bab i pendahuluan a. latar belakangdigilib.uinsgd.ac.id/6393/4/4_bab1.pdf · berdasarkan prinsip...

15
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan perekonomian yang meningkat akhir-akhir ini mengakibatkan semakin kompleksnya sektor kelembagaan ekonomi. Peran serta lembaga keuangaan baik perbankan maupun lembaga keuangaan non bank sangat dibutuhkan dalam menopang pertumbuhan perekonomian saat ini terutama yang berkaitan langsung dengan peningkatan kesejahteraan masyarakat. Hal ini yang mempengaruhi permintaan terhadap kebutuhan pendanaan di masyarakat baik untuk usaha, rumah tangga atau kebutuhan lainnya yang bersipat primer dengan cara yang sangat mudah dan bisa dibilang aman. Salah satu lembaga yang menyediakan fasilitas ini adalah lembaga keuangan perbankan berbasis syari‟ah. Bank adalah simbol bahwa para penukar uang (money changer) meletakan uang penukaran di atas sebuah meja, meja ini dinamakan banko yaitu bangku dalam bahasa Indonesia. Jadi, kata bank diambil dari kata banko sebagai simbol penukaran uang di Italia. Bank menurut istilah adalah suatu perusahaan yang memperdagangkan hutang-pihutang, baik berupa uangnya sendiri maupun uang orang lain 1 . Bank syari‟ah adalah lembaga keuangan yang beroperasikan dengan tidak mengandalkan pada bunga atau bisa disebut lembaga keuangaan/perbankan yang operasional dan produknya dikembangkan berdasarkan prinsip syari‟ah atau 1 Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah, Edisi 1-3, (Jakarta: Rajagrafindo Persada, 2007), hal. 275

Upload: dinhnga

Post on 28-Jun-2019

215 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pertumbuhan perekonomian yang meningkat akhir-akhir ini

mengakibatkan semakin kompleksnya sektor kelembagaan ekonomi. Peran serta

lembaga keuangaan baik perbankan maupun lembaga keuangaan non bank sangat

dibutuhkan dalam menopang pertumbuhan perekonomian saat ini terutama yang

berkaitan langsung dengan peningkatan kesejahteraan masyarakat. Hal ini yang

mempengaruhi permintaan terhadap kebutuhan pendanaan di masyarakat baik

untuk usaha, rumah tangga atau kebutuhan lainnya yang bersipat primer dengan

cara yang sangat mudah dan bisa dibilang aman. Salah satu lembaga yang

menyediakan fasilitas ini adalah lembaga keuangan perbankan berbasis syari‟ah.

Bank adalah simbol bahwa para penukar uang (money changer)

meletakan uang penukaran di atas sebuah meja, meja ini dinamakan banko yaitu

bangku dalam bahasa Indonesia. Jadi, kata bank diambil dari kata banko sebagai

simbol penukaran uang di Italia. Bank menurut istilah adalah suatu perusahaan

yang memperdagangkan hutang-pihutang, baik berupa uangnya sendiri maupun

uang orang lain1.

Bank syari‟ah adalah lembaga keuangan yang beroperasikan dengan

tidak mengandalkan pada bunga atau bisa disebut lembaga keuangaan/perbankan

yang operasional dan produknya dikembangkan berdasarkan prinsip syari‟ah atau

1 Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah, Edisi 1-3, (Jakarta: Rajagrafindo Persada, 2007),

hal. 275

2

berlandaskan pada Al-Quraan dan Hadits Nabi Muhammad SAW2. Keberadaan

perbankan syari‟ah diharapkan dapat mendorong perekonomian suatu negara.

Tujuan dan fungsi perbankan syari‟ah dalam perekonomian adalah kemakmuran

ekonomi yang meluas, tingkat kerja penuh dan tingkat pertumbuhan ekonomi

yang optimum, keadilan sosial ekonomi dan distribusi pendapatan serta kekayaan

yang merata, nilai uang, mobilisasi dan investasi tabungan yang menjamin adanya

pengembalian yang adil serta pelayanan yang efektif.

