bab i pendahuluan a. latar belakang masalah€¦ · a. latar belakang masalah . anak merupakan...
TRANSCRIPT
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Anak merupakan harapan baru untuk mewujudkan cita-cita bangsa, sebagai
sumber daya manusia yang berkualitas bagi pembangunan nasional, dan mampu
memimpin kesatuan dan persatuan Negara Republik Indonesia. Undang – Undang
Dasar 1945 Pasal 28B ayat (2) menyatakan bahwa “setiap anak berhak atas
kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari
kekerasan dan diskriminasi”. Di jaman yang modern ini berbagai permasalahan yang
berkaitan dengan anak semakin marak, sangat disayangkan memang karena anak
seharusnya dilindungi dari tindakan yang mengancam pertumbuhannya dan
kelangsungan hidupnya. Perlindungan hukum bagi anak dapat diartikan sebagai
upaya perlindungan hukum terhadap berbagai kebebasan dan hak asasi anak
(fundamental rights and freedoms of children) serta berbagai kepentingan yang
berhubungan dengan kesejahteraan anak.1 Undang – Undang No. 4 Tahun 1979 Pasal
2 ayat (3) dan (4) tentang Kesejahteraan anak berbunyi “Anak berhak atas
pemeliharaan dan perlindungan baik semasa dalam kandungan maupun sesudah
melahirkan. Anak berhak atas perlindungan – perlindungan terhadap pertumbuhan
dan perkembangan dengan wajar.” Selanjutnya Pasal 11 ayat (2) terhadap suatu
1 Arief Barda Nawawi, Beberapa Aspek Kebijakan Penegakan Dan Pengembangan Hukum
Pidana, Bandung, Citra Aditya Bakti, 1998, h.155.
2
rumusan yang mengatakan bahwa yang mengusahakan kesejahteraan anak
(Perlindungan anak) adalah Pemerintah dan atau Masyarakat. Jadi dari kalimat diatas
ditegaskan, bahwa yang harus mengusahakan perlindungan anak adalah setiap
anggota masyarakat sesuai dengan kemampuannya dengan berbagai macam usaha
dalam situasi dan kondisi tertentu. Dapat dikatakan setiap warganegara, anggota
masyarakat ikut serta bertanggungjawab terhadap dilaksanakannya perlindungan anak
demi kesejahteraan anak, orangtua, masyarakat dan bangsa.2 Perlindungan anak
bermanfaat bagi anak, orang tua, keluarga, masyarakat, pemerintah, dan Negara.
Koordinasi kerjasama kegiatan perlindungan anak perlu dilakukan dalam rangka
mencegah ketidakseimbangan kegiatan perlindungan anak secara keseluruhan.3
Anak wajib dilindungi agar tidak menjadi korban tindakan kebijaksanaan
siapa saja (individu atau kelompok, organisasi swasta maupun Pemerintah) baik
secara langsung maupun tidak langsung. Yang dimaksud menjadi korban adalah
menjadi korban, menderita kerugian (mental, fisik, sosial) oleh sebab tindakan yang
aktif atau pasif orang lain atau kelompok (swasta atau Pemerintah), baik secara
langsung maupun tidak langsung.4 Pasal 1 angka 2 UU No. 23 Tahun 2002 tentang
Perlidungan anak menentukan bahwa perlindungan anak adalah segala kegiatan untuk
menjamin dan melindungi anak dan hak - haknya agar dapat hidup, tumbuh,
berkembang dan berpartisipasi, secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat
kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.
2 Shanty Dellyana, Wanita dan anak dimata hukum, Yogykarta, Liberty, 1988, h. 18.
3Dr. Maidin Gultom, SH, M.hum.Perlindungan Hukum terhadap anak: dalam sistem
peradilan pidana anak di Indonesia.Bandung, Refika aditama, 2010, h 38. 4 Arif Gosita, Masalah Perlindungan Anak, Jakarta, Akademi Pressindo, 1985, h 35.
