bab i pendahuluan a. latar...

29
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jerawat atau yang biasa disebut dengan acne vulgaris adalah gangguan pada folikel rambut dan kelenjar sebasea (Harper & Fulton, 2007). Walaupun bukan merupakan penyakit serius yang mengakibatkan kematian, namun pengaruh psikologis (misalnya krisis kepercayaan diri, depresi, dan kegelisahan) akibat jerawat setara dengan pengaruh yang diakibatkan penyakit sistemik, seperti diabetes dan epilepsi (Mallon dkk., 1999; Dalgard dkk., 2008; Uhlenhake dkk., 2010). Jerawat terjadi akibat tersumbatnya folikel pilosebasea (saluran minyak) yang salah satu penyebabnya adalah infeksi bakteri Propionibacterium acne, Staphylococcus epidermidis dan Staphylococcus aureus (Mitsui, 1997; Wasitaatmadja, 1997). Pengobatan yang biasa dilakukan untuk kasus jerawat adalah antibiotik, baik oral maupun topikal. Penggunaan antibiotik dalam jangka panjang selain dapat menimbulkan resistensi mikroba juga dapat menimbulkan kerusakan organ dan imunohipersensitivitas (Wasitaatmadja, 1997). Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian untuk memperoleh alternatif pengobatan jerawat menggunakan bahan atau senyawa yang lebih aman dan tidak menimbulkan resistensi. Pada saat ini bahan alam semakin marak digunakan dalam pengobatan karena bahan alam dinilai memiliki efek samping yang lebih rendah dibanding obat sintesis atau kimia, harganya lebih terjangkau, dan bahan bakunya mudah

Upload: vuongtruc

Post on 12-May-2018

222 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/84905/potongan/S1-2015... · menembus dinding sel dan masuk ke dalam rongga sel yang ... adalah cara pengerjaannya

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Jerawat atau yang biasa disebut dengan acne vulgaris adalah gangguan pada

folikel rambut dan kelenjar sebasea (Harper & Fulton, 2007). Walaupun bukan

merupakan penyakit serius yang mengakibatkan kematian, namun pengaruh

psikologis (misalnya krisis kepercayaan diri, depresi, dan kegelisahan) akibat

jerawat setara dengan pengaruh yang diakibatkan penyakit sistemik, seperti

diabetes dan epilepsi (Mallon dkk., 1999; Dalgard dkk., 2008; Uhlenhake dkk.,

2010).

Jerawat terjadi akibat tersumbatnya folikel pilosebasea (saluran minyak)

yang salah satu penyebabnya adalah infeksi bakteri Propionibacterium acne,

Staphylococcus epidermidis dan Staphylococcus aureus (Mitsui, 1997;

Wasitaatmadja, 1997).

Pengobatan yang biasa dilakukan untuk kasus jerawat adalah antibiotik, baik

oral maupun topikal. Penggunaan antibiotik dalam jangka panjang selain dapat

menimbulkan resistensi mikroba juga dapat menimbulkan kerusakan organ dan

imunohipersensitivitas (Wasitaatmadja, 1997). Oleh karena itu perlu dilakukan

penelitian untuk memperoleh alternatif pengobatan jerawat menggunakan bahan

atau senyawa yang lebih aman dan tidak menimbulkan resistensi.

Pada saat ini bahan alam semakin marak digunakan dalam pengobatan

karena bahan alam dinilai memiliki efek samping yang lebih rendah dibanding

obat sintesis atau kimia, harganya lebih terjangkau, dan bahan bakunya mudah

Page 2: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/84905/potongan/S1-2015... · menembus dinding sel dan masuk ke dalam rongga sel yang ... adalah cara pengerjaannya

2

diperoleh. Salah satu tanaman yang memiliki potensi untuk dikembangkan dalam

pengobatan terutama sebagai agen antibakteri adalah seledri (Apium graveolens

L.). Seledri terbukti memiliki aktivitas antibakteri. Berdasarkan penelitian

Khaerati & Ihwan (2011), ekstrak etanolik seledri memiliki aktivitas

bakteriostatik terhadap E. coli dan S. aureus.

Berdasarkan penelitian Setyowati (2015), ekstrak etanolik seledri dapat

menghambat pertumbuhan bakteri P. acne. Penelitian ini bertujuan untuk

mengetahui apakah ekstrak etanolik seledri juga dapat menghambat pertumbuhan

bakteri penyebab jerawat lainnya yaitu S. epidermidis dan S. aureus. Kedua

bakteri tersebut menimbulkan infeksi sekunder pada jerawat, infeksi bertambah

parah jika jerawat sudah bernanah (Mitsui, 1997). Dengan diketahuinya aktivitas

ekstrak etanolik seledri terhadap bakteri penyebab jerawat diharapkan dapat

digunakan sebagai alternatif pengobatan jerawat yang lebih aman.

Aktivitas suatu tanaman bahan alam (herbal) berhubungan dengan

kandungan metabolit sekunder yang terdapat di dalamnya. Metabolit sekunder

yang terkandung dalam seledri diantaranya terpenoid, flavonoid, saponin, dan

kumarin (Nasri dkk., 2008; Chen dkk., 1998) dilaporkan memiliki aktivitas

antibakteri.

Sintesis metabolit sekunder merupakan respon terhadap faktor eksternal dan

bagian dari strategi adaptasi terhadap lingkungan. Faktor eksternal meliputi

kondisi daerah tumbuh diantaranya ketinggian daerah tumbuh, curah hujan dan

pH tanah, suhu dan kelembaban, serta intensitas cahaya matahari (Djajadiningrat,

1990; Mustafa dkk., 2012; Morison & Lawlor, 1999). Daerah tumbuh suatu

Page 3: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/84905/potongan/S1-2015... · menembus dinding sel dan masuk ke dalam rongga sel yang ... adalah cara pengerjaannya

3

tanaman dapat mempengaruhi kualitas dan komposisi metabolit sekunder di

dalamnya, sehingga daerah tumbuh juga mempengaruhi aktivitas dari metabolit

sekunder yang dihasilkan, termasuk aktivitas antibakteri. Pada penelitian ini herba

seledri yang digunakan berasal dari tiga daerah berbeda, yaitu Wonosobo,

Tawangmangu, dan Sukabumi, untuk mengetahui ada/tidaknya pengaruh

perbedaan daerah tumbuh seledri terhadap aktivitas antibakteri S. epidermidis dan

S. aureus.

B. Rumusan Masalah

1. Apakah ekstrak etanolik seledri dari ketiga daerah mempunyai aktivitas

antibakteri terhadap S. epidermidis ATCC 12228 dan S. aureus ATCC 25923?

