bab i pendahuluan a. latar belakang · pdf filehukum perusahaan: hukum perbankan dan...

37
Hukum Perusahaan: Hukum Perbankan dan Kebanksentralan | 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perbankan yang berasaskan demokrasi ekonomi dengan fungsi utamanya sebagai penghimpun dan penyalur dana masyarakat, memiliki peranan yang strategis untuk menunjang pelaksanaan pembangunan nasional, dalam rangka meningkatkan pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya, pertumbuhan ekonomi, dan stabilitas nasional, ke arah peningkatan taraf hidup rakyat banyak. Kedudukan strategis lainnya yang dimiliki perbankan ialah perbankan sebagai penunjang kelancaran sistem pembayaran, pelaksanaan kebijakan moneter dan pencapaian stabilitas sistem keuangan. Oleh karena itu, Indonesia perlu mengembangkan pertumbuhan sektor perbankan, salah satunya ialah melalui aturan atau hukum yang mengatur kegiatan di sektor tersebut, serta dengan membentuk Bank Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan sebagai pengawas, pengatur, dan pengontrol perbankan di Indonesia. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, maka didapatkan rumusan masalah yakni Bagaimana sistem hukum perbankan dan kebanksentralan di Indonesia?” C. Tujuan Penulisan Berdasarkan dari rumusan masalah di atas, maka tujuan dari penulisan makalah ini ialah untuk menganalisis sistem hukum perbankan dan kebanksentralan di Indonesia.

Upload: phungque

Post on 24-Feb-2018

218 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang · PDF fileHukum Perusahaan: Hukum Perbankan dan Kebanksentralan | 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perbankan yang berasaskan demokrasi ekonomi

Hukum Perusahaan: Hukum Perbankan dan Kebanksentralan | 1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Perbankan yang berasaskan demokrasi ekonomi dengan fungsi utamanya sebagai

penghimpun dan penyalur dana masyarakat, memiliki peranan yang strategis untuk

menunjang pelaksanaan pembangunan nasional, dalam rangka meningkatkan

pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya, pertumbuhan ekonomi, dan stabilitas

nasional, ke arah peningkatan taraf hidup rakyat banyak. Kedudukan strategis lainnya

yang dimiliki perbankan ialah perbankan sebagai penunjang kelancaran sistem

pembayaran, pelaksanaan kebijakan moneter dan pencapaian stabilitas sistem keuangan.

Oleh karena itu, Indonesia perlu mengembangkan pertumbuhan sektor perbankan, salah

satunya ialah melalui aturan atau hukum yang mengatur kegiatan di sektor tersebut,

serta dengan membentuk Bank Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan sebagai

pengawas, pengatur, dan pengontrol perbankan di Indonesia.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka didapatkan rumusan masalah yakni

“Bagaimana sistem hukum perbankan dan kebanksentralan di Indonesia?”

C. Tujuan Penulisan

Berdasarkan dari rumusan masalah di atas, maka tujuan dari penulisan makalah ini ialah

untuk menganalisis sistem hukum perbankan dan kebanksentralan di Indonesia.

Page 2: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang · PDF fileHukum Perusahaan: Hukum Perbankan dan Kebanksentralan | 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perbankan yang berasaskan demokrasi ekonomi

Hukum Perusahaan: Hukum Perbankan dan Kebanksentralan | 2

BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Perbankan

Lembaga perbankan merupakan inti dari sistem keuangan dari setiap negara. Bank

adalah lembaga keuangan yang menjadi tempat bagi orang perseorangan, badan-badan

usaha swasta, badan-badan usaha milik negara, bahkan lembaga-lembaga pemerintah

menyimpan dana-dana yang dimilikinya di lembaga perbankan. Melalui kegiatan

perkreditan dan berbagai jasa yang diberikan, bank melayani kebutuhan pembiayaan

serta melancarkan mekanisme sistem pembayaran bagi semua sektor perekonomian.1

Mengenai bagaimana sistem perbankan Indonesia, tentu segala sesuatunya dapat

dicermati dalam Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana

telah diubah dengan Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 dan Undang-undang

Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah. Berikut ialah definisi atau pengertian

dari beberapa istilah penting yang terkait dengan hukum perbankan berdasarkan

Undang-undang Perbankan dan Undang-undang Perbankan Syariah tersebut:2

1. Perbankan adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang bank, mencakup

kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara dan proses dalam melaksanakan

kegiatan usahanya;

2. Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk

simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau

bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak;

3. Bank Umum adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara

konvensional dan atau berdasarkan Prinsip Syariah yang dalam kegiatannya

memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran;

1 Hermansyah, S.H., S.Hum., Hukum Perbankan Nasional Indonesia, Cetakan ke-6 (Jakarta:

Kencana, 2011), hlm. 7

2 Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 7

Tahun 1992 tentang Perbankan.

Page 3: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang · PDF fileHukum Perusahaan: Hukum Perbankan dan Kebanksentralan | 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perbankan yang berasaskan demokrasi ekonomi

Hukum Perusahaan: Hukum Perbankan dan Kebanksentralan | 3

4. Bank Syariah (BS) adalah Bank yang menjalankan kegiatan usahanya

berdasarkan Prinsip Syariah dan menurut jenisnya terdiri atas Bank Umum

Syariah (BUS), Unit Usaha Syariah (UUS) dan Bank Pembiayaan Rakyat

Syariah (BPRS);3

5. Unit Usaha Syariah, yang selanjutnya disebut UUS, adalah unit kerja dari kantor

pusat Bank Umum Konvensional yang berfungsi sebagai kantor induk dari

kantor atau unit yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan Prinsip Syariah,

atau unit kerja di kantor cabang dari suatu Bank yang berkedudukan di luar

negeri yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional yang berfungsi

sebagai kantor induk dari kantor cabang pembantu syariah dan/atau unit

syariah.4

6. Kantor Cabang adalah kantor cabang Bank Syariah yang bertanggung jawab

kepada kantor pusat Bank yang bersangkutan dengan alamat tempat usaha yang

jelas sesuai dengan lokasi kantor cabang tersebut melakukan usahanya;5

7. Prinsip Syariah adalah prinsip hukum Islam dalam kegiatan perbankan

berdasarkan fatwa yang dikeluarkan oleh lembaga yang memiliki kewenangan

dalam penetapan fatwa di bidang syariah;6

8. Bank Perkreditan Rakyat adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara

konvensional atau berdasarkan Prinsip Syariah yang dalam kegiatannya tidak

memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.

B. Dasar Hukum

Sebagaimana yang diuangkapkan pemakalah dalam latar belakang di atas bahwa agar

sektor perbankan dapat berkembang dan bertumbuh dengan baik, maka diperlukan

aturan hukum yang mengikat dan mengatur perbankan, sehingga dengan hukum

tersebut, perbankan dapat menjalankan fungsinya secara sehat dan maju. Berikut ialah

dasar hukum perbankan di Indonesia:

3 Otoritas Jasa Keuangan, Booklet Perbankan Indonesia 2016, diakses tanggal 20 April 2017

http://www.ojk.go.id/id/kanal/perbankan/data-dan-statistik/booklet-perbankan indonesia/Pages/Booklet-

Perbankan-Indonesia-2016.aspx, hlm. 13

4 Undang-undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah.

5 Ibid.

6 Ibid.

Page 4: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang · PDF fileHukum Perusahaan: Hukum Perbankan dan Kebanksentralan | 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perbankan yang berasaskan demokrasi ekonomi

Hukum Perusahaan: Hukum Perbankan dan Kebanksentralan | 4

1. Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas Undang-undang

Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan.

2. Undang-undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah.

3. Undang-undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia.

4. Undang-undang Nomor 3 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-undang

Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia.

5. Undang-undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan.

6. Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Republik Indonesia Nomor 2

Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua atas Undang-undang Nomor 23 Tahun

1999 tentang Bank Indonesia.

7. Undang-undang Nomor 3 Tahun 2011 tentang Transfer Dana.

8. Undang-undang Nomor 24 Tahun 1999 tentang Lalu Lintas Devisa dan Sistem

Nilai Tukar.

9. Peraturan Bank Indonesia.

10. Surat Edaran Bank Indonesia.

11. Peraturan Otoritas Jasa Keuangan.

12. Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan.

13. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.

14. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal.

15. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah

beserta Benda-Benda yang berkaitan dengan Tanah.

16. Burgerlijk Wetboek (Kitab Undang-Undang Hukum Perdata), terutama

ketentuan Buku II dan Buku III mengenai Hukum Jaminan dan Perjanjian.

17. Wetboek van Koophandel (Kitab Undang-Undang Hukum Dagang), terutama

ketentuan Buku I mengenai surat-surat berharga.

18. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1962 tentang Perusahaan Daerah.

19. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian.

20. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil dan

Menengah.

21. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan

dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, dan peraturan perundang-

undangan lain yang berhubungan dengan perbankan dan kegiatan usahanya.

Page 5: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang · PDF fileHukum Perusahaan: Hukum Perbankan dan Kebanksentralan | 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perbankan yang berasaskan demokrasi ekonomi

Hukum Perusahaan: Hukum Perbankan dan Kebanksentralan | 5

C. Asas Perbankan

Untuk terciptanya sistem perbankan Indonesia yang sehat dalam kegiatan perbankan,

maka berikut akan diuraikan asas hukum perbankan:7

1. Asas Kepercayaan (Fiduciary Principle)

Asas kepercayaan adalah suatu asas yang menyatakan bahwa usaha bank

dilandasi oleh hubungan kepercayaan antara bank dan nasabahnya. Bank

berusaha dari dana masyarakat yang disimpan berdasarkan kepercayaan,

sehingga setiap bank perlu menjaga kesehatan banknya dengan tetap memelihara

dan mempertahankan kepercayaan masyarakat. Prinsip kepercayaan diatur

dalam Pasal 29 ayat (4) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998, yakni yang

bunyinya “dalam memberikan kredit dan melakukan kegiatan usaha lainnya,

bank wajib menempuh cara-cara yang tidak merugikan bank dan kepentingan

nasabah yang mempercayakan dananya kepada bank”.

