bab i. pendahuluan a. latar...

24
1 BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Depresi merupakan masalah kesehatan masyarakat yang cukup serius. World Health Organization (WHO) tahun 2001 menyatakan bahwa depresi berada pada urutan keempat penyakit tersering di dunia. Depresi sering ditemui dalam gangguan jiwa. Prevalensi pada wanita diperkirakan 10-25% dan pada laki- laki 5-12%. Walaupun depresi lebih sering terjadi pada wanita, bunuh diri lebih sering terjadi pada laki- laki terutama usia muda dan usia tua. Manifestasi gejala depresi yang muncul dalam bentuk keluhan yang berkaitan dengan mood (seperti murung, sedih, rasa putus asa) membuat diagnosis depresi dapat dengan mudah ditegakkan, namun bila keluhan psikomotor dan somatik (seperti malas bekerja, lamban, lesu, nyeri ulu hati, sakit kepala yang terus-menerus) yang muncul depresi sering tidak terdiagnosis (Amir, 2005). Di negara maju Amerika, dibutuhkan dana lebih dari US$ 43 milyar per tahun untuk mengatasi depresi dan ini menjadi masalah kesehatan masyarakat yang cukup serius. Dari hasil survei WHO di seluruh dunia, angka kejadian depresi pada populasi sebesar 7-12% pada pria dan 20-25% pada wanita dan keluhan yang ditimbulkan akibat depresi seperti sulit berkonsentrasi, merasa gelisah, selalu tegang. Selain itu, kelainan mental yang timbul berupa suka menyendiri, merasa hidupnya tidak berguna, kehilangan semangat hidup dapat

Upload: buiminh

Post on 05-May-2018

224 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

1

BAB I.

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Depresi merupakan masalah kesehatan masyarakat yang cukup serius.

World Health Organization (WHO) tahun 2001 menyatakan bahwa depresi

berada pada urutan keempat penyakit tersering di dunia. Depresi sering ditemui

dalam gangguan jiwa. Prevalensi pada wanita diperkirakan 10-25% dan pada laki-

laki 5-12%. Walaupun depresi lebih sering terjadi pada wanita, bunuh diri lebih

sering terjadi pada laki- laki terutama usia muda dan usia tua.

Manifestasi gejala depresi yang muncul dalam bentuk keluhan yang

berkaitan dengan mood (seperti murung, sedih, rasa putus asa) membuat diagnosis

depresi dapat dengan mudah ditegakkan, namun bila keluhan psikomotor dan

somatik (seperti malas bekerja, lamban, lesu, nyeri ulu hati, sakit kepala yang

terus-menerus) yang muncul depresi sering tidak terdiagnosis (Amir, 2005).

Di negara maju Amerika, dibutuhkan dana lebih dari US$ 43 milyar per

tahun untuk mengatasi depresi dan ini menjadi masalah kesehatan masyarakat

yang cukup serius. Dari hasil survei WHO di seluruh dunia, angka kejadian

depresi pada populasi sebesar 7-12% pada pria dan 20-25% pada wanita dan

keluhan yang ditimbulkan akibat depresi seperti sulit berkonsentrasi, merasa

gelisah, selalu tegang. Selain itu, kelainan mental yang timbul berupa suka

menyendiri, merasa hidupnya tidak berguna, kehilangan semangat hidup dapat

2

menurunkan kualitas hidup dan produktivitas kerja penderitanya. Hal yang paling

berbahaya adalah meningkatnya kejadian bunuh diri. Menurut WHO tahun 2006,

angka kejadian kasus bunuh diri yang ditemukan sebesar 15-20% dan pada

sebagian besar kasus, bunuh diri yang tidak direncanakan sebelumnya (WHO,

2011). Hal ini dapat dihindari jika penderita depresi mendapatkan terapi yang

tepat.

