bab i pendahuluan a. latar belakang filemenjadi pusat kegiatan politik dan pengembangan tradisi jawa...

42
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user 2 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kota Solo atau Surakarta adalah kota kuno yang dibangun oleh Sinuhun Paku Buwana II. Riwayat kota ini tidak bisa lepas dari sejarah Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat penerus Kerajaan Mataram Islam. Saat ini Surakarta dikenal sebagai lokasi inti kebudayaan jawa kuno karena secara tradisional pernah menjadi pusat kegiatan politik dan pengembangan tradisi Jawa pada zaman kerajaanya berjaya. Budaya merupakan salah satu hasil dari adanya proses komunikasi pada suatu komunitas. Interaksi sosial dalam komunitas budaya di Surakarta diwujudkan dalam ritual yang sarat akan makna dan harapan, berdasarkan tradisi Keraton Kasunanan sebagai wadah pembentuk budaya Jawa. Bangunan Keraton Kasunanan Surakarta masih kokoh berdiri hingga saat ini, sebagai salah satu saksi sejarah dan museum hidup bagi pelestarian budaya Jawa. Eksistensi keraton tersebut membawa implikasi sosial budaya bagi sebagian besar masyarakat setempat dalam menjadikan kebiasaan dan tradisi yang berkembang di dalam keraton sebagai „modeldalam bertingkah laku yang bisa diteladani oleh orang-orang Jawa. Berbagai peninggalan masa kejayaan Keraton Kasunanan Surakarta merupakan bukti peradaban manusia Jawa. Peradaban ini kaya akan karya-karya sastra, tradisi, kesenian, upacara ritual dan beragam bentuk pengaktualisasian diri manusia Jawa, yang dalam beberapa sisi permunculannya

Upload: phamdieu

Post on 08-May-2019

214 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang filemenjadi pusat kegiatan politik dan pengembangan tradisi Jawa pada zaman kerajaanya berjaya. Budaya merupakan salah satu hasil dari adanya proses

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

2

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kota Solo atau Surakarta adalah kota kuno yang dibangun oleh Sinuhun

Paku Buwana II. Riwayat kota ini tidak bisa lepas dari sejarah Keraton Kasunanan

Surakarta Hadiningrat penerus Kerajaan Mataram Islam. Saat ini Surakarta

dikenal sebagai lokasi inti kebudayaan jawa kuno karena secara tradisional pernah

menjadi pusat kegiatan politik dan pengembangan tradisi Jawa pada zaman

kerajaanya berjaya. Budaya merupakan salah satu hasil dari adanya proses

komunikasi pada suatu komunitas. Interaksi sosial dalam komunitas budaya di

Surakarta diwujudkan dalam ritual yang sarat akan makna dan harapan,

berdasarkan tradisi Keraton Kasunanan sebagai wadah pembentuk budaya Jawa.

Bangunan Keraton Kasunanan Surakarta masih kokoh berdiri hingga saat

ini, sebagai salah satu saksi sejarah dan museum hidup bagi pelestarian budaya

Jawa. Eksistensi keraton tersebut membawa implikasi sosial budaya bagi sebagian

besar masyarakat setempat dalam menjadikan kebiasaan dan tradisi yang

berkembang di dalam keraton sebagai „model‟ dalam bertingkah laku yang bisa

diteladani oleh orang-orang Jawa. Berbagai peninggalan masa kejayaan Keraton

Kasunanan Surakarta merupakan bukti peradaban manusia Jawa. Peradaban ini

kaya akan karya-karya sastra, tradisi, kesenian, upacara ritual dan beragam bentuk

pengaktualisasian diri manusia Jawa, yang dalam beberapa sisi permunculannya

Page 2: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang filemenjadi pusat kegiatan politik dan pengembangan tradisi Jawa pada zaman kerajaanya berjaya. Budaya merupakan salah satu hasil dari adanya proses

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

3

merupakan perpaduan antara tradisi Hindu, Budha, dan Islam. Secara umum

orang Jawa memiliki sikap nrimo, sebuah sikap yang merupakan pencerminan

akan pengakuan manusia Jawa terhadap kekuatan alam, bahwa kehidupan

manusia diatur oleh alam.

Orang-orang Jawa dahulu selalu berinteraksi dengan alam, karena

teknologi pengetahuan dan organisasi yang rendah, maka mereka melihat alam

sebagai kenyataan luar biasa, tak terjangkau dan menguasai manusia. Alam adalah

subjek, karena keadaan yang tidak berdaya itu berlangsung selama ribuan tahun,

katakanlah di lingkungan elit mulai tahun 1990-an ketika mulai ditemukan idea of

progress, cita-cita kemajuan dan lingkungan gross roots bahkan sampai masa

kini, maka identitas kebudayaan Jawa diambil darinya (Kuntowijoyo, 1990:108).

Kebudayaan dapat tercermin melalui simbol-simbol seperti kepercayaan,

ilmu, mitos, bahasa, seni, dan sastra. Tidak heran apabila aktualisasi diri terhadap

kepercayaan secara kognitif diwujudkan melalui ritual tradisional hingga

sekarang. Di Surakarta salah satu ritual besar tahunan yang selalu digelar adalah

peringatan 1 Suro. Malam 1 Suro dalam masyarakat Jawa adalah suatu perayaan

untuk menyambut tahun baru. Dalam perhitungan Jawa, 1 Suro dimulai dari

terbenamnya matahari pada hari terakhir bulan terakhir kalender Jawa. Tradisi

peringatan 1 Suro atau Suran diprakarsai oleh Sultan Agung Hanyokrokusumo

raja Mataram, dari waktu ke waktu terus berkembang dan masih dipelihara di

berbagai daerah di Jawa, yang disesuaikan dengan tata cara masing-masing

kelompok. Tradisi Suran cenderung bersifat prihatin, kesiagaan lahir batin, mawas

diri, pengendalian diri, dan berserah diri kepada Tuhan YME. Salah satu

Page 3: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang filemenjadi pusat kegiatan politik dan pengembangan tradisi Jawa pada zaman kerajaanya berjaya. Budaya merupakan salah satu hasil dari adanya proses

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

4

bentuknya adalah menyiagakan pusaka, di Surakarta hal ini dilakukan dengan

tradisi kirab, yang berkembang sekitar pertengahan abad 20 dilakukan oleh

Keraton Kasunanan Surakarta dan Pura Mangkunegaran bersama masyarakatnya

masing-masing (Bratasiswara, 2000:367).

Ritual menciptakan perasaan tertib dalam dunia yang terkadang tampak

kacau balau. Melalui sarana ritual memungkinkan para pesertanya berbagi

komitmen emosional dan menjadi perekat bagi kepaduan mereka. Saat menjelang

ritual malam 1 Suro kepadatan kota Surakarta meningkat menjelang petang.

Rombongan orang rata-rata berumur separuh baya, berasal dari Tawangmangu di

Lereng Lawu sengaja turun gunung berjalan menuju nagari (Solo) sebagai

kelengkapan tirakat. Sebagian lainnya berasal dari daerah sekitar Solo, seperti

Boyolali, Wonogiri, Sragen, Klaten, Karanganyar, Sukoharjo (Bratasiswara,

2000:802). Mendekati tengah malam, halaman keraton dan sepanjang rute kirab

dipadati kerumunan warga yang secara otomatis menyatu dalam suasana ritual

Jawa yang sakral.

Harapan-harapan positif dalam menyambut malam 1 Suro dipresentasikan

oleh keraton secara kognitif kepada khalayak dengan sarana kirab pada tengah

malam sekitar pukul 00.00. Sebagai komunikator, Keraton mengajak masyarakat

untuk merenung dan berinstrospeksi diri diperlihatkan dengan prosesi yang sarat

akan simbol, dimulai dari kompleks Kamandungan melalui gerbang Brojonolo

kemudian mengintari seluruh kawasan keraton dengan arah berlawanan putaran

jarum jam dan berakhir di halaman keraton. Garis keliling kirab pusaka sangat

simbolik, karena selalu menempatkan letak keraton di sisi kanan (pradaksina), hal

Page 4: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang filemenjadi pusat kegiatan politik dan pengembangan tradisi Jawa pada zaman kerajaanya berjaya. Budaya merupakan salah satu hasil dari adanya proses

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

5

ini mengingatkan pada tradisi tua penataan relief di dinding candi (Alfian,

1985:124).

Dalam prosesi Kirab Malam 1 Suro, pusaka keraton menjadi simbol

utama pada tiap kelompok barisan. Tiap kelompok, biasanya terdiri dari para

kerabat keraton, abdi dalem, dan masyarakat yang memiliki ketertarikan terhadap

kirab tersebut. Pada barisan terdepan terdapat point of interest berupa sekawanan

kerbau albino yang diberi nama Kebo Bule Kyai Slamet yang senantiasa berhasil

merebut perhatian khalayak ditengah kerumunan manusia. Sebelum diarak, Kebo

Bule Kyai Slamet dijamasi yaitu dimandikan dengan air bunga setaman sekitar

pukul 16.00. Sepaket simbol-simbol harapan dalam bentuk makanan untuk Kebo

Bule Kyai Slamet disebut sebagai sesaji “Pepak Ageng”. Sesaji itu berupa nasi

tumpeng dengan aneka macam lauknya, pisang, ubi-ubian, dan minum kopi.

Pangon atau penggembalanya harus memakai sumpingan gajah oling yaitu

rangkaian bunga melati yang pucuknya diberi kembang kanthil dan dipakai di

telinga (Karaton Kasunanan dan Lembaga Penelitian UNS, 2002:25).

