bab i pendahuluan a. latar belakang masalahrepository.ump.ac.id/1509/2/deka listyanti, bab i.pdf ·...
TRANSCRIPT
1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Kejawen dalam opini umumnya berisikan seni, budaya, tradisi, ritual,
sikap serta filosofi, atau spiritualitas suku Jawa. Penganut ajaran kejawen
biasanya tidak menganggap ajarannya sebagai agama dalam pengertian sebagai
agama monotheistik, seperti Islam atau Kristen, tetapi lebih melihatnya sebagai
seperangkat cara pandang dan nilai-nilai yang dibarengi dengan sejumlah laku
(mirip dengan ibadah). Ajaran kejawen biasanya tidak terpaku pada aturan yang
ketat, dan menekankan pada konsep keseimbangan. Konsep keseimbangan ini
merupakan upaya untuk mencapai kehidupan yang harmonis baik dengan Tuhan,
alam, dan manusia. Di dalam hati manusia, keyakinan dan kepercayaan terhadap
Tuhan pasti ada dan berkembang keyakinan dengan agama dan kepercayaan yang
di pilih (Djam’annuri, 2000: 15).
Sejarah manusia berkembang dan tumbuh bersamaan dengan agama,
manusia senantiasa bergerak mengikuti nalurinya untuk mempelajari hal yang
lebih jauh tentang agama. Agama hadir sebagai bentuk kebutuhan dasar manusia
terhadap hati dan jiwa sebagai pemberian yang ada dalam diri manusia, sebagai
jalan untuk mencapai kebahagiaan. Semakin dewasa seseorang maka
keinginannya akan menjadi kompleks, keinginan untuk bahagia dalam kehidupan
rohani dan kehidupan sosial, keinginan menemukan jalan yang hakiki. Jiwa
manusia senantiasa membutuhkan motivasi-motivasi yang bisa memberikan
1
KOMUNITAS TRADISI SADRANAN….., Deka Listyanti, FKIP UMP, 2015
2
semangat dan spirit dalam menjalani kehidupan. Manusia yang berusaha mencari
jati diri dari dalam jiwa dan lingkungan yang membentuk karakter keberagaman
melalui proses yang dilalui dalam pencarian, maka ia semakin dekat dan
mengenal diri sendiri akan lebih mengerti jiwanya dan mengenal Tuhan.
Kepercayaan merupakan proses kejiwaan, kepercayaan memberi pengertian yang
mendasar tentang sistem tata-kerja akal pikiran manusia (Moreno, 1994: 139).
Kepercayaan atau ritual yang dilakukan oleh orang Jawa disebut kejawen.
Berbakat dari kepercayaan akan gejolak alam, maka suku Jawa tidak lepas dari
ritual terhadap alam dan tradisi yang berkembang sebagai bagian bentuk
kepercayaan dari ketaatan menjalankan tradisi dan sebagai bentuk penghormatan
terhadap nenel moyang. Manusia dapat meyakini keyakinannya dan menerapkan
nilai-nilai baik dan memberikan kontrol atas keyakinan dan keagamaan mereka.
Ritual ataupun upacara yang dilakukan bertujuan untuk menghindar dari
marabahaya dan sebagai ungkapan rasa syukur terhadap Tuhan yang
melimpahkan karunia kepada mereka. Kepercayaan keagamaan merupakan tidak
hanya mengakui keberadaan benda-benda, makhluk-makhluk dan kekuatan-
kekuatan yang besar dan dianggap sakral, tetapi memperkuat dan mempertegas
keyakinan. Adanya sekelompok masyarakat yang memiliki kepercayaan sama dan
menjalankannya secara bersama-sama merupakan hal yang sangat penting bagi
suatu agama karena hanya dengan kebersamaan, kepercayaan-kepercayaan serta
pengalaman-pengalamannya dapat dilestarikan (Ali, 2007: 34).
Meskipun setiap tahun di Kabunan dilaksanakan acara Sadranan, tetapi
banyak pengunjung yang tidak tahu mengapa acara tersebut dilaksanakan di
KOMUNITAS TRADISI SADRANAN….., Deka Listyanti, FKIP UMP, 2015
3
Kabunan (tempat keramat yang masih mempunyai kekuatan gaib) masih banyak
masyarakat yang berziarah untuk mendapatkan apa yang diinginkan atau dicita-
citakan.
Upacara Sadranan di Kabunan adalah puncak acara tahunan kegiatan
Resek Kabunan yang dilaksanakan hari Senin Wage dan Kamis Wage. Sebelum
acara dimulai diadakan Resek Kabunan yang dilaksanakan oleh petugas dengan
dibantu masyarakat yang terpanggil secara ikhlas untuk membantu membersihkan
lokasi Kabunan.
Upacara-upacara yang dilaksanakan untuk menghormati, memuja,
menyukuri dan meminta keselamatan kepada leluhur dan Tuhan dilaksanakan
dalam waktu-waktu tertentu. Pemujaan dan penghormatan kepada leluhur bermula
dari perasaan takut, segan, dan hormat terhadap leluhur. Perasaan ini timbul
karena masyarakat mempercayai adanya sesuatu kekuatan luar biasa yang berada
di luar kekuasaan dan kemampuan manusia yang tidak tampak oleh mata.