Terapi bagi penderita depresi adalah obat yang dapat meningkatkan mood

atau yang lebih dikenal sebagi obat-obat anti depresan (Grollman, 1972). Depresi

termasuk gangguan psikosomatik yang terjadi karena berkurangnya pembentukan

norepinefrin atau serotonin atau keduanya yang menimbulkan gejala-gejala antara

lain rasa sedih, tidak bahagia, putus asa dan sengsara serta penurunan kemauan

untuk melakukan suatu pekerjaan (Guyton and Hall, 1997). Serotonin merupakan

neurotransmitter monoamin yang terlibat dalam berbagai penyakit yang cukup

luas cakupannya, meliputi penyakit psikiatrik: depresi, kecemasan, skizoprenia,

dan gangguan obsesif konfulsif; sampai migrain. Penyakit tertentu dimana

kekurangan neurotransmitter serotonin, antara lain depresi, dapat diatasi dengan

peningkatan ketersediaan serotonin di tempat aksi dengan re-uptake. Contoh obat

yang beraksi demikian adalah antidepresan golongan Selective Serotonin

Reuptake Inhibitor (SSRI) seperti fluoksetin, fluvoksamin, paroksetin, dan

sentralin. Obat golongan antidepresan trisiklik juga bekerja menghambat re-

uptake serotonin, namun tidak selektif karena juga terjadi penghambatan re-

uptake norepinefrin (Ikawati, 2006). Saat ini terus dikembangkan beberapa

3

golongan obat antidepresan yang baru seperti golongan Selective Serotonin

Reuptake Inhibitor (SSRI), golongan Selective Serotonin Reuptake Enhancer

(SSRE), golongan Serotonin Nor Ephinephrine Reuptake Inhibitor (SNRI),

golongan Reversible Inhibitory Monoamine Oxidase type A (RIMA) dan

golongan atipik (Trazodon, Nefazodon) (Mudjadid, 2006). Namun sampai saat ini

efek samping obat-obat tersebut masih tinggi.

Sebagai alternatif, kemudian dikembangkan terapi menggunakan tanaman

obat yang berpotensi sebagai antidepresan yaitu tanaman kayu kuning

(Arcangelisia flava (L.) Merr). Kayu kuning merupakan tumbuhan liana dan

panjangnya dapat mencapai 20 meter. Di Indonesia, tumbuhan ini memiliki

berbagai nama, antara lain tali kuning, oyod sirawan, dan katola (Heyne, 1950).

Kandungan spesifik dari kayu kuning yaitu alkaloid yang terdiri dari berberin,

jatrorrhizin, palmatin dan kolumbamin (Keawpradub et al., 2005). Hasil

penelitian sebelumnya dibuktikan bahwa berberin memiliki kemampuan sebagai

penghambat monoamine oxidase-A (MAO-A); enzim yang terlibat dalam re-

uptake norepinefrin dan serotonin (Kong et al., 2004).

Pengukuran efek antidepresan biasanya digunakan metode forced swim

test. Metode ini dilakukan dengan cara menghitung lama immobility time yang

lebih singkat dibandingkan dengan kelompok uji yg tidak diberikan obat

antidepresan atau ekstrak yang berfungsi sebagai antidepresan. Immobility time

pada hewan uji diartikan sebagai keadaan putus asa pada manusia yang

merupakan salah satu penyebab dari terjadinya depresi (Porsolt et al., 1977).

4

Atas dasar latar belakang tersebut, maka dilakukan penelitian dalam

rangka pengujian keefektifan ekstrak larut air kayu kuning yang mengandung

berberin terhadap kemampuan berenang. Hasil penelitian ini diharapkan dapat

bermanfaat sebagai tambahan informasi bahwa ekstrak larut air kayu kuning yang

mengandung berberin klorida dapat bermanfaat sebagai antidepresan dan acuan

penelitian selanjutnya.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas dapat dirumuskan beberapa

permasalahan yaitu:

1. Apakah ekstrak larut air kayu kuning yang didalamnya terkandung berberin

klorida mampu memberikan efek antidepresan pada mencit putih jantan galur

balb-c dengan metode forced swim test?

2. Pada dosis berapakah dari ekstrak larut air kayu kuning yang menunjukkan

efek antidepresan paling baik?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini antara lain :

1. Mengetahui adanya efek antidepresan pada ekstrak larut air batang kayu

kuning terhadap mencit putih jantan galur balb-c dengan metode forced swim

test.

2. Mengetahui dosis efektif dari ekstrak larut air batang kayu kuning yang dapat

berefek sebagai antidepresan.