Bank syari‟ah sesuai dengan fungsinya sebagai lembaga intermediaty,

dana yang dikumpulkan dari masyarakat harus disalurkan kembali kepada

masyarakat yang membutuhkan. Kepercayaan dalam penyaluran dana ke tempat

yang halal merupakan amanah yang harus dijaga oleh suatu lembaga keuangan

syari‟ah. Karena yang membedakan antara lembaga keuangan syari‟ah dengan

non syari‟ah salah satu diantaranya adalah penyaluran dana ke tempat yang

halal3.

Prinsip bagi hasil (profit sharing) merupakan karakteristik umum dan

landasan dasar bagi operasional bank syari‟ah secara keseluruhan. Secara

syari‟ah prinsipnya berdasaran kaidah al-muḍārabah. Berdasarkan prinsip ini,

bank syari‟ah akan berfungsi sebagai mitra, baik dengan penabung maupun

dengan pengusaha yang meminjam dana. Dengan penabung bank akan bertindak

sebagai muḍārib “pengelola”, sedangkan penabung bertindak sebagai ṣāḥib māl

2 Muhammad, Teknik Perhitungan Bagi Hasil dan Pricing di Bank Syaria, Cet.I

(Yogyakarta: UII Press, 2004), hal. 1 3 Ali Mauludi, Statistika I Penelitian Ekonomi Islam dan Sosial, ( Jakarta: Prima

Heza Lestari, 2006), hal. 262

3

“penyandang dana”. Antara keduanya diadakan akad muḍārabah yang

menyatakan pembagian keuntungan masing-masing pihak.4

Skema Perbankan Syari‟ah secara alamiah merujuk kepada dua kategori

kegiatan ekonomi, yakni produksi dan distribusi. Kategori yang pertama

difasilitasi melalui skema profit and sharing (mudharbah) dan Partnership

(Muasyarakah), sedangkan kegiatan distribusi manfaat hasil-hasil produk

dilakukan melalui skema jual-beli (murabahah) dan sewa-menyewa (ijarah).

Berdasarkan sifat tersebut maka kegiatan lembaga keuangan Syari‟ah dapat di

kategorikan Investment Banking dan Merchant/Commercial banking.

Dalam bank syari‟ah, akad yang dilakukan memiliki konsekuensi

duniawi dan ukhrawi karena akad yang dilakukan berdasarkan hukum islam.

Seringkali nasabah melanggar kesepakatan atau perjanjian yang telah dilakukan

bila hukum itu hanya berdasarkan hukum positif belaka, tapi tidak demikian bila

perjanjian tersebut memiliki pertanggung jawaban hingga Yaumil qiyamah nanti.

Setiap akad dalam perbankan syari‟ah, baik dalam hal barang, pelaku transaksi,

maupun ketentuan lainnya, harus memenuhi ketentuan akad. Perbankan syari‟ah

harus berlandaskan dari Al-Quraan dan As-sunnah yang secara jelas menolak

yang namanya bunga bank yang dianggap riba dalam perspektif Islam sedangkan

di bank konvensional hanya memberikan pembiayaan yang berbasis kredit atau

menggunakan system bunga bank.

4 Muhammad Syafi‟i Antonio, Bank Syari‟ah : Dari Teori ke Praktik, Cet. I, (Jakarta:

Gema Insani, 2001), hal. 137.

4

Untuk meningkatkan daya saing, bank harus mencari nasabah baik untuk

menghimpun dana dengan akad Al Wadi‟ah, ataupun Pembiayaan lainnya seperti

Mudhorabah, Musyarakah, dan Murabahah. Akad tersebut adalah sebuah

terobasan dunia perbankan yang berbasis syari‟ah sebagai pembeda sekaligus

prodak unggulan untuk menarik minat ke perbankan Syari‟ah.

Dalam upaya untuk mencari nasabah baru, bank syari‟ah bisa mencari

seorang nasabah baru atau dengan pengalihan hutang dari bank konvensional atau

bank syariah. Faktor yang mempengaruhi nasabah agar dapat melakukan

pengalihan hutang, yaitu; Service, Margin, dan Religi (SEMAR).