Penyelenggaraan upacara adat dan tradisi merupakan aktivitas ritual yang
mempunyai arti bagi warga masyarakat yang melaksanakannya, selain sebagai
penghormatan terhadap roh leluhur dan rasa syukur terhadap Tuhan Yang Maha
Esa, juga sebagai sarana pelestarian budaya dalam menjaga nilai-nilai adat.
Kejawen merupakan tuntunan dan ajaran hidup yang didalamnya terdapat konsep
ketuhanan orang Jawa, hubungan antara manusia dengan Tuhan, hubungan
manusia dengan manusia dan hubungan manusia dengan alam seisinya (Suyono,
2009: 1).
KOMUNITAS TRADISI SADRANAN….., Deka Listyanti, FKIP UMP, 2015
4
Masyarakat Jawa dalam kehidupan sangat dekat dengan sebuah ritual atau
tradisi yang berkaitan dengan siklus kehidupan agar memperoleh kualitas hidup
yang baik. Kejawen adalah kepercayaan atau ritual yang dilakukan orang Jawa,
ajaran kejawen merupakan keyakinan dan ritual campuran dari agama-agama
formal dan pemujaan terhadap alam.
Kosmologi menjadi suatu yang amat penting bagi masyarakat Jawa
umumnya, dan kejawen pada khususnya. Microcosmos dan macrocosmos
mempunyai ikatan yang kuat dan menjadi tatanan sosial dalam masyarakat Jawa
(Suyono, 2009: 2).
Budaya Sadranan pada masa sekarang sudah langka. Anak-anak zaman
sekarang sudah tidak tahu lagi apa sadranan itu. Dulu Sadranan bagi masyarakat
Jawa, khususnya Jawa Tengah sangat populer. Biasanya saat bulan Sadran
(Sya’ban) masyarakat Jawa Tengah mempunyai tradisi untuk saling berkirim
makanan (nasi serta lauk pauk). Acara Sadranan yang sudah dilaksanakan ini
masih dapat ditemukan di desa Pekuncen, Kecamatan Kroya, Kabupaten Cilacap.
Dalam acara ini peserta sadranan tidak hanya warga dari desa Pekuncen saja,
tetapi dihadiri pula oleh warga dari luar. Maka dari itu, penulis melakukan
penelitian dengan judul Komunitas Tradisi Sadranan di Desa Pekuncen
Kecamatan Kroya Kabupaten Cilacap 1990-2014.
B. RumusanMasalah
Penelitian ini lebih terfokus dalam membahas suatu penelitian, harus
menetapkan perumusan masalah:
KOMUNITAS TRADISI SADRANAN….., Deka Listyanti, FKIP UMP, 2015
5
1. Bagaimana keadaan umum desa Pekuncen, Kecamatan Kroya, Kabupaten
Cilacap?
2. Bagaimana prosesi tradisi sadranan bagi masyarakat di desa Pekuncen,
Kecamatan Kroya?
3. Bagaimana makna dan pengaruh dari tradisi sadranan bagi komunitas tradisi
sadranan desa Pekuncen?
C. Tujuan Penelitian
Agar penelitian ini lebih terfokus dalam membahas suatu penelitian, harus
menetapkan bahasan penelitian. Berikut ini beberapa persoalan yang dapat
dirumuskan adalah:
Penelitian bertujuan untuk menyajikan:
1. Keadaan umum desa Pekuncen, Kecamatan Kroya, Kabupaten Cilacap.
2. Prosesi tradisi sadranan bagi masyarakat di desa Pekuncen, Kecamatan Kroya.
3. Makna dan pengaruh dari tradisi sadranan bagi komunitas tradisi sadranan
desa Pekuncen.
D. Manfaat Penelitian
Hasil yang diharapkan setelah diadakan penelitian tentang Komunitas
Tradisi Sadrana di desa Pekuncen Kecamatan Kroya Kabupaten Cilacap1990-
2014 adalah:
KOMUNITAS TRADISI SADRANAN….., Deka Listyanti, FKIP UMP, 2015
6
1. Secara Teoritis
a. Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dan referensi yang
berhubungan dengan studi analisis terhadap Sejarah lokal, terutama dalam
bidang penelitian KomunitasTradisi Sadranan di desa Pekuncen Kecamatan
Kroya Kabupaten Cilacap tahun 1990-2014.
b. Hasil penelitian ini diharapkan berguna untuk menambah sumber keilmuan
yang berguna bagi kegiatan penelitian berikutnya.
2. Secara Praktis
a. Bagi penulis, hasil penelitian ini diharapkan akan menambah dan memperluas
wawasan dan pendalaman pengetahuan tentang Tradisi Sadranan di desa
Pekuncen Kecamatan Kroya.
b. Bagi masyarakat Cilacap, hasil penelitian ini dapat memperkaya pengetahuan
masyarakat tentang Tradisi Sadranan di desa Pekuncen Kecamatan Kroya
sebagai warisan peninggalan nenek moyang yang harus dilestarikan.