2. Asas Kerahasiaan (Confidential Principle)

Asas Kerahasiaan adalah asas yang mengharuskan atau mewajibkan bank

merahasiakan segala sesuatu yang berhubungan dengan keuangan dan lain-lain

dari nasabah bank yang menurut kelaziman dunia perbankan (wajib)

dirahasiakan. Prinsip kerahasian bank diatur dalam Pasal 40 sampai dengan

Pasal 47 A Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998. Menurut Pasal 40 bank

wajib merahasiakan keterangan mengenai nasabah penyimpan dan simpanannya.

Namun dalam ketentuan tersebut kewajiban merahasiakan itu bukan tanpa

pengecualian. Kewajiban merahasiakan dikecualikan dalam hal-hal kepentingan

perpajakan, penyelesaian utang piutang bank yang sudah diserahkan kepada

badan Urusan Piutang dan Lelang/Panitia Urusan Piutang Negara

(UPLN/PUPN), kepentingan pengadilan perkara pidana, dalam hal perkara

perdata antara bank dengan nasabah, dan dalam rangka tukar menukar informasi

bank.

7 Dr. Abdul Hakim Siagian, S.H., M.H., Hukum Perbankan, https://abdul-hakim-

siagian.com/tag/hukum-perbankan/ diakses pada hari Jumat tanggal 21 April 2017.

Page 6: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang · PDF fileHukum Perusahaan: Hukum Perbankan dan Kebanksentralan | 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perbankan yang berasaskan demokrasi ekonomi

Hukum Perusahaan: Hukum Perbankan dan Kebanksentralan | 6

3. Asas Kehati-hatian (Prudential Principle)

Asas Kehati-hatian adalah suatu asas yang menyatakan bahwa bank dalam

menjalankan fungsi dan kegiatan usahanya wajib menerapkan prinsip kehati-

hatian dalam rangka melindungi dana masyarakat yang dipercayakan kepadanya.

Tujuan dilakukannya prinsip kehati-hatian ini agar bank selalu dalam keadaan

sehat menjalankan usahanya dan mematuhi ketentuan-ketentuan dan norma-

norma hukum yang berlaku di dunia perbankan. Prinsip kehati-hatian tertera

dalam Pasal 2 dan Pasal 29 ayat (2) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998.

Lebih lanjut Hermansyah dalam bukunya Hukum Perbankan Nasional Indonesia

mengemukakan bahwa bank dan orang-orang yang terlibat di dalamnya,

terutama dalam membuat kebijaksanaan dan menjalankan kegiatan usahanya

wajib menjalankan tugas dan wewenangnya masing-masing secara cermat, teliti,

dan profesional, sehingga memperoleh kepercayaan masyarakat. Bank dalam

membuat kebijaksanaan dan menjalankan kegiatan usahanya harus selalu

mematuhi seluruh peraturan perundang-undangan yang berlaku secara konsisten

dengan didasari oleh iktikad baik.

D. Legal Administratif Perbankan

Berdasarkan Undang Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, sebagaimana

telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 diketahui bahwa Bank

Umum maupun Bank Perkreditan Rakyat dapat berbentuk Perseroan Terbatas,

Koperasi, atau Perusahaan Daerah. Apabila berbentuk Perseroan Terbatas maka

sahamnya hanya dapat diterbitkan dalam bentuk saham atas nama. Apabila berbentuk

Koperasi, kepemilikannya diatur berdasarkan peraturan mengenai perkoperasian yang

berlaku. Bank Umum dapat melakukan emisi saham melalui bursa efek. Bentuk badan

hukum dari kantor perwakilan dan kantor cabang bank yang berkedudukan di luar

negeri ialah mengikuti bentuk badan hukum kantor pusatnya sebagaimana ditentukan

oleh Pasal 21 Ayat (3).

Warga negara Indonesia, warga negara asing, badan hukum Indonesia dan atau badan

hukum asing dapat membeli saham Bank Umum, baik secara langsung dan atau melalui

Page 7: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang · PDF fileHukum Perusahaan: Hukum Perbankan dan Kebanksentralan | 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perbankan yang berasaskan demokrasi ekonomi

Hukum Perusahaan: Hukum Perbankan dan Kebanksentralan | 7

bursa efek. Akan tetapi, Bank Perkreditan Rakyat hanya dapat didirikan dan dimiliki

oleh warga negara Indonesia yang seluruh pemiliknya warga negara Indonesia,

pemerintah daerah, atau dapat dimiliki bersama di antara ketiganya.8 Meski badan

hukum perbankan dapat berupa Perseroan Terbatas, koperasi, dan perusahaan daerah,

namun kebanyakan perbankan di Indonesia berbadan hukum perseroan terbatas. Pasal 7

Undang-undang Perbankan Syariah mengatur bahwa badan hukum perbankan syariah

hanya perseroan terbatas. Lebih lanjut, pemakalah akan menjelaskan pengaturan atau

ketentuan-ketentuan pokok perbankan sebagai berikut:

Pendirian Perbankan

Pertama perlu dicatat bahwa bank hanya dapat didirikan dan melakukan kegiatan usaha

dengan izin Otoritas Jasa Keuangan (OJK), sehingga setiap perbankan harus izin

terlebih dahulu ke OJK sebelum perbankan tersebut berdiri dan menjalankan kegiatan

usaha. Sebelum OJK didirikan, perbankan mesti memperoleh izin pendirian dari Bank

Indonesia. Mengenai tata cara perizinan perbankan, diatur lebih lanjut oleh Peraturan

Pemerintah. Beberapa hal pokok yang perlu diperhatikan untuk memperoleh izin ialah

sebagai berikut:9

1. Persyaratan untuk menjadi pengurus bank antara lain menyangkut keahlian di

bidang perbankan dan berintegritas baik.

2. Larangan adanya hubungan keluarga antara pengurus bank.

3. Modal disetor minimum untuk pendirian Bank Umum, Bank Umum Syariah,

Unit Usaha Syariah, Bank Perkreditan Rakyat, dan Bank Pembiayaan Rakyat

Syariah.

4. Batas maksimum kepemilikan saham dan kepengurusan.

5. Kelayakan rencana kerja.

6. Batas waktu pemberian izin pendirian bank.

8 Brian A Prastyo, SH., MLI, Peran Dewan Pengawas Syariah Dalam Bank Syariah, Buletin

Hukum Perbankan dan Kebanksentralan, Volume 3, Nomor 1, April 2005, hlm. 45.

9 Hermansyah, S.H., S.Hum., Hukum Perbankan Nasional Indonesia, Cetakan ke-6 (Jakarta:

Kencana, 2011), hlm. 26

Page 8: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang · PDF fileHukum Perusahaan: Hukum Perbankan dan Kebanksentralan | 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perbankan yang berasaskan demokrasi ekonomi

Hukum Perusahaan: Hukum Perbankan dan Kebanksentralan | 8

Mengenai prosedur pendirian bank telah ada beberapa peraturan pelaksanaan10

dari

Undang-undang Perbankan dan Undang-undang Perbankan Syariah, serta telah ada

peraturan dari OJK mengenai hal ini.

1. Bank Umum Konvensional

Modal disetor paling kurang sebesar Rp 3 triliun, dan hanya dapat didirikan dan/atau

dimiliki oleh:

a. WNI dan/atau badan hukum Indonesia; atau

b. WNI dan/atau badan hukum Indonesia dengan warga negara asing (WNA)

dan/atau badan hukum asing secara kemitraan.

Untuk memperoleh izin usaha Bank Umum dan Bank Perkreditan Rakyat dari OJK,

maka berdasarkan Pasal 16 ayat (2) Undang-undang Perbankan, Bank Umum dan Bank

Perkreditan Rakyat wajib memenuhi persyaratan sekurang-kurangnya tentang:

a. susunan organisasi dan kepengurusan;

b. permodalan;

c. kepemilikan;

d. keahlian di bidang Perbankan; dan

e. Kelayakan rencana kerja.

Selanjutnya menurut Pasal 9 Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor 32/33

KEP/DIR tentang Bank Umum, ditentukan bahwa permohonan untuk memperoleh izin

usaha wajib memenuhi persyaratan tertentu, serta melampirkan hal-hal berikut:

a. Akta pendirian badan hukum, termasuk anggaran dasar badan hukum yang

telah disahkan oleh instansi yang berwenang.

b. Data kepemilikan berupa: daftar calon pemegang saham berikut rincian

besarnya masing-masing kepemilikan saham bagi bank yang berbentuk

hukum Perseroan Terbatas/Perusahaan Daerah, dan daftar calon anggota

berikut rincian jumlah simpanan pokok dan simpanan wajib, sera daftar

hibah bagi bank yang berbentuk hukum koperasi.

10 Di antaranya ialah Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor 32/33/KEP/DIR tentang

Bank Umum dan Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor 32/35/KEP/DIR tentang Bank

Perkreditan Rakyat.

Page 9: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang · PDF fileHukum Perusahaan: Hukum Perbankan dan Kebanksentralan | 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perbankan yang berasaskan demokrasi ekonomi

Hukum Perusahaan: Hukum Perbankan dan Kebanksentralan | 9

c. Daftar susunan Dewan Komisaris dan Direksi.

d. Susunan organisasi serta sistem dan prosedur kerja termasuk susunan

personalia.

e. Bukti pelunasan modal disetor dalam bentuk fotokopi bilyet deposito.

f. Bukti kesiapan operasional antara lain berupa: daftar aktiva tetap dan

inventaris, bukti penguasaan gedung berupa bukti kepemilikan atau

perjanjian sewa-menyewa gedung kantor, foto gedung kantor dan tata

ruangan, contoh formulir/warkat yang akan digunakan untuk operasional

bank, NPWP Tanda Daftar Perusahaan.

g. Surat pernyataan dari pemegang saham bagi bank yang berbentuk hukum

Perseroan Terbatas/Perusahaan Daerah atau dari calon anggota bagi bank

yang berbentuk hukum koperasi, bahwa pelunasaan modal tersebut tidak

berasal dari pinjaman atau fasilitaspembiayaan dalam bentuk apapun dari

atau pihak lain di Indonesia, juga tidak berasal dari dan untuk tujuan

pencucian uang.

h. Surat pernyataan tidak merangkap jabatan dari anggota Dewan Komisaris

sebagai anggota Dewan Komisaris pada lebih dari 1 bank lain atau sebagai

Dewan Komisaris, Direksi, atau Pejabat eksekutif lainnya pada perusahaan

lain lebih dari 2 perusahaan.

i. Surat pernyataan tidak merangkap jabatan dari anggota Direksi sebagai

anggota Komisaris, Direksi, atau Pejabat eksekutif lainnya pada lembag

perbankan, perusahaan, atau lembaga lain.

j. Surat pernyataan dari anggota Dewan Komisaris dan anggota Direksi bahwa

yang bersangkutan tidak mempunyai hubungan keluarga sampai derajat

kedua termasuk suami istri, menantu, dan ipar dengan anggota Direksi, dan

anggota Dewan Komisaris lainnya.

