terapi musik bernada lembut untuk menurunkan
TRANSCRIPT
TERAPI MUSIK BERNADA LEMBUT UNTUK MENURUNKAN
DEPRESI PADA PENYANDANG TUNADAKSA DI BALAI BESAR
REHABILITASI SOSIAL BINA DAKSA Prof. Dr. SOEHARSO
NASKAH PUBLIKASI
Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan memperoleh
Gelar Magister Psikologi Profesi
Di Bidang Psikologi Klinis
Oleh :
VERA IMANTI, S.Psi
T100 006 059
MAGISTER PSIKOLOGI PROFESI
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2012
TERAPI MUSIK BERNADA LEMBUT UNTUK MENURUNKAN
DEPRESI PADA PENYANDANG TUNADAKSA DI BALAI BESAR
REHABILITASI SOSIAL BINA DAKSA Prof. Dr. SOEHARSO
T E S I S
Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan memperoleh
Gelar Magister Psikologi Profesi
Di Bidang Psikologi Klinis
Oleh :
VERA IMANTI, S.Psi
T100 006 059
MAGISTER PSIKOLOGI PROFESI
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2012
TERAPI MUSIK BERNADA LEMBUT UNTUK MENURUNKAN
DEPRESI PADA PENYANDANG TUNADAKSA DI BALAI BESAR
REHABILITASI SOSIAL BINA DAKSA Prof. Dr. SOEHARSO
ABSTRAKSI
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efek terapi musik bernadalembut terhadap penurunan depresi pada penyandang tunadaksa. Hipotesis yangdiajukan adalah terapi musik berpengaruh terhadap penurunan depresi padapenyandang tunadaksa. Penelitian ini melibatkan 8 penyandang tunadaksa yangtinggal di asrama BBRSBD Prof. Dr. Soeharso Surakarta sebagai sampelpenelitian, yang terbagi menjadi 2 kelompok, yaitu (1) kelompok eksperimenyang diperdengarkan musik bernada lembut serta diskusi, (2) kelompok kontrol,kelompok yang tidak diperdengarkan musik bernada lembut serta diskusi.
Hasil penelitian berdasarkan Uji Mann-Whitney didapatkan bahwaskor BDI pada kelompok eksperimen dan kelompok kontrol tidak terdapatperbedaan pada fase pretest, dengan nilai Asyimp. Sig sebesar 1,000 yang beradadi atas 0,05. Pada kelompok eksperimen pada tahap pretest dan posttest terdapatpenurunan skor BDI sebanyak 15. Berdasarkan Uji Wilcoxon z=-2,023 yangberada di atas angka -1,96 yang artinya ada pengaruh terhadap pemberian terapimusik bernada lembut untuk menurunkan depresi pada penyandang tunadaksa.
Kata kunci: Terapi musik bernada lembut, Depresi, Tuna daksa
PENDAHULUAN
Manusia tidak selamanya
terlahir di dunia dengan
kesempurnaan fisik. Banyak anak
yang terlahir dengan keterbatasan-
keterbatasan, baik fisik maupun
mental. Keterbatasan-keterbatasan
fisik tersebut meliputi tunadaksa
(cacat tubuh), tuna rungu (cacat
telinga), tuna grahita (cacat mata),
dan tuna wicara (tidak bisa bicara).
Sekretaris Jenderal Depsos RI
bersama Kepala Badiklit Kesos dan
Direktur PT.Surveyor Indonesia pada
saat Expose Data Penyandang Cacat
Tahun 2009 mengemukakan bahwa
berdasarkan, jumlah penyandang
cacat di 9 provinsi sebanyak 299.203
jiwa dan 10,5% (31.327 jiwa)
diantranya merupakan penyandang
cacat berat yang mengalami
hambatan dalam kegiatan sehari-hari
atau activity daily living/ADL
(Indarwati , 2009).
Peneliti melakukan pra
survei di tahun 2010 pada 70 siswa
BBRSB untuk mengetahui gangguan
psikis yang dialami. Peneliti
memberikan skala emosi positif,
skala stres, skala kecemasan, skala
depresi, dan skala trauma pada
mereka. Hasilnya menunjukkan
bahwa gangguan terbanyak adalah
depresi, dengan rincian 14 siswa
menunjukkan tingkat depresi yang
tinggi, 14 siswa menunjukkan tingkat
depresi sedang dan 42 siswa
menunjukkan tingkat depresi yang
rendah.
Peneliti mengadakan survei
lagi khusus untuk penderita depresi
di akhir tahun 2011 hingga awal
2012 ketika penerimaan siswa baru.
Pengukuran menggunakan skala BDI
(Beck Depression Inventory). Dari 56
siswa baru yang masuk BBRSBD, 15
siswa tidak mampu baca tulis dan 18
siswa telah masuk vokasional.
Peneliti hanya memberikan skala
pada 23 siswa yang belum masuk
vokasional. Hasilnya menunjukkan
bahwa 39,5% mengalami depresi
berat dan sedang.