5

D. Tinjauan Pustaka

1. Uraian Tumbuhan

a. Nama Lain

Arcangelisia flava (L) Merr dikenal sebagai aruey ki koneng di

daerah sunda, sedangkan di jawa lebih dikenal dengan sebutan Oyod

sirawan, peron kebo, peron sapi, sirawan susu, atau sirawan tai (Heyne,

1950).

b. Distribusi

Terdapat di dataran rendah sampai 800 meter dari permukaan air laut

dan terdapat sebagai tanaman menjalar kayu kuning merupakan tumbuhan asli

asia tenggara yang tumbuh di hutan-hutan tropis, antara lain di Sumatera,

Kalimantan, Jawa, Sulawesi, Maluku, dan Irian Jaya (Supriadi, 2001).

c. Kandungan Kimia

Batang tanaman Arcangelisia flava mengandung senyawa berberin

klorida, jatrorrhizin, 8-hidroksiberberin, limasin dan palmatin (Siwon, 1982).

Gambar 1. Struktur berberin klorida (Kametani, 1969)

6

d. Manfaat

Akar kuning mempunyai berbagai manfaat diantaranya untuk pengobatan

penyakit kuning, sebagai obat cacing, obat sariawan, dan di Ambon digunakan

sebagai plester pada penyakit cacar (Heyne, 1950). Batang dan akar dari tanaman

ini telah banyak digunakan dalam pengobatan tradisional sebagai tonik pahit

untuk mengobati berbagai penyakit diantaranya sakit kuning (jaundice) dan

beberapa penyakit infeksi seperti diare dan abses kulit (Perry and Metzger, 1980).

Dari penelitian lain, diketahui bahwa berberin yang merupakan alkaloid

isokinolin yang terkandung dalam tanaman kayu kuning ini memiliki banyak

aktivitas farmakologi yaitu sebagai antihipertensi, antiinflamasi, antidepresan,

antikanker, antimikroba, hipolipidemik, hepatoprotektif dan antidiabetik (Singh et

al., 2010).

2. Metode Ekstraksi

Ekstraksi adalah proses penarikan zat aktif dalam tumbuhan dengan

menggunakan pelarut tertentu. Metode ekstraksi yang tepat tergantung pada

tekstur dan kandungan bahan tumbuhan yang akan diekstraksi. Umumnya

jaringan tanaman perlu dimatikan untuk mencegah oksidasi enzim atau hidrolisis.

Cara yang paling sering digunakan adalah dengan memasukkan jaringan tanaman

segar dalam etanol mendidih beberapa saat. Etanol adalah pelarut serbaguna yang

baik untuk ekstraksi pendahuluan (Harborne, 1984).

7

Infusa adalah sediaan cair yang dibuat dengan cara mengekstrak simplisia

nabati dengan air pada suhu 90ºC selaam 10-15 menit ya ng dihitung sejak air

mendidih (Depkes RI, 1995). Jika bahan yang digunakan untuk membuat dekok

berasal dari bahan bertekstur keras, bahan yang digunakan dalam infusa berasal

dari bahan yang lunak (simplisia, daun dan bunga) seperti daun kumis kucing,

daun meniran, daun pegagan, bunga mawar, bunga melati, dan daun sambiloto.

Cara membuat infusa hampir sama dengan merebus teh dengan cara simplisia

kering 25-30 gram atau bahan segar 75-90 gram. Bahan tersebut direbus dala m air

mendidih 500 cc selama 15 menit atau sampai volumenya menjadi 250 cc atau

dapat disesuaikan dengan kebutuhan. Setelah direbus airnya disaring dan hasil

penyaringan ini disebut infusa.

Teknik infusa mempunyai beberapa keuntungan bila dibandingkan dengan

teknik pembuatan ekstrak yaitu karena teknik infusa lebih murah, lebih cepat, dan

alat serta caranya sederhana. Sedangkan dalam pembuatan ekstrak, kandungan

dari bahan tumbuhan dan pelarut yang paling tepat untuk masing-masing

kandungan harus diketahui lebih dahulu. Dengan zat pelarut yang tepat, zat aktif

yang diinginkan akan terpisah dari bahan aslinya dan bercampur dengan pelarut

yang digunakan. Selanjutnya pemisahan zat aktif dari pelarutnya dengan lebih

mudah dilakukan untuk memperoleh zat aktif yang benar-benar murni.

Metodenya dengan menggunakan alat percolator dan countercurrent screw

extractor yang dikenal dengan nama soklet. Dari sini jelas terlihat bahwa metode

8

soklet lebih rumit dan mahal dibandingkan dengan metode infusa (Santoso,

1993). Selain karena alasan tersebut, ekstraksi menggunakan infusa dilakukan

karena disesuaikan dengan cara pembuatan yang dilakukan oleh masyarakat

pembuat obat tradisional (Larisu, 2010).