Kebo Bule Kyai Slamet hingga saat ini diasumsikan oleh masyarakat

Surakarta sebagai jimat yang memiliki kekuatan lebih. Sesungguhnya yang

bernama Kyai Slamet adalah pusaka tombak, oleh pihak keraton dipercaya

peninggalan zaman Sultan Agung dan memiliki kekuatan melindungi dari segala

bahaya. Sedangkan Kebo Bule merupakan klangenan (kebanggaan) Keraton

Kasunanan untuk mengawal tombak tersebut. Masyarakat di luar tembok keraton

tidak banyak yang mengetahui bahwa sebutan untuk Kebo Bule didapat dari

tombak Kyai Slamet yang dijaganya. Dalam istilah Jawa, penurunan nama

Page 5: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang filemenjadi pusat kegiatan politik dan pengembangan tradisi Jawa pada zaman kerajaanya berjaya. Budaya merupakan salah satu hasil dari adanya proses

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

6

tersebut dikenal dengan istilah nunggak semi, sehingga orang-orang menaruh

harapan besar, bahwa kebo bule akan mendatangkan keselamatan bagi semua

orang. Bukan hanya melalui aura yang dimiliki kerbau itu, tetapi juga dari fisik

dan segala hal yang melekat di kebo bule termasuk air seni dan kotoranya

(Karaton Kasunanan dan Lembaga Penelitian UNS, 2002:24).

”Pusaka dan kerbau ini diharapkan memberi kekuatan kepada masyarakat.

Dengan ritual kirab, Tuhan akan memberi keselamatan dan kekuatan,

seperti halnya Ia memberi kekuatan kepada pusaka yang dipercaya

masyarakat Jawa memiliki kekuatan,” ungkap Kanjeng Gusti Pangeran

Haryo (KGPH) Puger. (gladhenbasajawa.blogspot.com, akses pada 1

Februari 2012)

Wujud fisik Kebo Bule memang hewan, namun kedudukannya dalam kos-

mologi budaya Jawa (Keraton Kasunanan khususnya) mendapat perlakuan seperti

manusia. Dalam bahasa sehari-hari, abdi dalem yang mengawasi kerbau ini meng-

anggap peliharaannya seperti “tuan” atau “bendara” (Keraton Kasunanan dan

Lembaga Penelitian UNS, 2002:25).

Keunikan terjadi ketika kawanan Kebo Bule Kyai Slamet mulai bergerak

sebagai pembuka kirab. Interpretasi berlebihan terjadi di masyarakat, mereka rela

berdesak-desakan, diantaranya memperebutkan kotoran lunak yang bercecer di

jalan dengan tangan telanjang, bahkan rela mengelap air kencing Kebo Bule

kemudian memerasnya ke dalam botol atau plastik. Kotoran tersebut selalu

diperebutkan karena menurut sebagian orang dipercaya sebagai tolak bala, dapat

menyembuhkan berbagai penyakit (Keraton Kasunanan dan Lembaga Penelitian

UNS, 2002:25). Masyarakat tradisional berasumsi bahwa Kebo Bule Kyai Slamet

hewan keramat dan bertuah. Para petani di pedesaan meyakini dengan menanam

Page 6: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang filemenjadi pusat kegiatan politik dan pengembangan tradisi Jawa pada zaman kerajaanya berjaya. Budaya merupakan salah satu hasil dari adanya proses

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

7

sedikit air kencing dan kotoranya di empat sudut sawahnya, padi atau apapun

yang mereka tanam mendapat panen berlimpah, terhindar dari ancaman hama

tanpa harus disemprot insektisida.

Dalam fenomena budaya yang terjadi di Surakarta ini, proses komunikasi

memiliki andil besar dalam lahirnya fenomena Kebo Bule Kyai Slamet. Khalayak

memandang Kebo Bule Kyai Slamet bukan sekedar simbol, tetapi benar-benar

menjadi sesuatu yang disegani. Sebagai hewan yang istimewa, kerbau dipandang

sebagai binatang sabar dan kuat. Di tangan manusia, kerbau menjadi korban

dalam ritual-ritual, di sisi lain membantu petani membajak sawah. Tidak heran

jika di malam 1 Suro orang-orang memperebutkan kotoran Kebo Bule Kyai

Slamet. Ini adalah ungkapan bahwa Kebo Bule mempunyai kekuatan gaib, yang

dipercaya orang-orang Jawa mampu mendatangkan berkah. Bahwa yang

sebenarnya, adalah bentuk penghormatan yang tinggi terhadap eksistensi dan

kemuliaan yang dimiliki oleh Kebo Bule (andrikpurwasito.blog.com, akses pada 1

Februari 2012).

Dalam fenomena Kebo Bule Kyai Slamet di Kirab Malam 1 Suro ini,

interpretasi pesan di masyarakat awam tidak bisa lepas dari cerita lampau yang

dituturkan dari mulut ke mulut berkaitan dengan daya magis yang dimilikinya.

Salah satu kejadian masa lalu yang diceritakan Andrik Purwasito dalam blognya

bahwa Kebo Bule memang dibiarkan hidup secara bebas, bergerak dari Alun-alun

Kidul sampai ke berbagai penjuru dan pelosok kota. Menurut kisahnya, orang-

orang Pekalongan melihat Kebo Bule tersebut dan melaporkan ke keraton. Juga

pernah ada yang melihatnya sampai di Ponorogo Jawa Timur yang jaraknya lebih

Page 7: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang filemenjadi pusat kegiatan politik dan pengembangan tradisi Jawa pada zaman kerajaanya berjaya. Budaya merupakan salah satu hasil dari adanya proses

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

8

dari 100 km dari Keraton, di Wonogiri dan kota-kota lain. Gaibnya adalah ketika

ia mengembara ke berbagai tempat, tetapi mereka tidak pernah lupa akan tugasnya

di malem 1 Suro. Tanpa diundang sebelum malam 1 Suro tanpa diketahui

datangnya, mereka sudah berada di keraton menunggu tugasnya.

(andrikpurwasito.blogspot.com, akses pada 1 Februari 2012).

Dari beberapa kejadian tersebut, ada kaitannya dengan tradisi

fenomenologi, menurut Hans-George Gadamer bahwa seseorang selalu

memahami pengalaman dari sudut pandang perkiraan atau asumsi. Pengalaman,

sejarah dan tradisi memberi kita cara-cara memahami sesuatu serta kita tidak

dapat memisahkan diri dari kerangka interpretatif tersebut. Kita semua merupakan

bagian dari masa lalu, berada di masa kini, dan merasakan masa depan. Dengan

kata lain masa lalu berjalan dalam diri kita di masa kini dan mempengaruhi

gambaran kita terhadap yang akan datang. Pada saat yang sama, gagasan kita

tentang realitas memengaruhi bagaimana kita memandang masa lalu.

Kontribusinya sangat kuat dalam memberikan sebuah sudut pandang dan

kekuatan tradisi (Littlejohn, 2009:198).

Kenyataan yang terjadi antara pihak dalam keraton sebagai penyelenggara

acara yang dalam proses terjadinya fenomena ini berperan sebagai komunikator

dengan khalayak diluar tembok keraton sebagai komunikan, memiliki pemaknaan

yang berbeda tentang keberadaan Kebo Bule Kyai Slamet di Kirab Malam 1 Suro.

Adanya tradisi berebut kotoran kebo bule terjadi karena adanya proses

komunikasi yang menghasilkan feedback berupa fenomena. Aksi berlebih

terhadap Kebo Bule muncul karena kegagalan intepretasi pesan pada khalayak,

Page 8: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang filemenjadi pusat kegiatan politik dan pengembangan tradisi Jawa pada zaman kerajaanya berjaya. Budaya merupakan salah satu hasil dari adanya proses

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

9

bukan berasal dari keraton sebagai komunikator. Pihak keraton tidak

membenarkan tentang tradisi berebut kotoran Kebo Bule Kyai Slamet di Kirab

Malam 1 Suro.

Kepala Sasono Pustoko Keraton Surakarta Gusti Pangeran Haryo

(GPH) Puger menuturkan, Keraton Surakarta tidak pernah

menyatakan tlethong (kotoran) kerbau bisa mendatangkan berkah.

”Kalau tlethong dianggap menyuburkan sawah karena dapat dibuat

pupuk, itu masih diterima akal. Namun kami memahami ini sebagai

cara masyarakat menciptakan media untuk membuat permohonan.

Mereka sekadar membutuhkan semangat untuk bangkit.”(

gladhenbasajawa.blogspot.com, akses pada 1 Februari 2012)

Dari kajian ilmu komunikasi, fenomena ini merupakan feedback secara

kognitif dari adanya miskomunikasi antara komunikator dan komunikan. Dapat

dilihat bahwa tradisi budaya dan komunikasi mempunyai hubungan timbal balik.

Budaya menjadi bagian dari perilaku komunikasi, dan pada giliranya

komunikasipun turut menentukan arah keberlangsungan budaya tersebut. Menurut

Edward.T.Hall, “budaya adalah komunikasi” dan “komunikasi adalah budaya”.

Pada satu sisi, komunikasi merupakan suatu mekanisme menyampaikan norma-

norma budaya masyarakat, baik secara horizontal dari suatu masyarakat ke

masyarakat lainya, maupun secara vertikal dari generasi ke generasi (Mulyana,

2007: 6-7).

Sedangkan menurut Astrid S. Susanto, kebudayaan adalah kebutuhan

psikologis manusia dalam mengekspresikan diri, bagaimana ia melihat hubungan

antara diri dan lingkungan manusia serta non manusianya. Biasanya kebudayaan

mencerminkan hubungan antara manusia dengan kekuatan diluar manusia, dengan

Page 9: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang filemenjadi pusat kegiatan politik dan pengembangan tradisi Jawa pada zaman kerajaanya berjaya. Budaya merupakan salah satu hasil dari adanya proses

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

10

usaha manusia untuk menyesuaikan diri dengan kekuatan tersebut.

Menyenangkan hati kekuatan (gaib) tersebut dan lain-lain (Susanto, 1980:11).

Dalam penelitian ini, penulis melihat proses komunikasi dan pemaknaan

pesan pada fenomena Kebo Bule Kyai Slamet. Pada proses interpretasi mengenai

kebo bule sebagai sebuah proses pemahaman yang sadar dan hati-hati.

Fenomenologi secara harafiah berarti kajian tentang pengalaman sadar dimana

interpretasi mengambil peran yang sangat penting (Littlejohn, 2009:192).

