bab i pendahuluan a. latar...
TRANSCRIPT
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Manusia tidak pernah lepas dengan interaksi. Melalui interaksi inilah
manusia berproses untuk melakukan transfer pesan, makna maupun
pengalaman. Dalam kehidupan sehari-hari peranan komunikasi ini dibutuhkan
untuk kelangsungan hidup setiap individu. Beragam informasi dapat diberikan
dari satu orang menuju ke orang lainnya. Setiap informasi yang beragam ini
selalu memiliki karakteristik tersendiri. Sehingga ketika pesan tersebut
dikirimkan ke orang lain, belum tentu akan mengikuti apa yang kita inginkan.
Oleh karena itu, tidak menutup kemungkinan dalam setiap proses hubungan
interpersonal selalu ada beberapa hambatan sehingga membentuk berbagai
jenis pola hubungan satu dengan yang lainnya.
Menurut Herbert J. Chruden dan Arthur W. Sherman (1993) rintangan
atau hambatan yang penting untuk diketahui dalam proses komunikasi itu ada
bermacam-macam. Hambatan yang penting untuk diketahui adalah sebagai
berikut: yang pertama perbedaan antara individu-individu; kedua rintangan
yang ditimbulkan oleh suasana psikologis; dan yang terakhir rintangan dalam
mekanika komunikasi.1 Perbedaan inidividu misalkan karena faktor usia, suku
maupun budaya atau karena perbedaan dari segi ekonomi dan pekerjaan.
Apabila dari sisi psikologis dapat dilihat dari kesehatan individu, latar
1 Moekijat, Teori Komunikasi (Mandar Maju, Bandung 1993) Hal 183-184
2
belakang dalam keluarga dan masih banyak lagi. Terakhir yaitu faktor
mekanika komunikasi dapat dilihat dari kurangnya perencanaan komunikasi
yang baik.
Sering kali, hubungan antar pribadi atau disebut hubungan interpersonal
banyak menemukan cela-cela masalah. Karena setiap individu memiliki
karakter yang beragam. Pemikiran seseorang ditentukan dari beberapa hal baik
segi Frame of Reference atau Field of Experience. Sehingga ketika seseorang
saat melakukan transfer pesan, bisa juga terjadi suatu masalah yang
diakibatkan perbedaan tersebut, dan akhirnya timbul sebuah konflik.
Dalam hal ini pola-pola hubungan interpersonal juga ikut andil dalam
pembentukan suatu konflik antar pribadi. Karena dalam sebuah jenis-jenis
hubungan yang akan dijelaskan dalam penelitian ini terdapat berbagai bentuk
model yang selalu diterapkan pada kehidupan manusia sehari-hari. Namun
kita tidak pernah tahu ketika pola itu telah dilakukan akan menimbulkan
sebuah konlik antar individu. Misalkan saja dalam pola hubungan simetris
kompetitif. Pada pola ini antara individu satu dengan yang lainnya bersaing
dalam memperoleh kekuasaan. Baik dalam kekuasaan untuk mempertahankan
pendapat atau hal lainnya. Pada pola lainnya seperti transisi, pada pola ini
dapat menimbulkan konflik, dikarenakan tidak ada penyelesaian dalam
interaksi antar indivisu tersebut. pada pola ini kadar konflik yang terjadi dari
paling rendah hingga skala besar.
William Hendricks (2004) menyatakan ada tiga tahapan seseorang yang
berpotensi terjadi konflik. yang pertama peristiwa sehari-hari, kedua adalah
3
tantangan dan yang terakhir merupakan tahapan pertentangan. Konflik pada
tahap satu tidak begitu mengancam dan paling mudah untuk dikelola. Bila
konflik mengalami eskalasi ke tahap dua dan tiga, konflik menjadi lebih sulit
untuk dikelola, dan potensinya meningkat menjadi berbahaya.2
Konflik selalu terjadi pada siapa saja, termasuk dalam sebuah organisasi.
Di dalam sebuah organisasi terdapat banyak pola pemikiran yang berbeda.
Selain itu terdapat berbagai perbedaan dalam konsep diri, yang menimbulkan
persepsi dan pedoman hidup. Juga terdapat latar belakang individu ataupun
kelompok dari kalangan tertentu, misalkan suku, agama maupun jabatan. Hal
ini juga terjadi pada Paguyuban Kakang Mbakyu Kota Malang.
Konflik antar personal dapat timbul setiap waktu. Misalnya saja dalam
kasus pemilihan ketua paguyuban pernah terjadi konflik perbedaan pendapat.
Selain itu konflik juga terjadi pada setiap akan menyelenggarakan kegiatan,
dan yang paling besar kadar konfliknya adalah pada saat kepanitiaan kegiatan
akhir tahun yaitu pemilihan Kakang Mbakyu 2010.
Paguyuban Kakang Mbakyu ini merupakan kumpulan para duta wisata
kota Malang yang tergabung dari berbagai tahun ke tahun. Pemilihan duta
wisata ini telah diselenggarakan pemerintah kota Malang mulai tahun 1987.
Akan tetapi pembentukan paguyuban itu sendiri baru dibentuk pada tahun
2006 di bawah Dinas Kebudayaan dan Pariwisata kota Malang. Dalam
paguyuban ini selain menjadi wadah aspirasi masyarakat kota Malang
terutama pemuda pemudi, juga sering mengadakan suatu acara yang tidak
2 William Hendricks, Bagaimana mengelola Konflik (Bumi Aksara, Jakarta 2004) Hal 7
4
lepas dari pengangkatan nilai seni, budaya maupun pariwisata. Misalkan saja
kegiatan pemilihan da’i cilik, bakti sosial, lomba drama pandji saat Malang
Tempoe Doeloe dan lain-lain.
Penelitian ini dilakukan di Paguyuban Kakang Mbakyu kota Malang
2009. Paguyuban angkatan ini berlangsung dari bulan Agustus 2009 hingga
November 2010. Sehingga untuk dilakukan penelitian, tahun angkatan ini
sudah memenuhi kriteria yang tergolong update. Selain itu pada tahun
kepengurusan 2009 hubungan antar anggota masih aktif dan mudah untuk
berinteraksi satu sama lain. Sehingga hal ini akan memudahkan dalam
pencarian informasi dari nara sumber.
Kasus yang diteliti adalah penyelesaian tanggung jawab pembagian
tugas kepanitiaan pemilihan Kakang Mbakyu 2010. Karena peneliti
merupakan salah satu anggota duta wisata tahun kepungurusan tersebut,
dimana peneliti dapat mengamati secara langsung pada konflik tersebut.
Konflik pada kasus ini terbilang paling ekstrim dibandingkan konflik yang
lainnya. Karena pembagian job desk yang telah diserahkan kepada masing-
masing anggota, akan tetapi masih ada saja kecemburuan sosial yang
terbentuk dalam paguyuban tersebut. Lebih tepatnya hal ini akan dibahas
dalam segi tanggungjawab terhadap pembagian tugas yang telah diberikan.
Pada konflik ini peneliti rasakan belum tuntas seratus persen, karena nampak
dari masing-masing individu yang melihatkan sikap tidak mendukung dengan
pihak lain yang bersangkutan, walaupun masalah tersebut telah terselesaikan.
5
Oleh karena itu, dalam penelitian ini diharapkan kita dapat mengetahui
jenis pola hubungan interpersonal yang seperti apa sehingga menimbulkan
sebuah konflik yang terjadi pada paguyuban Kakang Mbakyu Kota Malang
ini. Peneliti menjadi tertarik untuk dapat meneliti fenomena konflik yang
sering terjadi dalam organisasi ini. Selain itu, peneliti juga dapat menarik
kesimpulan, bahwa dimana ada beberapa pihak yang lebih sering menjadi
pencipta konflik. Sehingga peneliti tertarik untuk dapat meneliti fenomena
tersebut, disamping itu hasil dari pembuatan penelitian ini dapat menjadi
rekomendasi tentang sistem penilaian atau penyeleksian pemilihan Kakang
Mbakyu kota Malang selanjutnya serta untuk evaluasi kinerja tahun
kepungurusan tersebut.
