bab ii keadaan umum desa pekuncen a. terbentuknya desa ...repository.ump.ac.id/1509/3/deka...
TRANSCRIPT
23
BAB II
KEADAAN UMUM DESA PEKUNCEN
A. Terbentuknya Desa Pekuncen
Keadaan umum disuatu wilayah yang satu dengan yang lainnya berbeda-
beda. Ada beberapa faktor untuk mengetahui keadaan umum suatu wilayah,
diataranya dilihat dari monografi desa. Monografi desa ini mencangkup beberapa
data umum di suatu wilayah.
Desa Pekuncen terletak di Kecamatan Kroya, Kabupaten Cilacap. Desa
Pekuncen terbagi atas 6 grumbul atau dusun, yaitu Gandaria, Kepungla, Putan,
Medang, Kemuning, dan Kubangwungu. Desa Pekuncen mempunyai arti yaitu
pepeg kunci(kunci yang lengkap) atau disebut juga desa kunci atau desa yang
mengunci Raden Adipati Mangkupraja. Tadinya disebut dengan Pekunci, namun
lama kelamaan disebut dengan desa Pekuncen. Tokoh yang sangat berperan dalam
desa Pekuncen adalah Raden Adipati Mangkupraja(Wawancara dengan
Sandhi/Karyapadha, 04 Mei 2015).
Raden Adipati Mangkupraja berasal dari Keraton Surakarta. Setelah
sepeninggal kakaknya sebagai raja di Keraton Surakarta, Raden Adipati
Mangkupraja berniat ingin menggantikan posisi kakaknya yang sudah meninggal
di Keraton Solo, tetapi karena anak laki-laki dari kakaknya sudah besarsehingga
anak laki-lakinya yang menggantikan posisi di Keraton Surakarta sehingga Raden
Adipati Mangkupraja kecewa dan marah. Sejak kejadian itu Raden Adipati
Mangkupraja jadi sering ikut menggembala (angon)wedus gembel dengan teman-
23 KOMUNITAS TRADISI SADRANAN….., Deka Listyanti, FKIP UMP, 2015
24
temannya, tetapi Raden Adipati Mangkupraja bermain-main dengan pusaka
kerajaan yang dibawanya, dan menaruh pusakanya di leher seseoranghingga
meninggal karena begitu saktinya pusaka itu sehingga orang tua korban itu tidak
terima dan melapor padaRatu Keraton Surakarta, tetapi raja bingung karena Raden
Adipati Mangkupraja merupakan pamannya. Sang raja berbicara Kalau dihukum
gantung, Raden Adipati adalah pamannya, tetapi kalau tidak dihukum gantung
Raden Adipati sudah bersalah. Kemudian raja mendengar tentang alas Gandaria
paling berbahaya dan berniat ingin membuang Raden Adipati Mangkupraja
kesana(Wawancara dengan Sandhi/Karyapadha, 04 Mei 2015).
Pada akhirnya Raden Adipati Mangkupraja dibuang dan diasingkan ke
alas Gandaria dengan dibawakan sebuah bedug, sebagai penanda kalau bedug itu
tidak berbunyi berarti Raden Adipati Mangkupraja sudah meninggal, tetapi bedug
itu selalu berbunyi kencang.Setiap hari Jumat yang menandakan Raden Adipati
Mangkupraja masih hidup. Sampai beberapa tahun lamanya, bedug itu masih tetap
berbunyi terus. Sebenarnya, Raden Adipati Mangkupraja mau dibunuh,
tetapitidak dibunuh melalui manusia, melainkan dibunuh melalui makhluk halus
(Jin dan Dedemit) (Wawancara dengan Sandhi/Karyapadha, 04 Mei 2015).
Semua makhluk halus yang mau membunuh Raden Adipati Mangkupraja,
tunduk kepada Raden Adipati Mangkupraja. Karena semua makhluk halus itu
tahu kalau Raden Adipati Mangkupraja itu adalah seorang putraning ratu, sebab
sudah tertulis Nang Senjabaning Daging Nang Sajroning Kulit. Hingga seekor
ular yang sebesar pohon kelapapun tunduk ke Raden Adipati Mangkupraja,
KOMUNITAS TRADISI SADRANAN….., Deka Listyanti, FKIP UMP, 2015
25
sehingga tempat itu dinamakan dusun Kepungla karena pada waktu itu Raden
Adipati Mangkupraja dikepung oleh ular besar.
Di semua makhluk halus itu tunduk dan tidak ada yang berani kepada
Raden Adipati Mangkupraja sehingga Gandaria disertakan dan Raden Adipati
Mangkupraja dipindah ke Pesetran untuk menyetrakan Raden Adipati. Namun, di
Pesetranpun tidak ada yang berani mengganggu Raden Adipati Mangkupraja,
karena beliau adalah putraning ratu atau titeling ratu.