E. Tinjauan Pustaka
Tinjauan pustaka harus dilakukan dalam sebuah penelitian. Hal ini sangat
penting dilakukan guna untuk mencari sumber dan data, bahan pertimbangan yang
sudah ada. Tradisi sadranan sudah populer di antara masyarakat Jawa karena
tradisi sadranan sering kali dilakukan oleh berbagai masyarakat khususnya di
Jawa, tetapi penelitian yang dilakukan tentang tradisi sadranan yang dilakukan
oleh masyarakat di desa Pekuncen, Kecamatan Kroya.
KOMUNITAS TRADISI SADRANAN….., Deka Listyanti, FKIP UMP, 2015
7
Penelitian skripsi yang dilakukan oleh Hari Yuliani (2003) dengan judul
Bahasa Sakral Upacara Sadranan di Kabunan desa Karanggude Kulon
Kecamatan Karanglewas Kabupaten Banyumas, menyimpulkan bahwa latar
sosial budaya masyarakat Karanggude Kulon adalah sebagaian besar penduduk
memeluk agama Islam, hubungan kekerabatan menganut sistem bilateral (garis
keturunan ayah dan ibu sama), pendidikan formal yang ditempuh sebagian besar
penduduk hanya sampai pendidikan dasar, bahasa yang digunakan dalam
komunikasi sehari-hari menggunakan bahasa dialek Banyumas. Sejarah singkat
Kabunan desa Karanggude Kulon pada hakikatnya bercerita tentang perjalanan
hidup Kiai Murokhidin dari pertama beliau tiba di Mandala Giri sampai pada
pancariannya terhadap isteri muda yang pergi meninggalkan Mandala Giri karena
terbakar api cemburu melihat suami tercinta sedang duduk berdua bersama istri
tua yang terakhir dengan cerita pertemuan antara Kiai Murokhidin dengan Nyai
Murokhidin Muda di desa Tinggarwangi Kecamatan Jatilawang. Bahasa sakral
digunakan dalam doa kabul pada acara Sadranan Kabunan mempunyai makna
yang sama dengan doa kabul yang dilaksanakan pada acara Resek Kabunan,
perbedaannya hanya terletak pada tujuan (niat) dari doa tersebut.
Penelitian skripsi yang dilakukan oleh Anggit Gilang Fajari (2014) dengan
judul Tradisi Jawa dalam Acara Pernikahan di desa Dukuh Bangsa Kecamatan
Jatinegara Kabupaten Tegal Tahun 1990-2013, menyimpulkan bahwa kondisi
sosial ekonomi dan budaya desa Dukuhbangsa dari tahun ke tahun secara umum
berkembang cukup baik, tidak heran jika faktor tersebut mempengaruhi pemikiran
masyarakat desa Dukuhbangsa tentang tradisi-tradisi Jawa peninggalan nenek
KOMUNITAS TRADISI SADRANAN….., Deka Listyanti, FKIP UMP, 2015
8
moyang. Mengenai perkembangan pengaruh adat Jawa dalam hajatan, terutama
pernikahan memang telah berubah tidak lagi sama dengan pengaruh adat
pernikahan dari keraton dan daerah-daerah lain. Masyarakat desa Dukuhbangsa
masih mempercayai pengaruh-pengaruh kejawen, tetapi sekarang pengaruh
tersebut hanya dijadikan sebagai warisan dan tidak terlalu mementingkan lagi.
Adapun mengenai pernikahan didalam masyarakat desa Dukuhbangsa masih
sering dijumpai dengan menggunakan adat Jawa yang dipadukan dengan
pengaruh syariat Islam disetiap tahap-tahap pelaksanaannya. Masyarakat
Dukubangsa masih menjaga tradisi Jawa ini sebagai bentuk untuk menghormati
hasil dari pemikiran kearifan lokal serta sebagai sarana untuk mempererat
hubungan antara sesama warga masyarakat desa Dukuhbangsa.
Penelitian skripsi yang dilakukan Nurul Hidayah (2009) dengan judul
Tradisi Nyadran di Dukuh PokohDesa Ngijo Kecamatan Tasikmadu Kabupaten
Karanganyar, menyimpulkan bahwa kebutuhan sosial tersebut adalah kebutuhan
untuk berkomunikasi dengan sesama anggota masyarakat, kebutuhan untuk saling
tolong-menolong dan kebutuhan bersama dalam hal melestarikan tradisi leluhur.
Selain itu, tradisi Nyadran merupakan kebutuhan spiritualitas antara manusia
dengan Tuhannya. Tradisi Nyadran tetap dilaksanakan karena masyarakat dusun
Pokoh sangat menghormati para leluhurnya. Selain itu, ungkapan syukur atas
segala nikmat yang telah diperoleh. Syukur dapat diungkapkan dengan berbagai
cara bersedekah dan melakukan selamatan. Tradisi Nyadran juga terkandung
makna silaturahmi. Maka dari itu, peneliti tertarik untuk melakukan suatu
KOMUNITAS TRADISI SADRANAN….., Deka Listyanti, FKIP UMP, 2015
9
penelitian tentang tradisi Sadranan yang ada di desa Pekuncen, Kecamatan Kroya,
Kabupaten Cilacap.