Surat pernyataan dari anggota Direksi berisi bahwa yang bersangkutan baik secara

sendiri-sendiri maupun bersama-sama tidak mempunyai saham melebihi 25% dari

modal disetor pada perusahaan lain.

Setelah diajukannya permohonan izin usaha, maka OJK selambat-lambatnya 60 hari

setelah dokumen permohonan diterimanya secara lengkap dituntut memberikan

Page 10: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang · PDF fileHukum Perusahaan: Hukum Perbankan dan Kebanksentralan | 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perbankan yang berasaskan demokrasi ekonomi

Hukum Perusahaan: Hukum Perbankan dan Kebanksentralan | 10

pernyataan disetujui atau ditolak. Dalam memberikan persetujuan atau penolakan, OJK

terlebih dahulu akan melakukan penelitian atas kelengkapan dan kebenaran dokumen.

Dalam hal terdapat pergantian atas calon yang diajukan, maka dilakukan wawancara

dengan pemilik, anggota dewan komisaris dan direksi, namun bila tidak ada pergantian,

maka tidak diperlukan wawancara kedua kali.

2. Bank Umum Syariah

Modal disetor paling kurang sebesar Rp 1 triliun, dan hanya dapat didirikan dan/atau

dimiliki oleh:

a. WNI dan/atau badan hukum Indonesia; atau

b. WNI dan/atau badan hukum Indonesia dengan WNA dan/atau badan hukum

asing secara kemitraan.

Berdasarkan Pasal 5 Undang-undang Perbankan Syariah, usaha Bank Syariah harus

memenuhi beberapa persyaratan untuk memperoleh izin dari OJK, berikut ialah

persyaratannya:

a. susunan organisasi dan kepengurusan;

b. permodalan;

c. kepemilikan;

d. keahlian di bidang Perbankan Syariah; dan

e. kelayakan usaha.

3. Bank Perkreditan Rakyat

Berdasarkan Undang-undang Perbankan, Bank Perkreditan Rakyat hanya dapat

didirikan di ibukota kabupaten atau kotamadya, sepanjang di ibukota kabupaten atau

kotamadya dimaksud belum terdapat Bank Perkreditan Rakyat. Sementara Modal

disetor paling kurang sebesar:

a. Zona 1 sebesar Rp 14 miliar;

b. Zona 2 sebesar Rp 8 miliar;

c. Zona 3 sebesar Rp 6 miliar; dan

d. Zona 4 sebesar Rp 4 miliar.

Page 11: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang · PDF fileHukum Perusahaan: Hukum Perbankan dan Kebanksentralan | 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perbankan yang berasaskan demokrasi ekonomi

Hukum Perusahaan: Hukum Perbankan dan Kebanksentralan | 11

Lebih lanjut aturan mengenai zona wilayah di atas dapat dilihat dalam Surat Edaran

Otoritas Jasa Keuangan (SEOJK) Nomor 16/SEOJK.03/2015 tentang Bank Perkreditan

Rakyat dan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 20/POJK.03/2014 tentang

Bank Perkreditan Rakyat. Bank Perkreditan Rakyat ini hanya dapat didirikan dan/atau

dimiliki oleh:

a. WNI;

b. Badan hukum Indonesia yang seluruh pemiliknya WNI;

c. Pemerintah Daerah; atau

d. Dua pihak atau lebih sebagaimana dimaksud dalam angka 1), 2) dan 3).

4. Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS)

Modal disetor paling kurang sebesar:

a. Rp 2 miliar untuk BPRS yang didirikan di wilayah DKI Jakarta Raya dan

Kabupaten/Kota Tangerang, Bogor, Depok dan Bekasi;

b. Rp 1 miliar untuk BPRS yang didirikan di wilayah ibukota provinsi di luar

wilayah sebagaimana disebut dalam angka 1);

c. Rp 500 juta untuk BPRS yang didirikan di luar wilayah angka 1) dan 2).

BPRS hanya dapat didirikan dan/atau dimiliki oleh:

a. WNI dan/atau badan hukum Indonesia yang seluruh pemiliknya WNI;

b. Pemerintah Daerah; atau

c. Dua pihak atau lebih sebagaimana dimaksud dalam angka 1) dan 2).

E. Kepemilikan Saham Perbankan

Dalam rangka penatausahaan struktur kepemilikan, OJK menetapkan batas maksimum

kepemilikan saham pada bank berdasarkan kategori pemegang saham dan keterkaitan

antar pemegang saham sebagai berikut:

1. Badan hukum lembaga keuangan bank dan lembaga keuangan bukan bank

sebesar 40% dari modal bank;

Page 12: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang · PDF fileHukum Perusahaan: Hukum Perbankan dan Kebanksentralan | 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perbankan yang berasaskan demokrasi ekonomi

Hukum Perusahaan: Hukum Perbankan dan Kebanksentralan | 12

2. Badan hukum bukan lembaga keuangan sebesar 30% dari modal bank; dan

3. Pemegang saham perorangan sebesar 20% dari modal bank. Batas maksimum

kepemilikan saham oleh perorangan di BUS adalah sebesar 25% dari modal

bank.

F. Kegiatan Usaha Perbankan

1. Bank Umum Konvensional

Usaha Bank Umum yang dijabarkan dalam Pasal 6 dan Pasal 7 Undang- Undang Nomor

10 Tahun 1998 tentang Perbankan ialah sebagai berikut:

a. menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan berupa giro,

deposito berjangka, sertifikat deposito, tabungan, dan/atau bentuk lainnya

yang dipersamakan dengan itu;

b. memberikan kredit;

c. menerbitkan surat pengakuan hutang;

d. membeli, menjual atau menjamin atas risiko sendiri maupun untuk

kepentingan dan atas perintah nasabahnya:

1) surat-surat wesel termasuk wesel yang diakseptasi oleh bank yang masa

berlakunya tidak lebih lama daripada kebiasaan dalam perdagangan

surat-surat dimaksud;

2) surat pengakuan hutang dan kertas dagang lainnya yang masa berlakunya

tidak lebih lama dari kebiasaan dalam perdagangan surat-surat dimaksud;

3) kertas perbendaharaaa negara dan surat jaminan pemerintah;

4) Sertifikat Bank Indonesia (SBI);

5) obligasi;

6) surat dagang berjangka waktu sampai dengan 1 (satu) tahun;

7) instrumen surat berharga lain yang berjangka waktu sampai dengan 1

(satu) tahun;

e. memindahkan uang baik untuk kepentingan sendiri maupun untuk

kepentingan nasabah;

Page 13: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang · PDF fileHukum Perusahaan: Hukum Perbankan dan Kebanksentralan | 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perbankan yang berasaskan demokrasi ekonomi

Hukum Perusahaan: Hukum Perbankan dan Kebanksentralan | 13

f. menempatkan dana pada, meminjam dana dari, atau meminjamkan dana

kepada bank lain, baik dengan menggunakan surat, sarana telekomunikasi

maupun dengan wesel unjuk, cek atau sarana lainnya;

g. menerima pembayaran dari tagihan atas surat berharga dan melakukan

perhitungan dengan atau antar pihak ketiga;

h. menyediakan tempat untuk menyimpan barang dan surat berharga;

i. melakukan kegiatan penitipan untuk kepentingan pihak lain berdasarkan

suatu kontrak; melakukan penempatan dana dari nasabah kepada nasabah

lainnya dalam bentuk surat berharga yang tidak tercatat di bursa efek;

j. membeli melalui pelelangan agunan baik semua maupun sebagian dalam hal

debitur tidak memenuhi kewajibannya kepada bank, dengan ketentuan

agunan yang dibeli tersebut wajib dicairkan secepatnya;

k. melakukan kegiatan anjak piutang, usaha kartu kredit dan kegiatan wali

amanat;

l. menyediakan pembiayaan bagi nasabah berdasarkan prinsip bagi hasil sesuai

dengan ketentuan yang ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah;

m. melakukan kegiatan lain yang lazim dilakukan oleh bank sepanjang tidak

bertentangan dengan Undang-undang ini dan peraturan perundang-undangan

yang berlaku.

Selain melakukan kegiatan usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6, Bank Umum

dapat pula melakukan kegiatan usaha berdasarkan Pasal 7 Undang-undang Perbankan

berikut ini:

a. melakukan kegiatan dalam valuta asing dengan memenuhi ketentuan yang

ditetapkan oleh Bank Indonesia;

b. melakukan kegiatan penyertaan modal pada bank atau perusahaan lain di

bidang keuangan, seperti sewa guna usaha, modal ventura, perusahaan efek,

asuransi, serta lembaga kliring penyelesaian dan penyimpanan, dengan

memenuhi ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia;

c. melakukan kegiatan penyertaan modal sementara untuk mengatasi akibat

kegagalan kredit, dengan syarat harus menarik kembali penyertaannya,

dengan memenuhi ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia; dan

Page 14: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang · PDF fileHukum Perusahaan: Hukum Perbankan dan Kebanksentralan | 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perbankan yang berasaskan demokrasi ekonomi

Hukum Perusahaan: Hukum Perbankan dan Kebanksentralan | 14

d. bertindak sebagai pendiri dana pensiun dan pengurus dana pensiun sesuai

dengan ketentuan dalam peraturan perundang-undangan dana pensiun yang

berlaku.

2. Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah

a. Menghimpun dana dalam bentuk Simpanan berupa Giro, Tabungan, atau

bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu berdasarkan akad wadi’ah

atau akad lain yang tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah;

b. Menghimpun dana dalam bentuk investasi berupa Deposito, Tabungan, atau

bentuk lainnya yang (dipersamakan dengan itu berdasarkan akad

mudharabah atau akad lain yang tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah;

c. Menyalurkan pembiayaan bagi hasil berdasarkan akad mudharabah, akad

musyarakah, atau akad lain yang tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah;

d. Menyalurkan pembiayaan berdasarkan akad murabahah, akad salam, akad

istishna’, atau akad lain yang tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah;

e. Menyalurkan pembiayaan berdasarkan akad qardh atau akad lain yang tidak

bertentangan dengan Prinsip Syariah;

f. Menyalurkan pembiayaan penyewaan barang bergerak atau tidak bergerak

kepada nasabah berdasarkan akad ijarah dan/atau sewa beli dalam bentuk

Ijarah Muntahiya bit Tamlik (IMBT) atau akad lain yang tidak bertentangan

dengan Prinsip Syariah;

g. Melakukan pengambilalihan utang berdasarkan akad hawalah atau akad lain

yang tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah;

h. Melakukan usaha kartu debit dan/atau kartu pembiayaan berdasarkan Prinsip

Syariah;

i. Membeli, menjual, atau menjamin atas risiko sendiri surat berharga pihak

ketiga yang diterbitkan atas dasar transaksi nyata berdasarkan Prinsip

Syariah, antara lain, seperti akad ijarah, musyarakah, mudharabah,

murabahah, kafalah, atau hawalah;

j. Membeli surat berharga berdasarkan Prinsip Syariah yang diterbitkan oleh

pemerintah dan/atau BI;

Page 15: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang · PDF fileHukum Perusahaan: Hukum Perbankan dan Kebanksentralan | 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perbankan yang berasaskan demokrasi ekonomi

Hukum Perusahaan: Hukum Perbankan dan Kebanksentralan | 15

k. Menerima pembayaran dari tagihan atas surat berharga dan melakukan

perhitungan dengan pihak ketiga atau antar pihak ketiga berdasarkan Prinsip

Syariah;

l. Menyediakan tempat untuk menyimpan barang dan surat berharga

berdasarkan Prinsip Syariah;

m. Memindahkan uang, baik untuk kepentingan sendiri maupun untuk

kepentingan nasabah berdasarkan Prinsip Syariah;

n. Memberikan fasilitas letter of credit atau bank garansi berdasarkan Prinsip

Syariah;

o. Melakukan kegiatan lain yang lazim dilakukan di bidang perbankan dan di

bidang sosial sepanjang tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah dan

sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;

p. Melakukan kegiatan valuta asing berdasarkan Prinsip Syariah;

q. Melakukan kegiatan PMS untuk mengatasi akibat kegagalan pembiayaan

berdasarkan Prinsip Syariah, dengan syarat harus menarik kembali

penyertaannya;

r. Melakukan kegiatan dalam pasar modal sepanjang tidak bertentangan

dengan Prinsip Syariah dan ketentuan peraturan perundangundangan di

bidang pasar modal;

s. Menyelenggarakan kegiatan atau produk bank yang berdasarkan Prinsip

Syariah dengan menggunakan sarana elektronik;

t. Menerbitkan, menawarkan dan memperdagangkan surat berharga jangka

pendek berdasarkan Prinsip Syariah, baik secara langsung maupun tidak

langsung melalui pasar uang; dan

u. Menyediakan produk atau melakukan kegiatan usaha BUS lainnya yang

berdasarkan Prinsip Syariah.

Kegiatan di bawah ini hanya dapat dilakukan oleh Bank Umum Syariah:

a. Membeli, menjual, atau menjamin atas risiko sendiri surat berharga pihak

ketiga yang diterbitkan atas dasar transaksi nyata berdasarkan Prinsip

Syariah, antara lain, seperti akad ijarah, musyarakah, mudharabah,

murabahah, kafalah, atau hawalah;

Page 16: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang · PDF fileHukum Perusahaan: Hukum Perbankan dan Kebanksentralan | 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perbankan yang berasaskan demokrasi ekonomi

Hukum Perusahaan: Hukum Perbankan dan Kebanksentralan | 16

b. Melakukan penitipan untuk kepentingan pihak lain berdasarkan suatu akad

yang berdasarkan Prinsip Syariah;

c. Melakukan fungsi sebagai wali amanat berdasarkan akad wakalah;

d. Melakukan kegiatan penyertaan modal pada BUS atau lembaga keuangan

yang melakukan kegiatan usaha berdasarkan Prinsip Syariah;

e. Bertindak sebagai pendiri dan pengurus dana pensiun berdasarkan Prinsip

Syariah; dan

f. Menerbitkan, menawarkan, dan memperdagangkan surat berharga jangka

panjang berdasarkan Prinsip Syariah, baik secara langsung maupun tidak

langsung melalui pasar modal.

3. Bank Perkreditan Rakyat

Usaha Bank Perkreditan Rakyat dijabarkan dalam Pasal 13 Undang- Undang Nomor 10

Tahun 1998 tentang Perbankan, yaitu:

a. Menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan berupa deposito

berjangka, tabungan, dan/atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu;

b. Memberikan kredit;

c. Menyediakan pembiayaan dan penempatan dana berdasarkan prinsip syariah,

jika itu bank syariah dan/atau unit usaha syariah, sesuai dengan ketentuan

yang ditetapkan oleh Bank Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan;

d. Menempatkan dananya dalam bentuk sertifikat Bank Indonesia (SBI),

deposito berjangka, sertifikat deposito, dan/atau tabungan pada bank lain.

4. Kegiatan Pendukung Usaha

Kegiatan Pendukung usaha adalah kegiatan lain yang dilakukan bank di luar kegiatan

usaha bank. Kegiatan pendukung usaha tersebut antara lain terkait dengan sumber daya

manusia (SDM), manajemen risiko, kepatuhan, internal audit, akunting dan keuangan,

Teknologi Informasi (TI), logistik dan pengamanan.

Page 17: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang · PDF fileHukum Perusahaan: Hukum Perbankan dan Kebanksentralan | 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perbankan yang berasaskan demokrasi ekonomi

Hukum Perusahaan: Hukum Perbankan dan Kebanksentralan | 17

G. Dewan Pengawas Syariah

Dalam rangka menjaga kegiatan usaha bank syariah agar senantiasa berjalan sesuai

dengan nilai-nilai syariah, maka diperlukan suatu badan independen yang terdiri dari

para pakar syariah muamalah yang juga memilki pengetahuan umum di bidang

perbankan. Dewan Pengawas Syariah (DPS) adalah suatu fungsi dalam organisasi bank

syariah yang secara internal merupakan badan pengawas syariah, dan secara eksternal

dapat menjaga serta meningkatkan kepercayaan masyarakat.

Penjelasan Pasal 6 huruf m UU Perbankan No. 10 Tahun 1998 tentang Perubahan UU

No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan menjelaskan bahwa dalam suatu lembaga

Perbankan Islam harus dibentuk Dewan Pengawas Syariah (DPS).

Menurut Pasal 21 Peraturan Bank Indonesia (PBI) No. 6/24/PBI/2004 anggota DPS

wajib memenuhi persyaratan sebagai berikut:

1. Integritas, yaitu:

a. Memiliki akhlak dan moral yang baik.

b. Memiliki komitmen untuk memenuhi peraturan perundang-undangan yang

berlaku.

c. Memiliki komitmen yang tinggi terhadap pengembangan operasional bank

yang sehat.

d. Tidak termasuk dalam daftar tidak lulus sesuai dengan ketentuan yang

ditetapkan oleh bank Indonesia.

2. Kompetensi, yaitu memiliki pengetahuan dan pengalaman di bidang syariah

muamalah dan pengetahuan di bidang perbankan dan/atau keuangan secara

umum.

3. Reputasi keuangan, yaitu pihak-pihak yang:

a. Tidak termasuk dalam kredit/pembiayaan macet.

b. Tidak pernah dinyatakan pailit atau menjadi direksi atau komisaris yang

dinyatakan bersalah menyebabkan suatu perseroan dinyatakan pailit, dalam

waktu 5 (lima) tahun terakhir dicalonkan.

Jumlah anggota Dewan Pengawas Syariah (DPS) sekurang-kurangnya dua orang dan

sebanyak-banyaknya lima orang. Sedangkan di BPRS berjumlah sekurang-kurangnya

Page 18: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang · PDF fileHukum Perusahaan: Hukum Perbankan dan Kebanksentralan | 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perbankan yang berasaskan demokrasi ekonomi

Hukum Perusahaan: Hukum Perbankan dan Kebanksentralan | 18

satu orang dan sebanyak-banyaknya tiga orang. Anggota DPS hanya bisa merangkap

jabatan sebagai anggota DPS sebanyak-banyaknya pada 2 (dua) bank lain dan 2 (dua)

lembaga keuangan syariah bukan bank. Sebanyak-banyaknya dua anggota DPS dapat

merangkap jabatan sebagai anggota Dewan Syariah Nasional (DSN).

Pasal 27 PBI No. 6/24/PBI/2004 menguraikan tugas, wewenang, dan tanggung jawab

DPS, yaitu antara lain meliputi:

1. Memastikan dan mengawasi kesesuaian kegiatan operasional bank terhadap

fatwa yang dikeluarkan oleh DSN.

2. Menilai aspek syariah terhadap pedoman operasional, dan produk yang

dikeluarkan bank.

3. Memberikan opini dari aspek syariah terhadap pelaksanaan operasional bank

secara keseluruhan dalam laporan publikasi bank.

4. Mengkaji produk dan jasa baru yang belum ada fatwa untuk untuk dimintakan

fatwa kepada DSN.

5. Menyampaikan laporan hasil pengawasan syariah sekurang-kurangnya setiap 6

(enam) bulan kepada direksi, komisaris, Dewan Syariah Nasional, dan Bank

Indonesia.

Pasal 31, 32, 33, PBI, No. 6/24/PBI/2004 mengatur mengenai tata cara penetapan DPS.

Bank wajib mengajukan calon anggota DPS untuk memperoleh persetujuan Bank

Indonesia dan penetapan DSN sebelum diangkat dan menduduki jabatannya.

Permohonan untuk memperoleh persetujuan tersebut diajukan oleh Bank kepada

Gubernur Bank Indonesia, dan wajib disertai dengan dokumen-dokumen yang diminta.

Persetujuan atau penolakan atas pengajuan calon anggota DPS diberikan selambat-

lambatnya 30 (tiga puluh) hari sejak dokumen permohonan diterima secara lengkap.

Dalam rangka memberikan persetujuan atau penolakan atas permohonan tersebut, OJK

melakukan penelitian atas kelengkapan dan kebenaran dokumen, dan wawancara

terhadap calon anggota DPS.

