bab i pendahuluan a. latar · pdf filerumah sakit. rumah sakit ... kapasitas tempat tidur...
TRANSCRIPT
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Kesehatan merupakan kebutuhan pokok bagi masyarakat.
Meningkatnya taraf hidup masyarakat menjadikan masyarakat semakin
mengerti akan kualitas kesehatan. Hal ini menjadikan penyedia jasa pelayanan
kesehatan untuk meningkatkan kualitas pelayanan yang lebih baik, tidak
hanya yang bersifat penyembuhan penyakit, tetapi juga mencakup pelayan
yang bersifat pencegahan (preventif) untuk meningkatkan kualitas hidup serta
memberikan kepuasan bagi konsumen selaku pengguna jasa kesehatan. Salah
satu sarana pelayanan kesehatan yang menjadi rujukan masyarakat adalah
rumah sakit.
Rumah sakit merupakan salah satu sarana pelayanan kesehatan yang
terdiri dari berbagai unit pelayanan penunjang, salah satunya adalah instalasi
farmasi rumah sakit. Instalasi farmasi rumah sakit (IFRS) merupakan suatu
bagian/unit/divisi yang menangani pelayanan kefarmasian mulai dari
pengelolaan obat sampai dengan penyerahan obat ke pasien secara langsung
maupun tidak langsung. Pelayanan yang diberikan instalasi farmasi rumah
sakit secara langsung kepada pasien salah satunya pelayanan resep rawat
jalan.
Instalasi farmasi rawat jalan sebagai salah satu tempat pelayanan yang
berhubungan langsung dengan pasien dirumah sakit. Tentunya tenaga kerja
kefarmasian harus mengutamakan kualitas pelayanan yang dijelaskan dalam
permenkes 1197 tahun 2004 tentang standar pelayanan kefarmasian. Serta
merujuk pada paradigma farmasi yang berorientasi pada pasien.
Salah satu kualitas atau mutu pelayanan kefarmasian di instalasi rawat
jalan adalah waktu tunggu obat. Waktu tunggu obat dihitung dari pasien
menyerahkan resep sampai pasien mendapatkan obat beserta dengan KIE yang
dilakukan oleh tenaga kefarmasian. Pelayanan resep obat yang lama akan
berpengaruh terhadap pasien yang dapat menyebabkan pasien tidak puas dan
1
2
merasa dirugikan karena waktu pelayanan yang lama. Waktu tunggu yang
lama akan juga mengakibatkan peningkatan waktu pelayanan, dampak dari hal
tersebut berupa timbulnya antrian yang panjang sehingga menyebabkan pasien
enggan membeli obat di instalasi farmasi rumah sakit (IFRS). Faktor yang
perlu diperhatikan dalam pelayanan pasien adalah pelayanan yang cepat dan
ramah disertai jaminan tersedianya obat.
Menurut Wijono (2008) berberapa hal yang mempengaruhi kepuasan
pasien yaitu pendekatan dan perilaku petugas terutama pada saat pertama kali
kunjungan, mutu informasi yang diberikan, prosedur perjanjian, waktu tunggu
obat (periksa kesehtan maupun pengambilan obat), fasilitas umum di rumah
sakit, serta hasil dan perawatan terapi yang diterima. Salah satu faktor tersebut
adalah waktu tunggu obat (waktu dispensing obat), telah di jelaskan dalam
Kepmenkes RI No. 129 tahun 2008 tentang standar pelayanan minimal dari
farmasi dalam hal waktu tunggu pelayanan untuk jenis resep obat jadi adalah
<30 menit dan untuk resep racikan adalah <60 menit.
Berdasarkan hasil observasi yang telah dilakukan di RSI PKU
Muhammadiyah Palangkaraya, banyaknya pasien mengeluh terhadap lamanya
waktu tunggu, sehingga pasien belum merasa puas terhadap pelayan di rumah
sakit tersebut. Pengukuran waktu merupakan hal yang harus dilakukan setiap
periode karena menyangkut pelayanan prima dan standar pelayanan minimal
yang harus terpenuhi. Oleh karena hal tersebut, penulis terdorong untuk
menganalisis waktu tunggu (dispensing obat) di Instalasi Farmasi Rumah
Sakit Islam PKU Muhammadiyah yang dimulai dari pasien menyerahkan
resep yang diterimanya dari dokter kepada tenaga teknis kefarmasian sampai
dengan pasien mendapat obat hingga pemberian KIE.
Berdasarkan uraian tersebut, peneliti tertarik untuk melakukan
penelitian dengan judul “Evaluasi Waktu Tunggu Resep di Instalasi Farmasi
RSI PKU Muhammadiyah Palangkaraya”.
3
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka dapat di identifikasikan
masalah dalam penelitian ini adalah :
1. Berapa lama waktu tunggu pelayanan resep obat di Instalasi farmasi RSI
PKU Muhammadiyah Palangkaraya?
2. Apakah lama waktu tunggu (dispensing obat) di Instalasi farmasi RSI
PKU Muhammadiyah Palangkaraya telah memenuhi standar dari
kepmenkes RI No. 129 tahun 2008?
C. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut penulis mengangkat rumusan
masalah “bagaimana kecepatan pelayanan resep di Instalasi Farmasi RSI
PKU Muhammadiyah Palangkaraya?”
D. Batasan masalah
1. Penelitian dilakukan pada tanggal 7-13 juni 2013 pada waktu pelayanan
resep pasien rawat jalan di Instalasi Farmasi RSI PKU Muhammadiyah
Palangkaraya
2. Waktu tunggu pada pasien rawat jalan di Instalasi Farmasi RSI PKU
Muhammadiyah Palangkaraya.
E. Tujuan Penelitian
Untuk mengetahui bagaimana kecepatan pelayanana resep di Instalasi
Farmasi RSI PKU Muhammadyah Palangkaraya berdasarkan waktu tunggu.
F. Manfaat Penelitian
1. Untuk Penulis
Menambah pengetahuan dan pengalaman penulius tentang gambaran
kecepatan waktu dispensing obat dan faktor-faktor yang mempengaruhi
kecepatan waktu (dispensing obat) di Instalasi Farmasi RSI PKU
Muhammadyah Palangkaraya.