2. Apakah ekstrak etanolik seledri dari ketiga daerah tumbuh berbeda mempunyai

aktivitas antibakteri yang berbeda?

3. Berapakah Kadar Hambat Minimum (KHM) dan Kadar Bunuh Minimum

(KBM) ekstrak etanolik seledri terhadap bakteri S. epidermidis ATCC 12228

dan S. aureus ATCC 25923?

4. Golongan senyawa apakah yang terkandung dalam ekstrak etanolik seledri?

C. Tujuan Penelitian

1. Mengetahui aktivitas antibakteri dari ekstrak etanolik seledri terhadap S.

epidermidis ATCC 12228 dan S. aureus ATCC 25923.

2. Mengetahui ada/tidaknya perbedaan aktivitas antibakteri ekstrak etanolik

seledri berdasarkan perbedaan daerah tumbuh.

Page 4: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/84905/potongan/S1-2015... · menembus dinding sel dan masuk ke dalam rongga sel yang ... adalah cara pengerjaannya

4

3. Mengetahui Kadar Hambat Minimum (KHM) dan Kadar Bunuh Minimum

(KBM) ekstrak etanolik seledri terhadap bakteri S. epidermidis ATCC 12228

dan S. aureus ATCC 25923.

4. Mengetahui golongan senyawa yang terkandung dalam ekstrak etanolik seledri.

D. Pentingnya Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai aktivitas

antibakteri dari ekstrak etanolik seledri terhadap S. epidermidis ATCC 12228 dan

S. aureus ATCC 25923 serta ada/tidaknya perbedaan aktivitas antibakteri tersebut

berdasarkan pengaruh daerah tumbuh. Keberhasilan penelitian ini diharapkan

dapat meningkatkan daya guna dan mengoptimalkan potensi seledri sebagai

alternatif pengobatan jerawat akibat bakteri S. epidermidis dan S. aureus yang

lebih aman.

E. Tinjauan Pustaka

1. Uraian Tanaman Seledri (Apium graveolens L.)

a. Klasifikasi Tanaman

Divisi : Spermatophyta

Sub-divisi : Angiospermae

Kelas : Dicotyledonae

Ordo : Apiales

Famili : Apiaceae

Genus : Apium

Page 5: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/84905/potongan/S1-2015... · menembus dinding sel dan masuk ke dalam rongga sel yang ... adalah cara pengerjaannya

5

Species : Apium graveolens L.

(Backer & Van den Brink, 1965)

b. Nama Daerah

Apium graveolens L. memiliki beberapa nama daerah seperti seledri

(Melayu), saladri (Sunda) (Anonim, 2001), selederi, seleri, daun sop, daun

soh, sadri, dan sederi (Jawa) (Anonim, 2010a).

c. Morfologi Tananaman

Tanaman seledri merupakan herba dengan tinggi kurang lebih 50 cm,

umur 1-2 tahun, batang tidak berkayu, beralur, beruas, bercabang, tegak, hijau

pucat. Daun tipis majemuk, daun muda melebar atau meluas dari dasar, hijau

mengkilat, segmen dengan hijau pucat, tangkai di semua atau kebanyakan

daun merupakan sarung. Bunga tunggal dengan tangkai yang jelas, sisi

kelopak yang tersembunyi, daun bunga putih kehijauan atau merah jambu

pucat dengan ujung yang bengkok. Bunga betina majemuk yang jelas, tidak

bertangkai atau bertangkai pendek, sering mempunyai daun berhadapan atau

berbatasan dengan tirai bunga. Tirai bunga tidak bertangkai atau dengan

tangkai bunga tidak lebih dari 2 cm panjangnya. Daun bunga putih kehijauan

atau putih kekuningan1/2-3/4 mm panjangnya. Buah sekitar 1 mm

panjangnya, batang angular, berlekuk, sangat aromatik, akar tebal (Backer &

Van den Brink, 1965).

d. Kandungan Kimia

Seledri memiliki kandungan minyak atsiri, flavonoid (apigenin, apiin,

isokuersetin) (Nasri dkk., 2008), saponin, kumarin, polisakarida, glikosida

Page 6: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/84905/potongan/S1-2015... · menembus dinding sel dan masuk ke dalam rongga sel yang ... adalah cara pengerjaannya

6

jantung (Chen dkk., 1998), tanin 1%, sedanolida, asam sedanoat, manitol,

kalsium, fosfor, besi, protein, glisidol, vitamin (A, B1, B2, C, dan K) Anonim

(2010a).

Ekstrak etanolik seledri mengandung tanin, flavonoid, steroid,

triterpenoid, dan alkaloid. Sedangkan serbuk kering herba seledri juga

mengandung saponin (Iswantini dkk., 2012).

e. Khasiat

Herba seledri berkhasiat sebagai obat tekanan darah tinggi, obat masuk

angin dan penghilang rasa mual (Anonim, 2001). Selain itu berkhasiat

sebagai peluruh haid (Anonim, 1985), obat sakit mata xeroptalmia dan terkilir

(Mardisiswojo & Rajakmangunsudarso, 1985).

f. Penelitian Terdahulu

Ekstrak dietil eter dari seledri memiliki aktivitas penghambatan

terhadap bakteri K. pneumonia, M. smegmatis, M. luteus, S. aureus dan C.

albicans (Dostbil, 2007). Minyak atsiri seledri memiliki aktivitas

penghambatan yang kuat terhadap E. coli dan sedang terhadap P. aeruginosa

dan S. aureus (Baananou dkk., 2013). Ekstrak etanolik seledri memiliki

aktivitas bakteriostatik terhadap Escherichia coli dan Staphylococcus aureus

(Khaerati & Ihwan, 2011).

2. Ekstraksi

Ekstraksi adalah peristiwa perpindahan massa zat aktif yang semula

berada di dalam sel, ditarik oleh cairan penyari sehingga zat aktif larut dalam

Page 7: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/84905/potongan/S1-2015... · menembus dinding sel dan masuk ke dalam rongga sel yang ... adalah cara pengerjaannya

7

cairan penyari (Ditjen POM, 1986), sedangkan ekstrak adalah sediaan pekat

yang diperoleh dengan mengekstraksi zat aktif dari simplisia nabati atau

hewani menggunakan pelarut yang sesuai, kemudian semua atau hampir semua

pelarut diuapkan dan massa atau serbuk yang tersisa diperlakukan sedemikian

rupa hingga memenuhi baku yang telah ditetapkan (Ditjen POM, 1995).