Penetapan calon anggota Dewan Pengawas Syariah oleh Dewan Syariah Nasional

dilakukan setelah mendapat persetujuan dari Bank Indonesia. Permohonan untuk

memperoleh penetapan tersebut wajib disampaikan oleh bank kepada Dewan Syariah

Page 19: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang · PDF fileHukum Perusahaan: Hukum Perbankan dan Kebanksentralan | 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perbankan yang berasaskan demokrasi ekonomi

Hukum Perusahaan: Hukum Perbankan dan Kebanksentralan | 19

Nasional dengan tembusan ke Bank Indonesia selambat-lambatnya 15 (lima belas) hari

sejak diterbitkannya surat persetujuan Bank Indonesia. Selanjutnya, Dewan Syariah

Nasional menetapkan calon Dewan Pengawas Syariah selambat-lambatnya 30 (tiga

puluh) hari sejak diterbitkannya surat persetujuan Bank Indonesia. Apabila dalam

jangka waktu tersebut Dewan Syariah Nasional belum mengeluarkan penetapan calon

Dewan Pengawas Syariah, maka calon Dewan Pengawas Syariah dianggap efektif

sebagai Dewan Pengawas Syariah. Kemudian, pengangkatan tersebut wajib dilaporkan

oleh bank kepada Bank Indonesia selambat-lambatnya 10 (sepuluh) hari sejak tanggal

pengangkatan efektif.

Menurut keputusan DSN No. 3 Tahun 2000 tentang Petunjuk Pelaksanaan Penetapan

Anggaran DPS dan Lembaga Keuangan Syariah, tugas utama DPS adalah mengawasi

kegiatan usaha Lembaga Keuangan Syariah agar sesuai dengan ketentuan dan prinsip

syariah yang telah difatwakan oleh DSN. Adapun fungsi utama DPS adalah:

1. Sebagai penasihat dan pemberi saran kepada direksi, pimpinan unit usaha

syariah, dan pimpinan kantor cabang syariah mengenai hal-hal ynag terkait

dengan aspek syariah.

2. Sebagai mediator antara Lembaga Keuangan Syariah dengan DSN dalam

mengomunikasikan usul dan saran pengembangan produk dan jasa dari

Lembaga Keuangan Syariah yang memerlukan kajian dan fatwa dari DSN.

Sedangkan kewajiban DPS adalah:

1. Mengikuti fatwa-fatwa DSN

2. Mengawasi kegiatan usaha Lembaga Keuangan Syariah agar tidak menyimpang

dari ketentuan prinsip Syariah yang telah difatwakan oleh DSN.

3. Melaporkan kegiatan usaha dan perkembangan lembaga keuangan yang

diawasinya secara rutin kepada DSN, sekurang-kurangnya dua kali dalam satu

tahun.

Untuk mencapai keberhasilan tugas DPS, maka diperlukan langkah pemberdayaan, baik

dari sisi kopetensi, integritas maupun independensi. Langkah pemberdayaan yang harus

dilakukan memerlukan perencanaan dan pengembangan secara bertahap dengan

memerhatikan kondisi kesiapan bank dan sumber daya insani DPS.

Page 20: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang · PDF fileHukum Perusahaan: Hukum Perbankan dan Kebanksentralan | 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perbankan yang berasaskan demokrasi ekonomi

Hukum Perusahaan: Hukum Perbankan dan Kebanksentralan | 20

Dalam pelaksanaan fatwa di tingkat DPS, ketentuan yang dijelaskan oleh fatwa DSN

bersifat umum. Oleh karena itu, seharusnya fatwa tersebut harus jelas dan dibuat

petunjuk pelaksanaannya, agar tidak terjadi perbedaan dalam penafsiran dan

pelaksanaan produk tersebut.

Keberadaan Komite Ahli Pengembangan Syariah di Bank Indonesia yang

beranggotakan ahli syariah, ahli ekonomi, ahli hukum, ahli perbankan dan ahli

akuntansi dapat didayagunakan semaksimal mungkin untuk membuat petunjuk

pelaksanaan yang jelas. Mereka dapat bekerja sama dengan DSN sebagai otoritas

tertinggi regulasi sekaligus pengawasan syariah terhadap lembaga keuangan dan

perbankan yang berdasarkan syariah.

Pelaksanaan produk perbankan Islam dituangkan dalam bentuk akad. Semua akad harus

diperiksa oleh DPS terlebih dahulu, agar tidak menyimpang dari ketentuan syariah.

Apabila ada akad yang belum difatwakan, DPS harus meminta fatwa terlebih dahulu

kepada DSN. Sebelum ada persetujuan darai DSN, akad tersebut belum dapat

dikeluarkan. Oleh karena itu harus ada batasan waktu bagi DSN untuk memutuskan

produk tersebut sesuai atau tidak menurut syariah demi kelancaran dan perbankan islam

yang pesan.

Fungsi pengawasan DPS berlangsung sejak produk tersebut akan berjalan hingga akad

tersebut selesai. Ini berguna untuk menghindari penyimpangan yang sering terjadi pada

saat akad tersebut dibuat, baik dari pihak maupun dari pelaksanaan isi akad.

Pemberdayaan dan pengembangan sistem pengawasan dan audit kepatuhan

syariahdipelopori oleh accounting and auditing organization for islamic finacial

institution (AAOIFI). Dalam standar DPS yang diterbitkan oleh AAOIFI ditentukan

sebagai berikut:

1. Setiap pelaporan bank islam harus mencantumkan pendapat DPS bank yang

menjelasakn kegiatan usaha bank sesuai dengan prinsip-prinsip syariah (opini

syariah).

2. Adanya proses pengawasan dan audit yang aktif dari pihak DPS terhadap suatu

kegiatan usaha bank.

Page 21: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang · PDF fileHukum Perusahaan: Hukum Perbankan dan Kebanksentralan | 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perbankan yang berasaskan demokrasi ekonomi

Hukum Perusahaan: Hukum Perbankan dan Kebanksentralan | 21

Menurut Setiawan Budi Utomo, standar AAOIFI sangat ideal bagi perbankan Islam saat

ini namun harus dijalankan demi perbaikkan kinerja pengwasan audit DPS dan bank

Islam yang dapat berkiprah secara internasional. Karna itu sudah sepatuhnya DPS diberi

wewenang audit internal aspek syariah dan DSN diberi wewenang audit eksternal aspek

syariah. Apabila SDM belum memenuhi standar ini maka bank dapat menggunakan

audit syariah eksternal atau kantor akuntan publik yang komit dan paham terhadap

prinsip syariah.

Posisi DPS adalah sejajar dengan dewan komisaris, karena harus mendapat persetujuan

RUPS dan mewakili kepentingan RUPS dari segi pengawasan kesyariahan. Jadi kedua

sama-sama bertanggungjawab kepada RUPS. Selian itu perlu dipertimnbangkan

honorarium para anggota DPS bila dianggap sejajar dengan anggota dewan komisaris,

berarti imbalan yang diberikan seharusnya juga sama.

DSN tidak dapat membubarkan DPS tapi hanya mengajukan kepada RUPS untuk

membubarkan DPS karena tidak melakukan tugasnya dengan baik. Apabila ada

penyimpangan di DPS, BI-dalam hal ini direktur keptuhan-melaporkan kepada DSN

dan kemudian DSN akan merekomendasikan kepada RUPS agar memberhentikan DPS.

Berarti, direktur keptuhan juga harus menguasai prinsip-prinsip syariah dlam

perbankan. BI dengan mekanisme pemeriksaannya secara periodik pasti dapat

menemukan adanya penyimpangan syariah. Selain itu RUPS juga bisa memutusklan

tanpa melalui sidang, yang penting ada tanda tangan dari pemegang saham utama,

terutama terhadap bank-bank pemerintah.

Bagi bank Islam maupun BPRS yang berada di pelosok daerah dan DSN kurang

mempunyai informasi calon anggota DPS, maka DSN harus meminta rekomendasi dari

MUI setempat dan bisa menerima masukan dari Majelis Ulama Provinsi, Majelis Ulama

Kabupaten/Kota, bank Islam atau BPR syariah yang bersangkutan. Ada baiknya

mengambil ulama setempat sebagai anggota DSN, karena ulama tersebut. Selain itu,

keberadaan bank Islam di wilayah tersebut di mata masyarakat. Adapun mekanisme

pemilihannya tetap mengikuti peraturan yang berlaku.

H. Kebanksentralan (Bank Indonesia)

1. Sejarah Bank Indonesia

Page 22: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang · PDF fileHukum Perusahaan: Hukum Perbankan dan Kebanksentralan | 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perbankan yang berasaskan demokrasi ekonomi

Hukum Perusahaan: Hukum Perbankan dan Kebanksentralan | 22

Sejarah Bank Indonesia diawali pada 1828 De Javasche Bank yang didirikan oleh

Pemerintah Hindia Belanda sebagai Bank sirkulasi yang bertugas mencetak dan

mengedarkan uang. Kemudian pada tahun 1953 Bank Indonesia mengalami perubahan

nama dari De Javasche Bank menjadi Bank Indonesia yang memiliki tiga tugas penting

di bidang moneter, perbankan, dan sistem pembayaran juga melanjutkan tugas bank

secara komersil dari De Javasche Bank terdahulu.

Kemudian pada tahun 1968 Bank Indonesia mengalami perubahan legi dengan

mengeluarkan Undang-undang Bank Sentral yang berfungsi mengatur semua bank di

Indonesia, melayani semua masyarakat dan memperlancar produksi.

Pada tahun 2004, Undang-undang Bank Indonesia (UU-BI) diamandemen kembali

dengan fokus pada aspek penting yang terkait dengan pelaksanaan tugas dan wewenang

Bank Indonesia, termasuk penguat pemerintah.

Pada tahun 2008 Pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-

undang No. 2 tahun 2008 tentang Perubahan kedua atas Undang-undang nomor. 23

tahun 1999 tentang Bank Indonesia sebagai bagian dari upaya menjaga stabilitas sistem

keuangan. Amandemen dimaksudkan untuk meningkatkan ketahanan perbankan

nasional dalam menghadapi krisis global.