3. Depresi

Depresi merupakan satu masa terganggunya fungsi manusia yang

berkaitan dengan alam perasaan yang sedih dan gejala penyertanya, termasuk

perubahan pada pola tidur dan nafsu makan, psikomotor, konsentrasi, anhedonia,

kelelahan, rasa putus asa dan tidak berdaya, serta bunuh diri (Kaplan et al., 1997).

Timbulnya depresi dihubungkan dengan peran beberapa neurotransmiter

aminergik. Neurotransmiter yang paling banyak diteliti ialah serotonin. Konduksi

impuls dapat terganggu apabila terjadi kelebihan atau kekurangan neurotransmiter

di celah sinaps atau adanya gangguan sensitivitas pada reseptor neurotransmiter

tersebut di post sinaps sistem saraf pusat.

Pada penelitian dibuktikan bahwa terjadinya depresi disebabkan karena

menurunnya pelepasan dan transmisi serotonin (menurunnya kemampuan

neurotransmisi serotogenik). Beberapa peneliti menemukan bahwa selain

serotonin terdapat pula sejumlah neurotransmiter lain yang berperan pada

timbulnya depresi yaitu norepinefrin, asetilkolin dan dopamin. Sehingga depresi

terjadi jika terdapat defisiensi relatif satu atau beberapa neurotransmiter

9

aminergik pada sinaps neuron di otak, terutama pada sistem limbik (Willner,

1997).

Penurunan jumlah dari serotonin dapat mencetuskan terjadinya gangguan

depresi, dan beberapa pasien dengan percobaan bunuh diri atau mengakhiri

hidupnya mempunyai kadar cairan cerebrospinal yang mengandung kadar

serotonin yang rendah dan konsentrasi rendah dari uptake serotonin pada platelet

(Kaplan et al., 1997).

Pada gangguan ini, sela in serotonin dan norepinefrin, dopamin juga

mempunyai peran. Dopamin merupakan neurotransmitter yang disekresikan oleh

neuron dari substansi gria mid brain. Dopamin pada posisi lain mengaktivitasi

protein Gi yang berikatan dengan reseptor alfa 2, kondisi ini akan menghambat

adenil siklase sehingga cAMP menurun. Hal ini sebagai umpan balik kanal ion K.

Dalam kondisi stress dalam mensekresikan dopamine yang berlebihan sehingga

aktivasi protein Gi meningkat dan aktivasi kanal ion K pun meningkat. Hal ini

menyebabkan ion K dalam jumlah berlebih akan keluar dari kanal ion sehingga

terjadi hiperpolarisasi dan penghambatan transmisi potensial aksi yang berlebihan

hingga terjadi hipereksitabelitas jaringan dan mendepresikan susunan syaraf pusat

(Ikawati, 2006).

4. Antidepresan

Antidepresan merupakan obat-obat yang efektif pada pengobatan depresi,

meringankan gejala gangguan depresi. Ada beberapa golongan obat antidepresan

10

yang beredar saat ini yaitu: obat antidepresan golongan trisiklik (TCA) , inhibitor

monoamine oksidase (MAOI), serta inhibitor reuptake serotonin selektif (SSRI).

Antidepresan trisiklik adalah kelompok obat yang banyak diresepkan

(misal: amitriptilin, klomipramin, dll). TCA bekerja dengan cara menghambat

pengambilan neurotransmitter 5-hidroksitriptamin (serotonin) dan noradrenalin

(norepinefrin). Obat ini efektif dalam waktu 2-4 minggu dan memiliki efek

samping yang tidak menyenangkan yang meliputi pandangan kabur, mulut kering,

konstipasi dan retensi urine (Brooker, 2006).

Obat lini kedua dalam mengobati gangguan depresi mayor adalah

Monoamine Oxidase Inhibitors. MAO Inhibitors meningkatkan ketersediaan

neurotransmitter dengan cara menghambat aksi dari Monoamine Oxidase, suatu

enzim yang normalnya akan melemahkan atau mengurangi neurotransmitter

dalam sambungan sinaptik (Nevid et al., 2005). MAOIs sama efektifnya dengan

Tricyclic Antidepressants tetapi lebih jarang digunakan karena secara potensial

lebih berbahaya (Reus and Osborne , 2000).