Penelitian dengan
menggunakan intervensi musik untuk
menurunkan depresi cukup banyak
dilakukan. Dewi (2006), melakukan
penelitian pada kelompok
eksperimen yang dikenai terapi
gending. Hasilnya menunjukkan
mereka mengalami penurunan pada
manifestasi ekspresi gejala depresi
dengan proses yang cepat, dominan
pada aspek emosi dan segera diikuti
oleh aspek perilaku, motivasi,
kognitif dan vegetatif. Selanjutnya
pada penelitian Maratos, dkk (2005),
melakukan penelitian dengan
menggunakan terapi musik yang
terbukti dapat diterima oleh orang-
orang depresi yang berhubungan
dengan perbaikan suasana hati.
Penelitian yang dilakukan oleh
Siedliecki dan Good (2006),
menunjukkan hasil pada kelompok
eksperimen yang dikenai perlakuan
musik memiliki kekuatan lebih
dalam mengurangi rasa sakit,
depresi, serta cacat. Sedangkan
penelitian yang dilakukan oleh Perez
dkk (2010), menyatakan bahwa grup
musik-terapi menunjukkan
berkurangnya gejala depresi dari
kelompok psycohterapy, dan ini
terbukti signifikan secara statistik
dengan uji Friedman.
Beberapa hasil penelitian
diatas dapat dijadikan evidance-
based untuk penelitian ini. Musik
adalah sesuatu yang ringan karena
sifatnya hanya untuk didengar dan
menghibur. Musik bisa didengarkan
dimana saja dalam kondisi apapun.
Menurut Djohan (2006), musik dan
pertukaran verbal, baik dalam bentuk
komunikasi atau munculnya kata-
kata kunci yang membantu menggali
masalah-masalah terdalam klien
adalah pendukung utama
keberhasilan terapi ini. Pertukaran
verbal saja belum dianggap
memadai, karena masih
dimungkinkan adanya hambatan-
hambatan untuk mengungkapkan
perasaan. Musik diperlukan sebagai
penguat, musik juga menjadi sarana
utama karena komunikasi dengan
musik dapat diungkap lebih terbuka
dan tidak ragu-ragu, serta lebih
simultan. Musik sangat bisa
mempengaruhi kondisi perasaan
seseorang yang mendengarnya.
Musik dengan kategori positif (ceria,
semangat, atau bahagia) dapat
menimbulkan suasana hati yang
positif. Sedangkan musik yang sedih
dapat menimbulkan suasana hati
yang negatif. Menurut Gardner
(dalam Safaria dan Saputra, 2009),
sering kali orang dengan kebutuhan
khusus lebih efektif belajar melalui
musik karena bagian dari otak musik
adalah bagian tertua dari struktur
otak yang paling sedikit mengalami
kerusakan akibat cacat lahir atau
kecelakaan.
Oleh karena itu dapat
dirumuskan suatu masalah, apakah
terapi musik dapat menurunkan
depresi pada penyandang tuna daksa.
LANDASAN TEORI
Menurut Ibrahim (2006),
depresi adalah gangguan alam
perasaan (afek) yang ditandai dengan
kemurungan, rasa sedih, rasa tak
berdaya, rasa bersalah dan rasa
berdosa. Apabila makin berat maka
akan sampai pada rasa putus asa dan
tak jarang akan timbul pikiran ingin
mati, bahkan tindakan bunuh diri.
Beberapa teori tentang
depresi dijelaskan oleh Nevid, dkk
(2005), yaitu:
a. Teori Psikoanalisa. Depresi
merupakan akibat dari perasaan
marah terhadap diri sendiri, bukan
pada orang-orang yang dikasihi.
Perasaan marah tersebut
diakibatkan dari adanya ancaman
kehilangan atau kehilangan yang
sebenarnya pada orang-orang
yang dianggap penting.
b. Teori Humanistik. Depresi adalah
ketika seseorang tidak dapat
menemukan kebermaknaan
hidupnya. Perasaan bersalah
disebabkan karena individu
tersebut tidak bisa menemukan /
memunculkan potensi-potensi
yang mereka miliki.
c. Teori Belajar. Depresi merupakan
ketidakseimbangan antara output
perilaku dan input reinforcement.
Individu yang menarik diri dari
lingkungan sosialnya akan
menutup kesempatan
mendapatkan reinforcement.
Kurangnya reinforcement tersebut
juga akan menurunkan motivasi.
d. Teori Kognitif. Depresi adalah
cara berfikir yang terdistorsi
negatif pada diri sendiri,
lingkungan dan masa depan. Cara
berfikir negatif pada diri sendiri
adalah ketika individu tidak lagi
percaya dengan dirinya sendiri,
tidak yakin dengan kemampuan
yang dimiliki, merasa bersalah,
merasa tidak dicintai, dan merasa
tidak pantas untuk bahagia. Cara
berfikir negatif terhadap
lingkungan adalah ketika individu
merasa ditolak oleh lingkungan,
lingkungan dianggap menuntut
secara berlebihan, lingkungan
adalah hambatan, serta
lingkungan dianggap dapat
mengakoibatkan kehilangan /
kegagalan. Cara berfikir negatif
terhadap masa depan adalah
ketika individu menganggap
bahwa masa depan tidak mungkin
untuk diraih, merasa tidak
memiliki kekuatan untuk merubah
hal-hal menjadi lebih baik, tidak
memiliki harapan dan sangat sulit
untuk dilalui.