Ekstraksi dipengaruhi oleh derajat kehalusan serbuk. Semakin keras

simplisia maka semakin panjang tebal lapisan batas, sehingga konsentrasi zat

aktif yang terlarut dan tertinggal dalam sel semakin banyak. Oleh karena

simplisia perlu diserbuk sehalus mungkin dan dijaga jangan terlalu banyak sel

yang pecah. Simplisia yang lunak mudah ditembus oleh cairan penyari

sehingga tidak perlu diserbuk sampai halus. Perbedaan konsentrasi pada pusat

butir serbuk simplisia hingga permukaannya (tebal lapisan batas) juga

mempengaruhi penyarian. Semakin besar perbedaan konsentrasi maka semakin

besar daya dorong untuk perpindahan massa, sehingga semakin cepat

ekstraksinya. Cairan penyari harus dapat mencapai seluruh serbuk dan secara

terus menerus mendesak larutan yang memiliki konsentrasi yang lebih tinggi

keluar (Ditjen POM, 1986).

Zat aktif yang terkandung dalam simplisia bermacam-macam. Struktur

kimia yang berbeda mempengaruhi kelarutan serta stabilitas senyawa-senyawa

tersebut terhadap, pemanasan, logam berat, udara, cahaya, dan derajat

keasamanan. Dengan mengetahui zat aktif yang dikandung simplisia akan

mempermudah pemilihan cairan penyari dan cara ekstraksi yang tepat (Ditjen

POM, 1986), diantaranya sifat kepolaran, dimana dapat dilihat dari gugus polar

Page 8: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/84905/potongan/S1-2015... · menembus dinding sel dan masuk ke dalam rongga sel yang ... adalah cara pengerjaannya

8

senyawa tersebut yaitu gugus OH dan COOH. Senyawa polar lebih mudah

larut dalam pelarut polar sedangkan senyawa non polar lebih mudah larut

dalam pelarut non polar (Ditjen POM, 1992). Ekstraksi selain memperhatikan

sifat fisik simplisia dan sifat zat aktifnya, harus memperhatikan zat-zat yang

sering terdapat dalam simplisia seperti protein, karbohidrat, lemak, dan gula.

Maserasi merupakan cara ekstraksi yang sederhana. Maserasi dilakukan

dengan merendam serbuk simplisia dalam cairan penyari. Cairan penyari akan

menembus dinding sel dan masuk ke dalam rongga sel yang mengandung zat

aktif, zat aktif akan larut dan karena adanya perbedaan konsentrasi antara

larutan zat aktif di dalam sel dengan yang di luar sel, maka larutan yang

terpekat didesak ke luar. Peristiwa tersebut berulang sehingga terjadi

keseimbangan konsentrasi antara larutan di luar sel dan di dalam sel.

Pengadukan diperlukan untuk meratakan konsentrasi larutan di luar butir

serbuk simplisia, sehingga terjaga adanya perbedaan konsentrasi yang sekecil-

kecilnya antara larutan di dalam sel dengan larutan di luar sel. Keuntungan

ekstraksi dengan maserasi adalah cara pengerjaan dan peralatan yang

digunakan sederhana dan mudah diusahakan serta tidak digunakan panas

sehingga tidak merusak kandungan senyawa dalam tanaman.. Kerugiannya

adalah cara pengerjaannya lama dan menyari kurang sempurna. Oleh karena itu

dilakukan remaserasi dimana ampas hasil maserasi pertama digunakan untuk

maserasi ulang menggunakan cairan penyari baru dengan jenis dan volume

yang sama. Pada penyari baru tersebut belum terjadi kejenuhan zat aktif dan

Page 9: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/84905/potongan/S1-2015... · menembus dinding sel dan masuk ke dalam rongga sel yang ... adalah cara pengerjaannya

9

masih mempunyai gradien konsentrasi sehingga dapat meningkatkan zat aktif

yang terlarut (Ditjen POM, 1986).

3. Jerawat

Jerawat atau yang biasa disebut acne vulgaris adalah gangguan pada

folikel rambut dan kelenjar sebasea, umumnya terjadi pada masa remaja dan

dapat pula dialami oleh dewasa. Bagian tubuh yang banyak ditumbuhi jerawat

adalah bagian wajah, dada, dan punggung (Harper & Fulton, 2007).

Jerawat terjadi akibat tersumbatnya folikel pilosebasea, sehingga

menyebabkan sebum tidak dapat keluar dan menimbulkan peradangan.

Peradangan ini menyebabkan komedo yang merupakan permulaan terjadinya

jerawat (Wasitaatmadja, 1997). Faktor utama penyebab terjadinya jerawat

adalah peningkatan produksi sebum, peluruhan keratinosit, pertumbuhan

bakteri, dan inflamasi (Athikomkulchai dkk., 2008).

Menurut Wasitaatmadja (1997), penyebab terjadinya jerawat adalah

penyumbatan pada saluran minyak yang diakibatkan oleh:

a. Perubahan jumlah dan konsistensi lemak kelenjar yang dipengaruhi oleh

faktor hormonal, infeksi bakteri, makanan, penggunaan obat-obatan, dan

psikososial.

b. Tertutupnya saluran kelenjar sebasea oleh massa eksternal, seperti kosmetik,

bahan kimia, debu, dan polusi.

c. Saluran keluar kelenjar sebasea menyempit (hiperkeratosis) akibat radiasi

sinar ultraviolet, sinar matahari, atau sinar radio aktif

Page 10: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/84905/potongan/S1-2015... · menembus dinding sel dan masuk ke dalam rongga sel yang ... adalah cara pengerjaannya

10

Penanggulangan jerawat meliputi usaha pencegahan terjadinya jerawat

(preventif) dan pengobatan jerawat yang terjadi. Usaha pencegahan dapat

dilakukan dengan penggalakan cara hidup teratur dan sehat, menjaga

kebersihan kulit dari kelebihan minyak, jasad renik, kosmetik, debu, kotoran,

dan polusi lainnya yang dapat menghambat folikel sebagai pemicu timbulnya

jerawat (Wasitaatmadja, 1997), sedangkan usaha pengobatan jerawat dilakukan

dengan penggunaan antibiotik topikal untuk mengobati jerawat ringan (mild)

hingga sedang (moderate), antibiotik oral/sistemik untuk jerawat sedang

(moderate) hingga parah (severe) atau jika manifestasi penyakit tersebut

menyebabkan stres psikososial bagi pasien. Beberapa kelompok antibiotik

yang biasa digunakan dalam pengobatan jerawat adalah sulfonamide,

makrolida, tetrasiklin, dan dapson. Meskipun demikian, penggunaan antibiotik

secara luas dan dalam jangka waktu lama menyebabkan resistensi terhadap P.

acne dan Staphylococcus. Penggunaan antibiotik sering dikombinasi dengan

retinoid, terapi hormonal, dan benzoyl peroxide (Tan & Tan, 2005; Eady,

1998; Leyden dkk., 2009). Pada wanita, pengobatan jerawat ringan hingga

sedang dapat dikombinasikan dengan kontrasepsi oral (Arowojolu dkk., 2009).

