu teknik yang umum digunakan untuk

pemisahan komponen senyawa yang terkandung dalam suatu ekstrak kedalam

beberapa fraksi. Metode kromatografi kolom memberikan hasil yang cukup baik

pada pemisahan suatu campuran dalam jumlah yang relatif banyak. Namun

didalam pengerjaannya, memerlukan waktu yang lama serta sulit untuk

mempertahankan kondisi kolom selama pemisahan dan pemurnian (Sudjaji,

1992; Gritter, 1991). Kromatografi kolom disebut juga kromatografi adsorpsi atau

kromatografi elusi karena senyawa yang terpisah akan terelusi dari kolom.

Kromatografi kolom dilakukan dalam suatu kolom yang berisi penjerap

sebagai fase diam dan eluen sebagai fase gerak. Fase diam yang dapat digunakan

Page 24: BAB I PENDAHULUAN - erepo.unud.ac.iderepo.unud.ac.id/8675/3/b40ea99612da6313800753718bafa6f6.pdf · 1.1 Latar Belakang ... hasil bahwa dengan konsentrasi ekstrak 100% dapat menurunkan

24

24

antara lain : alumina, silika gel, selulosa, poliamida, sephadex, arang, dan pati.

Fase gerak dapat berupa pelarut tunggal atau campuran pelarut organik yang

berfungsi untuk mengelusi komponen-komponen sampel yang keluar melalui

kolom (Adnan, 1997).

Campuran yang akan dipisahkan dimasukkan ke dalam kolom sehingga

campuran ini semua teserap. Pengisian kolom harus dikerjakan dengan homogen.

Agar tidak menghasilkan rongga-rongga di tengah kolom. Fase gerak dialirkan

terus-menerus melalui bahan penyerap. Setiap zat dalam campuran terbawa turun

dengan kecepatan yang berbeda-beda tergantung pada afinitasnya terhadap

penyerap. Zat yang terpisah membentuk pita-pita yang perlahan-lahan menuruni

kolom dan akhirnya ditampung ke dalam sejumlah tabung (Sudjadi, 1992).

2.4.3 Metode Identifikasi Isolat Aktif

2.4.3.1 Uji fitokimia

Fitokomia merupakan salah satu disiplin ilmu kimia yang mempelajari

tentang kandungan kimia dari tumbuh-tumbuhan yang berada diantara kimia

organik bahan alam dan biokimia tumbuh-tumbuhan. Kandungan kimia tumbuh-

tumbuhan merupakan hasil metabolisme primer dan metabolisme sekunder

(Harbone, 1987)

a. Uji senyawa alkaloid

Uji kualitatif terhadap senyawa golongan alkaloid dapat dilakukan dengan

menggunakan pereaksi Meyer, reaksi menunjukkan hasil positif apabila terbentuk

endapan putih. Selain itu, dapat juga digunakan pereaksi Wagner yang akan

membentuk endapan coklat apabila reaksi positif. Sedangkan pereaksi

Page 25: BAB I PENDAHULUAN - erepo.unud.ac.iderepo.unud.ac.id/8675/3/b40ea99612da6313800753718bafa6f6.pdf · 1.1 Latar Belakang ... hasil bahwa dengan konsentrasi ekstrak 100% dapat menurunkan

25

25

Dragendorff akan membentuk endapan berwarna merah jika isolat positif

mengandung alkaloid (Harbone, 1992).

b. Uji senyawa flavonoid

Uji kualitatif terhadap senyawa golongan flavonoid dapat dilakukan

dengan test Bate Smith Met-Calfe, yaitu uji warna dengan menggunakan HCl

pekat sebagai peraksi dengan bantuan pemanasan, apabila reaksinya positif akan

memberikan warna merah. Test Wilstatter merupakan pengembangan dari teknik

Bate Smith. Dalam uji ini, selain ada penambahan HCl juga ada penambahan

logam Mg. Reaksinya disebut positif jika memberikan warna orange-merah. Uji

warna yang lain dapat digunakan NaOH 10% atau H2SO4 (Harbone, 1992).

c. Uji senyawa triterpenoid atau steroid

Uji kualitatif terhadap senyawa golongan triterpenoid dan steroid dapat

dilakukan dengan peraksi Liebermann-Buchard, apabila terbentuk warna merah-

ungu berarti sampel mengandung senyawa golongan triterpenoid, sedangkan

apabila terbentuk warna biru-hijau berarti sampel mengandung senyawa golongan

steroid (Harbone, 1992).

d. Uji senyawa tanin

Senyawa fenol dapat dideteksi dengan menggunakan pereaksi besi (III)

klorida 1% dalam akuades atau etanol yang menimbulkan warna hijau, merah,

ungu, biru, atau hitam yang kuat (Harbone, 1992).

2.4.3.2 Identifikasi dengan Spektrofotometri UV-Vis

Spektrofotometri UV-Vis merupakan salah satu teknik analisis spektroskopi

yang menggunakan sumber radiasi eleltromagnetik ultraviolet (190-380) nm dan

sinar tampak (380-780) nm dengan menggunakan instrumen spektrofotometer.

Page 26: BAB I PENDAHULUAN - erepo.unud.ac.iderepo.unud.ac.id/8675/3/b40ea99612da6313800753718bafa6f6.pdf · 1.1 Latar Belakang ... hasil bahwa dengan konsentrasi ekstrak 100% dapat menurunkan

26

26

Spektrofotometri UV-Vis melibatkan energi elektronik yang cukup besar pada

molekul yang dianalisis, sehingga spektrofotometri UV-Vis lebih banyak

digunakan untuk analisis kuantitatif daripada kualitatif (Mulja dan Achmad,

1990).

Serapan cahaya oleh molekul dalam daerah spektrum ultraviolet dan visible

tergantung pada struktur elektronik dari molekul. Serapan ultraviolet dan visibel

dari senyawa - senyawa organik berkaitan erat dengan transisi-transisi diantara

tingkatan-tingkatan tenaga elektronik. Spektrum UV-Vis disebut juga spektrum

elektronik, karena terjadi sebagai hasil interaksi radiasi UV-Vis terhadap molekul

yang mengakibatkan molekul tersebut mengalami transisi elektronik. Transisi -

transisi tersebut biasanya terjadi antara orbital ikatan antara orbital ikatan atau

orbital pasangan bebas dan orbital non ikatan tak jenuh atau orbital anti ikatan.

Panjang gelombang serapan merupakan ukuran dari pemisahan tingkatan -

tingkatan tenaga dari orbital yang bersangkutan.