F. Landasan Teori dan Pendekatan
1. Landasan Teori
Tradisi sadranan bagian dari tradisi yang rutin dilaksanakan oleh
masyarakat desa Pekuncen, Kecamatan Kroya, Kabupaten Cilacap, sebagai bentuk
dari ketaatan menjalankan tradisi dan sebagai bentuk penghormatan terhadap
nenek moyang. Selain dilaksanakan sebagai tradisi, sadranan juga merupakan
bentuk ketaatan terhadap agama dengan berziarah atau mengunjung makam para
leluhur yang bertujuan untuk berdoa kepada para leluhur dan meminta izin
sebelum melaksanakan ibadah puasa. Ibadah puasa yang ikut disyariatkan Islam
ikut mewarnai perilaku orang Jawa, pada umumnya dan masyarakat desa
Pekuncen pada khususnya, sebagai bentuk penyucian rohani untuk melengkapi
doa-doa yang dipanjatkan kepada Tuhan.
Tradisi sadranan merupakan suatu bentuk dari kepercayaan dan praktik
keagamaan yang berkaitan dengan leluhur dan peninggalan nenek moyang.
Pemujaan terhadap leluhur sebagai bentuk penghormatan kumpulan sikap,
kepercayaan yang berhubungan dengan roh atau pendewaan orang yang sudah
meninggal, khususnya dalam hubungan kekeluargaan. Pemujaan leluhur adalah
salah satu bentuk kepercayaan yang religius dan ritual yang menjadi dasar
pemujaan ini adalah keluarga, pertalian keluarga dan keturunan.
KOMUNITAS TRADISI SADRANAN….., Deka Listyanti, FKIP UMP, 2015
10
Namun, selain beberapa persamaan dengan orang Islam di daerah-daerah
lain di Indonesia tersebut, orang Jawa dari golongan ini juga yakin pada konsep-
konsep keagamaan lain, pada makhluk gaib, serta kekuatan sakti, dan mereka juga
melakukan berbagai ritual dan upacara keagamaan yang tidak ada atau sangat
sedikit sangkut-pautnya dengan doktrin-doktrin agama Islam yang resmi. Mereka
tidak dapat dikatakan orang beragama Islam yang tidak banyak menghiraukan
agama sebab sebenarnya agama yang mereka anut adalah suatu varian dari agama
Islam, yaitu agami Jawi. Oleh sebab itu, seperti yang telah dilakukan oleh Geertz
(1960) dalam bukunya The Religion of Java, suatu deskripsi mengenai agama.
Orang Jawa harus membedakan antara dua buah manifestasi dari agama Islam
Jawa yang cukup banyak berbeda, yaitu agami Jawi dan agama Islam Santri.
Sebutan yang pertama berarti Agama orang Jawa, sedangkan yang kedua adalah
Agama Islam yang dianut orang Santri (Koentjaraningrat, 1994: 311-312).
Tradisi Sadranan adalah tradisi yang banyak dilakukan oleh masyarakat
kejawen. Adapun asal-usul dari tradisi Sadranan berasal dari ajaran Hindu-
Buddha yang bertujuan untuk memohon bantuan dan memuja kepada para leluhur
dan nenek moyang. Pada zaman pra-Islam tradisi sadranan diselenggarakan untuk
memuja roh para leluhur sesuai dengan pegangan mereka, yakni sampai sekarang
tradisi Sadranan masih sering dilakukan di daerah-daerah lain, salah satunya di
desa Pekuncen, Kecamatan Kroya, Kabupaten Cilacap.
Pada upacara religi, khususnya upacara tahunan Sadranan yang dijumpai
pada masyarakat Jawa, termasuk wilayah banyumas. Sadranan sungguhnya
KOMUNITAS TRADISI SADRANAN….., Deka Listyanti, FKIP UMP, 2015
11
berasal dari budaya Majapahit. Upacara sraddha oleh orang Jawa secara
berangsur-angsur dibaca sadran atau sadranan (Priyadi, 2013: 105).
Hal serupa juga tampak di jumpai pada daerah kekuasaan Banyumas yang
meliputi, Ngayah, Pasir, Panjer, dan Purbalingga. Pembagian daerah wirasaba
serta daerah kekuasaan Banyumas merupakan pola klasifikasi Jawa yang berusaha
menjelaskan relasinya dengan pendiri dinasti Banyumas yang berhubungan
dengan Majapahit, yakni tentang larangan-larangan, hadiah keris, bisikan ghaib
(wangsit), pulung (wahyu) dan pemilihan daerah yang dianggap sakral dengan
dihubungkan dengan silsila Nabi Adam dengan Raja Majapahit (Priyadi, 2015:
106).
Tradisi Sadranan merupakan perwujudan rasa syukur manusia terhadap
alam sekitar lingkungan masyarakat. Terhadap nenek moyang yang sudah
meninggal, Sadranan mengadung makna, di setiap manusia yang hidup harus
ingat bahwa di dalam kehidupan masyarakat, manusia hidup tidak hanya sendiri,
tetapi manusia hidup berkelompok guna melakukan apa yang dilakukan dalam
kehidupan bermasyarakat.
Salah satu tradisi yang melekat pada jiwa masyarakat, khususnya pada
masyarakat Jawa adalah tradisi Sadranan. Tradisi Sadranan merupakan tradisi
yang masih dilakukan di desa Pekuncen, Kecamatan Kroya, Kabupaten Cilacap.