2. Untuk Akademik
a) Sebagai bahan tambahan kepustakaan, khususnya di bidang profil
Rumah Sakit
4
b) Sebagai referensi untuk penelitian lebih lanjut
3. Untuk RSI PKU Muhammadyah Palangkaraya
Sebagai bahan evaluasi rutin untuk menjaga dan meningkatkan
mutu dari pelayanan Rumah Sakit, khususnya pelayanan instalasi farmasi.
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Rumah Sakit
1. Defenisi Rumah Sakit
Rumah Sakit merupakan salah satu bentuk sarana kesehatan yang
dapat diselenggarakan oleh pemerintah dan swasta, ditandai dengan
pelayanan kesehatan yang kompleks, padat pakar dan padat modal.
Rumah sakit berfungsi untuk melakukan upaya kesehatan dasar dan
rujukan serta upaya kesehatan penunjang. Upaya kesehatan dilakukan
untuk mewujudkan derajat kesehatan yang optimal bagi masyarakat
melalui pemeliharaan, peningkatan kesehatan (promotif), pencegahan
penyakit (preventif), penyembuhan penyakit (kuratif) dan pemulihan
kesehatan (rehabilitatif) yang dilaksanakan menyeluruh, terpadu dan
berkesinambungan. Rumah sakit selain memiliki fungsi sosial, juga untuk
kegiatan pendidikan dan pelatihan, penelitian dan pengembangan
teknologi di bidang kesehatan. Agar rumah sakit mampu melaksanakan
fungsi yang kompleks, rumah sakit harus memiliki sumber daya manusia
(SDM) profesional dibidang teknis medis maupun administrasi kesehatan
agar dapat memberikan pelayanan yang berkualitas (Depkes, 1999).
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor. 44 Tahun 2009
mendefinisikan rumah sakit sebagai institusi pelayanan kesehatan yang
menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang
menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan dan gawat darurat.
Rumah Sakit adalah suatu organisasi yang kompleks,
menggunakan gabungan alat ilmiah khusus dan rumit, dan difungsikan
oleh berbagai kesatuan personel terlatih dan terdidik dalam menghadapi
dan menangani masalah medik modern, yang semuanya terikat dalam
maksud sama, untuk pemulihan dan pemeliharaan kesehatan yang baik
(Siregar dkk, 2004).
5
6
2. Tugas dan Fungsi Rumah Sakit
Undang-Undang Republik Indonesia No. 44 Tahun 2009 tentang
Rumah Sakit, menyatakan bahwa tugas rumah sakit adalah memberikan
pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna. Untuk menjalankan
tugas tersebut, Rumah Sakit mempunyai fungsi:
a. Penyelenggaraan pelayanan pengobatan dan pemulihan kesehatan
sesuai dengan standar pelayanan rumah sakit.
b. Pemeliharaan dan peningkatan kesehatan perorangan melalui
pelayanan kesehatan yang paripurna tingkat kedua dan ketiga sesuai
kebutuhan medis.
c. Penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan sumber daya manusia
dalam rangka peningkatan kemampuan dalam pemberian pelayanan
kesehatan dan
d. Penyelenggaraan penelitian dan pengembangan serta penapisan
teknologi bidang kesehatan dalam rangka peningkatan pelayanan
kesehatan dengan memperhatikan etika ilmu pengetahuan bidang
kesehatan.
3. Klasifikasi Rumah Sakit
Siregar dkk (2004) menyatakan bahwa Rumah Sakit dapat
diklasifikasikan berdasarkan berbagai kriteria sebagai berikut:
a. Berdasarkan Kepemilikan
Klasifikasi berdasarkan kepemilikan terdiri atas Rumah Sakit
pemerintah. Di negara ini, rumah sakit pemerintah terdiri atas rumah
sakit vertikal yang langsung dikelola oleh Departemen Kesehatan,
rumah sakit pemerintah daerah, rumah sakit militer, dan rumah sakit
BUMN. Rumah Sakit lain berdasarkan kepemilikan ialah Rumah Sakit
yang dikelola oleh masyarakat atau swasta.
Rumah Sakit swasta ini terdiri atas rumah sakit bisnis dan
Rumah Sakit nirlaba. Rumah Sakit hak milik adalah Rumah Sakit
bisnis yang tujuan utamanya adalah mencari laba (profit). Rumah Sakit
7
yang berafiliasi dengan organisasi keagamaan pada umumnya
beroperasi bukan untuk maksud membuat laba, tetapi adalah nirlaba.
Rumah Sakit nirlaba mencari laba sewajarnya saja, dan laba yang
diperoleh Rumah Sakit ini digunakan sebagai modal peningkatan
sarana fisik, perluasan dan penyempurnaan mutu pelayanan untuk
kepentingan penderita.
b. Berdasarkan Jenis Pelayanan
Klasifikasi berdasarkan jenis pelayanannya, Rumah Sakit
terdiri atas Rumah Sakit umum dan Rumah Sakit khusus. Rumah Sakit
umum memberi pelayanan kepada berbagai penderita dengan berbagai
jenis kesakitan, memberi pelayanan diagnosis dan terapi untuk
berbagai kondisi medik, seperti penyakit dalam, bedah, pediatrik,
psikiatri, ibu hamil, dan sebagainya. Rumah Sakit khusus adalah
Rumah Sakit yang memberi pelayanan diagnosis dan pengobatan
untuk penderita dengan kondisi medik tertentu baik bedah maupun non
bedah, seperti Rumah Sakit kanker, bersalin, psikiatri, pediatrik, mata,
lepra, tuberkulosis, ketergantungan obat, rumah sakit rehabilitasi dan
penyakit kronis.
c. Berdasarkan Lama Tinggal di Rumah Sakit
Klasifikasi berdasarkan lama tinggal di Rumah Sakit terdiri atas
Rumah Sakit perawatan jangka pendek dan jangka panjang. Rumah
Sakit perawatan jangka pendek adalah Rumah Sakit yang merawat
penderita selama rata-rata kurang dari 30 hari, misalnya penderita
dengan kondisi penyakit akut dan dan kasus darurat, biasanya di rawat
di Rumah Sakit kurang dari 30 hari. Rumah Sakit umum pada
umumnya dalah rumah sakit perawatan jangka pendek karena
penderita yang dirawat dalah penderita kesakitan akut yang biasanya
pulih dalam waktu kurang dari 30 hari. Sebaliknya, rumah sakit
perawatan jangka panjang adalah rumah sakit yang merawat penderita
dalam waktu rata-rata 30 hari atau lebih. Penderita demikian
mempunyai kesakitan jangka panjang, seperti kondisi psikiatri.
