bab i pendahuluan a. latar belakang...

51
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Selain pendidikan karakter, pendidikan lingkungan, dan pendidikan anti korupsi, pendidikan tentang literasi media juga semakin dirasa penting untuk dimasukkan ke dalam kurikulum. Hal tersebut disampaikan oleh Nina Mutmainnah dari Komisioner KPI Pusat dalam workshop Literasi Media bertajuk “Menciptakan Masyarakat Melek Media” di tahun 2012 yang lalu. Agatha Lily M.Si., sebagai Komisioner KPI Pusat, juga menyampaikan bahwa anak usia dini harus dilindungi dari terpaan media. Hal tersebut didukung dengan adanya penelitian yang menganjurkan anak- anak supaya tidak menonton televisi lebih dari dua jam dalam sehari. 1 Ini menunjukkan bahwa literasi media merupakan sebuah isu yang perlu diperhatikan, khususnya bagi anak-anak karena faktanya, anak-anak sulit terhindarkan lagi dari berbagai tayangan televisi. 2 Banyak seminar dan pelatihan diadakan sebagai bentuk kepedulian berbagai pihak terhadap literasi media anak Indonesia. Beberapa organisasi kemudian didirikan juga untuk mendukung program-program literasi media, salah satunya adalah Yayasan Pengembangan Media Anak (YPMA). Ketua Umum YPMA adalah Guntarto yang juga memiliki blog www.indonesia-medialiteracy.net. Guntarto kerap menulis tentang literasi media yang dia dapatkan lewat konferensi atau pun penelitiannya di situs tersebut. Beberapa waktu yang lalu, Pimpinan Komisariat Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (PK IMM) Dakwah UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta, juga menggelar Seminar Literasi Media dengan tema „Peran 1 Ira. 2014. Terarsip di: http://www.kpi.go.id/index.php/lihat-terkini/22-literasi-media/32381- urgensi-literasi-media-usia-dini%20//. Diakses 18 Juli 2016. 2 Ali Sobri. 2012. Terarsip di: http://health.kompas.com/read/2012/08/31/0826240/penting.literasi.media.masuk.dalam.kurik ulum.pendidikan. Diakses 30 Mei 2016.

Upload: dinhdan

Post on 25-Apr-2019

232 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/110862/potongan/S1-2017... · siswa-siswa SMA Kolese de Britto. Iklan ini masuk sebagai 10 iklan YouTube

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Selain pendidikan karakter, pendidikan lingkungan, dan pendidikan

anti korupsi, pendidikan tentang literasi media juga semakin dirasa penting

untuk dimasukkan ke dalam kurikulum. Hal tersebut disampaikan oleh

Nina Mutmainnah dari Komisioner KPI Pusat dalam workshop Literasi

Media bertajuk “Menciptakan Masyarakat Melek Media” di tahun 2012

yang lalu. Agatha Lily M.Si., sebagai Komisioner KPI Pusat, juga

menyampaikan bahwa anak usia dini harus dilindungi dari terpaan media.

Hal tersebut didukung dengan adanya penelitian yang menganjurkan anak-

anak supaya tidak menonton televisi lebih dari dua jam dalam sehari.1 Ini

menunjukkan bahwa literasi media merupakan sebuah isu yang perlu

diperhatikan, khususnya bagi anak-anak karena faktanya, anak-anak sulit

terhindarkan lagi dari berbagai tayangan televisi.2

Banyak seminar dan pelatihan diadakan sebagai bentuk kepedulian

berbagai pihak terhadap literasi media anak Indonesia. Beberapa

organisasi kemudian didirikan juga untuk mendukung program-program

literasi media, salah satunya adalah Yayasan Pengembangan Media Anak

(YPMA). Ketua Umum YPMA adalah Guntarto yang juga memiliki blog

www.indonesia-medialiteracy.net. Guntarto kerap menulis tentang literasi

media yang dia dapatkan lewat konferensi atau pun penelitiannya di situs

tersebut. Beberapa waktu yang lalu, Pimpinan Komisariat Ikatan

Mahasiswa Muhammadiyah (PK IMM) Dakwah UIN Sunan Kalijaga,

Yogyakarta, juga menggelar Seminar Literasi Media dengan tema „Peran

1 Ira. 2014. Terarsip di: http://www.kpi.go.id/index.php/lihat-terkini/22-literasi-media/32381-

urgensi-literasi-media-usia-dini%20//. Diakses 18 Juli 2016. 2 Ali Sobri. 2012. Terarsip di:

http://health.kompas.com/read/2012/08/31/0826240/penting.literasi.media.masuk.dalam.kurikulum.pendidikan. Diakses 30 Mei 2016.

Page 2: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/110862/potongan/S1-2017... · siswa-siswa SMA Kolese de Britto. Iklan ini masuk sebagai 10 iklan YouTube

2

Media Positif dalam Intelektualitas Generasi Muda‟ di Yogyakarta. Para

akademisi juga berpendapat bahwa anak dan remaja perlu mendapatkan

literasi media terlebih dengan kehadiran dan perkembangan media digital

saat ini. Hal tersebut disampaikan oleh dosen Jurusan Ilmu Komunikasi

Universitas Atma Jaya Yogyakarta, Dina Listiorini, pada seminar

“Pendidikan Karakter Dalam Kurikulum 2013” yang diselenggarakan

UPT-Matakuliah Pengembangan Kepribadian (MPK) Universitas Sanata

Dharma. Literasi media yang dimaksud tidak berhenti pada sisi teknis dan

kontrol penggunaan media, namun juga mengenai isi atau konten media

(Hadi, 2014).3

Potter4 mengatakan bahwa pada dasarnya, literasi media adalah

tentang memiliki kontrol atas media. Sedangkan definisi yang ditawarkan

adalah perspektif yang secara aktif kita gunakan ketika mengekspos diri

terhadap media dalam rangka menginterpretasikan arti dari pesan yang kita

terima. Menjadi orang yang terliterasi media, artinya kita memiliki

keterampilan pikiran yang jernih untuk menentukan arah penjelajahan kita

di dunia media. Dengan demikian, kita bisa mendapatkan pengalaman dan

informasi yang kita inginkan tanpa terganggu dengan hal-hal lain yang

tidak perlu atau berefek buruk.

Dalam lingkup literasi media, iklan merupakan sesuatu yang

menarik untuk ditilik. Sebagai salah satu bentuk media, iklan memiliki

sifat persuasif yang dapat mengubah perilaku konsumen (consumer

behavior). Selain jumlahnya yang semakin banyak, bentuk iklan pun kini

semakin beragam karena perkembangan teknologi informasi dan

komunikasi. Sekarang, iklan digital semakin banyak muncul karena

konsumsi media digital masyarakat semakin hari semakin tinggi. Begitu

beragamnya bentuk iklan membuat setiap sendi kehidupan kita tidak dapat

terhindarkan dari iklan. Oleh sebab itu, literasi diperlukan untuk menjaga

3 Bambang Sutopo Hadi. 2014. Akademisi: anak perlu literasi media digital. Terarsip di:

http://www.antarayogya.com/berita/327587/akademisi-anak-perlu-literasi-penggunaan-media-digital. Diakses 20 Mei 2016. 4 W. James Potter. 2001. Media Literacy. Thousand Oaks, CA: Sage Publication. Hal. IX.

Page 3: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/110862/potongan/S1-2017... · siswa-siswa SMA Kolese de Britto. Iklan ini masuk sebagai 10 iklan YouTube

3

diri kita untuk tetap sadar akan efek iklan. Karena ketika kita mengabaikan

iklan-iklan tersebut, pesannya justru akan menyentuh alam bawah sadar

kita dan dengan lebih mudah mengontrol perilaku kita.5

Sementara itu, perkembangan budaya dunia sedang dipengaruhi

oleh munculnya Generasi Z yang baru-baru ini menjadi fenomena dan

mulai menggeser pengaruh generasi Milennial terhadap tren global.6 Sama

seperti generasi pendahulunya, Millennials, Generasi Z juga disebut-sebut

sebagai “digital natives” dan sama-sama secara aktif menghindari iklan.7

Namun dalam hal toleransi terhadap iklan daring (online), Generasi Z

lebih toleran dibandingkan Millennials.8

Generasi Z lahir dan tumbuh di era Facebook, Google, dan

YouTube membuat mereka menjadi generasi yang terliterasi dalam segala

hal tentang media sosial, serta menjadikan YouTube sebagai kanal utama.9

Dikatakan pula bahwa Generasi Z sangat menyatu dengan media sosial

karena selain untuk bersosialisasi, media sosial juga digunakan untuk

kepentingan edukasi. Data dari Sparks & Honey menunjukkan bahwa 52%

Generasi Z menggunakan media sosial untuk mengerjakan tugas

5 Ibid., hal. 138.

6 Grace Masback. 2016. 5 Ways that Gen Z is Changing the World. Terarsip di:

http://www.huffingtonpost.com/grace-masback-/5-ways-that-gen-z-is-changing-the-

world_b_9547374.html. Diakses 12 Desember 2016. 7 Matt Kleinschmit. 2015. Generation Z characteristics: 5 infographics on the Gen Z lifestyle.

Terarsip di: https://www.visioncritical.com/generation-z-infographics/. Diakses 13 September

2016. 8 Christopher Heine. 2015. Infographic: Gen Z and Millennials Want Different Things From Brands

– The younger generation is more tolerant of digital ads. Terarsip di:

http://www.adweek.com/news/technology/infographic-gen-z-and-millennials-want-different-

things-brands-163741. Diakses 13 September 2016. 9 Suzanne Bearne. 2015. Forget millennials, brands need to win over Generation Z. Terarsip di:

http://www.campaignlive.co.uk/article/1348169/forget-millennials-brands-need-win-generation-

z?src_site=marketingmagazine#. Diakses 13 September 2016.

Page 4: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/110862/potongan/S1-2017... · siswa-siswa SMA Kolese de Britto. Iklan ini masuk sebagai 10 iklan YouTube

4

penelitian, sementara sepertiganya mengerjakan sesuatu bersama teman

secara online dan menonton pembelajaran online.10

Karakteristik Generasi Z yang kompleks dan sinis membuat mereka

menjadi tantangan bagi para pemasar. Karakter tersebut menjadikan

mereka sadar betul akan usaha pemasaran yang dilakukan iklan.11

Konsumsi media dan karakteristik Generasi Z tersebut membuat peneliti

tertarik untuk secara khusus mengeksplorasi literasi Generasi Z, khususnya

di Yogyakarta.

Sementara itu, data BPS (2014) menunjukkan pada anak laki-laki

usia 16-18 tahun di Yogyakarta lebih sering mengakses internet

dibandingkan perempuan dengan perbandingan presentase 55,21% :

44,79%. Data tersebut dipaparkan melalui laporan “Presentase Penduduk

Usia 5 Tahun Ke Atas yang Pernah Mengakses Internet dalam 3 Bulan

Terakhir Menurut Provinsi, Kelompok Umur, dan Jenis Kelamin, 2014”.

Besar kemungkinan anak laki-laki lebih sering mengekspos dirinya

terhadap media baru. Dengan demikian, mereka akan memiliki literasi

yang baik karena dalam keterampilan bermedia, eksposur memiliki peran

yang penting.

Berangkat dari fakta di atas, peneliti memilih siswa-siswa dari

SMA Kolese de Britto Yogyakarta sebagai Generasi Z yang akan diteliti.

SMA Kolese de Britto sendiri merupakan sekolah khusus putra dan

menjadi salah satu sekolah unggulan di Yogyakarta. Sekolah ini juga

menjadi salah satu sekolah yang mendapat predikat sekolah terbaik

nasional versi Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud).

Hal tersebut didasarkan pada Indeks Integritas Ujian Nasional (IIUN)

tahun 2015. Penilaiannya sendiri dilakukan oleh pemerintah pusat atas

10

Erik Oster. 2014. This Gen Z Infographic Can Help Marketers Get Wise to the Future – Here

come the social natives. Terarsip di: http://www.adweek.com/news/advertising-branding/gen-z-

infographic-can-help-marketers-get-wise-future-159642. Diakses 13 September 2016. 11

Bearne, Op.Cit.

Page 5: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/110862/potongan/S1-2017... · siswa-siswa SMA Kolese de Britto. Iklan ini masuk sebagai 10 iklan YouTube

5

dasar data konsistensi integritas, serta cara, dan proses siswa saat

mengikuti UN dalam kurun waktu enam tahun.12

Selain karena prestasi akademik tersebut, peneliti melihat keunikan

sistem pendidikan di SMA Kolese de Britto. Lewat situsnya,

www.debritto.sch.id, SMA Kolese de Britto menyebutkan bahwa sekolah

ini menggunakan sistem pendidikan bebas. Istilah pendidikan bebas yang

mereka bawa bukan suatu pendidikan yang anarki, namun suatu sistem

yang bebas dari peraturan yang perlu untuk kehidupan masyarakat.

Sekolah ini banyak berfokus pada pembentukan kepribadian (Djoen 1976).