Transaksi pengalihan hutang (take over) pembiayaan dari bank

konvensional ke bank syari‟ah diatur dalam Fatwa DSN No. 31/DSN-

MUI/VI/2002, tentang pengalihan hutang. Dalam fatwa ini dijelaskan bawaha

bank syari‟ah boleh melakukan pengalihan hutang dengan empat (4) alternative,

antara lain;

1. Qard dan Murabahah

2. Syirkah Al Milk dan Murabahah

3. Qard dan Ijarah

4. Qard dan IMBT (Ijarah Muntahiya bit Tamlik).

Bank syari‟ah saat ini banyak yang menggunakan alternative pertama

(Qard dan Murabahah). Akad ini secara teori boleh dilakukan dikarenakan

memang sesuai secara syari‟ah. Permasalahan yang muncul adalah ketika akad ini

5

dipraktikan ternyata kurang sesuai dengan syari‟ah karena menimbulkan ba‟i

gharar dan ba‟i al innah.5

Menurut bahasa Arab, makna al-gharar adalah, al-khathr (pertaruhan).

Sehingga Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah menyatakan, al-gharar adalah yang

tidak jelas hasilnya (majhul al-„aqibah). Sedangkan menurut Syaikh As-Sa‟di, al-

gharar adalah al-mukhatharah (pertaruhan) dan al-jahalah (ketidak jelasan).

Perihal ini masuk dalam kategori perjudian.6 Gharar atau tahrir adalah

situasi di mana terjadi incomplete information karena adanya uncertainty to both

parties (ketidakpastian dari kedua belah pihak yang bertransaksi). Dalam tadlis,

yang terjadi adalah pihak A tidak mengetahui apa yang diketahui pihak B

(unknwon to one party). Sedangkan dalam taghrir, baik pihak A maupun pihak B

sama-sama tidak memiliki kepastian mengenai sesuatu yang di transaksikan

(uncertain to both parties).7 Adapun firman Allah SWT sebagai berikut:

“Dan janganlah sebahagian kamu memakan harta sebahagian yang lain di antara

kamu dengan jalan yang bathil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu

5 Farida Sutarsih, Desain Akad Pembiayaan Take Over KPR Syari‟ah di Bank

Muamalat Indonesia, (Skripsi S1 Konsentrasi Perbankan Syari‟ah. Prodi Muamalat. Fakultas

Syaria‟ah dan Hukum. Uin Syarif Hidayatullah, Jakarta: 2008), hal. 15

6 Abu Asma Kholid Syamhudi, Jual Beli Gharar, (https://almanhaj.or.id/2649-jual-beli-

gharar.html), diakses pada hari senin. 23/01/2017 7 Adiwarman Karim, Bank Islam : Analisis Fiqh dan Keuangan, Edisi ke empat,

(Jakarta: Rajagrafindo Persada, 2004), hal. 32

6

kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebahagian daripada harta benda

orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, Padahal kamu mengetahui.”8 (02:188)

Hadits Nabi Muhammad SAW.

“Rasulullah shallallahu „alaihi wa sallam melarang jual beli al-hashah

(dengan melempar batu) dan jual beli gharar.” (HR Muslim).

Bai‟ al-innah adalah akad jual beli ketika penjual menjual assetnya

kepada pembeli dengan janji untuk dibeli kembali (sales and buy back) dengan

pihak sama. Bai‟ al-innah adalah jual beli yang bertujuan untuk menghindar dari

dengan riba yaitu seseorang menjual suatu barang dengan harga tangguh bayar

atau belum diterima, kemudian membelinya dengan kontan. Akad jual beli bai‟

al-innahi ini mempunyai kemiripan dengan pinjaman tunani dengan jaminan aset

pada bank konvensional. Perbedaannya terletak pada akadnya. Sedangkan secara

fisik nasabah sama-sama memperoleh dana tunai.9

Pengalihan pembiayaan (take over) tidak hanya dilakukan dari bank

konvensional ke bank syari‟ah tetapi bisa juga dari bank syariah ke bank syariah

lainnya. Oleh karena itu, untuk pengalihan pembiayaan antar Lembaga Keuangan

Syaraiah (LKS), DSN mengeluarkan fatwa No. 90/DSN-MUI/XII/2013 tentang

“Pengalihan Pembiayaan Murabahah Antar Lembaga Keuangan Syari‟ah

(LKS)”. Isi dalam fatwa ini adanya pelarangan tentang pengalihan hutang dengan

akad murabahah yang dijelaskan dalam pasal II tentang ketentuan hukum, yaitu;