8
d. Berdasarkan Kapasitas Tempat Tidur
Rumah sakit pada umumnya diklasifikasikan berdasarkan
kapasitas tempat tidur sesuai pola berikut:
1. Di bawah 50 tempat tidur
2. 50-99 tempat tidur
3. 100-199 tempat tidur
4. 200-299 tempat tidur
5. 300-399 tempat tidur
6. 400-499 tempat tidur
7. 500 tempat tidur dan lebih.
e. Berdasarkan Afiliasi Pendidikan
Rumah sakit berdasarkan afiliasi pendidikan terdiri atas dua
jenis, yaitu rumah sakit pendidikan dan rumah sakit non pendidikan.
Rumah sakit pendidikan adalah rumah sakit yang melaksanakan
program pelatihan residensi dalam medik, bedah, pediatrik, dan bidang
spesialis lain. Dalam rumah sakit demikian, residen melakukan
pelayanan/perawatan di bawah pengawasan staf medik rumah sakit.
Rumah sakit yang tidak memiliki program pelatihan residensi dan
tidak ada afiliasi rumah sakit dengan universitas disebut rumah sakit
non pendidikan.
f. Berdasarkan Status Akreditasi
Rumah sakit berdasarkan status akreditasi terdiri atas rumah
sakit yang telah diakreditasi dan rumah sakit yang belum diakreditasi.
Rumah sakit telah diakreditasi adalah rumah sakit yang telah diakui
secara formal oleh suatu badan sertifikasi yang diakui, yang
menyatakan bahwa suatu rumah sakit telah memenuhi persyaratan
untuk melaksanakan kegiatan tertentu.
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 340
Tahun 2010 tentang Klasifikasi Rumah Sakit, menyatakan bahwa
Rumah Sakit Umum diklasifikasikan menjadi Rumah Sakit Umum
9
kelas D, C, B dan A. Klasifikasi tersebut didasarkan pada unsur
pelayanan, ketenagaan, fisik, dan peralatan.
1) Rumah Sakit Umum Kelas A adalah rumah sakit umum yang
mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik spesialistik
luas dan subspesialistik luas. Rumah sakit ini memiliki lebih dari
1000 tempat tidur.
2) Rumah Sakit Umum Kelas B adalah rumah sakit umum yang
mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik sekurang-
kurangnya 11 spesialistik dan subspesialistik terbatas. Rumah sakit
ini memiliki 500 - 1000 tempat tidur.
3) Rumah Sakit Umum Kelas C adalah rumah sakit umum yang
mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik spesialistik
dasar. Rumah sakit ini memiliki 100 - 500 tempat tidur.
4) Rumah Sakit Umum Kelas D adalah rumah sakit umum yang
mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik dasar.
Rumah sakit ini memiliki kurang dari 100 tempat tidur.
B. Instalasi Farmasi Rumah Sakit
1. Pelayanan IFRS
Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1197/SK/IX/2004 tentang Standar Pelayanan Farmasi Rumah Sakit
menyebutkan bahwa pelayanan farmasi rumah sakit merupakan salah satu
kegiatan di rumah sakit yang menunjang peayanan kesehatan yang
bermutu.
Tujuan pelayanan farmasi adalah (Depkes, 2004):
a. Melangsungkan pelayanan farmasi yang optimal baik dalam keadaan
gawat darurat, sesuai dengan kondisi pasien maupun fasilitas yang
tersedia.
b. Menyelenggarakan kegiatan pelayanan profesional berdasarkan
prosedur kefarmasian dan etik profesi.
c. Melaksanakan KIE (Komunikasi, Informasi dan Edukasi) mengenai
obat.
10
d. Menjalankan pengawasan obat berdasarkan aturan yang berlaku.
e. Melakukan dan memberikan pelayanan yang bermutu melalui analisa,
telaah dan evaluasi pelayanan.
f. Mengadakan penelitian di bidang farmasi dan peningkatan metoda.
Instalasi Farmasi Rumah Sakit (IFRS) merupakan salah satu divisi
dari rumah sakit yang mempunyai pengaruh sangat besar pada
perkembangan profesional rumah sakit dan juga terhadap ekonomi dan
biya total rumah sakit. IFRS adalah satu-satunya divisi rumah sakit yang
bertanggung jawab penuh atas pengelolaan dan pengendalian seluruh
sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan lain yang beredar dan
digunakan di rumah sakit (Siregar dkk, 2004).
2. Tugas dan Tanggung Jawab IFRS
a. Tugas dan fungsi Instalasi Farmasi Rumah Sakit (Depkes 2004) :
1) Melangsungkan pelayanan farmasi yang optimal
2) Menyelenggarakan kegiatan pelayanan farmasi professional
berdasarkan prosedur kefarmasian dan etik profesi.
3) Melaksanakan Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE).
4) Memberi pelayanan bermutu melalui analisa dan evaluasi untuk
menigkatkan mutu pelayanan farmasi.
5) Melakukan pengawasan berdasarkan aturan-aturanyang berlaku.
6) Menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan di bidang farmasi.
7) Megadakan penelitian dan pengembangan di bidang farmasi
8) Menfasilitasi dan mendorong tersusunya standar pengobatan dan
formularium Rumah Sakit.
b. Fungsi dan Instalasi Rumah Sakit (Depkes 2004)
1) Mengelola perbekalan kesehatan
a) Memilih perbekalan farmasi sesuai kebutuhan pelayanan
Rumah Sakit
b) Merencanakan kebutuhan perbekalan farmasi secara optimal
c) Mengadakan perbekalan farmasi berpedoman pada
perencanaan yang telah dibuat sesuai ketentuan yang berlaku
11
d) Memproduksi perbekalan farmasi untuk memenuhi kebutuhan
pelayanan kesehatan di Rumah Sakit
e) Menerima perbekalan farmasi sesuai dengan spesifikasi dan
ketentuan yang berlaku
f) Menyimpan perbekalan farmasi sesuai dengan spesifikasi dan
persyaratan kefarmasian
g) Mendistribusikan perbekalan farmasi ke unit-unit pelayanan di
Rumah Sakit
2) Pelayanan Kefarmasian dalam penggunaan Obat dan Alat
Kesehatan.