2.4.3.3 Identifikasi dengan Spektrofotometri Inframerah

Spektrum inframerah (IR) senyawa tumbuhan dapat diukur dengan

spektrofotometer inframerah dalam bentuk larutan (dalam kloroform, karbon

tetraklorida 1-5%) atau dalam bentuk padat yang dicampur dengan kalium

bromida (Harborne, 1987). Spektrofotometri IR khusus digunakan untuk tujuan

analisi kualitatif yang difokuskan pada identifikasi gugus fungsi. Penggunaan

spektrofotometer inframerah untuk tujuan analisis lebih banyak ditujukan untuk

mengidentifikasi suatu senyawa organik, walaupun dapat juga digunakan untuk

analisis senyawa anorganik. Hal ini disebabkan spektrum inframerah senyawa

Page 27: BAB I PENDAHULUAN - erepo.unud.ac.iderepo.unud.ac.id/8675/3/b40ea99612da6313800753718bafa6f6.pdf · 1.1 Latar Belakang ... hasil bahwa dengan konsentrasi ekstrak 100% dapat menurunkan

27

27

organik bersifat khas, artinya senyawa yang berbeda akan mempunyai spektrum

yang berbeda pula.

Penggunaan spektrofotometri inframerah pada bidang kimia organik,

menggunakan daerah bilangan gelombang 650-4000 cm-1. Spektrum inframerah

yang berada pada daerah 650-4000 cm-1 tersebut dapat dibagi menjadi dua bagian

yaitu daerah pada bilangan gelombang 4000-1500 cm-1 yang disebut daerah gugus

fungsi dan daerah antara 1500-650 cm-1 yang disebut sebagai daerah sidik jari

(Hardjono, 1991).

Spektrum Inframerah dibagi dalam 4 (empat) jenis radiasi berdasarkan

aplikasi dan instrumentasi seperti yang dijabarkan pada tabel 2.1.

Tabel 2.1 Jenis radiasi pada spektrum inframerah berdasarkan aplikasi dan

instrumentasi (Hardjono, 1991)

Daerah Panjang gelombang (µ) µm

Bilangan gelombang (φ)

cm4

Frekuensi (υ) Hz

Dekat 0.78-2.5 12800-4000 3.8x1014 - 1.2x1014

Pertengahan 2.5-50 4000-200 1.2x1014 - 6.0x1012

Jauh 50-1000 200-10 6.0x1012 - 3.0x1011

Analisis

Instrumen

2,5-15 4000-670 1,2x1014 - 0,2x1014

Menurut O'Sullivan et al. (1999), keuntungan menggunakan metode

spektroskopi inframerah antara lain proses kontrol lebih cepat dan konsisten, tidak

merusak lingkungan karena tidak menggunakan bahan kimia dalam analisisnya,

mengurangi biaya analisis, persiapan sampel yang mudah dan tidak merusak (non-

Page 28: BAB I PENDAHULUAN - erepo.unud.ac.iderepo.unud.ac.id/8675/3/b40ea99612da6313800753718bafa6f6.pdf · 1.1 Latar Belakang ... hasil bahwa dengan konsentrasi ekstrak 100% dapat menurunkan

28

28

destructive), dan dapat diaplikasikan pada bahan baku dan produk jadi (finish

product). Kelemahan metode spektroskopi inframerah di antaranya mahal dan

sulit dalam kalibrasinya.

2.5 Efektivitas

Efektivitas adalah suatu ukuran yang menyatakan seberapa jauh target

(kuantitas, kualitas dan waktu) telah dicapai. Semakin besar persentase target

yang dicapai makin tinggi efektivitasnya. Uji efektivitas hama adalah nilai atau

konsentrasi tepat guna yang digunakan untuk dapat membunuh 50 % kematian

hama dengan konsentrasi kurang dari 1000 ppm.

2.6 Mortalitas

Mortalitas adalah ukuran kematian pada suatu populasi, skala besar suatu

populasi per dikali satuan. Mortalitas serangga dapat diartikan sebagai hubungan

jumlah individu dalam populasi mati selama periode waktu tertentu. Tujuan

mengetahui tinggi rendahnya suatu kematian dan keadaan secara keseluruhan

dinyatakan dalam satuan angka. Laju kematian populasi nilainya negatif karena

merupakan kebalikan dari angka pertumbuhan dan kelahiran (Prijono,1998)

Page 29: BAB I PENDAHULUAN - erepo.unud.ac.iderepo.unud.ac.id/8675/3/b40ea99612da6313800753718bafa6f6.pdf · 1.1 Latar Belakang ... hasil bahwa dengan konsentrasi ekstrak 100% dapat menurunkan

29

29

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Bahan dan Alat Penelitian

3.1.1 Bahan penelitian

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun sirsak yang

diperoleh dari daerah Tuban Kabupaten Badung dan kutu daun persik untuk uji

mortalitas yang diperoleh dari kebun cabai Desa Baha, Kecamatan Mengwi,

Kabupaten Badung.

3.1.2 Bahan kimia

Bahan kimia yang digunakan pada penelitian ini adalah etanol (p.a), n-

heksana (p.a), kloroform (p.a), etil asetat (teknis), methanol (p.a), silika gel GF254,

silika gel G60, asam sulfat, akuades, asam klorida (teknis),n-butanol (p.a) natrium

hidroksida 10%, pereaksi Bate Smith-Metcalfe, pereaksi Wilsatter, pereaksi

Dragendorff, pereaksi Meyer, pereaksi Wagner dan pereaksi Liebermann-

Burchard.

3.1.3 Alat penelitian

Peralatan yang digunakan pada penelitian ini adalah : pisau, blender,

batang pengaduk, neraca elektronik, kertas saring, aluminium foil, penguap putar

vakum (BUCHI Vacum Pump V-700), pipet tetes, pipet volume, pipet mikro,

statif, corong pisah, botol tempat sampel, seperangkat alat kromatografi lapis tipis

(KLT) dan seperangkat alat kromatografi kolom. Untuk identifikasi digunakan

Spektrofotometer UV-Vis ( double beam Shimadzu / UV 1800) dan

Spektrofotometer IR ( Shimadzu/ IR Prestige-21).

Page 30: BAB I PENDAHULUAN - erepo.unud.ac.iderepo.unud.ac.id/8675/3/b40ea99612da6313800753718bafa6f6.pdf · 1.1 Latar Belakang ... hasil bahwa dengan konsentrasi ekstrak 100% dapat menurunkan

30

30

3.2 Tempat Penelitian

Penelitian yang meliputi ekstraksi, pemurnian dan uji fitokimia dilakukan

di Laboratorium Kimia Organik Fakultas MIPA Universitas Udayana.

Identifikasi senyawa dengan spektrofotometer UV-Vis dan spektrofotometer

Inframerah dilakukan di Laboratorium Bersama FMIPA Universitas Udayana. Uji

ekstrak daun sirsak terhadap kutu daun dilakukan di Laboratorium Kimia Fisika

Universitas Udayana.