4. Uraian Mikrobiologi

a. Bakteri

Bakteri merupakan organisme bersel tunggal yang hidup bebas tanpa

klorofil dan memiliki baik DNA maupun RNA (Gupte, 1990). Menurut

Jawetz dkk. (1991), siklus pertumbuhan bakteri terdiri atas 4 fase:

Page 11: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/84905/potongan/S1-2015... · menembus dinding sel dan masuk ke dalam rongga sel yang ... adalah cara pengerjaannya

11

1) Fase Lag (penyesuaian diri)

Fase lag mewakili periode dimana sel, mengalami kekurangan metabolit

dan enzim sebagai hasil dari kondisi tidak menguntungkan yang

dipertahankan sebelumnya, beradaptasi ke lingkungan baru. Enzim dan

senyawa intermediate dibentuk dan berakumulasi hingga mencapai

konsentrasi yang diperlukan untuk pertumbuhan dilanjutkan kembali.

2) Fase Log atau eksponensial (pembelahan)

Fase dimana material sel baru disintesis dengan kecepatan konstan, tetapi

material baru tersebut merupakan katalis, dan massa meningkat secara

eksponensial. Hal ini berlanjut hingga nutrisi dalam media habis atau

terjadi akumulasi metabolit toksik dan menghambat pertumbuhan.

3) Fase stasioner

Kondisi kekurangan nutrisi atau akumulasi produk toksik mengakibatkan

pertumbuhan terhenti. Dalam beberapa kasus, sel mengalami fase stasioner

dimana jumah sel baru yang dibentuk seimbang dengan jumlah sel yang

mati, sehingga jumlah bakteri yang hidup tetap sama.

4) Fase penurunan/kematian

Setelah periode waktu pada fase stasioner yang bervariasi pada tiap

organisme dan kondisi kultur, kecepatan kematian meningkat sampai

mencapai tingkat yang tetap. Setelah mayoritas sel mati, kecepatan

kematian menurun hingga drastis, sehingga hanya sejumlah kecil sel yang

hidup.

Page 12: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/84905/potongan/S1-2015... · menembus dinding sel dan masuk ke dalam rongga sel yang ... adalah cara pengerjaannya

12

Bakteri termasuk dalam golongan prokariota, yang strukturnya lebih

sederhana dari eukariota, kecuali bahwa struktur dinding sel prokariota lebih

komplek dari eukariota (Assani, 1993).

Berdasarkan struktur pembungkus sel dan dinding sel, bakteri

dikelompokkan menjadi dua kelompok utama, yaitu bakteri Gram positif dan

Gram negatif. Pembungkus sel bakteri Gram negatif merupakan struktur

berlapis-lapis dan sangat kompleks, terdiri dari selaput sitoplasmik

(dinamakan selaput dalam pada Gram negatif) dikelilingi oleh lapisan datar

tunggal dari peptidoglikan, lipoprotein selaput luar, dan polisakarida yang

tersusun dari lipid, lemak, dan substansi lipid dalam jumlah yang besar

sehingga dinding sel bakteri ini bersifat non polar. Pembungkus sel pada

bakteri Gram positif relatif lebih sederhana, hanya terdiri dari 3 lapisan, yaitu

selaput sitoplasmik, lapisan peptidoglikan yang tebal, dan lapisan luar

bervariasi yang dinamakan simpai. Dinding sel pada bakteri Gram positif

terutama terdiri atas peptidoglikan dan asam teikhoat. Asam teikhoat

merupakan polimer yang larut dalam air, berfungsi sebagai transport ion

positif untuk keluar atau masuk. Sifat larut air inilah yang menunjukkan

bahwa dinding sel bakteri Gram positif bersifat lebih polar. Senyawa polar

akan lebih mudah berinteraksi dengan lapisan peptidoglikan pada dinding sel

bakteri Gram positif yang bersifat polar (Jawetz dkk., 1991).

b. Bakteri Penyebab Jerawat

Jerawat muncul apabila jumlah flora normal pada kulit berlebih dimana

jumlah normal bakteri pada kulit berkisar 103-10

4 mikroorganisme/cm

2.

Page 13: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/84905/potongan/S1-2015... · menembus dinding sel dan masuk ke dalam rongga sel yang ... adalah cara pengerjaannya

13

Bakteri-bakteri tersebut berploriferasi berulang-ulang selama masa pubertas

sehingga sering dimasukkan sebagai salah satu penyebab jerawat.

Staphylococcus epidermidis dan Staphylococcus aureus menimbulkan infeksi

sekunder pada jerawat, infeksi bertambah parah jika jerawat sudah bernanah

(Mitsui, 1997).

1) Staphylococcus epidermidis

Klasifikasi dari S. epidermidis adalah sebagai berikut:

Divisi : Protophyta

Kelas : Schizomycetes

Bangsa : Eubacteriales

Suku : Micrococcoceae

Marga : Staphylococcus

Jenis : Staphylococcus epidermidis (Salle, 1961)

S. epidermidis merupakan bakteri Gram positif yang bersifat anaerob

fakultatif dengan morfologi sel berbentuk bola dengan diameter 1 µm yang

tersusun dalam bentuk kluster yang tidak teratur. Koloninya berwarna abu-

abu hingga kuning gelap, beberapa koloni hanya dapat membentuk pigmen

setelah masa inkubasi yang lama, sedangkan pigmen tidak terbentuk secara

anaerob atau dalam media cair. Bakteri ini merupakan flora normal kulit

yang banyak terdapat pada kulit, saluran pernapasan dan gastrointestinal

manusia, tidak bersifat invasif, menghasilkan koagulase negatif, dan

cenderung nonhemotilik (Jawetz dkk., 1991).

Page 14: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/84905/potongan/S1-2015... · menembus dinding sel dan masuk ke dalam rongga sel yang ... adalah cara pengerjaannya

14

Aktivitas S. epidermidis adalah menginfeksi kulit terluar sampai unit

sebasea (Burkhart dkk., 1999). Enzim lipase yang dimiliki S. epidermidis

telah diketahui dapat menghidrolisis trigliserida di unit sebasea menjadi

asam lemak bebas yang dapat menyebabkan terjadinya keratinisasi dan

inflamasi. Inflamasi dan keratinisasi yang berlebihan inilah yang akan

menimbulkan jerawat (Kligman, 1994).