“Pengalihan hutang pembiayaan murabahah atas inisiatif nasabah boleh dilakukan

8 Qur‟an In Word. Versi 2.2.0. Taufik Product. Inc. 2005

9 Ascarya, Akad dan Produk Bank Syariah, Edisi 1, (Jakarta: Rajagrapindo Persada,

2007), hal. 189

7

dengan menggunakan akad Hawalah bi al-ujrah, MMQ atau IMBT dan tidak

boleh menggunakan akad murabahah karena termasuk bai' al- 'inah.”10

Dalam fatwa ini dijelaskan bahwa LKS boleh melakukan pengalihan

pembiayaan antar LKS dengan tiga alternative, antara lain; (1) dengan akad

Hawalah bil ujroh (2) akad IMBT, dan (3) MMQ (Musyarakah muntanaqisah).

Namun dari hasil temuan penelitian dilapangan masih ada Lembaga

Keuangan Syari‟ah yang melakukan pengalihan pembiayaan antar LKS dengan

akad murrabahah, dimana akad ini termasuk pada Bai‟ al- 'inah. Seperti yang

dilakukan oleh Bank Syariah Mandiri yang melakukan take over kepemilikan

rumah dari bank syariah lainnya. Dimana akad yang digunakan adalah murabahah

bil qard dengan mekanisme pengalihan pembiayaan yang sama dengan bank

konvensional.

B. Rumusan Masalah

Bank syariah Mandiri cabang Cianjur ada pengalihan pembiayaan

dengan Bank syariah lainya dimana alternative akad yang digunakan

menggunakan alternative akad pada Fatwa DSN-MUI no 31 yaitu dengan

menggunakan akad murabahab bil qard. Berdasarkan pemaparan diatas bahwa

pengalihan pembiyaan murabahah boleh dilakukan tetapi tidak boleh

menggunakan akad murabahah. sebagaimana dijelaskan dalam fatwa DSN No.

90/DSN-MUI/XII/2013. Yang dirumuskan sebagai berikut:

1. Apa yang dimaksud dengan pengalihan pembiayaan murabahah antar

lemabaga keuangan syariah di Bank Syariah Mandiri Cabang Cianjur?

10

Fatwa DSN No. 90/DSN-MUI/XII/2013 tentang Pengalihan Pembiayaan Murabahah

antar LKS

8

2. Bagaimana pelaksanaan pengalihan pembiayaan antar LKS di Bank Syari‟ah

Mandiri KC Cianjur?

3. Bagaimana harmonisasi pengalihan pembiayaan murabahah dengan Fatwa

DSN No. 31/DSN-MUI/VI/2002 dan Fatwa DSN No. 90/DSN-

MUI/XII/2013?

C. Tujuan Peneletian

Berdasarkan pada pokok masalah diatas, tujuan yang ingin penulis capai

dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui pengalihan pembiayaan murabahah antar lemabaga

keuangan syariah.

2. Untuk mengetahui pelaksanaan pengalihan pembiayaan antar LKS di Bank

Syari‟ah Mandiri KC Cianjur.

3. Untuk mengetahui harmonisasi pengalihan pembiayaan murabahah dengan

Fatwa DSN No. 31/DSN-MUI/VI/2002 dan Fatwa DSN No. 90/DSN-

MUI/XII/2013.