Sistem pendidikan yang bebas ini diikuti dengan kesadaran akan

konsekuensi. Seperti yang disampaikan oleh Prof. Mudrajad Kuncoro,

Ekonom Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta yang juga

merupakan alumnus SMA Kolese de Britto, bahwa pendidikan SMA

Kolese de Britto menekankan filosofi bebas namun bertanggungjawab dan

disiplin.13

Kebebasan tersebut kemudian diterjemahkan, salah satunya,

dengan kebebasan untuk memakai sepatu dan sandal ke sekolah, juga

rambut gondrong yang kemudian menjadi identitas siswa-siswa SMA

Kolese de Britto. Disampaikan oleh Wakasek Humas SMA Kolese de

Britto, Widi Nugroho, kepada Edupost.Id, bahwa sistem pendidikan yang

dilakukan oleh SMA Kolese de Britto dapat dilihat dari karakter siswa

yang memiliki kemandirian yang baik serta cerdas dalam menentukan

pilihan yang tepat.14

Karakter yang dimiliki siswa-siswa SMA Kolese de

Britto dilihat peneliti sebagai salah satu faktor pendukung perkembangan

literasi mereka. Bahwa kemudian kebebasan untuk memilih dan

12

Ang. 2016. 13 Sekolah di Sleman Tercatat Masuk Predikat Terbaik Nasional. Terarsip di:

http://jogja.tribunnews.com/2016/01/06/13-sekolah-di-sleman-tercatat-masuk-predikat-terbaik-

nasional?page=2. Diakses 4 Oktober 2016. 13

Mediani Dyah Natalia. 2015. Bebaskan Siswa Berekspresi, Cara Kolese de Britto Didik Siswa

Bertanggungjawab. Terarsip di: http://harianjogja.bisnis.com/read/20150809/1/2761/bebaskan-

siswa-berekspresi-cara-kolese-de-britto-didik-siswa-bertanggungjawab. Diakses 4 Oktober 2016. 14

Andi. 2016. SMA De Britto Bebaskan Siswanya Tak Berseragam dan Berambut Gondrong.

Terarsip di: http://edupost.id/kabar-sekolah/sma-de-britto-bebaskan-siswanya-tak-berseragam-

dan-berambut-gondrong/. Diakses 4 Oktober 2016.

Page 6: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/110862/potongan/S1-2017... · siswa-siswa SMA Kolese de Britto. Iklan ini masuk sebagai 10 iklan YouTube

6

berekspresi dapat membangun pemikiran dan sikap-sikap kritis terhadap

konten media.

Mengenai eksplorasi yang akan dilakukan peneliti sendiri adalah

eksplorasi literasi media untuk konten iklan. Teori tentang literasi media

untuk konten iklan tersebut diambil dari teori-teori Potter. Meskipun

dalam bukunya, Media Literacy Second Edition, Potter mengawalinya

dengan pembahasan literasi media secara umum, namun Potter

menyertakan sub-bab Commercial Advertising yang berbicara khusus

tentang iklan. Sehingga ke depan, penulis akan menyebut literasi yang

akan dieksplorasi ini sebagai literasi konten iklan.

Dan karena secara spesifik peneliti ingin mengeksplorasi Generasi

Z yang sangat dekat dengan dunia digital, maka iklan yang akan diambil

oleh peneliti adalah iklan yang muncul di media sosial. Dengan demikian,

literasi media untuk konten iklan yang disampaikan Potter akan ditambah

dengan beberapa poin tentang literasi khusus media baru yang

disampaikan oleh Lin et al. (2013) dalam tulisannya, Understanding New

Media Literacy: An Explorative Theoretical Framework.

Untuk mengeksplorasi literasi tersebut, peneliti akan menggunakan

iklan YouTube “Open Up with Oreo Indonesia” yang akan dimaknai oleh

siswa-siswa SMA Kolese de Britto. Iklan ini masuk sebagai 10 iklan

YouTube terpopuler di Indonesia pada enam bulan pertama di tahun 2016

dengan menempati posisi teratas.15

Sejak diunggah di kanal YouTube

Oreo Asia pada tanggal 28 Januari 2016, iklan yang berdurasi 30 detik

tersebut sudah ditonton lebih dari 2,5 juta kali. Sedangkan pemilihan iklan

YouTube didasari alasan, seperti sudah disebutkan sebelumnya, bahwa

YouTube merupakan kanal utama pilihan Generasi Z.16

Dengan demikian,

besar kemungkinan Generasi Z sudah pernah menonton iklan ini.

15

Syukron Ali. 2016. Agar Jadi Top Iklan di YouTube. Terarsip di: http://swa.co.id/swa/business-

strategy/agar-jadi-top-iklan-di-youtube. Diakses 18 Oktober 2016. 16

Bearne, Op.Cit.

Page 7: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/110862/potongan/S1-2017... · siswa-siswa SMA Kolese de Britto. Iklan ini masuk sebagai 10 iklan YouTube

7

Iklan ini merupakan bagian dari kampanye “Open Up with Oreo”

yang ingin mengajak audiensnya menjadi “open” atau membuka diri

terhadap orang baru dan pengalaman baru. Iklan yang menggunakan

format animasi ini memunculkan tokoh-tokoh yang cukup beragam seperti

anak kecil, anak muda, hingga nenek-nenek. Sementara itu, kampanye

“Open Up with Oreo” merupakan bagian dari kampanye yang lebih besar

yaitu “Oreo Penuh Keajaiban” atau judul kampanye internasionalnya

“Wonderfilled”. Lewat kampanye “Oreo Penuh Keajaiban” sendiri Oreo

ingin menyampaikan bahwa dengan berbagi Oreo, semua orang dapat

melihat setiap hal melalui kacamata anak-anak.17

Meski demikian,

disampaikan pula oleh Oreo bahwa pesan tersebut disuarakan kepada

semua warga Indonesia, terlepas batas usia dan gender.18

Dengan karakteristik yang dimiliki dan pemilihan media iklan yang

dekat dengan Generasi Z, peneliti berasumsi bahwa generasi ini dapat

memaksimalkan literasi mereka ketika melakukan pemaknaan terhadap

iklan. Untuk menguji asumsi tersebut, peneliti merasa penelitian

eksperimental ini perlu dilaksanakan.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang tertulis di atas, rumusan masalah

penelitian ini adalah bagaimana Generasi Z di Yogyakarta memaknai iklan

YouTube “Open Up with Oreo Indonesia”?

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini memiliki tiga tujuan utama, yaitu:

17

Sigit Kurniawan. 2015. Oreo Berbagi Kebahagiaan dengan Kacamata Anak-anak. Terarsip di: http://marketeers.com/article/oreo-berbagi-kebahagiaan-dengan-kacamata-anak-anak.html. Diakses 11 Mei 2016. 18

D Irianto. 2015. Mondelez Indonesia dan Oreo Tawarkan ‘Keajaiban Imajinasi’. Terarsip di:

http://www.lensaindonesia.com/2015/10/04/mondelez-indonesia-dan-oreo-tawarkan-

keajaiban-majinasi.html. Diakses 22 Juli 2016.

Page 8: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/110862/potongan/S1-2017... · siswa-siswa SMA Kolese de Britto. Iklan ini masuk sebagai 10 iklan YouTube

8

1. Untuk mengetahui bagaimana Generasi Z di Yogyakarta

menggunakan literasi konten iklan untuk memaknai pesan

iklan YouTube “Open Up with Oreo Indonesia”.

2. Untuk mengetahui aspek apa saja yang diketahui oleh Generasi

Z di Yogyakarta dari iklan YouTube “Open Up with Oreo

Indonesia”.

3. Untuk mengetahui seperti apa literasi konten iklan Generasi Z

di Yogyakarta.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

Secara teoritis, penelitian ini akan menambah kajian ilmu

sosial terkait dengan eksplorasi literasi konten iklan dan literasi media

secara umum oleh audiens, khususnya Generasi Z. Selain itu, hasil

penelitian ini juga akan memberikan gambaran tentang kondisi literasi

konten iklan Generasi Z di Yogyakarta. Hal tersebut dilihat dari

bagaimana anak-anak di Kota Yogyakarta menggunakan rangakaian

keterampilan yang merupakan literasi konten iklan mereka dalam

proses pemaknaan terhadap sebuah iklan.

2. Manfaat Praktis

Penelitian ini akan memunculkan insight dari audiens,

khususnya Generasi Z, yang dapat dijadikan bahan evaluasi oleh

lembaga-lembaga yang memiliki perhatian terhadap perkembangan

literasi konten iklan remaja dan anak muda, serta literasi media secara

umum, untuk merancang sebuah program atau kebijakan.

Pemerintahan juga dapat menggunakan hasil penelitian ini sebagai

bahan pertimbangan terkait dengan kebijakan penyiaran iklan kepada

remaja dan anak muda. Selain itu, insight dari penelitian ini juga dapat

dimanfaatkan oleh para pengiklan terkait dengan kemungkinan untuk

berkomunikasi langsung dengan Generasi Z lewat iklan. Dengan

Page 9: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/110862/potongan/S1-2017... · siswa-siswa SMA Kolese de Britto. Iklan ini masuk sebagai 10 iklan YouTube

9

memahami tingkat literasi konten iklan Generasi Z, pengiklan dapat

melakukan teknik komunikasi persuasif yang lebih tepat sasaran.

E. Kerangka Teori

1. Literasi Media untuk Konten Iklan

Sebelum masuk ke iklan atau commercial advertising, Potter

banyak menjelaskan tentang literasi media. Literasi media didefinisikan

sebagai perspektif yang secara aktif kita gunakan ketika mengekspos

diri terhadap media dalam rangka menginterpretasikan arti dari pesan

yang kita terima. Untuk memiliki perspektif tersebut, seorang individu

memerlukan struktur pengetahuan yang merupakan gabungan dari alat

(tools) dan bahan mentah (raw material). Yang menjadi alat adalah

keterampilan (skill), dan bahan mentahnya adalah informasi dari media

dan dari dunia nyata.19

Literasi media sendiri didukung oleh beberapa

aspek – kognitif, emosi, dan moral. Tingkat literasi seseorang

bergantung pada tingkat perkembangan aspek-aspek tersebut.20

Sedangkan hal yang paling berpengaruh terhadap rangkaian

keterampilan (skills) dalam literasi media, pada dasarnya, adalah

seberapa aktif seorang individu mengekspos dirinya terhadap media.21

Potter kemudian membagi rangkaian keterampilan tersebut ke dalam

dua level kategori yaitu rudimentary skills dan advanced media literacy

skills.22

Rudimentary skills merupakan keterampilan yang dipengaruhi

oleh kedewasaan kognisi, emosi, dan moral. Yang termasuk ke dalam

rudimentary skill adalah ketika seorang individu tahu ingin mencari

konten apa di media, tahu di media apa konten itu berada, tahu di

bagian mana dari media di mana konten itu berada, dan memiliki

pengetahuan tentang konteks informasi yang sedang dicari.

19

W. James Potter. 2001. Media Literacy. Thousand Oaks, CA: Sage Publication. Hal. 4. 20

Ibid., hal. 20-32. 21

Ibid., hal. 40. 22

Ibid., hal. 38-52.

Page 10: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/110862/potongan/S1-2017... · siswa-siswa SMA Kolese de Britto. Iklan ini masuk sebagai 10 iklan YouTube

10

Keterampilan mengenali simbol (recognizing symbol), mengenali pola

(recognizing pattern), dan memberi makna terhadap simbol dan pola

tersebut menggunakan pengetahuan yang sudah dimiliki (match

meaning) juga merupakan bagian dari rudimentary skills.

Kategori selanjutnya adalah advanced media literacy skill. Pada

kategori ini, seorang individu memiliki kontrol lebih untuk mengartikan

pesan dari media. Dengan demikian, individu tersebut dapat memahami

media, memahami pesan media, dan memahami efek media. Kategori

ini juga memiliki dua level kategori. Yang pertama adalah message

focused skills di mana di dalamnya terdapat keterampilan untuk

menganalisis (analysis), membandingkan dan membedakan

(compare/contrast), mengevaluasi (evaluation), dan mengabstraksi

(abstraction). Sedangkan kategori yang kedua adalah message

extending skills di mana di dalamnya termasuk keterampilan untuk

mendeduksi (deduction), menginduksi (induce), dan mensintesis

(synthesis).

Keterampilan-keterampilan tersebut berlaku juga ketika seorang

individu menghadapi konten iklan. Dengan penyesuaian terhadap

karakteristik iklan, Potter kemudian menawarkan serangkaian

keterampilan yang dapat membangun struktur pengetahuan yang

berpengaruh terhadap perkembangan literasi seorang individu. Seperti

literasi media secara umum, struktur pengetahuan ini juga melibatkan

aspek kognitif, emosi, dan moral, serta ditambah aspek estetika.

Banyak yang berpikir bahwa iklan selalu didesain untuk

mempengaruhi kita membeli sebuah produk. Sesungguhnya, hanya

sedikit iklan yang memiliki intensi seperti demikian. Banyak iklan,

khususnya iklan produk baru, berfokus pada pembangungan awareness

tentang keberadaan produk tertentu. Beberapa iklan didesain untuk

menciptakan emosi di dalam diri kita dan menghubungkannya ke

produk yang diiiklankan. Beberapa iklan didesain untuk membuat kita

tidak mempercayai klaim iklan produk lain sehingga kita terhindar dari

Page 11: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/110862/potongan/S1-2017... · siswa-siswa SMA Kolese de Britto. Iklan ini masuk sebagai 10 iklan YouTube

11

pengaruhnya. Karena bagaimana pun juga, intensi umum dari iklan

adalah penguatan (reinforcement). Kebanyakan iklan memiliki target

orang-orang yang memang sudah menggunakan produk yang

diiklankan. Iklan didesain untuk mengingatkan konsumen bahwa

sebuah produk masih ada dan masih merupakan produk yang bagus.