3.3 Prosedur Penelitian

3.3.1Persiapan ekstrak daun sirsak

Daun sirsak dicuci bersih dikeringkan kemudian sebanyak 1000 gram

daun sirsak dipotong kecil-kecil, kemudian dihaluskan dengan menggunakan

blender dan disimpan di dalam wadah yang tertutup rapat dan digunakan sebagai

sampel untuk diaplikasikan pada kutu daun.

3.3.2 Persiapan daun cabai

Beberapa helai daun cabai yang bertangkai dalam kondisi sehat dioleskan

ekstrak daun sirsak secara merata dengan konsentrasi 10 ppm, 100 ppm dan 1000

ppm serta kontrol yang dioleskan etanol pada permukaan daun cabai. Pada tangkai

cabai dililitkan kapas basah kemudian diletakkan pada cawan petri.

3.3.3 Pengujian terhadap kutu daun

Pengujian dilakukan dengan cara sebagai berikut : larutan uji disiapkan

dalam berbagai konsentrasi yang telah ditentukan yaitu 10 ppm; 100 ppm ; 1000

ppm dan kontrol. Larutan uji yang telah disiapkan dioleskan pada permukaan

daun cabai yang telah bersih. Kemudian hama kutu daun disemproti ekstrak

Page 31: BAB I PENDAHULUAN - erepo.unud.ac.iderepo.unud.ac.id/8675/3/b40ea99612da6313800753718bafa6f6.pdf · 1.1 Latar Belakang ... hasil bahwa dengan konsentrasi ekstrak 100% dapat menurunkan

31

31

dengan berbagai konsentrasi dan dimasukkan ke dalam cawan petri masing-

masing sebanyak 10 ekor. Pengamatan terhadap perlakuan dilaksanakan setelah

24 jam dan dihitung jumlah hama yang mati. Pengulangan dilakukan sebanyak 3

kali untuk masing-masing perlakuan.

3.3.4 Ekstraksi (Maserasi) Daun Sirsak

Sampel halus daun sirsak sebanyak 1000 gram dimaserasi dengan pelarut

etanol 96% sampai seluruh metabolit terekstraksi kemudian disaring.. Ekstrak

etanol kemudian diuapkan dengan menggunakan alat penguap vakum putar

(vacum rotary evaporator) pada tekanan rendah dan temperatur + 400 C sampai

diperoleh ekstrak kental etanol kemudian ditimbang.

3.3.5 Ekstraksi (Partisi) Ekstrak Daun Sirsak

Ekstrak kental etanol yang diperoleh, kemudian dilarutkan dalam 100 mL

larutan air : etanol (3 : 7) dan pelarut etanolnya diuapkan menggunakan rotary

vacum evaporator sehingga diperoleh ekstrak air. Ekstrak air tersebut dipartisi

dengan n-heksana, kloroform dan n-butanol. Ekstrak n-heksana, kloroform dan n-

butanol selanjutnya dievaporasi sehingga diperoleh ekstrak kental n-heksana

(EH), ekstrak kloroform (EK) dan ekstrak n-butanol (En). Ketiga ekstrak kental

ini selanjutnya ditimbang. Ketiga ekstrak hasil partisi (EH, EK dan En) diuji

aktivitas tingkat mortalitas terhadap kutu daun menggunakan prosedur seperti sub

bab 3.3.3 diatas, ekstrak yang paling aktif selanjutnya dipisahkan dan dimurnikan.

3.3.6 Pemisahan dan pemurnian

Page 32: BAB I PENDAHULUAN - erepo.unud.ac.iderepo.unud.ac.id/8675/3/b40ea99612da6313800753718bafa6f6.pdf · 1.1 Latar Belakang ... hasil bahwa dengan konsentrasi ekstrak 100% dapat menurunkan

32

32

Ekstrak kental yang paling aktif dipisahkan dan dimurnikan dengan teknik

kromatografi kolom. Sebelum dilakukan kromatografi kolom terlebih dahulu

dilakukan analisis KLT untuk mencari eluen terbaik untuk pemisahan.

3.3.6.1 Kromatografi lapis tipis

Fase diam yang dipergunakan adalah silika gel GF254 dan sebagai fase

gerak digunakan komposisi dari berbagai pelarut. Sebanyak 2 ml ekstrak yang

paling aktif dilarutkan dalam pelarut, kemudian larutan diambil dengan

menggunakan pipet kapiler dan ditotolkan pada plat KLT. Plat KLT yang telah

ditotolkan dengan isolat dimasukkan ke dalam bejana kromatografi yang

sebelumnya telah dijenuhkan dengan uap fase gerak. Noda yang terbentuk dari

proses pengembangan diamati dengan menggunakan lampu UV dengan panjang

gelombang (λ = 254 dan 366 nm).

3.3.6.2 Kromatografi kolom

Setelah diperoleh fase gerak terbaik pada kromatografi lapis tipis

selanjutnya dilakukan pemisahan menggunakan metode kromatografi kolom. Fase

diam yang digunakan adalah silika gel 60 dan fase geraknya adalah pengembang

terbaik hasil kromatografi lapis tipis. Sebanyak 100 gram silika gel 60 ditimbang,

kemudian dipanaskan dalam oven pada suhu 110ºC selama 2 jam lalu

didinginkan. Setelah dingin selanjutnya ditambah sedikit fase gerak sehingga

menjadi bubur. Bubur silika gel kemudian dimasukkan sedikit demi sedikit ke

dalam kolom yang berisi eluen (fase gerak yang akan digunakan). Setelah seluruh

bubur masuk, eluen dialirkan dan dijaga agar bubur tidak kering atau pecah

sampai terjadi pemampatan yang sempurna. Senyawa-senyawa yang bersifat polar

Page 33: BAB I PENDAHULUAN - erepo.unud.ac.iderepo.unud.ac.id/8675/3/b40ea99612da6313800753718bafa6f6.pdf · 1.1 Latar Belakang ... hasil bahwa dengan konsentrasi ekstrak 100% dapat menurunkan

33

33

akan diserap lebih kuat, sedangkan senyawa-senyawa yang bersifat semipolar dan

non polar akan diserap lebih lemah, sehingga akan keluar lebih dulu dari kolom.

Eluat ditampung setiap 3 mL dalam botol kecil yang telah disediakan.

Proses kromatografi kolom dihentikan setelah semua metabolit diperkirakan

keluar dari kolom. Masing-masing eluat pada botol penampung di KLT dengan

menggunakan eluen yang sesuai. Eluat yang menghasilkan pola noda sama

digabungkan sehingga diperoleh beberapa fraksi kemudian dilanjutkan dengan uji

kemurnian.