Kemudian ada kabar bahwa Keraton Surakarta akan melurug, dan Ratu
menyuruh kepada seorang patih untuk datang ke desa Gandaria, untuk membawa
pulang Paman Raden Adipati Mangkupraja. tetapi karena patih seorang yang tuli,
sehingga patih salah menangkap tugas yang diberikan oleh Sang Ratu. Sesampai
di Gandaria, patih berencana akan membunuh Raden Adipati Mangkupraja. tetapi
Raden Adipati Mangkupraja sudah di Pesetranatautempatpeletakanmayat yang
tidakdikuburkan, sehingga patih menyusul ke Pesetran. Setelah bertemu dengan
Raden Adipati Mangkupraja, patih mengatakan kalau diutus oleh Kanjeng Ratu
untuk membawa pulang Raden Adipati Mangkupraja. Pada akhirnya mereka pun
bergegas untuk pulang ke Keraton Surakarta, namun ditengah perjalanan pulang,
patih langsung memukuli dan membacok dengan gaman, sabit, dan benda tajam.
Selama satu minggu Raden Adipati Mangkupraja dipukuli dan dibacok
dengan gaman, namun Raden Adipati Mangkupraja tidak mempan dipukuli
dengan gaman. Tetapi Raden Adipati Mangkupraja tahu kalau dia pantas mati
karena dia telah berbuat salah,seehingga Raden Adipati Mangkupraja
memberitahu kepada patih tentang kelemahannya. Raden Adipati Mangkupraja
KOMUNITAS TRADISI SADRANAN….., Deka Listyanti, FKIP UMP, 2015
26
mengatakan kepada patih, “jika dibunuh dengan gaman dan benda tajam lainnya,
tidak akan mempan”. Kemudian patih disuruh mencari lawewenang atau seutas
benang untuk mengikat Raden Adipati Mangkupraja. Setelah diikat dengan
benang, Raden Adipati Mangkupraja akhirnya meninggal, tetapi sayangnya tidak
hanya Raden Adipati Mangkupraja saja yang dibunuh, tetapi seluruh keluarganya
dibunuh oleh patih. Sehingga terjadi banjir darah pembantaian Raden Adipati
Mangkupraja dan keluarganya di petilasan. Raden Adipati Mangkupraja dibunuh
pada hari Selasa Kliwon dan dikubur dihari Senin Manis (Wawancara dengan
Sandhi/Karyapadha, 04 Mei 2015).
Setelah kematian Raden Adipati Mangkupraja, selama beberapa hari
sebelum dikubur jasad dari Raden Adipati Mangkupraja dirawat rutin oleh
penduduk desa Pekuncen, sambil menunggu ada utusan yang datang dari
Kasunanan Surakarta untuk melihat keadaan jasad Raden Adipati Mangkupraja.
Selang beberapa hari, Kanjeng Kasunanan Surakarta akhirnya datang ke desa
Pekuncen untuk melihat keadaan Raden Adipati Mangkupraja. Setelah beliau
melihat keadaan Raden Adipati Mangkupraja, Raja sangat berterima kasih kepada
seluruh penduduk desa Pekuncen karena sudah merawat dengan baik jasad Raden
Adipati Mangkupraja. Kemudian Raja meminta kepada salah satu kasepuhan atau
perwakilan dari penduduk Gandaria agar ikut ke Keraton Surakarta (Wawancara
dengan Sandhi/Karyapadha, 04 Mei 2015).
Akhirnya salah seorang perwakilan dari penduduk Gandaria ikut ke
Keraton Surakarta, yaitu Malangwitana. Disana dia diberi kekancingan dan
sebuah surat oleh Kanjeng Raja untuk menjadi seorang kunci di desa Pekuncen
KOMUNITAS TRADISI SADRANAN….., Deka Listyanti, FKIP UMP, 2015
27
yang bertugas mengunci Raden Adipati Mangkupraja, yang akan menguasai desa
Pekuncen dan diberi wewenang sebagai Raja Sakyubing Banyu. Ditengah
perjalanan pulang, dia bertemu dengan seorang yang sakti, yang berasal dari
Yogyakarta. Karena Malangwitana tidak bisa membaca isi surat yang diberi oleh
Kanjeng Raja, maka surat itu dibacakan oleh orang sakti dan pintar itu, dan surat
ituberbunyi, “Sing sinten mawon mbekto surat niki, niku kanggo liru Raden
Adipati kenang pidono sekang Solo”(Wawancara dengan Sadhi/ Karyapadha, 04
Mei 2015).
Setelah tahu isi surat itu yang sebenarnya, Malangwitana langsung
melempar surat itu dan lari pulang karena ketakutan. Namun surat itu kemudian
diambil oleh orang yang sakti dan pintar, kemudian ia mendatangi desa Pekuncen
dan memberitahukan kalau dia adalah utusan dari Kanjeng Raja Surakarta yang
akan menguasai desa Pekuncen sebagai kuncen yang mengunci Raden Adipati
Mangkupraja sehingga semua penduduk desa Pekuncen percaya dan langsung
tunduk kepadanya.