Biasanya, orang-orang mengingat iklan untuk produk yang sudah

pernah mereka beli, sehingga kebanyakan iklan memilih untuk

menguatkan sikap dan tingkah laku (attitude and behaviour) yang

sudah ada. Oleh sebab itu, audiens perlu memiliki kesadaran tentang

kebutuhannya.23

Di bawah ini merupakan tabel struktur pengetahuan di mana

keterampilan-keterampilan untuk membangun literasi konten iklan

disertakan.

Tabel 1.1

Struktur Pengetahuan Literasi Media untuk Konten Iklan

Keterampilan (skill) Pengetahuan (knowledge)

Kognitif Kemampuan menganalisis iklan

dengan mengidentifikasi elemen-

elemen persuasi.

Pengetahuan tentang iklan

dan aspek-aspeknya dari

berbagai sumber (media

dan dunia nyata).

Mampu membandingkan dan/atau

membedakan fakta yang

disampaikan iklan dengan fakta yang

ada di dalam stuktur pengetahuan.

Kemampuan untuk mengevaluasi

kebenaran atas klaim yang muncul di

dalam iklan.

Emosi Kemampuan menganalisis perasaan-

perasaan yang muncul di dalam

iklan.

Mengingat kembali

rasanya membutuhkan

produk yang diiklankan

dari pengalaman pribadi

Kemampuan untuk menempatkan

diri sebagai orang-orang yang

muncul di dalam iklan.

Estetika Kemampuan untuk menganalisis

elemen kerajinan (craft) dan artistik

sebuah iklan.

Pengetahuan tentang

penulisan, grafis, fotografi,

dll.

23

Ibid., hal. 147-149.

Page 12: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/110862/potongan/S1-2017... · siswa-siswa SMA Kolese de Britto. Iklan ini masuk sebagai 10 iklan YouTube

12

Kemampuan untuk membandingkan

serta membedakan seni yang

digunakan untuk menciptakan satu

iklan dan seni yang digunakan untuk

menciptakan iklan yang lain.

Pengetahuan tentang iklan

yang sukses dan tidak

sukses, serta elemen apa

saja yang berkontribusi

atas kualitas tersebut.

Moral Kemampuan untuk menganalisis

elemen moral sebuah iklan.

Pengetahuan tentang

kritik-kritik terhadap iklan.

Pengetahuan tentang

bagaimana iklan dapat

memanipulasi sikap dan

tingkah laku kita.

Kemampuan untuk mengevaluasi

tanggung jawab etis dari iklan.

Pengetahuan tentang

prinsip-prinsip keadilan

yang universal dan

martabat manusia. Sumber: Potter (2001:148)

Secara kognitif, ketika seorang individu memiliki pengetahuan

tentang topik dari berbagai sumber, baik dari media maupun dunia

nyata, maka dia akan mampu mengidentifikasi elemen-elemen atau

pesan-pesan persuasif dari iklan. Dengan demikian, seorang individu

dapat membandingkannya dengan kondisi atau fakta-fakta yang terjadi

di dunia nyata untuk melihat kebenaran atas klaim yang disampaikan

iklan.

Dari aspek emosi, seorang individu yang dapat mengingat

kembali apa rasanya membutuhkan produk yang diiklankan dari

pengalaman pribadinya akan mampu menganalisis perasaan orang-

orang yang ada di dalam iklan. Dengan menganalisis perasaan-perasaan

tersebut, seorang individu dapat bermain perspektif ketika memproses

konten iklan.

Sementara, dari aspek estetika, pengetahuan tentang penulisan,

grafis, fotografi, dan aspek-aspek artistik lainnya memungkinkan

seorang individu untuk menganalisis elemen kerajinan dan artistik

sebuah iklan. Pengetahuan tersebut dibutuhkan untuk mengetahui

sukses atau tidaknya sebuah iklan dan elemen apa saja yang

berkontribusi pada hasil tersebut. Dengan demikian, seorang individu

Page 13: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/110862/potongan/S1-2017... · siswa-siswa SMA Kolese de Britto. Iklan ini masuk sebagai 10 iklan YouTube

13

dapat membandingkan dan membedakan seni yang digunakan untuk

membuat satu iklan dan yang lain.

Dan dari aspek terakhir, aspek moral, seorang individu dengan

pengetahuan tentang kritik terhadap iklan, pengetahuan bahwa iklan

dapat memanipulasi sikap dan tingkah laku, akan mampu menganalisis

elemen-elemen moral dari sebuah iklan. Selain itu, individu tersebut

juga dapat mengevaluasi tanggung jawab etis dari sebuah iklan. Proses

evaluasi tersebut didasarkan pada prinsip-prinsip keadilan yang

universal dan martabat manusia. Sehingga ketika seorang individu

dapat melewati tersebut, dapat dikatakan bahwa kode moral yang

dimiliki individu tersebut sudah berkembang dengan baik.

Berdasarkan pemaparan di atas, dapat dikatakan bahwa literasi

konten iklan menyoroti elemen-elemen persuasi dari iklan. Hal tersebut

yang membedakan literasi konten iklan dengan literasi konten berita

dan hiburan.

2. Literasi Media Baru

Jenkins et al. (2006) dalam tulisannya, Confronting the

Challenges of Participatory Culture: Media Education for the 21st

Century, memaparkan bahwa di abad ke-21 ini, kita berada pada budaya

partisipasi atau participatory culture. Aktivitas bermedia di abad ke-21

ini tidak semata-mata menerima informasi, namun juga memproduksi

dan membagikan informasi. Fenomena tersebut, secara khusus banyak

terjadi di kalangan anak muda. Participatory culture kemudian

didefinisikan sebagai budaya di mana ada batas yang ada cukup rendah

untuk ekspresi artistik dan keterlibatan masyarakat, ada dorongan yang

kuat untuk mencipta dan membagikan ciptaan tersebut ke banyak

orang, muncul situasi di mana pengetahuan dari para ahli dibagikan

kepada para pemula dalam bentuk tutorial secara informal, orang

merasa memiliki kontribusi yang penting dalam lingkungan bermedia,

dan orang-orang dapat merasakan derajat koneksi sosial satu dengan

Page 14: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/110862/potongan/S1-2017... · siswa-siswa SMA Kolese de Britto. Iklan ini masuk sebagai 10 iklan YouTube

14

yang lain. Adanya budaya partisipasi ini membuat peneliti merasa perlu

melengkapi keterampilan literasi media yang ditawarkan oleh Potter

karena keterampilan-keterampilan tersebut tidak secara spesifik

berbicara tentang media baru.

Selain Jenkins et al. (2006), Chen, Wu, dan Weng (2011) juga

membahas tentang literasi media baru dengan menawarkan sebuah

framework. Namun kemudian Lin et al. (2013) memberikan alternatif

framework berupa pengembangan framework dari Chen et al. (2011)

dan mengintegrasikan indikator-indikatornya dengan keterampilan-

keterampilan media baru yang disampaikan oleh Jenkins et al. (2006).

Alternatif framework tersebut muncul karena framework yang

ditawarkan Chen et al. (2011) memiliki dua limitasi.24

Yang pertama

adalah bahwa framework tersebut mengkarakterisasi empat tipe literasi

media baru (new media literacy atau NML) secara, relatif, mentah-

mentah. Yang kedua adalah bahwa framework tersebut tidak dapat

membedakan Web 1.0 dan Web 2.0 yang memiliki peran penting dalam

membentuk sebuah kultur media. Dalam lingkungan atau kultur Web

1.0 kita dapat menciptakan konten media seperti mengubah format

hardcopy menjadi format digital, menulis e-mail, dan mengedit foto.

Namun Web 1.0 tidak memiliki ruang partisipasi seperti yang

difasilitasi oleh Web 2.0. Web 2.0 disebut-sebut memiliki peran penting

untuk mendorong anak muda untuk (1) membuat suara mereka

didengar, (2) mewujudkan ideologi, sikap, nilai melalui bermacam-

macam identitas, (3) memahami berbagai norma sosial, dan (4)

berpartisipasi secara tanggung jawab dalam pertukaran/rekonstruksi ide

dengan kritis.

24

Tzu-Bin Lin, Jen-Yi Li, Feng Deng, dan Ling Lee. 2013. Journal of Educational Technology &

Society: Understanding New Media Literacy: An Explorative Theoretical Framework. Vol. 16. No.

4. Hal. 160-170.

Page 15: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/110862/potongan/S1-2017... · siswa-siswa SMA Kolese de Britto. Iklan ini masuk sebagai 10 iklan YouTube

15

Bagan 1.1

Framework Literasi Media Baru

Sumber: Lin et al. (2013:163)

Framework yang ditawarkan oleh Lin et al. (2013) ini terdiri dari

empat fokus area yang masing-masing memiliki indikator-indikator.

Dari area functional consuming, terdapat indikator consuming skill yang

merujuk pada sekumpulan keterampilan teknis untuk seorang individu

yang dibutuhkan ketika individu tersebut mengkonsumsi konten

media.25

Indikator ini memperkuat „akses‟ yang dimaksud Chen dan

Wu (2001) sebagai kemampuan untuk menggunakan format media

yang berbeda-beda.

Indikator yang kedua adalah understanding yang merujuk pada

kemampuan seorang individu untuk memahami konten media pada

level literal.26

Indikator ini juga dapat diilustrasikan melalui 4 dari 11

keterampilan yang disampaikan Jenkins et al. (2006). Empat

25

Ibid, hal. 164. 26

Ibid

Critical media

literacy

Functional media

literacy

Consuming media

literacy

Prosuming media

literacy

Critical

Consuming

Functional

Consuming

Critical

Prosuming

Functional

Prosuming

Evaluation

Synthesis

Analysis

Understanding

Consuming

Skill

Creation

Participation

Production

Distribution

Prosuming Skill

Production New Divide

Critically

Page 16: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/110862/potongan/S1-2017... · siswa-siswa SMA Kolese de Britto. Iklan ini masuk sebagai 10 iklan YouTube

16

keterampilan tersebut adalah play, simulation, multi-tasking, dan

transmedia navigation.

Dari area critical consuming, muncul tiga indikator. Yang

pertama adalah analysis yang merujuk pada kemampuan seorang

individu untuk mendekonstruksi pesan media.27

Indikator ini dapat

dilihat sebagai „analisis tekstual‟ semiotika (Share, 2002, hal. 144) yang

memiliki fokus pada bahasa, aliran (genre), dan kode dari berbagai

format (misal media cetak, digital, dan sebagainya). Indikator-indikator

ini secara konsisten menekankan bahwa seorang individu seharusnya

tidak menerima konten media sebagai gambaran asli dari realita, namun

menyadari konstruksi pesan media sebagai sebuah proses subjektif dan

sosial (e.g. Pungente et al., 2005).

Indikator kedua adalah synthesis yang merujuk pada kemampuan

seorang individu untuk mencampurkan konten media dengan

mengintegrasikan sudut pandang mereka dan untuk merekonstruksi

pesan media.28

Synthesis di sini bukan berarti prosuming. Indikator ini

juga mewakili keterampilan appropriation yang disampaikan oleh

Jenkins et al. (2006).

Dan indikator ketiga dari area critical consuming adalah

evaluation yang merujuk pada kemampuan seorang individu untuk

mempertanyakan, mengkritisi, dan menantang kredibilitas sebuah

konten media.29

Indikator ini mengharuskan seorang individu untuk

menginterpretasi konten media dengan mempertimbangkan isu-isu

seperti identitas, power relation, dan ideologi (e.g. Chen et al., 2011).

Isu-isu tersebut dapat dipahami juga sebagai social value, purpose of

media producers, dan power position of media producers and audience

(Chen & Wang, 2011). Evaluation juga melibatkan proses pengambilan

keputusan di mana indikator synthesis (dan analysis) tidak

27

Ibid. 28

Ibid 29

Ibid

Page 17: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/110862/potongan/S1-2017... · siswa-siswa SMA Kolese de Britto. Iklan ini masuk sebagai 10 iklan YouTube

17

membahasnya secara gamblang. Indikator ini juga mewakili

keterampilan judgment yang disampaikan oleh Jenkins et al. (2006).

Area selanjutnya adalah functional prosuming dan critical

prosuming. Area prosuming ini tidak digunakan oleh peneliti karena

penelitian ini mengambil konteks pemaknaan terhadap konten iklan.

Konteks pemaknaan yang diambil peneliti di sini adalah ketika audiens

memberi pengertian terhadap konten iklan yang diterima. Oleh sebab

itu, proses pemaknaan ada pada area consuming dan tidak sampai pada

area prosuming di mana terdapat aktivitas menciptakan, memproduksi

dan mendistribusikan informasi, dan sebagainya.

3. Generasi Z

Generasi Z merupakan generasi yang unik. Mereka mengalami

perubahan dan perkembangan konsumsi media. Penggunaan dan

pemahaman mereka terhadap media digital membuat generasi ini

disebut sebagai digital natives. Generasi Z adalah anak-anak yang lahir

dari tahun 1994-2015.30

Sehingga di tahun 2016 ini, Generasi Z

mendominasi bangku SMP, SMA, dan perkuliahan awal.