Diungkapkan oleh Wilhem Dilthey dalam penelitian pesan tradisi fenomenologis

didasarkan pada hermeunetika yang merupakan kunci bagi semua ilmu

pengetahuan tentang kemanusiaan dan masyarakat. Bagi Dilthey dunia manusia

adalah sosial dan historis serta memerlukan pemahaman dalam masyarakat,

tempat manusia hidup. Hermeunetika sosial atau kultural diyakini untuk menjadi

alat bantu menafsirkan tindakan (Littlejohn, 2009:193).

Peneliti ingin mengetahui bagaimana pandangan masyarakat saat ini

terhadap adanya fenomena Kebo Bule Kyai Slamet di Kirab Malam 1 Suro.

Kemunculan sebuah fenomena disebabkan adanya persepsi yang timbul di

masyarakatnya. Dikatakan oleh Deddy Mulyana bahwa persepsi adalah inti dari

komunikasi, sedangkan penafsiran (interpretasi) adalah inti persepsi (Mulyana,

2003:167). Definisi-definisi persepsi menekankan pada penafsiran, interpretasi,

pemaknaan terhadap sensasi, stimuli atau pesan. Persepsi merupakan bagian dari

message reception, dimana message reception menjelaskan bagaimana manusia

mengartikan (interpreting), mengorganisir (organizing) dan memberikan

penilaian (judgement) suatu informasi dalam pesan (Littlejohn,1998:150).

Page 10: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang filemenjadi pusat kegiatan politik dan pengembangan tradisi Jawa pada zaman kerajaanya berjaya. Budaya merupakan salah satu hasil dari adanya proses

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

11

Pola perilaku seseorang didasarkan pada persepsi mereka mengenai

realitas sosial yang telah dipelajari. Persepsi manusia terhadap seseorang, objek,

atau kejadian, atau reaksi mereka terhadap hal-hal tersebut didasarkan pada

pengalaman masa lalu mereka berkaitan dengan orang, objek, atau kejadian

serupa. Dalam psikologi Komunikasi, Jalaludin Rakhmat mendefinisikan persepsi

adalah pengalaman tentang objek, peristiwa, atau hubungan-hubungan yang

diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan (Rakhmat,

2001:51). Faktor psikologis ini terdiri dari 3 faktor, yaitu fungsional (kebutuhan

pengalaman masa lalu), struktural (dalam mempersepsi secara keseluruhan

konteksnya) dan perhatian (internal dan eksternal). Faktor psikologi setiap orang

berbeda, hal ini yang membuat persepsi satu orang dengan yang lain berbeda.

Adanya persepsi dalam fenomena kebo bule ini juga merupakan salah satu faktor

penentu keberlangsungan tradisi tersebut. Karena dapat mencerminkan sejauh

mana kepedulian masyarakat terhadap keberadannya.

Peneliti akan menganalisis fenomena ini melalui pendekatan fenomenologi

untuk mengetahui persepsi masyarakat (komunikan) dalam melihat fenomena

kebo bule Kyai Slamet pada tradisi Kirab Malam 1 Suro (saluran) di Keraton

Kasunanan Surakarta (komunikator), persepsi apa sajakah yang berkembang dan

mendasari fenomena unik terhadap Kebo Bule di kirab malam 1 Suro yang

berlangsung di Surakarta sejak puluhan tahun lalu, dan antusiasme masyarakat

masih sangat terlihat hingga saat ini.

Benang merah dalam penelitian ini fokus pada kajian proses komunikasi

yang membentuk adanya Fenomena Kebo Bule Kyai Slamet. Proses komunikasi

Page 11: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang filemenjadi pusat kegiatan politik dan pengembangan tradisi Jawa pada zaman kerajaanya berjaya. Budaya merupakan salah satu hasil dari adanya proses

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

12

tersebut terdiri dari proses produksi dan penerimaan pesan, yang peneliti analisis

menurut teori yang diungkapkan oleh Stephen W. Littlejohn (1998). Littlejohn

menguraikan bahwa teori pembuatan dan dan penerimaan pesan menggunakan

tiga tipe penjelasan psikologis; penjelasan sifat, penjelasan keadaan dan

penjelasan proses. Penjelasan sifat berfokus pada karakteristik individual yang

relatif statis dan cara karakteristik ini berasosiasi dengan sifat-sifat variabel lain

sebagai hubungan antara tipe personalitas tertentu dan jenis pesan-pesan tertentu.

Secara karakter terlihat bahwa dalam penelitian ini subyek masyarakat keraton

(komunikan) memposisikan pada kedudukan lebih tinggi sebagaimana pola

komunikasi di kerajaan antara gusti-kawula. Sedangkan khalayak yang terdiri dari

komunikan masyarakat awam dan ahli, memiliki background pendidikan dan latar

belakang sosial yang berbeda, sehingga sikap mereka ditentukan oleh pengalaman

masing-masing.

Pendekatan selanjutnya yang ditemukan dalam teori pembuatan dan

penerimaan pesan adalah penjelasan proses. Penjelasan proses berupaya

menangkap mekanisme pikiran manusia. Penjelasan ini berfokus pada cara

informasi diperoleh dan disusun, bagaimana memori digunakan dan bagaimana

orang memutuskan untuk bertindak. Memori-memori yang terdapat di masyarakat

adalah obyek penelitian dalam penelitian ini, yang di analisis dihimpun dari

persepsi masyarakat Keraton Kasunanan Surakarta sebagai sumber komunikan,

serta masyarakat awam dan ahli sebagai komunikan untuk mengetahui lebih lanjut

tentang hasil dari proses komunikasi yang bekerja di balik “Fenomena Kebo Bule

Kyai Slamet dalam Kirab 1 Suro di Keraton Kasunanan Surakarta” .

Page 12: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang filemenjadi pusat kegiatan politik dan pengembangan tradisi Jawa pada zaman kerajaanya berjaya. Budaya merupakan salah satu hasil dari adanya proses

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

13

A. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah, maka rumusan masalah dalam

penelitian ini terdiri dari:

1. Bagaimana persepsi masyarakat keraton di Surakarta sebagai komunikator

pada fenomena Kebo Bule Kyai Slamet di Kirab Malam 1 Suro Keraton

Kasunanan Surakarta?

2. Bagaimana persepsi masyarakat awam di Surakarta sebagai komunikan

pada fenomena Kebo Bule Kyai Slamet di Kirab Malam 1 Suro Keraton

Kasunanan Surakarta?

3. Bagaimana persepsi masyarakat ahli di Surakarta sebagai komunikan pada

fenomena Kebo Bule Kyai Slamet di Kirab Malam 1 Suro Keraton

Kasunanan Surakarta?

4. Apakah terjadi miskomunikasi antara komunikator dan komunikan pada

fenomena Kebo Bule Kyai Slamet di Kirab Malam 1 Suro?

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui:

1. Persepsi masyarakat keraton di Surakarta sebagai komunikator pada

fenomena Kebo Bule Kyai Slamet di Kirab Malam 1 Suro Keraton

Kasunanan Surakarta.

Page 13: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang filemenjadi pusat kegiatan politik dan pengembangan tradisi Jawa pada zaman kerajaanya berjaya. Budaya merupakan salah satu hasil dari adanya proses

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

14

2. Persepsi masyarakat awam di Surakarta sebagai komunikan pada

fenomena Kebo Bule Kyai Slamet di Kirab Malam 1 Suro Keraton

Kasunanan Surakarta.

3. Persepsi masyarakat ahli di Surakarta sebagai komunikan pada fenomena

Kebo Bule Kyai Slamet di Kirab Malam 1 Suro Keraton Kasunanan

Surakarta.

4. Miskomunikasi antara komunikator dan komunikan pada fenomena Kebo

Bule Kyai Slamet di Kirab Malam 1 Suro.

D. Manfaat Penelitian

Manfaat yang penulis harapkan dari penelitian ini dapat dirumuskan

sebagai berikut:

1. Secara Teoretis

Penelitian ini diharapkan menjadi salah satu bukti penerapan dan

pengembangan teori komunikasi, wacana, logika dan riset yang didapat oleh

peneliti selama di bangku kuliah. Disamping itu, sebagai syarat utama bagi

peneliti dalam memperoleh gelar Sarjana Ilmu Komunikasi.

2. Secara Praktis

Diharapkan penelitian ini dapat memberikan masukan yang tepat bagi:

a. Bagi Masyarakat

Masyarakat dapat menerjemahkan lebih jelas mengapa terbentuk fenomena

Kebo Bule Kyai Slamet di Kirab Malam 1 Suro Keraton Kasunanan Surakarta.

Sejauh mana persepsi tersebut mempengaruhi keberlangsungan tradisi ini.

Page 14: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang filemenjadi pusat kegiatan politik dan pengembangan tradisi Jawa pada zaman kerajaanya berjaya. Budaya merupakan salah satu hasil dari adanya proses

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

15

Sehingga diharapkan dapat mengambil pesan-pesan positif dari fenomena

budaya tersebut dan menyadari pentingnya menjaga kearifan lokal yang kita

miliki.

b. Bagi Keraton Kasunanan Surakarta

Memberikan masukan tentang apa yang dipikirkan oleh masyarakat terhadap

Kebo Bule Kyai Slamet di Kirab Malam 1 Suro. Sehingga sebagai pelindung

budaya dan tradisi Keraton Kasunanan Surakarta dapat mengambil sikap dalam

menyikapi fenomena ini. Serta dapat terus menunjukkan eksistensinya dan

menjadi muara peradaban budaya jawa yang adhi luhung.

c. Bagi Pemerintah Kota Surakarta

Sebagai masukan untuk lebih memelihara dan mempromosikan peristiwa

budaya di Surakarta, terutama serangkaian Kirab Kebo Bule Kyai Slamet di

Malam 1 Suro sebagai daya tarik wisata yang unik dan hanya ada di Surakarta.

Serta mengembangkan fasilitas-fasilitas yang mendukung, sehingga upacara-

upacara tradisional dapat disaksikan dengan nyaman dan aman oleh para

wisatawan.