3
Berdasarkan hasil seminar perlindungan anak/remaja oleh Prayuana Pusat tanggal 30
Mei 1977, terdapat dua perumusan tentang perlindungan anak yaitu:5
“a) segala daya upaya yang dilakukan secara sadar oleh setiap
orang maupun lembaga pemerintah dan swasta yang bertujuan
mengusahakan pengamanan, penguasaan, pemenuhan
kesejahteraan fisik, mental dan sosial anak dan remaja yang sesuai
dengan kepentingan dan hak asasinya.”
b) segala daya upaya bersama yang dilakukan secara sadar oleh
perorangan, keluarga, masyarakat, badan-badan pemerintahan dan
swasta untuk pengamanan, pengadaan, dan pemenuhan
kesejahteraan rohaniah dan dan jasmaniah anak berusia 0-21 tahun,
tidak dan belum pernah nikah, sesuai dengan hak asasi dan
kepentingannya agar dapar mengembangkan dirinya seoptimal
mungkin.”
Hak asasi anak adalah hak asasi manusia plus dalam arti kata harus
mendapatkan perhatian khusus dalam memberikan perlindungan, agar anak yang baru
lahir, tumbuh dan berkembang mendapat hak asasi manusia secara utuh.6 Ini berarti
anak harus diberikan hak perlindungan yang lebih dan tidak cukup hanya sama
dengan orang dewasa. Yang dimaksud dengan hak asasi anak adalah pernyataan
tentang Hak – hak anak – anak menurut Deklarasi PBB. Beberapa diantaranya adalah:
1. Seorang anak harus menikmati perlindungan yang khas, harus
diberi kesempatan dan kemungkinan baik oleh hukum atau
dengan cara lain agar ia dapat memperkembangkan jasmaninya,
rohani, budi pekerti, kecerdasan, dan keadaan sosial dengan cara
yang sehat dan biasa, dalam alam kemerdekaan dan
kehormatan. Dalam menjalankan hukum ini kepentingan utama
dari seseorang anak harus didahulukan.
5 Irma Setyowati Sumitro, Aspek Hukum Perlindungan Anak, Jakarta, Bumi Aksara, 1990, h
14. 6Prof. Dr, H, R, Abdussalam, SIK, SH, MH dan Andri Desasfuryanto, SH, MH, Hukum
Perlindungan Anak PTIK, Jakarta, 2014, h 11.
4
2. Seorang anak memerlukan kasih sayang dan pengertian untuk
kepentingan untuk kepentingan perkembangannya dengan
penuh dan wajar.
Seberapa mungkin seorang anak harus dibesarkan di bawah
perlindungan dan perhatian orang tuanya, sekurang – kurangya
dalam suasana kasih sayang dan jaminan sosial dan moral;
seorang anak yang masih muda tidak boleh kecuali bila keadaan
memerlukan, dipisahkan dari ibunya.Masyarakat dan penjabat –
penjabat Negara berkewajiban untuk mencurahkan perhatian
yang khas terhadap anak – anak yang tidak berkeluarga, atau
yang tidak cukup mendapatkan bantuan penghidupan. Bantuan
keuangan dari Negara maupun bantuan yang berupa lain supaya
dianjurkan bagi pemeliharaan anak – anak dari keluarga yang
besar.
3. Seorang anak berhak untuk mendapatkan pendidikan yang
bebas dan wajib, sekurang – kurangnya dalam tahun permulaan.
4. Seorang anak dalam segala keadaan harus pertama – tama
mendapat perlindungan dan bantuan.
