bab i pendahuluan a. pengertian syariah dan fiqh

37
1 BAB I PENDAHULUAN A. Pengertian Syariah dan Fiqh 1. Pengertian Syariah Syariah secara etimologi berarti jalan menuju sumber air. Jalan menuju sumber air ini bisa berarti jalan ke arah sumber kehidupan. 1 Sedangkan secara terminologi syariah menurut beberapa pakar Islam sebagai berikut: a. Manna’ Qathan, Syariah adalah segala ketentuan Allah yang disyari’atkan kepada hamba-Nya yang mencakup aqidah (Keimanan), akhlak (moral), ibadah (ritual) maupun muamalah (aturan hukum terkait hubungan dengan sesama manusia). 2 b. Mahmud Syaltut, Syariah ialah, “hukum-hukum yang digariskan Allah agar manusia dapat mempedomaninya yang terkait dengan hubungan manusia dengan Tuhan, hubungannya dengan sesama manusia, dan hubungannya dengan alam dan kehidupan”. 3 Dari definisi di atas dapat disimpulkan bahwa syariah memiliki makna yang luas yaitu, identik dengan agama yang ajarannya meliputi aqidah, akhlak, ibadah dan muamalat. Hal ini selaras dengan pernyataan firman Allah dalam surat al-Maidah (5):48; al-Syura (42); 13 dan al-Jatsiyah (45): 18. Dalam perkembangannya, kata syariah sering juga diidentikan dengan ketentuan-ketentuan Allah yang menyangkut hukum atas perilaku praktis manusia sehari-hari (tidak termasuk 1 Muhamad Faruq Nabhan, Al-Madkhal li al-Tasyri’ al-Islami, (Beirut: Dar al-Shadir, t.th.), Jilid VIII, h. 10. 2 Manna’ al-Qathan. Al-Tasyri’ wa al-Fiqh fi al-Islam, (T.tp: Muassasah al-Risalah, t.th), h. 14. 3 M.Hasbi Ash-Shidiqi. Falsafat Hukum Islam. (Jakarta: Bulan Bintang, 1993), h. 31.

Upload: others

Post on 15-Oct-2021

4 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB I PENDAHULUAN A. Pengertian Syariah dan Fiqh

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Pengertian Syariah dan Fiqh

1. Pengertian Syariah

Syariah secara etimologi berarti jalan menuju sumber air.

Jalan menuju sumber air ini bisa berarti jalan ke arah sumber

kehidupan.1

Sedangkan secara terminologi syariah menurut beberapa

pakar Islam sebagai berikut:

a. Manna’ Qathan, Syariah adalah segala ketentuan Allah yang

disyari’atkan kepada hamba-Nya yang mencakup aqidah

(Keimanan), akhlak (moral), ibadah (ritual) maupun muamalah

(aturan hukum terkait hubungan dengan sesama manusia). 2

b. Mahmud Syaltut, Syariah ialah, “hukum-hukum yang

digariskan Allah agar manusia dapat mempedomaninya yang

terkait dengan hubungan manusia dengan Tuhan,

hubungannya dengan sesama manusia, dan hubungannya

dengan alam dan kehidupan”.3

Dari definisi di atas dapat disimpulkan bahwa syariah

memiliki makna yang luas yaitu, identik dengan agama yang

ajarannya meliputi aqidah, akhlak, ibadah dan muamalat. Hal ini

selaras dengan pernyataan firman Allah dalam surat al-Maidah

(5):48; al-Syura (42); 13 dan al-Jatsiyah (45): 18.

Dalam perkembangannya, kata syariah sering juga

diidentikan dengan ketentuan-ketentuan Allah yang menyangkut

hukum atas perilaku praktis manusia sehari-hari (tidak termasuk

1Muhamad Faruq Nabhan, Al-Madkhal li al-Tasyri’ al-Islami, (Beirut: Dar al-Shadir,

t.th.), Jilid VIII, h. 10. 2Manna’ al-Qathan. Al-Tasyri’ wa al-Fiqh fi al-Islam, (T.tp: Muassasah al-Risalah,

t.th), h. 14. 3 M.Hasbi Ash-Shidiqi. Falsafat Hukum Islam. (Jakarta: Bulan Bintang, 1993), h. 31.

Page 2: BAB I PENDAHULUAN A. Pengertian Syariah dan Fiqh

2

keimanan dan akhlak) yang terdiri dari aspek ibadah dan

muamalah, baik yang langsung ditetapkan al-Qur’an dan Sunnah

maupun yang ditetapkan berdasarkan pemikiran manusia (ijtihad).

Syariah yang dihasilkan oleh pemikiran manusia (ijtihad)

berdasarkan penalaran terhadap sumber utamanya Al-Qur’an dan

Sunnah ini kemudian dikenal dengan Fiqh.

2. Pengertian Fiqh

Kata Fiqh menurut etimologi berarti pemahaman yang

mendalam. Sedangkan menurut terminologi, fiqh adalah

pengetahuan tentang hukum syara' (hukum yang bersumber dari ajaran

Islam/Al-Qur’an dan As-Sunnah/Hadis) yang berhubungan dengan amal

perbuatan manusia, yang digali dan ditemukan melalui penalaran

mujtahid (pakar hukum Islam) dari dalil-dalinya yang terinci ".4

Fiqh diperlukan setidaknya karena dua alasan, pertama, Al-

Qur’an dan assunah tidak berkembang lagi setelah Rasulullah SAW

meninggal, sementara persoalan baru senantiasa yang muncul

seiring dengan perkembangan dan perbedaan zaman, situasi,

kondisi, tempat serta tehknologi. kedua, tidak semua ayat-ayat Al-

Qur’an dan As-Sunnah dapat dipahami secara jelas (muhkam) dan

pasti (qat’i) oleh semua orang tetapi banyak ayat-ayat yang samar

(mutasyabih) dan tidak pasti (dhanny) sehingga bisa dipahami

berbeda-beda.

Oleh karena Fiqh adalah hasil pemahaman akal manusia

(mujtahid) terhadap sumber ajaran Islam (Al-Qur’an dan sunnah)

yang terkait amal perbuatan manusia yang bersifat lahiriyah maka

produk fiqh sangat mungkin bervariasi atau berbeda-beda antara

hasil pemahaman satu fuqaha (pemikir/pakar hukum Islam)

dengan fuqaha yang lain. Dengan dengan demikian, kebenaran

4 Wahbah Zuhaily, Ushul al-Fiqh al-Islamy, (Beirut, Dar al-Fikr, 1987), huz 1, h: 19

Page 3: BAB I PENDAHULUAN A. Pengertian Syariah dan Fiqh

3

produk fiqh tidak bersifat pasti (qath’i) tetapi bersifat relatif

(zhanny), kebenarannya tidak 100% benar tetapi memungkinkan

terjadi kesalahan (khilaf).

Di samping itu, karena fiqh dilahirkan oleh para mujtahid

(pakar hukum Islam) yang tidak terlepas dari faktor pengaruh

zaman, situasi, kondisi, tempat serta tehknologi yang

melingkupinya, maka Fiqh sangat mungkin mengalami perubahan

dan perbedaan seiring dengan perubahan-perubahan faktor yang

mempengaruhinya. Bahkan antar mujtahid pun bisa melahirkan

produk ketentuan fiqh yang berbeda dalam persoalan yang

mungkin sama. Oleh karena itu fiqh sering dikaitkan dengan

mujtahid yang memformulasikannya, misalnya fiqh Hanafi, fiqh

Maliki, fiqh Syafi’i, fiqh Hanafi, fiqh Syiah dan lain-lain.

3. Obyek Kajian Fiqh

Obyek kajian Fiqh adalah amal perbuatan lahiriyah manusia,

baik yang terkait dengan hubungan manusia dengan Tuhan (Fiqh

Ibadah) maupun yang terkait dengan hubungan manusia dengan

sesama manusia (Fiqh muamalah). Jadi Fiqh tidak secara langsung

menkaji ajaran Islam yang terkait dengan akidah dan Akhlak.

Dengan demikian Fiqh secara umum dibagi menjadi dua:

pertama yang menyangkut hubungan manusia dengan Allah

disebut Fiqh Ibadah dan kedua, yang menyangkut hubungan

manusia dengan sesama manusia disebut dengan Fiqh muamalat.

Fiqh ibadah meliputi ajaran Islam yang dominan

mengandung unsur spritualitasnya seperti shahadat, shalat, puasa,

zakat, dan haji. Umumnya bidang fiqh ini dijelaskan secara rinci

(tafshily) sehingga tidak banyak menuntut kreatifitas akal manusia

melalui ijtihad.

Page 4: BAB I PENDAHULUAN A. Pengertian Syariah dan Fiqh

4

Sedangkan, Fiqh muamalat meliputi aspek ajaran Islam yang

dominan unsur hubungan sesama manusia yang menyangkut hak

dan kewajiban terhadap sesamanya. Fiqh Muamalah terdiri dari

bidang-bidang sebagai berikut:

a. Hukum keluarga (ahwal syakhsyiyyah) terdiri dari perkawinan

(munakahat), waris (mawaris), hibah dan wasiat, wakaf ;

b. Hukum ekonomi (muamalat maaliyah/iqtishadiyah) terdiri dari jual

beli (buyu’), perseroan (syirkah), Mudharabah, gadai (alrahn),

perkongsian pepohonan (al-musaqah), perkongsian pertanian (al-

muzara’ah), sewa menyewa (al-ijarah), pemindahan

hutang/faktoring (al-hiwalah), hak prioritas pemilik

lama/tetangga (al-shuf’ah), perwakilan dalam melakukan akad

(al-wakalah), pinjam meminjam (al-‘ariyah), barang titipan (al-

wadi’ah), al-gasb (memakai barang orang lain tanpa izin), barang

temuan (luqathah), jaminan perseorangan (al-kafalah), dan

sayembara (al-ji’alah) dan lain-lain ;

c. Hukum pidana (jinayah) terdiri dari qishash (hukum setimpal :

pembunuhan, pelukaan, dll), hudud (perbuatan pidana yang

hukumnya secara tegas dijelaskan dalam al-quran dan hadis) ,

dan ta’zir (perbuatan dan hukuman pidana yang ditentukan oleh

ulil amri (negara);

d. Hukum tata negara (siyasah) terdiri dari hukum Tata Negara (al-

ahkam al-sulthoniyah), hukum antar negara (alhuquq al-dauliyah);

dan Lain-Lain;

e. Hukum acara (murafa’at) atau mukhasamat (gugatan, tuntutan,

saksi, hakim, dan peradilan).