D. Manfaat Penulisan

1. Manfaat Secara Teoritis

a. Memberikan sumbangan pemikiran dalam perkembangan ilmu hukum islam,

khususnya dalam hal jaminan hukum Islam, serta dapat menambah

kepustakaan.

b. Menambah khasanah keilmuan di bidang fikih, baik yang bersifat teoritis

maupun praktis.

9

c. Untuk memberikan kontribusi terhadap pengembangan ekonomi Islam bagi

kita akademisi dan praktisi sebagai pertimbangan dalam prosedur pengalihan

pembiayaan.

2. Manfaat Secara Praktis

a. Mencari kesesuaaian antara teori yang telah di dapat di perkuliahan dengan

kenyataan yang ada di lapangan.

b. Diharapkan hasil penelitian ini dapat bermanfaat untuk semua pihak yang

berkaitan dengan penelitian ini.

E. Kerangka Pemikiran

1. Tinjauan Pustaka

Studi penulisan tentang pengalihan pembiayaan (takeover), bukan lah

sebagai studi yang baru dimana penulis menemukan berbagai skripsi yang

membahas tentang takeover dari bank konvensional ke bank syariah. Diamana

salah satu skripsinya ialah yang ditulis oleh Nining Widya Ningsih (2011), yang

meneliti tentang “Akad Pembiayaan Take over Pemilikan Rumah Syariah Di

Bank Syariah Mandiri Garut” yang menyimpulkan; (1) bahwa aplikasi akad

take over kredit pemilikan rumah syariah di BSM GARUT sama seperti

pembiayaan lainnya, menggunakan akad qard dan murabahah. (2) alasan bank

BSM GARUT menetapkan margin dalam pembiayaan take over untuk kredit

pemilikan rumah yaitu sudah menjadi kebijakan bank yang tidak bisa di ganggu

gugat selain itu untuk menghindari kerugian. (3) korelasi antara pembiayaan take

over dengan akad qard dan murabahah dalam kredit pemilikan rumah syariah

dalam pelaksanaan menimbulkan masalah dalam penetapan margin dan bai'al

10

inah. maka akad yg lebih sesuai yg lebih sesuai untuk pembiayaan take over kredit

pemilikan rumah adalah akad musyarakah muntanaqisah.

Skripsi dari Mirah Matillah (2015) yang berjudul “Pembiayaan Take

over Pada produk Griya IB Hasanah di BNI Syariah cabang Buah Batu”.

Beliau menyimpulkan bahwasanya; (1) pelaksanaan pembiayaan take over pada

BNI Syariah cabang Buah Batu telah mendekati alternative ke II pada fatwa DSN

No. 31/DSN-MUI/VI/2002 tentang pengalihan hutang, yaitu menggunakan akad

murabahah. (2) tinjauan fatwa DSN No. 31/DSN-MUI/VI/2002, tentang

pengalihan hutang. terhadap pelaksanaan pembiayaan take over, akad yg

digunakan telah sesuai dengan syariah. (3) kedudukan hukum take over di BNI

Syariah Buah Batu.

Kemudian skripsi yang ditulis oleh Farida Sutarsi (2008) yang berjudul

“Desain Akad Pembiayaan take over KPR syariah di Bank Muamalat

Indonesia”. Yang menyimpulkan bahwa (1) Akad pembiayaan take over KPR

syariah di Bank Muamalat Indonesia menggunakan qard dan murabahah yang

merupakan alternatif kesatu dari keempat alternatif yang ditetapkan dalam fatwa

DSN No. 31/DSN-MUI/VI/2002. (2) Desain akad pembiayaan KPR yang lebih

relevan dan lebih sesuai dengan syariah yang telah diterapkan di bank-bank

syariah di negeri lain yaitu akad musyarakah mutanaqisah.