Masyarakat mengadakan tradisi Sadranan umumnya ketika menjelang satu pekan
sebelum menjelang Ramadhan, yaitu Sya’ban dan satu pekan menjelang bulan
Syawal. Biasanya masyarakat di desa Pekuncen, Kecamatan Kroya, Kabupaten
Cilacap, dalam melaksanakan tradisi Sadranan tidak individual, tetapi mempunyai
KOMUNITAS TRADISI SADRANAN….., Deka Listyanti, FKIP UMP, 2015
12
sebuah Himpunan Penghayat Kepercayaan (HPK), guna untuk bersama-sama
melaksanakan ritual-ritual keagamaan dalam tradisi Sadranan di desa Pekuncen
Kecamatan Kroya.
Tradisi Sadranan di desa Pekuncen, Kecamatan Kroya, Kabupaten
Cilacap, adalah acara tahunan kegiatan resek kuburan (makam) leluhur atau nenek
moyang yang disakralkan oleh penganut Himpunan Penghayat
Kepercayaan(HPK) di desa Pekuncen. Masyarakat Himpunan Penghayat
Kepercayaan (HPK) biasanya juga membawa nasi tumpeng lengkap dan
membawa kambing. Kambing korban persembahan tersebut dimasak dikomplek
lokasi oleh masyarakat Himpunan Penghayat Kepercayaan(HPK) di desa
Pekuncen. Setelah masakan gulai kambing selesai, acara Sadranan pun dimulai.
Acara tersebut diawali dengan pisowanan (pertemuan/perkumpulan) ke Kunci
Agung, Santri Agung, Mantri Agung, Mbah Gusti Agung beserta para sahabat
(Siti Jenar, Sunan Ampel, Sunan Kajoran, Jumadil Kubra, Sendhang Lautan), dan
yang terakhir adalah Eyang Ayu. Masyarakat yang ingin sowan dapat melalui juru
kunci atau dapat melakukan sendiri. Setelah acara pisowanan selesai dimulailah
dengan doa selamatan dilanjutkan dengan doa kabul yang penuh dengan
kesakralan.
Secara khusus ada beberapa macam kelompok yang berbeda-beda sifatnya,
yaitu suatu perkumpulan gerakan kebatinan dan suatu kelompok kekerabatan,
analisis, mengenai sifat organisasi dan sistem pimpinannya. Tampak adanya
paling sedikit dua organisasi. Pertama, yaitu organisasi yang tidak dibentuk
dengan sengaja, tetapi telah terbentuk ikatan norma yang sejak dulu telah tumbuh
KOMUNITAS TRADISI SADRANAN….., Deka Listyanti, FKIP UMP, 2015
13
dengan tidak sengaja. Kedua, organisasi yang dibentuk dengan sengaja sehingga
aturan-aturan dan sistem norma yang mengikat anggota juga disusun dengan
sengaja(Koentjaraningrat, 2009: 126).
Bentuk agama Islam orang Jawa yang disebut agami Jawi atau kejawen
adalah suatu kompleks keyakinan dan konsep-konsep Hindu-Buddha yang
cenderung ke arah mistik, yang tercampur menjadi satu dan diakui sebagai ajaran
Islam. Varian agami Islam Santri, yang walaupun juga tidak sama sebebas dari
unsur-unsur animisme dan unsur-unsur Hindu-Buddha, melekat pada norma-
norma ajaran islam yang sebenarnya. Untuk memperkirakan proporsi dari
penduduk Jawa yang menganut agami Jawi dan yang menganut agami Islam
Santri, walaupun agami Jawi kelihatannya lebih dominan di daerah-daerah
negarigung di Jawa Tengah, di Bagelenan di daerah mancanegari, sedangkan
varian agami Jawi Islam Santri lebih dominan di daerah Banyumas dan daerah
pesisir, Surabaya, daerah pantai utara. Ujung timur Pulau Jawa, serta daerah-
daerah pedesaan di lembah Sungai Solo dan Sungai Brantas, tidak ada daerah-
daerah yang khusus membatasi daerah tempat tinggal para penganut dari kedua
varian tersebut. Orang kejawen dan santri terdapat dalam segala lapisan
masyarakat Jawa; tempat-tempat yang dominasi oleh orang kejawen juga didiami
orang santri yang telah disebut di atas, tinggal di suatu daerah khusus yang
dinamakan kauman. Namun, sebaliknya di daerah-daerah yang didominasi oleh
orang-orang santri umumnya tidak ada bagian-bagian khusus didalam suatu kota
tempat tinggal khususnya orang-orang beragama kejawen (Koentjaraningrat,
1998: 312-313).
KOMUNITAS TRADISI SADRANAN….., Deka Listyanti, FKIP UMP, 2015
14
Mengenai (Sejarah Kebudayaan) Jawa sudah dibuat suatu ringkasan dari
sejarah persebaran agama Islam di Jawa, dan telah diperlihatkan, bahwa agama
Islam mula-mula mempengaruhi kota-kota pelabuhan di pantai utara Pulau Jawa,
dan bahwa (Peradaban Pesisir) yang hidup di kota-kota pelabuhan yang makin
makmur dan makin kuat itu, tumbuh bersama dengan suatu kekuatan politik yang
merongrong dan akhirnya menghancurkan kekuatan Hindu-Buddha Majapahit,
yang pusatnya berada di daerah delta Sungai Brantas (Koentjaraningrat, 1984:
313-314).