Dalam penelitian ini
kerangka teori yang akan digunakan
adalah teori belajar, dimana individu
akan diberikan reinforcement positif
yang akan meningkatkan
motivasinya.
Depresi dibedakan menjadi
beberapa kategori. Masing-masing
kategori memiliki derajat depresi
yang berbeda-beda pula. Pada
PPDGJ III
(Maslim, 2001), depresi dibedakan
dalam tiga tingkatan, yaitu:
a. Depresi ringan (mild), jika
terdapat sekurang-kurangnya tiga
dari tiga gejala utama ditambah
sekurang-kurangnya dua dari
gejala tambahan yang sudah
berlangsung sekurang-kurangnya
selama dua minggu. Dan tidak ada
yang boleh ada gejala yang berat
diantaranya.
b. Depresi sedang (moderate), jika
terdapat sekurang-kurangnya dua
dari tiga gejala utama ditambah
sekurang-kurangnya tiga
(sebaiknya empat) gejala
tambahan.
c. Depresi berat (severe), jika
terdapat tiga gejala utama
ditambah sekurang-kurangnya
empat gejala tambahan, beberapa
diantaranya harus berintensitas
berat.
Tingkat depresi seseorang dapat
dikategorikan sesuai dengan gejala
yang ada.
Menurut Nasrun (2000),
penatalaksanaan depresi dengan
menggunakan kombinasi terapi
farmakologis dan psikologis. Semua
teknik psikoterapi (psikodinamika,
kognitif, behavioral, relaksasi, dan
lain-lain) dapat dipergunakan.
Menurut Djohan (2003),
depresi dapat dibantu dengan
stimulus dari luar diri yaitu dengan
menggunakan musik atau ritme
tertentu. Ditambahkan pula oleh
Merrit (2003) penyakit disebabkan
ketidakharmonisan ritme di dalam
tubuh, kondisi batin yang santai yang
dipicu oleh musik mampu
melambatkan detak jantung dan
gelombang otak, sehingga ritme
biologis akan kembali alamiah yang
akan berdampak pada otak menjadi
mampu berfikir jernih dan positif,
dan akan tumbuh suasana perasaan
yang positif seperti tenang dan
gembira.
Penyandang tunadaksa
adalah orang-orang yang mengalami
kelainan fisik berupa berbagai
kelainan bentuk tubuh yang
mengakibatkan fungsi tubuh untuk
melakukan gerakan-gerakan.
Kelainan mereka berhubungan
dengan tulang, sendi, otot, syaraf,
dan atau gabungan kelainan dari
tulang, otot, sendi dan syaraf
(Meidina, 2007).
Selanjutnya dikatakan oleh
Choiri (1987) bahwa akibat dari
kondisi kecacatan penyandang cacat
tubuh seperti : kelumpuhan, kelainan
pertumbuhan, kelainan koordinasi
gerak, kelainan bicara, organ tubuh
tidak lengkap, kelainan persepsi
menyebabkan penyandang cacat
kurang dapat menerima kondisi
dirinya sehingga membuat
perasaannya minder dan kurang
berani, malu, acuh tak acuh, mudah
marah, mudah tersinggung, kurang
cepat tanggap terhadap rangsang,
mudah terpengaruh, emosi tidak
stabil sebagai akibat dari persepsi
dan pemahaman dirinya dengan
kondisi fisiknya yang lain dari orang
normal merupakan gambaran dari
kondisi psikis pada anak-anak
penyandang cacat tubuh.
Intervensi dengan
menggunakan musik bisa menjadi
salah satu alternatif penanganan
depresi pada tunadaksa. Musik bisa
disebut sebagai terapi karena ada alur
atau konsep penyembuhan di
dalamnya. Penggunaan musik yang
tepat pada kondisi yang tepat pula
akan membantu memperbaiki
kondisi seseorang. Terapi musik ini
didasarkan dari suara/ritme,
tempo/bit tertentu dengan kondisi
tubuh.
Selanjutnya diungkapkan
oleh Merrit (2003), ketika
mendengarkan musik, seseorang
akan merasakan berbagai bentuk
emosi yang ada di bawah tingkat
kesadaran yang hampir seluruhnya
dipicu oleh musik. Jika saluran emosi
tersumbat, informasi tidak dapat
mengalir, maka tidak akan muncul
gagasan kreatif, spontan, sulit
berfikir, dan berfikir negatif. Musik
yang diterapkan secara teratur bisa
menjaga saluran emosional agar tetap
terbuka. Sehingga orang tersebut
akan mengakui emosi yang
dirasakannya dan dapat membiarkan
pikiran sadar mengendalikannya.