B. Pengertian Fiqh Muamalah

Kata muamalat berasal dari bahasa arab muamalat (ا لمعا ملة) yang

merupakan derifasi (bentukan) dari kata ‘amala-yuamilu-muamalatan ( عاملا

Page 5: BAB I PENDAHULUAN A. Pengertian Syariah dan Fiqh

5

معا ملة –يعا مل – ) yang menurut bahasa (etimologi) memiliki arti saling

bertindak, berbuat, pekerjaan, pergaulan sosial (social intercous), bisnis

(business), dan transaksi (transaction).5

Secara terminologi (istilah) pengertian fiqh muamalah dibagi

dalam dua macam yaitu pengertian fiqh muamalah dalam arti luas dan

pengertian fiqh muamalah secara sempit.

Fiqh Muamalah dalam arti luas adalah aturan-aturan hukum Islam

yang mengatur hubungan antar manusia baik yang bersifat individual

maupun kolektif, yang terdiri dari hukum keluarga (al-akhwal al-

syakhsiyyah), hukum kebendaan (al-ahkam al-madaniyah), hukum pidana (al-

ahkam al-jinaiyah), hukum acara (ahkam murafa’at), perundang-undangan

(al-ahkam al-dusturiyah), hukum internasional (al-ahkam al-dualiyah), hukum

ekonomi dan keuangan (al-ahkam al-iqtishadiyah wa al-maliyah).6

Sedangkan muamalah dalam arti sempit hanya dibatasi pada

hubungan hukum yang terkait dengan persoalan harta benda (maaliyah).

Mustofa Ahmad al-Zarqa merumuskan Fiqh Mumalat sebagai berikut:

الأحكم المتعلقة بافعال النا س و تعاملهم بعضهم مع بعض فى الاموال وا لحقو ق و 8فصل منا زعاتهم

“Hukum–hukum yang berkaitan dengan perbuatan manusia dan hubungan antar

sesama manusia dalam urusan harta benda, hak dan kewajiban, serta penyelesaian

sengketa di antara mereka”

Atas dasar pengertian fiqh muamalat di atas, dapat disimpulkan

bahwa fiqh muamalat dalam arti luas mencakup segala aturan hukum

Islam yang terkait dengan hubungan antar manusia (hablum minannas)

sebagai pembeda fiqh ibadah yang mengatur hubungan manusia dengan

5Ibn Manzur, Lisan al-‘Arab, (Beirut: Dar Lisan al-‘Arab, t.th.), jilid 2, h. 887. Ma’an

Z Madina, Arabic-English Dictiniory of Modern Literary Language, (New York: Pocket Book, 1973), h. 457

6Wahbah Zuhaili, Al-Fiqh al-Islamy wa Adillatuhu, (Beirut: Dar al-Fikr, 2002), cet. 4, h. 33-34.

Page 6: BAB I PENDAHULUAN A. Pengertian Syariah dan Fiqh

6

Allah SWT(hablum minallah). Sedangkan fiqh muamalat dalam arti sempit

hanya membahas persoalan aturan hukum antar manusia yang terkait

dengan harta benda (maal).

Pembahasan dalam modul ini hanya menguraikan persoalan

muamalat dalam dalam arti sempit yang menyangkut persoalan harta

benda dan hal-hal yang terkait dengannya. Para ahli hukum Islam

kontemporer menamakan fiqh muamalat dalam bahasa Inggris dengan

beragam istilah, yaitu antara lain civil affair, Islamic law of contract, the

syari’a law of contract, dan Islamic law of obligation”

C. Sumber Hukum Fiqh Muamalah

Sumber hukum (mashadir al-tasyri’) fiqih Muamalah sebagaimana

fiqh pada umumnya secara umum berasal dari dua sumber utama, yaitu :

1. Al-Qur’an dan

2. al-Hadis

Selanjutnya dalam rangka menggali ketentuan-ketentuan hukum

untuk menjawab berbagai persoalan kehidupan yang tidak secara jelas

dan tegas terdapat dalam kedua sumber utama tersebut, para pakar

hukum Islam (mujtahid) melakukan penggalian hukum (istinbath/ijtihad

al-ahkam) dengan beberapa metode penggalian hukum (al-adillah al-

Syar’iyyah) berikut ini: 1. Qiyas, 2). Ijma’, 3). Istihsan, 4). Istislah/Maslahah

mursalah, 5). Istishab, 6). Sadd al-Zhari’ah, 7. Urf, 8). Syar’ man qablana,

9). Madzhab al-Shahabi.

Berikut pengertian masing-masing sumber hukum dan metode

penggalian hukum tersebut di atas:

1. Al-Quran

Al-Quran merupakan referensi utama umat islam, termasuk di

dalamnya masalah hukum dan perundang-undangan.sebagai

sumber hukum yang utama,Al-Quran dijadikan patokan pertama

Page 7: BAB I PENDAHULUAN A. Pengertian Syariah dan Fiqh

7

oleh umat islam dalam menemukan dan menarik hukum suatu

perkara dalam kehidupan.

2. Al-Hadits

Al-Hadits adalah segala yang disandarkan kepada Rasulullah

SAW, baik berupa perkataan,perbuatan,maupun ketetapan. Al-

Hadits merupakan sumber fiqih kedua setelah Al-Quran yang

berlaku dan mengikat bagi umat islam.

3. Qiyas adalah kiat untuk menetapkan hukum pada kasus baru yang

tidak terdapat dalam nash (Al-Qur’an maupun Al-Hadist), dengan

cara menyamakan pada kasus baru yang sudah terdapat dalam

nash

4. Ijma’

Ijma’ adalah kesepakatan mujtahid terhadap suatu hukum syar’i

dalam suatu masa setelah wafatnya Rasulullah SAW. Suatu hukum

syar’i agar bisa dikatakan sebagai ijma’, maka penetapan

kesepakatan tersebut harus dilakukan oleh semua mujtahid, walau

ada pendapat lain yang menyatakan bahwa ijma’ bisa dibentuk

hanya dengan kesepakatan mayoritas mujtahid saja.

5. Istihsan

Istihsan adalah Memakai qiyas khafi (analogi yang samar) dan

meninggalkan qiyas jali (analogi yang jelas) karena ada petunjuk

untuk itu atau hukum pengecualian dari kaedah-kaedah yang

berlaku umum karena ada petunjuk untuk hal tersebut.

6. Istislah/Maslahah mursalah

Adalah sesuatu yang dianggap maslahat namun tidak ada

ketegasan hukum dalam Alquran dan atau As-Sunnah untuk

merealisasikannya dan tidak pula ada dalil tertentu baik yang

mendukung maupun yang menolaknya.

7. Istishab

Page 8: BAB I PENDAHULUAN A. Pengertian Syariah dan Fiqh

8

Adalah melestarikan ketentuan hukum yang telah ada pada masa

lalu hingga ada dalil yang merubahnya

8. Urf

Adalah menetapkan kebiasaan yang telah dijalani oleh masyarakat

sebagai ketentuan hukum karena ada maslahah dan tidak

bertentangan dengan prinsip syariah.

9. Sadd al-Dzariah

Adalah menetapkan larangan terhadap sesuatu yang akan menjadi

sarana untuk perbuatan yang diharamkan atau yang

membahayakan/merusak.

10. Syar’u Man Qablana

Adalah menetapkan ketentuan hukum yang telah dijalankan umat

beragama sebelum islam sebagai ketentuan bagi umat islam

sepanjang tidak bertentangan dengan ajaran-ajaran yang dibawa

Nabi Muhammad SAW.

11. Madzhab Shahabi

Adalah pendapat para sahabat Rasulullah SAW tentang suatu

kasus, baik berupa fatwa atau ketetapan hukum, sedangkan ayat-

ayat al-Qur’an dan As-Sunnah tidak menjelaskan hukum tersebut.

D. Obyek kajian Fiqh muamalat

Para ahli fiqh baik klasik (salaf) maupun kontemporer (khalaf)

berbeda-beda dalam menentukan obyek kajian fiqh muamalat. Akan

tetapi secara umum pembahasan fiqh muamalat meliputi persoalan:

1. Teori hak-kewajiban (nadhariyat al-Haq);

2. Konsep harta (maal);

3. Konsep kepemilikan (milk);

4. Teori akad (nadhariyah al-Aqd);

5. bentuk-bentuk akad (anwa’ al-aqd) yang terdiri dari:

a. jual beli (al-bai’);

b. sewa menyewa (al-ijarah);

Page 9: BAB I PENDAHULUAN A. Pengertian Syariah dan Fiqh

9

c. sayembara (jualah);

d. akad kerjasama perdagangan (al-syirkah, mudharabah dll);

e. kerjasama bidang pertanian (muzara’ah, mukhabarah, dan

musaqat);

f. pemberian (al-hibah dan wasiat);

g. titipan (al-wadi’ah);

h. pinjam meminjam (al-i’arah);

i. perwakilan/agency (al-wakalah);

j. hutang piutang (al-qardh);

k. garansi (al-kafalah);

l. pengalihan hutang-piutang (al-hiwalah);

m. jaminan (al-rahn);

n. perdamaian (al-shulh),;

6. akad-akad yang terkait dengan kepemilikan: menggarap tanah tak

bertuan (ihya mawat);

7. ghasab (al-ghasb);

8. merusak (itlaf);

9. barang temuan (luqathah/laqith); dan

10. syuf’ah (right of pre-emption).

Obyek kajian muamalah yang di uraikan di atas, secara sederhana

dapat dibagi lagi menjadi tiga bagian. Pertama, pengantar yang meliputi

hakekat fiqh muamalat, teori hak-kewajiban (nadhariyat al-Haq), konsep

harta (maal), dan Konsep kepemilikan (milk). Kedua, teori akad (nadhariyah

al-Aqd). Ketiga, tentang bentuk-bentuk akad (anwa’ al-aqd). Khusus untuk

bagian ketiga, bentuk-bentuk akad dilihat dari segi ada atau tidaknya

kompensasi (ujrah) dapat dibagi lagi menjadi akad tabarru’ dan akad

tijarah.