2. Pengertian Bank Sentral dan Bank Indonesia

Bank Sentral adalah suatu institusi yang bertanggung jawab untuk menjaga stabilitas

harga atau nilai suatu mata uang yang berlaku di negara tersebut, yang dalam hal ini

dikenal dengan istilah inflasi atau naiknya harga-harga yang dalam arti lain turunnya

suatu nilai uang.

Berdasarkan Pasal 4 Undang-undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia,

dinyatakan bahwa Bank Indonesia adalah bank sentral Republik Indonesia. Bank

Indonesia merupakan lembaga negara yang independen, bebas dari campur tangan

Pemerintah dan/atau pihak-pihak lainnya, kecuali untuk hal-hal yang secara tegas diatur

dalam undang-undang ini yang berkedudukan di Ibukota Negara.

3. Tujuan dan Tugas

Page 23: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang · PDF fileHukum Perusahaan: Hukum Perbankan dan Kebanksentralan | 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perbankan yang berasaskan demokrasi ekonomi

Hukum Perusahaan: Hukum Perbankan dan Kebanksentralan | 23

Dalam Undang-undang Bank Indonesia diatur bahwa tujuan Bank Indonesia adalah

mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah, artinya Bank Indonesia harus

menjaga agar nilai mata uang atas barang dan jasa tetap stabil. Adapun maksud dari

kestabilan rupiah yang diinginkan oleh Bank Indonesia adalah:

a. Kestabilan nilai rupiah terhadap barang dan jasa yag dapat diukur dengan

atau tercermin dari perkembangan laju inflasi.

b. Kestabilan nilai rupiah terhadap mata uang negara lain. Hal ini dapat diukur

dengan perkembangan nulai tukar rupiah terhadap mata uang negara lain.

Dalam rangka mencapai tujuan Bank Indonesia di atas, maka Bank Indonesia didukung

oleh tiga pilar yang merupakan 3 bidang utama tugas Bank Indonesia yaitu:11

a. menetapkan dan melaksanakan kebiijakan moneter;

b. mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran; dan

c. mengatur dan mengawasi Bank.

Dalam rangka menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 8 huruf a, maka berdasarkan Pasal 10 Undang-undang Bank

Indonesia, Bank Indonesia berwenang:

a. menetapkan sasaran-sasaran moneter dengan memperhatikan sasaran laju

inflasi yang ditetapkannya;

b. melakukan pengendalian moneter dengan menggunakan cara-cara yang

termasuk tetapi tidak terbatas pada :

1) operasi pasar terbuka di pasar uang baik rupiah maupun valuta asing;

1) penetapan tingkat diskonto;

2) penetapan cadangan wajib minimum;

3) pengaturan kredit atau pembiayaan.

Dalam mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran, Bank Indonesia diberikan

wewenang untuk memberikan perizinan dan persetujuan atas penyelenggaraan jasa

sistem pembayaran, mewajibkan penyelenggara jasa sistem pembayaran untuk

11 Pasal 8 Undang-undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia.

Page 24: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang · PDF fileHukum Perusahaan: Hukum Perbankan dan Kebanksentralan | 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perbankan yang berasaskan demokrasi ekonomi

Hukum Perusahaan: Hukum Perbankan dan Kebanksentralan | 24

menyampaikan laporan kegiatannya, serta menetapkan penggunaan alat pembayaran.

Kewajiban menyampaikan laporan berlaku bagi setiap penyelenggara jasa sistem

pembayaran, agar Bank Indonesia dapat memantau penyelenggaraan sistem

pembayaran.12

Dalam mengatur dan mengawasi Bank, Bank Indonesia menetepkan peraturan,

memberikan dan mencabut izin atas kelembagaan atau kegiatan usaha tertentu dari

Bank, melaksanakan pengawasan atas Bank, dan memberikan sanksi terhadap bank

sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.13

Dalam melaksanakan tugas tersebut di atas, Bank Indonesia memiliki wewenang

menetapkan ketentuan-ketentuan perbankan dengan menjunjung tinggi prinsip kehati-

hatian. Berkaitan dengan kewenangan di bidang perizinan, selain memberikan dan

mencabut izin usaha bank, Bank Indonesia juga dapat memberikan izin pembukaan,

penutupan, dan pemindahan kantor bank, memberikan persetujuan atas kepemilikan dan

kepengurusan bank, serta memberikan izin kepada bank untuk menjalankan kegiatan-

kegitan usaha tertentu. Pengawasan oleh Bank dilakukan secara langsung, maupun tidak

langsung. Adapun pengawasan yang dilakukan secara langsung berupa pemeriksaaan

yang dilakukan secara berkala maupun sewaktu-waktu bila diperlukan. Sedangkan

pengawasan yang dilakukan secara tidak langsung dilakukan melalui penelitian,

analisis, dan evaluasi terhadap laporan yang disampaikan oleh bank.

4. Hubungan Bank Indonesia dengan Pemerintah

Hubungan Bank Indonesia dengan Pemerintah sebagaimana yang diatur dalam Undang-

undang Bank Indonesia No. 23 Tahun 1999 adalah sebagai berikut:

a. Bertindak sebagai pemegang kas pemerintah dengan memberikan bunga atas

saldo kas pemerintah sesuai peraturan perundangan.

b. Bank Indonesia untuk dan atas nama pemerintah dapat menerima pinjaman

luar negeri, menatausahakan, serta menyelesaikan tagihan dan kewajiban

keuangan pemerintah terhadap pihak luar negeri.

12 Bab V Tugas Mengatur dan Menjaga Kelancaran Sistem Pembayaran Undang-undang Nomor

23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia.

13

Bab VI Tugas Mengatur dan Mengawasi Bank Undang-undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang

Bank Indonesia.

Page 25: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang · PDF fileHukum Perusahaan: Hukum Perbankan dan Kebanksentralan | 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perbankan yang berasaskan demokrasi ekonomi

Hukum Perusahaan: Hukum Perbankan dan Kebanksentralan | 25

c. Pemerintah wajib meminta pendapat Bank Indonesia atau mengundang Bank

Indonesia dalam sidang kabinet yang membahas tentang masalah ekonomi,

perbankan dan keuangan yang berkaitan dengan tugas Bank Indonesia atau

masalah lain yang menjadi kewenangannya.

d. Bank Indonesia wajib memberikan pendapat dan pertimbangan kepada

pemerintah mengenai rancanagan anggaran pendapatan dan belanja Negara

serta kebijakan lain yang berkaitan dengan tugas dan wewenang Bank

Indonesia.

e. Dalam hal pemerintah akan menerbitkan surat-surat utang negara,

pemerintah wajib terlebih dahulu berkonsultasi dengan Dewan Perwakilan

Rakyat kemudian dengan Bank Indonesia. Bank Indonesia dapat membantu

penerbitan surat-surat utang negara tersebut.

f. Bank Indonesia dilarang memberikan kredit kepada pemerintah. Jika Bank

Indonesia melanggar ketentuan tersebut, maka perjanjian pemberian kredit

kepada pemerintah tersebut batal demi hukum.

a. Bank Indonesia dapat melakukan kerja sama dengan bank sentral lainnya,

organisasi, dan lembaga internasional. Apabila anggota internasional atau

lembaga multilateral adalah Negara maka Bank Indonesia dapat bertindak

untuk dan atas nama Negara Republik Indonesia sebagai anggota.

Bank Indonesia menjalin hubungan kerjasama dengan lembaga internasional

diperlukan dalam rangka menunjang kelancaran pelaksanaaan tugas Bank

Indonesia maupun Pemerintah yang berhubungan dengan ekonomi, moneter,

maupun perbankan. Bank Indonesia menjalin kerjasama internasional dalam

bidang-bidang sebagai berikut:

1) Investasi bersama untuk kestabilan pasar valuta asing.

2) Penyelesaian transaksi lintas negara.

3) Hubungan koresponden.

4) Tukar menukar informasi mengenai hal-hal yang terkait dengan tugas-

tugas selaku bank sentral.

5) Pelatihan/penelitian di bidang moneter dan sistem pembayaran.

Hubungan utama antara pemerintah dan Bank Indonesia adalah Bank Indonesia

berperan atau bertindak sebagai kas pemerintah. Di samping itu, Bank Indonesia untuk

Page 26: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang · PDF fileHukum Perusahaan: Hukum Perbankan dan Kebanksentralan | 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perbankan yang berasaskan demokrasi ekonomi

Hukum Perusahaan: Hukum Perbankan dan Kebanksentralan | 26

dan atas nama pemerintah dapat menerima pinjaman dari luar negeri, menatausahakan,

serta menyelesaikan tagihan dan kewajiban keuangan Pemerintah terhadap pihak luar

negeri.

Bank Indonesia dipimpin oleh seorang Dewan Gubernur, seorang Deputi Gubernur

Senior dan sekurang-kurangnya 4 orang atau sebanyak-banyaknya 7 orang Deputi

Gubernur. Gubernur dan Deputi Gubernur Senior diusulkan dan diangkat oleh Presiden

dengan persetujuan DPR. Deputi Gubernur diusulkan oleh Gubernur dan diangkat oleh

Presiden dengan persetujuan DPR. Rapat Dewan Gubernur merupakan forum

pengambilan keputusan tertinggi.14

5. Hubungan Bank Indonesia dengan Pemerintah dalam Bidang Keuangan

Dalam hal hubungan keuangan dengan Pemerintah, Bank Indonesia membantu

menerbitkan dan menetapkan surat-surat utang negara guna membiayai Anggaran

Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tanpa diperbolehkan membeli sendiri surat-

surat utang negara tersebut. Bank Indonesia juga bertindak sebagai kasir Pemerintah

yang menatausahakan rekening Pemerintah di Bank Indonesia, dan atas permintaan

Pemerintah, Bank Indonesia dapat menerima pinjaman dari luar negeri untuk dan atas

nama Pemerintah Indonesia. Namun demikian, agar pelaksanaan tugas Bank Indonesia

benar-benat terfokus serta agar efektivitas pengendalian moneter tidak terganggu,

pemeberian kredit kepada Pemerintah guna mengatasi defisit spending-yang selama ini

dilakukan oleh Bank Indonesia berdasarkan Undang-undang yang lama, saat ini tidak

dapat dilakukan lagi oleh Bank Indonesia.