2. Kerangka Berpikir

Secara garis besar kegiatan bank syariah dapat dibedakan menjadi tiga,

yaitu menghimpun dana (funding), menyalurkan dana (financing), dan kegiatan

dibidang jasa (service). Secara garis besar kegiatan bank syariah sama dengan

11

bank konvensional seperti menghimpun dana dalam bentuk tabungan, giro dan

deposito. Perbedaannya dapat dilihat dari mekanisme operasional pembiayaan di

bank syariah yang harus berdasarkan prinsip-prinsip syariah. Adapun yang

dimaksud dengan pembiayaan berdasarkan syariah ialah, penyediaan uang atau

tagihan yang dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan

antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai untuk

mengembalikan uang atau tagihan tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan

imbalan atau bagi hasil.11

Salah satu jasa keuangan bank syariah adalah membantu masyarakat

untuk mengalihkan transaksi nonsyariah yang berjalan menjadi transaksi yang

sesuai syariah. dalam hal ini, atas permintaan nasabah, bank syariah melakukan

pengambil alihan hutang nasabah di bank konvensional dengan cara memberikan

jasa hiwalah atau dapat juga menggunakan qard, disesuaikan dengan ada atau

tidak adanya unsur bunga dalam hutang nasabah kepada bank konvensioanal.

Setelah nasabah melunasi kewajibannya kepada bank konvensional, transaksi

yang terjadi adalah transaksi antara nasabah dengan bank syariah. dengan

demikian, yang dimaksud dengan pembiayaan berdasarkan take over adalah

pembiayaan yang timbul sebagai akibat dari take over terhadap transaksi

nonsyariah yang telah berjalan yang dilakukan oleh bank syariah atas permintaan

nasabah.12

11

Atang Abd. Hakim, Fiqh Perbankan Syariah : Transformasi Fiqih Muamalah ke

dalam Peraturan Perundang undangan, Cet. 1, (Bandung: Refika Aditama, 2011), hal. 95 12

Adiwarman Karim, Bank Islam : Analisis Fiqh dan Keuangan, edisi ke empat,

(Jakarta: Rajagrafindo Persada, 2004), hal. 248

12

Take over menurut BRI Syariah adalah pemindahan hutang pembiayaan

yang dimiliki oleh nasabah dari bank/Lembaga Keuangan non Syariah atau Bank

Syariah kepada bank/Lembaga Keuangan Syariah lainnya.13

Take over sangat

identik dengan pengalihan hutang dari bank konvensional ke bank syariah namun

tidak menutup kemungkinan dilakukan antar bank syariah.

DSN-MUI melarang pengalihan pembiayaan dengan menggunakan akad

murabahah dan qard karena dapat menimbulkan bai‟ al-innah, yaitu

memungkinkan seseorang untuk menjual barangnya kemudian dibeli kembali

dengan harga yang lebih murah. Jual beli secara Al-„Inah ini adalah haram

hukumnya dan tidak diperbolehkan menurut Jumhur ulama (kebanyakan ulama).14

F. Langkah-langkah Penelitian

1. Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriftif.

Menurut Suharismi Arikunto, penelitian deskriftif berasal dari istilah bahasa

inggris to describe yang berarti memaparkan atau menggambarkan satu hal

misalnya keadaan, kondisi atau hal lain. Dengan demikian yang dimaksud

penelitian deskriftif adalah penelitian yang dimaksudkan untuk menyelidiki

keadaan, kondisi atau hal lain yang sudah disebutkan yang hasilnya dipaparkan

dalam bentuk laporan penelitian.15

Dengan menggunakan metode deskriftif ini

13

Uswatun Chasanah, Penyelesaian Hutang yang Dialihkan Secara Take Over Dengan

Akad Musharakah Di Bri Syariah Kcp Diponegoro Surabaya, Vol. 03, No. 02. (Surabaya: 2013),

hal. 12. 14

Abu Muawiah, Jual Beli Dengan Cara Al-„Inah, (http://al-atsariyyah.com/jual-beli-

dengan-cara-al-%E2%80%98inah.html), Diakses pada hari selasa. 24/01/2017.

15Suharsimi Arikunto, Prosedur Pendekatan Praktik, Edisi Revisi, Cet. 14, (Jakarta:

Rineka Cipta, 2010), hal. 3

13

penulis dapat mendeskriftifkan atau memberikan gambaran tentang kegiatan

pengalihan hutang (take over) di Bank Syariah Mandiri KC. Cianjur.