Akad tabarru’ adalah segala macam perjanjian yang menyangkut

not-for profit transaction (trasaksi nirlaba). Transaksi ini pada hakikatnya

bukan transaksi bisnis untuk mencari keuntungan komersil. Akad

Page 10: BAB I PENDAHULUAN A. Pengertian Syariah dan Fiqh

10

tabarru’ dilakukan dengan tujuan tolong-menolong dalam rangka berbuat

kebaikan (tabarru’ berasal dari kata birr dalam bahasa Arab, yang artinya

kebaikan). Dalam akad tabarru’, pihak yang berbuat kebaikan tersebut

tidak berhak mensyaratkan imbalan apapun kepada pihak lainnya.

Imbalan dari akad tabarru’ adalah dari Allah swt, bukan dari manusia.

Namun demikian, pihak yang berbuat kebaikan tersebut boleh meminta

kepada counter-part–nya untuk sekedar menutupi biaya yang

dikeluarkannya untuk dapat melakukan akad tabarru’ tersebut. tetapi

tidak boleh sedikit pun mengambil laba dari akad tabarru’ itu. Contoh

akad-akad tabarru’ adalah qard, rahn, hiwalah, wakalah, kafalah, wadi’ah,

hibah, waqf, shadaqah, dan hadiah.

Akad tijarah (compensational contract) adalah segala macam

perjanjian yang menyangkut for profit transaction. Akad-akad ini dilakukan

dengan tujuan mencari keuntungan, masing-masing pihak yang

melakukannya saling menunaikan prestasi yakni menunaikan kewajiban

dan menerima hak. Contoh akad tijarah adalah jual beli, sewa menyewa,

syirkah, dan mudharabah.

E. Prinsip-Prinsip Dasar Fiqh Muamalah

Atas dasar pemikiran deduktif terhadap al-Qur’an dan as-Saunah,

ditemukan beberapa prinsip-prinsip dasar muamalat di dalam kedua

sumber hukum Islam tersebut, antara lain:

1. Seluruh tindakan muamalah dilakukan atas dasar nilai-nilai ketuhanan

(Tauhid).

Artinya, apapun jenis muamalah yang dilakukan oleh seorang muslim

harus senantiasa dalam rangka mengabdi kepada Alah dan senantiasa

berprinsip bahwa Allah selalu mengontrol dan mengawasi tindakan

tersebut. Hai ini dapat dipahami dari firman Allah dalam surat az-

Zariat/ 51: 56 yang berbunyi :

Page 11: BAB I PENDAHULUAN A. Pengertian Syariah dan Fiqh

11

وما خلقت الجن والإنس إلا ليعبدون

Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka

mengabdi kepada-ku.

Prinsip ini juga berarti bahwa seluruh persoalan muamalah yang

dilakukan harus mempertimbangkan persoalan-persoalan

keakhiratan, memperhatikan keseimbangan nilai kebendaan dengan

nilai kerohanian. Hal ini dapat dipahami dari firman Allah dalam

surat al-Qashash/28 : 27 yang artinya “dan carilah apa yang telah

dianugrahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah

kamu melupakan bagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah

(kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu…”.

2. Muamalah harus didasarkan pada pertimbangan moral yang luhur

(akhlakul karimah)

Islam adalah agama yang tidak memisahkan antara akhlak dengan

ekonomi, keduanya harus berjalan seiring. Tidak akan bisa

dibayangkan bila kegiatan ekonomi tanpa disertai dengan tuntunan

akhlak (moralitas). Pasti yang akan terjadi adalah yang kuat akan

memangsa yang lemah, seperti yang terjadi pada kehidupan binatang.

Atas dasar prinsip ini maka segala kegiatan muamalah harus

dilakukan dengan mengedepankan nilai-nilai moral yang luhur seperti

kejujuran (shidiq), keterbukaan (tabligh), Kasih sayang (rahmah),

kesetiakawanan (ukhuwah), suka sama suka (ridha), persamaan

(musawah) tanggung jawab (amanah), dan profesional (fathanah/itqan).

Dengan demikian, segala bentuk transaksi bisnis yang

mengandung unsur riba (riba) penipuan (tadlis), ketidakpastian

(gharar/tagrir), penganiayaan/ pemerasan (dhulm), diskriminatif (ghair

adalah), paksaan (ikrah), penyogokan (risywah) dan unsur-unsur lain

yang merugikan harus dihindarkan dan apabila telah berjalan harus

Page 12: BAB I PENDAHULUAN A. Pengertian Syariah dan Fiqh

12

dibatalkan karena bertentangan tentang prinsip-prinsip moral (akhlak)

dalam syari’at Islam.

3. Prinsip dasar dalam hukum muamalah adalah diperbolehkan (al-Ashlu

fi al-Muamalah al-Ibahah)

Maksudnya segala bentuk transaksi bisnis (muamalah) adalah

diperbolehkan kecuali ada nash (ketentuan) Al-Qur’an atau Sunnah

yang secara jelas telah melarangnya (mengharamkannya). Ini juga

berarti bahwa pada dasarnya prinsip-prinsip hukum dalam muamalat

bisa dirasionalisasikan dan dianalogikan (qiyas). Sebaliknya, dalam

bidang ibadah segala bentuk ibadah dilarang (diharamkan) kecuali

yang telah jelas ada nash yang memerintahkannya (al-ashlu fi al-ibadah

haram). Demikian juga dalam ibadah tidak bisa dilakukan analogi atau

qiyas (la qiyasa fi al-ibadah). Adapun ayat-ayat al-Qur’an dan As-

Sunnah yang menguatkan prinsip di atas adalah:

اهن سبع ماء فسو هو الذى خلق لكم ما فى الرض جميعا ثم استوى إلى الس

ل شيئ عليم سموات وهو بك

"Dialah Allah, yang menjadikan segala yang ada di muka bumi untuk kamu

dan Dia berkehendak menuju langit, lalu dijadikan-Nya tujuh langit. Dan

Dia Maha Mengetahui segala sesuatu." (QS. Al-Baqarah: 29)

ر لكم ما فى السمو ات وما فى الرض جميعا منه إن فى ذلك ليات لقوم وسخ

يتفكرون

Dan Dia menundukkan untukmu apa yang ada di langit dan apa yang ada di

bumi semuanya, (sebagai rahmat) dari pada-Nya. Sesungguhnya pada yang

demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi kaum

yang berfikir." (QS. Al-Jatsiyah: 13)

Hadits Nabawi, antara lain:

Page 13: BAB I PENDAHULUAN A. Pengertian Syariah dan Fiqh

13

. الحلال ما أحل الله فى كتابه والحرام ما حرم الله فى كتابه وما سكت عنه فهو مما عفا عنكم .رواه الترمذى وابن ماجه والحاكم وصححه

"Yang halal adalah apa yang dihalalkan Allah Swt di dalam kitab-Nya, yang

haram adalah apa yang diharamkan Allah swt di dalam kitab-Nya, dan apa

yang tidak disebutkan Allah Swt adalah bagian dari yang dimaafkan Allah

Swt untuk kamu." (HR. al-Tirmidzi, Ibn Majah dan al-Hakim)

Dari ayat-ayat di atas, dapat dipahami bahwa Allah Swt

menjadikan apa yang ada di bumi, bahkan menundukkan apa yang

ada di langit dan apa yang ada di bumi untuk manusia. Apabila

kemudian hal itu diharamkan oleh Allah Swt kepada manusia, tentu

pengharaman itu tidak logis. Karenanya, Allah Swt tidak

mengharamkan semua itu kepada manusia, melainkan diharamkan

sebagian saja, sedangkan selebihnya dihalalkan.

Yang dimaksud dengan segala sesuatu dalam kaidah tadi

mencakup benda-benda (al-'ayan) dan perbuatan manusia, baik berupa

tradisi (al-'adah) maupun hubungan antar sesama manusia (al-

muamalah).

Dengan demikian, maka syari’at Islam memberikan keleluasaan

kepada manusia untuk mengembangkan aneka macam bentuk bisnis

selama tidak ada larangan, dan ini juga berarti bahwa syari’at Islam

bisa mengikuti dinamika perkembangan bisnis modern yang boleh

jadi belum dikenal pada zaman Rasulullah dan para ulama salaf tanpa

mempersulit atau bahkan menghambat perkembangannya.

4. Aturan Hukum (Fiqh) dalam bidang muamalat bertujuan untuk

mewujudkan kemaslahatan manusia.

Prinsip ini selaras dengan tujuan umum hukum Islam, yakni untuk

mewujudkan kemaslahatan dan menolak segala yang membahayakan

dan merugikan (al-dharar) manusia.

Page 14: BAB I PENDAHULUAN A. Pengertian Syariah dan Fiqh

14

Menurut al-Ghazali parameter sesuatu dikatakan maslahah jika ia

memelihara maksud dari hukum syara’ yang meliputi lima perkara,

yaitu memelihara agama, jiwa, akal, keturunan, dan harta. Setiap

sesuatu yang memelihara kelima perkara di atas adalah maslahah,

sebaliknya bila merusak atau menghilangkannya maka tergolong

mafsadah, dan menghindarinya dihitung maslahah.

Dengan demikian segala bentuk muamalat yang bermanfaat

untuk memelihara lima perkara tersebut boleh (mubah) atau bahkan

harus (wajib) dilakukan. Sebaliknya muamalah yang merusak atau

menghilangkan kelima perkara tersebut harus dijauhi atau dilarang

(haram) melakukannya.

5. Obyek muamalah harus halal (tidak dilarang oleh hukum Islam) dan

Thoyyib (baik atau tidak membahayakan).

Prinsip ini berdasarkan pada firman Allah SWT. dalam surat al A’

raf ayat 157 :

…dan menghalalkan bagi mereka segala yang baik dan mengharamkan segala

yang buruk dan membuang dari mereka beban-beban dan belenggu-belenggu

yang ada pada mereka……

Nabi Saw bersabda:

"Sesungguhnya Allah dan rasul-Nya mengharamkan jual-beli khamr,

bangkai, babi dan patung-patung. Rasulullah ditanya, Wahai Rasulullah,

tahukah Anda tentang lemak bangkai, ia dipakai untuk mengecat kapal-kapal,

untuk meminyaki kulit-kulit dan digunakan untuk penerangan (lampu) oleh

banyak orang?". Nabi Saw menjawab, "Tidak, ia adalah haram". Nabi saw

kemudian berkata lagi, "Allah memerangi orang-orang Yahudi karena ketika

Allah mengharamkan lemak bangkai kepada mereka, mereka mencairkannya

dan menjualnya, kemudian mereka memakan hasil penjualan itu". (Muttafaq

Alaih)

Page 15: BAB I PENDAHULUAN A. Pengertian Syariah dan Fiqh

15

Prinsip ini sangat terkait dengan prinsip sebelumnya yang

menyatakan bahwa hukum Islam sangat memperhatikan

kemaslahatan manusia. Oleh karena itu, segala yang dilarang

(diharamkan) Allah dan rasulnya pasti akan membawa kemaslahatan

bagi manusia. Demikian juga halnya sesuatu yang dilarang untuk

dijadikan obyek bisnis oleh Allah dan Rasulnya pasti akan membawa

dampak positif bagi manusia.