Karakteristik generasi ini, khususnya dalam bermedia, cukup

unik. Dari berbagai artikel, peneliti menemukan fakta-fakta bahwa

Generasi Z adalah generasi yang ambisius, lebih dewasa daripada

Millennials dalam mengetahui ingin menjadi apa di masa depan,

menjadikan YouTube sebagai kanal utama, merupakan digital natives,

selalu ingin mencipta, kompleks, dan sinis. Generasi ini disebut-sebut

sangat menyadari kepentingan pemasaran dari iklan karena seluruh

sendi hidupnya sudah bersentuhan dengan iklan dan promosi. Tidak

hanya iklan-iklan linear, namun juga guerrilla marketing, blogger, viral

sensation, dan social media phenomenon31

yang beberapa tahun

belakangan diboncengi oleh banyak merek.

30

Erni, Op.Cit. 31

Bearne, Op.Cit.

Page 18: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/110862/potongan/S1-2017... · siswa-siswa SMA Kolese de Britto. Iklan ini masuk sebagai 10 iklan YouTube

18

Fakta-fakta yang lain adalah bahwa, sama dengan Millennials,

Generasi Z juga secara aktif menghindari iklan, mereka lebih menyukai

storytelling dan permainan visual.32

Meskipun aktif menghindari iklan,

namun Generasi Z jauh lebih toleran daripada Millennials dalam

menyikapi iklan-iklan online secara keseluruhan.33

Karakter-karakter tersebut menjadi tantangan tersendiri bagi

para pengiklan. Generasi Z dinilai cukup bijak menghadapi paparan

berbagai iklan dan dengan cepat dapat menyadari kepalsuan-kepalsuan

yang muncul. Dan sebagai digital natives yang memiliki karakter-

karakter demikian, Generasi Z dikatakan terliterasi dalam segala hal di

media sosial.34

Sementara dari perkembangan psikologis, Jean Piaget, seorang

psikolog, mengatakan bahwa secara kognitif, individu yang usianya

berada di atas 12 tahun sudah melewati fase di mana mereka

mengembangkan pemahaman tentang plot fiksi, bagaimana motif dari

setiap karakter mempengaruhi plot, dan bagaimana perubahan karakter

merupakan hasil dari apa yang terjadi pada mereka. Selain itu,

pemahaman tentang kondisi perekonomian televisi, bahwa televisi

memiliki motif mencari keuntungan, juga sudah berkembang dengan

baik. Mulai usia 12 tahun, remaja menjadi semakin skeptis terhadap

iklan.35

Pada perkembangan dewasa, terdapat perkembangan kecerdasan

yang oleh banyak peneliti dibagi menjadi dua jenis. Yang pertama

adalah cyrstalline yang merupakan kemampuan untuk mengingat fakta-

fakta. Semakin dewasa, pengetahuan faktual seorang individu tentang

dunia, seperti kosa kata dan informasi umum, semakin baik. Sedangkan

jenis kecerdasan yang kedua adalah fluid yang merupakan kemampuan

32

Kleinschmit, Op.Cit. 33

Heine, Op.Cit. 34

Bearne, Op.Cit. 35

Potter, Op.Cit., 20-23.

Page 19: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/110862/potongan/S1-2017... · siswa-siswa SMA Kolese de Britto. Iklan ini masuk sebagai 10 iklan YouTube

19

untuk menjadi kreatif dan melihat pola (patterns) dalam rangkain fakta

yang rumit. Kecerdasan fluid meningkat pada awal masa pendewasaan

namun kemudian akan menurun. Sehingga akan ada saatnya penurunan

kemampuan menggunakan simbol yang abstrak, memanipulasi kata-

kata dan angka, menyadari analogi, dan melengkapi nomor seri.36

Dari aspek emosi, di masa setelah anak-anak atau awal masa

dewasa, seorang individu sudah mencapai pendewasaan kognitif. Pada

masa ini, pemahaman terhadap semua jenis narasi (narratives) juga

mulai terbentuk. Literasi emosial sendiri bergantung pada

perkembangan kognitif. Seorang individu yang tidak bisa membaca

atau mengikuti narasi visual akan memiliki keterbatasan reaksi emosial

terhadap elemen-elemen mikro sebuah pesan.37

Terakhir, secara moral, di masa-masa remaja pertengahan,

beberapa orang sudah mampu melampaui pengertian-pengertian

konvensional tentang sesuatu yang benar dan yang salah. Mereka

memilih untuk fokus pada prinsip-prinsip dasar. Untuk bisa melakukan

hal tersebut, diperlukan kemampuan untuk berpikir secara abstrak

sehingga dapat menyadari maksud-maksud di balik hukum-hukum

sosial.38

Menurut Ritson dan Elliot (1999), remaja dan anak muda

menonton iklan dan menggunakannya sebagai “ticket to entry” ke

dalam diskusi-diskusi yang berkaitan dengan iklan. Lebih jauh lagi,

mereka menggunakan situasi iklan, frasa, dan karakter sebagai metafora

dan bagian dari ritual dalam interaksi mereka satu dengan yang lain.39

36

Ibid., hal. 23-24. 37

Ibid., hal. 29-30. 38

Ibid., hal. 31. 39

Margaret-Anne Lawlor dan Andrea Prothero. 2008. European Joural of Marketing: Exploring

Children’s Understanding of Television Advertising – Beyond the Advertiser’s Perspective. Vol. 42

lss 11/12. Hal. 1206-1207.

Page 20: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/110862/potongan/S1-2017... · siswa-siswa SMA Kolese de Britto. Iklan ini masuk sebagai 10 iklan YouTube

20

4. Iklan YouTube “Open Up with Oreo Indonesia”

Oreo merupakan merek biskuit sandwich yang diproduksi oleh

Nabisco. Oreo pertama kali diproduksi pada tahun 1912 di Amerika

Serikat. Sementara, di Indonesia, Oreo diproduksi oleh PT. Mondelez

Indonesia Manufacturing di Bekasi, setelah sebelumnya sempat

diproduksi oleh PT. Nabisco Indonesia (sebelum tahun 2008) dan PT.

Kraft Indonesia (sebelum tahun 2013). Dan menurut data brand index

tahun 2016, Oreo menjadi leading brand untuk produk biskuit

sandwich di Indonesia.

Sesuai dengan perkembangan jaman, Oreo beberapa waktu

belakangan melakukan 3600 campaign yang mengintegrasikan beberapa

media – khususnya media digital. Kampanye-kampanye tersebut dapat

dikatakan berhasil karena kemudian muncul banyak apresiasi tidak

hanya dari audiens, namun juga media dalam bentuk awards.40

Melalui kampanye-kampanyenya yang terdahulu, Oreo telah

mencoba menarget anak hingga keluarga.41

Di tahun 2013, Oreo

meluncurkan kampanye “Wonderfilled”, atau dalam bahasa Indonesia

diterjemahkan sebagai kampanye “Oreo Penuh Keajaiban”.42

Kampanye ini dilakukan secara global dengan penyesuaian budaya

masing-masing negara. Kampanye ini ditujukan untuk semua kalangan,

terlepas dari gender dan usianya. Lewat kampanye ini, Oreo ingin

menyampaikan bahwa dengan berbagi Oreo, semua orang dapat melihat

setiap hal dengan kacamata anak-anak dan menikmati keajaiban, serta

dapat menimbulkan perasaan penuh imajinasi, ketakjuban, dan

40

Rina Anggraeni. 2016. Berikur Daftar Pemenang Bright Awards Indonesia 2016. Terarsip di: http://lifestyle.sindonews.com/read/1091488/166/berikut-daftar-pemenang-bright-awards-indonesia-2016-1457463995. Diakses 9 Mei 2016. 41

Dwi Wulandari. 2014. #AsyiknyaBersama, Kampanye Digital OREO. Terarsip di:

http://mix.co.id/brand-activation/on-ground-activation/kampanye-digital-asyiknyabersama-dari-

oreo. Diakses 22 Juli 2016. 42

Tim Nudd. 2016. Oreo and Adam Lambert Kick Off the Cookie’s Campaign About Diversity and

Tolerance. Terarsip di: http://www.adweek.com/adfreak/oreo-and-adam-lambert-kick-cookies-

campaign-about-diversity-and-tolerance-169088. Diakses 18 Oktober 2016.

Page 21: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/110862/potongan/S1-2017... · siswa-siswa SMA Kolese de Britto. Iklan ini masuk sebagai 10 iklan YouTube

21

kebahagiaan. Dan disampaikan oleh Senior Manager for Biscuits Treats

dari Mondelez Indonesia, Ita Karo Karo-Fernandez, bahwa Oreo

mengajak semua orang untuk keluar dari rutinitas sehari-hari untuk

menghadirkan keceriaan serta imajinasi seru.43

Kampanye besar “Oreo Penuh Keajaiban” tersebut memayungi

kampanye-kampanye global yang lain, salah satunya adalah kampanye

terintegrasi, “Open Up with Oreo”. Kampanye tersebut diluncurkan di

awal tahun 2016 dengan iklan internasional yang berjudul “Rolling

Wonder”. Kampanye tersebut dilakukan di lebih dari 50 negara.44

Dari

Oreo sendiri mengatakan bahwa kampanye ini berbicara pada orang-

orang untuk “open up” atau membuka diri terhadap orang baru dan

pengalaman baru – sebuah pesan tentang keberagaman dan toleransi.45

Dengan membuka diri terhadap orang yang berbeda dengan kita, maka

kita akan menemukan kesamaan-kesamaan.46

Kampanye ini ingin

menunjukkan adanya perubahan sikap seiring seseorang menjadi

dewasa. Anak kecil secara natural memiliki sifat terbuka, sedangkan

orang tua sudah nyaman dengan sesuatu yang familiar, membuat

mereka menjadi menutup diri terhadap orang lain.

Tujuan dari kampanye ini sendiri adalah menginspirasi orang di

seluruh dunia untuk lebih terbuka dengan orang-orang di sekitar dan

membangun relasi. Ide kreatif kampanye ini sendiri muncul dari

aktivitas memakan Oreo dengan membuka kepingan kukis hitamnya

dengan cara memutarnya. Aktivitas tersebut menjadi simbol untuk

merusak atau meleburkan batas-batas.47

Kampanye tersebut diluncurkan

dalam bentuk iklan televisi, digital content series, in-store point of sale,

dan di beberapa negara tertentu juga ada global prizing dan costum

43

Irianto, Op.Cit. 44

Nudd, Op.Cit. 45

Ibid. 46

Abigail Watt. 2016. Oreo encourages openness, new connections in “Open Up with Oreo”

campaign. Terarsip di: http://www.candyindustry.com/articles/87114-oreo-encourages-

openness-new-connections-in-open-up-with-oreo-campaign. Diakses 17 Oktober 2016. 47

Ibid.

Page 22: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/110862/potongan/S1-2017... · siswa-siswa SMA Kolese de Britto. Iklan ini masuk sebagai 10 iklan YouTube

22

product embossment. Oreo sendiri mengatakan bahwa penggunaan

format animasi dalam iklan-iklan untuk kampanye “Open Up with

Oreo” ini, secara estetika, merepresentasi semangat kampanye besar

“Wonderfilled” atau “Oreo Penuh Keajaiban”.

Di Indonesia sendiri muncul iklan YouTube dari kampanye ini

dengan judul “Open Up with Oreo Indonesia”. Judul yang digunakan

memang berbeda dengan versi internasionalnya, namun kontennya

sama. Bersama dengan kampanye lain yang juga merupakan bagian dari

kampanye besar “Oreo Penuh Keajaiban”, iklan-iklan YouTube di

Indonesia mendapat apresiasi yang baik dari masyarakat. Iklan “Oreo

Penuh Keajaiban” yang menampilkan tokoh vampir dan ikan hiu

menjadi iklan terpopuler di Indonesia versi Google pada tahun 2015.48

Sementara, iklan “Open Up with Oreo Indonesia” yang digunakan

dalam penelitian ini menjadi iklan YouTube terpopuler di Indonesia

versi Google untuk enam bulan pertama di tahun 2016.49

5. Studi Eksperimental

Dalam bahasa yang sederhana, bereksperimen berarti

memodifikasi satu hal pada suatu situasi dan kemudian

membandingkan luaran atau hasil yang didapat dengan hal yang sudah

ada dan tidak dimodifikasi. Penelitian eksperimental sendiri masuk ke

dalam jenis penelitian kuantitatif.

Di dalam penelitian kuantitatif secara umum, terdapat beberapa

variabel. Yang pertama adalah variabel independen yang menjadi

penyebab atau pengaruh terhadap luaran atau hasil penelitian. Variabel

ini juga disebut dengan perlakuan, manipulasi, antecedent, atau variabel

48

Lia Wanadriani Santosa. 2016. Top 10 iklan YouTube terpopuler di Indonesia versi google.

Terarsip di: http://www.antaranews.com/berita/539483/top-10-iklan-youtube-terpopuler-di-

indonesia-versi-google. Diakses 17 Oktober 2016. 49

Liberty Jemadu. 2016. 10 Video Iklan Paling Populer di YouTube di Indonesia. Terarsip di:

http://www.suara.com/pressrelease/2016/06/03/150611/10-video-iklan-paling-populer-di-

youtube-indonesia. Diakses 17 Oktober 2016.

Page 23: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/110862/potongan/S1-2017... · siswa-siswa SMA Kolese de Britto. Iklan ini masuk sebagai 10 iklan YouTube

23

predictor. Variabel berikutnya adalah variabel dependen yang memang

tergantung pada variabel independen. Variabel ini merupakan luaran

atau hasil dari variabel independen yang sudah dipengaruhi. Istilah lain

untuk variabel dependen adalah criterion, outcome, dan variabel efek.