Menurut Satriadarma (2005)
jenis musik untuk terapi adalah
musik yang bersifat datar
(monophonic) tidak menghentak-
hentak, perubahan bentuk nadanya
tidak terlalu fluktuatif atau berubah-
ubah. Kondisi jenis musik seperti ini
bersifat menenangkan dan
mengundang energi psikis untuk
lebih menyatu dengan irama alam.
Menurut Djohan (2003),
metode terapi musik bisa dilakukan
dengan berbagai cara, diantaranya
sebagai berikut: (1) Bernyanyi, untuk
membantu gangguan perkembangan
artikulasi pada kemampuan bahasa,
irama, dan kontrol pernafasan; (2)
Bermain musik, membantu
pengembangan dan koordinasi
kemampuan motorik; (3) Gerakan
ritmis, komponen ritmis sangat
membantu untuk meningkatkan
motivasi, minat, perhatian dan
kegembiraan, sebagai alat nonverbal
untuk mendorong individu; (4)
Mendengarkan musik, dapat
mengembangkan keterampilan
kognisi, seperti memori dan
konsentrasi. Mendengarkan musik
juga merupakan proses serta syarat
untuk menghadapi persoalan yang
sulit dengan menyediakan
lingkungan yang kreatif untuk
mengekspresikan diri.
DEFINISI OPERASIONAL
Terapi musik bernada lembut
Terapi musik dalam
penelitian ini yaitu terapi dengan
menggunakan musik bernada lembut.
Musik bernada lembut adalah musik
dengan nada dasar minor, temponya
sesuai dengan detak jantung,
nadanya terprediksi dan tidak hingar
bingar. Metode yang digunakan
adalah dengan cara mendengarkan
musik bernada lembut yaitu dengan
sengaja dan sepenuh hati. Adapun
jenis musik yang digunakan adalah
jenis musik instrumen piano oleh
Richard Clayderman. Instrument dan
lagu tersebut dipilih karena
temponya sesuai dengan detak
jantung, nadanya terprediksi dan
tidak hingar bingar.
Terapi musik bernada
lembut pada penelitian ini digunakan
untuk melihat pengaruh musik
bernada lembut pada partisipan yang
tidak menyukai musik bernada
lembut. Dari hasil survey kesukaan
musik, terdapat dua jenis musik yang
disukai oleh partisipan, yaitu dangdut
dan pop rock.
Depresi
Depresi adalah gangguan
afektif (mood) yang ditandai dengan
adanya perasaan sedih, kehilangan
minat, perasaan bersalah, berdosa,
putus asa, menyalahkan diri sendiri,
tidak percaya diri yang kemudian
berakibat pada hubungan sosial yang
terganggu, dan menurunnya nafsu
makan (berat badan menurun).
Variabel depresi diukur dengan
menggunakan Beck Depression
Inventory (BDI) yang disusun oleh
Beck (1985) yang telah dimodifikasi
ke dalam bahasa Indonesia oleh
Retnowati (1990), semakin tinggi
nilai total yang diperoleh individu
berarti semakin parah depresinya,
sebaliknya semakin rendah nilai
totalnya semakin baik keadaan
perasaannya.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan
dengan menggunakan rancangan
eksperimen yang disebut dengan
Pretest – Posttest Control Group
Design (Seniati, 2006), yaitu
menggunakan randomisasi sebagai
kontrol terhadap proactive history
(pretest menginformasikan
kemampuan awal partisipan sebelum
dilakukan penelitian) untuk
menyetarakan KE dan KK.
Desain eksperimen pretest-posttest
control group design
Peneliti akan membentuk
dua kelompok eksperimen yang
disebut KE dan KK. Dimana pada
kelompok eksperimen (KE) akan
diberikan perlakuan mendengarkan
musik dan lagu, serta diskusi lirik.
Sedangkan kelompok kontrol (KK)
tidak mendapatkan perlakuan apapun
selama terapi berlangsung (waiting
list).
Selain itu, untuk mengontrol
variabel sekunder, maka dilakukan
beberapa prosedur sebagai berikut:
a. Jenis musik: dikontrol dengan
teknik blocking, yaitu jumlah
subjek / partisipan yang
menyukai jenis musik pop rock
dan yang menyukai jenis musik
dangdut sama pada setiap
kelompok.
b. Kemampuan baca tulis:
dikontrol dengan teknik
konstansi, yaitu memilih subjek /
partisipan yang mampu untuk
baca tulis.
c. Kebisingan: dikontrol dengan
teknik eliminasi, yaitu
menggunakan ruangan yang jauh
dari kebisingan.
(KE) O₁ XO₂ O₃
(KK) O₁ O₂ O₃
d. Kecacatan: dikontrol dengan
teknik randomisasi, yaitu secara
acak memasukkan subjek ke
dalam KE dan KK.
PENGOLAHAN DATA
Untuk pengolahan data
dilakukan beberapa kegiatan, yaitu:
1. Untuk membuktikan bahwa ada
penurunan skor BDI pada masing-
masing kelompok berbeda,
termasuk hasil skor selama
pengukuran (pretes – posttest -
masa didiamkan selama 1
minggu) digunakan Uji U Mann-
Whitney.