Page 15: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang filemenjadi pusat kegiatan politik dan pengembangan tradisi Jawa pada zaman kerajaanya berjaya. Budaya merupakan salah satu hasil dari adanya proses

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

16

E. Telaah Pustaka

1. Komunikasi

Menurut Deddy Mulyana (2007: 67) bahwa suatu pemahaman populer

mengenai komunikasi manusia adalah komunikasi yang mengisyartkan

penyampaian pesan searah dari seseorang (atau suatu lembaga) kepada seseorang

(sekelompok orang) lainnya, baik secara langsung (tatap muka) maupun melalui

media. Definisi lain menurut Carl I. Hovland (dalam Mulyana, 2007: 68)

komunikasi adalah proses yang memungkinkan seseorang (komunikator)

menyampaikan rangsangan (biasanya lambang-lambang verbal) untuk mengubah

perilaku orang lain (komunikate/komunikan). Dalam penelitian in, proses

komunikasi berlangsung antara komunikator (lembaga keraton yang diwakili oleh

masyarakat keraton) kepada komunikan (masyarakat ahli dan awam) yang terjadi

di Surakarta, secara tidak langsung melalui saluran komunikasi Kirab Malam 1

Suro.

Definisi lain oleh Lawrence dan Schramm memberi penjelasan bahwa

komunikasi dilihat sebagai proses produksi dan pertukaran pesan: yaitu dengan

memperhatikan bagaimana suatu pesan berinteraksi dengan masyarakat yang

bertujuan untuk memproduksi makna. Makna baru timbul jika orang menafsirkan

isyarat atau simbol dan berusaha memahami aspek pikiran, perasaan, konsep

(Lawrence & Schramm, 1987:77). Berikut model komunikasi Schramm :

Page 16: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang filemenjadi pusat kegiatan politik dan pengembangan tradisi Jawa pada zaman kerajaanya berjaya. Budaya merupakan salah satu hasil dari adanya proses

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

17

Bagan 1.1 Model Proses Komunikasi Schramm

Proses Komunikasi Schramm Sumber: D. Lawrece & Schramm Azas-azas Komunikasi Antar Manusia, LP3ES, Jakarta,

1987, hal 77

Pesan yang disampaikan oleh sumber tidak akan memiliki arti jika

penerima pesan tersebut tidak mempunyai kemampuan untuk men-decode pesan

tersebut, yaitu proses memberikan makna balik terhadap pesan tersebut. Ketidak

pahaman atas sebuah pesan yang disampaikan oleh sumber kepada penerima

pesan seringkali terjadi, tetapi di sini bukan berarti telah terjadi kegagalan dalam

berkomunikasi. Hal tersebut bisa jadi dikarenakan faktor lingkungan dan latar

belakang sosial budaya yang berbeda antara kedua belah pihak.

Model komunikasi lainnya diungkapkan oleh David K. Berlo, dia

menjangkau secara lebih mendalam pada beberapa komponen utama proses

terjadinya komunikasi. Konsep sumber (sourse) dan penerima (receiver)

diperluas, serta perlakuan dan representasi dari saluran (channel) komunikasi

berbeda dari model komunikasi lainnya.

Model komunikasi SMCR ini, menguji empat variabel kunci yang

menyempurnakan berbagai model komunikasi, yaitu : source (sumber), message

(pesan), channel (saluran), dan receiver (penerima). Dalam hal ini, keunikan cara

Encoder

Interpreter

Decoder

Decoder

Interpreter

Encoder

Message

Page 17: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang filemenjadi pusat kegiatan politik dan pengembangan tradisi Jawa pada zaman kerajaanya berjaya. Budaya merupakan salah satu hasil dari adanya proses

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

18

kerja Berlo untuk mendefinisikan saluran komunikasi menjadi catatan yang

penting. Berlo adalah peneliti yang pertama kali menggunakan panca indera

sebagai saluran komunikasi. Sebagai tambahan, ia memperluas konsep sumber

dan penerima. Berlo mencatat beberapa komponen seperti kemampuan

berkomunikasi (communication skills), sikap (attitudes), pengetahuan

(knowledge), sistem sosial (social system), dan juga budaya (culture) atau teori

sistem.

Bagan 2 : Model Komunikasi SMCR Berlo

Communications Skill

C

O

N

T

E

N

T

ELEMENTS

STRUCTURE

Treatment

C

O

D

E

Seeing Communications Skill

Attitudes Hearing Attitudes

Knowledge Touching Knowledge

Social System Smelling Social System

Culture Tasting Culture

(Mulyana, 2007:163)

Komponen yang sama ini merupakan bagian dari profil penerima. Mereka

dapat membuat baik gangguan (noise) di dalam sistem ataupun meningkatkan

akurasi dan tingkat pemahaman dalam menanggapi komunikasi, tergantung dari

individu dan konteks. Namun bagaimanapun, gangguan tidak secara eksplisit

S source

M Message

C Channel

R Receiver

Page 18: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang filemenjadi pusat kegiatan politik dan pengembangan tradisi Jawa pada zaman kerajaanya berjaya. Budaya merupakan salah satu hasil dari adanya proses

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

19

teridentifikasi dalam model ini, dan respon (feedback) pun juga tidak ada. Dalam

hal ini, Berlo lebih menekankan bahwa komunikasi harus dilihat sebagai proses,

penghilangan respon (feedback) secara khusus menimbulkan masalah. Pada

tingkat minimum, model tersebut harus termasuk di dalamnya respon balik (feed

back loop) yaitu anak panah yang menghubungkan dari receiver (penerima)

kembali ke source (sumber).

2. Produksi Pesan

Littlejohn (1998: 101-105) menguraikan bahwa teori pembuatan dan dan

penerimaan pesan menggunakan tiga tipe penjelasan psikologis; penjelasan sifat,

penjelasan keadaan dan penjelasan proses. Penjelasan sifat berfokus pada

karakteristik individual yang relatif statis dan cara karakteristik ini berasosiasi

dengan sifat-sifat variabel lain sebagai hubungan antara tipe personalitas tertentu

dan jenis pesan-pesan tertentu. Teori-teori ini memprediksikan bahwa ketika

seseorang memiliki sifat-sifat personalitas tertentu, akan cenderung

berkomunikasi dengan cara-cara tertentu pula.

Penjelasan keadaan berfokus pada keadaan dengan pikiran yang dialami

seseorang dalam suatu periode waktu. Tidak seperti sifat, keadaan secara relatif

tidak stabil dan tidak kekal. Dalam hal ini ditekankan bahwa keadaan tertentu

yang dialami seseorang mempengaruhi pengiriman dan penerimaan pesan.

Penjelasan sifat dan keadaan dapat digunakan secara bersama-sama.

Perilaku hanya sebagian ditentukan oleh sifat dan situasional. Bagaimana

komunikasi pada saatnya bergantung pada sifat-sifat tertentu yang kita miliki dan

situasi dimana kita menemukan diri sendiri.

Page 19: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang filemenjadi pusat kegiatan politik dan pengembangan tradisi Jawa pada zaman kerajaanya berjaya. Budaya merupakan salah satu hasil dari adanya proses

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

20

Pendekatan ketiga yang ditemukan dalam teori pembuatan dan penerimaan

pesan adalah penjelasan proses. Penjelasan proses berupaya menangkap

mekanisme pikiran manusia. Penjelasan ini berfokus pada cara informasi

diperoleh dan disusun, bagaimana memori digunakan dan bagaimana orang

memutuskan untuk bertindak. Dalam penguraian teori produksi pesan terdapat

banyak aspek yang mempengaruhi proses produksi pesan tersebut. Namun, dalam

diantara penjelasan dalam Littlejohn (1998, 101-105), berikut teori yang sesuai

dengan penelitian Fenomena Kebo Bule Kyai Slamet ini, antaralain:

- Teori Sensitivitas Retoris

Teori Sensitivitas Retoris oleh Roderich Hart dan koleganya. Mereka

berpendapat bahwa komunikasi efektif muncul dari sensitivitas dan kepedulian

dalam menyesuaikan apa yang dikomunikasikan komunikator (dalam penelitian

ini adalah Masyarakat Keraton) terhadap komunikan (Masyarakat Awam dan

Ahli). Sensitivitas retoris merupakan sikap yang menunjukkan tendensi-tendensi

untuk mengadaptasikan pesan ke khalayak.

Sensitivitas retoris mewujudkan kepentingan individu, kepentingan orang

lain, dan sikap situasional. Sikap ini membawa ke arah pemahaman yang lebih

efektif dan akseptasi ide-ide. Orang-orang yang sensitif retoris menerima

kompleksitas personal, memahami bahwa individu merupakan sebagian dari

banyak diri. Individu adaptif retoris menghindari kekakuan dalam berkomunikasi

dan berupaya mengembangkan kepentingan sendiri dalam berkomunikasi dengan

kepentingan orang lain. Individu ini juga mencoba menyesuaikan apa yang

mereka katakan pada level, mood, dan keyakinan orang lain. Tidak meninggalkan

Page 20: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang filemenjadi pusat kegiatan politik dan pengembangan tradisi Jawa pada zaman kerajaanya berjaya. Budaya merupakan salah satu hasil dari adanya proses

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

21

nilai-nilai pribadi, namun menyadari bahwa dirinya dapat mengkomunikasikan

nilai-nilai dengan berbagai cara. Orang yang sensitif retoris sadar akan kesesuaian

mengkomunikasikan atau tidak mengkomunikasikan ide-ide tertentu dalam

situasi-situasi yang berbeda. Suatu ide dapat diekspresikan dengan banyak cara

dan dapat diadaptasikan kepada audience menjadi efektif. Seperti halnya yang

terjadi pada masyarakat awam, mereka menerjemahkan dan memberikan timbal

balik dengan cara mereka sendiri sehingga memunculkan aktivitas ngalap berkah.

Variasi antara orang-orang nampak berhubungan dengan berbagai faktor,

termasuk perbedaan filosofis, ekonomi, geografis dan kultural. Kelompok tertentu

seperti keluarga dan kelompok etnis mungkin mengajar dan memperkuat nilai-

nilai tipe tertentu, contohnya; noble self cenderung liberal secara politis, muda dn

kompetitif. Reflector retoris cenderung konservatif dan mereka lebih tua dari rata-

rata noble self. Sensitifitas retoris kelihatannya menjadi kelas menengah,

teristimewa diantara kelompok yang independen secara politis, dan memiliki

beberapa ikatan etnis.