Agama Islam yang diajarkan oleh para wali dalam pondok-pondok
pesantren mungkin pada waktu itu juga mengandung banyak unsur mistik, hingga
memudahkan hubungan dengan penduduk yang sejak lama terbiasa dengan
konsep-konsep dan pikiran-pikiran mistik (Koentjaraningrat, 1984: 316).
Setiap pesan merupakan bagian dari kebudayaan. Pesan-pesan tersebut
dinyatakan dalam bahasa dari sebuah kebudayaan dan dikandung, serta dimengerti
dalam istilah-istilah kognitif yang substantif dari sebuah kebudayaan. Karena itu
kebudayaan membentuk semua pesan-pesan dan harus mempertimbangkan hal ini
pada saat menafsirkan pesan-pesan tersebut (Vansina, 2014: 193).
Proses perkembangan kebudayaan umat manusia pada umumnya dan
bentuk-bentuk yang makin lama semakin kompleks, yaitu cultural evolution
(evolusi kebudayaan). Kemudian dalam proses penyebaran kebudayaan, proses
lain adalah proses belajar unsur-unsur kebudayaan asing oleh warga masyarakat,
yaitu proses akulturasi. Konsep dinamika masyarakat dan kebudayaan yang sangat
berpengaruh pada individu (Warsito, 2012: 140).
KOMUNITAS TRADISI SADRANAN….., Deka Listyanti, FKIP UMP, 2015
15
Pokok dari sebuah kebudayaan adalah kebudayaan dapat didefinisikan
sebagai suatu hal yang bersifat umum dalam benak sekrumpulan orang-orang
tertentu; ia mengacu pada lingkungan masyarakat. Orang-orang dalam suatu
lingkungan masyarakat memiliki banyak gagasan, nilai dan gambar yang sama,
singkatnya mereka memiliki perwakilan yang bersifat kolektif pada diri mereka
yang tidak dijumpai pada kumpulan orang lain (Vansina, 2014: 194).
Evolusi masyarakat dan kebudayaan dipandang jauh, dengan mengambil
interval waktu yang panjang, misalnya beberapa ribu tahun. Perubahan-perubahan
besar yang bersifat sejarah perkembangan masyarakat dan kebudayaan. Pada
masa sekarang menjadi perhatian khusus dari suatu sub ilmu antropologi, yaitu
ilmu prehistori yang memang mempelajari sejarah perkembangan kebudayaan
manusia dalam jangka waktu yang panjang (Warsito, 2012:147).
Sebuah kebudayaan memiliki sebuah representasi mengenai alam semesta
dan representasi ini biasanya melibatkan konotasi spasial. Sama seperti waktu,
ruang adalah sebuah gagasan relatif yang secara tidak langsung mengatakan
tentang sebuah titik dalam kaitannya dengan titik yang lain, sama seperti yang
dinyatakan dalam tata bahasa. Ruang-ruang yang paling penting dikaitkan dengan
tempat penciptaan, sebuah tempat yang memiliki nilai temporer dan juga spasial
(Vansina, 2014: 195).
KOMUNITAS TRADISI SADRANAN….., Deka Listyanti, FKIP UMP, 2015
16
2. Pendekatan
Pendekatan antropologi budaya, dengan objek penelitian hanya
menfokuskan pemahaman yang mendalam mengenai pemahaman manusia. Bagi
seorang ahli antropologi istilah kebudayaan umumnya mencangkup cara berpikir
dan cara berlaku yang telah merupakan ciri khas suatu bangsa atau masyarakat
tertentu. Sehubungan dengan itu, kebudayaan terdiri dari hal-hal seperti bahasa,
ilmu pengetahuan, hukum-hukum, kepercayaan, agama, kegemaran makanan
tertentu, musik, kebiasaan pekerjaan, larangan-larangan, dan sebagainya (Ihromi,
2000: 7).
Suatu kelompokjuga merupakan suatu masyarakat karena memenuhi
syarat-syaratnya, dengan adanya sistem interaksi antara para anggota, dengan
adanya adat-istiadat dan sistem norma yang mengatur interaksi itu, dengan adanya
kontinuitas, serta dengan adanya rasa identitas yang mempersatukan semua
anggota. Namun, suatu kesatuan manusia yang disebut kelompok juga
mempunyai ciri tambahan, yaitu organisasi dan sistem pimpinan, dan selalu
tampak sebagai bentuk kesatuan dari individu-individu pada masa-masa yang
secara berulang dalam berkumpul dan kemudian bubar lagi (Koentjaraningrat,
2009: 125).
Tiap-tiap unsur kebudayaan universal sudah tentu menjelma dalam tiga
wujud kebudayaan, yaitu wujudnya berupa sistem budaya, berupa sistem sosial,
dan berupa unsur-unsur budaya fisik. Demikian juga sistem religi, misalnya,
mempunyai wujud sebagai sistem keyakinan, dan gagasan tentang Tuhan, dewa,
roh halus, neraka, surga, dan sebagainya, tetapi mempunyai juga wujud berupa
KOMUNITAS TRADISI SADRANAN….., Deka Listyanti, FKIP UMP, 2015
17
upacara, baik yang bersifat musiman maupun kadangkala, dan selain itu setiap
sistem religi juga mempunyai wujud sebagai benda-benda suci dan benda-benda
religius (Koentjaraningrat, 2009: 165).