2. Untuk membuktikan ada
perubahan skor BDI sebelum
perlakuan, sesudah perlakuan, dan
masa didiamkan selama satu
minggu, digunakan Uji Wilcoxon.
Uji Wilcoxon digunakan untuk
menguji signifikansi hipotesis
komparatif uji dua sampel
berhubungan (berpasangan).
3. Dengan menggunakan analisis
deskriptif, untuk menganalisa
perubahan tingkat depresi yang
dialami oleh masing-masing
partisipan.
HASIL
Pada kolom Asymp. Sig
terdapat angka sebesar 1,000 yang
berada di atas 0,05, sehingga Ho
diterima. Hal ini berarti tidak ada
perbedaan skor depresi antara
kelompok eksperimen dengan
kelompok kontrol pada fase pretest.
Pada perhitungan skor BDI
fase pretest dan posttest kelompok
eksperimen, terlihat hasil
perhitungan nilai z adalah -2,023.
posttest – pretest
Z -2,023(a)Asymp. Sig.(2-tailed)
,043
Skor tersebut berada di atas -1,96
yang artinya Ho ditolak.
Kesimpulannya adalah ada pengaruh
terhadap pemberian terapi musik
bernada lembut untuk menurunkan
depresi pada penyandang tuna daksa.
Pada perhitungan skor fase
posttest dan follow up kelompok
eksperimen, terlihat hasil
perhitungan nilai z adalah -0,135.
Skor tersebut berada di bawah -1,96
yang artinya Ho diterima.
Kesimpulannya adalah tidak ada
pengaruh pemberian musik bernada
lembut pada penyandang tunadaksa
setelah didiamkan selama satu
minggu.
PEMBAHASAN
Hasil analisis statistik non
parametrik dengan menggunakan uji
U, menunjukkan bahwa; ada
perbedaan tingkat penurunan skor
depresi pada kelompok yang dikenai
terapi musik bernada lembut
(kelompok eksperimen) dengan
kelompok yang tidak dikenai terapi
(kelompok kontrol).
Selain itu hasil analisis
statistik non parametrik uji
Wilcoxon, juga menunjukkan; 1) ada
pengaruh pemberian terapi musik
bernada lembut untuk menurunkan
depresi pada penyandang tuna daksa
pada fase pretest dan posttest, 2) ada
pengaruh terhadap pemberian terapi
musik bernada lembut untuk
menurunkan depresi pada
penyandang tuna daksa pada fase
posttest dan follow up.
Terapi musik bernada
lembut efektif untuk menurunkan
gejala depresi pada semua kategori.
Kategori depresi berat paling banyak
followup - posttest
Z -,135(a)Asymp. Sig.(2-tailed)
,893
mengalami penurunan. Dari hasil
penelitian, partisipan yang mau
terbuka menceritakan tentang dirinya
dan aktif berdiskusi, menunjukkan
penurunan skor dan menetap hingga
fase follow up. Berbeda dengan
partisipan yang kurang berkenan
untuk menceritakan tentang dirinya
atau permasalahannya, skor BDI
mengalami sedikit penurunan.
Mereka membutuhkan ruang
tersendiri dengan jumlah partisipan
lebih sedikit atau bisa jadi terapi
individu, dan lebih intens. Selain itu
waktu pelaksanaan juga
mempengaruhi. Ketika penelitian
diadakan siang hari, kondisi
partisipan sudah lelah sehingga tidak
maksimal dalam menerima
informasi.
Menurut Soemantri
(2007), awalnya penderita tunadaksa
yang baru mengalami ketunaan
menolak, namun lambat laun ia akan
menyesuaikan diri lebih baik lagi
dengan lingkungannya. Pada
penelitian ini WRT mendapatkan
skor BDI dengan kategori berat. Hal
ini diduga karena peristiwa
kecelakaan baru 2 tahun ia alami,
sehingga ia masih belum bisa
menyesuaikan kondisinya.
Dari hasil evaluasi,
observasi dan catatan harian, setelah
melakukan relaksasi dengan
mendengarkan musik bernada lembut
sejak hari pertama hingga hari
keempat diperoleh beberapa sikap
yang muncul. Sikap-sikap tersebut
antara lain: merasa tenang, rileks,
sabar, merasa semangat, optimis,
terharu, sedih, bersyukur, merasa
terpukul dan bahagia. Hal tersebut
seperti yang diungkapkan oleh Merrit
(2003) bahwa untuk mengakses
pikiran dan pemahaman seseorang
yang paling dalam, tubuh harus
berada dalam kondisi seimbang
setengah bermeditasi, yaitu ketika
semua fisik melambat, teratur, atau
tidak kacau. Musik dapat membawa
seseorang dari kondisi otak beta
(terjaga) menuju kondisi alpha
(meditatif) sementara individu yang
bersangkutan tetap sadar dan terjaga.