Terkait dengan gaya komunikator, sensitivitas retoris merupakan individu

yang memilki sikap atau gaya yang menonjol saat mereka berkomunikasi (terlihat

pada Masyarakat Keraton yang berkedudukan tinggi menempatkan pola

komunikasi antara gusti dengan kawula). Robert Norton dan koleganya adalah

peneliti gaya komunikasi dan berpendapat bahwa kita berkomunikasi pada dua

level. Kita bukan hanya memberikan informasi, namun kita juga menyajikan

informasi dalam bentuk tertentu kepada orang lain dan bagaimana memahami dan

bagaimana menanggapi suatu pesan. Norton yakin bahwa isyarat yang terdapat

Page 21: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang filemenjadi pusat kegiatan politik dan pengembangan tradisi Jawa pada zaman kerajaanya berjaya. Budaya merupakan salah satu hasil dari adanya proses

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

22

dalam proses komunikasi berfungsi sebagai suatu “pesan gaya” dengan

mengisyaratkan bagaimana suatu pesan harus diterima, disaring, diinterpretasikan

dan dipahami.

Ada sejumlah gaya yang memungkinkan. Setiap gaya adalah suatu

kombinasi dari variabel tertentu. Norton telah menemukan variabel yang dapat

masuk ke dalam gaya keseluruhan individu, termasuk dominasi, perilaku

dramatis, suka berbedebat, semangat, meninggalkan kesan, relaksasi, penuh

perhatian, keterbukaan dan keramahtamahan. Tumpang tindih seringkali berada

diantara variabel-variabel tersebut.

3. Teori Penerimaan Pesan

Faktor utama dalam terjadinya sebuah fenomena Kebo Bule Kyai Slamet

di Kirab Malam 1 Suro adalah karena adanya proses komunikasi yang didalamnya

terkandung penerimaan pesan antara pihak keraton dan pihak masyarakat awam.

Pembahasan tentang teori penerimaan pesan berada dalam tradisi kognitif.

Menurut Littlejohn (1998) Kognisi adalah studi tentang pemikiran atau

pemrosesan informasi. Kognisi menuntut dua elemen sentral; struktur-struktur

pengetahuan dan proses-proses kognitif. Struktur pengetahuan terdiri dari

organisasi informasi di dalam sistem kognitif seseorang, body of knowledge yang

telah dikumpulkan oleh seseorang. Bahkan pesan yang sederhana pun

membutuhkan banyak sekali informasi untuk bisa dipahami. Sedangkan proses

kognitif adalah mekanisme-mekanisme malalui mana informasi diolah dalam

pikiran. Dalam praktek yang nyata, elemen-elemen dari struktur pengetahuan dan

pemrosesan kognitif tidak dapat dipisahkan.

Page 22: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang filemenjadi pusat kegiatan politik dan pengembangan tradisi Jawa pada zaman kerajaanya berjaya. Budaya merupakan salah satu hasil dari adanya proses

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

23

Pembahasan teori penerimaan dan pemrosesan pesan menurut Stephen W.

Littlejohn dalam Theories of Human Communications 6th Edition (1998: 126-

135) terdapat beberapa segmen utama yang saling berinteraksi yaitu:

a. Interpretasi Pesan

Teori-teori pada bagian ini menyinggung tiga aspek interpretasi secara

sentral terhadap komunikasi yaitu; arti-arti yang diberikan kepada konsep,

berkaitan dengan pemahaman terhadap maksud dari komunikator dan

berhubungan dengan pemahaman akan penyebab dari munculnya perilaku.

Charles Osgood adalah seorang psikolog yang meneliti bagaimana

pengertian berkaitan dengan pemikiran dan perilaku. Ia mengikuti tradisi belajar

klasik yang mengajarkan bahwa belajar adalah sebuah proses pengembangan

asosiasi internal dan eksternal baru terhadap rangsangan seperti kata-kata. Teori

Osgood juga berusaha untuk mempelajari terdiri dari apa konotasi-konotasi itu

dan dari mana mereka berasal terhadap sebuah kata.

Teori belajar yang digunakan Osgood dimulai dengan asumsi bahwa

individu memberi respon terhadap rangsangan di dalam lingkungan, sehingga

membentuk sebuah hubungan stimulus respon (S-R). Osgood meyakini bahwa

asumsi dasar S-R ini bertanggung jawab terhadap pembentukan arti yang

merupakan respon mental internal terhadap sebuah rangsangan.

b. Teori Relevansi

Dan Sperber dan Deidre Wison merupakan tokoh dari teori ini. Teori

relevansi berusaha menjelaskan bagaimana pendengar menjadi paham maksud-

Page 23: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang filemenjadi pusat kegiatan politik dan pengembangan tradisi Jawa pada zaman kerajaanya berjaya. Budaya merupakan salah satu hasil dari adanya proses

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

24

maksud pembicara (komunikator). Model coding (pengkodean) dan model

inferential (penarikan kesimpulan) adalah dua pendekatan pada teori ini.

Dalam model coding, pengartian adalah asosiasi yang sederhana antara

sebuah symbol dan pengertian tentang sesuatu tetapi dalam komunikasi manusia

pengertian lebih kompleks dari itu, karena ia melibatkan maksud-maksud dari

komunikator. Orang menghasilkan pesan-pesan bukan sekedar untuk

menggambarkan pengertian akan sesuatu, tapi juga untuk mencapai tujuan. Dalam

komunikasi, masalah utama bagi pengirim pesan adalah untuk menyampaikan

maksudnya dan masalah utama bagi penerima adalah untuk memahami maksud

tersebut dengan tepat. Penerima dapat menafsirkan maksud hanya dengan menarik

kesimpulan.

Konteks adalah kunci untuk menyimpulkan sebuah maksud. Konteks

adalah rangkaian asumsi yang digunakan untuk memahami sebuah pesan.

Masalahnya adalah bahwa orang memiliki asumsi-asumsi yang berbeda dan

beroperasi di dalam konteks yang berbeda pula. Dengan kata lain, orang hidup

dalam lingkungan kognitif yang berbada.

Relevansi jelas merupakan masalah tingkatan, tergantung pada besarnya

pengaruh kontekstual dan upaya kognitif yang dibutuhkan untuk memproses

informasi tersebut. Supaya efisien, orang berusaha memaksimalkan pengaruh

informasi dan meminimalkan upaya yang diperlukan untuk pemrosesannya. Lebih

jelasnya, relevansi digunakan untuk menentukan maksud yang sesungguhnya dari

si pembicara. Jika pernyataan langsung tidak relevan, secara alamiah akan digali

maksud maksud tersirat atau Implicature yang relevan.

Page 24: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang filemenjadi pusat kegiatan politik dan pengembangan tradisi Jawa pada zaman kerajaanya berjaya. Budaya merupakan salah satu hasil dari adanya proses

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

25

c. Teori Penghubungan

Teori ini berhubungan dengan cara-cara orang menyimpulkan penyebab-

penyebab perilaku. Teori penghubungan mempunyai tiga asumsi dasar. Pertama,

orang berusaha untuk menentukan penyebab perilaku. Kedua, orang membagi-

bagi penyebab secara sistematis. Asumsi ketiga adalah penyebab yang

dihubungkan mempunyai dampak terhadap perasaan dan perilaku orang yang

memandangnya.

Pencetus teori penghubungan, Fritz Heider menyampaikan pemikiran

dasar, bahwa orang berusaha mencari apakah sebuah perilaku yang teramati

disebabkan oleh ciri-ciri situasional atau personal. Sejumlah penyebab perilaku

yang sering terlihat meliputi penyebab-penyebab situasional (dipengaruhi oleh

lingkungan), pengaruh personal, kemampuan melakukan sesuatu, keinginan,

sentimen, pemilikan, kewajiban, dan izin untuk melakukan sesuatu.

Salah satu temuan yang paling umum dari teori ini adalah bahwa

penghubungan seringkali bias. Orang tidak begitu objektif saat melakukan

penarikan kesimpulan oleh karena penilaian mereka hanya didominasi oleh faktor-

faktor emosional. Penelitian juga menunjukkan bahwa penilaian awal orang sulit

dihilangkan, tidak peduli bagaimana membuktikannya. Jadi, begitu seseorang

membuat sebuah penghubungan, maka orang tersebut akan cenderung bertahan

dengan penghubungan itu.

Page 25: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang filemenjadi pusat kegiatan politik dan pengembangan tradisi Jawa pada zaman kerajaanya berjaya. Budaya merupakan salah satu hasil dari adanya proses

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

26

d. Teori Integrasi Informasi

Menurut teori ini, semua informasi memiliki potensi untuk mempengaruhi

sikap seseorang, tetapi tingkatannya bergantung pada dua variabel. Pertama,

valensi atau arah. Valensi adalah tingkatan di mana informasi dipandang

mendukung keyakinan seseorang atau tidak. Jika ia mendukung keyakinan dan

sikap seseorang, ia biasanya akan dipandang positif, demikian pula sebaliknya.

Variabel kedua yang mempengaruhi dampak dari informasi adalah bobot

yang diberikan kepada informasi tersebut. Bobot adalah fungsi dari kehandalan.

Jika seseorang berpendapat bahwa informasi itu mungkin benar, maka bobot yang

diberikan akan besar; jika tidak, bobotnya pun akan kecil. Valensi akan

mempengaruhi bagaimana informasi mempengaruhi sikap; bobot mempengaruhi

seberapa besar pengaruh tersebut.

Sebuah sikap, dianggap sebagai sebuah akumulasi dari informasi tentang

sesuatu objek, orang, situasi, atau pengalaman. Jadi, perubahan sikap terjadi

karena informasi baru memberikan tambahan pada sikap atau karena ia merubah

penilaian seseorang tentang bobot atau valensi dari informasi lain. Informasi

apapun biasanya tidak membawa pengaruh yang terlalu besar terhadap sebuah

sikap karena sikap tersebut memuat hal yang bisa menangkal informasi baru

tersebut.