3.3.6.3 Uji kemurnian

Uji kemurnian dilakukan dengan cara KLT pada berbagai campuran eluen.

Isolat relatif murni secara KLT apabila terbentuk satu noda dengan berbagai jenis

campuran eluen tersebut.

3.3.7 Identifikasi isolat aktif

Pada penelitian ini, identifikasi isolat dilakukan dengan uji fitokimia dan

teknik spektroskopi. Uji fitokimia dilakukan dengan pereaksi fitokimia dan

identifikasi isolat dilakukan dengan Spektrofotometer UV-Vis dan

Spektrofotometer IR.

3.4.7.1 Uji fitokimia

Uji fitokimia dilakukan dengan menggunakan peraksi pendeteksi golongan

pada plat tetes atau tabung reaksi. Uji fitokimia yang dilakukan meliputi :

1. Pereaksi pendeteksi golongan senyawa alkaloid

• Pereaksi Dragendorff

Page 34: BAB I PENDAHULUAN - erepo.unud.ac.iderepo.unud.ac.id/8675/3/b40ea99612da6313800753718bafa6f6.pdf · 1.1 Latar Belakang ... hasil bahwa dengan konsentrasi ekstrak 100% dapat menurunkan

34

34

Isolat ditambahkan dengan HCl 0,1 N, kemudian ditambahkan dengan

pereaksi Dragendorff, reaksi positif apabila terbentuk endapan merah

• Peraksi Meyer

Isolat ditambahkan dengan HCl 0,1 N, kemudian ditambahkan dengan

pereaksi Meyer, reaksi positif apabila terbentuk endapan putih.

• Pereaksi Wagner

Isolat ditambahkan dengan HCl 0,1 N, kemudian ditambahkan dengan

pereaksi Wagner, reaksi positif apabila terbentuk endapan coklat.

2. Pereaksi pendeteksi golongan senyawa flavonoid

• Pereaksi NaOH 10%

Isolat dalam pelarut alkohol ditambahkan dengan NaOH 10%, reaksi

positif apabila terjadi perubahan warna menjadi coklat.

• Pereaksi Bate Smith-Metcalfe

Isolat dalam pelarut yang sesuai (alkohol) ditambahkan dengan HCl pekat

kemudian dipanaskan selama 15 menit di atas penangas air, reaksi positif

apabila terjadi perubahan warna menjadi merah.

• Pereaksi Wilstatter

Isolat dalam pelarut yang sesuai (alkohol) ditambahkan dengan HCl

pekat, kemudian ditambahkan sedikit serbuk logam Mg, reaksi positif

apabila terjadi perubahan warna menjadi oranye-merah.

3. Pereaksi pendeteksi golongan senyawa steroid dan terpenoid

• Pereaksi Liebermann-Burchard

Page 35: BAB I PENDAHULUAN - erepo.unud.ac.iderepo.unud.ac.id/8675/3/b40ea99612da6313800753718bafa6f6.pdf · 1.1 Latar Belakang ... hasil bahwa dengan konsentrasi ekstrak 100% dapat menurunkan

35

35

Isolat ditambahkan pereaksi Liebermann-Burchard, reaksi positif apabila

terjadi perubahan warna menjadi ungu-merah-coklat untuk terpenoid dan

warna biru-hijau untuk steroid.

• Pereaksi asam sulfat (H2SO4) 50%

Isolat ditambahkan H2SO4 50%, reaksi positif apabila terjadi perubahan

warna menjadi ungu-merah-coklat untuk terpenoid sejati dan warna biru-

hijau untuk steroid.

4. Pereaksi pendeteksi senyawa tanin

• Pereaksi FeCl3 1%

Isolat ditambahkan FeCl3 1%, reaksi positif apabila terjadi perubahan

warna menjadi ungu, biru, atau hitam.

3.3.7.2 Analisis dengan spektrofotometer UV-Vis

Sebanyak 1 mg isolat aktif yang telah murni dilarutkan dalam 100 mL

metanol, kemudian ditentukan serapan maksimumnya untuk mengetahui panjang

gelombang maksimum dengan spektrofotometer.

3.3.7.3 Analisis dengan spektrofotometer Inframerah

Isolat aktif yang diperoleh digerus bersama-sama dengan kalium bromida,

kemudian ditekan sehingga diperoleh dalam bentuk pellet dan selanjutnya diukur

spektrum inframerahnya.

Page 36: BAB I PENDAHULUAN - erepo.unud.ac.iderepo.unud.ac.id/8675/3/b40ea99612da6313800753718bafa6f6.pdf · 1.1 Latar Belakang ... hasil bahwa dengan konsentrasi ekstrak 100% dapat menurunkan

36

36

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Determinasi Tanaman

Hasil determinasi tumbuhan yang dilakukan di Dinas Kebun Raya Eka

Karya Bedugul Tabanan, Bali menunjukkan bahwa sampel yang digunakan dalam

penelitian ini adalah daun sirsak (Annona muricata L.). Hasil determinasi

ditunjukkan pada Lampiran 1.

4.2 Ekstraksi Daun sirsak (Annona muricata L.)

4.2.1 Maserasi

Sampel daun sirsak yang akan diekstraksi, terlebih dahulu ditentukan kadar

airnya dengan menggunakan metode pemanasan (dipanaskan dengan

menggunakan oven) pada suhu 1050C selama 2 jam sehingga diperoleh kadar air

sebesar 62,50 %. Sampel halus sebanyak 1000 gram daun sirsak dimaserasi

dengan menggunakan etanol 96% selama 3 x 24 jam sehingga diperoleh ekstrak

sebanyak 3000 mL, kemudian dipekatkan sehingga diperoleh ekstrak kental etanol

yang berwarna coklat kekuningan sebanyak 125,75 gram.

4.2.2 Uji ekstrak etanol terhadap mortalitas kutu daun persik

Ekstrak kental etanol dilakukan uji mortalitas terhadap kutu daun persik.

Hasil uji mortalitas ekstrak etanol dipaparkan pada Tabel 4.1 dan cara perhitungan

nilai LC50 ekstrak pekat etanol dituliskan pada Lampiran 6.