2) Staphylococcus aureus

Klasifikasi dari S. aureus adalah sebagai berikut:

Divisi : Protophyta

Kelas : Schizomycetes

Bangsa : Eubacteriales

Suku : Micrococcoceae

Marga : Staphylococcus

Jenis : Staphylococcus aureus (Salle, 1961)

S. aureus adalah bakteri Gram positif, berbentuk bola dengan

diameter 0,8-1,0 µm tersusun dalam kelompok-kelompok tidak teratur,

berkoagulase positif, tidak membentuk spora, tidak bergerak, dan dapat

tumbuh pada suasana aerob. Pada biakan cair terlihat kokus yang tunggal,

berpasangan, tetrad, dan berbentuk rantai. S. aureus tumbuh paling cepat

pada temperature 37˚C tetapi paling baik membentuk pigmen kuning emas

pada suhu kamar 20˚C, koloni pada pembenihan padat berbentuk bulat,

halus, menonjol, dan berkilauan. S. aureus adalah parasit manusia yang

terdapat dimana-mana. Beberapa S. aureus tergolong flora normal kulit

Page 15: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/84905/potongan/S1-2015... · menembus dinding sel dan masuk ke dalam rongga sel yang ... adalah cara pengerjaannya

15

dan selaput lendir manusia, lainnya menyebabkan supurasi, pembentukan

abses, berbagai infeksi patogenik, dan bahkan septicemia yang fatal

(Jawetz dkk., 1991).

S. aureus dapat menginvasi jaringan atau organ tubuh manusia

sehingga menyebabkan infeksi jaringan yang terdeteksi dengan ciri-ciri

khas, yaitu berwarna merah, peradanan, abses (nanah). Bakteri ini bersifat

patogen pada manusia, seperti menyebabkan infeksi lokal pada kulit

seperti jerawat (Brooks dkk., 2001).

c. Antibakteri

Antibakteri adalah substansi yang mampu menghambat pertumbuhan

(bakteriostatik) dan atau membunuh bakteri (bakterisida) (Gupte, 1990).

Antibakteri yang ideal adalah antibakteri yang bekerja secara selektif, dimana

berbahaya bagi parasit namun tidak berbahaya bagi inang. Menurut Jawetz

dkk. (1991), mekanisme aksi antibakteri dapat dikelompokkan menjadi

empat, antara lain:

1) Menghambat pembentukan dinding sel

Antibiotik dengan cincin β-laktam, seperti penisilin dan sefalosporin, dapat

menghambat biosintesis peptidoglikan pada dinding sel bakteri

menyebabkan aktivasi enzim lytic dan mengakibatkan lisis sel jika

lingkungan isotonis.

Page 16: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/84905/potongan/S1-2015... · menembus dinding sel dan masuk ke dalam rongga sel yang ... adalah cara pengerjaannya

16

2) Mengambat fungsi membran sel

Antibiotik, seperti polimiksin, bekerja dengan merusak fungsi sitoplasma

sehingga makromolekul dan ion keluar dari sel, dan menyebabkan

kerusakan atau kematian sel.

3) Menghambat pembentukan protein

Kloramfenikol, tetrasiklin, aminoglikosida, eritromisin, dan linkomisin

dapat menghambat pembentukan protein pada bakteri.

4) Menghambat pembentukan asam nukleat

Sulfonamid berkompetisi dengan PABA (asam p aminobenzoat) sehingga

menghalangi sintesis asam folat yang merupakan koenzim esensial yang

berfungsi dalam sintesis purin dan pirimidin. Tidak adanya koenzim

menyebabkan aktivitas seluler yang normal akan terganggu.

d. Kloramfenikol

Gambar 1. Struktur kloramfenikol

Obat ini terikat pada protein L16 dari ribosom sub unit 50s bakteri,

menghambat aktivitas enzim peptidil transferase sehingga transfer asam

amino ke ikatan peptide menjadi terhambat menyebabkan tidak terjadinya

sintesis protein mikroba (MSU, 2011).

Page 17: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/84905/potongan/S1-2015... · menembus dinding sel dan masuk ke dalam rongga sel yang ... adalah cara pengerjaannya

17

Kloramfenikol merupakan antibiotik dengan spektrum luas baik bakteri

Gram positif maupun Gram negatif. Aktivitas kloramfenikol bersifat

bakteriostatik, tetapi dapat berupa bakterisidal pada konsentrasi tinggi atau

terhadap Streptococcus pneumonia, Neisseria meningtidis atau Haemophilus

influenzae (Koup dkk., 1978).

e. Metode Uji Aktivitas Antibakteri

1) Metode Difusi Padat

Metode ini bertujuan untuk mengetahui aktivitas antibakteri suatu

senyawa uji. Berdasarkan Hugo & Russels (1998), uji difusi dapat

dilakukan dengan beberapa metode antara lain metode Kirby and Bauer,

E-Test, Ditch-Plate Technique dan Cup-Plate Technique. Pada metode

Kirby and Bauer digunakan kertas cakram berisi substansi antibakteri yang

diletakkan pada media agar yang telah ditanami bakteri. Prinsip metode

difusi padat adalah uji potensi berdasarkan pengamatan diameter zona

hambatan pertumbuhan bakteri akibat berdifusinya senyawa antibakteri

dari titik awal pemberian ke daerah difusi.

Menurut Lorian (1980), aktivitas antibakteri pada metode difusi

padat dapat berupa:

a) Zona hambatan total (radikal) jika zona hambatan yang terbentuk di

sekitar sumuran atau kertas cakram terlihat jernih dimana sama sekali

tidak ditemukan adanya pertumbuhan bakteri.

Page 18: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/84905/potongan/S1-2015... · menembus dinding sel dan masuk ke dalam rongga sel yang ... adalah cara pengerjaannya

18

b) Zona hambatan parsial (irradikal) jika masih ada koloni bakteri yang

tumbuh pada zona hambatan berarti pertumbuhan bakteri dihambat oleh

zat uji tersebut.

2) Metode Dilusi

Pada prinsipnya antibakteri diencerkan sampai diperoleh beberapa

konsentrasi. Pada dilusi cair, masing-masing konsentrasi obat ditambah

suspensi bakteri dalam media. Sedangkan pada dilusi padat setiap

konsentrasi obat dicampur media agar lalu ditanami bakteri. Larutan uji

senyawa antibakteri pada kadar terkecil yang terlihat jernih atau dengan

tingkat kekeruhan terendah ditetapkan sebagai Kadar Hambat Minimum

(KHM) atau Minimal Inhibitory Concentration (MIC). Kemudian larutan

tersebut ditansfer pada media pertumbuhan padat. Jika pada media padat

tersebut tidak ada pertumbuhan bakteri, maka kadar larutan uji tersebut

ditetapkan sebagai Kadar Bunuh Minimum (KBM) atau Minimal

Bactericidal Concentration (MBC) (Tortora dkk., 2001).