Atas dasar prinsip di atas, babi, anjing, khamr, bangkai dilarang

untuk dijadikan obyek jual beli dan obyek investasi

pembudidayaannya.

F. Transaksi yang dilarang dalam Muamalah

Transaksi yang dilarang dalam Islam adalah transaksi yang

disebabkan oleh faktor:

1. Haram Zatnya

Islam melarang beberapa obyek muamalah untuk ditransaksikan

karena subtansinya diharamkan Allah SWT, seperti minuman keras

(khamr), daging babi, dan. Hal ini sesuai dengan kaidah fiqih: “ma

haruma fi’luhu haruma tholabuhu” (setiap apa yang diharamkan atas

obyeknya, maka diharamkan pula atas usaha dalam mendapatkannya).

memberikan dampak bahwa setiap obyek haram yang didapatkan

dengan cara yang baik/halal, maka tidak akan merubah obyek haram

tersebut menjadi halal.

2. Haram selain zatnya

Beberapa transaksi yang dilarang disebabkan oleh cara bertransaksi-

nya yang tidak sesuai dengan prinsip-prinsip muamalah, yaitu: tadlis

(penipuan), ikhtikar (rekayasa pasar dalam supply), bai’ najasy

(rekayasa pasar dalam demand), taghrir (ketidakpastian), dan riba

(tambahan).

Page 16: BAB I PENDAHULUAN A. Pengertian Syariah dan Fiqh

16

a. Tadlis (Unknown to One Party)

Tadlis adalah keadaan di mana salah satu pihak tidak mengetahui

informasi yang diketahui pihak lain, atau disebut juga asymmetric

information.

Rasulullah SAW bersabda:

حدثنا المزني : أخبرنا أبو جعفر قال : أخبرنا أبو النضر قال : أخبرنا أبو إسحاق قال أخبرنا سفيان ، عن العلاء بن عبد الرحمن ، عن أبيه ، عن : الشافعي قال أخبرنا: قال

مر برجل يبيع طعاما فأعجبه ، فأدخل يده : أبي هريرة ، أن النبي صلى الله عليه وسلم (البيهقيرواه ) « ليس منا من غشنا » : فيه ، فإذا هو طعام مبلول ، فقال

Artinya: Telah mengabarkan Abu Ishaq, telah mengabarkan Abu nadar, telah mengabarkan Abu Ja‘far, telah mengabarkan al-Muzni, telah mengabarkan al-Shafi‘i, telah mengabarkan Sufyan dari ‘Ala ibn ‘Abd al-Rahman dari bapaknya dari Abu Hurayrah bahwasannya Rasulullah SAW terkejut ketika menghampiri seorang laki-laki yang sedang menjual makanan karena ketika beliau memasukkan tangan ke dalam tumpukkan makanan yang dijualnnya ternyata didapati makanan yang basah (busuk), seketika itu Rasulullah SAW bersabda: Tidak termasuk umatku orang yang melakukan penipuan (HR Bayhaqi)

Tadlis dapat terjadi dari segi kuantitas barang, kualitas barang,

harga barang, serta waktu penyerahan. Tadlis dari segi kuantitas di

antaranya pedagang yang mengurangi takaran (timbangan) barang yang

dijualnya. Tadlis dari segi kualitas terjadi ketika penjual menyembunyikan

cacat barang yang ditawarkan. Tadlis dari segi harga terjadi ketika penjual

memanfaatkan ketidaktahuan pembeli akan harga sesungguhnya dengan

menaikkan harga barang di atas harga sesungguhnya. Sedangkan tadlis

dari segi waktu penyerahan terjadi ketika seorang petani yang menjual

buah di luar musimnya padahal si petani mengetahui bahwa dia tidak

dapat menyerahkan buah yang dijanjikan itu pada waktunya, atau

seorang konsultan yang berjanji untuk menyelesaikan proyek dalam

waktu dua bulan untuk memenangkan tender, padahal konsultan tersebut

mengetahui bahwa proyek tersebut tidak dapat diselesaikan dalam batas

waktu tersebut.

Page 17: BAB I PENDAHULUAN A. Pengertian Syariah dan Fiqh

17

Penipuan (tadlis) dalam kuantitas termasuk juga kegiatan menjual

barang kuantitas sedikit dengan harga barang kuantitas banyak. Misalnya

menjual baju sebanyak satu container. Karena jumlahnya banyak dan tidak

mungkin untuk menghitung satu persatu, penjual berusaha melakukan

penipuan dengan mengurangi jumlah barang yang dikirim kepada

pembeli. Perlakuan penjual untuk tidak jujur di samping merugikan pihak

penjual juga merugikan pihak pembeli. Apa pun tindakan pembeli,

penjual yang melakukan penipuan akan mengalami penurunan utility,

begitu pula pembeli akan mengalami penurunan utility.

Praktek mengurangi timbangan dan mengurangi takaran

merupakan contoh klasik yang selalu digunakan untuk menerangkan

penipuan kuantitas. Sedangkan kejahatan ini sering kali terjadi dan

menjadi fenomena kecurangan dalam transaksi perdagangan. Oleh karena

itu, ulama klasik telah melakukan langkah-langkah untuk membuat

standarisasi timbangan sebagai alat ukur. Untuk memperjelas bagaimana

dampak pemberlakuan tadlis kuantitas terhadap penawaran dan

keseimbangan pasar dapat dilihat pada gambar.

Di samping tadlis kuantitas dikenal juga tadlis kualitas termasuk di

dalamnya menyembunyikan cacat atau kualitas barang yang buruk yang

tidak sesuai dengan yang disepakati oleh penjual dan pembeli. Pasar

penjualan komputer bekas misalnya, pedagang menjual komputer bekas

dengan kualifikasi core two duo dalam kondisi 80% baik, dengan harga

3.000.000,00. Pada kenyataannya, tidak semua penjual menjual komputer

bekas dengan kualifikasi yang sama. Sebagian penjual menjual komputer

dengan kualifikasi yang lebih rendah, tetapi menjualnya dengan harga

yang sama, yaitu Rp. 3.000.000,00. Pembeli tidak dapat membedakan

mana komputer dengan kualifikasi rendah dan mana komputer dengan

kualifikasi yang lebih tinggi, hanya penjual saja yang mengetahui dengan

pasti kualifikasi komputer yang dijualnya.

Page 18: BAB I PENDAHULUAN A. Pengertian Syariah dan Fiqh

18

Keseimbangan ekonomi hanya akan terjadi ketika harga yang

tercipta merupakan konsekuensi dari kualitas atau kuantitas barang yang

ditransaksikan. Apabila tadlis kualitas terjadi, maka syarat untuk

pencapaian keseimbangan tidak akan tercapai. Oleh karena itu, dalam

pendekatan ilmu ekonomi pun hal ini tidak dapat dibenarkan.

Ekuilibrium akan terjadi apabila penjual menjual komputer kualitas buruk

kepada pembeli yang melihat komputer itu sebagai komputer buruk.

Atau apabila penjual menjual komputer kualitas baik kepada pembeli

yang melihat komputer tersebut sebagai komputer berkualitas baik.

Dengan kata lain, komputer berkualitas buruk mempunyai pasarnya

sendiri, dan komputer berkualitas baik mempunyai pasarnya sendiri pula.

Oleh sebab itu Rasulullah melarang penukaran satu sak kurma kualitas

baik dengan dua sak kurma kualitas buruk, dengan mengatakan, “Jual

kurma kualitas buruk, dapatkan uangnya, kemudian beli kurma kualitas

baik dengan uangmu.” Kurma kualitas baik mempunyai pasarnya sendiri,

dan kurma kualitas buruk mempunyai pasarnya sendiri pula.

Di samping tadlis kuantitas dan kualitas dikenal juga tadlis harga

termasuk di dalamnya menjual barang dengan harga yang lebih tinggi

atau lebih rendah dari harga sesungguhnya karena ketidaktahuan pembeli

atau penjual. Katakanlah seorang musafir datang dari Jakarta

menggunakan kereta api, tiba di Bandung. Ia kemudian naik taksi, namun

tidak tahu harga pasaran taksi dari stasiun kereta api ke jalan Braga di

Bandung. Katakan pula, harga pasaran ongkos taksi untuk jarak itu

adalah Rp. 12.000,00. Supir taksi menawarkan dengan harga Rp. 50.000,00.

Setelah terjadi tawar menawar, akhirnya disepakati rela sama rela Rp.

40.000,00. Meskipun kedua belah pihak rela sama rela, namun hal ini

dilarang karena kerelaan si musafir bukan kerelaan yang sebenarnya, ia

rela dalam keadaan tertipu.

Besarnya keuntungan yang akan diperoleh produsen yang

melakukan tadlis harga pada jangka pendek akan lebih tinggi dari

Page 19: BAB I PENDAHULUAN A. Pengertian Syariah dan Fiqh

19

produsen yang tidak melakukan tadlis harga (ghaban). Upaya produsen

untuk melakukan ghaban akan memberikan keuntungan sesaat baginya

dan merugikan banyak konsumen. Akan tetapi apabila produsen terus

menerus menggunakan strategi ini atau apabila reputasi buruk produsen

telah menjadi rahasia umum, maka konsumen akan mengetahuinya dan

tidak mau dirugikan lagi. Oleh karena itu, ketika produsen melakukan

harga tipu lagi, maka konsumen akan menggunakan strategi lain, yaitu

dengan tidak memakai jasanya lagi atau membelinya dari produsen lain

yang tidak melakukan ghaban, sehingga untuk jangka panjang produsen

akan mengalami kerugian.