B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang diatas, maka rumusan masalahnya yang diajukan
adalah : Bagaimanakah pola hubungan interpersonal dapat membentuk suatu
konflik di dalam sebuah Paguyuban Kakang Mbakyu Kota Malang angkatan
2009 dalam kasus penyelesaian tanggung jawab pembagian tugas kepanitiaan
pemilihan Kakang Mbakyu 2010?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah yang peneliti angkat, maka tujuan
penelitian ini adalah: Untuk mengetahui pola hubungan interpersonal dalam
membentuk sebuah konflik di Paguyuban Kakang Mbakyu Kota Malang
angkatan 2009 dalam kasus penyelesaian tanggung jawab pembagian tugas
kepanitiaan pemilihan Kakang Mbakyu 2010 .
6
D. Manfaat Penelitian
D.1. Manfaat Akademis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan motivasi maupun
pengetahuan bagi para pembaca untuk lebih memperhatikan konflik yang ada
di sekitar kita. Selain itu, peneliti berharap hasil dari penelitian ini dapat
menjadi pegangan bagi para peneliti lain yang akan melakukan penelitian
yang sama di kemudian hari. Dan yang terakhir, hasil dari penelitian ini dapat
menambah referensi bagi mahasiswa ilmu komunikasi Universitas
Muhammadiyah Malang.
D.2. Manfaat Praktis
Dengan adanya penelitian ini, maka kita dapat memahami bagaimana
konsep untuk memanajemen konflik yang ada di paguyuban kakang mbakyu.
Selain itu penelitian ini juga berguna khusus untuk Paguyuban Kakang
Mbakyu Kota Malang itu sendiri supaya lebih maju ke depannya dan
mengevaluasi kinerja tahun kepengurusan 2009. Dengan memahami pola
hubungan ini, maka hasil penelitian ini dapat menjadi sebuah pertimbangan
untuk sistem penilaian yang dilakukan oleh dewan juri dalam memilih para
duta wisata. Karena hasil dari penelitian ini akan memaparkan beberapa
anggota yang memiliki intensitas lebih banyak dalam menimbulkan konflik.
7
E. Tinjauan Pustaka
E.1. Hubungan Interpersonal
E.1.1. Pengertian Hubungan Interpersonal
Komunikasi interpersonal adalah penyampaian pesan oleh satu
orang, dan pnerimaan pesan oleh orang lain atau sekelompok kecil orang,
dengan menjelaskan pengetahuan tentang masing-masing dari kita.3
Effendy (1992) menyatakan bahwa komunikasi interpersonal dianggap
paling efektif dalam hal upaya mengubah sikap, pendapat atau perilaku
seseorang, karena sifatnya dialogis, berupa percakapan. Arus balik bersifat
langsung. Komunikator mengetahui tanggapan komunikan ketika itu juga,
pada saat komunikasi dilancarkan.4 Ketika kita telah terjalin sebuah
komunikasi interpersonal atau komunikasi antar personal, maka akan dapat
terbentuk sebuah hubungan. Sehingga hubungan seperti ini disebut sebagai
hubungan interpersonal.
Hubungan telah menjadi sebuah subjek penting yang terkait
dengan komunikasi interpersonal sejak tahun 1960-an. Hubungan
interpersonal merupakan suatu interaksi timbal balik yang kita terima dari
orang lain dan kedua pihak saling melakukannya secara bersama-sama.5
Hubungan interpersonal dapat juga diketahui atau dianalisa dengan
beberapa cara. Coleman dan Hammen (1974: 224-231) menyebutkan
empat buah model. Yang pertama model pertukaran sosial (social
3 Joseph A. Devito, Komunikasi Antar Manusia (Professional Books, Jakarta 1997) Hal 231 4 Onong Uchjana Effendy, Dinamika Komunikasi (PT Remaja Rosdakarya, Bandung 1992) Hal 8 5 Stephen W. Littlejohn, Theories of Human Communication (Salemba Humanika, Jakarta 2009) Hal 283-284
8
exchange model); kedua model peranan (role model); ketiga model
permainan (the “games people play” model); dan yang terakhir model
interaksional (interactional model).6
a. Model Pertukaran Sosial
Model ini memandang hubungan interpersonal sebagai suatu
transaksi dagang. Asumsi dasar yang mendasari seluruh analisis ini
adalah bahwa setiap individu secara sukarela memasuki dan tinggal
dalam hubungan social hanya selama hubungan tersebut cukup
memuaskan ditinjau dari segi ganjaran dan biaya. Ganjaran, biaya, laba
dan tingkat perbandingan merupakan empat konsep pokok dalam teori
ini.
Ganjaran adalah setiap akibat yang dinilai positif yang diperoleh
seseorang dari suatu hubungan. Biaya adalah akibat yang dinilai
negatif di dalam suatu hubungan. Laba adalah ganjaran dikurangi
biaya. Dan yang terakhir adalah tingkat perbandingan merupakan
ukuran baku (standar) yang dipakai sebagai kriteria dalam menilai
hubungan individu pada waktu sekarang.
b. Model Peranan
Model peranan diibaratkan sebagai panggung sandiwara. Di sini
setiap orang harus memainkan peranannya sesuai dengan naskah yang
telah dibuat oleh masyarakat. Hubungan interpersonal berkembang
baik bila setiap individu bertindak sesuai dengan ekspektasi peranan
6 Jalaluddin Rakhmat, Psikologi Komunikasi (PT Remaja Rosdakarya, Bandung 2000) Hal 120
9
dan tuntutan peranan, memiliki keterampilan peranan, dan terhindari
dari konflik peranan dan kerancuan peranan.
Ekspektasi peranan mengacu pada kewajiban, tugas dan hal yang
berkaitan dengan posisi tertentu dalam kelompok. Tuntutan peranan
adalah desakan sosial yang memaksa individu untuk memenuhi
peranan yang telah dibebankan kepadanya. Keterampilan peranan
adalah kemampuan memainkan peranan tertentu, kadang juga disebut
kompetensi sosial. Dan konflik peranan terjadi bila individu tidak
sanggup mempertemukan berbagai tuntutan peranan yang kontradiktif.
c. Model Permainan
Dalam model ini, orang-orang berhubungan dalam bermacam-
macam permainan. Mendasari permainan ini adalah tiga bagian
kepribadian manusia, orang tua; orang dewasa; dan anak.
Orang tua adalah aspek kepribadian yang merupakan asumsi dan
perilaku yang kita terima dari orang tua kita atau orang yang kita
anggap orang tua kita. orang dewasa adalah bagian kepribadian yang
mengolah informasi secara rasional, sesuai dengan situasi dan biasanya
berkenaan dengan masalah-masalah penting yang memerlukan
pengambilan keputusan secara sadar. Anak adalah unsur kepribadian
yang diambil dari perasaan dan pengalaman kanak-kanak dan
mengandung potensi intuisi, spontanitas, kreativitas dan kesenangan.
10
d. Model Interaksional
Model ini memandang hubungan interpersonal sebagai suatu
sistem. Setiap sistem memiliki sifat-sifat structural, integrative dan
medan.