Dikenal pula intervening variable atau mediating variable yang

ada di antara variabel independen dan dependen. Variabel ini

memediasi efek dari variabel independen terhadap variabel dependen.

Sementara, dalam penelitian eksperimen, terdapat moderating variable

yang merupakan variabel baru yang diciptakan peneliti dengan

mengambi satu variabel dan mengembangkannya dengan variabel lain

untuk menentukan dampak gabungan keduanya. Dan dua variabel

terakhir adalah variabel kontrol dan confounding variable. Variabel

kontrol merupakan tipe khusus variabel independen yang diukur

peneliti karena variabel ini berpotensi mempengaruhi variabel

dependen. Sedangkan confounding variable, atau spurious variable,

tidak benar-benar diukur atau diobservasi di dalam penelitian. Variabel

ini muncul namun pengaruhnya tidak dapat dideteksi secara langsung.50

Terdapat tiga langkah kritis dalam eksperimen yaitu; (1)

memulai dengan hipotesis kausal, (2) memodifikasi satu aspek spesifik

dari situasi yang dekat hubungannya dengan penyebab (dalam proses

kausal), dan (3) membandingkan dengan luaran atau hasilnya.

Eksperimen dapat dengan kuat menguji dan berfokus pada

bukti-bukti tentang hubungan kausal. Dibandingkan dengan teknik

penelitian yang lain, eksperimen memiliki baik keuntungan maupun

batasan. Kedua hal tersebut membantu peneliti untuk melihat

kesesuaian penelitiannya.51

Dari tiga desain eksperimen yang umum digunakan, desain

quasi-experimental merupakan desain penelitian yang dapat digunakan

pada situasi khusus atau ketika seorang eksperimenter memiliki kontrol

50

John W. Creswell. 2009. Research Design. Thousand Oaks, CA: Sage Publication. Hal. 50-51. 51

W. Lawrence Neuman. 2011. Social Research Methods. Boston, MA: Pearson. Hal. 276-277

Page 24: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/110862/potongan/S1-2017... · siswa-siswa SMA Kolese de Britto. Iklan ini masuk sebagai 10 iklan YouTube

24

yang terbatas terhadap variabel independen. Hal tersebut dijelaskan

oleh Neuman dalam bukunya, Social Research Methods.52

Desain yang

merupakan variasi dari desain eksperimen klasik juga tidak

menggunakan random assignment dalam proses pemilihan pesertanya.53

Terdapat tiga jenis desain yang termasuk ke dalam quasi-

experimental design.54

Untuk penelitian ini, peneliti melihat bahwa

nonequivalent (pre-test and post-test) control-group design merupakan

desain yang bisa diaplikasikan. Desain ini, seperti pendekatan populer

quasi-experiment, menggunakan kelompok eksperimental A dan

kelompok kontrol B yang dipilih dengan tidak menggunakan random

assignment. Kedua kelompok tersebut melalui pre-test dan post-test,

namun hanya kelompok eksperimen yang menerima perlakuan.

Ketiadaan random sampling dalam desain ini membantu peneliti

untuk menganalisis objek penelitian yang spesifik. Sedangkan pre-test

dan post-test yang diberikan kepada dua kelompok penelitian akan

menjadi bahan bagi peneliti untuk membandingkan hasil dari kelompok

yang menerima perlakuan dengan kelompok yang tidak menerima

perlakuan. Peneliti juga dapat membandingkan hasil kelompok

eksperimen dari sebelum menerima perlakuan dengan setelah menerima

perlakuan. Dengan demikian, analisis yang muncul akan fokus namun

tetap kaya.

Untuk memperjelas penelitian ini, peneliti mencoba

menerjemahkan kerangka pemikiran ini ke dalam bagan berikut.

52

Ibid, hal. 286-287 53

Creswell, Op.Cit., hal. 155. 54

Ibid, hal. 160-161

Page 25: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/110862/potongan/S1-2017... · siswa-siswa SMA Kolese de Britto. Iklan ini masuk sebagai 10 iklan YouTube

25

Bagan 1.2

Kerangka Teori

F. Kerangka Konsep

Dari pemaparan tentang literasi konten iklan di atas, peneliti

berpijak pada teori literasi media dari Potter. Literasi media didefinisikan

Potter sebagai perspektif yang secara aktif kita gunakan ketika

mengekspos diri terhadap media dalam rangka menginterpretasikan arti

dari pesan yang kita terima. Di dalam pembahasan literasi media secara

umum, terdapat literasi untuk konten iklan yang menempatkan definisi

literasi media ke dalam konteks konten iklan. Sehingga dapat dikatakan

bahwa literasi konten iklan adalah perspektif yang aktif digunakan saat

mengekspos diri terhadap iklan dalam rangka menginterpretasikan arti dari

pesan iklan yang diterima.

Penelitian ini sendiri ingin mengeksplorasi literasi konten iklan

tersebut melalui proses pemaknaan terhadap sebuah iklan oleh Generasi Z.

Literasi tentang konten iklan yang dipaparkan oleh Potter melibatkan

empat aspek, yaitu kognitif, emosi, estetika, dan moral. Aspek-aspek

tersebut berperan penting dalam pengembangan struktur pengetahuan yang

mempengaruhi pembangunan literasi seorang individu. Potter mengatakan

bahwa, “Untuk meningkatkan literasi kita tentang iklan, kita perlu

Generasi Z

Karakteristik

Pemaknaan Iklan “Open

Up with Oreo

Indonesia”

Literasi

Konten Iklan

Keterampilan

Page 26: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/110862/potongan/S1-2017... · siswa-siswa SMA Kolese de Britto. Iklan ini masuk sebagai 10 iklan YouTube

26

mengembangkan struktur pengetahuan tentang iklan dan tentang

kebutuhan kita masing-masing” (Potter, 2001: 147).

Di dalam masing-masing aspek tersebut, terdapat keterampilan-

keterampilan yang akan menjadi indikator bagi peneliti untuk melihat

literasi konten iklan subjek penelitian. Dan karena Potter tidak secara

spesifik membangun teorinya berdasarkan media baru, sementara

penelitian ini menggunakan iklan yang muncul di media baru, maka

peneliti melibatkan beberapa keterampilan dari literasi media baru yang

disampaikan oleh Lin et al. (2013). Keterampilan dari Lin et al. (2013)

tersebut dibangun melalui pemikiran Chen et al. (2011) serta Jenkins et al.

(2006). Keterampilan dari literasi media baru tersebut kemudian juga

ditempatkan oleh peneliti pada konteks konten iklan sehingga dapat

terintegrasi dengan keterampilan-keterampilan yang disampaikan oleh

Potter. Dan karena penelitian ini berfokus pada pemaknaan iklan, maka

keterampilan bermedia baru dari Lin et al. (2013) yang diambil peneliti

hanya keterampilan yang berada pada area functional consuming dan

critical consuming. Pemaknaan yang ingin dilihat peneliti tidak sampai

pada aktivitas memproduksi dan distribusi yang keterampilannya berada

pada area functional prosuming dan critical prosuming.

Secara spesifik, penelitian ini mengambil audiens Generasi Z

sebagai subjek penelitian. Generasi Z adalah anak-anak muda yang lahir di

antara tahun 1994-2015.55

Tetapi yang akan menjadi subjek penelitian ini

adalah anak-anak kelahiran tahun 1999-2000 yang di tahun 2016 ini

berusia 16-17 tahun. Pemilihan usia ini berdasarkan pada perkembangan

kognisi, emosi, dan moral anak-anak usia 16-17 yang sudah cukup baik

sehingga dapat memberikan jawaban yang dapat dipertanggungjawabkan

selama penelitian ini berlangsung. Perkembangan tersebut juga diharapkan

peneliti dapat memunculkan pemikiran-pemikiran dan sikap-sikap yang

55

Ernie, Op.Cit.

Page 27: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/110862/potongan/S1-2017... · siswa-siswa SMA Kolese de Britto. Iklan ini masuk sebagai 10 iklan YouTube

27

kritis terhadap iklan yang nantinya akan diberikan ketika pelaksanaan

eksperimen.

Seperti yang sudah disampaikan di latar belakang, sebagai subjek

penelitian, peneliti memilih siswa-siswa dari SMA Kolese de Britto.

Pemilihan ini berdasarkan pada prestasi akademik dan sistem pendidikan

SMA tersebut yang membentuk karakteristik siswa-siswanya. Siswa yang

akan diambil sebagai peserta eksperimen adalah siswa kelas 11 yang

berusia 16 dan 17 tahun. Selain usia dan jenjang pendidikan, media habit

para siswa menjadi salah satu kriteria subjek penelitian yang penting.

Siswa yang aktif menggunakan YouTube, Facebook, dan Instagram adalah

yang akan menjadi peserta eksperimen. Dengan demikian, penjurusan IPA,

IPS, dan Bahasa yang ada di SMA Kolese de Britto tidak berpengaruh

dalam penentuan jumlah peserta eksperimen. Meskipun status SMA

Kolese de Britto adalah sekolah khusus putra, isu gender tidak dilibatkan

dalam penelitian ini. Peneliti akan lebih berfokus kepada media habit dan

karakteristik objek penelitian sebagai Generasi Z.

Sementara itu, iklan yang digunakan untuk mengeksplorasi literasi

iklan anak-anak dalam penelitian ini adalah iklan Oreo – salah satu top

brand di Indonesia untuk kategori biskuit sandwich. Iklan yang dimaksud

adalah iklan YouTube Oreo berjudul “Open Up with Oreo Indonesia”.

Iklan tersebut pernah muncul di televisi dan sudah diunggah di kanal akun

YouTube Oreo Asia. Sampai sekarang, iklan tersebut masih dapat diakses

di YouTube. Hanya terdapat satu versi untuk iklan berjudul “Open Up

with Oreo Indonesia” dengan durasi 30 detik.

Seperti sudah dijelaskan sebelumnya, iklan ini merupakan iklan

internasional dari kampanye “Open Up with Oreo” yang judulnya dapat

berbeda-beda, tergantung di negara mana iklan tersebut diluncurkan. Di

Indonesia sendiri, iklan tersebut berjudul “Open Up with Oreo Indonesia”,

sementara judul iklan versi internasionalnya adalah “Rolling Wonder”.

Bahasa yang digunakan untuk jingle dan tagline ini juga sudah disesuaikan

dengan budaya Indonesia. Jingle-nya sendiri dibawakan dengan bahasa

Page 28: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/110862/potongan/S1-2017... · siswa-siswa SMA Kolese de Britto. Iklan ini masuk sebagai 10 iklan YouTube

28

Indonesia, dan tagline “wonderfilled” yang muncul di akhir iklan versi

internasional sudah diganti menjadi “penuh keajaiban”. Meski demikian,

pesan yang dibawa tetap sama dan akan dimaknai oleh siswa-siswa SMA

Kolese de Britto.

Dalam penelitian ini, peneliti YouTube sebagai media di mana

iklan ini dapat diakses. Pertimbangan tersebut muncul dari fakta bahwa

YouTube merupakan kanal utama Generasi Z56

, dan, bersama dengan

Facebook serta Instagram, merupakan nomor satu dari tiga media sosial

yang paling sering diakses oleh Generasi Z.57

Selain itu, iklan yang

muncul di YouTube memiliki views paling banyak di antara media lain di

mana iklan ini diunggah.

Untuk mengukur pemaknaan Generasi Z terhadap YouTube “Open

Up with Oreo Indonesia”, peneliti akan memberikan pre-test dan post-test

kepada kedua kelompok penelitian. Pertanyaan-pertanyaan pre-test dan

post-test yang akan diberikan kepada subjek penelitian didasarkan pada

indikator-indikator literasi konten iklan. Indikator-indikator tersebut

merupakan breakdown points dari keterampilan-keterampilan literasi

konten iklan yang sudah disusun sebelumnya.

G. Perangkat Penelitian

Seperti sudah disebutkan sebelumnya, penelitian ini menggunakan

teori literasi media yang dipaparkan oleh Potter (2001) dan digabungkan

dengan sebagian teori literasi media baru dari framework yang dipaparkan

oleh Lin et. al. (2013). Perlu diketahui bahwa framework dari Lin et al.

(2013) merupakan hasil elaborasi dari framework literasi media baru yang

ditawarkan oleh Chen et. al. (2011). Indikator-indikator literasi media baru

yang muncul dalam framework literasi media baru milik Lin et al. (2013)

juga turut mewakili indikator-indikator yang dipaparkan oleh Jenkins et al.

(2006). Gabungan teori tersebut memunculkan perangkat penelitian khusus

56

Bearne, Op.Cit. 57

Kleinschmit, Op.Cit.

Page 29: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/110862/potongan/S1-2017... · siswa-siswa SMA Kolese de Britto. Iklan ini masuk sebagai 10 iklan YouTube

29

yang digunakan untuk penelitian ini. Perangkat penelitian tersebut

digambarkan peneliti melalui bagan di bawah ini.

Bagan 1.3

Perangkat Penelitian

Untuk menentukan parameter penelitian yang akan diterjemahkan

ke dalam butir-butir pertanyaan kuesioner, peneliti berangkat dari

komponen keterampilan literasi media yang dipaparkan oleh Potter (2001).