5. Seorang anak harus dilindungi terhadap tindakan yang
membangkitkan diskriminasi sosial, agama, dan lainnya.7
Dalam Undang – Undang No. 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, juga
menyebutkan setiap anak berhak atas perlindungan oleh orang tua, keluarga,
masyarakat, dan Negara (Pasal 52 ayat (1)). Hak anak adalah hak asasi manusia dan
untuk kepetingannya hak anak itu harus diakui dan dilindungi oleh hukum bahkan
sejak dalam kandungan (Pasal 52 ayat (2)). Setiap anak sejak dalam kandungan
berhak untuk hidup, mempertahankan hidup dan meningkatkan taraf kehidupannya
(Pasal 53 ayat (1)).
Masalah yang sering terjadi terhadap perlindungan anak adalah seringnya
terjadi cedera pada anak didik dan kejahatan di dalam lingkungan sekolah. Anak
harus dilindungi baik di luar maupun di dalam lingkungan sekolah. Sejatinya sekolah
adalah tempat dimana seorang anak dapat menuntut ilmu dengan keadaan aman dan
7 Kusumah, Mulyana W, Hukum dan Hak-Hak Anak, Jakarta, CV Rajawali, 1986, h 40-41
5
nyaman. Orang tua mempercayakan anaknya kepada pihak sekolah untuk dibimbing
dalam segi keilmuan termasuk juga ilmu agama maupun budi pekerti. Selain dalam
segi keilmuan orang tua percaya bahwa pada saat anaknya berada di dalam
lingkungan sekolah anak mendapat pengawasan dari guru dan pihak sekolah,
sehingga selama dalam sekolah orangtua merasa aman dan tidak perlu khawatir
anaknya mengalami tindakan yang tidak diinginkan. Apalagi ketika orang tua
mendaftarkan anaknya disekolah yang berlebel plus tentu orang tua akan sangat
percaya menyekolahkan anaknya di tempat yang mempunyai sarana dan prasana
lebih daripada sekolah lainnya, keamanan dan kenyaman anak juga lebih meyakinkan
karena biaya yang harus dikeluarkan juga tidak murah.
Seperti yang dialami Dr. Yudha Nurdian, M.Kes, ketika menyekolahkan
anaknya di “Pelita Hati National Plus School” ia berfikir bahwa anaknya akan
mendapat pelayanan yang baik, nyaman, dan aman. Bukan aman yang diperoleh
tetapi justru anaknya mengalami cedera berkali – kali. Zsa – Zsa (4 tahun) anak kedua
beliau mengalami kecelakaan yang menyebabkan kesakitan, bibir pecah serta terdapat
darah kering di baju seragamnya. Wali kelas anak tersebut berjanji agar lebih
memperhatikan anak didiknya lagi. Namun hal serupa terjadi kembali kepada anak
tersebut, 3 jarinya bengkak dan lecet. Bahkan yang lebih parahnya kakak dari Zsa –
Zsa, yakni Pilar Menara Falah (10 tahun) mengalami cedera parah yakni berupa luka
memar dan luka robek dengan jaringan kulit hilang di dahi, pelipis kiri, kelopak mata
dan hidung. Cedera tersebut terjadi saat jam istirahat, ketika Pilar Menara Falah
bermain dengan kedua temannya sesame anak didik. Karena sudah terlalu sering
6
anaknya mengalami cedera pada jam sekolah dan pihak sekolah dirasa tidak secara
optimal melindungi anaknya, Dr. Yudha Nurdian, M.Kes menggugat Taruna Bumi
Foundation selaku Badan Hukum yang memiliki Pelita Hati National Plus School ke
Pengadilan Negeri Jember.8 Namun, amar putusan hakim menolak gugatan tersebut.
Kemudian Dr. Yudha Nurdian, M.Kes melakukan kasasi ke MA, amar putusan tetap
sama yakni menolak dengan pertimbangan majelis hakim bahwa tanggung jawab
materiil pendidikan ada pada sekolah termasuk materi pelajaran dan budi pekerti
dalam lingkungan sekolah, dan sedangkan yang ada pada murid secara fisik menjadi
tanggung jawab orang tua murid termasuk perkembangan dan pertumbuhan fisik,
termasuk juga kecelakaan disekolah yang mengakibatkan cedera fisik.