a) Mengkaji instruksi pengobatan/resep pasien
b) Mengidentifikasi masalah yang berkaitan dengan penggunaan
obat dan alat kesehatan
c) Mencegah dan mengatasi masalah yang berkaitan dengan obat
dan alat kesehatan
d) Memeantau efektifitas dan keamanan penggunaan obat dan alat
kesehatan
e) Memberikan informasi kepada petugas kesehatan,
pasien/keluarga
f) Memberi konseling kepada pasien/keluarga
g) Melakukan pencampuran obat suntik
h) Melakukan penyiapan nutrisi parental
i) Melakukan penanganan obat kanker
j) Melakukan penentuan kadar obat dalam darah
k) Melakukan pencatatan setiap kegiatan
l) Melaporkan setiap kegiatan
3. Lingkup Fungsi IFRS
Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1197/ Menkes/SK/X/2004
menyatakan fungsi IFRS adalah:
a. Pengelolaan Perbekalan Farmasi
1) Memilih perbekalan farmasi sesuai kebutuhan pelayanan rumah sakit
12
2) Merencanakan kebutuhan perbekalan farmasi secara optimal
3) Mengadakan perbekalan farmasi berpedoman pada perencanaan
yang telah dibuat sesuai ketentuan yang berlaku
4) Memproduksi perbekalan farmasi untuk memenuhi kebutuhan
pelayanan kesehatan di rumah sakit.
5) Menerima perbekalan farmasi sesuai dengan spesifikasi dan
ketentuan yang berlaku
6) Menyimpan perbekalan farmasi sesuai dengan spesifikasi dan
persyaratan kefarmasian
7) Mendistribusikan perbekalan farmasi ke unit-unit pelayanan di
rumah sakit.
b. Pelayanan Kefarmasian dalam Penggunaan Obat dan Alat Kesehatan
1) Mengkaji instruksi pengobatan/resep pasien
2) Mengidentifikasi masalah yang berkaitan dengan penggunaan obat
dan alat kesehatan
3) Mencegah dan mengatasi masalah yang berkaitan dengan obat dan
alat kesehatan
4) Memantau efektifitas dan keamanan penggunaan obat dan alat
kesehatan
5) Memberikan informasi kepada petugas kesehatan, pasien/keluarga
6) Memberi konseling kepada pasien/keluarga
7) Melakukan pencampuran obat suntik
8) Melakukan penyiapan nutrisi parenteral
9) Melakukan penanganan obat kanker
10) Melakukan penentuan kadar obat dalam darah
11) Melakukan pencatatan setiap kegiatan
12) Melaporkan setiap kegiatan
C. Resep
1. Pengertian Resep
Keputusan Menteri Kesehatan Repubik Indonesia Nomor
1027/MENKES/SK/IX/2004 tentang standar pelayanan kefarmasian di
13
Apotek. Resep adalah permintaan tertulis dari seorang dokter, dokter gigi
atau dokter hewan yang diberi izin berdasarkan peraturan perundangan-
undangan yang berlaku kepada apoteker pengelola apotek untuk
menyediakan dan menyerahkan obat-obatan bagi penderita.
Resep selalu dimulai dengan tanda R/ yang artinya Recipe
(ambillah) lalu tertera nama dan jumlah obat. Umumnya resep ditulis
dalam bahasa lain. Untuk yang berhak menulis resep adalah dokter, dokter
gigi dan dokter hewan.
Suatu resep yang lengkap harus memuat :
1. Nama, alamat dan nomor izin praktek dokter, dokter gigi atau dokter
hewan.
2. Tanggal penulisan resep, nama setiap obat atau komposisi obat.
3. Tanda R/ pada bagian kiri setiap penulisan resep.
4. Tanda tangan atau paraf dokter, sesuai dengan peraturan perundang-
undangan yang berlaku.
5. Nama pasien/jenis hewan, umur serta alamat pasien/pemilik hewan.
6. Tanda seru dan paraf dokter untuk resep yang mengandung obat dalam
jumlah melebihi dosis maksimum (Anonim, 2004).
2. Pelayanan Resep
a. Definisi Pelayanan Resep
Keputusan Menteri Kesehatan Repubil Indonesia Nomor
1027/MENKES/SK/IX/2004 tentang standar pelayanan kefarmasian di
Apotek. Pelayanan Resep adalah suatu pelayanan terhadap permintaan
tertulis dari dokter, dokter gigi atau dokter hewan yang diberi izin
berdasarkan peraturan perundangan-undangan yang berlaku mulai dari
penerimaan resep sampai dengan penyerahan obat (Anonim, 2004)
b. Skrining Resep
Keputusan Menteri Kesehatan Nomor
1027/MENKES/SK/IX/2004. Skrining resep meliputi :
1) Persyaratan Administratif
a) Nama, SIP dan alamat dokter
14
b) Tanggal penulisan resep
c) Tanda tangan/paraf dokter penulis resep
d) Nama, alamat, umur, jenis kelamin dan berat badan pasien
e) Cara pemakaian yang jelas
f) Informasi lainnya (Anonim, 2004)
2) Kesesuaian farmasetika
Bentuk sediaan, dosis, potensi, stabilitas, inkompatibilitas,
cara dan lama pemberian (Anonim, 2004).
3) Pertimbangan klinis
Adanya alergi, efek samping, interaksi, kesesuaian (dosis,
durasi, jumlah obat dan lain-lain). Jika ada keraguan terhadap resep
hendaknya dikonsultasikan kepada dokter penulis resep dengan
memberikan pertimbangan dan alternatif seperlunya bila perlu
menggunakan persetujuan setelah pemberitahuan (Anonim, 2004).
c. Penyiapan Obat (Dispensing)
1) Peracikan
Peracikan merupakan kegiatan menyiapkan, menimbang,
mencampur, mengemas dan memberikan etiket pada wadah.
Dalam melaksanakan peracikan obat harus dibuat suatu prosedur
tetap dengan memperhatikan dosis, jenis dan jumlah obat serta
penulisan etiket yang benar (Anonim, 2004).
2) Etiket
Etiket harus jelas dan dapat dibaca (Anonim, 2004).
3) Kemasan Obat yang Diserahkan
Obat hendaknya dikemas dengan rapi dalam kemasan yang cocok
sehingga terjaga kualitasnya (Anonim, 2004).