Disamping tadlis dalam kuantitas, kualitas, dan harga, terdapat

tadlis yang lain yaitu tadlis dalam waktu penyerahan. Di antara kasus tadlis

dalam waktu penyerahan adalah ketika si penjual tahu persis ia tidak

akan dapat menyerahkan barang pada besok hari. Walaupun konsekuensi

tadlis ini tidak berkaitan langsung dengan harga ataupun kuantitas dan

kualitas barang yang ditransaksikan, akan tetapi masalah waktu

merupakan sesuatu yang sangat penting. Lebih lanjut, pelarangan ini

dapat kita hubungkan dengan larangan transaksi yang lain, yaitu

transaksi kali bi kali (transaksi jual beli, di mana obyek barang atau jasa

yang diperjualbelikan belum berpindah kepemilikan, namun sudah

diperjualbelikan kepada pihak lain) di mana transaksi ini juga dilarang

oleh Rasulullah karena transaksi ini tidak diikuti oleh hak kepemilikan.

Transaksi yang terdapat unsur tadlis dapat merugikan salah satu

pihak yang bertransaksi di pasar, hal ini disebabkan oleh tidak adanya

keseimbangan informasi yang mana salah satu pihak mengetahui apa

yang tidak diketahui oleh pihak lain. Untuk meminimalisir kerugian yang

diakibatkan oleh transaksi ini mayoritas ulama merekomendasikan hak

khiyar bagi semua pihak yang bertransaksi di pasar ketika ada salah satu

pihak yang merasa dirugikan oleh pihak lain yang diakibatkan oleh

prilaku tadlis.

Page 20: BAB I PENDAHULUAN A. Pengertian Syariah dan Fiqh

20

b. Taghrir (Uncertain to Both Parties)

Taghrir berasal dari kata Bahasa Arab gharar, yang berarti: akibat,

bencana, bahaya, risiko, dan ketidakpastian. Dalam istilah fiqh muamalah,

taghrir berarti melakukan sesuatu secara membabi buta tanpa

pengetahuan yang mencukupi; atau mengambil risiko sendiri dari suatu

perbuatan yang mengandung risiko tanpa mengetahui persis apa

akibatnya, atau memasuki kancah resiko tanpa memikirkan

konsekuensinya.

Baik taghrir maupun tadlis keduanya terjadi karena adanya

incomplete information. Namun, berbeda dengan tadlis, di mana incomplete

information dalam tadlis hanya dialami oleh satu pihak saja (unknown to one

party, misalnya pembeli saja, atau penjual saja), dalam taghrir, incomplete

information dialami oleh kedua belah pihak (baik pembeli maupun

penjual). Karena itu, kasus taghrir terjadi apabila ada unsur ketidakpastian

yang melibatkan kedua belah pihak (uncertain to both parties).

Sebagaimana halnya tadlis, terdapat empat bentuk taghrir, yaitu

taghrir kuantitas, tahgrir kualitas, taghrir harga, dan taghrir waktu

penyerahan. Taghrir dalam kuantitas misalnya petani sepakat untuk

menjual hasil panennya (beras dengan kualitas A) kepada tengkulak

dengan harga Rp. 750.000,00 pada saat kesepakatan dilakukan, sawah si

petani belum dapat dipanen. Dengan demikian kesepakatan jual beli

dilakukan tanpa menyebutkan spesifikasi mengenai berapa kuantitas

yang dijual (berapa ton, berapa kuintal, misalnya) padahal harga sudah

ditetapkan. Dengan demikian terjadi ketidakpastian menyangkut

kuantitas barang yang ditransaksikan.

Misalnya berdasarkan pengalaman historis dan ramalan cuaca dari

Badan Meteorologi dan Geofisika (BMG), kita dapat mengidentifikasi tiga

sekenario kejadian sebagai berikut

Tabel

Page 21: BAB I PENDAHULUAN A. Pengertian Syariah dan Fiqh

21

Ilustrasi Taghrir Kuantitas

No Skenario Probabil

itas

Kuantitas

Hasil Panen

Harga

Jual/Ton

Harga Jual

Total

1 Optimis:

Cuaca bagus

tidak ada hama

0,3 2 ton Rp 1.000.000 Rp 2.000.000

2 Moderat 0,3 1 ton Rp 1.000.000 Rp 1.000.000

3 Pesimis:

Cuaca Buruk

Terserang Hama

0,4 0,5 ton Rp 1.000.000 Rp 500.000

Apabila yang terjadi adalah skenario moderat, maka si tengkulak

mendapatkan untung Rp. 250.000,00 (selisih harga jual dengan harga beli).

Bila terjadi skenario optimis, maka tengkulak mendapatkan laba Rp.

1.250.000,00. Sebaliknya jika yang terjadi skenario pesimis, maka

tengkulak akan mengalami kerugian sebesar Rp. 250.000,00.

Apabila produsen menghadapi pasar persaingan sempurna maka

keseimbangan akan tercipta ketika kurva permintaan (D=P=MR=AR)

dengan kurva penawaran. Namun yang menjadi permasalahan pada

taghrir kuantitas di sini adalah transaksi terjadi dengan harga yang sudah

pasti untuk dipertukarkan dengan sejumlah barang yang belum pasti

jumlahnya. Artinya kurva permintaan sudah jelas, namun kurva

penawaran belum dapat ditentukan pada kurva yang mana penawaran

yang sesungguhnya akan terjadi. Dengan demikian, pada taghrir kuantitas

ini keseimbangan yang dicapai adalah keseimbangan yang semu dan

tidak pasti.

Di samping taghrir dari segi kuantitas dalam ekonomi Islam dapat

dikenal juga taghrir dari segi kualitas. Taghrir kualitas misalnya menjual

anak sapi yang masih dalam kandungan induknya. Penjual sepakat untuk

menyerahkan anak sapi tersebut segera setelah anak sapi itu lahir, seharga

Rp. 1.000.000,00 dalam hal ini, baik si penjual maupun si pembeli tidak

Page 22: BAB I PENDAHULUAN A. Pengertian Syariah dan Fiqh

22

dapat memastikan kondisi fisik anak sapi tersebut bila nanti sudah lahir.

Apakah akan lahir normal, atau cacat, atau lahir dalam keadaan mati.

Dengan demikian, terjadi ketidakpastian menyangkut kualitas barang

yang ditransaksikan.

Tabel

Ilustrasi Taghrir Kualitas

No Skenario Probabilitas Harga Jual Keuntungan Pembeli

1 Lahir

Normal

0,7 Rp 1.500.000 Rp 500.000

2 Lahir cacat 0,2 Rp 250.000 (Rp 750.000)

3 Lahir Mati 0,1 Rp 0 (Rp 1.000.000)

Apabila anak sapi tersebut lahir normal, maka si pembeli untung

Rp.500.000,00 (ia membeli anak sapi dengan harga jual Rp.1.500.000,00

seharga Rp.1.000.000,00). Namun apabila ternyata anak sapi tersebut lahir

dalam keadaan cacat, maka ia rugi Rp.750.000,00. Apabila lahir dalam

keadaan mati, maka ia mengalami kerugian sebesar Rp.1.000.000,00.

Dengan demikian titik ekulibrium bukanlah hasil perpotongan dari

penawaran dan permintaan dengan kualitas yang sama. Artinya tingkat

keseimbangan yang tercipta adalah keseimbangan semu karena

mempertemukan permintaan dan penawaran yang berbeda kualitasnya.

Tipe taghrir yang selanjutnya yaitu taghrir dalam harga. yaitu

terjadi ketika penjual menyatakan bahwa ia akan menjual satu unit panci

merk ABC seharga Rp. 10.000,00 bila dibayar tunai, atau 50.000,00 apabila

dibayar dengan kredit selama lima bulan, kemudian si pembeli

menyetujuinya. Ketidakpastian muncul karena adanya dua harga dalam

satu akad. Tidak jelas harga mana yang berlaku, apakah yang Rp.

10.000,00 atau Rp. 50.000,00. Katakanlah ada pembeli yang membayar

lunas pada bulan ke-3, berapa harga yang berlaku? Atau ekstrimnya satu

hari setelah penyerahan barang, berapa harga yang berlaku? Eksterm

Page 23: BAB I PENDAHULUAN A. Pengertian Syariah dan Fiqh

23

lainnya adalah bagaimana menentukan harga apabila dibayar lunas sehari

sebelum akhir bulan ke-5? Dalam kasus ini, walaupun kuantitas dan

kualitas barang sudah ditentukan, tetapi terjadi ketidakpastian dalam

harga barang karena si penjual dan si pembeli tidak mensepakati satu

harga dalam satu akad.

Sedangkan taghrir dalam waktu penyerahan misalnya Adi

kehilangan mobil BWNnya. Ida kebetulan sudah lama ingin memiliki

mobil BMW seperti yang dimiliki Adi, dan karena itu ia ingin

membelinya. Akhirnya Adi dan Ida membuat kesepakatan. Adi menjual

mobil BMWnya yang hilang tersebut kepada Ida seharga Rp. 100 juta.

Harga sesungguhnya BMW adalah Rp. 300 juta. Mobil akan diserahkan

segera setelah ditemukan. Dalam transaksi ini terdapat ketidakpastian

menyangkut waktu penyerahan barang, karena barang yang dijual tidak

diketahui keberadaannya. Mungkin mobil tersebut akan ditemukan satu

bulan lagi, atau satu tahun lagi, atau bahkan mungkin tidak akan

mungkin tidak akan ditemukan sama sekali.

Tabel

Ilustrasi Taghrir Waktu Penyerahan

Hasil Probabilitas Keuntungan Ida

Mobil ditemukan 0,5 Rp 200.000.000

Mobil tidak ditemukan 0,5 (Rp 100.000.000)

Tabel di atas hanya mengasumsikan dua kemungkinan saja, yakni

mobil ditemukan (probabilitasnya ½) dan mobil tidak ditemukan

(probabilitasnya ½ juga). Bila mobil ditemukan, maka yang untung adalah

Ida, karena ia dapat membeli mobil di bawah harga sesungguhnya (harga

sesungguhnyanya adalah Rp. 300 juta, sementara harga belinya Rp. 100

juta. Jadi ida untung 20 juta). Namun, bila ternyata mobil tidak

ditemukan, maka ida rugi Rp 100 juta. Di lain pihak, kerugian Adi

menjadi berkurang, karena seharusnya ia rugi Rp. 300 juta dengan

Page 24: BAB I PENDAHULUAN A. Pengertian Syariah dan Fiqh

24

hilanghya mobil BMW. Namun, karena ia berhasil menjual mobilnya

seharga Rp. 100 juta, maka kerugiannya hanya menjadi 200 juta.