Hubungan interpersonal dapat dipandang sebagai sistem dengan
sifat-sifatnya. Untuk menganalisanya kita harus melihat pada
karakteristik individu-individu yang terlibat, sifat-sifat kelompok dan
sifat-sifat sama, metode komunikasi, ekspektasi dan pelaksanaan
peranan, serta permainan yang dilakukan. Dengan singkat, model ini
menggabungkan model pertukaran, peranan dan permainan.7
E.1.2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Hubungan Interpersonal
Setiap hubungan atau interaksi pasti banyak dipengaruhi oleh
faktor-faktor, baik faktor internal amupun eksternal. Akan tetapi faktor
terpenting disini adalah suatu konsep diri yang membentuk sebuah
persepsi. Konsep diri dipengaruhi pula oleh faktor-faktor yang dapat
membentuk cerminan diri kita. Harry Stack Sullivan (1953) menjelaskan
“bahwa jika kita diterima orang lain, dihormati dan disenangi karena
keadaan diri kita, kita akan cenderung bersikap menghormati dan
menerima diri kita. Sebaliknya, bila orang lain selalu meremehkan kita,
menyalahkan kita dan menolak kita, kita akan cenderung tidak akan
menyukai diri kita.”8
7 Jalaluddin Rakhmat, Psikologi Komunikasi (PT Remaja Rosdakarya, Bandung 2000) Hal 121-124 8 Ibid. Hal 101
11
Konsep diri merupakan faktor yang paling penting dalam
hubungan interpersonal. Karena setiap orang melakukan sesuatu pasti atas
dasar konsep dirinya dan kemauan yang kuat dari dalam dirinya. Setiap
orang memiliki kualitas konsep diri yang berbeda, akan tetapi hal tersebut
dibagi menjadi dua skala besar untuk membedakannya, positif dan negatif.
Menurut William D. Brooks dan Philip Emmert ada empat tanda
orang yang memiliki konsep diri negatif. Pertama ia peka terhadap kritik;
yang kedua adalah sangat responsif terhadap pujian; ketiga, orang yang
konsep dirinya negatif merasa cenderung tidak disenangi oleh orang lain
atau merasa tidak diperhatikan; dan yang terakhir bersikap pesimis
terhadap suatu kompetisi, orang seperti ini sudah kalah sebelum berperang.
Sebaliknya, orang yang memiliki konsep diri positif ditandai
dengan lima hal yaitu:
1. Ia yakin akan kemampuannya mengatasi masalah
2. Ia merasa setara dengan orang lain
3. Ia menerima pujian tanpa rasa malu
4. Ia menyadari bahwa setiap orang mempunyai berbagai perasaan,
keinginan dan perilaku yang tidak seluruhnya disetujui masyarakat
5. Ia mampu memperbaiki dirinyakarena ia sanggup mengungkapkan
aspek-aspek kepribadian yang tidak disenanginya dan berusaha
mengubahnya.9
9 Jalaluddin Rakhmat, Psikologi Komunikasi (PT Remaja Rosdakarya, Bandung 2000) Hal 105
12
Akan tetapi tidak akan pernah ada manusia yang selalu berkonsep
diri positif atau negatif. Setiap orang pasti akan merasakan dimana dirinya
memiliki konsep diri negatif ataupun sebaliknya. Namun, untuk
memperoleh efektifitas komunikasi interpersonal yang baik, maka
dibutuhkan konsep diri yang positif sebanyak-banyaknya.
E.1.3. Hambatan Hubungan Interpersonal
Dalam suatu hubungan pasti ada suatu hambatan atau sering
disebut noise. Hambatan ini merupakan suatu halangan yang membuat
proses komunikasi tidak efektif. Dalam berkomunikasi sudah tentu setiap
orang mendambakan kelancaran dan penyampaian pesan tepat pada
sasaran. Akan tetapi dengan adanya hambatan yang dipengaruhi oleh
beberapa hal ini dapat menjadi proses komunikasi kurang tertuju dengan
baik.
Untuk itu sebelum kita melakukan proses komunikasi ada baiknya
mengetahui hal-hal apa saja yang menghambat proses komunikasi
tersebut. Herbert J. Chruden dan Arthur W. Sherman10 menerangkan ada
beberapa hal yang perlu diketahui tentang rintangan dalam berkomunikasi,
yaitu:
1. Perbedaan Antara Individu-individu
1.1. Perbedaan dalam Persepsi
Suatu akibat daripada pengalaman-pengalaman sebelumnya
adalah bahwa setiap pegawai membawa caranya sendiri dalam
10 Moekijat, Teori Komunikasi (Mandar Maju, Bandung 1993) Hal 183-191
13
pekerjaannya untuk melihat sesuatu, atau dengan kata lain suatu
kerangka acuan pribadi. Kerangka acuan ini menentukan cara ia
menafsirkan apapun yang dilihatnya atau didengarkannya.
1.1.1. Perbedaan dalam Usia
Usia menentukan prioritas dalam segi kesehatan indera. Ketika
seseorang berusia diatas 30 tahun, maka kelemahannya adalah dalam
segi pendengaran atau penglihatan. Sehingga para komunikator harus
mempunyai cara yang tepat dalam penyampaian pesan tersebut.
Sebaliknya, apabila komunikan usianya lebih rendah dari komunikator,
maka kita tidak harus memandang mereka berbeda dari segi biologis
saja. Akan tetapi pencernaan pesan yang mereka tangkap jauh lebih
cepat. Sehingga perlu adanya kebijaksanaan khusus dalam
mengendalikan komunikasi.
1.1.2. Perbedaan dalam Keadaan Emosi
Cara seorang individu menafsirkan suatu situasi sebagian besar
dipengaruhi oleh kondisi seseorang saat itu. Motivasi dan emosi
pengirim dan penerima merupakan subjek bagi pengaruh timbale balik
secara terus menerus. Suatu cara untuk meningkatkan komunikasi
adalah dengan mengurangi perilaku yang bersifat membela diri yang
terjadi apabila seorang individu terancam.
1.2. Perbedaan dalam Kemampuan Mendengarkan
Kita dapat belajar lebih banyak tentang bagaimana dunia
mengharapkan orang-orang lain atau keadaan motivasi dan emosi apakah
14
yang mereka mungkin mengalaminya dengan mendengarkan.
Seharusnya kita lebih banyak mendengarkan orang lain tanpa
memberikan evaluasi atau disebut pendengaran nonevaluatif. Dengan hal
ini membantu meningkatkan pengertian dengan mendorong orang lain
tidak hanya untuk mendengarkan secara lebih baik, tetapi juga untuk
memberikan informasi yang lebih banyak. Apabila orang lain mengalami
keterbuakaan dan kebebasan dari suatu lingkungan yang tidak
mengancam, maka orang tersebut juga mempunyai persepsi yang jelas
tentang apa yang sedang ia katakan.
1.3. Perbedaan dalam Penafsiran (Semantik)
Kata-kata, seperti halnya gerak isyarat, dapat ditafsirkan dengan
berbagai cara dan dengan demikian mengakibatkan suatu rintangan
terhadap komunikasi. Oleh karena itu, tidak perlu menggunakan kata-
kata yang bermakna ganda, sehingga membuat orang lain menafsirkan
yang berbeda. Komunikasi yang efektif dapat diperoleh ketika kita
menggunakan bahasa-bahasa yang tepat.
1.4. Perbedaan dalam Status
Kedudukan individu dalam sebuah lingkungan akan
mempengaruhi pola komunikasi. Dalam status sosial atau status jabatan,
akan berdampak besar di suatu proses komunikasi. Misalkan saja dalam
hubungan manajer dengan bawahan.
15
1.4.1. Pencairan Informasi
Dalam komunikasi ke bawah tiap usaha harus dilakukan oleh
pejabat pimpinan dan pegawai-pegawai manajerial untuk mengurangi
terjadinya jumlah pencairan informasi yang tidak perlu, agar orang-
orang bawahan dapat mempunyai informasi yang sebanyak-banyaknya
untuk dapat mempunyai informasi yang sebanyak-banyaknya untuk
dapat melaksanakan pekerjaan secara baik dan bersemangat.