4) Penyerahan Obat
Sebelum obat diserahkan kepada pasien harus dilakukan
pemeriksaan akhir terhadap kesesuaian antara obat dengan resep.
Penyerahan obat dilakukan oleh asisten apoteker dan atau Tenaga
15
Teknis Kefarmasian disertai pemberian informasi obat dan
konseling kepada pasien (Anonim, 2004).
5) Informasi Obat
Apoteker atau Tenaga Teknis Kefarmasian harus memberikan
informasi yang benar, jelas, dan mudah dimengerti, akurat, etis,
bijaksana, dan terkini Informasi obat yang diberikan kepada pasien
sekurang-kurangnya meliputi: cara pemakaian obat, cara
penyimpanan obat, jangka waktu pengobatan, aktivitas serta
makanan dan minuman yang harus dihindari selama terapi
(Anonim, 2004).
6) Konseling
Apoteker dan atau Tenaga Teknis Kefarmasian harus memberikan
konseling, menangani sediaan farmasi, pengobatan dan perbekalan
kesehatan lainnya, sehingga dapat memperbaiki kualitas hidup
pasien atau yang bersangkutan terhindar dari bahaya
penyalahgunaan atau penggunaan obat yang salah. Untuk penderita
penyakit tertentu seperti kardiovaskular, diabetes, TBC, asma dan
penyakit kronis lainnya, Apoteker atau Tenaga Teknis
Kefarmasian, tenaga teknis kefarmasian harus memberikan
konseling secara berkelanjutan (Anonim, 2004).
7) Monitoring Penggunaan Obat
Setelah penyerahan obat kepada pasien, apoteker harus
melaksanakan pemantauan penggunaan obat, terutama untuk
pasien tertentu seperti kardiovaskular, diabetes, TBC, asma dan
penyakit kronis lainnya (Anonim, 2004).
8) Promosi dan Edukasi.
Dalam rangka pemberdayaan masyarakat, Apoteker dan juga
Tenaga Teknis Kefarmasian harus memberikan edukasi apabila
masyarakat ingin mengobati diri sendiri (swamedikasi) untuk
penyakit ringan dengan memilihkan obat yang sesuai dan tenaga
farmasi harus berpartisipasi secara aktif dalam promosi dan
16
edukasi serta ikut membantu diseminasi informasi, antara lain
dengan penyebaran leaflet/brosur, poster, penyuluhan dan lain
lainya (Anonim. 2004).
D. Mutu Pelayanan Kesehatan
Pelayanan kesehatan adalah setiap upaya yang diselenggarakan sendiri
atau secara bersama-sama dalam suatu organisasi untuk memelihara dan
meningkatkan kesehatan, mencegah dan menyembuhkan penyakit serta
memulihkan kesehatan perseorangan, keluarga, kelompok, dan ataupun
masyarakat (Azwar, 1996).
Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan,
menyatakan pelayanan kesehatan terbagi menjadi beberapa pelayanan, yaitu:
1. Pelayanan kesehatan promotif adalah suatu kegiatan dan/atau serangkaian
kegiatan pelayanan kesehatan yang lebih mengutamakan kegiatan yang
bersifat promosi kesehatan.
2. Pelayanan kesehatan preventif adalah suatu kegiatan pencegahan terhadap
suatu masalah kesehatan/penyakit.
3. Pelayanan kesehatan kuratif adalah suatu kegiatan dan/atau serangkaian
kegiatan pengobatan yang ditujukan untuk penyembuhan penyakit,
pengurangan penderitaan akibat penyakit, pengendalian penyakit, atau
pengendalian kecacatan agar kualitas penderita dapat terjaga seoptimal
mungkin. Pelayanan kesehatan rehabilitatif adalah kegiatan dan/atau
serangkaian kegiatan untuk mengembalikan bekas penderita ke dalam
masyarakat sehingga dapat berfungsi lagi sebagai anggota masyarakat yang
berguna untuk dirinya dan masyarakat semaksimal mungkin sesuai dengan
kemampuannya.
4. Pelayanan kesehatan tradisional adalah pengobatan dan/atau perawatan
dengan cara dan obat yang mengacu pada pengalaman dan keterampilan
turun temurun secara empiris yang dapat dipertanggungjawabkan dan
diterapkan sesuai dengan norma yang berlaku di masyarakat.
Mutu sebagaimana yang dimaksud dalam ISO 9001:2000 merupakan
perpaduan antara sifat dan karakteristik yang menentukan sejauh mana
17
keluaran dapat memenuhi persyaratan kebutuhan pelanggan. Sedangkan
menurut Satrianegara (2009) mutu pelayanan kesehatan adalah derajat
kesempurnaan pelayanan kesehatan yang sesuai dengan standar profesi dan
standar pelayanan dengan menggunakan potensi sumber daya yang tersedia di
rumah sakit atau puskesmas secara wajar, efisien, dan efejtif serta diberikan
secara aman dan memuaskan sesuai norma, etika, hukum, dan sosial budaya
dengan memperhatikan keterbatasan dan kemampuan pemerintah, serta
masyarakat konsumen.
Zeithaml dkk. Dalam Mulia (2011) berpendapat bahwa pelanggan
mengevaluasi lima dimensi mutu pelayanan, yaitu:
1. Tangible (berwujud), meliputi fasilitas penyedia jasa, peralatan,
penampilan karyawan dan materi komunikasi yang disampaikan.
2. Reliability (keandalan), meliputi kemampuan perusahaan jasa untuk dapat
memberikan pelayanan yang dijanjikan secara akurat dan terpercaya.
3. Responsivness (ketanggapan), meliputi kesediaan karyawan perusahaan
untuk dapat membantu pelanggan dan memberikan pelayanan yang cepat.
4. Assurance (jaminan), meliputi pengetahuan dan keramahan karyawan
perusahaan dan kemampuan mereka menjamin kinerja yang baik sehingga
menimbulkan kepercayaan dan keyakinan pelanggan.
5. Emphaty (empati), meliputi perhatian yang bersifat individu kepada
pelanggan dan berupaya memahami keinginan pelanggan.
Donabedian dalam Nursalam (2011) menyatakan mutu pelayanan dapat
diukur dengan menggunakan tiga variable, yaitu input, proses, dan
output/outcome.
1. Input adalah segala sumber daya yang diperlukan untuk melaksanakan
kegiatan seperti tenaga, dana, obat, fasilitas peralatan, teknologi,
organisasi dan informasi.