Page 37: BAB I PENDAHULUAN - erepo.unud.ac.iderepo.unud.ac.id/8675/3/b40ea99612da6313800753718bafa6f6.pdf · 1.1 Latar Belakang ... hasil bahwa dengan konsentrasi ekstrak 100% dapat menurunkan

37

37

Tabel 4.1 Hasil uji mortalitas ekstrak etanol

Ekstrak Jumlah kutu daun yang mati setelah 24 jam (jumlah awal kutu daun 10 ekor/tiap konsentrasi)

LC50 (ppm)

kontrol

10 ppm 100 ppm 1000 ppm 1 2 3 1 2 3 1 2 3

Etanol 0 5 5 4 5 5 3 5 5 6 100ppm Hasil uji mortalitas menunjukkan bahwa ekstrak kental etanol daun sirsak

beracun pada kutu daun persik sehingga menyebabkan kematian yang diakibatkan

oleh adanya racun kontak dan racun perut. Hal ini dibuktikan dengan adanya nilai

LC50 sebesar 100,00 ppm. Suatu ekstrak dapat dikatakan beracun atau berpotensi

sebagai pestisida apabila memiliki nilai LC50 (konsentrasi yang mampu

membunuh 50% kutu daun) yaitu antara range 100 – 1000 ppm setelah waktu

kontak 24 jam (Meyer, et al., 1982).

4.2.3 Partisi

Ekstrak kental etanol kemudian dilarutkan dalam campuran air - etanol (3:7),

selanjutnya diuapkan sampai semua etanolnya menguap. Ekstrak air dipartisi

dengan n-heksan (4x50 mL), kloroform (4x50 mL) dan dengan n-butanol (4x50

mL). Dari hasil partisi tersebut diperoleh ekstrak kental n-heksana, kloroform dan

n-butanol. Hasil partisi disajikan dalam Tabel 4.2.

Tabel 4.2 Hasil partisi dari ekstrak daun sirsak

No Ekstrak Berat (gram) Warna 1 n-heksan 25,85 Coklat kekuningan 2 Kloroform 15,05 Coklat kekuningan 3 n-butanol 55,28 Coklat kekuningan

Page 38: BAB I PENDAHULUAN - erepo.unud.ac.iderepo.unud.ac.id/8675/3/b40ea99612da6313800753718bafa6f6.pdf · 1.1 Latar Belakang ... hasil bahwa dengan konsentrasi ekstrak 100% dapat menurunkan

38

38

4.2.4 Uji mortalitas hasil partisi ekstrak daun sirsak

Ekstrak kental yang diperoleh pada proses partisi kemudian diuji

mortalitasnya dengan menggunakan bioindiaktor kutu daun persik yang

sebelumnya telah diberikan perlakuan khusus. Hasil uji tingkat mortalitas ketiga

ekstrak kental hasil partisi tersebut ditampilkan pada Tabel 4.3. Cara perhitungan

nilai LC50 pada hasil partisi ekstrak total dituliskan pada Lampiran 7.

Tabel 4.3 Uji mortalitas dari hasil partisi ekstrak daun sirsak

Ekstrak

Jumlah kutu daun yang mati setelah 24 jam (jumlah awal kutu daun 10 ekor/tiap konsentrasi)

LC50 (ppm)

kontrol

10 ppm 100 ppm 1000 ppm 1 2 3 1 2 3 1 2 3

n-heksan 0 2 4 4 3 5 6 6 4 4 545,12 ppm kloroform 0 4 3 4 5 7 6 6 7 6 136,26 ppm n-butanol 0 3 4 6 6 4 5 5 6 6 117,73 ppm

Hasil uji mortalitas dari masing-masing ekstrak menunjukkan bahwa

ekstrak n-butanol memiliki harga LC50 paling rendah yaitu 117,73 ppm. Dengan

demikian ekstrak n-butanol merupakan ekstrak yang relatif paling beracun

terhadap kutu daun dibandingkan dengan ekstrak n-heksan dan ekstrak kloroform.

Hasil partisi ekstrak n-butanol memiliki mortalitas yang lebih rendah

dibandingkan dengan ekstrak etanol sebelumnya. Hal ini berarti senyawa –

senyawa yang terkandung pada ekstrak etanol bersifat sinergis.

4.2.5 Uji Fitokimia hasil partisi ekstrak daun sirsak

Dari masing – masing ekstrak kental (ekstrak n-butanol, kloroform dan n-

heksan) selanjutnya dilakukan uji fitokimia untuk mengetahui kandungan

metabolit sekunder dari daun sirsak pada masing – masing ekstrak dengan tingkat

Page 39: BAB I PENDAHULUAN - erepo.unud.ac.iderepo.unud.ac.id/8675/3/b40ea99612da6313800753718bafa6f6.pdf · 1.1 Latar Belakang ... hasil bahwa dengan konsentrasi ekstrak 100% dapat menurunkan

39

39

kepolaran yang berbeda. Hasil uji fitokimia ketiga ekstrak tersebut dinyatakan

pada Tabel 4.4

4.4 Tabel hasil uji fitokimia masing – masing ekstrak kental

Ekstrak

Hasil Uji

Flavonoid Alkaloid Steroid Terpenoid Saponin

n-butanol + - + + +

Kloroform + - + + +

n-heksana + - - - -

Dari ketiga ekstrak kental hasil partisi di atas menunjukkan bahwa ekstrak

kental n-butanol, ekstrak kental kloroform dan ekstrak kental n-heksana positif

mengandung flavonoid. Selanjutnya ekstrak n-butanol dilakukan pemisahan dan

pemurnian

4.3 Pemisahan dan pemurnian

4.3.1 Pemisahan dengan Kromatografi Lapis Tipis (KLT)

Pemisahan golongan senyawa aktif yang terkandung dalam ekstrak n-

butanol dilakukan secara kromatografi kolom. Untuk menentukan fase gerak yang

akan digunakan pada kromatografi kolom dicari dengan metode kromatografi

lapis tipis (KLT). Pada proses KLT menggunakan fase diam silika gel GF254 dan

Page 40: BAB I PENDAHULUAN - erepo.unud.ac.iderepo.unud.ac.id/8675/3/b40ea99612da6313800753718bafa6f6.pdf · 1.1 Latar Belakang ... hasil bahwa dengan konsentrasi ekstrak 100% dapat menurunkan

40

40

ukuran plat 8 x 1 cm dengan jarak elusi 6 cm. Sebagai fase gerak digunakan

campuran berbagai pelarut.

Beberapa campuran pelarut yang digunakan sebagai fase gerak antara lain,

n-butanol : etanol : air ( 1:3:1), Benzena : n-butanol (1: 2), Kloroform : etanol : air

(5:4:1), N-butanol : metanol : air (1:4:2), Kloroform : etanol (7:3), dan n-butanol :

n-heksan (2:8). Profil kromatogram pemisahan komponen ekstrak n-butanol

dengan menggunakan berbagai eluen dapat dilihat pada Gambar 4.1 serta hasil

pemisahan komponennya dapat dilihat pada Tabel 4.5. Data lengkap perhitungan

Rf dicantumkan pada Lampiran 11.