Menurut teori ini, perubahan sikap bisa terjadi dari tiga sumber. Pertama,

informasi dapat merubah kepercayaan atau bobot dari keyakinan-keyakinan

Page 26: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang filemenjadi pusat kegiatan politik dan pengembangan tradisi Jawa pada zaman kerajaanya berjaya. Budaya merupakan salah satu hasil dari adanya proses

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

27

tertentu. Kedua, informasi bisa merubah valensi dari suatu keyakinan. Ketiga,

informasi dapat menambahkan keyakinan-keyakinan baru pada struktur sikap.

Dalam penelitian ini, peneliti lebih condong pada teori interpretasi pesan.

Dikarenakan background komunikan mempengaruhi bobot penerimaan pesan, dan

yang terjadi di fenomena ini adalah terjadinya distorsi makna dari komunikator

(masyarakat keraton) yang diterjemahkan dengan tindakan-tindakan berlebihan

oleh para komunikan (masyarakat awam), kemudian ditangkap dengan kacamata

yang berbeda oleh para masyarakat ahli.

4. Persepsi

Persepsi adalah inti dari komunikasi, interpretasi adalah inti dari persepsi,

dalam arti sempit ialah penglihatan, bagaimana cara seseorang melihat sesuatu;

sedangkan dalam arti luas ialah pandangan atau pengertian, yaitu bagaimana

seseorang memandang atau mengartikan sesuatu. Persepsi pada seseorang melalui

proses pengindraan, atensi dan interpretasi. Persepsi cenderung subyektif, karena

diproses pada otak masing-masing individu sehingga memiliki perbedaan dalam

kapasitas penangkapan indrawi dan perbedaan filter konseptual dalam melakukan

persepsi, sehingga pengolahan stimuli dalam diri individu, akan memberikan

makna yang berbeda antara satu dengan yang lain (Mulyana, 2007: 179-183).

Menurut Jalaluddin Rahmat, Persepsi ialah memberikan makna pada

stimuli indrawi (sensory stimuli). Dalam memberikan makna, kita tak hanya

melibatkan sensasi, namun juga atensi, ekspetasi, motivasi, dan memori. Dengan

kata lain persepsi merupakan analisa maupun interpretasi suatu individu terhadap

pesan atau makna, dengan melibatkan faktor-faktor psikologis individu tersebut

Page 27: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang filemenjadi pusat kegiatan politik dan pengembangan tradisi Jawa pada zaman kerajaanya berjaya. Budaya merupakan salah satu hasil dari adanya proses

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

28

(Rakhmat, 2001:51). Kenneth Anderson dalam Rakhmat (2001:52) menyebut

perhatian sebagai proses mental ketika stimuli atau rangkaian stimuli menjadi

menonjol dalam kesadaran pada saat stimuli yang lain melemah. Perhatian

ditentukan oleh dua faktor, yaitu faktor eksternal yang meliputi gerak, intensitas

stimuli, kebaruan dan perulangan, sedangkan faktor internal meliputi faktor

biologis dan psikologis. Persepsi merupakan pengalaman tentang obyek,

peristiwa, atau hubungan-hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan

informasi dan menafsirkan pesan (Rakhmat, 2001:91).

Persepsi dapat juga didefinisikan sebagai suatu proses yang ditempuh

individu-individu untuk mengorganisasikan dan menafsirkan kesan indra mereka

agar memberi makna kepada lingkungan mereka. Akan tetapi perlu dicatat bahwa

apa yang dipersepsikan seseorang dapat juga berbeda dari kenyataan yang objektif

(Robbins,2002:460).

- Persepsi dan Budaya

Sangat terlihat bahwa hubungan antara persepsi dengan komunikasi

memiliki efek dapat merubah perilaku manusia. Menurut Deddy Mulyana, faktor-

faktor internal bukan saja mempengaruhi atensi sebagai salah satu aspek persepsi,

tetapi juga mempengaruhi persepsi kita secara keseluruhan, terutama penafsiran

atas suatu rangsangan. Agama, ideologi, tingkat ekonomi, pekerjaan, sebagai

faktor-faktor internal jelas mempengaruhi persepsi seseorang terhadap realitas.

Dengan demikian, persepsi itu terikat oleh budaya (culture-bound). Bagaimana

kita memaknai pesan, objek, atau lingkungan, bergantung pada sistem nilai yang

kita anut. Persepsi berdasarkan budaya yang telah dipelajari, semakin besar

Page 28: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang filemenjadi pusat kegiatan politik dan pengembangan tradisi Jawa pada zaman kerajaanya berjaya. Budaya merupakan salah satu hasil dari adanya proses

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

29

perbedaan budaya antara individu, semakin besar pula perbadaan persepsi mereka

terhadap realitas. Dalam konteks ini, sebenarnya budaya dapat dianggap sebagai

pola persepsi dan perilaku yang dianut sekelompok orang (Mulyana, 2007:214).

Terdapat enam unsur budaya yang mempengaruhi persepsi kita ketika

berkomunikasi. Diungkapkan oleh Larry A. Samovar dan Richard E.Porter dalam

Mulyana (2007: 214). Unsur tersebut antaralain:

1. Kepercayaan (beliefes), nilai (values), dan sikap (attitudes)

2. Pandangan dunia (worldview)

3. Organisasi sosial (social organization)

4. Tabiat Manusia (human nature)

5. Orientasi kegiatan (activity orientation)

6. Persepsi tentang diri dan orang lain (perception of self and others)

Sebagai inti dari komunikasi, oleh sebab itu persepsi memiliki peran yang

dangat penting di dalam penelitian ini. Data-data yang dihimpun untuk

menguraikan fenomena Kebo Bule merupakan hasil persepsi dari para narasumber

berdasarkan kelompoknya masing-masing. Latar belakang pengalaman, budaya

dan psikologis yang berbeda, menjadi dasar penulis menghimpun data untuk

penelitian ini.

F. Kerangka Berpikir

Kerangka berpikir dalam penelitian ini didasari dari adanya gejala akibat

proses komunikasi yang dalam penyampaian pesan antara komunikator (keraton)

dan komunikannya (masyarakat di luar keraton) mengalami kegagalan sehingga

menimbulkan miskomunikasi sebagai sebab utama lahirnya fenomena Kebo Bule

Page 29: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang filemenjadi pusat kegiatan politik dan pengembangan tradisi Jawa pada zaman kerajaanya berjaya. Budaya merupakan salah satu hasil dari adanya proses

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

30

Kyai Slamet di Kirab Malam 1 Suro. Peneliti menganalisis persepsi-persepsi yang

dihimpun dari masyarakat keraton, awam dan ahli untuk mengetahui interpretasi

mereka tentang Fenomena Kebo Bule Kyai Slamet di Kirab Malam 1

Suro.Berikut kerangka berfikir dalam bentuk skema:

kok

Bagan 3 : Kerangka Perpikir

G. Definisi Konseptual

a. Persepsi

Persepsi menurut John R.Welburg dan William W. Wilmot dalam Deddy

Mulyana (2007:180) didefinisikan bahwa persepsi adalah cara organisme

memberi makna. Sedangkan Rudolph F. Verderber mendefinisikan sebagai proses

menafsirkan informasi indrawi (Mulyana,2007:180). Antara kedua definisi

Fenomena Kebo

Bule Kyai Slamet

Komunikan: *Masyarakat

awam *Masyarakat

Ahli

Komunikator:Masyarakat

Keraton

Hasil

penelitian

Persepsi Masyarakat

Surakarta Terhadap Kebo

Bule Kyai Slamet

Page 30: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang filemenjadi pusat kegiatan politik dan pengembangan tradisi Jawa pada zaman kerajaanya berjaya. Budaya merupakan salah satu hasil dari adanya proses

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

31

tersebut selaras dengan apa yang dirumuskan oleh Jalaludin Rahmat, bahwa

persepsi adalah sebagai pengalaman tentang obyek, peristiwa, dan hubungan-

hubungan yang diperoleh dari penyimpulan informasi dan menafsirkan pesan

(Rakhmat,2001:51). Sehingga persepsi merupakan sebuah pemaknaan dari sebuah

peristiwa yang mengandung sensasi.

Persepsilah yang menentukan kita memilih suatu pesan dan mengabaikan

pesan lainnya. Semakin tinggi derajat kesamaan persepsi antar individu, semakin

mudah dan semakin sering mereka berkomunikasi, dan konsekuensinya

cenderung membentuk kelompok budaya atau kelompok identitas.

b. Kebo Bule Kyai Slamet

Kerbau albino yang berada di Keraton Kasunanan Surakarta dikenal

masyarakat luas sebagai Kebo Bule Kyai Slamet. Hewan tersebut merupakan

peliharaan raja, yang saat ini kandangnya terletak di Alun-alun Selatan Keraton

Surakarta.

c. Tradisi Kirab Malam 1 Suro

Perayaan tahun baru menurut kalender Jawa. Malam 1 Suro jatuh mulai

terbenamnya matahari pada hari terakhir bulan terakhir kalender jawa. Di Keraton

Kasunanan Surakarta ritual malam 1 suro dilakukan pada tengah malam dengan

cara kirab benda-benda pusaka dengan Kebo Bule Kyai Slamet sebagai cucuk

lampah.

Page 31: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang filemenjadi pusat kegiatan politik dan pengembangan tradisi Jawa pada zaman kerajaanya berjaya. Budaya merupakan salah satu hasil dari adanya proses

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

32

H. Metodologi Penelitian

1. Paradigma Penelitian

Penelitian Persepsi Masyarakat Surakarta terhadap Fenomena Kebo Bule

Kyai Slamet menggunakan paradigma penelitian deskriptif kualitatif dengan data

kualitatif. Dalam prosesnya data kualitatif didapat dari hasil wawancara dengan

responden yang terdiri dari tiga koheren: masyarakat keraton, masyarakat awam,

dan masyarakat ahli. Para responden adalah orang yang dianggap paham,

memiliki kedekatan dengan fenomena Kebo Bule Kyai Slamet, serta mengerti dan

memperhatikan hal-hal yang berkenaan dengan Kebo Bule Kyai Slamet di Kirab

Malam 1 Suro.