2. Proses adalah interaksi professional antara pemberi pelayanan dengan
konsumen (pasien dan masyarakat). setiap tindakan korektif dibuat dan
meminimalkan resiko terulangnya keluhan atau ketidakpuasan pada pasien
lainnya. Program keselamatan pasien bertujuan untuk meningkatkan mutu
18
rumah sakit dengan indikator pemenuhan standar pelayanan yang
ditetapkan Kementerian Kesehatan RI. ISO 9001:2000 adalah suatu
standar internasional untuk sistem manajemen kualitas yang bertujuan
menjamin kesesuaian dari suatu proses pelayanan terhadap kebutuhan
pesyaratan yang dispesifikasikan oleh pelanggan dan rumah sakit.
3. Output/outcome adalah hasil pelayanan kesehatan, yaitu berupa perubahan
yang terjadi pada konsumen termasuk kepuasan dari konsumen.
E. Evaluasi dan Mutu pelayanan farmasi rumah sakit
1. Indikator Evaluasi Mutu Pelayanan
Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 129
tahun 2008 tentang Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit, standar
minimal pelayanan farmasi, lihat pada tabel 1.
Tabel 1: Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 129
tahun 2008 tentang Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit
NO Pelayanan Indokator Standar
1. Farmasi 1. Waktu Tungggu Obat
a. Obat Jadi
b. Racikan
1. Standar
a. ≤ 30 menit
b. ≤ 60 menit
2. 2. Tidak adanya Kejadian
kesalahan pernberian
obat
2. 100 %
3. 3. Kepuasan pelanggan 3. ≥ 80 %
4. 4. Penulisan resep sesuai
formularium
4. 100 %
Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1127/MENKES/SK/IX/2004.
Indikator yang digunakan untuk mengevaluasi mutu pelayanan adalah:
a. Tingkat kepuasan konsumen : dilakukan dengan survei berupa angket
atau wawancara langsung.
b. Dimensi waktu : lama pelayanan diukur dengan waktu (yang telah
ditetapkan).
19
c. Prosedur tetap (Protap) : untuk menjamin mutu pelayanan sesuai
standar yang telah ditetapkan.
Disamping itu prosedur tetap bermanfaat untuk :
a. Memastikan bahwa praktek yang baik dapat tercapai setiap saat.
b. Adanya pembagian tugas dan wewenang
c. Memberikan pertimbangan dan panduan untuk tenaga kesehatan lain
yang bekerja di apotek.
d. Dapat digunakan sebagai alat untuk melatih staf baru.
e. Membantu proses audit.
2. Evaluasi
a. Jenis Evaluasi
Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1127/MENKES/SK/IX/2004.
Berdasarkan waktu pelaksanaan evaluasi, dibagi tiga jenis program
evaluasi :
1) Prospektif : Program dijalankan sebelum pelayanan dilaksanakan.
Contoh : pembuatan standar, perijinan.
2) Konkuren : Program dijalankan bersamaan dengan pelayanan
dilaksanakan.
Contoh : memantau kegiatan konseling apoteker, peracikan resep oleh
Asisten Apoteker
3) Retrospektif : Program pengendalian yang dijalankan setelah
pelayanan dilaksanakan
Contoh : survei konsumen, laporan mutasi barang.
b. Metode Evaluasi
Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1127/MENKES/SK/IX/2004.
Membagi metode evaluasi menjadi empat metode, yaitu :
1) Audit (pengawasan)
Dilakukan terhadap proses hasil kegiatan apakah sudah sesuai standar
2) Review (penilaian)
Terhadap pelayanan yang telah diberikan, penggunaan sumber daya,
penulisan resep
20
3) Survei
Untuk mengukur kepuasan pasien, dilakukan dengan angket atau
wawancara langsung.
4) Observasi
Terhadap kecepatan pelayanan antrian, ketepatan penyerahan obat.
3. Unsur-Unsur Yang Mempengaruhi Mutu Pelayanan
Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1127/MENKES/SK/IX/2004.
Unsur yang mempengaruhi mutu Pelayanan meliputi :
a. Unsur masukan (input) : tenaga/sumber daya manusia, sarana dan
prasarana, ketersediaan dana.
b. Unsur proses : tindakan yang dilakukan oleh seluruh staf farmasi
c. Unsur lingkungan : Kebijakan-kebijakan, organisasi, manajemen
d. Standar-standar yang digunakan. Standar yang digunakan adalah standar
pelayanan farmasi minimal yang ditetapkan oleh lembaga yang
berwenang dan standar lain yang relevan dan dikeluarkan oleh lembaga
yang dapat dipertanggungjawabkan.
F. Gambaran RSI PKU Muhammadiyah Palangkaraya
RSI PKU Muhammadiyah Palangka Raya terletak di jalan RTA. Milono
Km. 2,5 Palangkaraya, perkembangan RSI PKU Muhammadiyah Palangkaraya
diawali dari Poliklinik Umum, BKIA dan Rumah Bersalin, dengan Surat Ijin
Kepala Dinas Kesehatan Propinsi Kalimantan Tengah dengan Nomor 466/BYK-
IV/III-2003 tanggal 03 Maret 2003.
RSI PKU Muhammadiyah Palangka Raya adalah Badan Otonomi
Pelaksana Pelayanan Kesehatan milik Persyarikatan Muhammadiyah, dibawah
lingkup tanggung jawab Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Kalimantan
Tengah, terdiri Pimpinan Wilayah Muhammadiyah, Dewan Penyantun,
Direktur, Wakil Direktur Bidang Pelayanan dan Penunjang Medik, Wakil
Direktur Bidang Umum dan Keuangan, 2 (dua) Kepala Bagian, 6 (enam)
Kepala Sub Bagian, Kelompok Jabatan Fungsional : Kepala Instalasi, Komite
Medik dan Staf Medik Fungsional. Seiring dengan berdirinya RSI PKU
Muhammadiyah Palangka Raya maka keberadaan Instalasi Farmasi Rumah
21
Sakit diketahui sangat penting sebagai penunjang sarana pelayanan kesehatan
masyarakat pada umumnya maupun masyarakat yang berobat di RSI PKU
Muhammadiyah Palangka Raya. Maka pada bulan Juli 2009 Instalasi Farmasi
RSI PKU Muhammadiyah Palangka Raya dibuka untuk pasien RS PKU
Muhammadiyah Palangka Raya dan umum. Fasilitas Pelayanan Instalasi
Farmasi RSI PKU Muhammadiyah meliputi Perbekalan, pelayanan pasien
rawat jalan, pasien rawat inap, IGD, dan ruang operasi.