Gambar 4.1 Profil kromatogram lapis tipis dari beberapa eluen, A. n-butanol : etanol : air ( 1:3:1), B. Benzena : n-butanol (1: 2), C. Kloroform : etanol : air (5:4:1), D. n-butanol : metanol : air (1:4:2), E. Kloroform : etanol (7:3), F. n-butanol : n-heksan (2:8)

Page 41: BAB I PENDAHULUAN - erepo.unud.ac.iderepo.unud.ac.id/8675/3/b40ea99612da6313800753718bafa6f6.pdf · 1.1 Latar Belakang ... hasil bahwa dengan konsentrasi ekstrak 100% dapat menurunkan

41

41

Tabel. 4.5 Hasil kromatografi ekstrak kloroform dengan beberapa eluen

No. Fase gerak Jumlah noda Harga Rf

A. n-butanol : etanol : air (1:3:1) 1 (berekor) 0,7

B. Benzena : etil aseatat (1:9) 2 (pola noda tidak bagus)

0,35; 0,9

C. Kloroform : etanol : air (5:4:1) 3 0,37; 0,47; 0,83

D. n-butanol : metanol : air (1:4:2)

3 0,04; 0,03; 0,98

E. Kloroform : etanol (7:3) 2 0,55; 0,67

F. n-butanol : n-heksan (2:8) 1 (berekor) 0,38

Berdasarkan hasil pemisahan kromatografi lapis tipis terlihat bahwa fase

gerak kloroform : etanol : air ( 5:4:1) menghasilkan 3 noda dengan pemisahan

yang terbaik, dimana harga Rf masing – masing adalah 0,37; 0,47; 0,83. Dengan

demikian, campuran pelarut kloroform : etanol : air (5:4:1) digunakan sebagai fase

gerak pada pemisahan dengan kromatografi kolom.

4.3.2 Pemisahan dengan Kromatografi Kolom

Pemisahan dan pemurnian ekstrak kental n-butanol dilakukan dengan

kromatografi kolom menggunakan fase diam silika gel 60 sebanyak 80 gram yang

terlebih dahulu dipanaskan dalam oven pada suhu 110 0C selama 2 jam, dan fase

gerak digunakan campuran kloroform : etanol : air (5:4:1).

Sebanyak 1,00 gram ekstrak kental n-butanol dipisahkan dengan

kromatografi kolom (panjang 45 cm, diameter 1,2 cm). Pemisahan dengan

kromatografi kolom menghasilkan 90 botol eluat kemudian ke 90 botol eluat di

Page 42: BAB I PENDAHULUAN - erepo.unud.ac.iderepo.unud.ac.id/8675/3/b40ea99612da6313800753718bafa6f6.pdf · 1.1 Latar Belakang ... hasil bahwa dengan konsentrasi ekstrak 100% dapat menurunkan

42

42

kromatografi lapis tipis untuk mengetahui pola pemisahannya. Eluat yang

memiliki pola pemisahan yang sama digabungkan sehingga diperoleh 5 fraksi (F I,

FII, FIII, FIVdan FV).

Profil kromatogram masing-masing fraksi dapat dilihat pada Gambar 4.2

dan hasil pemisahan komponen dapat dilihat pada Tabel 4.6. Data lengkap

perhitungan Rf dicantumkan pada Lampiran 11.

FI FII FIII FIV FV

Gambar 4.2 Profil kromatogram pemisahan komponen ekstrak n-butanol dengan kromatografi lapis tipis hasil dari kromatografi kolom.

Tabel 4.6 Hasil kromatografi kolom ekstrak n-butanol

Fraksi

(F)

Berat

(g)

Warna Jumlah noda Harga Rf

I (1-41) 0,65 Hijau kecoklatan - 0

II (42-50) 0,35 Hijau kekuningan 2 0,13 ; 0,15

III (51-67) 0,24 Kuning - 0

Page 43: BAB I PENDAHULUAN - erepo.unud.ac.iderepo.unud.ac.id/8675/3/b40ea99612da6313800753718bafa6f6.pdf · 1.1 Latar Belakang ... hasil bahwa dengan konsentrasi ekstrak 100% dapat menurunkan

43

43

IV (68) 0, l5 Kuning 2 0,15

V (69-90) 0,54 Kuning kehijauan 1 0,03

4.3.3 Uji Mortalitas Tiap Penggabungan Fraksi

Uji mortalitas dilakukan terhadap kelima fraksi hasil pemisahan dengan

kromatografi kolom untuk menentukan fraksi yang paling aktif. Berdasarkan uji

mortalitas yang telah dilakukan diperoleh bahwa fraksi II terbukti paling aktif.

Data hasil uji mortalitas ditampilkan pada Tabel 4.7. Cara perhitungan nilai LC50

pada hasil partisi ekstrak total dituliskan pada Lampiran 8.

Tabel 4.7 Hasil uji mortalitas 5 fraksi hasil pemisahan kromatografi kolom

Fraksi Jumlah kutu daun yang mati setelah 24 jam (jumlah awal kutu daun 10 ekor/tiap

konsentrasi)

LC50 (ppm)

Kontrol 10 ppm 100 ppm 1000 ppm 1 2 3 1 2 3 1 2 3 I 0 2 2 5 4 4 6 3 5 6 606,03 ppm II 0 3 2 3 3 2 4 5 4 6 596,48 ppm III 0 2 4 4 4 5 3 6 5 5 718,62 ppm IV 0 2 3 4 4 4 3 4 5 5 867,76 ppm V 0 2 2 5 4 4 6 3 5 6 602,55 ppm

Berdasarkan hasil uji mortalitas dari masing-masing fraksi menunjukkan

bahwa fraksi II memiliki nilai LC50 paling rendah yaitu 596,48 ppm. Berdasarkan

data hasil uji mortalitas ekstrak etanol, ekstrak n-butanol (hasil partisi) dan fraksi

II (Hasil kromatografi kolom) ada kecendrungan nilai LC50 meningkat (tingkat

aktivitasnya menurun). Hal ini mengindikasikan bahwa senyawa – senyawa yang

aktif sebagai pestisida nabati mempunyai sifat sinergis, selain itu, fraksi II terlihat

Page 44: BAB I PENDAHULUAN - erepo.unud.ac.iderepo.unud.ac.id/8675/3/b40ea99612da6313800753718bafa6f6.pdf · 1.1 Latar Belakang ... hasil bahwa dengan konsentrasi ekstrak 100% dapat menurunkan

44

44

paling aktif mengindikasikan senyawa – senyawa yang aktif tersebut bersifat agak

non polar.

Sehubungan dengan FII masih tiga noda pada KLT maka fraksi tersebut

dipisahkan kembali menggunakan kromatografi kolom menggunakan fase diam

silica gel 60 dengan eluen kloroform : etanol : air (5:4:1). Proses kromatografi

kolom ini menghasilkan 10 botol eluat yang selanjutnya ke 10 botol eluat ini di

KLT untuk melihat pola pemisahannya, maka dihasilkan 3 fraksi (F II.1, F II.2, F

II .3). Hasil uji mortalitas F II dapat dilihat pada tabel 4.8.Data lengkap perhitungan

Rf dicantumkan pada Lampiran 12.