Selective Serotonine Reuptake Inhibitors (SSRI) mempunyai struktur yang

hampir sama dengan Tricyclic Antidepressants, tetapi SSRI mempunyai efek yang

lebih langsung dalam mempengaruhi kadar serotonin. Pertama SSRI lebih cepat

mengobati gangguan depresi mayor dibandingkan dengan obat lainnya. Pasien-

pasien yang menggunakan obat ini akan mendapatkan efek yang signifikan dalam

penyembuhan dengan obat ini.

11

Kedua, SSRI juga mempunyai efek samping yang lebih sedikit

dibandingkan dengan obat-obatan lainnya. Ketiga, obat ini tidak bersifat fatal

apabila overdosis dan lebih aman digunakan dibandingkan dengan obat-obatan

lainnya. Dan yang keempat SSRI juga efektif dalam pengobatan gangguan depresi

mayor yang disertai dengan gangguan lainnya seperti: gangguan panik, binge

eating, gejala-gejala pramenstrual (Reus and Osborne, 2000)

5. Uji Efek Antidepresan

Uji efek antidepresan dapat dilakukan dengan beberapa metode antara lain

uji berenang paksa (forced swim test), uji penggantungan ekor (tail suspension

test), dan uji roda berputar (rotate road test).

Uji berenang paksa (forced swim test), dengan cara hewan coba yang telah

dibuat stres dengan cara dimasukkan kedalam wadah yang telah diisi air dengan

ketinggian 25 cm selama 6 menit dan dilakukan pengukuran immobility time.

(Porsolt et al., 1977). Pengukuran immobility time dilakukan dengan

mengakumulasi waktu hewan coba saat diam atau mengambang bergerak di

dalam air, hanya membuat gerakan-gerakan diperlukan untuk menjaga kepala di

atas air. Penurunan durasi immobility time dapat diambil sebagai ukuran

antidepresan (Zomkowski et al., 2004).

Uji penggantungan ekor (tail suspension test) dilakukan dengan cara

hewan uji yang akan digunakan dibuat stres dengan cara menggantung ekor tikus

pada tiang setinggi 50 cm selama 3 menit setiap hari, perlakuan ini dilakukan

12

selama 10 hari (Porsolt et al., 1977). Yang dinilai dari tes ini adalah immobility

time hewan uji (Cryan et al., 2005).

Uji roda berputar (rotate road test) dilakukan dengan cara hewan uji

diletakkan pada alat rotarod yang terdapat batang dengan diameter 3cm yang

berputar dengan kecepatan 10 rpm. Kemudian diukur waktu reaksinya. Waktu

reaksi yang dihitung mulai mencit diletakkan pada roda berputar sampai waktu

hewan coba jatuh dari batang tersebut (Murni, 2006).

6. Uji Berenang Paksa (forced swim test)

Forced swim test adalah salah satu metode yang biasa digunakan untuk

mengukur efek suatu obat antidepresan pada hewan uji. Khasiat dari suatu obat

antidepresan diukur melalui lama immobility time yang lebih singkat

dibandingkan dengan kelompok uji yang tidak diberikan obat antidepresan atau

ekstrak yang berfungsi sebagai antidepresan. Kemampuan bertahan (immobility

time) pada hewan uji diartikan sebagai keadaan putus asa pada manusia yang

merupakan salah satu penyebab dari terjadinya depresi (Porsolt et al., 1977).

Pengukuran immobility time dilakukan dengan cara memaksa mencit

untuk berenang dalam tabung terbuka (diameter 10 cm, tinggi 25 cm) yang berisi

air dengan ketinggian 15 cm. Tes ini berdurasi selama 6 menit, dan dinilai pada

saat hewan uji tidak bergerak di dalam air. Setiap hewan uji itu dinilai tidak

bergerak ketika berhenti berjuang dan tetap mengambang bergerak di dalam air,

hanya membuat gerakan-gerakan diperlukan untuk menjaga kepala di atas air.

13

Penurunan durasi immobility time selama forced swim test (FST) itu dapat

diambil sebagai tanda ukuran antidepresan (Zomkowski et al., 2004).

Pada penelitian yang dilakukan oleh Peng et al., (2007), senyawa berberin

murni (dosis 20 mg/kg) dapat berkhasiat untuk antidepresan dilihat dari durasi

immobility time yang paling singkat dibanding dengan dosis lain.

E. LANDASAN TEORI

Depresi adalah masalah kesehatan yang banyak dijumpai di masyarakat.

Saat ini sejumlah antidepresan telah tersedia yang bekerja melalui mekanisme

yang berbeda-beda seperti serotonergik, norefinergik maupun dopaminergik.