G. Profil Instalasi Farmasi RSI PKU Muhammadiyah Palangkaraya
Berdirinya RSI PKU Muhammadiyah Palangkaraya maka secara otomatis
keberadaan Instalasi Farmasi Rumah Sakit diketahui sangat penting sebagai
penunjang sarana pelayanan kesehatan masyarakat pada umumnya maupun
masyarakat yang berobat di RSI PKU Muhammadiyah Palangkaraya.
Instalasi Farmasi RSI PKU Muhammadiyah Palangkaraya ketika pertama kali
dibuka ditangani oleh seorang perawat, namun seiring berkembangnya
pelayanan di Rumah Sakit, maka sekarang ditangani oleh seorang Apoteker
sebagai kepala Instalasi dan di bantu oleh tujuh orang lulusan farmasi yang
bertindak sebagai tenaga teknis kefarmasian, dan dua orang lulusan non-
farmasi sebagai pengimput data.
Kegiatan instalasi Farmasi RSI PKU Muhammadiyah Palangkaraya yaitu
melayani pasien rawat inap, rawat jalan, umum, dan askes. Setiap hari selama
24 jam. Dengan pembagian kerja meliputi tiga shilf yaitu pukul 07.00-14.00
WIB, 14.00-21.00 WIB, dan 21.00-07.00 WIB.
22
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Instalasi Farmasi RSI PKU
Muhammadiyah Palangkaraya pada tanggal 7-13 juni 2013.
B. Metode Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian observasi peneliti hanya
melakukan observasi dan pengukuran variabel pada satu saat tertentu secara
bersamaan atau sekaligus (Notoatmodjo, 2010) dengan Metode Konkuren.
Metode Konkuren yaitu program dijalankan bersamaan dengan pelayanan
dilaksanakan (Anonim, 2004).
C. Populasi dan Sampel
1. Populasi pada penelitian ini adalah seluruh resep yang dilayani di Instalasi
Farmasi RSI PKU Muhammadiyah Palangkaraya.
2. Sampel dalam penelitian ini adalah resep yang dilayani dari pasien rawat
jalan pada bulan Juni 2013. Teknik pengambilan sampel pada penelitian
ini adalah menggunakan teknik Purposive sampling dengan ciri atau sifat
populasi yang telah diketahui sebelumnya (Notoatmodjo, 2010). Arikunto
(2001) menyatakan apabila subjek kurang dari 100 lebih baik diambil
semua Jika subjektnya lebih besar dari 100 orang dapat diambil 10-15 %.
Jumlah responden dalam penelitian ini menggunakan rumus Slovin (Umar,
2003). Sebanyak 86 sampel, terlampir dilampiran 10.
D. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini dari hasil observasi
menggunakan Lembar Pengumpul Data (LPD) yang berisi nama pasien dan
identitas lain, waktu menyerahkan resep, waktu menerima obat serta total
waktu pelayanan.
22
23
E. Teknik Analisa Data
Analisis data dalam penelitian ini menggunakan teknik Analisis
Deskriptif. Untuk data numerik digunakan nilai mean atau rata-rata, median
dan standar deviasi. Dalam analisis ini umumnya menghasilkan distribusi
frekuensi dan presentase dari tiap variabel (Notoatmodjo, 2010).
Rumus rata-rata (Mean) =
Keterangan : = waktu rata-rata
= jumlah waktu pelayanan
= jumlah sampel
Rumus median
Untuk N genap Median = ½ ( data ke ½ N + data ke-(½ N +1)
Untuk Ganjil Median = X ½ (N+1)
Rumus standar deviasi
S2
Penilaian kecepatan pelayanan resep ini dikatakan memenuhi
persyaratan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 129
tahun 2008 tentang Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit apabila :
1. Untuk Resep obat jadi, memenuhi persyaratan apabila kecepatan waktu
pelayanan <30 menit.
2. Untuk Resep Racikan, memenuhi persyaratan apabila kecepatan waktu
pelayanan <60 menit.
24
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
1. Nilai rata-rata sampel resep rawat jalan racikan dan non-racikan di
Instalasi Farmasi RSI PKU Muhammadiyah.
Berdasarkan jenis resep sampel yang didapatkan menunjukan
bahwa resep non racikan lebih besar dibandingkan racikan dengan
persentasi 89,53%. Resep racikan paling banyak ditemukan pada resep
anak, karena di RSI PKU Muhammadiyah tidak ada poli anak
sehingga resep racikan sangat jarang, dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Nilai rata-rata penggolongan sampel berdasarkan jenis
resep racikan dan non racikan
No Jenis Resep Jumlah Persentasi
1 Racikan 9 Resep 10,47 %
2 Non Racikan 77 Resep 89,53 %
Total 86 Resep 100 %
Gambar 1. Penggolongan sampel berdasarkan jenis resep racikan dan
non racikan
racikan,
10.47
non-
racikan,
89.53
, 0 4th Qtr, 0
24
25
2. Rata-rata kecepatan waktu pelayanan resep racikan dan non
racikan di Instalasi Farmasi RSI PKU Muhammadiyah.
Kecepatan pelayanan resep yang diamati pada resep pasien
rawat jalan RSI PKU muhammadiyah adalah baik, hal ini dapat dilihat
rata-rata waktu pelayanan resep racikan < 60 menit ( 14 menit ) dan
resep non racikan < 30 menit (8 menit) seperti yang dapat dilihat pada
tabel 2.
Tabel 2. Kecepatan waktu pelayanan resep racikan dan non racikan
pada resep pasien rawat jalan RSI PKU Muhammadiyah
Palangkaraya
No Jenis
resep
Jumlah
resep
Rata2
waktu
pelayanan
Median Modus SD
1. racikan 9 resep 14 Menit 14 15 1,427135953
2. Non-
racikan
77
resep
8 Menit 8 8 2.55260354
.