1.4.2. Penyaringan Informasi
Sebaliknya, apabila berkomunikasi dengan orang-orang atasan,
orang-orang bawahan kemungkinan besar hanya memberikan sebagian
informasi dan sering mewarnai kejadian-kejadian sedemikian rupa
untk menyembunyikan kesalahan-kesalahan, kegagalan-kegagalan, dan
jenis berita yang orang atasan merasa kurang senang. Manipulasi
fakta-fakta dengan sadar untuk mewarnai kejadian-kejadian ini disebut
penyaringan.
2. Rintangan yang Ditimbulkan oleh Suasana Psikologis
Suatu organisasi juga mempunyai karakteristik yang berbeda satu
sama lainnya. Suasana pekerjaan individu-individu mempengaruhi baik
sikap dan perilaku mereka maupun keefektifan komunikasi dalam
organisasi.
2.1. Kepribadian Manajer
Anggota-anggota manajemen puncak dan menengah dapat sangat
mempengaruhi komunikasi. Penglihatan mereka terhadap peranan
16
mereka sendiri dan sikap serta kepekaan mereka terhadap orang-orang
bawahan merupakan faktor-faktor yang penting dalam kemampuan
mereka sendiri untuk berkomunikasi.
2.2. Pengaruh Kelompok Khusus Terhadap Suasana
Dalam suatu organisasi mungkin terdapat suatu kelompok khusus
yang terdiri dari individu-individu dari berbagai macam profesi dengan
nilai yang berbeda. Nilai yang berbeda inilah yang mengakibatkan
rintang terhadap komunikasi yang sering sulit mengatasinya.
3. Rintangan dalam Mekanika Komunikasi
3.1. Tidak Mempunyai Rencana Tertentu
Meskipun dalam sebuah organisasi telah terstruktur dengan baik
tentang jabatannya masing-masing, akan tetapi ketika dalam sebuah
organisasi tersebut tidak adanya perencanaan yang baik tentang
penyaluran informasi, ini merupakan suatu rintangan dalam komunikasi.
3.2. Kurangnya atau Tidak Adanya Kejelasan
Tanpa memandang tingkat pendidikan atau intelektual orang-
orang dengan siapa seseorang akan berkomunikasi, pengertian agaknya
menjadi berkurang apabila bahan-bahan yang disajikan tidak jelas.
3.3. Kurangnya Kecakapan Membaca
Mereka yang karena sesuatu alasan tidak mempunyai tingkat
kecakapan membaca yang diperlukan untuk menangani bermacam-
macam jenis komunikasi sering merugikan.
17
3.4. Rintangan-rintangan Lain
Penilaian media sering merupakan rintangan terhadap
komunikasi. Apabila orang-orang yang memerlukan informasi tidak
mudah dihubungi dengan satu jenis media, maka komunikasi dapat
menjadi kurang lancar.
E.1.4. Pola Hubungan Interpersonal
Hubungan telah menjadi suatu hal yang sangat penting dalam
penelitian komunikasi interpersonal. Karena dalam suatu hubungan ini
akan membentuk sistem komunikasi yang efektif atau tidak. Ketika pada
prosesnya terjadi komunikasi secara efektif, maka hubungan yang terjalin
antar pribadi ini akan semakin baik. Sebaliknya jika terjadi suatu
problematika yang mempengaruhi hal tersebut, maka akan terjadi suatu
konflik dan hubungan menjadi sangat renggang hingga putus.
Palo Alto Group mengatakan bahwa ketika dua orang saling
berkomunikasi selain apapun yang mereka lakukan, mereka mengartikan
hubungannya dengan mereka berinteraksi. Ketika berbicara dengan orang
lain, kita selalu membuat dugaan untuk perilaku kita sendiri dan perilaku
orang lain. Terkadang, kita memperkuat dugaan lama dan pada waktu
yang lainnya, kita terlibat dalam pola-pola interaksi baru yang dapat
membentuk dugaan baru untuk interaksi di waktu yang akan datang. Hal
ini juga dijelaskan dalam suatu bagan teori pola hubungan.11
11 Stephen W. Littlejohn, Theories of Human Communication (Salemba Humanika, Jakarta 2009) Hal 284-287
18
Pola hubungan interpersonal ini merupakan tradisi sibernetika.
Tradisi ini memiliki pengaruh yang sangat penting dalam cara berpikir
para akademisi komunikasi tentang hubungan. Hubungan bukanlah entitas
statis yang tidak pernah berubah. Namun, hubungan terdiri atas pola-pola
sibernetika interaksi kata-katadan tindakan seseorang member pengaruh
pada bagaimana orang lain merespon.12
Tabel 1.1
Pola Hubungan Interpersonal
Arah Kendali Pesan Pembicara B Arah Kendali Pesan
Pembicara A One Up
(↑)
One Down
(↓)
One Across
(→)
One Up
(↑)
1. (↑↑)
Simetri yang
kompetitif
4. (↑↓)
Kelengkapan
7. (↑→)
Transisi
One Down
(↓)
2. (↓↑)
Kelengkapan
5. (↓↓)
Simetri yang
patuh
8. (↓→)
Transisi
One Across
(→)
3. (→↑)
Transisi
6. (→↓)
Transisi
9. (→→)
Simetri netral
Sumber: Stephen W. Littlejohn (2009) Theories of Human Communication
12 Stephen W. Littlejohn, Theories of Human Communication (Salemba Humanika, Jakarta 2009) Hal 284
19
Contoh-contoh Pola Kendali
1. Simetris Kompetitif (↑↑)
A: Kamu tahu kalau saya ingin rumah ini selalu bersih
B: Mungkin kamu dapat membantu saya
2. Kelengkapan (↓↑)
A: Tolong bantu saya. Saya membutuhkan kamu
B: Baiklah, saya tahu caranya
3. Transisi (→↑)
A: Mari kita berkompromi
B: Tidak, caraku adalah yang terbaik
4. Kelengkapan (↑↓)
A: Mari kita pergi ke luar kota akhir pekan ini
B: Baiklah
5. Simetri Kepatuhan (↓↓)
A: Aku merasa sangat lelah. Apa yang harus kita lakukan?
B: Aku tidak tahu, kamu saja yang memutuskan
6. Transisi (→↓)
A: Ayahku cerewet sekali malam ini.
B: ya, kau benar; dia memang cerewet
7. Transisi (↑→)
A: Menurutku kita harus punya anak lagi
B: Banyak orang yang ingin punya anak sekarang ini
8. Transisi (↓→)
A: Tolong bantu saya. Apa yang harus saya lakukan?
B: Saya tidak tahu
20
9. Simetri Netral (→→)
A: Rumah tetangga sepertinya harus dicat
B: Jendelanya juga kotor
Ada dua tipe pola yang penting bagi Palo Alto Group untuk
menggambarkan gagasan ini. Jika dua orang saling merespon denga cara
yang sama, disebut Simetris. Pada simetris pertentangan sangat dapat
mungkin sekali terjadi konflik yang besar. Karena dalam pola hubungan
seperti ini pihak satu dengan pihak kedua saling mengutarakan
pendapatnya dengan cara yang sama untuk memperoleh kekuasaan. Akan
tetapi simetris tidak hanya pertentangan kekuasaan, bisa juga memberi
tanggapan pasif, tanggapan balasan atau saling menjaga.
Tipe kedua adalah pelengkapan, dalam hubungan ini pelaku
komunikasi merespon dengan cara yang berlawanan. Ketika seseorang
bersikap mendominasi yang lainnya mematuhi; ketika seseorang bersifat
argumentasi yang lainnya diam; ketika seseorang menjaga yang lain
menerimanya.
Ketika seseorang membuat sebuah pernyataan yang tegas, orang
lain dapat merespon dengan salah satu dari tiga cara berikut. One-down, ia
menerima pernyataannya. One-up, ia dapat membuat pernyataan balasan
atau menolak gerakan dari orang pertama. One-across, gerakan menerima
atau menolak kendali dari orang pertama dengan tidak terlalu mengakui
gerakan kendali orang lain, misal memperluas topik, bertanya, mengganti
atau menundanya. Gerakan one-up adalah tindakan yang mendominasi.