HB Sutopo (2002:78) dalam Metodologi Penelitian Kualitatif menjelaskan

penelitian kualitatif cenderung bersifat kontekstual. Secara kontekstual, dalam

penelitian ini fokus pada penguraian fenomena kebo bule Kyai Slamet yang

terjadi di Keraton Kasunanan Surakarta berdasarkan persepsi masyarakat, yang

diwakili oleh para responden. Data kualitatif dipergunakan untuk mengetahui

persepsi dari para responden.

Penelitian ini menggunakan cara berpikir induktif. Penyusunan penyajian

data, analisis, hingga kesimpulan dilakukan sesuai dengan rumusan masalah.

Diterapkan pula, model analisis interaktif Miles dan Huberman. Hasil dari

penelitian ini tidak mudah digeneralisasikan, namun dengan patokan terhadap

sesuatu yang bersifat khusus. Hal ini dilakukan dengan pengelompokan-

pengelompokan hasil wawancara yang menonjol di tiap koheren responden, yang

Page 32: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang filemenjadi pusat kegiatan politik dan pengembangan tradisi Jawa pada zaman kerajaanya berjaya. Budaya merupakan salah satu hasil dari adanya proses

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

33

diolah menjadi beberapa sub-sub pembahasan yaitu kesimpulan persepsi terhadap

fenomena Kebo Bule Kyai Slamet dari Masyarakat Keraton, Masyarakat Awam,

dan Masyarakat ahli.

2. Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah

fenomenologi. Menurut Littlejohn dalam Pawito (2008:54), Fenomenologi

sebagai suatu gerakan dalam berfikir, fenomenologi dapat diartikan sebagai

upaya studi tentang pengetahuan yang timbul karena rasa kesadaran ingin

mengetahui. Objek pengetahuan berupa gejala atau kejadian dipahami secara

sadar (councious experience). Fenomenologi menganggap pengalaman yang

aktual sebagai data tentang realitas yang dipelajari. Kata gejala (phenomenon

yang bentuk jamaknya adalah phenomena) merupakan asal istilah fenomenologi

dibentuk, diartikan sebagai suatu tampilan dari objek, kejadian, atau kondisi-

kondisi menurut persepsi.

Dalam meneliti peristiwa budaya Kirab Malam 1 Suro yang mengandung

fenomena Kebo Bule Kyai Slamet, peneliti meyakini bahwa fenomena tersebut

merupakan gejala atau kejadian-kejadian yang dipahami melalui pengalaman para

khalayak secara sadar akibat dari adanya proses komunikasi dan interpretasi

pesan. Persepsi yang dihimpun peneliti dari masyarakat Keraton sebagai

komunikator tradisi Kirab Malam 1 Suro, masyarakat ahli dan masyarakat awam

sebagai komunikan akan dianalisis. Oleh karena itu, metode fenomenologi

diperlukan untuk menganalisis persepsi-persepsi narasumber tentang fenomena

Page 33: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang filemenjadi pusat kegiatan politik dan pengembangan tradisi Jawa pada zaman kerajaanya berjaya. Budaya merupakan salah satu hasil dari adanya proses

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

34

Kebo Bule Kyai Slamet yang terjadi saat Kirab Malam 1 Suro di Keraton

Kasunanan Surakarta.

3. Subjek Penelitian

Subyek penelitian dalam penelitian ini adalah masyarakat Surakarta yang

dibagi menjadi tiga koheren, yaitu:

a. Masyarakat Keraton: narasumber berjumlah 5 orang, meliputi keturunan

Pakubuwono, pejabat keraton, dan abdi dalem antaralain:

1. KGPH Puger (Pengageng Sasono Pustoko)

2. KGPH Dipokusumo (Putra Pakubuwono XII, Pengusaha, Dosen)

3. KMA Budhoyoningrat (Staff Sasono Wilopo, Guru)

4. Wiharni (Abdi Dalem)

5. Yanti Utomo Gunadi (Abdi Dalem, Pedagang)

Persepsi masyarakat keraton diperlukan, karena fenomena yang diteliti

bersumber dari Keraton Kasunanan Surakarta, oleh karena itu diperlukan

banyak informasi dari komunikator (masyarakat keraton) tentang tradisi

Kirab Malam 1 Suro yang melibatkan Kebo Bule Kyai Slamet. Terutama

berkaitan dengan asal mula dan maksud upacara tersebut dibuat.

b. Masyarakat Awam: terdiri dari 4 orang, mereka yang pernah mengikuti

upacara malam 1 suro, dan berasal dari dari warga diluar keraton antaralain:

1. Wartiyem (Pedagang dan Petani)

2. Surepi (Ibu Rumah Tangga)

3. Suroso (Pedagang)

4. Kusnadi (Wiraswasta)

Page 34: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang filemenjadi pusat kegiatan politik dan pengembangan tradisi Jawa pada zaman kerajaanya berjaya. Budaya merupakan salah satu hasil dari adanya proses

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

35

Masyarakat awam merupakan audience atau komunikan saat tradisi ini

berlangsung. Ribuan warga dari segala macam profesi, usia, dan latar

belakang pendidikan memadati keraton hingga sepanjang jalan yang dilalui

kirab. Di kalangan masyarakat awamlah fenomena ngalap berkah muncul dan

dituturkan dari mulut ke mulut dengan berbagai kisah magis hingga saat ini.

c. Masyarakat Ahli: dalam kategori ini terdapat 3 orang, terdiri dari dosen,

sejarawan, penulis dan pengamat budaya, antaralain:

1. Prof. Dr. Rustopo.,S.Kar., M.S (Guru Besar Sejarah ISI Surakarta)

2. Insiwi Febriari Setiasih SS,MA (Dosen Sejarah FSSR UNS)

3. Bandung Mawardi (Penulis, Pengamat Budaya)

Sebagai penyeimbang dari sudut pandang keilmuan, perlu didapatkan data

dari pengamatan komunikan masyarakat ahli. Berkaitan dengan fenomena

Kebo Bule di Kirab Malam 1 Suro, banyak hal yang perlu dianilisis secara

kritis dan mendalam oleh para masyarakat ahli, sehingga dapat dimengerti

secara logis.

4. Sumber Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer, merupakan

data yang diperoleh secara langsung dari hasil wawancara dengan para responden

dan observasi pada Kirab Malam 1 Suro yang telah dilakukan.

Proses wawancara dilakukan secara terpisah, dengan narasumber yang

dibagi menjadi 3 koheren, yaitu : masyarakat keraton (5 orang), masyarakat awam

(4 orang), dan masyarakat ahli (3 orang). Keseluruhan narasumber berjumlah 12

Page 35: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang filemenjadi pusat kegiatan politik dan pengembangan tradisi Jawa pada zaman kerajaanya berjaya. Budaya merupakan salah satu hasil dari adanya proses

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

36

orang. Data yang didapat dari wawancara dikuatkan dengan teori, jurnal, dan

artikel yang relevan.

5. Teknik Sampling

Sampel yang diambil sebagai calon responden dari jumlah populasi

keseluruhan, menggunakan metode purposive sampling. Hal ini karena penelitian

ini menggunakan metode kualitatif dan mempunyai tujuan khusus dalam

mengambil sampel untuk mendapatkan data yang diperlukan sesuai dengan

penelitian. Untuk memilih sampel lebih tepat dilakukan secara sengaja (purposive

sampling).

Dalam memilih narasumber, peneliti mempertimbangkan beberapa hal.

Untuk kategori masyarakat keraton, dipilih orang yang berada di lingkungan

keraton, memiliki pengetahuan tentang kebo bule kyai slamet, dan memiliki

kedekatan dengan tradisi kirab malam 1 Suro serta Kebo Bule Kyai Slamet.

Sehingga didapatkan 5 orang sebagai narasumber di kategori ini.

Sedangkan pemilihan masyarakat awam sebagai narasumber, adalah

mereka yang memiliki ketertarikan terhadap Kebo Bule Kyai Slamet,

menyaksikan atau mengikuti Kirab Malam 1 Suro, bahkan pernah ngalap berkah.

Secara keseluruhan, peneliti pernah mewawancarai sejumlah 7 orang, namun

hanya 4 narasumber yang datanya memenuhi syarat dan digunakan dalam

penelitian ini.

Page 36: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang filemenjadi pusat kegiatan politik dan pengembangan tradisi Jawa pada zaman kerajaanya berjaya. Budaya merupakan salah satu hasil dari adanya proses

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

37

Dalam memilih narasumber pada kategori masyarakat ahli, peneliti

memperhatikan profesi dan tingkat pendidikanya. Mereka adalah orang-orang

yang memiliki keahlian dalam bidang budaya dan sejarah, serta mampu

berpendapat secara ilmiah dalam menanggapi fenomena Kebo Bule Kyai Slamet.

Maka, dipilihlah 1 Guru Besar Sejarah, 1 Dosen, dan 1 Jurnalis. Namun, ditengah

proses analisis data, peneliti mengalami kekurangan data pada narasumber

jurnalis, sehingga harus kembali ke lapangan. Kemudian dipilihlah seorang

kolomnis sekaligus pengamat budaya sebagai narasumber keempat. Total

narasumber yang diwawancarai adalah 4 orang, namun yang valid hanya 3 orang.

Dengan demikian, penelitian kualitatif tidak dipengaruhi oleh jumlah

sampel. Dalam hal ini, jumlah sampel (informan) bisa sedikit dan bisa juga

banyak tergantung dari tepat tidaknya pemilihan informan kunci dan kompleksitas

dan keragaman (Bungin,2006:54)

6. Teknik Pengumpulan Data

a. Wawancara

Cara pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah

“indepth interview”. Yaitu wawancara secara mendalam dengan sumber atau

responden. Wawancara mendalam ini dilakukan oleh peneliti, dan dimaksudkan

untuk lebih memfokuskan persoalan yang menjadi pokok dari minat penelitian

(Pawito,2007:133). Dalam penelitian ini, pertanyaan yang diajukan sesuai dengan

interview guide yang telah dipersiapkan sebelumnya, agar alurnya terarah dan

sesuai dengan kebutuhan data yang diperlukan dalam penelitian ini.