Penulis berpendapat bahwa pertimbangan hakim dalam putusan Nomor 3131
K/Pdt/2013 tidaklah tepat, mengingat bahwa Kitab Undang – Undang Perdata Pasal
1367 menentukan bahwa Guru sekolah bertanggungjawab selama anak berada di
bawah pengawasannya. Penulis tidak setuju terhadap putusan tersebut dalam hal anak
didik berada dalam sekolah bukan hanya orang tua yang bertanggungjawab
melainkan sekolah juga mengusahakan perlindungan anak tersebut. Orang tua
berpikiran bahwa ketika anak berada di lingkungan sekolah kewajiban untuk
melindungi anak tersebut menjadi tanggung jawab pihak sekolah. Sebenarnya
perlindungan anak harus diusahakan dan dilakukan oleh siapa saja baik itu orang tua,
masyarakat maupun pemerintah. Dalam Undang – Undang No. 35 tahun 2014 tentang
Perubahan Undang - Undang No 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak Pasal 54
8 Putusan MA Nomor 3131 K/Pdt/2013
7
ayat (1) menyebutkan “Anak di dalam dan di lingkungan satuan pendidikan wajib
mendapatkan perlindungan dari tindak kekerasan fisik, psikis, kejahatan seks, dan
kejahatan lainnya yang dilakukan oleh pendidik, tenaga kependidikan, sesama peserta
didik, dan/atau pihak lain. Kemudian pada ayat (2) dijelaskan yang melakukan
perlindungan adalah pendidik, tenaga kependidikan, aparat pemerintahan, dan/atau
masyarakat.
Anak tumbuh dan pertumbuhannya itu sangat bergantung dari kedua orang
tua. Sampai ia mandiri dan membentuk dirinya sendiri. Setiap anak itu dilahirkan
menurut fitrah, kejadian asli yang suci. Kedua orangtuanyalah yang menjadikan ia
golongan Yahudi, Nasrani, atau Majusi (hadis). Itulah sabda Nabi tentang tanggung
jawab orang tua mendidik anak. Selanjutnya tentang pendidikan, Nabi bersabda
:“Ajarlah anakmu, sesungguhnya ia dijadikan untuk zaman yang bukan zamanmu”.9
Jadi, orang tua berperan penting dalam perlindungan anak, selama anak belum
dewasa anak mempunyai hak untuk memperoleh perlindungan baik di dalam maupun
di luar sekolah. Menurut Hukum Adat seseorang dikatakan belum dewasa bilamana
seseorang itu belum menikah dan berdiri sendiri belum terlepas dari tanggung jawab
orang tua.10
Dalam Undang – Undang Perlindungan Anak Pasal 20 menentukan
bahwa “Negara, Pemerintah, Masyarakat, Keluarga, dan Orang tua berkewajiban dan
bertanggungjawab terhadap penyelanggarakan perlindungan anak.” Tanggung jawab
orang tua diperjelas dalam Kitab Undang – Undang Hukum Perdata ( KUHPerdata )
9 opcit, hlm 9.
10 Hilman Hadikusuma, Hukum Adat dalam Yurisprudensi, Bandung, Citra Aditya Bakti,
1993, h 11.
8
pasal 1367 ayat (2) mengatur bahwa “Orangtua dan wali bertanggungjawab atas
kerugian yang disebabkan oleh anak-anak yang belum dewasa, yang tinggal pada
mereka dan terhadap siapa mereka melakukan kekuasaan orangtua atau wali.”
Disisi lain perlu diketahui bahwa mengenai tanggung jawab anak saat berada
dalam lingkungan dan jam sekolah, anak didik tersebut berada di bawah pengawasan
guru sekolahnya. Dalam pasal 1367 ayat (4) mengatur bahwa “Guru sekolah atau
kepala tukang bertanggungjawab atas kerugian yang disebabkan oleh murid-
muridnya atau tukang-tukangnya selama waktu orang-orang itu berada di bawah
pengawasannya“.