21
Akan tetapi hal ini dapat terjadi ketika orang lain menerimanya dengan
memberikan sikap one-down.
E.2. Komunikasi Interpersonal dalam Organisasi
Organisasi dapat diartikan sebagai sebuah kelompok individu yang
diorganisasi untuk mencapai tujuan tertentu. Jumlah individu sangat bervariasi
dari satu organisasi ke organisasi lainnya. Tujuan umum sebuah organisasi
adalah menghasilkan pendapatan. Akan tetapi, berbagai tujuan lain yang
mendukung harus segera dipenuhi agar mendapatkan pendapatan yang
maksimal. Misalnya dengan kinerja yang efektif, maka organisasi harus
mempunyai orang-orang dengan motivasi yang tinggi.13
Dalam sebuah organisasi pasti terdapat suatu komunikasi antar personal.
Istilah ini lebih dikenal sebagai pendekatan hubungan antar manusia, yang
berkembang sebagai reaksi terhadap perhatian eksklusif factor-faktor phisik
dalam mengukur keberhasilan organisasi. Pendekatan hubungan antar manusia
mengakui pentingnya kelompok sosial, informal di dalam organisasi dan
memberikan pertimbangan khusus pada komunikasi interpersonal di dalam
sub kelompok organisasi tersebut.14
Dalam sebuah proses komunikasi yang terjadi ini ada beberapa
perbedaan karakteristik anggota orgnisasi. Perbedaan yang dilatar belakangi
oleh beberapa faktor ini dapat memberikan label atau identitas tentang diri kita
masing-masing. Sehingga dalam sebuah interaksi antar manusia di dalam
sebuah organisasi dapat pula terbentuk sebuah interaksi melalui identitas yang
13 Joseph A. Devito, Komunikasi Antar Manusia (Professional Books, Jakarta 1997) Hal 337 14 Ibid. Hal 341
22
beragam. Hal inilah yang menggiring manusia untuk melakukan negosiasi
identitas dengan manusia lainnya.
E.2.1. Teori Komunikasi tentang identitas
Komunikasi merupakan alat untuk membentuk identitas dan juga
mengubah mekanisme. Menurut Michael Hecht menguraikan identitas
melebihi pengertian sederhana akan dimensi diri dan dimensi yang
digambarkan. Tingkatan pertama adalah personal layer, yang terdiri dari
rasa akan keberadaan diri kita dalam situasi sosial. Tingkatan kedua adalah
enactment layer, atau pengetahjuan orang lain tentang kita berdasarkan
apa yang kita kerjakan, kita miliki dan bagaimana kita bertindak.
Tingkatan ketiga adalah relational, identitas dibentuk berdasarkan interaksi
kita dengan orang lain. Terakhir adalah communal, yang diikat dalam
kelompok budaya yang sangat besar dalam suatu wilayah tertentu.15
E.2.2. Teori Negoisasi Identitas
Menurut Stella Ting-Toomey pada dasarnya identitas itu ada dua
macam, yaitu identitas kebudayaan dan identitas etnik. Terutama negoisasi
yang terjadi ketika kita berkomunikasi di dalam dan diantara kelompok-
kelompok kebudayaan. Beberapa individu lebih efektif dalam memperoleh
keseimbangan yang nyaman. Ketika kita mampu berganti dari satu konteks
budaya ke budaya yang lainnya dengan sadar dan mudah, maka kita telah
mencapai keadaan pengubahan kebudayaan (cultural transformer). Kunci
15 Stephen W. Littlejohn, Theories of Human Communication (Salemba Humanika, Jakarta 2009) Hal 130-131
23
untuk memperoleh keadaan-keadaan tersebut adalah kemampuan lintas
budaya (Intercultural competence).
Kemampuan lintas budaya terdiri atas dari tiga komponen-
pengetahuan (knowledge), kesadaran (mindfulness), dan kemampuan
(skill). Pengetahuan adalah pemahaman akan pentingnya identitas etnik
atau kebudayaan dan kemampuan melihat apa yang penting bagi orang
lain. Kesadaran berarti secara biasa dan teliti untuk menyadari. Terakhir,
kemampuan mengacu pada kemampuan untuk menegosiasi identitas
melalui observasi yang diteliti, menyimak, empati, kepekaan nonverbal,
kesonpanan, penyusunan ulang dan kolaborasi. Kita tahu jika kita telah
memperoleh negoisasi identitas yang efektif jika kedua pihak merasa
dipahami, dihormati dan dihargai.16
E.3. Konflik
E.3.1. Definisi Konflik
Menurut Winardi (1994) konflik merupakan oposisi atau
pertentangan pendapat antara orang-orang, kelompok-kelompok atau
organisasi-organisasi.17
Sehingga dalam sebuah konflik terdapat adanya suatu komunikasi
yang kurang efektif. Dengan demikian timbul suatu salah persepsi maupun
perbedaan ide-ide yang signifikan. Konflik sendiri memang tidak dapat
dihindari oleh siapapun. Dalam kehidupan sehari-hari kita selalu di
sibukkan dengan banyak masalah yang silih berganti datang menjumpai. 16 Stephen W. Littlejohn, Theories of Human Communication (Salemba Humanika, Jakarta 2009) Hal 132-134 17 Winardi, Manajemen Konflik (Mandar Maju, Bandung 1994) Hal 1
24
Mengingat akan hal tersebut, maka cara yang terbaik adalah
dengan melakukan pendekatan untuk mencari solusi masalah tersebut.
Bukan berarti ketika kita dihadapkan dengan sebuah konflik, dengan
mudahnya menghindar begitu saja. Padahal dibalik sebuah konflik yang
menghampiri kita ada sisi dimana dapat diambil sebuah manfaat.
Dalam sebuah konflik ada beberapa unsur yang memasuki kawasan
ini. Seperti telah dijelaskan di atas, bahwa konflik bisa dalam antar
manusia, kelompok dengan kelompok maupun organisasi dengan
organisasi.
Konflik antar pribadi merupakan konflik yang juga memasuki
daerah rawan. Karena setiap konflik bisa saja mengakibatkan pemutusan
tali hubungan satu sama lain. Hubungan antar manusia merupakan
hubungan interaksi yang paling efektif. Oleh karena itu jika dalam
hubungan ini telah menemukan titik konflik, maka bisa saja dalam
kelompok masyarakat atau organisasi yang mereka tempati dapat
menemukan kehancuran.
Konflik dapat terjadi antara orang-orang apabila mereka memiliki
sasaran-sasaran yang berbeda atau cara-cara yang berbeda untuk mencapai
sasaran. Andaikata tidak terdapat adanya kepentingan yang mengakar,
maka konflik tipe demikian seringkali relatif mudah diselesaikan, terutama
apabila ia dibicarakan secara terbuka dengan itikad baik dari semua pihak
yang berkepentingan.
25
Kadang-kadang ada pula konflik yang muncul di dalam diri orang
tertentu, seringkali hal tersebut memasuki hubungannya dengan pihak lain,
yang menyebabkan timbulnya konflik antara orang itu dengan pihak lain
tersebut. Konflik internal seringkali merupakan penyebab macam-macam
problem interaksi.18
E.3.2. Faktor Penyebab Konflik
Konflik dapat terbentuk dari faktor-faktor yang beragam. Misalkan
saja dari faktor lingkungan sekitar, intrapersonal maupun faktor lainnya.
Akan tetapi semua itu kembali kepada individu masing-masing. Dalam
sebuah diri seseorang terdapat suatu pola piker yang beragam. Dari sini
akan terbentuk sebuah konsep diri atau persepsi.