Disebutkan bahwa terdapat dua jenis keterampilan yaitu rudimentary

media literacy skills dan advanced media literacy skills. Untuk penelitian

ini, peneliti hanya mengambil jenis keterampilan advanced media literacy

skill. Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, Generasi Z dianggap

Page 30: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/110862/potongan/S1-2017... · siswa-siswa SMA Kolese de Britto. Iklan ini masuk sebagai 10 iklan YouTube

30

sudah melampaui rudimentary media literacy skill atau keterampilan

dasar.

Advanced media literacy skills kemudian dibagi dua menjadi

message focused skills dan message extending skills. Kedua jenis

keterampilan tersebut tersusun oleh dimensi-dimensi yang berbeda. Untuk

message focused skills, peneliti berfokus pada dimensi analisis,

membedakan/mengontraskan, dan evaluasi. Dimensi abstraksi tidak

digunakan dan peneliti akan langsung menggunakan dimensi sintesis yang

diharapkan sudah sekaligus mewakili dimensi abstraksi.

Sedangkan untuk message extending skills, peneliti berfokus pada

dimensi deduksi dan sintesis. Dimensi induksi tidak digunakan karena

penelitian ini berfokus pada pemaknaan iklan, khususnya pesan iklan yang

ditampilkan melalui video iklan tersebut. Sementara itu, untuk melakukan

induksi, diperlukan analisis dan evaluasi lebih lanjut tentang sumber-

sumber informasi yang melampaui video iklan itu sendiri.

Untuk memperkuat teori dan mengakomodasi iklan YouTube yang

merupakan media baru, peneliti menambahkan dimensi-dimensi yang

muncul dalam framework literasi media baru dari Lin et al. (2013).

Dimensi-dimensi tersebut disebut Lin dan kawan-kawan sebagai indikator.

Lin et al. (2013) membagi indikator-indikator tersebut ke dalam

empat area; functional consuming, critical consuming, functional

prosuming, dan critical prosuming. Yang dikombinasikan dengan

keterampilan literasi media dari Potter adalah indikator dari area critical

consuming. Terdapat tiga indikator dalam area tersebut; analisis, evaluasi,

dan sintesis. Indikator analisis beserta detail poinnya dikombinasikan

dengan dimensi analisis dari keterampilan literasi media oleh Potter

(2001). Indikator sintesis dikombinasikan dengan dimensi sintesis dari

keterampilan literasi media oleh Potter (2001). Sedangkan indikator

evaluasi dikombinasikan dengan dimensi deduksi dan evaluasi dari

keterampilan literasi media oleh Potter (2001).

Page 31: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/110862/potongan/S1-2017... · siswa-siswa SMA Kolese de Britto. Iklan ini masuk sebagai 10 iklan YouTube

31

Dimensi-dimensi keterampilan literasi media yang dikombinasikan

dengan indikator literasi media baru dan yang tidak dikombinasikan

kemudian diaplikasikan ke dalam struktur pengetahuan literasi media

untuk konten iklan dari Potter (2001). Dalam struktur pengetahuan tersebut

terdapat aspek kognitif, emosi, estetika, dan moral.

Untuk melengkapi detail parameter, peneliti juga menambahkan

sekilas teori tentang apa itu iklan dari kacamata pemasaran oleh Leiss et al.

(2005) dan kritik tentang iklan yang muncul pada sub-bab literasi media

untuk konten iklan dari Potter (2001).

Dari struktur pengetahuan yang sudah diolah dengan dimensi-

dimensi literasi, teori tentang iklan, dan kritik tentang iklan, peneliti

menyusun parameter sebagai guide. Guide tersebut yang kemudian

diterjemahkan ke dalam butir-butir pernyataan kuesioner pre-test dan post-

test. Guide tersebut juga digunakan peneliti untuk menilai dan mengukur

jawaban dari pertanyaan kuesioner pre-test dan post-test.

H. Operasionalisasi Konsep

Berdasarkan konsep-konsep di atas, terdapat beberapa variabel.

Variabel-variabel tersebut adalah literasi konten iklan, pemaknaan iklan

“Open Up with Oreo”, penggunaan literasi konten iklan oleh Generasi Z,

dan karakteristik Generasi Z.

1. Literasi Konten Iklan

Literasi konten iklan yang dimaksud di sini adalah

rangkaian keterampilan yang dipaparkan oleh Potter dengan

penambahan beberapa keterampilan yang dipaparkan oleh Lin et

al. (2013). Penambahan ini didasarkan pada alasan bahwa

keterampilan yang ditawarkan Potter dibuat berdasarkan media

konvesional. Sementara dalam penelitian ini, peneliti

mengambil iklan dari media baru. Lin et al. (2013) dalam

Page 32: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/110862/potongan/S1-2017... · siswa-siswa SMA Kolese de Britto. Iklan ini masuk sebagai 10 iklan YouTube

32

tulisannya, Understanding New Media Literacy: An Explorative

Theoretical Framework, menawarkan keterampilan-

keterampilan literasi media baru dalam sebuah framework.

Framework tersebut terintegrasi dengan pendapat-pendapat dari

Chen dan Wu (2011), juga Jenkins et al. (2006), tentang

keterampilan-keterampilan dalam literasi media baru. Namun

keterampilan dari literasi media baru ini tidak semua digunakan.

Peneliti mengambil keterampilan-keterampilan yang mengacu

pada proses pemaknaan iklan saja sehingga yang diambil adalah

keterampilan dari area consuming yang meliputi functional

consuming dan critical consuming.

Peneliti berasumsi bahwa Generasi Z sudah melalui

tahap rudimentary skill atau keterampilan dasar dalam literasi

media. Oleh sebab itu, peneliti lebih berfokus pada advanced

media literacy skill atau keterampilan lanjutan untuk literasi

media.

Dimensi-dimensi yang diambil oleh peneliti adalah

analisis, membandingkan/mengontraskan, evaluasi, apresiasi,

deduksi, dan sintesis. Dimensi analisis,

membandingkan/mengontraskan, dan evaluasi merupakan

bagian dari message focus skills, sementara dimensi deduksi dan

sintesis merupakan bagian dari message extending skills.

Sedangkan dimensi apresiasi digunakan untuk melihat

bagaimana responden menanggapi elemen-elemen pendukung

iklan seperti emosi, estetika, dan moral (dalam bentuk norma).

Pada dimensi analisis, evaluasi dan sintesis, peneliti

melibatkan keterampilan-keterampilan dari literasi media baru.

Pada dimensi analisis, peneliti melibatkan analisis tekstual yang

meliputi analisis bahasa, genre, dan format media. Pada dimensi

evaluasi, peneliti melibatkan social value, purpose of media

producers, dan power position of media producers and

Page 33: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/110862/potongan/S1-2017... · siswa-siswa SMA Kolese de Britto. Iklan ini masuk sebagai 10 iklan YouTube

33

audience. Sementara pada dimensi sintesis, peneliti melibatkan

keterampilan responden untuk mengintegrasikan sudut pandang

mereka untuk merekonstruksi pesan iklan.

Dari penjabaran di atas, maka indikator yang digunakan

untuk melihat literasi konten iklan dalam penelitian ini adalah

sebagai berikut:

Dimensi Analisis

Analisis sifat persuasif iklan

1. Menjelaskan iklan.

Kemampuan analisis sifat persuasif iklan dapat

dilihat dari cara responden menjelaskan iklan.

Terdapat tiga poin penting yang menjadi indikator

untuk menjelaskan iklan.58

Yang pertama adalah

fungsi iklan sebagai media atau alat promosi sebuah

produk/merek, yang kedua adalah sifat iklan yang

persuasif atau berusaha membujuk, dan yang ketiga

adalah efek iklan yang mengubah sikap dan perilaku

konsumen atau membuat konsumen menginginkan

sebuah barang/jasa lalu membeli/mengkonsumsinya.

2. Menyebutkan pesan-pesan iklan “Open Up with Oreo

Indonesia”.

Pesan-pesan yang mungkin muncul dari iklan

tersebut adalah:

a. Dunia penuh keajaiban

b. Dunia penuh imajinasi

c. Dunia penuh kebahagiaan

d. Keterbukaan

58

William Leiss, Stephen Kline, Sut Jhally, dan Jacqueline Botterill. 2005. Social Communication in

Advertising. New York, NY: Taylor & Francis. Hal. 23-26.

Page 34: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/110862/potongan/S1-2017... · siswa-siswa SMA Kolese de Britto. Iklan ini masuk sebagai 10 iklan YouTube

34

e. Keberagaman

3. Mengindentifikasi pesan tersebut disampaikan secara

implisit atau eksplisit.

4. Memberi alasan mengapa responden melihat bahwa

pesan tersebut disampaikan secara implisit atau

eksplisit.

Proses penyampaian iklan beberapa poin yang

menjadi indikator bagi responden untuk menjelaskan

mengapa pesan iklan Oreo disampaikan secara

implisit atau eksplisit. Poin-poin tersebut adalah59

:

a. Penggunaan bahasa dan/atau susunan

kalimat.

b. Genre

c. Format media

5. Mempercayai pesan iklan atau tidak.

Berikut ini adalah indikator yang harus

dipenuhi responden ketika memberi alasan mengapa

mereka mempercayai pesan iklan atau tidak:

a. Membahas sifat iklan.

b. Membahas fungsi iklan.

c. Membahas efek iklan.

6. Mengetahui maksud iklan “Open Up with Oreo

Indonesia”.

Maksud iklan “Open Up with Oreo Indonesia”

ini selain untuk menyampaikan pesan, juga

memperkenalkan value atau nilai merek Oreo tentang

keterbukaan dan berbagi kebahagiaan.60

Di saat yang

sama, Oreo juga berusaha mempersuasi atau

59

Jeff Share. 2002. Media Literacy Is Elementary: Teaching Youth to Critically Read and Create

Media. New York, NY: Peter Lang. Hal. 144. 60

Nudd, Op.Cit.

Page 35: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/110862/potongan/S1-2017... · siswa-siswa SMA Kolese de Britto. Iklan ini masuk sebagai 10 iklan YouTube

35

membujuk konsumen untuk mengubah sikap dan

perilaku konsumen.

7. Mengetahui tanggung jawab etis iklan “Open Up with

Oreo Indonesia”.

Tanggung jawab etis yang dimaksud di sini

merujuk pada tanggung jawab sosial iklan.61

Iklan

selain membentuk budaya juga mengubah sikap dan

perilaku konsumen, serta mengubah pola konsumsi

konsumen.

Dimensi Membedakan/Mengontraskan

Membedakan/mengontraskan usaha persuasi iklan

1. Menyebutkan perbedaan pesan iklan “Open Up with

Oreo Indonesia” dengan pesan iklan lain.

Perbedaan pesan iklan “Open Up with Oreo

Indonesia” dapat dilihat melalui isi pesannya atau cara

penyampaian pesan tersebut. Dalam proses

penyampaian pesan sendiri terdapat beberapa poin

pendukung seperti:

a. Artistik (seni)62

b. Emosi63

c. Moral64

d. Format media (yang digunakan)65

2. Menyebutkan perbedaan maksud iklan “Open Up with

Oreo Indonesia” dengan maksud iklan lain.

61

Potter, Op.Cit., hal. 140-142. 62

Ibid, hal. 145-146. 63

Ibid. 64

Ibid. 65

Share, Op.Cit.

Page 36: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/110862/potongan/S1-2017... · siswa-siswa SMA Kolese de Britto. Iklan ini masuk sebagai 10 iklan YouTube

36

Untuk membedakan maksud iklan “Open Up

with Oreo Indonesia”, responden perlu menyebutkan

maksud iklan Oreo dan maksud iklan lain. Selain itu,

responden juga diharapkan untuk dapat menjelaskan

mengapa maksud iklan Oreo tersebut berbeda dengan

maksud iklan lain.

Dimensi Evaluasi

Mengevaluasi pesan iklan

1. Mengetahui apakah pesan iklan “Open Up with Oreo

Indonesia” tepat atau tidak tepat.

Ketepatan pesan iklan ini dilihat dari kacamata

budaya dalam artian, responden diminta untuk menilai

tepat atau tidaknya pesan tersebut dalam konteks

budaya. Responden juga diharapkan dapat memberi

alasan mengapa pesan tersebut mereka nilai tepat atau

tidak tepat dalam konteks budaya.

2. Mengetahui apakah pesan iklan “Open Up with Oreo

Indonesia” masuk akal atau tidak masuk akal.

Untuk mengevaluasi masuk akal atau tidak

masuk akalnya pesan iklan “Open Up with Oreo

Indonesia”, responden perlu juga menganalisis poin-

poin berikut66

:

a. Bahwa terdapat kepentingan bisnis atau

pemasaran di balik iklan.

b. Bahwa terdapat usaha mengubah sikap dan

perilaku dari iklan.

66

Der-Thanq “Victor” Chen dan Yu-mei Wang. 2011. Journal of Systemics, Cybernetics and

Informatics: Unpacking New Media Literacy. Vol. 9. No. 2. Hal. 86.

Page 37: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/110862/potongan/S1-2017... · siswa-siswa SMA Kolese de Britto. Iklan ini masuk sebagai 10 iklan YouTube

37

Dimensi Apresiasi

Apresiasi emosi

1. Menyebutkan perasaan yang muncul karena emosi

yang dipengaruhi iklan “Open Up with Oreo

Indonesia”.

Di bawah ini merupakan emosi-emosi yang

mungkin muncul ketika responden menonton iklan

“Open Up with Oreo Indonesia”:

a. Sedih

b. Senang/gembira/bahagia

c. Sebal/kesal

d. Curiga

e. Bingung

f. Gemas

g. Geli

h. Marah

Apresiasi artistik

1. Menyebutkan unsur-unsur keindahan (estetika) dan

seni (artistik).