Dalam hal tanggung jawab terhadap anak didik yang mengalami baik
kecelakaan maupun kajahatan di dalam lingkungan sekolah siapakah yang sebenarnya
harus bertanggungjawab. Dengan melihat latar belakang masalah di atas maka penulis
tertarik meneliti lebih lanjut tentang tanggung jawab terhadap anak didik dalam
perspektif hukum perlindungan anak.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan, penulis merumuskan
masalah yang ada, sebagai berikut:
1. Siapakah yang bertanggungjawab terhadap pelaksanaan perlindungan anak
selama dalam lingkungan sekolah?
9
2. Mengapa mereka harus bertanggungjawab terhadap anak didik selama
dalam lingkungan sekolah?
C. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui pertanggung jawaban terhadap perlindungan anak
selama dalam lingkungan sekolah
2. Untuk mengetahui latar belakang pemikiran mengapa mereka harus
bertanggungjawab terhadap anak didik dalam lingkungan sekolah
D. Manfaat Penelitian
a. Memberikan bahan masukan dan sumbangan pemikiran dalam rangka
memberi solusi pertanggung jawaban terhadap anak didik di lingkungan
sekolah
b. Memberikan wawasan bagi para anak didik dan orang tuanya apabila anak
didik mengalami baik kekerasan maupun kecelakaan pada jam sekolah
dan berada di lingkungan sekolah sehingga dapat diambil sikap tegas
sesuai dengan aturan yang berlaku.
E. Metode Penelitian
1. Tipe Penelitian
Tipe penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif dengan pertimbangan
bahwa penelitian analisis terhadap perundang-undangan yang berkaitan dengan
10
penyelenggaraan tanggung jawab terhadap anak didik dalam perspektif hukum
perlindungan anak. Penelitian hukum pada hakikatnya merupakan kegiatan
argumentasi dengan mengacu pada bahan – bahan hukum.11
Namun demikian,
penelitian kepustakaan dalam skripsi ini tidak saja terhadap bahan perundang –
undangan tetapi juga menggunakan deklarasi dan konvensi yang mengatur hak – hak
anak.
2. Metode pendekatan
Penelitian tentang tanggung jawab terhadap anak didik dalam perspektif
hukum perlindungan anak termasuk jenis penelitian hukum, maka pendekataan yang
dilakukan adalah pendekataan perundang-undangan (statute aprroach). Menurut
Johnny Ibrahim, penelitian hukum menggunakan pendekatan perundang-undangan
(statute approach) akan lebih akurat bila dibantu oleh satu atau lebih pendekatan lain,
guna memperkaya pertimbangan-pertimbangan hukum yang tepat untuk menghadapi
problem yang dihadapi.12
Maka selain pendekatan perundang-undangan (statute
aprroach), skripsi ini juga menggunakan pendekatan konsep (conceptual approach).
3. Sumber Data
Bahan – bahan hukum primer terdiri dari perundang-undangan, catatan-catatan
resmi atau risalah dalam pembuatan perundang-undang dan putusan-putusan hakim
11
Titon Slamet Kurnia, Sri Harini Dwiyatmi dan Dyah Hapsari P, Pendidikan Hukum, Ilmu
Hukum & Penelitian Hukum di Indonesia Sebuah Reorienasi, Salatiga, Fakultas Hukum
Universitas Satya Wacana, 2009, h 102 12
Dr. Johnny Ibrahim, SH, Mhum, Teori&Metiodologi penelitian Hukum Normatif, Malang,
Bayumedia Publishing, 2006, h 305.