Persepsi ini ternyata memiliki peranan yang sangat kuat dalam
pembentukan dan pemeliharaan posisi-posisi konflik. oleh karena itu
dalam buku Manajemen Konflik karangan Winardi19 dijelaskan ada
beberapa faktor yang mempengaruhi pembentukan konflik.
1. Dianutnya nilai-nilai baru oleh anggota-anggota kelompok tertentu
atau orang dengan orang.
2. Sebuah kesulitan atau problem baru, dihadapi oleh kelompok dimana
para anggotanya mempersepsikan dengan cara berbeda-beda.
3. Peranan seorang anggota di luar kelompok tersebut bertentangan
dengan peranan anggota tersebut di dalam kelompok itu.
18 Winardi, Manajemen Konflik (Mandar Maju, Bandung 1994) Hal 103 19 Ibid. Hal 4
26
Akan tetapi itu hanyalah sebagian kecil dari faktor-faktor yang
mempengaruhi terbentuknya sebuah konflik. telah dijelaskan pula di atas,
bahwa sebagian besar konflik terbentuk dari sebuah pola pikir manusia itu
sendiri. Hal tersebut juga telah dijelaskan dalam teori Freud. “Manusi dan
lingkungan sosialnya selalu berada dalam konflik yang tak henti-hentinya.
Masyarakat berada di atas posisi konflik ini, karena individu takut pada
ancaman destruktif dari masyarakat.”20
Konflik muncul, apabila terdapat adanya ketidaksesuaian paham
pada sebuah situasi sosial tentang pokok-pokok pikiran tertentu dan
terdapat adanya antagonism-antagonisme emosional.
Winardi (1994) juga menjelaskan ada dua macam konflik yang
disebabkan oleh sesuatu hal, yaitu:
Konflik Substantif, meliputi ketidaksesuaian paham tentang hal-hal
seperti tujuan-tujuan, alokasi sumber daya, distribusi imbalan-imbalan,
kebijaksanaan, prosedur, serta penugasan kerja.
Konflik Emosional, timbul karena perasaan-perasaan marah,
ketidakpercayaan, ketidaksenangan, takut dan sikap menentang maupun
bentrok-bentrokan kepribadian.21
E.3.3. Proses Terjadinya Konflik
Proses terjadinya suatu konflik bermula dari ketidak efektifan suatu
komunikasi antara individu satu dengan individu yang lainnya.Akan tetapi
20 Sarlito Wirawan, Teori-teori Psikologi Sosial (PT Raja Grafindo Persada, Jakarta 1983) Hal 146 21 Winardi, Manajemen Konflik (Mandar Maju, Bandung 1994) Hal 5
27
untuk lebih rinci tentang proses terjadinya suatu konflik, Winardi (1994)22
telah menjelaskan tahapan-tahapan timbulnya konflik dari sebuah bagan
sebagai berikut:
Bagan 1.1
Tahapan Perkembangan Suatu Konflik
Sumber: Prof. DR. Winardi, SE (1994) Manajemen Konflik
Apabila dalam daerah kondisi anteseden terdapat semua unsur
tersebut, maka tersedia lahan subur untuk berkembangnya konflik. adanya
22 Winardi, Manajemen Konflik (Mandar Maju, Bandung 1994) Hal 15
KONDISI-KONDISI ANTESEDEN Ambiguitas peranan Sumber-sumber daya langkah Tugas-tugas yang interpenden Penghalang terhadap komunikasi Perbedaan individual Konflik yang belum terselesaikan Konflik yang
dibayangkan Konflik yang
dirasakan
Konflik yang memanifestasi diri
Pemecahan/ Penyelesaian Konflik atau Penekanan Konflik
Hasil Sesudah Konflik
28
kondisi tersebut, menunjukkan situasi dimana terdapat potensi konflik
tinggi.
Konflik dibayangkan, merupakan suatu persepsi yang mungkin
dirasakan atau tidak oleh orang-orang yang terlibat di dalamnya. Konflik
dirasakan, maka ia mencapai makna dalam arti bahwa cukup banyak
tegangan yang terdapat, hingga muncul keinginan untuk mengurangi
perasaan yang kurang menyenangkan itu.
Adakalanya orang-orang merasakan adanya konflik, tetapi mereka
tidak mengetahui dengan pasti apa sumber ataupun penyebabnya. Konflik
yang dinyatakan secara terbuka disebut konflik yang memanifestasi diri.
Sebuah konflik manifest dapat diatasi, dalam arti bahwa kondisi-kondisi
anteseden diperbaiki, ditekan hingga dengan demikian tidak ada perubahan
dalam kondisi anteseden dan perilaku konflik dikendalikan.
Akhirnya, hasil tentang bagaimana konflik tertentu ditangani, dapat
mempengaruhi konflik-konflik masa mendatang. Konflik-konflik yang
tidak diatasi, akan berkembang intensitasnya, dan ia akan menimbulkan
konflik-konflik masa yang akan datang sehubungan dengan persoalan-
persoalan yang serupa.
Pemecahan konflik sebenarnya, menyebabkan timbulnya kondisi-
kondisi yang mengurangi potensi untuk konflik-konflik pada masa
mendatang, yang serupa sifatnya dan ia juga menyediakan landasan bagi
konflik-konflik lainnya untuk diatasi atau dipecahkan dengan cara yang
konstruktif.
29
E.3.4. Dampak Konflik
Setiap kali kita mendengar konflik pasti yang ada dalam pikiran
kita adalah dampak yang buruk. Padahal konflik tidak hanya berdampak
buruk, akan tetapi manajemen konflik yang baik akan menghasilkan
dampak yang baik pula.
Dalam buku Manajemen Konflik karangan Winardi (1994), ada
dua kemungkinan yang terjadi dalam konflik, yaitu dampak negatif atau
(konflik destruktif) dan dampak yang positif (konflik konstruktif).23
Konflik Destruktif
Konflik ini menimbulkan kerugian bagi individu atau organisasi
yang terlibat di dalamnya. Ada macam-macam kerugian yang ditimbulkan
karena konflik destruktif, misalnya beberapa diantara kerugian yang dapat
dialami orang-orang yang terlibat di dalamnya melalui hal-hal berikut:
1. Perasaan cemas/ tegang (stress) yang tidak perlu, atau yang mencekam
2. Komunikasi yang menyusut
3. Persaingan yang makin hebat
4. Perhatian yang makin menyusut terhadap tujuan bersama
5. Menyusutnya produktifitas dan kepuasan
Konflik Konstruktif
Konflik yang satu ini menimbulkan suatu keuntungan bagi kita.
adapun keuntungan yang didapatkan dari konflik ini adalah:
23 Winardi, Manajemen Konflik (Mandar Maju, Bandung 1994) Hal 5-7
30
1. Kreatifitas dan Inovasi yang meningkat, akibat dari adanya konflik ini
membuat para individu untuk melakukan pembaharuan dalam sistem
kerjanya.
2. Upaya yang meningkat, dapat diatasinya perasaan apatis dan ia dapat
menyebabkan orang-orang yang terlibat dengan bekerja lebih keras.
3. Ikatan yang makin kuat, konflik yang terjadi dengan pihak luar, akan
meningkatkan ikatan dalam satu kelompok tersebut untuk mencapai
tujuan bersama.
4. Ketegangan yang menyusut, konflik dapat membantu menyusutkan
ketegangan pada seseorang, apabila tidak demikian maka akan
menimbulkan stress.
E.3.5. Manajemen Konflik
Sebuah konflik atau masalah tidak baik untuk dihindari, karena itu
bukanlah suatu penyelesaian sebuah masalah. Sebaliknya, hal tersebut
akan menambah jumlah masalah yang dibebani oleh kita.