Pada hasil evaluasi hari
pertama, setelah mendengarkan
musik bernada lembut tampak
beberapa perasaan yang muncul.
Perasaan-perasaan tersebut antara
lain: terharu, bersyukur, tenang,
rileks, bisa mengendalikan emosi,
tabah dan sabar. Seperti yang
diungkapkan oleh Verny (dalam
Merrit, 2003) bahwa detak jantung
lebih stabil dan melambat dengan
jenis musik lambat dengan nada
tinggi atau panjang.
Dari hasil evaluasi, catatan
harian dan observasi pada hari kedua,
juga tampak beberapa perasaan.
Perasaan tersebut antara lain:
merasakan optimis, sabar, mampu
memunculkan peristiwa
menyenangkan, dan merasa sedih
karena teringat masa lalu. Hal
tersebut sejalan dengan apa yang
diungkapkan oleh Djohan (dalam
Safaria dan Saputra, 2009), bahwa
metode mendengarkan musik
memiliki banyak aplikasi terapi
karena dapat mengembangkan
keterampilan kognisi, seperti memori
dan konsentrasi.
Pada hari ketiga, dari hasil
evaluasi, catatan harian dan
observasi, tampak beberapa perasaan
yang muncul. Perasaan tersebut
adalah semangat, tenang, gembira,
dan disertai pikiran positif. Hal
tersebut sesuai dengan pernyataan
Merrit (2003) bahwa penyakit
disebabkan ketidakharmonisan ritme
di dalam tubuh, kondisi batin yang
santai dipicu oleh musik mampu
melambatkan detak jantung dan
gelombang otak, sehingga ritme
biologis akan kembali alamiah yang
akan berdampak pada otak menjadi
mampu berfikir jernih dan positif,
dan akan tumbuh suasana perasaan
yang positif seperti tenang dan
gembira.
Pada hari keempat, dari
hasil evaluasi, catatan harian dan
observasi muncul perasaan positif
yaitu semangat dan optimis.
Pemilihan instrument piano yang
bernada lembut dengan bit yang
sedikit ditingkatkan bertujuan untuk
menyemangati partisipan serta
membuat bergairah. Seperti
dijelaskan oleh Pulepessy (dalam
Soejoeti, 2005) tempo musik
didefinisikan sebagai derajat
kecepatan irama yang dibagi atas
tempo lambat, sedang dan cepat.
Tempo dapat disesuaikan dengan
perubahan mood dan energy, serta
dibuat untuk lebih membangkitkan
semangat pada pagi hari dan siang
hari (Schultz dan Schultz, dalam
Soejoeti, 2005).
Terlihat dari hasil
pengukuran, semua peserta merasa
dirinya gagal. Takut terhadap
kelemahan dan kekurangan diri
dialami oleh SGT, WRT, dan SKN.
Self-esteem adalah pandangan
individu terhadap nilai dirinya atau
bagaimana seseorang menilai,
mengakui, menghargai, atau
menyukai dirinya sendiri (Lubis,
2009; Blascovic dan Tomaka, 1991).
Harga diri yang rendah akan
berpengaruh negatif pada individu
yang bersangkutan dan
mengakibatkan individu tersebut
akan menjadi stres dan depresi
(Lubis, 2009; Butler, dkk, 1994).
Orang yang memiliki penghargaan
diri rendah mudah dihinggapi rasa
takut, seperti perasaan tidak diterima
dan selalu merasa dibenci, selalu
merasa gagal, terlalu takut
menghadapi kelemahan dan
kekurangan dirinya, sangat peka
terhadap kritik dan mudah
tersinggung, serta cenderung menarik
diri dalam pergaulan (Lubis, 2009;
Coopersmith, 1967).
KESIMPULAN
Penelitian ini telah
membuktikan bahwa terapi musik
bernada lembut mempunyai
pengaruh terhadap penurunan skor
BDI dari fase pretest hingga fase
posttest pada penyandang tuna daksa
di BBRSBD. Terlihat pula perbedaan
yang signifikan antara kelompok
yang mendapatkan perlakuan terapi
musik bernada lembut dengan
kelompok yang tidak mendapatkan
perlakuan terapi musik bernada
lembut. Kelima partisipan yang
mengikuti terapi musik bernada
lembut, semua mengalami
penurunan.
SARAN
1. Untuk penderita gangguan depresi
penyandang tunadaksa
Penelitian ini
membuktikan bahwa ada pengaruh
musik bernada lembut terhadap
penurunan gejala depresi pada
penyandang tunadaksa. Musik
bernada lembut dapat memunculkan
atensi dan reinforcement positive
bagi pendengarnya. Berdasarkan
pengalaman terapi yang telah
dilakukan tidak cukup sulit untuk
mendengarkan musik bernada lembut
untuk menurunkan depresi bagi
penyandang tunadaksa.
2. Untuk peneliti selanjutnya
Penelitian ini masih
merupakan penelitian pendahuluan
dalam kaitannya mencari modul
terapi musik bernada lembut yang
efektif untuk menurunkan depresi,
sehingga hasil dari penelitian ini
dikatakan masih jauh dari sempurna.