3) Metode Bioautografi

Bioautografi merupakan metode spesifik untuk mendeteksi bercak

pada kromatogram hasil KLT yang memiliki aktivitas antibakteri,

antifungi, dan antivirus. Keuntungan metode ini adalah sifatnya yang

efisien untuk mendeteksi adanya senyawa antimikroba karena letak bercak

dapat ditentukan walaupun berada dalam campuran konpleks. Akan tetapi

kerugiannya tidak dapat digunakan untuk menentukan Kadar Hambar

Minimum (KHM) dan Kadar Bunuh Minimum (KBM) (Pratiwi, 2008).

Page 19: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/84905/potongan/S1-2015... · menembus dinding sel dan masuk ke dalam rongga sel yang ... adalah cara pengerjaannya

19

Menurut Cannell (1998), bioautografi dapat dilakukan dengan dua

metode, antara lain:

a) Bioautografi langsung

Metode ini dilakukan dengan menyemprotkan suspensi mikroorganisme

pada plat KLT yang telah dielusi atau dengan menyentuhkan plat KLT

selama beberapa waktu pada media kultur. Letak senyawa yang

memiliki aktivitas antimikroba dapat terlihat sebagai area jernih dengan

latar belakang keruh.

b) Bioautografi overlay

Metode ini dilakukan dengan menuangkan media Agar yang telah

disuspensikan dengan mikroorganisme di atas permukaan plat KLT,

lalu diinkubasi setelah media memadat. Zona hambatan dapat dideteksi

dengan menyemprotkan garam tetrazolium. Senyawa yang memiliki

aktivitas antimikroba akan tampak sebagai zona jernih yang berlatar

belakang warna ungu.

Identifikasi golongan senyawa aktif antibakteri ditentukan oleh nilai

Rf bercak pada plat KLT yang menunjukkan zona jernih pada media kultur

bioautografi dibandingkan dengan Rf bercak pada plat KLT (profil

kromatogram) yang sudah dideteksi golongan senyawanya (Horvath dkk.,

2002).

Page 20: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/84905/potongan/S1-2015... · menembus dinding sel dan masuk ke dalam rongga sel yang ... adalah cara pengerjaannya

20

5. Kromatografi Lapis Tipis (KLT)

KLT merupakan metode pemisahan fisikokimia yang digunakan untuk

memisahkan senyawa secara tepat dengan prosedur sederhana, mudah

dideteksi walau tidak secara langsung, dan memerlukan jumlah cuplikan yang

sedikit. Lapisan yang memisahkan, yang terdiri atas bahan berbutir-butir (fase

diam), ditempatkan pada penyangga berupa pelat gelas, logam atau lapisan

yang cocok. Fase gerak adalah medium angkut yang terdiri atas satu atau

beberapa pelarut, yang bergerak di dalam fase diam karena ada daya kapiler.

Campuran yang akan dipisahkan berupa larutan, ditotolkan berupa bercak atau

pita. Setelah plat atau lapisan diletakkan dalam bejana tertutup rapat yang

berisi larutan pengembang yang cocok, pemisahan terjadi selama perambatan

kapiler (Stahl, 1973).

Bercak pemisahan pada KLT umumnya tidak berwarna. Cara

penampakan digunakan untuk mengetahui letak bercak senyawa tidak

berwarna pada lapisan yang telah dikembangkan. Deteksi umum adalah dengan

sinar UV pada lapisan yang mengandung indikator fluoresensi, walaupun

terbatas pada lempeng bercincin aromatik/berikatan rangkap terkonjugasi. Pada

umumnya cara khas adalah menyemprot lapisan dengan pereaksi yang akan

menimbulkan warna bila bereaksi dengan bercak cuplikan (Gritter dkk., 1985).

Pada kromatogram dikenal istilah faktor retardasi (Rf) untuk tiap bercak

cuplikan kromatogram yang didefinisikan sebagai:

Rf =

Page 21: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/84905/potongan/S1-2015... · menembus dinding sel dan masuk ke dalam rongga sel yang ... adalah cara pengerjaannya

21

Sedangkan untuk maksud analisis kualitatif dilakukan dengan cara

membandingkan bercak kromatogram sampel dengan bercak kromatogram

reference standart yang dikenal sebagai faktor retensi relative (Rx):

Rx =

(Mulja & Suharman, 1995).

6. Senyawa Metabolit Sekunder yang Diduga Memiliki Aktivitas Antibakteri

Tanaman mengandung berbagai metabolit sekunder yang dilaporkan

memiliki aktivitas antibakteri. Diantara senyawa metabolit sekunder yang

terdapat dalam seledri berikut senyawa yang dilaporkan memiliki aktivitas

antibakteri:

a. Fenol sederhana dan asam fenolat

Senyawa fenolat adalah senyawa yang terdiri dari sebuah cincin fenol

tersubstitusi. Banyaknya gugus fungsi hidroksil pada golongan fenol

berhubungan dengan toksisitas pada mikroorganisme, dimana bertambahnya

hidroksilasi menghasilkan penambahan toksisitas (Cowan, 1999). Senyawa

fenol dapat menyebabkan denaturasi protein bakteri melalui proses adsorpsi

yang melibatkan ikatan hidrogen. Pada kadar rendah, terbentuk kompleks

protein-fenol dengan ikatan lemah dan segera mengalami peruraian, diikuti

penetrasi fenol ke dalam sel dan menyebabkan presipitasi serta denaturasi

protein bakteri. Pada kadar tinggi, fenol menyebabkan koagulasi protein dan

sel membran mengalami lisis, mengubah permeabilitas membran bakteri

(Soekardjo & Siswandono, 2000).

Page 22: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/84905/potongan/S1-2015... · menembus dinding sel dan masuk ke dalam rongga sel yang ... adalah cara pengerjaannya

22

b. Flavonoid

Flavonoid adalah senyawa fenolat terhidroksilasi dengan struktur C6-

C3 berhubungan dengan cincin aromatis. Efek farmakologi dari flavonoid

berhubungan dengan kemampuan flavonoid untuk bekerja sebagai

antioksidan kuat dan penangkal radikal bebas, membentuk khelat dengan

logam dan berinteraksi dengan enzim (Bylka & Pilewski, 2004).