Akan tetapi tidak banyak orang mengetahui akan manajemen
konflik yang baik dan efektif. Banyak diantara kita yang mengatasi konflik
dengan cara yang salah. Devito (1997) menjelaskan beberapa manajemen
konflik yang produktif dan tidak produktif.24
1. Manajemen Konflik yang Tidak Produktif
1.1. Penghindaran, Non-negosiasi dan Redefinisi
24 Joseph A. Devito, Komunikasi Antar Manusia (Professional Books, Jakarta 1997) Hal 270-275
31
Salah satu reaksi terhadap konflik yang paling sering dilakukan
adalah penghindaran. Sering ini dijumpai dalam bentuk pelarian fisik.
Reaksi seperti ini dapat pula berbentuk penghindaran emosional atau
intelektual. Disini orang meninggalkan konflik secara psikologis
dengan tidak menanggapi argument atau masalah yang dikemukakan.
Non-negosiasi, bentuk ini dilakukan dalam bentuk memaksakan
pendapatnya sampai pihak lain menyerah. Ini adalah tekhnik yang
dinamakan “Steamrolling” (buldoser). Dan yang terakhir adalah
redefinisi, dimana sumber konflik seakan-akan dikesampingkan oleh
orang lain. Tidak pernah ada penyelesaian.
1.2. Pemaksaan
Bila dihadapkan pada suatu konflik, banyak orang berusaha
memaksakan keputusan atau cara berpikir mereka dengan
menggunakan pemaksaan atau kekuatan fisik. Pemaksaan ini lebih
bersifat emosional. Tetapi, apapun yang dilakukan masalahnya tidak
pernah tersentuh.
1.3. Minimasi
Adakalanya kita mengatasi konflik dengan menganggapnya remeh.
Kita mengatakan, dan barangkali percaya, bahwa konflik, penyebabnya
dan akibatnya sama sekali tidak penting. Kita menggunakan minimasi
bila kita menganggap enteng perasaan pihak lain.
32
1.4. Menyalahkan
Dalam beberapa kasus sering kali kita merasa menyalahkan diri
sendiri, akan tetapi seseorang juga lebih banyak menyalahkan orang
lain. Hal ini bukan menyelesaikan masalah, namun malah
memperuncing masalah.
1.5. Peredam
Peredam ini juga sering dilakukan oleh siapapun. Dalam suatu
masalah peredam ini bisa dilihat pada saat pertengakaran hebat lawan
konflik sentak menangis, menjerit, berteriak seakan-akan kehilangan
kendali. Yang paling popular adalah sakit kepala atau sesak nafas. Yang
paling sulit jika salah satu pihak menggunakan tekhnik peredam ini,
maka kita tidak pernah tahu apakah hal tersebut benar-benar terjadi.
Tetapi yang pasti masalah tidak akan pernah terselesaikan dengan baik.
1.6. Karung Goni
Strategi ini mengacu pada tindak-tindak menimbun kekecewaan
dan kemudian menumpahkannya pada lawan bertengkar. Misalnya saja
ketika kita melakukan kesalahan pada orang lain. Para pengarung goni
pura-pura masalah telah usai, akan tetapi hal tersebut kembali diungkit
di suatu saat nanti.
1.7. Manipulasi
Salah satu pihak berusaha mengalihkan konflik dengan bersikap
mempengaruhi (sebenarnya, menghilangkan kecurigaan). Sasarannya
adalah agar pihak lain membentuk kerangka pikir yang reseptif dan
33
damai sebelum menyatakan ketidaksetujuan. Situasi konflik dan pihak
lain dimanipulasi sedemikian hingga pihak pemanipulasi pada akhirnya
memenangi pertengkaran.
1.8. Penolakan Pribadi
Salah satu pihak menolak memberikan cinta dan kasih sayang dan
berusaha memenangkan pertengkaran dengan membuat pihak lain
menyerah karena sikap ini.
2. Manajemen Konflik yang Efektif
Di dalam buku Komunikasi Antar Manusia karangan DeVito,
mengilhami konsep manajemen konflik yang efektif dari sebuah buku
George Bach dan Peter Wyden Intimate Enemy (1968).
2.1. Berkelahi secara Sportif
Pada kebanyakan hubungan antarpribadi, kita tahu dimana garis
batas yang harus ditarik, khususnya dalam hubungan yang berlangsung
lama. Jagalah agar kita hanya menyerang daerah yang tidak menyakiti
pihak lawan dan yang tidak akan menyebabkan semakin parahnya
permusuhan dan kemarahan.
2.2. Bertengkar secara Aktif
Kita harus ber[eran aktif dalam konflik antar pribadi. Jangan tutup
telinga (dan pikiran) kita atau menghindarinya, ini semua tidak berarti.
Sebaliknya, jika konflik ingin diselesaikan, ia harus dihadapi secara
aktif oleh kedua pihak.
34
2.3. Bertanggungjawas atas Pikiran dan Perasaan
Bila kita tidak sependapat dengan mitra kita atau menjumpai
perilakunya yang tidak benar, bertanggungjawablah atas perasaan ini.
Jangan mengelak tanggungjawab tersebut. Pertanggungjawabkanlah
pikiran dan perasaan dan tegaskanlah ini secara eksplisit.
2.4. Langsung dan Spesifik
Memusatkan pikiran terhadap masalah yang dihadapi merupakan
cara yang tepat untuk menuntaskan suatu masalah. Jangan pernah
memandang masalah-masalah yang telah lampau, atau membawa latar
belakang orang yang sedang berkonflik dengan kita. dengan fokus dan
langsung pada sasaran, konflik akan segera dapat diatasi.
2.5. Gunakan Humor untuk Meredakan Ketegangan
Humor seharusnya digunakan untuk meredahkan ketegangan yang
memuncak. Jangan pernah menggunakan humor sebagai strategi untuk
memenangkan perang atau menjatuhkan pihak lain. Karena hal tersebut
akan membuat pihak lain tersudut, dan masalah susah untuk
dituntaskan.
E.4. Pola Hubungan Interpersonal dalam Konflik di Paguyuban
Pola hubungan interaksi atau lebih sering disebut hubungan antar pribadi
memiliki model yang bermacam-macam. Dalam model yang telah dibahas
pada bagan 1 tentang pola hubungan interaksi telah dijelaskan model apa yang
dapat menyebabkan konflik.
35
Besar dari konflik tersebut juga dapat diketahui melalui urutan model
yang digunakan. Ketika seseorang menggunakan model one-up/one-up, maka
hubungan antar individu akan semakin kompetitif, karena setiap individu
menginginkan kekuasaan yang sama dan tidak mau kalah. Oleh karena itu hal
ini dapat membentuk konflik. Namun konflik juga dapat terbentuk dari pola
transisi. Akan tetapi kadar konfliknya karena tidak ada penyelesaian sehingga
timbul suatu masalah baru.
Dalam sebuah paguyuban itu sendiri sering terjadi sebuah konflik
internal. Karena perbedaan pendapat yang begitu besar, banyak beberapa
orang yang ingin mendominasi kekuasaan untuk mempertahankan
pendapatnya tersebut. Oleh karena itu, sebuah konflik ini dapat terjadi kapan
saja, dimana saja dan siapa saja.
F. Definisi Konseptual
F.1. Pola Hubungan Interpersonal
Pola hubungan interpersonal adalah suatu jenis atau cara-cara tertentu
yang bisa terjadi dalam suatu interaksi antara seseorang dengan orang lain.
Pola ini terbentuk karena setiap pelaku bersifat komunikatif, sehingga mereka
memainkan perannya untuk mengutarakan pendapat masing-masing. Pola
hubungan juga menjabarkan apa itu hubungan, bagaimana dapat terbentuk,
dipertahankan dan bagaimana hubungan itu dapat berubah.25
25 Stephen W. Littlejohn, Theories of Human Communication (Salemba Humanika, Jakarta 2009) Hal 284
36
F.2. Konflik
Konflik merupakan oposisi atau pertentangan pendapat antara
orang-orang, kelompok-kelompok atau organisasi-organisasi.26 Konflik ini
dapat terjadi di dalam suatu paguyuban atau organisasi. Karena setiap
individu yang hidup di suatu wadah pasti akan melakukan interaksi dengan
orang lain.