Sama yang terjadi pada taghrir lain, taghrir dengan tidak adanya

kepastian waktu penyerahan secara grafis juga gagal untuk menerangkan

tingkat ekuilibrium yang sesungguhnya terjadi. Perpotongan antara kurva

permintaan dan penawaran tidak dapat memberikan informasi yang jelas

kepada kita berapa level harga yang terjadi pada jumlah kuantitas

tertentu.

c. Ihtikar (Monopoli)

Ihtikar adalah menahan atau menimbun (hoarding) barang dengan

sengaja, terutama pada saat terjadi kelangkaan, dengan tujuan untuk

menaikkan harga di kemudian hari. Praktik ihtikar akan menyebabkan

terganggunya keadilan ekonomi, di mana produsen kemudian akan

menjual dengan harga yang lebih tinggi dari harga normal. Penjual akan

mendapatkan untung besar (monopolistic rent), sedangkan konsumen akan

menderita kerugian. Jadi, akibat ihtikar, masyarakat luas akan dirugikan

akibat ulah sekelompok kecil.

Rasulullah SAW bersabda:

(رواه مسلم (من احتكر فهو خاطئArtinya: Barang siapa yang melakukan ihtikar maka ia berdosa (Hadis Riwayat Muslim).

Dalam hadis lain Rasulullah SAW:

دخل عبيد الله بن : الحسن ، يقول حدثنا زيد بن أبي ليلى أبو المعلى العدوي سمعت صلى الله عليه وسلم سمعت رسول الله: زياد على معقل بن يسار ، قال معقل بن يسار

دخل في شيء من أسعار المسلمين ليغليه عليهم ، كان حقا على الله أن من: ، يقول (رواه البيهقي) يقدفه في معظم من النار يوم القيامة

Artinya: Dari Zayd ibn Abi Mu‘alla al-‘Adawi saya mendengar al-Hasan berkata: ‘Ubayd Allah ibn Ziyad bertemu dengan Ma‘qal ibn Yasar, Ma‘qal ibn Yasar berkata: Saya mendengar Rasulullah SAW bersabda: Barangsiapa yang menjual

Page 25: BAB I PENDAHULUAN A. Pengertian Syariah dan Fiqh

25

barangnya kepada kaum muslimin dengan harga yang sangat tinggi, maka Allah akan memasukkannya ke dalam api neraka (Hadis RiwayatAhmad) Namun tidak termasuk ihtikar penimbunan yang dilakukan pada

situasi di mana pasokan barang melimpah, misalnya ketika terjadi panen

besar, dan segera menjualnya ketika pasar membutuhkannya atau

menimbun barang dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan

keluarganya dan bukan untuk dijual dengan harga yang tinggi ketika

masyarakat sangat membutuhkannya. Karena dalam situasi panen besar,

apabila tidak ada pihak yang bersedia membeli/menampung hasil panen

tersebut, maka harga akan semakin melemah. Hal ini justru akan

merugikan petani yang dalam hal ini merupakan pemasok terbesar.

d. Bay‘ al-Najash (Permintaan Semu)

Bay‘ al-najash adalah transaksi jual beli yang melibatkan pihak

ketiga untuk memuji barang yang dijual atau menawar dengan harga

yang tinggi agar orang lain tertarik untuk membeli. Pihak ketiga ini tidak

bermaksud untuk benar-benar membeli barang tersebut. Ia hanya ingin

menipu orang lain yang benar-benar ingin membeli. Sebelumnya orang

ini telah mengadakan kesepakatan dengan penjual untuk membeli dengan

harga yang tinggi agar ada pembeli yang sesungguhnya merasa tertarik

membeli barang tersebut. Akibatnya terjadi permintaan palsu (false

demand). Tingkat permintaan yang tercipta tidak dihasilkan secara

alamiah.

رء ي ابتااع لاا يه ب ايع عالاى الما ر ياب ع والاا ، ت انااجاش وا والاا ، أاخ (البخاري رواه) ل بااد حااض Artinya: Janganlah seseorang menjual di atas jualan saudaranya, janganlah melakukan najesy dan janganlah orang kota menjadi calo untuk menjualkan barang orang desa” (HR. Bukhari) Dalam konteks Indonesia, bay‘ al-najash ini pernah terjadi pada

waktu terjadi krisis moneter tahun 1997. Ketika itu terjadi isu kelangkaan

pangan. Karena takut kehabisan persediaan beras, maka masyarakat

(terutama di kota-kota besar) ramai-ramai menyerbu toko-toko untuk

Page 26: BAB I PENDAHULUAN A. Pengertian Syariah dan Fiqh

26

memborong beras. Hal ini menyebabkan naiknya permintaan terhadap

beras sehingga harga menjadi naik. Tidak lama kemudian, media masa

memberitakan bahwa persediaan beras di gudang BULOG melimpah.

e. Perjudian (Maysir)

Secara harfiah kata maisir berarti memperoleh sesuatu dengan

sangat mudah tanpa kerja keras atau mendapatkan keuntungan tanpa

bekerja. Dalam terminologi berarti transaksi yang dilakukan oleh dua

pihak untuk kepemilikan suatu benda atau jasa yang menguntungkan

satu pihak dan merugikan pihak lain dengan cara mengaitkan transaksi

tersebut dengan tindakan atau kejadian tertentu (Sula, 2004).

Secara sederhana, maysir juga dapat diartikan sebagai suatu

permainan dimana kemenangan salah satu pihak akan merugikan pihak

yang lain.

Allah SWT telah memberi penegasan terhadap keharaman

melakukan aktivitas ekonomi yang mengandung unsur maysir

(perjudian). Allah swt berfirman:

“Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya meminum khamr,

berjudi, berkorban untuk berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah

perbuatan keji termasuk perbuatan setan. Maka jauhilah perbuatan-

perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan”(Q.S. Al-Maidah: 90)

Contoh maysir adalah taruhan atas pertandingan sepak bola, judi

melalui undian berhadiah.

f. Riba

Secara etimologis riba berarti pelunasan, pertambahan, dan

pertumbuhan (Sula, 2004). Riba berarti pengambilan tambahan, baik

dalam transaksi jual beli maupun pinjam - meminjam secara batil atau

bertentangan dengan prinsip transaksi secara Islam.

Page 27: BAB I PENDAHULUAN A. Pengertian Syariah dan Fiqh

27

Larangan riba terdapat pula dalam surat : Al-Baqarah : 275, dan 278-279 ,

Ali Imran : 130, dan Ar-Ruum : 39. Dalam Al Qur’an Surat Al Baqarah 278

-279 dikatakan bahwa:

“ Hai orang – orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan lepaskan sisa –

sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang – orang yang beriman. Jika

kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba), maka ketahuilah bahwa Allah

dan Rasulnya akan memerangimu. Jika kamu bertaubat (dari pengambilan riba)

maka bagimu modalmu. Kamu tidak menganiaya dan tidak (pula) dianiaya”

Namun tidak semua pertambahan atau pertumbuhan dilarang

dalam Islam, karena keuntungan dari bisnis juga merupakan peningkatan

atas jumlah pokok tapi hal ini tidak dilarang. Rasulullah SAW bersabda ‘

ketika seseorang memberikan pinjaman kepada orang lain dan peminjam

memberikannya makanan atau tumpangan hewan, dia tidak boleh

menerimanya kecuali keduanya terbiasa saling memberikan pertolongan

(HR Baihaqi). Jadi tidak diperbolehkan mendapatkan hadiah atau

pengembalian dalam bentuk apapun dari si peminjam kecuali hal tersebut

sudah biasa dilakukan (tidak terkait dengan transaksi pinjam meminjam).

Secara umum dapat dikatakan bahwa riba adalah tambahan yang harus

dibayarkan oleh peminjam kepada pemberi pinjaman bersamaan dengan

pokok pinjaman sebagai syarat mendapatkan pinjaman atau perpanjangan

waktu pengebalian pinjaman tersebut.

Dalam ilmu fikih, dikenal 4 jenis riba, yaitu:

1) Riba Fadl

2) Riba Nasiah

3) Riba Yad

4) Riba Jahiliyah

Berikut akan dijelaskan ketiga macam riba di atas:

1) Riba Fadl

Jual beli barter barang-barang ribawi : emas Vs emas, beras Vs beras,

uang vs uang (salah satunya lebih banyak dari penggantinya).

Page 28: BAB I PENDAHULUAN A. Pengertian Syariah dan Fiqh

28

2) Riba Nasi’ah

Jual beli barang ribawi: emas dengan emas, beras dengan beras, uang

dengan uang , di mana penyerahan salah satu obyek jual beli tidak

dilakukan secara tunai. Termasuk dalam kategori riba nasiah adalah

Utang-piutang dengan mengambil manfaat/keuntungan.

3) Riba Yad

Riba yang terjadi dalam Jual beli yang hingga penjual dan pembeli

berpisah belum terjadi penyerahan obyek akad. Ulama selain Imam

syafi’i memasukkan riba yad dalam kategori riba nasiah.

4) Riba Jahiliyah

Utang-piutang, dimana kreditur mengenakan tambahan (dari jumlah

hutang) bila debitur pada saat jatuh tempo tidak bisa membayar

kewajibannya. Praktik modern riba Jahiliyah terdapat pada jasa kartu

kredit.

Dalam praktek asuransi konvensional terjadi riba fadl dan Nasiah.

Jika perusahaan Asuransi membayar klaim kepada tertanggung melebihi

uang premi yang ia bayarkan maka terjadi Riba fadl. Jika Perusahaan

membayar kepada tertanggung setelah masa tertentu sejumlah premi

yang dibayarkan tertanggung atau perusahaan menginvestasikan

kekeyaannya secara ribawi maka terjadi Riba Nasi’ah

g. Talaqqi al-Rukban

Talaqqi al-rukban adalah tindakan yang dilakukan oleh pedagang

yang memiliki informasi yang lengkap untuk membeli barang produsen

yang tidak memiliki informasi yang benar tentang harga untuk

mendapatkan harga yang lebih murah dari yang sesungguhnya.