Flavonoid disintesis oleh tanaman sebagai respon terhadap infeksi

mikroba, sehingga secara in vitro flavonoid efektif sebagai substansi

antimikroba (Cowan, 1999). Struktur flavonoid yang berbeda memiliki

target komponen dan fungsi sel bakteri yang berbeda. Mekanisme

antibakteri flavonoid diantaranya menghambat sintesis asam nukleat pada

sintesis DNA dan RNA bakteri, menghambat fungsi membran sitoplasma

seperti mengurangi kecairan membran sel, merusak membran sel bakteri

serta menghambat motilitas bakteri, dan menghambat metabolisme energi

bakteri seperti menghambat konsumsi oksigen, menghambat NADH-

sitokrom c reduktase, serta menghambat sintesis makromolekul bakteri

(Cushnie & Lamb, 2005).

c. Kumarin

Kumarin termasuk dalam turunan benzopiron yang terbentuk dari

gabungan benzena dengan cincin α-piron. Kumarin merupakan lakton asam

o-hidroksisinamat (Jain & Joshi, 2012). Asam o-hidroksisinamat memiliki

aktivitas penghambatan terhadap bakteri Gram positif (Cowan, 1999). Hasil

isolasi kumarin, termasuk glikosida kumarin, umbelliferone, daphnetin dan

Page 23: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/84905/potongan/S1-2015... · menembus dinding sel dan masuk ke dalam rongga sel yang ... adalah cara pengerjaannya

23

derivate asil memiliki aktivitas terhadap Staphylococcus aureus, methicillin

resistant Staphylococcus aureus, Escherichia coli, dan Pseudomonas

aeruginosa (Rehman dkk., 2010).

d. Terpenoid

Terpenoid memiliki struktur dasar isoprena. Efek antimikroba dari

terpenoid dikaitkan dengan kemampuannya berikatan dengan fraksi lipid

dari membran plasma bakteri, sehingga terjadi perubahan permeabilitas

membran dan kebocoran komponen intraselular. Terpenoid juga dapat

menembus membran sel, masuk ke dalam sel dan berinteraksi dengan

bagian intraselular penting dalam sel bakteri (Trombetta dkk., 2005).

e. Saponin

Saponin dapat membentuk busa yang stabil pada larutan encer seperti

sabun. Menurut Cavalieri dkk. (2005), saponin dapat berdifusi melalui

membran luar dan dinding sel yang rentan, lalu mengikat membran

sitoplasma dan mengganggu atau mengurangi kestabilan sel. Hal ini

menyebabkan sitoplasma bocor keluar dari sel yang mengakibatkan

kematian sel.

7. Senyawa Metabolit Sekunder dan Pengaruh Daerah Tumbuh

Metabolit sekunder yang dihasilkan tanaman seringkali disebut sebagai

senyawa yang tidak berperan dalam proses kehidupan tanaman, namun penting

dalam interaksi tanaman untuk adaptasi dan pertahanan terhadap lingkungan.

Metabolit ini dibutuhkan tanaman sebagai pertahanan terhadap herbivora dan

Page 24: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/84905/potongan/S1-2015... · menembus dinding sel dan masuk ke dalam rongga sel yang ... adalah cara pengerjaannya

24

pathogen serta proteksi melawan stress lingkungan. Metabolit sekunder juga

berkontribusi terhadap bau, rasa, dan warna dari tanaman. Metabolit sekunder

banyak digunakan sebagai sumber untuk aditif makanan dan perasa serta

sediaan farmasetikal dan industri. Metabolit sekunder biasanya diproduksi oleh

tanaman dalam jumlah kecil (bobot kering kurang dari 1%) dan sangat

tergantung pada fase fisiologi dan perkembangan tanaman.

Secara garis besar, faktor yang mempengaruhi perbedaan sifat dan

komposisi metabolit sekunder dari suatu tanaman antara lain faktor internal dan

faktor eksternal. Faktor internal meliputi kualitas genetik dan umur tanaman,

sedangkan faktor eksternal meliputi kondisi daerah tumbuh diantaranya:

a. Ketinggian daerah tumbuh

Tempat tumbuh merupakan gabungan antara kondisi biotik, iklim, dan

tanah dari sebuah tempat. Ketinggian tempat berpengaruh terhadap iklim

terutama curah hujan dan suhu udara yang mempengaruhi pertumbuhan

tumbuhan. Curah hujan berkorelasi positif dengan ketinggian, sedangkan

suhu udara berkorelasi negatif (Djajadiningrat, 1990).

b. Curah hujan dan pH tanah

Curah hujan akan mempengaruhi pH tanah, karena curah hujan

berpengaruh terhadap kekuatan erosi dan pencucian tanah, sedangkan

pencucian tanah yang cepat menyebabkan tanah menjadi asam (pH tanah

menjadi rendah). Nilai pH tanah penting untuk diketahui sebab pH tanah

menentukan mudah tidaknya unsur-unsur hara diserap tumbuhan (tumbuhan

yang hidup di tanah dengan pH netral lebih mudah menyerap unsur hara),

Page 25: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/84905/potongan/S1-2015... · menembus dinding sel dan masuk ke dalam rongga sel yang ... adalah cara pengerjaannya

25

menunjukkan kemungkinan adanya unsur-unsur beracun dan mempengaruhi

perkembangan mikroorganisme tanah (Mustafa dkk., 2012).

c. Suhu dan kelembaban

Suhu dan kelembaban merupakan faktor penting bagi pertumbuhan

dan perkembangan tanaman. Aktivitas metabolisme dalam tanaman banyak

dikendalikan oleh suhu. Penambahan ketinggian menyebabkan suhu udara

semakin turun. Laju penurunan suhu umumnya sekitar 0,6°C setiap

penambahan ketinggian sebesar 100 m dpl. Namun hal ini berbeda-beda

tergantung pada tempat, musim, waktu, kandungan uap air dalam udara, dan

faktor lingkungan lain (Whitten dkk., 1984).

Perbedaan suhu setiap rentang ketinggian menyebabkan proses

metabolisme pada suatu tanaman berbeda, sehingga produksi metabolisme

sekunderpun berbeda. Variasi suhu berefek pada regulasi metabolit,

permeabilitas, laju reaksi intraseluler pada kultur sel tanaman. Perubahan

temperatur akan mengubah fisiologis dan metabolisme kultur sel, kemudian

mempengaruhi pertumbuhan dan produksi metabolit sekunder (Morison &

Lawlor, 1999).