Penelitian ini menggunakan musik
bernada lembut, yaitu bukan
merupakan jenis musik yang disukai
oleh partisipan. Untuk peneliti
selanjutnya bisa menggunakan musik
yang disukai dari partisipan.
3. Untuk instansi terkait
Hasil evaluasi dari
partisipan setelah mengikuti terapi
musik motivasi ini adalah bahwa
terapi ini bermanfaat untuk
menambah wawasan dan informasi
yang positif. Sehingga perlu
dipertimbangkan untuk mengadakan
terapi alternatif seperti terapi musik
motivasi ini. Diperlukan adanya
kerjasama antara psikolog dan pihak
terkait agar bisa mengatasi
permasalahan siswa dengan
intervensi yang tepat. Pelaksanaan
terapi musik motivasi lebih tepat
ketika siswa belum memasuki kelas
keterampilan, setelah diadakan
asesmen. Screening awal tetap
dilakukan selama asesmen untuk
mengetahui permasalahan yang
dialami oleh siswa baru. Penanganan
yang tepat dan cepat, akan
mempermudah proses belajar siswa
karena tidak lagi terhambat oleh
gangguan yang dialaminya. Agar
terapi yang dilakukan dapat berjalan
lancar dan mendapatkan manfaat
yang optimal, seluruh persyaratan
pelaksanaan terapi musik bernada
lembut sebagaimana yang telah
tercantum dalam modul hendaknya
dipenuhi dan diikuti.
DAFTAR PUSTAKA
Alvin, J. 1975. Music Therapy. NewYork: Basic Book
Bahaudin, T. 1999. BrainwareManagement: Generasi ke-lima Manajemen Manusia.Gramedia. Jakarta
Baihaqi, M. dkk. 2005. Psikiatri(konsep dasar dan gangguan-gangguan). Refika Aditama.Bandung
Beck, A. T. 1985. Causes andTreatment. University ofPennsylvania Press.Philadelphia
Bruscia, K. E. 1987. ImprovisationalModels of Music Therapy.Springfield. Charles C. Thomas
Campbell, D. 2001. Efek Mozart.Memanfaatkan kekuatan musikuntuk mempertajam pikiran,meningkatkan kreativitas, danmenyehatkan tubuh. PT.Gramedia Pustaka Utama.Jakarta
Chaplin, J. P. 2002. Kamus LengkapPsikologi. RajaGrafindo Persada.Jakarta
Choiri, S. A. 1987. OrtopadagogikD: Untuk Tuna Daksa.
Universitas Negeri Surakarta.Surakarta
Crowe, B. J & Seovel, M. 1996. AnOverview of Sound HealingPractices: Implication for theProfession of Music Therapi I.Music Therapy PerspectiveVol.14
Davison, G. Neale, J. M dan Kring,A. M. 2006. PsikologiAbnormal. Edisi Ke-9.Rajagrafindo Persada. Jakarta
Delphie, B. 2009. PsikologiPerkembangan (AnakBerkebutuhan Khusus). IntanSejati. Klaten
De Sousa. 2010. Music therapy inchronic scizophrenia. JPPS. 7(1): 13-17
Djohan. 2006. Terapi Musik. Teori &Aplikasi. Galangpress. Yogyakarta
Djohan. 2003. Psikologi Musik.Buku Baik. Yogyakarta
Dewi D. S. E. 2006. Efek terapeutikgending Banyumasan terhadappenurunan depresi pasienstroke di RSUD Banyumas.Tesis. Pascasarjana UniversitasGajahmada. Yogyakarta
Gold, C., Voracek, M., Wigram, T.2004. Effect of Music Therapyfor Children and Adolscentswith Psychopathology: AMeta-analysis. Journal ofChild psychology andpsychiatry, 45, 1054-1063
Hadi, P. 2004. Depresi danSolusinya. Penerbit Tugu.Yogyakarta
Hendricks, C. B. 2001. A Study ofthe Use of Music TherapyTechniques in a Group for theTreatment of AdolscentsDepression. DissertationAbstracts International, 62 (2-A). UMI No.AAT3005267
Heny A. Westra. 2004. ManagingResistance in CognitiveBehavioral Therapy: theApplication of MotivationalInterviewing in Mixed Anxietyand Depression. CognitiveBehavior Therapy Vol 33, No4, pp. 161-175
Ibrahim, A. S. 2006. Mania, AlamPerasaan, Depresi. PenerbitDua as -as dua. Jakarta
Indarwati, I. 2009. Materi ExposeData PMKS Pencaberdasarkan ICF Tahun 2009
Jan S. Purba. 2006. PeranNeuroendokrin pada depresi.Dexa Media No.3, Vol. 19,Juli-September
Jeffrey L. Kibler, Judith A. Lyons.2008. Brief Cognition-FocusdeGroup Therapy for DepressiveSymptoms in ChronicPosttraumatic Stress Disorder:A Pilot Study. Journal OfPsychological Trauma. Vol 7(2)