B. Pembahasan
Pengambilan sampel yang dilaksanakan pada tanggal 7 sampai dengan
tanggal 13 bulan juni 2013 bertujuan untuk menghitung kecepatan waktu
tunggu resep di Instalasi PKU Muhammadiyah Palangkaraya. Hasil dari
kecepatan waktu tunggu di Instalasi Farmasi RSI PKU Muhammadiyah yang
pengambilan datanya menggunakan LPD (lembar pengumpulan data)
sebanyak 86 sampel, yang terdiri dari sampel 9 racikan dan 77 non-racikan.
Pada hasil yang telah didapat resep racikan lebih sedikit dibandingkan resep
non-racikan, hal ini disebabkan karena di RSI PKU Muhammdiyah
palangkaraya tidak terdapat poli anak sehingga resep racikan jarang sekali
ditemui. Dari semua jumlah sampel racikan dan non-racikan yang ditemui,
tidak ada yang melebihi Keputusan Menteri kesehatan Republik Indonesia
26
Nomor 129/Menkes/SK/II/ 2008 tentang standar pelayanan minimal Rumah
Sakit yang mempunyai standar waktu pelayanan minimal untuk resep racikan
<60 menit dan resep non-racikan <30 menit.
Setiap sampel racikan dan non-racikan tidak memiliki waktu yang
sama, hal ini disebabkan oleh beberapa faktor-faktor yaitu Sumber Daya
Manusia (SDM), kasir, skrining dan tidak adanya Standar Oprasional Prosedur
(SOP) tentang pelayanan resep di Instalasi RSI PKU Muhammdiyah
palangkaraya.
Hal ini yang menyebabkan resep terkadang cepat dan terkadang lambat
walaupun tidak ada resep yang melebihi standar minimal Rumah Sakit.
Pertama dari Sumber Daya Manusia (SDM) yang kurang memadai, banyak
atau sedikitnya tenaga teknis kefarmasian di instalasi sangat berpengaruh
kepada kecepatan pelayanan resep di instalasi tersebut.
Kedua kasir, di RSI PKU Muhammadiyah palangkaraya hanya
terdapat satu kasir yang melayani semua pembayaran yang dilakukan di
Rumah Sakit tersebut. Sehingga disini pasien yang akan membayar obat harus
mengantri ketika ada pasien dari poli-poli lain, pasien pulang dari rawat inap,
pasien dari Instalasi Gawat Darurat (IGD) yang juga melakukan pembayaran.
Adapaun kejadian dimana setelah pasien mendapatkan bukti pembayaran obat
dari kasir, kasir lupa mengarahkan pasien agar menyerahkan bukti
pembayaran tersebut ke instalasi farmasi sehingga pasien menunggu cukup
lama sampai kasir kembali mengarahkan pasien ke instalasi, pihak instalasi
tidak akan menyerahkan obat jika pasien tidak memberikan bukti pembayaran.
Ketiga Skrining, didalam skrining resep ada beberapa hal dalam
skrining resep yang harus menggunakan tenaga teknis farmasi yang
berpengalaman, pengetahuan luas dan ketanggapan dalam membaca resep dan
menyiapkan obat. Selain itu juga ada beberapa permasalahan di skrining resep
seperti resep kurang jelas, dosis kurang jelas, tulisan dokter kurang jelas dan
lain-lain yang mengakibatkan tenaga teknis kefarmasian harus
mendiskusikannya dengan Apoteker atau Dokter.
27
Keempat SOP, dimana Intalasi Farmasi RSI PKU Muhammadiyah
belum melaksanakan atau membuat SOP. Dimana SOP sangat berguna yaitu
sebagai petunjuk bagi pegawai untuk melaksanakan pekerjaan sesuai dengan
tugas dan standar.
Pengukuran waktu tunggu atau kecepatan pelayanan ini bertujuan
untuk mengetahui dan mengevaluasi berapa lamanya waktu pelayanan resep
racikan dan non racikan. Keputusan Menteri kesehatan Republik Indonesia
Nomor 129/Menkes/SK/II/ 2008 tentang standar pelayanan minimal Rumah
Sakit.
Evaluasi merupakan proses penilaian kinerja pelayanan farmasi
dirumah sakit yang meliputi penilaian terhadap Sumber Daya Manusia
(SDM), pengelola perbekalan farmasi, pelayanan kefarmasian kepada
pasien/pelayanan farmasi klinik (DepKes, 2008) sedangkan mutu pelayanan
kesehatan adalah derajat kesempurnaan pelayanan kesehatan yang sesuai
dengan standar profesi dan standar pelayanan dengan menggunakan potensi
sumber daya yang tersedia di rumah sakit atau puskesmas secara wajar,
efisien, dan efektif serta diberikan secara aman dan memuaskan sesuai norma,
etika, hukum, dan sosial budaya dengan memperhatikan keterbatasan dan
kemampuan pemerintah, serta masyarakat konsumen (Satrianegara, 2009).
28
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
A. SIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian yang diambil dari tanggal 7-13 juni 2013
di Instalasi Farmasi RSI PKU Muhammadiyah tentang kecepatan pelayanan
resep yang didasari oleh Keputusan Menteri kesehatan Republik Indonesia
Nomor 129/Menkes/SK/II/ 2008 tentang standar pelayanan minimal Rumah
Sakit, dapat disimpulkan yaitu:
1. Rata-rata kecepatan waktu tunggu resep rawat jalan yang berjenis resep
racikan adalah 14 menit. (standar minimum <60)
2. Rata-rata kecepatan waktu tunggu resep rawat jalan yang berjenis resep
non-racikan adalah 8 menit. (standar minimum <30)
3. Mutu pelayanan di Instalasi Farmasi RSI PKU Muhammadiyah
berdasarkan waktu tunggu obat pada pasien rawat jalan menunjukan hasil
yang baik. Bahwa tidak ada yang melebihi standar minimum rumah sakit.
B. SARAN
1. Bagi Rumah Sakit
a. Menambah jumlah tenaga teknis kefarmasian guna mempercepat
pelayanan di Instalasi.
b. Menggunakan kasir khusus bagi Instalasi farmasi guna
mempermudah alur pelayanan.
c. Memperbaiki sarana dan prasarana yang ada sehingga memperlancar
pelayanan resep.
d. Membuat Standar Operasional Prosedur (SOP) tentang pelayanan
resep di Instlasi guna meningkatkan kinerja tenaga teknis
kefarmasian.
2. Bagi penelitian
Untuk lebih lanjut dapat meneruskan dengan cara memandang dari segi
pasien, yaitu menggunakan angket atau kuisioner.
28