11
sedangkan bahan-bahan sekunder merupakan bahan-bahan publikasi tentang hukum
yang bukan merupakan dokumen-dokumen resmi. Publikasi tentang hukum meliputi
buku-buku teks, kamus-kamus hukum, jurnal-jurnal hukum, dan komentar-komentar
atas putusan pengadilan.13
a. Bahan-bahan hukum primer terdiri dari :
1) Kitab Undang – Undang Hukum Perdata (KUHPerdata)
2) Undang-undang di Luar KUHPerdata dalam hal ini :
- Undang – Undang Dasar 1945 Pasal 28B dan 31 ayat (1)
- Undang - Undang Nomor 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan
Anak
- Undang – Undang No. 39 Tahun1999 tentang Hak Asasi Manusia
- Undang - Undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun
2003
- Undang – Undang No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen
- Undang - Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan 23
Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak
3) Peraturan Pemerintah dan aturan lain dibawah undang-undang :
- Keputusan Presiden Nomor 36 Tahun 1990 tentang Pengesahan
Convention on the Rights of the Child (Konvensi tentang Hak-Hak
Anak)
13
Prof. Dr. Peter Mahmud Marzuki, SH, MS, LLM, Penelitian Hukum, Jakarta, Kencana,
2005, h 141.
12
- Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No. 82 Tahun
2015 tentang Pencegahan dan Penanggulangan Tindak Kekerasan
di Lingkungan Satuan Pendidikan
- Kode Etik Guru Indonesia
b. Bahan – bahan hukum sekunder terdiri dari :
1) Hasil – Hasil penelitian yang berkaitan dalam bidang pendidikan
2) Hasil karya ilmiah yang berhubungan dengan judul skripsi
3) Hasil – hasil pertemuan ilmiah seperti : seminar, diskusi dan sebagainya
yang berkaitan dengan judul skripsi
c. Bahan - bahan hukum tersier adalah bahan hukum yang memberikan
petunjuk terhadap bahan hukum primer maupun bahan hukum sekunder dan
terdiri dari :
1) Kamus Hukum dan Kamus Besar Bahasa Indonesia
4. Teknik pengumpulan data
Dalam penelitian, pada umumnya dikenal tiga jenis alat pengumpulan data,
yaitu studi dokumen atau bahan pustaka, pengamatan atau observasi, dan wawancara
atau interview.Teknik pengumpulan data yang digunakan pada skripsi ini adalah
bahan pustaka dan studi dokumen.
13
5. Penyajian data dan Analisa
Dalam skripsi ini penulis menggunakan analisis kualitatif dilakukan secara
normatif. Data dalam skripsi ini diperoleh dari studi kepustakaan, aturan perundang –
undangan dan hasil – hasil karya ilmiah.Kemudian penulis menguraikan dan
menghubungkan sedemikian rupa, sehingga disajikan dalam penulisan yang lebih
sistematis guna menjawab permasalahan yang telah dirumuskan.
6. Unit Amatan
a) Undang – Undang Dasar 1945 Pasal 28B dan 31 ayat (1)
b) Kitab Undang – Undang Hukum Perdata (KUHPerdata)
c) Undang - Undang Nomor 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak
d) Undang – Undang No. 39 Tahun1999 tentang Hak Asasi Manusia
e) Undang - Undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2003
f) Undang – Undang No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen
g) Undang - Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan 23 Tahun
2002 tentang Perlindungan Anak
h) Keputusan Presiden Nomor 36 Tahun 1990 tentang Pengesahan
Convention on the Rights of the Child (Konvensi tentang Hak-Hak
Anak)
i) Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No. 82 Tahun 2015
tentang Pencegahan dan Penanggulangan Tindak Kekerasan di
Lingkungan Satuan Pendidikan
14
j) Kode Etik Guru Indonesia
7. Unit Analisa
Dalam skripsi ini yang menjadi unit analisa penulis adalah pihak yang
bertanggungjawab terhadap terhadap perlindungan anak didik dan mengapa pihak
tersebut bertanggungjawab.