Senyawa aktif yang ditemukan dalam pada ba tang kayu kuning adalah

berberin, jatrorrhizin, 8-hidroksiberberin, dan palmatin (Siwon, 1982). Pada

masyarakat, air rebusan batang kayu kuning digunakan untuk obat diare berdarah

(Larisu, 2011).

Berdasar pada penelitian yang dilakukan oleh Peng et al., (2007), senyawa

berberin murni berkhasiat untuk antidepresan, sehingga ekstrak larut air

Arcangelisia flava (L.) Merr yang mengandung berberin klorida dapat diprediksi

menjadi antidepresan.

14

F. HIPOTESIS

Ekstrak larut air batang kayu kuning (Arcangelisia flava L.Merr) yang

mengandung senyawa alkaloid berberin klorida dengan kadar tertentu, yang

diberikan secara per oral dapat berefek sebagai antidepresan terhadap mencit

putih jantan galur balb-c yang diuji dengan uji berenang paksa (forced swim test ).

15

BAB II.

METODE PENELITIAN

A. Alat dan Bahan yang digunakan

1. Alat Penelitian

a. Pembuatan serbuk dan ekstrak air batang akar kayu kuning : pisau,

grinder, oven, alat-alat gelas, neraca digital, penangas, panci infusa,

kompor elektrik, dan corong.

b. Uji ketahanan berenang : toples tanpa tutup, stopwatch, gelas ukur,

kandang plastik, ember.

c. Alat identifikasi kandungan senyawa dalam ekstrak air batang akar kayu

kuning : penangas, alat-alat gelas, tabung reaksi, druple plate, bejana

KLT, mikro pipet 5-10 µL, white tip, flakon, TLC scanner (CAMAG TLC

Scanner 3), lampu UV 254 nm dan UV 366 nm, pinset, cawan porselen,

neraca digital.

2. Bahan Penelitian

Pembuatan ekstrak air batang kayu kuning : serbuk batang akar kayu

kuning, diperoleh dari hutan di Kabupaten Sorong, Papua Barat, Irian Jaya

a. Uji ketahanan berenang: Ekstrak air batang akar kayu kuning, Amitriptilin

tablet 25 mg, mencit galur balb-c berumur 2-3 bulan dengan berat 30-45

16

gram (Laboratorium Farmakologi Fakultas Farmasi UGM), air PAM, Air

suling (General Labora).

b. Identifikasi kandungan senyawa dalam ekstrak air batang akar kayu

kuning : plat KLT silika gel 60 F254 (Merck), kertas saring, n-butanol,

asam asetat, etanol p.a, air suling, dan Dragendorff.

B. Jalan Penelitian

1. Pengumpulan bahan

Batang kayu kuning diperoleh dari salah satu hutan di Kabupaten

Sorong, Papua Barat, Irian Jaya pada bulan April 2013.

2. Identifikasi tumbuhan

Batang kayu kuning dideterminasi di Laboratorium Farmakognosi,

Bagian Biologi Farmasi, Fakultas Farmasi, Universitas Gadjah Mada.

Identifikasi ini dilakukan untuk pemastian kebenaran bahan yang digunakan.

3. Preparasi sampel

Sebelum batang kayu kuning yang akan digunakan dicuci dengan air

mengalir untuk mengurangi kontaminan biotik maupun abiotik; kemudian

batang dipotong-potong dan diserut untuk mempercepat proses pengeringan.

Proses pengeringan dilakukan dengan menggunakan oven dengan suhu 50ºC.

Pengeringan dengan menggunakan oven dimaksudkan agar suhu lebih stabil

dibanding dengan menggunakan sinar matahari langsung. Proses ini dilakukan

17

selama 1minggu. Setelah batang tersebut kering kemudian diserbuk dengan

menggunakan grinder dengan ukuran 0,75 cm.

4. Penentuan dosis ekstrak dan dosis Amitriptilin

Penentuan dosis ekstrak berdasarkan dosis empiris, yaitu pemakaian

masyarakat 0,6 gram (Larisu, 2011), untuk manusia dewasa dengan berat

70kg, konversi dosis ke mencit dengan 20gram, faktor konversi 0,0026.

JUDP î = JUDP J%%?

= JUDP NJ�%%?