Rasulullah SAW bersabda:

نهى رسول الله صلى الله عليه وسلم أن يبيع عن عبد الله بن عمر رضي الله عنهما قال (رواه البخاري)حاضر لباد

Page 29: BAB I PENDAHULUAN A. Pengertian Syariah dan Fiqh

29

Artinya: Dari ‘Abd Allah ibn ‘Umar semoga Allah Meridhai keduanya, Rasulullah SAW melarang seseorang (orang kota) menjadi pelantara orang padang pasir (orang kampung) untuk menjual barangnya (Hadis Riwayat Bukhari). h. Bay‘ al-Hadir li al-Badi

Bay‘ al-hadir li al-badi adalah praktek makelar (samsarah) yang

dilakukan oleh seseorang (orang kota) terhadap orang yang datang dari

perkampungan (gurun sahara) untuk menjadi perantara dalam menjual

barang dengan mengambil keuntungan yang sangat besar dan

keuntungan yang diperoleh dari harga yang naik diambil untuk dirinya

sendiri. Transaksi ini berpotensi untuk melambungkan harga yang dapat

merugikan masyarakat.

Rasulullah SAW bersabda:

نهى رسول الله صلى الله عليه وسلم أن يبيع عن عبد الله بن عمر رضي الله عنهما قال (رواه البخاري)حاضر لباد

Artinya: Dari ‘Abd Allah ibn ‘Umar semoga Allah Meridhai keduanya, Rasulullah SAW melarang seseorang (orang kota) menjadi pelantara orang padang pasir (orang kampung) untuk menjual barangnya (Hadis Riwayat Bukhari).

i. Suap-Menyuap (Risywah)

Yang dimaksud dengan perbuatan risywah adalah memberi

sesuatu kepada pihak lain untuk mendapatkan sesuatu yang bukan

haknya. Allah swt telah menyinggung praktek suap-menyuap pada

sejumlah ayat Alquran. Di antaranya firman Allah swt:

“Dan janganlah sebagian kamui memakan harta sebagian yang lain di antara

kamu dengan jalan yang batil dan janganlah kamu membawa urusan harta itu

kepada hakim supaya kamu dapat memakan sebagian dari ha`rta benda orang

lain itu dengan jalan berbuat dosa, padahal kamu mengetahui” (Q.S. Al-

Baqarah: 188)

Rasulullah saw pun telah memberi peringatan secara tegas untuk

menjauhi praktek risywah (suap-menyuap). Rasulullah saw bersabda:

Page 30: BAB I PENDAHULUAN A. Pengertian Syariah dan Fiqh

30

“Allah melaknat orang yang memberi suap, penerima suap, sekaligus broker

suap yang menjadi penghubung antara keduanya” (Hadis Riwayat Ahmad)

Praktek suap menyuap ini seringkali tidak terlalu jelas karena telah

menjadi budaya dalam masyarakat indonesia. Dalam pemasaran asuransi

konvensional sering kali praktek ini ditemui untuk “memudahkan

urusan’. Tentu saja hal ini jauh dari anjuran Rasulullah untuk

mendapatkan harta secara baik dan halal.

j. Penganiayaan (Zulm)

Dalam bertransaksi antara kedua belah pihak harus sama – sama

rela dan memenuhi ketentuan-ketentuan syariah. Diantaranya tidak boleh

menganiaya pihak lain (misalnya dengan mengenakan bunga pada

pinjaman) sehingga walaupun dilakukan dengan rela tetapi hal itu

termasuk dilarang dalam kaidah transaksi berdasarkan syariat Islam.

3. Tidak sah

Segala macam transaksi yang tidak sah/lengkap akadnya, maka

transaksi itu dilarang dalam Islam disebabkan oleh: rukun (terdiri dari

pelaku, objek, dan ijab kabul) dan syaratnya tidak terpenuhi, terjadi

ta’alluq (dua akad yang saling berkaitan), atau terjadi two in one (dua

akad sekaligus). Ta’alluq terjadi bila kita dihadapkan pada dua akad yang

saling dikaitkan, di mana berlakunya akad pertama tergantung pada akad

kedua. Yang seperti ini, terjadi bila suatu transaksi diwadahi oleh dua

akad sekaligus sehingga terjadi ketidakpastian (grarar) akad mana yang

harus digunakan, maka transaksi ini dianggap tidak sah.

G. Hubungan Fiqh Muamalat dan Ekonomi Islam

Pesatnya perkembangan kajian dan aplikasi sistem ekonomi

Islam di dunia, telah membawa perubahan yang positif bagi para pakar

ekonomi dunia dalam melihat ajaran Islam sebagai sumber normatif

Page 31: BAB I PENDAHULUAN A. Pengertian Syariah dan Fiqh

31

disiplin ilmu ini. Upaya untuk mengkaji ajaran Islam lebih intens

dilakukan di perbagai negara--baik negara yang mayoritas penduduknya

beragama Islam maupun yang warga negara muslim menjadi warga

minoritas--dalam rangka menguak lebih dalam tentang hakekat ekonomi

Islam. Di antara tema kajian yang menarik untuk dibicarakan adalah

berkaitan dengan upaya mencari akar keilmuan dalam tradisi Islam yang

melahirkan kajian ekonomi Islam modern. Dengan kata lain, apakah ilmu

ekonomi Islam itu ilmu baru, yang biasanya disebut new comer? Ataukah

ia merupakan ilmu lama dalam tradisi keilmuan islam yang menjadi

cabang atau bagian “ilmu keislaman” tertentu? Atau ilmu ekonomi islam

merupakan ilmu ekonomi konvensional yang telah “disyahadatkan”?

Sebagian pakar ilmu ekonomi Islam menyatakan bahwa ilmu ini

bukan merupakan ilmu yang sama sekali baru dalam tradisi keilmuan

Islam, tetapi telah memiliki akar keilmuan yang kuat, yaitu dalam kajian

ilmu fiqh, lebih khusus lagi fiqh muamalat, yaitu bidang fiqh (hukum

Islam) yang membahas persoalan-persoalan yang terkait dengan

hubungan manusia dalam persoalan harta benda. Oleh karena itu, tidak

jarang dalam penulisan buku-buku ekonomi Islam aspek hukum/fiqh

muamalat selalu mendominasi tema kajian ilmu ekonomi Islam. Di

samping itu, menurut A. Qadri azizy, ada beberapa alasan bahwa

ekonomi Islam adalah cabang fiqh mu’amalah, bukan cabang dari ilmu

ekonomi sekuler, yaitu antara lain; pertama, dari segi sejarah munculnya,

ekonomi Islam termasuk perbankan syariah, adalah dari ilmu Islam yang

disebut fiqh atau bahkan dari syariah. Ilmu ini sama sekali tidak muncul

di Barat yang biasanya menjadi sumber munculnya disiplin ilmu baru.

Ekonomi Islam muncul dari para ulama, khususnya fuqaha’, baik klasik

(kyai) atau modern (sarjana). Sebagai contoh, penegasan kembali

keharaman bunga bank konvensional telah terjadi pada muktamar di Al-

Azhar, Kairo pada tahun 1965, dilakukan oleh Rabithah Alam Islami pada

tahun 1980-an. Juga oleh OKI pada tahun 1985. keduanya adalah lembaga

Page 32: BAB I PENDAHULUAN A. Pengertian Syariah dan Fiqh

32

kajian fiqh bergensi tingkat internasional. Kedua, ada beberapa ide atau

istilah yang sama sekali berbeda dan bahkan bertentangan dengna tradisi

keilmuan ekonomi sekuler. Misalnya Algaoud dan Lewis menyatakan

bahwa prinsip-prinsip pembiayaan Islam adalah sebagai berikut: 1). Tidak

ada transaksi keuangan berbasis bunga (riba); 2). Pengenalan pajak

religius atau pemberian shadaqah, zakat; 3). Pelarangan produksi barang

dan jasa yang bertentangan dengan sistem nilai Islam (haram); 4).

Penghindaran aktivitas ekonomi yang melibatkan maysir (judi) dan

gharar (ketidakpastian); 5). Penyediaan takaful (asuransi Islam). Kesemua

istilah tentang prinsip dasar pembiayaan syari’ah tersebut merupakan

istilah-istilah yang sudah familier di bidang fiqh muamalat. Hal ini

semakin memantapkan bahwa ekonomi Islam bukan cabang dari ekonomi

sekuler, tetapi berasal dari fiqh muamalat. Di Indonesia sendiri,

judgement akhir yang berkaitan dengan kesyariahan adalah Dewan

Syari’ah Nasional, lembaga yang didirikan oleh MUI (Majelis Ulama

Indonesia) Pusat yang merupakan lembaga fatwa tentang masalah-

masalah fiqhiyah di Indonesia, terutama yang berkenaan dengan produk-

produk lembaga keuangan syari’ah, seperti perbankan syari’ah, asuransi

syari’ah, pasar modal syari’ah dan lain-lain.

Namun demikian, ada sebagian pakar ilmu ekonomi Islam

seperti, munzir Qaf, yang menyatakan bahwa terdapat perbedaan antara

ilmu ekonomi dengan fiqh muamalat. Menurutnya obyek kajian fiqh

muamalat membahas aspek hukum dari aktifitas ekonomi, sementara

ilmu ekonomi lebih difokuskan pada studi tentang usaha manusia yang

berkaitan aktifitas produksi, distribusi, dan konsumsi. Meskipun

demikian, di akui bahwa obyek kajian ilmu ekonomi berkaitan juga

dengan aspek normatif yang diadopsi dari hukum Islam tetapi aspek ini

bukanlah satu-satunya obyek kajian yang ada di dalamnya. Namun, ada

beberapa aspek lain yang menjadi bahan rujukan dalam pembentukan

Page 33: BAB I PENDAHULUAN A. Pengertian Syariah dan Fiqh

33

ilmu ekonomi, seperti norma-norma masyarakat, pemikiran-pemikiran

para ahli, dan kebiasaan-kebiasaan yang terkait dengan perilaku ekonomi.

Dari uraian di atas jelas bahwa fiqh muamalat memang tidak

identik dengan ekonomi Islam. Akan tetapi, diakui bahwa akar keilmuan

munculnya disiplin ekonomi Islam bersumber dari fiqh muamalat.

Bahkan, aplikasi ekonomi Islam dalam lembaga keuangan syari’ah,

terutama berkaitan dengan aspek keabsahan produk lembaga keuangan

syari’ah dengan nilai-nilai Islam selalu terkait erat dengan fiqh muamalat.

H. Fiqh Muamalat dan Perubahan Sosial

Perkembangan ekonomi atau bisnis modern yang semakin pesat

seiring dengan melajunya perkembangan ilmu pengetahuan dan

tehnologi telah membawa tantangan baru bagi para pemikir hukum Islam

(mujtahid) untuk mengawal dan merespon berbagai praktek kegiatan

ekonomi atau bisnis modern tersebut agar tetap selaras dengan norma-

norma ajaran Islam.