Kelembaban dan temperatur optimal bagi suatu jenis tanaman belum

tentu optimal bagi tanaman lainnya. Dengan demikian sifat metabolit

sekunder antara tanaman yang tumbuh di dataran rendah dengan suhu dan

kelembaban relatif lebih tinggi dengan tanaman yang tumbuh di dataran

tinggi akan berbeda. Peningkatan temperatur sebesar 5°C akan menurunkan

Page 26: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/84905/potongan/S1-2015... · menembus dinding sel dan masuk ke dalam rongga sel yang ... adalah cara pengerjaannya

26

fotosintesis dan produksi biomassa P. quinquefoliusi, namun meningkatkan

ginsenosida yang dihasilkan (Jochum dkk., 2007).

d. Pengaruh cahaya matahari

Cahaya matahari merupakan faktor yang mempengaruhi produksi

metabolit. Produksi zat makanan melalui fotosintesis dalam jaringan

tanaman memerlukan cahaya matahari. Aktivitas tersebut tergantung pada

banyaknya cahaya matahari yang mengenai tanaman, yang dipengaruhi pula

oleh ketinggian daerah tumbuh. Intensitas cahaya akan semakin kecil

dengan semakin tingginya daerah tumbuh. Hal ini disebabkan berkurangnya

penyerapan dari udara sehingga menghambat pertumbuhan karena proses

fotosintesis terganggu (Djajadiningrat, 1990). Cahaya matahari juga dapat

mestimulasi beberapa metabolit sekunder, seperti produksi gingerol dan

zingiberin dalam Z. officinale. Menurut Chalker-Scott & Fnchigami (1989),

terdapat korelasi positif antara peningkatan intensitas cahaya dengan kadar

senyawa fenolik. Larsson dkk. (1986) melaporkan penurunan tanin dan

glikosida fenolik pada tanaman Salix.

8. Profil Daerah Wonosobo, Tawangmangu, dan Sukabumi

a. Wonosobo

Kabupaten Wonosobo terletak di Provinsi Jawa Tengah. Secara

geografis terletak diantara 70 11‘ dan 7

0 36‘ Lintang Selatan, 109

0 43’ dan

1100 04’ Bujur Timur. Kabupaten Wonosobo merupakan daerah pegunungan

Page 27: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/84905/potongan/S1-2015... · menembus dinding sel dan masuk ke dalam rongga sel yang ... adalah cara pengerjaannya

27

dengan ketinggian berkisar antara 275 meter sampai dengan 2.250 meter di

atas permukaan laut.

Sebagai daerah beriklim tropis, Wonosobo hanya mengenal dua musim,

yaitu musim kemarau dan musim penghujan. Sepanjang tahun 2013 curah

hujan fluktuatif selama 181 hari dan beragam menurut bulan. Curah hujan

tertinggi tercatat pada bulan Desember dengan 589 mm, sedangkan terendah

pada bulan September dengan 1 mm (Anonim, 2014d).

b. Tawangmangu

Tawangmangu merupakan salah satu kecamatan yang berada di

Kabupaten Karanganyar, Provinsi Jawa Timur dengan ketinggian 1.200 m di

atas permukaan laut (Anonim, 2014c).

Bila dilihat dari garis bujur dan garis lintang, Kabupaten Karanganyar

terletak antara 70 28‘ - 7

0 46‘ Lintang Selatan dan 110

0 40’ - 110

0 70’ Bujur

Timur. Rata-rata curah hujan 7.231,4 mm dengan banyak hari hujan 115,6

hari selama tahun 2013. Curah hujan tertinggi terjadi pada Bulan Februari dan

April, sedangkan terendah pada Bulan Agustus dan September (Anonim,

2014b).

c. Sukabumi

Kabupaten Sukabumi berada di wilayah Provinsi Jawa Barat. Secara

geografis wilayah Kabupaten Sukabumi terletak diantara 60 57‘ - 7

0 25‘

Lintang Selatan dan 1060 49’ - 107

0 00’ Bujur Timur. Bentuk topografi

wilayah Kabupaten Sukabumi pada umumnya meliputi permukaan yang

Page 28: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/84905/potongan/S1-2015... · menembus dinding sel dan masuk ke dalam rongga sel yang ... adalah cara pengerjaannya

28

bergelombang di daerah selatan dan bergunung di daerah utara dan tengah.

Ketinggian berkisar antara 0 – 2.960 m dpl.

Kabupaten Sukabumi beriklim tropis. Udara yang cukup hangat tersaji

hampir setiap tahunnya. Pada tahun 2013 curah hujan tertinggi yang tercatat

di pusat pemantauan Goalpara terjadi pada bulan Februari dengan curah hujan

549 mm dan terjadi selama 23 hari. Sedangkan curah hujan terkecil terjadi di

bulan Agustus sebesar 86 mm (Anonim, 2014a).

F. Landasan Teori

Seledri (Apium graveolens L.) memiliki kandungan terpenoid, flavonoid,

saponin, dan kumarin (Nasri dkk., 2008; Chen dkk., 1998) Golongan senyawa

tersebut dilaporkan memiliki aktivitas antibakteri dengan mekanisme yang

bermacam-macam. Teori tersebut didukung oleh penelitian Khaerati & Ihwan

(2011) dimana ekstrak etanolik seledri memiliki aktivitas bakteriostatik terhadap

bakteri Gram negatif dan Gram positif yang diwakili oleh E. coli dan S.aureus.

Infeksi bakteri merupakan salah satu faktor utama penyebab jerawat.

Berdasarkan hal tersebut di atas, ekstrak etanolik seledri diduga memiliki aktivitas

antibakteri terhadap Staphylococcus epidermidis dan Staphylococcus aureus yang

merupakan bakteri penyebab jerawat.

Kandungan senyawa metabolit sekunder dipengaruhi oleh faktor internal

dari tanaman dan faktor eksternal. Faktor eksternal meliputi kondisi daerah

tumbuh antara lain ketinggian daerah tumbuh, curah hujan dan pH tanah, suhu dan

kelembaban, serta intensitas cahaya matahari, dapat mempengaruhi kualitas dan

Page 29: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/84905/potongan/S1-2015... · menembus dinding sel dan masuk ke dalam rongga sel yang ... adalah cara pengerjaannya

29

komposisi metabolit sekunder di dalamnya, sehingga mempengaruhi aktivitas

antibakteri yang dihasilkan pula.

G. Hipotesis

Berdasarkan teori di atas dapat ditarik hipotesis bahwa ekstrak etanolik

seledri memiliki aktivitas antibakteri terhadap S. epidermidis ATCC 12228 dan S.

aureus ATCC 25923. Aktivitas antibakteri ekstrak etanolik seledri dari tiga daerah

tersebut berbeda karena perbedaan komposisi metabolit sekunder di dalamnya.