G. Fokus Penelitian
Fokus penelitian ini adalah pola-pola hubungan interpersonal yang
membentuk sebuah konflik pada Paguyuban Kakang Mbakyu Kota Malang
angkatan 2009 dalam kasus menyelesaikan tanggung jawab pembagian tugas
kepanitian pemilihan Kakang Mbakyu tahun 2010 .
H. Metode Penelitian
H.1. Tipe Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif. Menurut Kirk
dan Miller (1986) mendefinisikan bahwa penelitian kulaitatif adalah tradisi
tertentu dalam ilmu pengetahuan sosial yang secara fundamental bergantung
pada pengamatan pada manusia dalam kawasannya sendiri dan berhubungan
dengan orang-orang tersebut dalam bahasanya dan dalam peristilahannya.27
Menurut Poerwandari dalam buku Pendekatan Kualitatif untuk
Penelitian Perilaku Manusia disebutkan bahwa penelitian kualitatif
26 Winardi, Manajemen Konflik (Mandar Maju, Bandung 1994) Hal 1 27 Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif (Remaja Rosda Karya, Bandung 1990) Hal 3
37
menghasilkan dan mengolah data yang sifatnya deskriptif, seperti transkip
wawancara, catatan lapangan, gambar, foto, rekaman video dan lain
sebagaianya.28Sehingga tipe penelitian ini menggunakan tipe penelitian
deskriptif. Deskriptif adalah penelitian yang dilakukan terhadap variabel
mandiri, yaitu tanpa pembuatan perbandingan atau menghubungkan dengan
variabel yang lainnya.
H.2. Waktu dan Tempat Penelitian
Waktu penelitian ini akan diadakan bulan Januari-Februari 2011,
sedangkan tempat penelitian ini di kantor Paguyuban Kakang Mbakyu Guest
House Kota Malang Jl. Kawi No.24 Malang. Atau apabila tidak
memungkinkan di kantor tersebut, akan dilakukan pengumpulan data di
tempat-tempat yang representatif dan kondusif agar informan dapat dengan
mudah mengutarakan pendapatnya.
H.3. Unit Analisis dan Penentuan Informan
Unit analisis adalah satuan yang diteliti yang bisa berupa individu,
kelompok, benda atau suatu latar peristiwa sosial.29 Sehingga unit analisis
dalam penelitian ini adalah para duta wisata kota Malang yang tergabung
dalam Paguyuban Kakang Mbakyu kota Malang angakatan 2009. Dimana
dalam hal ini lebih difokuskan pada anggota yang komunikatif atau yang
sering mengutarakan pendapatnya. Akan tetapi informan diluar peneliti,
karena peneliti juga sebagai anggota Kakang Mbakyu 2009.
28 Kristi Poerwandari, Pendekatan Kualitatif untuk Penelitian Perilaku Manusia (Perfecta, Jakarta 2005) Hal 36 29 Hamidi, Metode Penelitian Kualitatif (UMM Press, Malang 2005) Hal 75
38
Penentuan informan pada penelitian ini menggunakan Purposive
Sampling. Dimana para peneliti menentukan terlebih dahulu informan
tersebut melalui kriteria atau ciri-ciri yang memadahi untuk dijadikan sumber
informasi. Hal ini dapat dilakukan melalui observasi pada fenomena yang
terjadi, kemudian memilih informan yang tepat untuk dijadikan nara sumber.
Criteria yang termasuk dalam nara sumber atau informan adalah anggota
kakang mbakyu angkatan 2009 yang komunikatif dan aktif di kepanitiaan
pemilihan kakang mbakyu 2010.
H.4. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data dari penelitian ini menggunakan wawancara
dan dokumentasi. Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu.
Percakapan itu dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara dan yang
diwawancarai.
Wawancara ini tergolong pada wawancara dengan petunjuk umum. Jenis
wawancara ini mengharuskan pewawancara membuat kerangka dan garis
besar pokok-pokok yang ditanyakan dalam proses wawancara. Penyusunan
pokok itu dilakukan sebelum wawancara. Pokok-pokok tersebut sudah
mencakup petunjuk secara umum. Pelaksanaan wawancara dan pengurutan
pertanyaan disesuaikan dengan responden dalam konteks wawancara yang
sebenarnya.30
Selain itu, peneliti juga menggunakan teknik pengumpulan data dengan
dokumentasi. Menurut Guba dan Lincoln (1981:228) mendefinisikan
30 Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif (Remaja Rosda Karya, Bandung 1990) Hal 135-136
39
dokumentasi sebagai bahan tertulis atau film yang berguna sebagai sumber
stabil, kaya dan mendorong. Selain itu dokumentasi berguna sebagai barang
bukti untuk suatu pengujian.31
H.5. Teknik Analisis Data
Analisis data dalam penelitian dengan pendekatan kualitatif pada
prinsipnya berproses secara induksi, interpretasi dan konseptualisasi. Dimana
dalam penelitian ini akan dianalisis dengan cara melakukan penghalusan
bahan/ data yang masih kasar ke dalam laporan lapangan. Kemudian
melakukan penyederhanaan data menjadi beberapa unit informasi yang rinci
tetapi sudah terfokus.
Dengan demikian laporan dari hasil wawancara tersebut yang detail
(induksi) dapat berupa data yang lebih mudah dipahami, dicarikan makna
sehingga ditemukan pikiran apa yang tersembunyi di balik cerita mereka
(interpretasi) dan akhirnya dapat diciptakan suatu konsep (konseptualisasi).32
Dalam hal ini peneliti juga memberikan batasan-batasan atau
pengkategorian informan yang terlibat dalam pola hubungan interpersonal.
Berdasarkan teori dalam bagan 1 halaman 18, maka ada beberapa batasan
seseorang yang dalam pengkategorian one up, one down dan one across.
Seseorang dinyatakan One Up apabila,
1. Mampu mengutarakan pendapatnya
2. Dapat mengungkapkan keinginannya
3. Mempunyai inisiatif dan ide-ide yang tinggi 31 Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif Edisi Revisi (Remaja Rosda Karya, Bandung 2006) Hal 216-217 32 Hamidi, Metode Penelitian Kualitatif (UMM Press, Malang 2005) Hal 78-79
40
4. Sering kali menggunakan prinsip “ramai di depan, enak di belakang”
Seseorang dinyatakan One Down apabila,
1. Mempunyai sifat rendah hati
2. Sering kali menjadi pelengkap atau mengikuti arus
3. Lebih cenderung ke sifat mengalah
Seseorang dinyatakan One Across apabila,
1. Suka mengalihkan pembicaraan ke hal yang lain
2. Bersifat tidak mau mengalah
3. Kurang fokus dalam segala hal
4. Sering kali tidak menyambung dalam komunikasi
H.6. Teknik Keabsahan Data
Teknik keabsahan data yang digunakan adalah triangulasi, yaitu teknik
pemeriksaan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data itu untuk
keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data tersebut.
Pada penelitian ini menggunakan triangulasi dengan sumber, yang
berarti membandingkan dan mengecek balik derajat kepercayaan suatu
informasi yang dieproleh melalui waktu dan alat yang berbeda dalam metode
kualitatif.33
Untuk triangulasi yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan
sistem wawancara komaparasi antara data dari nara sumber satu dengan yang
lainnya, untuk melihat kaitannya. Selain itu, supaya data lebih valid peneliti
mencari informasi dari nara sumber lain. Nara sumber ini dapat diperoleh
33 Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif (Remaja Rosda Karya, Bandung 1990) Hal 178