= PJ NJ�%%?

selanjutnya dibuat orientasi dosis dengan faktor pengali 2 dan 4

JUDP NJ�%%�[ � � JUDP NJ�%%?? = P J NJ�%%?

JUDP NJ�%%�[ � � JUDP NJ�%%?? = P J NJ�%%?

Stok sediaan yang dibuat dalam 200ml, setiap pemberian sebanyak 0,5

ml / 25gBB , sehingga untuk dosis adalah

a. P J NJ%%? = JUDP J%%?

Konsentrasi = JUDP P O?

= JUDP P O?

= 0,39 %

b. P J NJ%%? = JUDP J%%?

Konsentrasi = JUDP P O?

= JUDP P O?

18

= 0,78 %

c. P J NJ%%? = JUDP J%%?

Konsentrasi = JUDP P O?

= JUDP P O?

= 1,56 %

Dosis Amitriptilin yang digunakan adalah dosis 1 kali pemakaian yaitu

25 mg, untuk manusia dewasa dengan berat 70 kg, dikonversi ke dosis mencit

dengan berat 20gram (faktor konversi 0,0026)

P J î = P J J%%?

= PJ NJ�%%?

selanjutnya dibuat stok sediaan dalam 50 ml, tiap pemberian sebanyak 0,5ml /

25gBB, sehingga untuk dosis :

PJ NJ%%? = P J J%%?

Konsentrasi = P J P O?

= P J P O?

= JUDP P O?

= 0,01625 %

5. Pembuatan ekstrak larut air kayu kuning dan larutan pembanding

Ekstrak larut air kayu kuning dibuat dengan cara infusa 3,12% dengan

pelarut air (digunakan sebagai lautan stok). Sebanyak 3,12 gram serbuk

19

dipanaskan dalam 100 ml air suling selama 15 menit dengan suhu 90ºC. Hasil

yang didapat kemudian disaring dengan kain sampai didapatkan filtrat

sebanyak 100 ml; kemudian dilanjutkan dengan uji organoleptis.

6. Analisis kualitatif dan kuantitatif

Metode analisis kualitatif yang dilakukan adalah kromatografi lapis

tipis untuk mengetahui keberadaaan senyawa alkaloid yang terdapat pada

sampel. Selanjutnya untuk menetapkan kadar senyawa digunakan KLT

densitometri dengan pengukuran kerapatan bercak dari senyawa pada sampel

yang sebelumnya telah dipisahkan dengan cara KLT dan dideteksi dengan

TLC Scanner.

Sebanyak 5 µL larutan ekstrak ditotolkan pada lempeng KLT silika gel

60 F254 menggunakan mikro pipet, kemudian totolan dielusi dengan

menggunakan fase gerak n-butanol-asam asetat-air (3:1:1 v/v/v); setelah

dielusi, bercak diamati pada UV254 nm, UV366 nm dan sinar tampak dan

kemudian nilai hRf dihitung, kemudian dilakukan analisis secara

spektrodensitometrik untuk diketahui pola kromatogram sediaan uji. Scanning

dilakukan dari panjang gelombang 200-700 nm.

Untuk analisis kuantitatif sediaan uji, dibuat larutan stok terlebih

dahulu dengan kadar 5 mg/mL dengan senyawa baku berberin klorida yang

dilarutkan dalam metanol. Larutan kadar 250 ; 200 ; 100 ; 50 ; dan 25 µg/mL

dengan cara pengenceran larutan stok yang telah dibuat. Selanjutnya pada plat

20

KLT silika gel 60 F254, masing-masing ditoto lkan pada plat yang telah

diaktifkan sebelumnya dengan cara dipanaskan dalam oven selama 10 menit.

Volume penotolan sebanyak 5 µL dan dielusi dengan n-butanol-asam asetat-

air (3:1:1 v/v/v). Setelah terelusi kemudian diukur luas area (AUC) bercak

yang diduga merupakan senyawa alkaloid dengan densitometer pada panjang

gelombang maksimum. Kemudian untuk menentukan persamaan kurva baku,

dihitung regresi dari kadar (µg) vs luas area, dan didapatkan y = bx+a , dengan

x sebagai kadar dalam µg dan y sebagai luas area. Sehingga kadar alkaloid

dalam sampel dapat dihitung sebagai berberin klorida.