6. Akuntabilitas dan Anggaran

Menurut Undang-undang Bank Indonesia Pasal 58, akuntabilitas dan anggaran Bank

Indonesia adalah sebagai berikut:

a. Bank Indonesia wajib menyampaikan informasi kepada masyarakat secara

terbuka melalui media massa pada setiap awal tahun yang memuat:

14 http://www.bi.go.id/id/tentang-bi/dewan-gubernur/Contents/Default.aspx diakses pada hari

Jumat, tanggal 21 April 2017

Page 27: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang · PDF fileHukum Perusahaan: Hukum Perbankan dan Kebanksentralan | 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perbankan yang berasaskan demokrasi ekonomi

Hukum Perusahaan: Hukum Perbankan dan Kebanksentralan | 27

1) Evaluasi terhadap pelaksanann kebijakan moneter pada tahun

sebelumnya.

2) Rencana kebijakan moneter dan pemetaan sasaran-sasaran moneter untuk

tahun yang akan datang dengan mempertimbangkan sasaran laju inflasi

serta perkembangan ekonomi dan keuangan.

b. Informasi kepada media massa disampaikan juga tertulis kepada Presiden

dan Dewan Perwakilan Rakyat.

c. Bank Indonesia wajib menyampaikan laporan perkembangan pelaksanaan

tugas dan wewenangnya kepada Dewan Perwakilan Rakyat setiap 3 bulan.

d. Bank Indonesia wajib menyampaikan penjelasan mengenai pelaksanaan

tugas dan wewenangnya apabila diminta oleh Dewan Perwakilan Rakyat.

I. Otoritas Jasa Keuangan

Seperti halnya Bank Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) juga merupakan lembaga

independen dan bebas dari campur tangan pihak lain. OJK mempunyai fungsi, tugas,

dan wewenang pengaturan, pengawasan, pemeriksaan, dan penyidikan di sektor jasa

keuangan sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor 21

Tahun 2011 tentang OJK.

Bank Indonesia yang sebelumnya diatur dalam Pasal 8 Undang-undang Bank Indonesia

berfungsi untuk mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran, serta mengatur

dan mengawasi Bank, kini Bank Indonesia hanya memiliki fungsi menetapkan dan

melaksanakan kebijakan moneter. Fungsi mengatur dan menjaga kelancaran sistem

pembayaran, serta mengatur dan mengawasi Bank kini beralih ke Otoritas Jasa

Keuangan.

OJK berfungsi menyelenggarakan sistem pengaturan dan pengawasan yang terintegrasi

terhadap keseluruhan kegiatan di dalam sektor jasa keuangan, antara lain sektor

Perbankan, Pasar Modal, dan Perasuransian, Dana Pensiun, Lembaga Pembiayaan dan

Lembaga Jasa Keuangan lainnya.

Page 28: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang · PDF fileHukum Perusahaan: Hukum Perbankan dan Kebanksentralan | 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perbankan yang berasaskan demokrasi ekonomi

Hukum Perusahaan: Hukum Perbankan dan Kebanksentralan | 28

Dalam hal melaksanakan tugas pengaturan, OJK berwenang menerapkan peraturan

perundang-undangan di sektor jasa keuangan. Sementara untuk melakukan pengawasan,

OJK berwenang melakukan pemeriksaan, penyidikan, perlindungan Konsumen, dan

tindakan lain terhadap Lembaga Jasa Keuangan, pelaku, dan/atau penunjang kegiatan

jasa keuangan sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang-undangan di sektor

jasa keuangan.15

Wewenang OJK yang lain meliputi pengaturan dan pengawasan

terhadap kelembagaan bank, kesehatan bank, aspek kehati-hatian bank, serta melakukan

pemeriksaan bank.

Meski terdapat pembagian tugas dan fungsi antara Bank Indonesia dan OJK tersebut,

namun kedua Lembaga Negara ini dituntut untuk selalu melakukan kordinasi dan

kerjasama. Guna memperlancar dan mengoptimalkan kerjasama dan koordinasi dalam

rangka pelaksanaan fungsi, tugas dan wewenang Bank Indonesia dan OJK tersebut,

maka telah dibentuk beberapa hal sebagai acuan koordinasi yaitu Keputusan Bersama

BI dan OJK, Forum Koordinasi Makroprudensial dan Mikroprudensial (FKMM),

Petunjuk Pelaksanaan Bersama Mekanisme Kerjasama dan Koordinasi BI dan OJK

(Juklak Mekor), dan Forum Koordinasi Pertukaran Informasi dan Sistem Pelaporan

(FKPISP).

1. Keputusan Bersama BI dan OJK Koordinasi BI-OJK secara khusus telah

tertuang dalam UU Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan Pasal

39, yaitu terkait koordinasi antara BI dan OJK dalam membuat peraturan

pengawasan perbankan. Sebagai pelaksanaan UU tersebut, telah disepakati

Kerjasama dan Koordinasi Dalam Rangka Pelaksanaan Tugas BI dan OJK

dalam bentuk Keputusan Bersama BI dan OJK Nomor 15/1/KEP. GBI/2013 dan

Nomor PRJ-11/D.01/2013 tanggal 18 Oktober 2013. Dalam Keputusan Bersama

tersebut, pelaksanaan koordinasi didasarkan pada beberapa prinsip dasar, yaitu:

a. Bersifat kolaboratif;

b. Meningkatkan efisiensi dan efektifitas;

c. Menghindari duplikasi;

d. Melengkapi pengaturan sektor keuangan; dan

e. Memastikan kelancaran pelaksanaan tugas BI dan OJK;

15 BAB III Tujuan, Fungsi, Tugas, dan Wewenang Undang-undang Nomor 21 Tahun 2011

tentang Otoritas Jasa Keuangan.

Page 29: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang · PDF fileHukum Perusahaan: Hukum Perbankan dan Kebanksentralan | 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perbankan yang berasaskan demokrasi ekonomi

Hukum Perusahaan: Hukum Perbankan dan Kebanksentralan | 29

Adapun ruang lingkup Mekanisme Kerjasama dan Koordinasi BI dan OJK,

sebagaimana diatur dalam Pasal 3 ayat (2) Keputusan Bersama BI dan OJK

tanggal 18 Oktober 2013 meliputi 4 (empat) aspek, yaitu:

a. Kerjasama dan koordinasi dalam pelaksanaan tugas sesuai kewenangan

masing-masing;

b. Pertukaran informasi LJK serta pengelolaan sistem pelaporan bank dan

perusahaan pembiayaan oleh BI dan OJK;

c. Penggunaan kekayaan dan dokumen yang dimiliki atau digunakan BI dan

OJK; dan

d. Pengelolaan pejabat dan pegawai BI yang dialihkan atau dipekerjakan pada

OJK.

2. Forum Koordinasi Makroprudensial dan Mikroprudensial FKMM adalah forum

yang dibentuk untuk memperlancar dan mengoptimalkan kerjasama dan

koordinasi dalam rangka melaksanakan fungsi, tugas dan wewenang BI dan

OJK. Forum ini membahas isu-isu koordinasi BI dan OJK yang bersifat prinsipil

dan strategis yang memerlukan kesepakatan dan tindak lanjut bersama dari

kedua lembaga atau oleh salah satu lembaga sesuai kewenangan masing-masing.

Kebijakan prinsipil dan strategis (strategic policy) adalah kebijakan lembaga,

baik dalam bentuk pernyataan kebijakan (policy statement) maupun dalam

bentuk pengaturan atau penetapan, yang menyangkut pelaksanaan tugas lembaga

dan mempunyai dampak luas baik ke dalam maupun ke luar lembaga.

3. Penyusunan Petunjuk Pelaksanaan Bersama Mekanisme Kerjasama dan

Koordinasi BI dan OJK Juklak Mekor mencakup 8 (delapan) area yaitu:

a. Koordinasi dan Kerjasama serta Pertukaran Informasi Hasil Pengawasan

LJK dan Macro-Surveillance;

b. Koordinasi dan Kerjasama Pelaksanaan Pemeriksaan Bank;

c. Koordinasi dan Kerjasama dibidang Sistem Pembayaran;

d. Koordinasi dan Kerjasama serta Pertukaran Informasi Dalam Rangka

Penyusunan Kajian dan/atau Penelitian Bersama;

e. Koordinasi dan Kerjasama serta Pertukaran Informasi Dalam Rangka Stance

Indonesia atas isu-isu Fora Internasional;

Page 30: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang · PDF fileHukum Perusahaan: Hukum Perbankan dan Kebanksentralan | 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perbankan yang berasaskan demokrasi ekonomi

Hukum Perusahaan: Hukum Perbankan dan Kebanksentralan | 30

f. Koordinasi dan Kerjasama serta Pertukaran Informasi Dalam Rangka

Sosialisasi dan Edukasi Kepada Masyarakat,

g. Koordinasi Dalam Pengelolaan Rekening OJK di BI; dan

h. Koordinasi Kantor Perwakilan Dalam Negeri BI dengan Kantor

Regional/Kantor OJK.

4. Forum Koordinasi Pertukaran Informasi dan Sistem Pelaporan, dilakukan dalam

rangka mendukung peralihan fungsi pengawasan perbankan dari BI ke OJK.

Kedua lembaga ini membentuk FKPISP sebagai sarana harmonisasi, kolaborasi

dan komunikasi dalam melaksanakan pertukaran informasi serta pengelolaan

sistem pelaporan bank dan perusahaan pembiayaan.

Adapun struktur OJK ialah sebagai berikut:

Gambar 1. Struktur Organisasi OJK

J. Arsitektur Perbankan Indonesia

Berpijak dari adanya kebutuhan blue print perbankan nasional dan sebagai kelanjutan

dari program restrukturisasi perbankan yang sudah berjalan sejak tahun 1998, maka

Bank Indonesia pada tanggal 9 Januari 2004 telah meluncurkan Arsitektur Perbankan

Indonesia (API) sebagai suatu kerangka menyeluruh arah kebijakan pengembangan

Page 31: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang · PDF fileHukum Perusahaan: Hukum Perbankan dan Kebanksentralan | 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perbankan yang berasaskan demokrasi ekonomi

Hukum Perusahaan: Hukum Perbankan dan Kebanksentralan | 31

industri perbankan Indonesia ke depan. Peluncuran API tersebut tidak terlepas dari

upaya Pemerintah dan Bank Indonesia untuk membangun kembali perekonomian

Indonesia. API diharapkan memiliki program kegiatan yang lebih lengkap dan

komprehensif yang mencakup sistem perbankan secara menyeluruh terkait Bank umum

dan BPR, baik konvensional maupun syariah, serta pengembangan UMKM.16

Berikut

ialah bagan arah kebijakan API:17

Kemudian, di bawah ini merupakan tahapan Program Penguatan Struktur Perbankan

Nasional atau API khusus untuk Pilar I:18

No Kegiatan (Pilar I) Periode

Pelaksanaan

1 Memperkuat permodalan Bank

a. Meningkatkan persyaratan modal inti minimum bagi bank

umum konvensional maupun syariah (termasuk BPD) 2007

16 http://www.bi.go.id/id/perbankan/arsitektur/Contents/Default.aspx Diakses pada hari Selasa

tanggal 11 April 2017.