Dalam kaitan ini, Fiqh muamalat yang merupakan bidang hukum

Islam yang memiliki kaitan langsung dengan kegiatan ekonomi

seharusnya mampu menjawab dan mengakomodir berbagai

perkembangan baru bentuk atau model bisnis modern yang boleh jadi

belum dikenal atau sudah dikenal tetapi memiliki perbedaan dalam

tehnik operasionaliasasinya dengan kegiatan bisnis zaman klasik saat fiqh

muamalat diformulasikan. Misalnya dalam transaksi bisnis modern

dikenal adanya saham, obligasi, leter of credit (LC), asuransi, dan jual beli

valas. Dalam kaitan ini, pertanyaan yang kemudian muncul adalah

mungkinkah fiqh muamalat yang merupakan produk ulama zaman klasik

dan pertengahan tersebut dapat berubah dan mampu mengakomodir

perkembangan bisnis modern dengan berbagai produk dan instrumen

bisnisnya tersebut?

Page 34: BAB I PENDAHULUAN A. Pengertian Syariah dan Fiqh

34

Fiqh muamalat sebagaimana bidang fiqh lainnya, seperti fiqh

ibadat, munakahat, jinayat, dan siyasah, merupakan hasil pemikiran

ulama yang bersumberkan Al-qur’an dan As-Sunnah baik secara tekstual

maupun kontekstual di samping juga bersumberkan pada pertimbangan-

pertimbangan sosiologis masyarakat (‘urf) yang mengandung nilai

maslahat dan tidak bertentangan dengan kedua sumber hukum tersebut.

Namun demikian, berbeda dengan Fiqh ibadat yang untuk sebagian besar

ketentuan-ketentuan hukumnya bersifat qath’i, yakni bersifat tegas, pasti

dan tidak mengenal perubahan karena perbedaan tempat dan waktu

(shalihun likulli al-zaman wa al-makan) serta sangat sedikit terjadi

perbedaan pendapat di kalangan ulama. Fiqh muamalat merupakan fiqh

yang untuk sebagian besar ketentuan-ketentuan hukumnya bersifat

zhanny, yakni tidak pasti kebenarannya dan banyak terjadi perbedaan

pendapat di kalangan ulama. Di samping itu, umumnya Al-Qur’an dan

As-Sunnah hanya memberikan aturan-aturan yang bersifat umum.

Sedangkan perincian atau pengembangan dari aturan tersebut diserahkan

kepada ijtihad para ahli hukum Islam sesuai dengan kondisi obyektif

waktu, tempat, tradisi, dan tingkat perkembangan tehnologi mereka.

Oleh karena itu, muamalah sangat erat hubungannya dengan

perubahan sosial yang terjadi di tengah-tengah masyarakat. Para ahli ilmu

sosial mendefinisikan perubahan sosial adalah perubahan pada lembaga-

lembaga kemasyarakatan di dalam suatu masyarakat yang

mempengaruhi sistem sosialnya, termasuk didalamnya nilai-nilai, sikap-

sikap,dan pola-pola prilaku di antara kelompok-kelompok di dalam

masyarakat.

Sebagaimana dijelaskan di atas bahwa permasalahan muamalah

dan pengembangannya diserahkan sepenuhnya kepada ahlinya, maka

permasalahan muamalah oleh para ahli ushul fiqh di kelompokkan ke

dalam persoalan-persoalan ta’aqquliyat (yang bisa dinalar) atau ma’qul al-

ma’na (yang bisa dimasuki logika). Maksudnya dalam permasalahan-

Page 35: BAB I PENDAHULUAN A. Pengertian Syariah dan Fiqh

35

permasalahan muamalah, yang dipentingkan adalah substansi makna

yang terkandung di dalam suatu bentuk muamalah serta sasaran yang

akan dicapainya. Jika muamalah yang dilakukan dan dikembangkan

sesuai dengan substansi makna yang ditetapkan syara’, dan bertujuan

untuk kemaslahatan umat manusia dengan menghindarkan

kemadharatan, maka jenis muamalah itu dapat diterima.

Kemaslahatan setiap manusia baik yang bersifat individu ataupun

masyarakat akan selalu berbeda, dan itu semua sangat dipengaruhi oleh

perkembangan masa dan lingkungan yang mereka tempati. Masyarakat

akan selalu berubah dan berkembang sepanjang zaman. Perubahan

masyarakat tersebut meliputi nilai-nilai sosial, kaidah-kaidah sosial, pola-

pola prilaku organisasi, susunan lembaga-lembaga kemasyarakatan,

lapisan-lapisan di dalam masyarakat, dan sebagainya.

Perubahan yang terjadi dalam masyarakat jika dipandang dari segi

nilai-nilai sosial yang terkandung didalamnya dapat menimbulkan nilai

positif maupun nilai negatif. Perubahan sosial dinilai positif jika

perubahan tersebut dapat membawa kemaslahatan bagi umat manusia,

tetapi jika perubahan itu membawa kemadharatan bagi manusia, maka

perubahan tersebut mengandung nilai negatif. Dalam permasalahan

muamalah perubahan sosial yang perlu mendapat perhatian dan

pertimbangan adalah perubahan yang bersifat positif , karena tujuan dari

adanya hukum Allah adalah untuk kemaslahatan umat manusia, baik

kemaslahatan di dunia maupun di akhirat.

Namun, karena perubahan yang terjadi dalam suatu masyarakat

tidak selalu bersifat positif, maka diperlukan suatu prinsip dan kaidah-

kaidah yang dijadikan patokan untuk mengantisipasi pengaruh nilai-nilai

negatif yang terkandung didalamnya sebagai akibat dari perubahan sosial

itu sendiri. Begitu pula dalam pemasalahan muamalah, prinsip dan

kaidah-kaidah baik yang berasal dari alqur’an, al-hadist, atau dari sumber

hukum syari’ah lainnya harus diperhatikan dan dijadikan dasar hukum

Page 36: BAB I PENDAHULUAN A. Pengertian Syariah dan Fiqh

36

dalam mengembangkan jenis-jenis muamalah agar tercapainya maqasidu

asy-syariah itu sendiri.

Bentuk muamalah dapat diubah dan dinyatakan tidak berlaku lagi,

jika suatu saat bentuk muamalah tersebut sudah tidak sejalan lagi dengan

kemaslahatan manusia, walaupun pada masa sebelumnya bentuk

muamalah itu pernah berlaku. Misalnya pada pertangahan abad V H di

bukhara dan balkh (di Asia Tengah), ulama fiqh Hanafi menciptakan

sebuah bentuk muamalah yang disebut dengan ba’i al-wafa’, yaitu suatu

bentuk jual beli bersyarat dengan tenggang waktu, sehingga apabila

tenggang waktu telah habis, pihak pembeli wajib menjual barang yang

dibelinya itu kepada pihak penjual sesuai dengan harga ketika

berlangsungnya akad pertama.

Contohnya, seseorang membutuhkan uang dalam keadaan

terdesak, namun ia hanya memiliki sawah seluas 1 hektar, sedangkan

tetangganya tidak mau meminjamkan uangnya secara suka rela, sekalipun

dengan akad rahn. Maka sawah tersebut dijual kepada tetangganya

sebesar uang yang dibutuhkan, yaitu Rp 50 juta dengan ketentuan bahwa

kebun itu akan dibeli lagi dalam waktu tiga tahun dengan harga yang

sama, maka pihak pembeli wajib menjualnya dengan harga yang sama

ketika berlangsungnya akad pertama. Dan selama kebun itu berada di

tangan pembeli, ia secara syara’ diperbolehkan untuk memanfaatkannya.

Menurut Mustafa Ahmad az-Zarqa bahwa jual-beli seperti ini

merupakan rekayasa dari tiga bentuk transaksi, yaitu:

1) Ketika dilakukan transaksi akad ini merupakan jual beli, karena di

dalam dijelaskan bahwa transaksi itu adalah jual beli.

2) Setelah transaksi dilaksanakan dan harta beralih kepada pembeli,

transaksi ini berbentuk al-ijari (sewa-menyewa), karena barang yang

dibeli tadi harus dikembalikan kepada penjual semula, walaupun

pembeli berhak memanfaatkan barang tersebut.

Page 37: BAB I PENDAHULUAN A. Pengertian Syariah dan Fiqh

37

3) Di akhir akad ketika tanggang waktu yang disepakati sudah jatuh

tempo, ba’i al-wafa’ berbentuk ar-rahn, karena dengan sudah jatuhnya

yang disepakati kedua belah pihak, penjual harus mengembalikan

uang kepada pembeli sejumlah harga yang didiserahkan kepada

penjual ketika transaksi berlangsung, dan pembeli berkewjiban untuk

mengembalikan barang itu kepada penjual secara utuh.

Jual beli seperti ini diciptakan masyarakat dan disepakati oleh

mazhab Hanafi dengan tujuan agar riba tidak merajalela dikalangan

masyarakat ketika itu. Selain itu, disisi lainpun pemilik harta yang

berlebihan juga akan mendapatkan manfaat dan keuntungan dari

transaksi seperti itu, sehingga selain tercipta tolong menolong antara

keduanya pihak penolong (pembeli)pun memperoleh keuntungan yang

sah menurut syariat (halal).

Begitu pula mengenai konsep harta misalnya, dalam masyarakat

agraris konsep harta berbeda dengan yang berkembang dalam

masyarakat industri dan perdagangan. Dalam masyarakat industri dan

perdagangan harta berfungsi sebagaimodal dan komoditas, sedangkan

dalam masyarakat agraris harta berfungsi sebatas untuk memenuhi hajat

hidup. Begitu juga dalam teknis transaksi muamalah juga mengalami

kearah yang lebih praktis dibanding dengan aturan-aturan normatif yang

terdapat dalam fiqh muamalah.

Dengan demikian, perubahan sosial sangat berpengaruh bagi

perkembangan muamalah dalam Islam. Selain itu dari sini jelaslah bahwa

hukum Islam itu amat elastis dan fleksibel.

Dari keterangan-keterangan di atas jelas bahwa selama muamalah

yang diciptakan di suatu zaman tidak bertentangan dengan nash al-

Qur’an dan as-Sunnah, dapat diterima dengan syarat sejalan dengan

maqasid asy-syariah, yaitu untuk kemaslahatan umat manusia.