7. Perlakuan pada hewan uji dan uji ketahanan berenang

Mencit dibagi dalam 5 kelompok, dengan 2 kelompok kontrol yaitu

kontrol positif (+) dan kontrol negatif (-) serta 3 kelompok perlakuan (P1, P2,

dan P3). Mencit diadaptasi dengan pemberian pakan secara ad libitum selama

1 minggu. Setelah itu mencit dibuat stres dengan cara merenangkan secara

paksa seperti pada prosedur forced swim test selama masing-masing 6 menit

pada tabung dengan diameter 10 cm; tinggi 25 cm; ketinggian air 15 cm

dengan suhu ± 25ºC pada hari pertama hingga sampai dengan hari ke-14.

Kemudian mulai hari ke-15 sampai dengan hari ke-28, setiap hari secara per

oral, kelompok kontrol positif (+) diberi amitriptilin, kelompok kontrol

negatif (-) diberi plasebo berupa air suling, kelompok P1 diberi larutan

sediaan uji dengan dosis 78�• ? •?��? , kelompok P2 diberi dosis

21

156�•? •?��? , kelompok P3 diberi dosis 312 •? •?��? . Pada hari ke-29

semua kelompok diberi perlakuan berenang secara paksa (forced swim test)

selama 6 menit dan diukur immobility time-nya. Immobility time dinilai pada

saat hewan uji tidak bergerak di dalam air. Setiap hewan uji itu dinilai tidak

bergerak ketika berhenti berjuang dan tetap mengambang bergerak di dalam

air, hanya membuat gerakan-gerakan diperlukan untuk menjaga kepala di atas

air.

Gambar 2. Perlakuan pada hewan uji (force swim test)

C. Analisis Hasil

1. Analisis Kualitatif dan Kuantitatif dengan KLT

a. Analisis kualitatif

Bercak yang muncul pada plat silika gel 60 F254 setelah terelusi,

diamati warnanya pada sinar tampak, di bawah sinar UV 254 nm dan 366 nm.

Kemudian dihitung hRf. Warna yang muncul dibandingkan dengan yang

22

terdapat pada literatur. Selanjutnya dilakukan analisis terhadap adanya

senyawa alkaloid berberin dalam larutan sampel dilakukan dengan cara

membandingkan pola spektrum sampel dengan pola spektrum standar pada

panjang gelombang 200-700 nm.

b. Analisis kuantitatif

Analisis kuantitatif dilakukan dengan menggunakan alat TLC scanner.

Plat yang telah terelusi tadi di-scan pada panjang gelombang 348 nm, yaitu

panjang gelombang maksimal dari standar berberin klorida, kemudian didapat

data luas area serta hRf yang terlihat pada pola kromatogram dari senyawa

yang terdeteksi.

Selanjutnya data luas area yang didapatkan dari standar berberin

klorida dibuat kurva baku dengan persamaan regresi linier. Kemudian

diperoleh: y = Ax + B, di mana:

y = luas area (AUC)

x = kadar senyawa

A = tetapan regresi

B = koefisien regresi

Setelah diperoleh persamaan kurva baku, data yang didapat dari

sediaan uji dihitung kadarnya dengan cara dimasukkan dalam persamaan

kurva baku sehingga didapatkan kadar berberin klorida yang terdapat dalam

sediaan uji.

23

2. Perhitungan immobility time dan analisisnya

Setelah didapat data immobility time dari masing-masing kelompok,

kemudian dianalisis dengan software SPSS 17.0 pada taraf kepercayaan 95%.

Untuk melihat distribusi data yang diperoleh, diuji dengan uji Shapiro-Wilk.

Apabila data terdistribusi normal (p > 0,05), analisis data dilanjutkan dengan

one-way ANOVA dan dilanjutkan dengan Post Hoc Scheffe Test untuk

mengetahui perbedaan antar kelompok perlakuan apabila data berbeda

signifikan (Ho ditolak, jika probabilitas < 0,05).

24

D. Skema Penelitian

Batang akar kayu kuning Perlakuan pasca panen Simplisia Serbuk simplisia

Ekstrak larut air

Standarisari ekstrak Penentuan dosis

Perhitungan kadar (densitometer) Pembuatan sediaan

Perlakuan pada hewan uji

1. Pembagian kelompok dan dosis

2. Adaptasi selama 7 hari

3. Perlakuan (forced swim test) pada hari ke-1 - 14

4. Pemberian sediaan uji pada hari ke-15 - 28 5. Uji ketahanan berenang (perhitungan immobility

time) pada hari ke-29 Pengumpulan data Analisis data

Gambar 3. Skema penelitian