Kebudayaan merupakan sebuah konsep yang didefinisikan sangat
beragam. Istilah kebudayaan umumnya digunakan seni rupa, sastra, filsafat, ilmu
alam, dan musik yang menunjukan semakin besarnya kesadaran bahwa seni dan
ilmu pengetahuan dibentuk oleh lingkungan sosialnya. Kebudayaan adalah hasil
dari cipta, rasa, dan karsa. Budaya adalah suatu konsep yang membangkitkan
minat, secara formal, budaya didefinisikan sebagai tatanan pengetahuan,
pengalaman, kepercayaan, nilai, sikap,makna, waktu, peranan, hubungan ruang,
konsep alam semesta, objek-objek materi dan milik yang diperoleh sekelompok
besar orang dari generasi ke generasi melalui usaha individu dan kelompok. Kata
budaya disini dipakai sebagai singkatan dari kebudayaan dengan pengertian yang
sama (Warsito, 2012: 48-49).
Kebudayaan menunjukkan kepada berbagai aspek kehidupan. Kata itu
meliputi cara-cara berlaku, kepercayaan-kepercayaan dan sikap-sikap, dan juga
hasil dari kegiatan manusia yang khas untuk suatu masyarakat atau sekelompok
penduduk tertentu. Masing-masing dilahirkan kedalam suatu kebudayaan yang
bersifat kompleks dan kebudayaan itu kuat sekali pengaruhnya terhadap cara
hidup serta cara berlaku yang akan di ikuti selama hidup. Kebudayaan tidak
tergantung dari transmini biologis atau pewarisan melalui unsur genetis. Semua
manusia dilahirkan dengan tingkah laku yang digerakan oleh insting dan naluri
KOMUNITAS TRADISI SADRANAN….., Deka Listyanti, FKIP UMP, 2015
18
yang walaupun tidak termasuk bagian dari kebudayaan, namun mempengaruhi
kebudayaan (Ihromi, 2000: 18-19).
Pengaruh-pengaruh budaya yang dianut oleh komunitas tradisi Sadranan
di desa Pekuncen, Kecamatan Kroya, Cilacap. Maka penulis perlu melakukan
observasi langsung di tempat yang akan diteliti sesuai dengan antropologi budaya
atau fenomena-fenomena budaya yang ada di desa Pekuncen. Dalam penelitian ini
peneliti akan mencoba meneliti tentang tradisi Sadranan Himpunan Penghayat
Kepercayaan (HPK), dimana dari penelitian ini nanti peneliti hanya mengambil
atau memfokuskan bahasan pada tradisi itu sendiri, makna dan fungsi tradisi
sadranan terhadap masyarakat Himpunan Penghayat Kepercayaan(HPK) yang
ada di Desa Pekuncen Kecamatan Kroya Kabupaten Cilacap dengan pendekatan
Antropologi Budaya. Maka penulis mengadakan pengamatan dan penelitian
lapangan dan melakukan observasikepada masyarakat di desa Pekuncen serta
menyusunnya dalam bentuk skripsi.
G. Metode Penelitian
Penelitian sejarah sering menggunakan istilah jejak sejarah, sumber
sejarah, atau data sejarah. Ketiga istilah itu dianggap sama atau data sejarah
terdapat pada sumber atau jejak sejarah sehingga data sejarah sama dengan teks
yang terkandung dalam manuskrip (naskah, handschrift, tulisan tangan). Maka
dari itu, penelitian sejarah harus menelusuri sumber tertulis atau bahan-bahan
dokumenter (Kartodirdjo, 1992).
KOMUNITAS TRADISI SADRANAN….., Deka Listyanti, FKIP UMP, 2015
19
Metode sejarah menurut Louis Gottschalk (Daliman, 2012 : 28-29) adalah
proses menguji dan menganalisis secara kritis rekaman, dokumen-dokumen, dan
peninggalan masa lampau yang otentik dapat dipercaya, serta membuat
interpretasi dan sintesis atas fakta-fakta tersebut menjadi kisah yang dapat
dipercaya. Metode sejarah biasanya dibagi atas empat kelompok kegiatan, yaitu
heuristik, verifikasi, interpretasi, dan historiografi.
Heuristik merupakan langkah awal yang ditempuh dalam penelitian kali
ini. Heuristik yang berarti, sebuah kegiatan mencari sumber-sumber untuk
mendapatkan data, atau materi sejarah. Tahap ini menyita banyak waktu tenaga
biaya dan pikiran (Sjamsuddin, 2007 : 86).
Pada penelitian ini, peneliti berusaha mencari data otentik yang
diperlukan wawancara kepada sumber atau informan yang terpercaya. Selain itu,
peneliti juga melakukan observasi langsung pada objek peneliti sehingga data
yang diperoleh untuk dijadikan sumber benar-benar akurat. Setelah peneliti
mengumpulkan data-data dari kegiatan observasi dan wawancara yang sudah
dilakukannya kemudian dihimpun dalam data penelitian.