17

Ibid.

18

http://www.ojk.go.id/id/kanal/perbankan/arsitektur-perbankan-indonesia/Pages/Struktur-

Perbankan.aspx diakses pada hari Selasa tanggal 11 April 2017.

Page 32: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang · PDF fileHukum Perusahaan: Hukum Perbankan dan Kebanksentralan | 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perbankan yang berasaskan demokrasi ekonomi

Hukum Perusahaan: Hukum Perbankan dan Kebanksentralan | 32

menjadi Rp 80 miliar

b. Meningkatkan persyaratan modal inti minimum bagi bank

umum konvensional maupun syariah (termasuk BPD)

menjadi Rp100 miliar

2010

c. Mempertahankan persyaratan modal disetor minimum Rp

3 triliun untuk pendirian bank umum konvensional sampai

dengan 1 Januari 2011

2004 - 2010

d. Menetapkan persyaratan modal disetor minimum Rp 1

triliun untuk pendirian bank umum syariah 2005

e. Menetapkan persyaratan modal sebesar Rp 500 miliar bagi

bank umum syariah yang berasal dari spin off Unit Usaha

Syariah.

2006

f. Mempercepat batas waktu pemenuhan persyaratan

minimum modal disetor BPR yang semula tahun 2010

menjadi tahun 2008

2008

2 Memperkuat daya saing dan kelembagaan BPR dan BPRS.

a. Meningkatkan linkage program antara bank umum dengan

BPR 2007

b. Implementasi program aliansi strategis lembaga keuangan

syariah dengan BPRS melalui kemitraan strategis dalam

rangka pengembangan UMKM

2007

c. Mendorong pendirian BPR dan BPRS di luar Pulau Jawa

dan Bali 2006 - 2007

d. Mempermudah pembukaan kantor cabang BPR dan BPRS

bagi yang telah memenuhi persyaratan 2004 - 2006

e. Memfasilitasi pembentukan fasilitas jasa bersama untuk

BPR dan BPRS. 2006 - 2007

3 Meningkatkan akses kredit dan pembiayaan UMKM

Page 33: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang · PDF fileHukum Perusahaan: Hukum Perbankan dan Kebanksentralan | 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perbankan yang berasaskan demokrasi ekonomi

Hukum Perusahaan: Hukum Perbankan dan Kebanksentralan | 33

a. Memfasilitasi pembentukan dan monitoring skim

penjaminan kredit dan pembiayaan 2004 - 2007

b. Mendorong perbankan untuk meningkatkan pembiayaan

kepada UMKM khususnya bagi masyarakat yang

berpenghasilan rendah dan di daerah perdesaan

2004 - 2009

c. Meningkatkan akses pembiayaan syariah bagi UMKM

dengan pengembangan skema jaminan bagi pembiayaan

syariah

2010

d. Mendorong bank-bank syariah untuk meningkatkan porsi

pembiayaan berbasis bagi hasil 2010

Informasi mengenai API antara lain dapat diakses selengkapnya di buku Hukum

Perbankan Nasional Indonesia yang dibuat oleh Hermansyah (2011) dan di website

Otoritas Jasa Keuangan.

BAB III

PENUTUP

Page 34: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang · PDF fileHukum Perusahaan: Hukum Perbankan dan Kebanksentralan | 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perbankan yang berasaskan demokrasi ekonomi

Hukum Perusahaan: Hukum Perbankan dan Kebanksentralan | 34

Simpulan

Perbankan, baik bank umum, bank umum syariah, bank perkreditan rakyat, maupun

bank pembiayaan rakyat syariah, diatur dalam dasar hukum di bawah ini:

1. Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas Undang-undang

Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan.

2. Undang-undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah.

3. Undang-undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia.

4. Undang-undang Nomor 3 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-undang

Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia.

5. Undang-undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan.

6. Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Republik Indonesia Nomor 2

Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua atas Undang-undang Nomor 23 Tahun

1999 tentang Bank Indonesia.

7. Undang-undang Nomor 3 Tahun 2011 tentang Transfer Dana.

8. Undang-undang Nomor 24 Tahun 1999 tentang Lalu Lintas Devisa dan Sistem

Nilai Tukar.

9. Peraturan Bank Indonesia.

10. Surat Edaran Bank Indonesia.

11. Peraturan Otoritas Jasa Keuangan.

12. Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan.

13. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.

14. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal.

15. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah

beserta Benda-Benda yang berkaitan dengan Tanah.

16. Burgerlijk Wetboek (Kitab Undang-Undang Hukum Perdata), terutama

ketentuan Buku II dan Buku III mengenai Hukum Jaminan dan Perjanjian.

17. Wetboek van Koophandel (Kitab Undang-Undang Hukum Dagang), terutama

ketentuan Buku I mengenai surat-surat berharga.

18. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1962 tentang Perusahaan Daerah.

19. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian.

Page 35: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang · PDF fileHukum Perusahaan: Hukum Perbankan dan Kebanksentralan | 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perbankan yang berasaskan demokrasi ekonomi

Hukum Perusahaan: Hukum Perbankan dan Kebanksentralan | 35

20. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil dan

Menengah.

21. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan

dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, dan peraturan perundang-

undangan lain yang berhubungan dengan perbankan dan kegiatan usahanya.

Aturan mengenai hal-hal yang sifatnya umum, seperti definisi perbankan, bentuk badan

hukum perbankan, kegiatan perbankan, asas-asas perbankan, dan aturan yang sifatnya

umum diatur dalam Undang-undang Perbankan dan Undang-undang Perbankan Syariah.

Sementara aturan yang sifatnya teknis, seperti aturan teknis pendirian bank, diatur

dalam Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor 32/33 KEP/DIR tentang Bank

Umum, dan Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor 32/35/KEP/DIR tentang

Bank Perkreditan Rakyat, aturan tentang bank perkreditan rakyat dalam Surat Edaran

Otoritas Jasa Keuangan (SEOJK) Nomor 16/SEOJK.03/2015 tentang Bank Perkreditan

Rakyat dan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 20/POJK.03/2014 tentang

Bank Perkreditan Rakyat, aturan mengenai teknis pengangkatan Dewan Pengawas

Syariah di perbankan syariah diatur dalam Peraturan Bank Indonesia (PBI) No.

6/24/PBI/2004 tentang Bank Umum yang Melaksanakan Kegiatan Usaha Berdasarkan

Prinsip Syariah, dan lain sebagainya.

Fungsi pengawasan dan pengaturan perbankan yang dulunya dijalankan oleh Bank

Indonesia, kini berpindah ke Otoritas Jasa Keuangan berdasarkan Undang-undang

Otoritas Jasa Keuangan, Bank Indonesia sekarang ini hanya bertugas mengontrol dan

menjaga stabilitas moneter Indonesia. Meski demikian, kedua Lembaga Negara tersebut

tetap menjalankan koordinasi dan kerjasama.

Daftar Pustaka

Page 36: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang · PDF fileHukum Perusahaan: Hukum Perbankan dan Kebanksentralan | 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perbankan yang berasaskan demokrasi ekonomi

Hukum Perusahaan: Hukum Perbankan dan Kebanksentralan | 36

Hermansyah. 2011. Hukum Perbankan Nasional Indonesia. Cetakan ke-6. Jakarta:

Kencana.

Wirdianingsih, et al. 2005. Bank dan Asuransi Islam di Indonesia. Jakarta: Kencana.

Undang-undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah.

Undang-undang Nomor 3 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-undang Republik

Indonesia Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia.

Undang-undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan.

Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor

7 Tahun 1992 tentang Perbankan.

Dr. Abdul Hakim Siagian, S.H., M.H., Hukum Perbankan, https://abdul-hakim-

siagian.com/tag/hukum-perbankan/ diakses pada hari Jumat tanggal 21 April

2017.

Otoritas Jasa Keuangan, Booklet Perbankan Indonesia 2016,

http://www.ojk.go.id/id/kanal/perbankan/data-dan-statistik/booklet-perbankan

indonesia/Pages/Booklet-Perbankan-Indonesia-2016.aspx diakses pada hari

Jumat, tanggal 21 April 2017.

Prastyo, Brian A, “Peran Dewan Pengawas Syariah Dalam Bank Syariah”, Buletin

Hukum Perbankan dan Kebanksentralan, Volume 3, Nomor 1, April 2005.

Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor 32/33 KEP/DIR tentang Bank Umum.

Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor 32/35/KEP/DIR tentang Bank

Perkreditan Rakyat.

Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan (SEOJK) Nomor 16/SEOJK.03/2015 tentang

Bank Perkreditan Rakyat.

Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 20/POJK.03/2014 tentang Bank

Perkreditan Rakyat.

Page 37: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang · PDF fileHukum Perusahaan: Hukum Perbankan dan Kebanksentralan | 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perbankan yang berasaskan demokrasi ekonomi

Hukum Perusahaan: Hukum Perbankan dan Kebanksentralan | 37

Peraturan Bank Indonesia No. 6/24/PBI/2004 tentang Bank Umum yang Melaksanakan

Kegiatan Usaha Berdasarkan Prinsip Syariah.

http://www.bi.go.id/id/tentang-bi/dewan-gubernur/Contents/Default.aspx diakses pada

hari Jumat, tanggal 21 April 2017

http://www.bi.go.id/id/perbankan/arsitektur/Contents/Default.aspx Diakses pada hari

Selasa tanggal 11 April 2017.

http://www.ojk.go.id/id/kanal/perbankan/arsitektur-perbankan indonesia/Pages/Struktur-

Perbankan.aspx diakses pada hari Selasa tanggal 11 April 2017.