Page 37: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang filemenjadi pusat kegiatan politik dan pengembangan tradisi Jawa pada zaman kerajaanya berjaya. Budaya merupakan salah satu hasil dari adanya proses

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

38

Sebagai metode ilmiah yang digunakan dalam penelitian ini, digunakan

untuk melacak berbagai gejala tertentu dari perspektif orang-orang yang terlibat di

dalamnya. Wawancara dilakukan peneliti secara terpisah, menyesuaikan lokasi

narasumber. Beberapa narasumber dihubungi via telepon terlebih dahulu untuk

kesepakatan waktu dan tempat wawancara, sebagian lainnya langsung

diwawancarai pada saat Kirab Malam 1 Suro tahun 2012.

Dalam wawancara yang telah dilakukan, pertanyaan bersifat luwes

menyesuaikan keadaan saat wawancara berlangsung dan karakter responden.

Bahkan ada salah satu wawancara yang dilakukan sambil berjalan kaki pada

tengah malam 1 Suro, dari halaman keraton hingga daerah Gemblegan. Walaupun

suasana dibuat senyaman mungkin, namun tetap pada garis besar informasi yang

perlu digali.

b. Observasi

Observasi dilakukan pada saat berlangsungnya ritual Kirab Malam 1 Suro

di Keraton Kasunanan Surakarta. Peneliti mengamati peristiwa budaya tersebut

sebanyak dua kali, yaitu pada tahun 2012 dan 2013. Disamping itu, peneliti

beberapa kali berkunjung ke kandang Kebo Bule di Alun-alun Selatan Keraton

Kasunanan Surakarta.

7. Validitas Data

Penelitian ini menggunakan teknik triangulasi, dimana data yang satu akan

dikontrol oleh data yang sama dari sumber data yang berbeda. Informasi yang

diperoleh selalu dikomparasikan dan selalu diuji dengan data atau informasi yang

Page 38: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang filemenjadi pusat kegiatan politik dan pengembangan tradisi Jawa pada zaman kerajaanya berjaya. Budaya merupakan salah satu hasil dari adanya proses

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

39

lain, pengelompokan data berdasarkan tiap koheren yang sama. Sehingga data

yang satu dengan data yang lain akan saling melengkapi dan saling menguji, serta

dapat diperoleh data yang dapat dipertanggungjawabkan. Dalam kaitan ini, Patton

(1984) menyatakan bahwa ada empat teknik triangulasi, yaitu, triangulasi sumber,

metodologi, penyidik, dan teori (Sutopo,2002:78).

Adapun pelaksanaan trianggulasi yang dilakukan peneliti adalah dengan

cara menghubungkan data kualitatif yang didapat dari hasil wawancara tiap

responden yang telah ditranskrip, dan tersaji dalam bentuk tulisan. Data tersebut

dikelompokkan berdasarkan koherennya, kemudian ditrianggulasikan antara data

masyarakat keraton 1 dengan lainya, antara masyarakat awam 1 dengan lainya,

dan antara masyarakat ahli 1 dengan lainya. Begitu pula seterusnya, sampai

didapatkan hasil yang diinginkan.

Pada kegiatan penelitian ini, teknik triangulasi data/sumber yang

digunakan mempermudah peneliti dalam menganalisis persepsi yang berkembang

di tiap koheren. Karena data yang sama atau sejenis akan lebih mantap

keberadaannya bila digali dari sumber yang berbeda. Dengan cara menggali data

dari sumber yang berbeda-beda dan juga teknik pengumpulan data yang berbeda,

data sejenis bisa teruji kemantapan dan kebenarannya (Sutopo,2002:80).

8. Teknik Analisis Data

Setelah data terkumpul, maka penganalisa data dilakukan dengan

menggunakan metode analisa kualitatif. Metode penelitian kualitatif yang

digunakan adalah dengan teori fenomenologi yaitu fenomena-fenomena yang ada

Page 39: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang filemenjadi pusat kegiatan politik dan pengembangan tradisi Jawa pada zaman kerajaanya berjaya. Budaya merupakan salah satu hasil dari adanya proses

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

40

dan nampak dideskripsikan sedemikian rupa sehingga tercapailah suatu

kesimpulan yang menyeluruh. Fenomenologi sangat membantu peneliti dalam

melakukan penelitian tentang fenomena Kebo Bule Kyai Slamet di Keraton

Kasunanan Surakarta. Pada tahap analisis data, berikut komponen-komponen

analisis data model interaktif Miles dan Huberman yang digunakan dalam

penelitian ini:

Bagan 4 : Komponen Analisis Data : Model Interaktif Miles Dan

Huberman (Pawito, 2008:105)

Analisa dilakukan oleh peneliti sejak data awal penelusuran dan dilakukan

secara terus menerus sampai menemukan data yang sesuai dengan batasan

penelitian. Data-data yang telah dihimpun difokuskan pembahasannya pada hal-

hal yang terlihat menonjol dan terdapat banyak kesamaan pada para narasumber di

tiap koherennya. Berikut penjelasan tentang langkah analisis interaktif Miles dan

Huberman yang telah diterapkan peneliti:

Pengumpulan

Data Penyajian

Data

Reduksi

Data

Kesimpulan

/Verifikasi

Page 40: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang filemenjadi pusat kegiatan politik dan pengembangan tradisi Jawa pada zaman kerajaanya berjaya. Budaya merupakan salah satu hasil dari adanya proses

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

41

a. Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan melalui proses wawancara secara terpisah,

yang alurnya menyesuaikan interview guide yang telah disiapkan sebelumnya.

Alat bantu rekam yang dipergunakan adalah telepon genggam. Narasumber yang

diwawancari dan hasilnya digunakan untuk data primer dalam penelitian ini

antaralain:

No Koheren Nama Profesi

1

Masyarakat

Keraton

KGPH Puger Pengageng Sasono Pustoko

Keraton Kasunanan Surakarta

2 KGPH Dipokusumo Pengusaha, Dosen

3 KMA Budhoyoningrat Guru, staff Sasono Wilopo

4

Yanti Utomo Gunadi Istri Alm. Utomo Gunadi, pawang

Kebo Bule Kyai Slamet

5 Wiharni Abdi Dalem

6

Masyarakat

Awam

Wartiyem Petani dan Pedangang

7 Suroso Pedagang

8 Surepi Ibu Rumah Tangga

9 Kusnadi Wiraswasta

10 Masyarakat

Ahli

Insiwi Febriari Dosen Sejarah UNS

11 Rustopo Guru Besar Sejarah ISI Surakarta

12 Bandung Mawardi Sastrawan, Kolomnis

Tabel 1 : Daftar Narasumber

Page 41: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang filemenjadi pusat kegiatan politik dan pengembangan tradisi Jawa pada zaman kerajaanya berjaya. Budaya merupakan salah satu hasil dari adanya proses

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

42

Setelah data dikumpulkan dari proses wawancara, selanjutnya peneliti

melakukan proses transkrip. Hasil transkrip tersebut yang adalah data yang siap

untuk melalui proses selanjutnya.

b. Penyajian Data

Suatu rakitan organisasi informasi yang memungkinkan kumpulan riset

dapat dilakukan. Penyajian data berupa hasil wawancara dan observasi, yang

kesemuanya dikelompokkan dahulu berdasarkan koheren narasumbernya, yaitu

masyarakat keraton, masyarakat awam, dan masyarakat ahli.

Kemudian dipilih pernyataan yang senada maupun saling menguatkan

dalam satu topik bahasan. Hal tersebut dilakukan guna merakit informasi secara

teratur supaya mudah dilihat dan diambil pengertiannya dengan bentuk yang

kompak.

Dari keseluruhan data yang sudah terkumpul dan melalui proses coding.

Data relevan dan telah tersaji berdasarkan pengelompokannya, disesuaikan

dengan kerangka pemikiran, teori yang dipergunakan. Analisis dilakukan sesuai

dengan rumusan masalah.

c. Reduksi Data

Merupakan proses seleksi, pemfokusan, penyederhanaan dan abstrakasi

data (kasar) yang ada di lapangan berupa hasil wawancara, observasi, artikel dan

surat kabar, serta dokumen pendukung lainnya. Proses ini berlangsung sepanjang

pelaksanaan penelitian, setelah proses pengumpulan dan penyajian data, yang

Page 42: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang filemenjadi pusat kegiatan politik dan pengembangan tradisi Jawa pada zaman kerajaanya berjaya. Budaya merupakan salah satu hasil dari adanya proses

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

43

didapat dari kerangka kerja konsepsional pemilihan kasus, pertanyaan-pertanyaan

yang diajukan dan cara pengumpulan data yang dipakai.

Dari keseluruhan data yang telah disajikan, data yang tidak diperlukan

maka dieliminasi. Dan pernah terjadi kekurangan data pada koheren masyarakat

ahli, maka salah satu hasil wawancara batal digunakan, dan kembali ke lapangan

untuk mewawancarai narasumber lain. Setelah itu data yang didapat dirasa cukup

memenuhi, sehingga dapat melanjutkan kembali proses reduksi data yang sempat

tertunda dan analisis dapat dilanjutkan dengan lancar sampai selesai.

d. Kesimpulan dan Verifikasi

Dalam penelitian ini, penarikan kesimpulan berdasarkan data-data yang

paling menonjol diantara tiga koheren narasumber yang telah dianalisis. Sehingga

hasilnya tidak hanya memuat persamaan persepsi, namun juga adanya perbedaan

persepsi akibat gejala miskomunikasi antara komunikator dan komunikan.

Secara keseluruhan, kesimpulan dari penelitian ini merupakan gambaran

interpretif tentang gejala dan realitas pada fenomena Kebo Bule Kyai Slamet di

Kirab Malam 1 Suro. Menurut Pawito (2008:102) dalam kesimpulan penelitian

kualitatif terkandung arti bahwa temuan apapun yang dihasilkan pada dasarnya

bersifat terbatas pada kasus yang diamati. Oleh karena itu, konsep berfikir

induktif lebih menonjol dalam penarikan kesimpulan pada penelitian kualitatif ini.