Berikut ini merupakan unsur-unsur keindahan

(estetika) dan seni (artistik) yang muncul dari iklan

“Open Up with Oreo Indonesia”:

a. Ide iklan

b. Kata-kata

c. Kalimat

d. Bahasa yang digunakan

e. Tagline

f. Animasi

g. Grafis

h. Latar waktu dan tempat

Page 38: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/110862/potongan/S1-2017... · siswa-siswa SMA Kolese de Britto. Iklan ini masuk sebagai 10 iklan YouTube

38

i. Musik/jingle

Apresiasi moral (dalam bentuk norma)

1. Memberi penilaian dari sisi norma apakah sesuai atau

tidak.

Dalam proses mengevaluasi iklan dari sisi

norma, responden diharapkan untuk dapat

menceritakan kembali cerita iklan kemudian

menganalisis norma yang muncul.

Dimensi Deduksi

1. Memberi kesimpulan dari tayangan iklan “Open Up

with Oreo Indonesia” untuk melihat pola persuasif

iklan tersebut.

Untuk melihat pola persuasif dari iklan,

responden perlu menyadari poin-poin berikut yang

diharapkan masuk kedalam kesimpulan yang dibuat:

a. Usaha persuasi Oreo lewat iklan.

b. Elemen-elemen yang membangun iklan

(artistik, emosi, dan moral).

c. Format media yang digunakan untuk

beriklan.

Dimensi Sintesis

1. Merekonstruksi pesan tayangan iklan “Open Up with

Oreo Indonesia” dengan menyampaikan kembali

pesan iklan tersebut dengan sudut pandang sendiri.

Proses rekonstruksi melalui penyampaian

kembali pesan iklan tersebut diharapkan mencakup

penyampaian kembali poin-poin berikut:

a. Sifat iklan

Page 39: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/110862/potongan/S1-2017... · siswa-siswa SMA Kolese de Britto. Iklan ini masuk sebagai 10 iklan YouTube

39

b. Fungsi iklan

c. Efek iklan

Indikator-indikator tersebut diterjemahkan peneliti dalam

bentuk kuesioner terbuka. Karena kuesioner tersebut adalah

kuesioner terbuka, maka peneliti menyiapkan guide yang berisi

parameter atas jawaban-jawaban responden.

Setiap indikator memiliki bobot penilaian yang berbeda-

beda. Pertanyaan kuesioner, kunci jawaban atau guide, beserta

bobot penilaian dilampirkan peneliti.

2. Karakteristik Generasi Z

Karakteristik Generasi Z yang utama yang dimaksud di

sini adalah digital natives dan secara aktif menghindari iklan

namun memiliki toleransi terhadap iklan online. Dari sisi

perkembangan kognitif, emosi, dan moral, Generasi Z yang

berada pada masa remaja pertengahan (adolescent) ini menjadi

semakin skeptis terhadap iklan, mulai memiliki pemahaman

terhadap semua jenis narasi (narratives), serta menyadari

maksud-maksud di balik hukum-hukum sosial. Karakter sebagai

Generasi Z dan karakter sebagai individu di masa remaja

pertengahan (adolescent) ini ditambah dengan karakter siswa

SMA Kolese de Britto yang bebas berekspresi.

3. Pemaknaan Iklan YouTube “Open Up with Oreo Indonesia”

Pesan kampanye “Open Up with Oreo” adalah tentang

keberagaman dan toleransi dengan menjadi terbuka terhadap

orang lain atau orang baru, juga pengalaman baru. Secara

umum, peneliti ingin melihat pemaknaan Generasi Z terhadap

pesan besar kampanye tersebut. Namun untuk melihat literasi

dengan lebih jelas, pemaknaan akan diberikan terhadap detil-

Page 40: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/110862/potongan/S1-2017... · siswa-siswa SMA Kolese de Britto. Iklan ini masuk sebagai 10 iklan YouTube

40

detil yang membangun pesan besar kampanye “Open Up with

Oreo”. Sehingga pemaknaan dalam penelitian ini akan diberikan

terhadap hal-hal berikut:

1. Penyampaian pesan persuasif melalui elemen-

elemen tekstual.

2. Penyampaian pesan persuasif melalui elemen-

elemen artistik yang muncul dalam iklan.

3. Penyampaian pesan persuasif melalui emosi yang

dimunculkan dalam iklan.

4. Tokoh-tokoh yang muncul dalam iklan.

5. Elemen craft di dalam iklan.

6. Elemen moral.

7. Tanggung jawab etis dari iklan.

8. Klaim yang disampaikan iklan.

9. Kebenaran pesan yang disampaikan iklan.

Selain pemaknaan terhadap hal-hal di atas, pemaknaan

juga dilakukan dengan menginterpretasi konten iklan dan

merekonstruksi pesan iklan.

I. Metodologi

1. Pendekatan dan Sifat Penelitian

Penelitian ini memiliki pendekatan kuantitatif di mana metode

yang nantinya akan digunakan oleh peneliti menekankan pada

pengukuran objektif dan analisis data yang statistis. Sedangkan sifat

penelitian ini adalah eksperimental karena lewat penelitian ini, peneliti

ingin melihat hubungan kausal antara literasi konten iklan yang dimiliki

oleh Generasi Z sebagai variabel independen dan pemaknaan iklan

“Open Up with Oreo Indonesia” sebagai variabel dependen.

Page 41: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/110862/potongan/S1-2017... · siswa-siswa SMA Kolese de Britto. Iklan ini masuk sebagai 10 iklan YouTube

41

2. Metode Penelitian

Peneliti menggunakan metode eksperimental. Secara khusus,

desain eksperimental yang akan dilaksanakan adalah quasi-

experimental. Desain penelitian ini melibatkan dua kelompok yaitu

kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Peserta di kedua

kelompok tersebut dipilih tanpa menggunakan random assignment.

Kedua kelompok akan menjalani pre-test dan post-test, namun hanya

kelompok eksperimen yang akan menerima perlakuan dari peneliti.67

Terdapat empat variabel dalam penelitian ini, variabel

independen, variabel dependen, variabel intervening, dan variabel

moderating. Seperti yang sudah disebutkan sebelumnya, variabel

independen penelitian ini adalah literasi konten iklan yang dimiliki oleh

Generasi Z, dan variabel dependennya adalah pemaknaan iklan

YouTube “Open Up with Oreo Indonesia” oleh Generasi Z. Sedangkan

variabel intervening-nya adalah penggunaan literasi konten iklan oleh

Generasi Z dalam proses memaknai iklan YouTube “Open Up with

Oreo Indonesia”, serta variabel moderating-nya adalah karakteristik

Generasi Z terhadap penggunaan literasi konten iklan.

Peneliti secara khusus berusaha melihat seperti apa literasi

konten iklan Generasi Z karena Generasi Z disebut-sebut merupakan

generasi yang skeptis dan cenderung menghindari iklan.68

Padahal,

untuk mengaplikasikan literasi, seorang individu perlu mengekspos

dirinya terhadap konten iklan secara aktif.69

Eksplorasi yang dilakukan

peneliti terhadap literasi konten iklan Generasi Z tersebut dilakukan

lewat proses pemaknaan Generasi Z terhadap iklan YouTube “Open Up

with Oreo Indonesia”. Melalui metode eksperimental, peneliti dapat

dengan bebas mengatur setting subjek penelitian sesuai dengan tujuan

penelitian. Dengan metode ini, peneliti dapat menciptakan kondisi di

67

Creswell, Op.Cit., hal. 160-161. 68

Kleinschmit, Op.Cit. 69

Potter, Op. Cit., hal. 40.

Page 42: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/110862/potongan/S1-2017... · siswa-siswa SMA Kolese de Britto. Iklan ini masuk sebagai 10 iklan YouTube

42

mana subjek tidak punya pilihan selain mengekspos dirinya terhadap

konten iklan dengan mempertontonkan iklan yang diuji secara

langsung. Di saat yang bersamaan, peneliti juga memiliki hasil dari

subjek, yang secara alami, tidak terekspos oleh konten iklan yang diuji

karena tidak dipertontonkan iklan tersebut. Dengan demikian, peneliti

dapat memberikan perbandingan hasil antara dua kondisi yang akan

mempekuat atau justru menjatuhkan teori yang ada.

3. Teknik Pengumpulan Data

Untuk mengumpulkan data, peneliti menggunakan teknik

nonequivalent (pre-test and post-test) control-group design. Seperti

yang sudah dipaparkan sebelumnya, peserta eksperimen ini tidak

melalui proses random sampling atau random assignment. Dalam

penelitian ini, yang digunakan oleh peneliti anak kelompok siswa di

dalam kelas.

Kelompok eksperimen dan kelompok kontrol dalam penelitian

ini sama-sama merupakan siswa-siswa kelas 11 SMA Kolese de Britto

Yogyakarta yang berusia 16 dan 17 tahun. Seluruh siswa tersebut akan

disaring oleh peneliti berdasarkan kebiasaan bermedia dan

karakteristiknya, yang memenuhi karakteristik Generasi Z,

menggunakan kuesioner. Peneliti hanya akan mengambil siswa yang

secara aktif dan rutin menggunakan media sosial YouTube. Yang

dimaksud menggunakan YouTube secara aktif di sini adalah lebih dari

2 kali sehari dan menghabiskan, paling tidak, 2 jam ketika untuk

mengakses media tersebut.

Dari jumlah total siswa hasil penyaringan tersebut, peneliti akan

membaginya ke dalam dua kelompok – eksperimen dan kontrol. Kedua

kelompok tersebut akan menjalani pre-test berupa kuesioner terbuka.

Kemudian dilanjutkan dengan pemberian perlakuan terhadap kelompok

eksperimen. Perlakuan yang akan diberikan oleh peneliti adalah

mempertontonkan iklan YouTube “Open Up with Oreo Indonesia”.

Page 43: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/110862/potongan/S1-2017... · siswa-siswa SMA Kolese de Britto. Iklan ini masuk sebagai 10 iklan YouTube

43

Peneliti akan mempertontonkan iklan tersebut sekali dan secara utuh

dengan mengaksesnya lewat kanal Oreo Asia di YouTube.

Setelah memberi perlakuan terhadap kelompok eksperimen,

peneliti akan melakukan post-test terhadap kedua kelompok penelitian.

Post-test yang diberikan juga berupa kuesioner terbuka yang isi

pertanyaannya sama dengan pertanyaan-pertanyaan pre-test. Peneliti

sudah menyiapkan pertanyaan-pertanyaan untuk memunculkan literasi

konten iklan subjek penelitian sesuai dengan indikator-indikator yang

sudah disusun sebelumnya. Setiap pertanyaan dapat mewakili satu

indikator dan setiap indikator memiliki poin maksimal 5. Setiap

indikator tersebut memiliki paramater yang menentukan berapa poin

yang diperoleh setiap responden berdasarkan kelengkapan jawaban

yang diberikan.

Poin setiap tes dari setiap kelompok akan ditotal dan dilihat rata-

ratanya. Data tersebut akan digunakan peneliti untuk mengukur variabel

dependen. Sedangkan hasil post-test masing-masing kelompok akan

dibandingkan peneliti untuk melihat bagaimana Generasi Z

menggunakan literasi konten iklan dalam proses pemaknaan sebuah

iklan ketika mereka tidak menonton iklan dan ketika mereka menonton

iklan. Dengan demikian, peneliti dapat menggambarkan bagan desain

penelitian seperti di bawah ini.

Page 44: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/110862/potongan/S1-2017... · siswa-siswa SMA Kolese de Britto. Iklan ini masuk sebagai 10 iklan YouTube

44

Bagan 1.4

Desain Nonequivalent (pre-test and post-test) Control-group

Design

Peneliti juga menyiapkan kategorisasi untuk level literasi konten

iklan. Kategorisasi berikut didasarkan pada nilai total dan rata-rata.

Nilai total dan rata-rata ini juga dibagi menjadi skala kelompok dan

skala individu. Kategorisasi ini yang akan menjadi acuan bagi peneliti

untuk melabeli hasil pre-test dan post-test subjek penelitian.

Siswa-siswa SMA Kolese de Britto kelas 11, usia 16 dan

17 tahun yang aktif dan rutin menggunakan YouTube

Kelompok Eksperimental Kelompok Kontrol

Setengah dari total jumlah

siswa-siswa SMA Kolese de

Britto kelas 11, usia 16 dan

17 tahun yang aktif dan rutin

menggunakan YouTube.

Setengah dari total jumlah

siswa-siswa SMA Kolese de

Britto kelas 11, usia 16 dan 17

tahun yang aktif dan rutin

menggunakan YouTube.

Pre-test Pre-test

Menonton iklan “Open Up with

Oreo Indonesia” di YouTube.

Post-test Post-test

Page 45: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/110862/potongan/S1-2017... · siswa-siswa SMA Kolese de Britto. Iklan ini masuk sebagai 10 iklan YouTube

45

Tabel 1.2

Kategorisasi Level Literasi Konten Iklan Berdasarkan Nilai

Total Responden Skala Individu

Nilai Total (Skala Individu)

Level Literasi Poin

Sangat Rendah (SR) 1 – 15

Rendah (R) 16 – 30

Cukup (C) 31 – 45

Lebih dari Cukup (LC) 46 – 60

Tinggi (T) 61 – 75

Kategori ini disiapkan berdasarkan kemungkinan

perolehan poin untuk setiap butir pertanyaan oleh individu. Setiap

pertanyaan memiliki total nilai 5 poin yang dibagi ke dalam 5

bobot jawaban. Pembobotan jawaban di setiap butir pertanyaan

adalah sama yaitu 1 poin, 2 poin, 3 poin, 4 poin, dan 5 poin.