Tabel 4.8 Profil pemisahan F II.2

Fraksi

(F)

Berat

(g)

Warna Jumlah noda Harga Rf

II.1 (1-4) 0,15 Hijau kekuningan - 0

II.2 (5-7) 0,09 Kuning 1 0,93

II.3(8-10) 0,11 Kuning muda - 0

Kemudian fraksi diatas (FII.1 ,FII.2 dan FII.3) diuji mortalitasnya terhadap

kutu daun persik menghasilkan data seperti Tabel 4.9. Cara perhitungan nilai LC50

pada hasil kolom kedua ekstrak total dituliskan pada Lampiran 9.

Tabel 4.9 Hasil uji mortalitas 3 fraksi hasil pemisahan kromatografi kolom kedua

Fraksi Jumlah kutu daun yang mati setelah 24 jam (jumlah awal kutu daun 10 ekor/tiap konsentrasi)

LC50 (ppm)

Kontrol 10 ppm 100 ppm 1000 ppm 1 2 3 1 2 3 1 2 3

II.1 0 3 2 3 3 2 4 5 4 6 1659,58 ppm

Page 45: BAB I PENDAHULUAN - erepo.unud.ac.iderepo.unud.ac.id/8675/3/b40ea99612da6313800753718bafa6f6.pdf · 1.1 Latar Belakang ... hasil bahwa dengan konsentrasi ekstrak 100% dapat menurunkan

45

45

II.2 0 4 2 4 5 4 3 6 5 6 601,17 ppm II.3 0 2 3 4 4 4 3 4 5 6 887,02 ppm

Berdasarkan hasil uji mortalitas di atas ternyata FII.2 menunjukkan harga

LC50 paling rendah (aktivitas paling tinggi). Selanjutnya FII.2 tersebut diuji

kemurniannya.

4.4 Uji Kemurnian

Uji kemurnian dengan KLT untuk fraksi aktif menggunakan beberapa eluen.

Profil kromatogram pemisahan Fraksi II.2 dapat dilihat pada Gambar 4.3. Hasil uji

kemurnian pada fraksi ditunjukkan pada Tabel 4.10. Data lengkap perhitungan Rf

dicantumkan pada Lampiran 13.

Gambar 4.3 Hasil Uji Kemurnian Fraksi II.2

Tabel 4.10 Hasil uji kemurnian fraksi aktif

No Eluen Jumlah Noda Harga Rf 1. Kloroform : etanol (9:1) 1 noda 0,92

Page 46: BAB I PENDAHULUAN - erepo.unud.ac.iderepo.unud.ac.id/8675/3/b40ea99612da6313800753718bafa6f6.pdf · 1.1 Latar Belakang ... hasil bahwa dengan konsentrasi ekstrak 100% dapat menurunkan

46

46

2. Etil asetat : etanol ( 1:1) 1 noda 0,93 3. Kloroform : metanol (3:1) 1 noda 0,87 4. Etil asetat : Kloroform (1:1) 1 noda 0,90

4.5 Identifikasi Isolat Aktif

4.5.1 Uji Golongan Senyawa Kimia (Uji Fitokimia)

Uji fitokimia terhadap fraksi II.2 dilakukan untuk mengetahui adanya

senyawa terpenoid / steroid dan flavonoid. Hasil uji tersebut disajikan pada Tabel

4.11.

Tabel 4.11 Hasil uji fitokimia fraksi II.2

Fraksi Hasil uji

Flavonoid Alkaloid Steroid Terpenoid Saponin

Fraksi aktif + - - + +

Hasil uji fitokimia fraksi II.2 menunjukkan bahwa fraksi II.2 mengandung senyawa

golongan flavonoid, terpenoid dan saponin.

4.5.2 Identifikasi dengan Spektrofotometer Inframerah

Hasil spektrum inframerah dari isolate murni ditunjukkan pada Gambar 4.4.

Page 47: BAB I PENDAHULUAN - erepo.unud.ac.iderepo.unud.ac.id/8675/3/b40ea99612da6313800753718bafa6f6.pdf · 1.1 Latar Belakang ... hasil bahwa dengan konsentrasi ekstrak 100% dapat menurunkan

47

47

Gambar 4.4 Spektrum Inframerah isolat murni

Berdasarkan analisis spektrum inframerah pada Gambar 4.4

menunjukkan adanya beberapa gugus fungsi yang ditunjukkan dengan adanya

serapan melebar dengan intensitas lemah pada daerah bilangan gelombang

3346,42 cm-1 yang diduga adalah serapan uluran dari gugus O-H. Intensitas

serapan infra merah menurut Justik, 2010 bahwa daerah puncak serapan yang

tinggi dan intensitasnya kuat sedangkan puncak serapan yang sedang dan

intensitas serapanya sedang serta daerah serapan dengan puncak yang pendek dan

transmitannya intensitasnya lemah. Serapan uluran C-H alifatik yang tajam dan

lemah muncul pada daerah bilangan gelombang 2947,22 cm-1 dan 2832,89 cm

-1.

Hal ini didukung dari hasil penelitian oleh Fessenden (1986) bahwa serapan pada

bilangan gelombang 2927,36 cm-1 menunjukkan vibrasi ulur C-H di dalam

gugus C-H alifatik. Adanya gugus karbonil (C=O) sebagai ciri umum senyawa

golongan flavonoid (Sukadana,2010) diindikasikan oleh adanya serapan pada

daerah bilangan gelombang 1654,00 cm-1

. Serapan uluran C=C aromatik muncul

pada daerah bilangan gelombang 1450,31 cm-1

. Kemudian vibrasi ulur C-O

dalam senyawaan fenol menghasilkan pita kuat di daerah 1260-1000 cm-1

dan

pada isolat ini serapan C-O muncul pada daerah bilangan gelombang 1113,25

dengan pita lemah dan lemah cm-1 dan 1024,94 cm

-1 dengan pita tajam dan kuat.

Sementara itu serapan pada bilangan gelombang 613,13 cm-1 adanya gugus C-H

aromatik keluar bidang. Adanya gugus fungsi OH, CH alifatik, C=C aromatik dan

C-O mengindikasikan isolat ini suatu senyawa flavonoid. Ini diperkuat

berdasarkan hasil sesuai dengan hasil spektrum infra merah adanya gugus fungsi

Page 48: BAB I PENDAHULUAN - erepo.unud.ac.iderepo.unud.ac.id/8675/3/b40ea99612da6313800753718bafa6f6.pdf · 1.1 Latar Belakang ... hasil bahwa dengan konsentrasi ekstrak 100% dapat menurunkan

48

48

O-H, C=O, C-O, C=C aromatik, dan C-H alifatik yang mendukung bahwa

isolatnya positif suatu senyawa flavonoid. Perbandingan gugus fungsi IR antara

isolate murni dengan beberapa pustaka terlihat seperti Tabel 4.12. Interpretasi

Spektrum Inframerah (Bilangan Gelombang, Bentuk pita, Intensitas, dan

Penempatan Gugus Fungsi ) dari Isolat murni.