Kaplan dan Sadock. 1997. SinopsisPsikiatri. Jilid satu. Edisi
ketujuh. Penerbit BinarupaAksara. Jakarta
Kate & Mucci, R. 2002. The HealingSound of Music. PT. GramediaPustaka Utama. Jakarta
Lerik, M. D. C dan Prawitasari, J. E.2005. Pengaruh Terapi MusikTerhadap Depresi Di AntaraMahasiswa. Tesis (tidakditerbitkan). Fakultas PsikologiUniversitas Gajahmada.Yogyakarta
Madsen, C. K; Cotter, V. & Madsen,C. H, Jr. 1968. A Behavioralapproach to Music Therapy.Journal of Music Therapy, S.70-75
Maratos, A. S., Gold, C., Wang, X.,Crawford, M. J. 2008. Musictherapy for depression.Cochrane Database ofSistematic Reviews, I. Art. No.:CD004517. DOI:10.1002/14651858.CD004517.pub2
Martinah, S. M. 2002. PsikologiRehabilitasi (hand out). PascaSarjana UGM. Yogyakarta
Maslim, R. 2001. Buku SakuDiagnosis Gangguan JiwaRujukan Ringkas dari PPDGJ-III. Cetakan pertama. NuliJaya. Jakarta
Mei-Yueh Chang, Chung-Hey Chen,Kuo-Feng Huang. 2008.Effects of Music Therapy onPsychological Health ofWomen during Pregnancy.Journal of Clinical, 17, 2580-2587
Merrit, S. 2003. Simfoni Otak. Kaifa.Bandung
Montello, L. 2004. KecerdasanMusik (Esential MusicalIntelligence). Lucky Publisher.Batam
Nasrun, M.W. 2000. Depresi padaUsia Lanjut. PedomanPembinaan Kesehatan JiwaUsia Lanjut Bagi PetugasKesehatan
Nevid, dkk. 2005. PsikologiAbnormal. Edisi kelima. Jilid1. Penerbit Erlangga. Jakarta
Perez, S. C., Perez, V. G., Velasco,M. C., Campos, E. P., Mayoral,M. A. 2010. Effects of musictherapy on depressioncompared with psychotherapy.The Art of Psychotherapy
Prasetyo, E. P. 2003. Peran musiksebagai fasilitas dalam praktekdokter gigi untuk mengurangikecemasan klien. PenelitianFakultas Kedokteran GigiUniversitas Airlangga
Retnowati, S. 1990. EfektifitasTerapi Kognitif dan TerapiPerilaku pada PenangananGangguan Depresi. Tesis (tidakditerbitkan). Yogyakarta.Fakultas Psikologi UniversitasGajahmada.
Safaria, T dan Saputra, N. E. 2009.Manajemen Emosi. PenerbitBumi Aksara. Jakarta
Salampessy, W. 2004. Terapi denganMusik. Intern Aksara. Batam
Sandra L. Siedlicki. 2006. Effect ofMusic on Power, Pain,Depression and disability. TheAuthors. Journal Compilation.
Sarason, I. G. 1989. AbnormalPsychology. Pentice Hall. 6th Ed.New Jersey:
Satriadarma, M. P. 2002. TerapiMusik. Milenia Populer. Jakarta
Sergio Castillo, Virginia Gomez,dkk. 2010. Effect of MusicTherapy on DepressionCompared with Psychotherapy.The Art in Psychotherapy
Siedliecki, S. L., Good, M. 2006.Effect music on power, pain,depression, and disability.Journal compilation. BlackwellPublishing Ltd
Seniati, L., Yulianto, A., Setiadi. B.N. 2005. PsikologiEksperimen. Indeks. Jakarta.
Soejoeti, N. K. 2005. Pengaruhmusik pengiring kerja terhadapmotivasi kerja, kepuasan kerja,dan produktivitas kerjakaryawan stasiun karantinahewan dan tumbuhan tanjungemas Semarang. Tesis.Universitas Gajahmada.Yogyakarta
Soemantri, T. S. 2007. PsikologiAnak Luar Biasa. Refika Aditama.Bandung
Solso, Macin dan Maclin. 2008.Psikologi Kognitif. Erlangga. Jakarta
Spiritia. 2005. Terapi Alternatif.Yayasan Spiritia. Jakarta
Sulistyorini. W. 2005. TerapiKognitif Perilaku untukDepresi pada PenyandangCacat Tubuh. Tesis.Pascasarjana UniversitasGajahmada
Suryabrata, S. 2003. MetodologiPenelitian. PT. RajaGrafindoPersada. Jakarta
Trepka, A. R. D. A. Shapiro, G. E.H, Barkham. M. 2004.Therapist Competence andOutcome of Cognitive Therapy
for Depression. CognitiveTherapy and Research, Vol.28, No. 2, April 2004, pp. 143-157
Yulianty, L., Budiman, I. 2009.Perbandingan pengaruh musikrelaksasi dan musik yangdisukai terhadap persepsi nyeri.JKM. Vol.8 NO.2 Februari2009: 155-161