Verifikasi atau kritik adalah suatu langkah kedua yang diambil oleh
peneliti berupa kegiatan-kegiatan analitis. Kritik atau verifikasi dibagi menjadi
dua yaitu kritik ekstern dan intern. Kritik ekstern terhadap data atau sumber
sejarah lisan ditinjau melihat dan penyaksi sebagai informan kunci. Kritik ekstern
juga menuntut terhadap sumber sejarah lisan dalam hal keautentikan sumber,
maka sejarawan dapat meminta kesaksian pelaku lain, apakah benar seseorang itu
pelaku yang terlibat dalam peristiwa tersebut (Priyadi, 2014: 96). Kritik ekstern
KOMUNITAS TRADISI SADRANAN….., Deka Listyanti, FKIP UMP, 2015
20
untuk artifact bisa ditempuh dengan melihat bahan yang dipakai, misalnya, batu
yang dipakai untuk menhir, punden berundak dll (Priyadi, 2013 : 118-119).
Verifikasi dalam penelitian kali ini, mengkritik sumber lisan dari proses
wawancara yang sudah dilakukan, ditinjau dari apakah nara sumber tersebut sehat,
tidak pelupa dan berkata jujur. Kegiatan observasi juga mengalami tahapan
verifikasi dengan meninjau jenis kegiatan tersebut, apakah benar kegiatan tersebut
merupakan tradisi Sadranan.
Interpretasi, merupakan tahap selanjutnya yang dilakukan oleh peneliti.
Interpretasi merupakan penafsiran dari fakta-fakta yang sudah mengalami proses
verifikasi dan heuristik. Peneliti melakukan penafsiran terhadap fakta yang sudah
dikritik secara internal dan eksternal sehingga sumber yang diperoleh mempunyai
kredibilitas yang kuat. Fakta tersebut sudah dapat ditafsirkan sehingga peneliti
dapat melakukan tahapan selanjutnya.
Historiografi merupakan tahap akhir yang dilakukan dalam penelitian ini.
Pada tahap penulisan, peneliti menyajikan laporan hasil penelitian dari awal
hingga akhir, yang meliputi masalah-masalah yang harus dijawab. Tujuan
penelitian adalah menjawab masalah-masalah yang telah diajukan. Pada
hakikatnya, penyajian historiografi meliputi pengantar, hasil penelitian, dan
simpulan. Penulisan sejarah sebagai laporan sering kali disebut karya historiografi
yang harus memperhatikan aspek kronologi, periodesasi, serialisasi, dan
kausalitas, sedangkan pada penelitian antropologi tidak boleh mengabaikan aspek
holistik (menyeluruh) (Priyadi, 2011 : 92).
KOMUNITAS TRADISI SADRANAN….., Deka Listyanti, FKIP UMP, 2015
21
Dalam historiografi menulis sejarah merupakan suatu kegiatan intelektual
dan ini suatu cara yang utama untuk memahami sejarah. Ketika sejarawan
memasuki tahap menulis, maka ia mengerahkan seluruh daya pikirannya, bukan
saja keterampilan teknis penggunaan kutipan-kutipan dan catatan-catatan, tetapi
yang terutama penggunaan pikiran-pikiran kritis dan analisisnya karena ia pada
akhirnya harus menghasilkan suatu sintesis dari seluruh hasil penelitian atau
penemuannya itu dalam suatu penulisan utuh yang disebut historiografi.
Keberartian (signifikansi) semua fakta yang dijaring melalui metode kritik baru
dapat dipahami hubungannya satu sama lain setelah semuanya ditulis dalam suatu
keutuhan bulat historiografi. Di sinilah istilah ini mempunyai arti (penulisan
sejarah) karena ada pengertian lain untuk istilah historiografi yaitu (sejarah
penulisan sejarah) (Syamsuddin, 2007: 156).
H. Sistematika Penyajian
Agar mudah dalam menyusun dan memahami laporan penelitian ini,
maka peneliti memandang perlu adanya sistematika. Adapun sistematika yang
dipergunakan sebagai berikut:
Bab I pendahuluan, pada bab ini diuraikan latar belakang masalah, rumusan
masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, tinjauan pustaka, landasan teori
dan pendekatan, metode penelitian dan sistematika penyajian.
Bab II keadaan umum desa Pekuncen. Pada bab ini peneliti menjelaskan
bagimana terbentuknya desa Pekuncen, keadaan geografis, dan keadaan sosial dan
budaya masyarakat desa Pekuncen.
KOMUNITAS TRADISI SADRANAN….., Deka Listyanti, FKIP UMP, 2015
22
Bab III mengenai prosesi tradisi sadranan. Peneliti memaparkan bagaimana
persiapan ritual sadranan, dan pelaksanaan ritual sadranan.
Bab IV mengenai makna dan pengaruh tradisi sadranan bagi komunitas penganut
tradisi sadranan di desa Pekuncen. Peneliti memaparkan makna tradisi sadranan,
dan pengaruh tradisi sadranan bagi masyarakat di desa Pekuncen.
Bab V mengenai kesimpulan dan saran.
KOMUNITAS TRADISI SADRANAN….., Deka Listyanti, FKIP UMP, 2015