Tabel 4.12 Data spektrum Inframerah senyawa isolat aktif

Bilangan gelombang (cm-1) Kriteria Gelombang

No

Bentuk isolat

Sukadana (2010)

Pustaka (Creswell,et all,Silverstein

Fessenden, (1997)

Arisandy (2010)

Bentuk pita

Intensitas

Kemungkinan gugus fungsi

1 3346,42

3000-3500

3200-3400

3350-3200

3500-3000

Melebar Lemah Uluran O-H

2 2947,22

2800-2950

2700-3000

- 3000-2700

Tajam Lemah

Uluran C-H

Alifatik

2832,89

Tajam Lemah

3 1654,00

1700-1725

1650-1900

1870-1540

- Melebar Lemah Uluran C=O

4 1450,31

1400-1650

1500-1475

- 1650-1450

Tajam Lemah Uluran C=O

Aromatik

5 1113,25

990-1100

1260-1000

1260-1000

1230-1000

Tajam Lemah

C-O alcohol

1024,94

Tajam Kuat

6 613,33

650-1000

650-1000

- 900-650

Tajam Lemah C-H aromatik

Page 49: BAB I PENDAHULUAN - erepo.unud.ac.iderepo.unud.ac.id/8675/3/b40ea99612da6313800753718bafa6f6.pdf · 1.1 Latar Belakang ... hasil bahwa dengan konsentrasi ekstrak 100% dapat menurunkan

49

49

Spektra IR dari isolat Fraksi aktif daun sirsak (Muricata annona L.)

mempunyai kemiripan dengan spektra IR isolat batang kasturi seperti pada

Gambar 4.5

Gambar 4.5 Spektrum Inframerah isolat batang kasturi

Berdasarkan hasil identifikasi, spektra Inframerah pada Gambar 4.5

merupakan spektra Inframerah golongan senyawa flavonoid dengan karakteristik

gugus fungsi yaitu -OH terikat, -C-H, C=O dan C-O alkohol (Jayanti, 2010).

4.5.3 Identifikasi dengan Spektrofotometer UV-Vis

Isolat murni selanjutnya diuji identitasnya berdasarkan Spektrofotometer

UV-Vis. Hasil spektrofotometer UV-Vis ditunjukkan pada Gambar 4.6 dan

tabulasi data panjang gelombang absorpsi isolat dipaparkan pada Tabel 4.7

Page 50: BAB I PENDAHULUAN - erepo.unud.ac.iderepo.unud.ac.id/8675/3/b40ea99612da6313800753718bafa6f6.pdf · 1.1 Latar Belakang ... hasil bahwa dengan konsentrasi ekstrak 100% dapat menurunkan

50

50

Gambar 4.6 Spektrum UV-Vis Isolat dalam pelarut metanol

Tabel 4.13 Tabulasi data panjang gelombang absorpsi spektrum UV-Vis isolat dalam pelarut metanol.

Pita Panjang gelombang Absorbans

1 290,00 0,530

2 216,00 0,907

Dari spektrum UV - Vis, terdapat dua pita yang dihasilkan oleh isolat

murni dalam pelarut metanol. Pita pertama mempunyai panjang

gelombang 290,00 nm dan pita kedua mempunyai panjang gelombang 216,00

nm. Serapan pada panjang gelombang 290,00 nm diduga adanya transisi elektron-

elektron yang tidak berikatan ke orbital anti ikatan (n → π*) oleh suatu gugus

C=O. Serapan ini terjadi pada panjang gelombang yang panjang dan

intensitasnya rendah (Sastrohamidjojo, 2001). Gugus karbonil (C=O) akan

menyebabkan eksitasi elektron n → π* yaitu eksitasi elektron yang berasal dari

Page 51: BAB I PENDAHULUAN - erepo.unud.ac.iderepo.unud.ac.id/8675/3/b40ea99612da6313800753718bafa6f6.pdf · 1.1 Latar Belakang ... hasil bahwa dengan konsentrasi ekstrak 100% dapat menurunkan

51

51

elektron sunyi oksigen karbonil ke orbital inti ikatan rangkap gugus karbonil

sendiri. Sedangkan serapan pada panjang gelombang 216,00 nm diduga

adanya transisi elektron π→π* yang dapat diperkirakan adanya ikatan C=C

terkonjugasi yang terjadi pada panjang gelombang 210-285 nm (Sastrohamidjojo,

1991). Transisi ini dapat terjadi jika suatu molekul organik mempunyai gugus

fungsional yang tidak jenuh sehingga ikatan rangkap dalam gugus tersebut

memberikan orbital phi yang diperlukan. Berdasarkan hasil identifikasi

spektrofotometer IR dan UV- Vis dapat diduga isolat tersebut merupakan

senyawa flavonoid.

Hasil analisis spektrofotometer IR dan UV-Vis, diduga isolat dari daun

sirsak merupakan senyawa golongan flavonoid yaitu flavanon. Flavanon yang

mempunyai struktur umum seperti Gambar 4.7 dengan gugus fungsi -O-H,C=C, -

C-H alifatik, C=O, dan C-O alkohol.

Gambar 4.7 Struktur Flavanon

Page 52: BAB I PENDAHULUAN - erepo.unud.ac.iderepo.unud.ac.id/8675/3/b40ea99612da6313800753718bafa6f6.pdf · 1.1 Latar Belakang ... hasil bahwa dengan konsentrasi ekstrak 100% dapat menurunkan

51

BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan

Dari hasil penelitian dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Hasil uji mortalitas menunjukkan bahwa isolat daun sirsak bersifat aktif

terhadap kutu daun persik (Myzus persicae Sulz ) dengan konsentrasi

efektif 100 ppm.

2. Hasil uji fitokimia, identifikasi dengan spektrofotometer UV-Vis dan

spektrofotometer Inframerah menunjukkan bahwa isolat aktif tersebut

merupakan golongan senyawa flavonoid yang memberikan serapan pada

panjang gelombang 290 nm oleh suatu gugus fungsi C=O karbonil dan

serapan pada panjang gelombang 216 nm oleh suatu gugus fungsi C=C.

5.2 Saran

Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan metode MS dan Spektroskopi

NMR untuk menentukan struktur molekul dari isolat aktif.