2. Jenis Data

Jenis data yang ditemukan dalam penulisan ini berupa data kualitatif,

menurut Suharsimi Arikunto, data kualitatif adalah tampilan kata-kata lisan atau

tertulis yang dicermati oleh peneliti, dan benda-benda yang diamati sampai

detailnya agar dapat ditangkap makna yang tersirat dalam dokumen atau

bendanya. Dalam penelitian kualitatif ada dua teknik sampling, yaitu sampling

secara internal (internal sampling) dan sampling waktu (time sampling). Sampling

internal dilakukan terkait apa yang diteliti oleh penulis. Penulis melakukan

obeservasi serta wawancara kepada pihak bank BSM KC. Cianjur. Wawancara

yang dilakukan kepada pimpinan bank, staf bank dengan memberikan pertanyaan

yang berkaitan dengan masalah yang ingin diteliti. Hasil dari wawancara tersebut

dibuat sebuah laporan. Sedangkan sampling waktu ialah seberapa lama penelitian

itu akan dilakukan atau seberapa lama wawancara itu dilakukan dengan pihak

bank.

3. Sumber data

Sumber data dalam penelitian ini terbagi pada dua bagian, yaitu sumber

data primer dan sumber data sekunder.

a. Sumber data Primer, yaitu data pokok yang terdiri dari Fatwa DNS, DPS,

Direktur Operasional, staff Manajemen di BSM KC Cianjur, dan dari data

transaksi nasabah.

14

b. Sumber data sekunder, yaitu buku-buku atau jurnal yang dijadikan literatur

dalam penelitian ini, yang berkaitan dengan objek penelitian.

4. Teknik Pengumpulan Data

a. Observasi

Observasi yang dilakukan penulis adalah datang langsung ke bank BSM

KC. Cianjur untuk melaksanakan kegiatan Praktik Kerja Lapangan (PKL). Selama

kegiatan berlangsung penulis mengamati setiap kegiatan yang dilakukan oleh

BSM serta mencari data yang bersangkutan dengan masalah yang di kaji.

b. Wawancara

Wawancara dalam penelitian ini dimaksudkan agar mendapatkan

informasi dan data lapangan secara langsung dari responden yang dianggap valid

dan tidak didapat dari dokumentasi. Wawancara yang dilkukan adalah wawancara

terstuktur dan tidak terstruktur. Wawancara terstruktur dilakukan agar beberapa

pertanyaan yang akan diajukan teratur dan tidak melebar ke pertanyaan yang tidak

diperlukan misalnya mewawancari Kepala Pimpinan BSM KC. Cianjur yaitu

Bapak Abdul Rohim, sedangkan wawancara tidak terstruktur hanya sebagai

pelengkap, karena dimungkinkan ada pertanyaan yang perlu dipertanyakan diluar

yang sudah disiapkan.

c. Dokumnetasi

Dokumentasi yang dimaksud adalah usaha untuk mengumpulkan

dokumen-dokumen yang ada dan memiliki keterkaitan dengan tema penelitian

yang sedang dilakukan. Dokumen ini seperti; data yang berkaitan dengan masalah

15

yang dikaji penulis, sejarah di dirikannya BSM, struktur Organisasi Perusahaan,

mekanisme pembiayaan yang dilakukan pada periode 2016, serta manajemen

pembiayaan.

5. Analisis Data

Adapun langkah terakhir yang dilkukan oleh penulis adalah menganilisis

data denga cara sebagai berikut:

a. Mengumpulkan data, data yang didapat dari hasil observasi, wawancara dan

dokumentasi yang berkaitan dengan pengalihan pembiayaan kemudian

dikumpulkan.

b. Menyeleksi data, proses dimana data yang telah terkumpulkan dikelompokan

menurut kategorinya masing-masing yang didapat di BSM KC. Cianjur.

c. Menganalisis data, tahapan dimana data yang sudah dikelompokan dianalisis

sesuai dengan kebutuhan penulisan.

d. Menyimpulkan, tahapan akhir dalam penelitian dan dari kesimpulan tersebut

akan diketahui hasil akhir dari penelitian.