Setiap poin tersebut mengindikasikan tingkat literasi konten iklan

yang berbeda-beda.

Perolehan 1 poin menunjukkan tingkat literasi yang

“sangat rendah”, perolehan 2 poin menunjukkan tingkat literasi

yang “rendah”, perolehan 3 poin menunjukkan tingkat literasi

yang “cukup”, perolehan 4 poin menunjukkan tingkat literasi

“lebih dari cukup”, dan perolehan 5 poin menunjukkan tingkat

literasi yang “tinggi”. Dari sistem tersebut dapat dilihat bahwa

jika seorang responden mendapatkan poin penuh untuk setiap

pertanyaan, maka tingkat literasinya berada pada level tinggi.

Perhitungan poin penuh tersebut adalah 15 (pertanyaan) x 5

(poin) sama dengan 75 poin. Rumus yang sama digunakan untuk

level literasi yang lain.

Jika responden memperoleh 4 poin untuk semua

pertanyaan, 15 (pertanyaan) x 4 (poin), maka literasi konten

iklannya lebih dari cukup ditunjukkan dengan total nilai 60 poin.

Jika responden memperoleh 3 poin untuk semua pertanyaan, 15

Page 46: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/110862/potongan/S1-2017... · siswa-siswa SMA Kolese de Britto. Iklan ini masuk sebagai 10 iklan YouTube

46

(pertanyaan) x 3 (poin), maka literasi konten iklannya sudah

cukup ditunjukkan dengan nilai total 45 poin.

Literasi konten iklan yang rendah ditunjukkan ketika

responden memperoleh 2 poin untuk semua pertanyaan, sehingga

nilai totalnya adalah 15 (pertanyaan) x 2 (poin), atau 30 poin.

Sedangkan literasi konten iklan yang sangat rendah ditunjukkan

ketika responden memperoleh 1 poin untuk semua pertanyaan,

sehingga nilai totalnya adalah 15 (pertanyaan) x 1 (poin), atau 15

poin.

Karena adanya kemungkinan bahwa responden tidak

memperoleh poin yang sama untuk setiap pertanyaan, maka

peneliti menyiapkan interval nilai. Interval tersebut dimulai dari 1

dan berakhir di angka 75. Dengan demikian, jika responden

memperoleh nilai total 0 – 15 poin, maka diketahui bahwa literasi

konten iklannya berada pada level sangat rendah. Jika responden

memperoleh nilai total 16 – 30 poin, maka literasi konten

iklannya berada pada level rendah.

Ketika responden memperoleh nilai total 31 – 45 poin,

dapat diketahui bahwa tingkat literasi konten iklannya berada

pada level cukup. Ketika responden memperoleh nilai total 46 –

60 poin, maka literasi konten iklannya lebih dari cukup.

Sedangkan untuk sampai pada level tinggi, responden

membutuhkan nilai total 61 – 75 poin.

Tabel 1.3

Kategorisasi Level Literasi Konten Iklan Berdasarkan

Nilai Total Responden Skala Kelompok

Nilai Total (Skala Kelompok)

Level Literasi Poin

Sangat Rendah (SR) 1 – 330

Rendah (R) 331 – 660

Cukup (C) 661 – 990

Lebih dari Cukup (LC) 991 – 1320

Tinggi (T) 1321 – 1650

Page 47: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/110862/potongan/S1-2017... · siswa-siswa SMA Kolese de Britto. Iklan ini masuk sebagai 10 iklan YouTube

47

Jika kategorisasi sebelumnya disiapkan untuk skala

individu, kategorisasi di atas disiapkan untuk skala kelompok.

Rumus yang sama masih digunakan peneliti untuk menentukan

kategorisasi ini. Akan tetapi, nilai total dari masing-masing

kategori dikali jumlah responden setiap kelompok (22 responden).

Dengan demikian, dapat dilihat bahwa literasi konten iklan

sebuah kelompok berada pada level sangat rendah ketika

perolehan nilai totalnya 0 – 330 poin.

Literasi konten iklan sebuah kelompok dinyatakan berada

pada level rendah ketika perolehan nilai totalnya 331 – 660 poin

dan dinyatakan berada pada level cukup ketika nilai totalnya 661

– 990 poin. Untuk dapat dikatakan bahwa tingkat literasi konten

iklan sebuah kelompok lebih dari cukup, diperlukan nilai total

991 – 1320. Dan untuk sampai ke level tinggi, sebuah kelompok

memerlukan nilai total 1321 – 1650 poin.

Tabel 1.4

Kategorisasi Level Literasi Konten Iklan Berdasarkan

Rata-rata Responden Skala Individu

Rata-rata (Skala Individu)

Level Literasi Poin

Sangat Rendah (SR) 1

Rendah (R) 1,1 – 2

Cukup (C) 2,1 – 3

Lebih dari Cukup (LC) 3,1 – 4

Tinggi (T) 4,1 – 5

Seperti sudah disebutkan sebelumnya bahwa setiap poin

dari bobot jawaban mengindikasikan tingkat literasi konten iklan

responden. Dalam skala individu, rata-rata tertinggi yang

mungkin muncul adalah 5 poin dengan catatan seluruh pertanyaan

memperoleh poin penuh (5 poin). Rata-rata tersebut

mengindikasikan literasi konten iklan responden berada pada

Page 48: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/110862/potongan/S1-2017... · siswa-siswa SMA Kolese de Britto. Iklan ini masuk sebagai 10 iklan YouTube

48

level tinggi. Sedangkan rata-rata terendah yang mungkin muncul

adalah 1 poin dengan catatan seluruh pertanyaan memperoleh

poin 1. Rata-rata tersebut mengindikasikan tingkat literasi konten

iklan yang berada pada level sangat rendah. Sistem yang sama

berlaku untuk kategori-kategori yang lain.

Kategorisasi berdasarkan nilai rata-rata ini juga

memerlukan interval. Interval dimulai dari rata-rata 1 poin yang

menunjukkan bahwa literasi konten iklan responden berada pada

level sangat rendah. Rata-rata 1.1 – 2 poin menunjukkan literasi

konten iklan responden berada pada level rendah. Rata-rata 2.1 –

3 menunjukkan literasi konten iklan responden berada pada level

cukup.

Sedangkan rata-rata 3.1 – 4 poin menunjukkan bahwa

literasi konten iklan responden berada pada level cukup. Dan

untuk sampai ke level tinggi, diperlukan nilai rata-rata 4.1 – 5

poin.

Tabel 1.5

Kategorisasi Level Literasi Konten Iklan Berdasarkan

Rata-rata Responden Skala Kelompok

Rata-rata (Skala Kelompok)

Level Literasi Poin

Sangat Rendah (SR) 0 – 15

Rendah (R) 16 – 30

Cukup (C) 31 – 45

Lebih dari Cukup (LC) 46 – 60

Tinggi (T) 61 – 75

Untuk kategorisasi berdasarkan nilai rata-rata dalam skala

kelompok, peneliti kembali mengalikan nilai rata-rata individu

dengan jumlah responden di setiap kelompok (22 responden).

Dengan demikian, jika nilai rata-rata sebuah kelompok 0 – 15

poin, maka literasi konten iklan kelompok tersebut dinyatakan

berada pada level sangat rendah. Jika nilai rata-rata kelompok 16

Page 49: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/110862/potongan/S1-2017... · siswa-siswa SMA Kolese de Britto. Iklan ini masuk sebagai 10 iklan YouTube

49

– 30 poin, maka literasi konten iklan kelompok tersebut

dinyatakan berada pada level rendah.

Sementara supaya literasi konten iklan sebuah kelompok

dinyatakan berada pada level cukup, diperlukan nilai rata-rata

kelompok 31 – 45. Nilai rata-rata 46 – 60 menunjukkan bahwa

literasi konten iklan sebuah kelompok lebih dari cukup. Dan nilai

rata-rata 61 – 75 menunjukkan bahwa literasi konten iklan sebuah

kelompok berada pada level tinggi.

4. Subjek Penelitian

Sesuai dengan tema yang diangkat, subjek penelitian ini adalah

Generasi Z di Yogyakarta. Generasi Z dipilih karena keunikan karakter

dan kebiasaan bermedianya.

Secara spesifik, Generasi Z yang dimaksud adalah siswa-siswa

SMA Kolese de Britto kelas 11 yang berusia 16 dan 17 tahun. Pada usia

16-17, seorang individu sudah mencapai kematangan dalam

perkembangan kognitif, sehingga diharapkan dapat memberi hasil yang

valid untuk penelitian ini. Sebagai krtiteria, subjek harus merupakan

individu yang aktif dan rutin menggunakan YouTube. Subjek yang

digunakan dalam penelitian ini adalah mereka yang mengakses

YouTube tidak kurang dari dua kali dalam sehari dengan total waktu

tidak kurang dari 2 jam. Selain itu, subjek juga memiliki karakteristik

Generasi Z yang menghindari iklan namun memiliki toleransi terhadap

iklan online. Subjek tidak harus pernah menonton iklan “Open Up with

Oreo Indonesia”. Sehingga dalam pelaksanaan penelitian ini, akan

muncul 3 kategori kelompok yaitu:

1. Siswa usia 16-17 tahun yang sudah pernah menonton iklan

“Open Up with Oreo Indonesia” di YouTube.

2. Siswa usia 16-17 tahun yang sudah pernah menonton iklan

“Open Up with Oreo Indonesia” di media lain selain

YouTube.

Page 50: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/110862/potongan/S1-2017... · siswa-siswa SMA Kolese de Britto. Iklan ini masuk sebagai 10 iklan YouTube

50

3. Siswa usia 16-17 tahun yang sama sekali belum pernah

menonton iklan “Open Up with Oreo Indonesia” di YouTube.

Seluruh siswa dari berbagai kategori ini akan dibagi ke dalam

dua kelompok penelitian, kelompok eksperimen dan kelompok kontrol.

5. Teknik Analisis Data

Sebelum eksperimen dilaksanakan, peneliti sudah berangkat

dengan hipotesis dan dimensi-dimensi pengukuran yang dibangun dari

sebuah teori. Peneliti akan menganalisis seberapa jauh data penelitian

ini dari hipotesis. Sementara teori akan digunakan peneliti untuk

membangun argumen atas hasil analisis tersebut.

Seperti sudah dijelaskan sebelumnya bahwa setiap jawaban dari

subjek penelitian yang memenuhi indikator akan diberi poin. Poin-poin

tersebut akan diakumulasi per kelompok (eksperimen dan kontrol), lalu

dibagi jumlah siswa dalam kelompok untuk mendapatkan poin rata-rata

per kelompok. Semakin tinggi poin rata-rata kelompok, dapat diartikan

bahwa literasi konten iklan siswa yang ada di kelompok tersebut

semakin tinggi.

Sebagai data penelitian, perolehan poin rata-rata dari post-test

kelompok eksperimen dan kelompok kontrol akan dibandingkan untuk

melihat perbedaan literasi konten iklan antara siswa yang mendapat

perlakuan dan tidak mendapat perlakuan. Pemaparan data ini akan

berupa grafik yang disertai deskripsi.

Selain itu, peneliti akan membandingkan perolehan poin rata-

rata dari pre-test dan post-test masing-masing kelompok penelitian

(eksperimen dan kontrol). Peneliti akan melihat perubahan apa yang

terjadi dari pre-test ke post-test dari masing-masing kelompok dengan

memaparkannya dalam bentuk grafik yang juga disertai deskripsi.

Poin setiap indikator akan diakumulasi sesuai jumlah total

responden di setiap kelompok dan dirata-rata untuk melihat

kemampuan atau keterampilan apa saja yang paling dikuasai dan paling

Page 51: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/110862/potongan/S1-2017... · siswa-siswa SMA Kolese de Britto. Iklan ini masuk sebagai 10 iklan YouTube

51

tidak dikuasai. Data ini hanya akan diambil dari hasil post-test

kelompok eksperimen dan kelompok kontrol (sebagai pembanding).

Sementara pemaparan datanya akan juga akan berupa grafik. Untuk

setiap pemaparan data dalam penelitian ini, peneliti akan

melengkapinya analisis yang deskriptif.

Sementara, untuk memberi skor terhadap jawaban-jawaban

responden, peneliti menggunakan parameter dalam guide yang sudah

disiapkan sebelumnya. Untuk mengurangi kemungkinan subjektivitas,

peneliti dibantu oleh seorang partner dalam menginterpretasi jawaban

dari kuesioner terbuka. Partner peneliti untuk penelitian ini adalah

Anindita Lintang Pakuningjati (Lintang), SIP.

Lintang merupakan lulusan S1 Departemen Komunikasi

Universitas Gadjah Mada. Sama seperti peneliti, Lintang juga

mengambil konsentrasi strategis dan sudah mengambil mata kuliah

yang sama dengan peneliti. Secara teori dan teknis, Lintang sudah

dipersiapkan oleh peneliti. Lintang juga sudah memahami isi dan tujuan

dari penelitian ini. Latar belakang studi dan kesiapan partner

diharapkan peneliti dapat memberikan objektivitas pada hasil penelitian

ini.