Setelah empatbulan, kemudian Kanjeng Raja datang ke desa Pekuncen
untuk melihat apakah amanatnya telah dijalankan dengan baik. Namun, setelah
tiba di desa Pekuncen, Kanjeng Raja kaget dan heran, mengapa bukan orang yang
dia suruh dahulu yang menjadi kuncen di desa Pekuncen, melainkan orang lain
yang menjadi kuncen di desa ini. Kanjeng Raja tetap kukuh pada pendiriannya,
bahwa yang menjadi kuncen tersebut adalah bukan orang yang ia suruh dahulu,
namun Kanjeng Raja kalah bukti dari orang tersebut. Sehingga semua penduduk
KOMUNITAS TRADISI SADRANAN….., Deka Listyanti, FKIP UMP, 2015
28
tidak percaya pada Kanjeng Raja (Wawancara dengan Sadhi/Karyapadha, 04 Mei
2015).
Kemudian Kanjeng Raja memberikan suatu pitutur kepada penduduk
desa Pekuncen, bahwa di masa yang akan datang, yang kelak akan memimpin
desa Pekuncen itu bukan orang asli dari desa Pekuncen itu sendiri, melainkan
orang dari daerah lain. dan hal itu akhirnya terbukti dengan yang memimpin desa
Pekuncen adalah bukan orang asli dari desa Pekuncen. Terbukti dari beberapa
Demang dan yang kemudian diganti dengan Lurah, yang memimpin desa
Pekuncen yaitu :
1. Demang Ardjoseputro (1900-1906) memimpin selama 6 tahun.
2. Demang Kartawangsa (1906-1929) memimipin selama 23 tahun.
3. Demang Sumadijaya (1929-1933) memimpin selama 4 tahun.
4. Demang Joesoep (1933-1942) memimpin selama 11 tahun.
5. Demang Ishak Puspohudojo (1944-1945) memimpin selama 1 tahun.
6. Lurah Sandiarja (1947-1982) memimpin selama 34 tahun.
7. Lurah Radun (1986-1994) memimpin selama 7 tahun.
8. Lurah Salam (1994-1999) memimpin selama 5 tahun.
9. Lurah Yudo (2002-2007) memimpin selama 5 tahun.
10. Lurah Dwi Ani (2008-2014) memimpin selama 6 tahun.
Sampai sekarang penduduk desa Pekuncen masih mempercayai hal
tersebut. Selain itu penduduk desa Pekuncen juga masih merawat dengan baik
petilasan atau makam Raden Adipati Mangkupraja. Di desa Pekuncen mayoritas
penduduknya masih menganut himpunan penghayat kepercayaan (HPK), mereka
KOMUNITAS TRADISI SADRANAN….., Deka Listyanti, FKIP UMP, 2015
29
juga masih menjalankan suatu tradisi rutin tiap tahun atau juga yang disebut
dengan Sadranan atau Perlon, yang dilaksanakan di Petilasan Raden Adipati
Mangkupraja atau sering disebut juga Petilasan Jero Tengah (Wawancara dengan
Sandhi/ Karyapadha, 04 Mei 2015).
B. Keadaan Geografis
Desa Pekuncen mempunyai keadaan geografis yang cukup luas, dengan
luas wilayah 376 ha, batas wilayah sebelah utara yaitu desa Bajing Kulon, sebelah
selatan desa Karang Turi, sebelah barat desa Sikampuh dan yang terakhir sebelah
timur yaitu desa Pesanggrahan. Jumlah penduduk desa Pekuncen laki-laki 4173
jiwa, perempuan 4077 jiwa, usia 0-15 1655 jiwa, usia 15-65 5371 jiwa, dan usia
65 ke-atas 1224 jiwa, sedangkan tipologi desa Pekuncen meliputi persawahan,
perladangan, perkebunan, peternakan, nelayan, pertambangan/galian, kerajinan
dan industri kecil, industri sedang dan besar, jasa dan perdagangan (Wawancara
dengan Irfan Sidqon, 09 Mei 2015).
Masyarakat desa Pekuncen pada umumnya bekerja sebagai petani.
Pertanian merupakan mata pencaharian sehari-hari bagi masyarakat desa
Pekuncen, karena area persawahan yang luas, dan tanah yang subur sehingga
masyarakat desa Pekuncen lebih memilih mata pencaharian sebagai petani. Hasil
pertanian yang diperoleh oleh petani desa Pekuncen mayoritas padi. Masyarakat
desa Pekuncen dilihat dari tingkat pendidikan masih banyak yang lulusan SMP
dan agama yang dianut mayoritas agama Islam (Wawancara dengan Irfan Sidqon,
09 Mei 2015).
KOMUNITAS TRADISI SADRANAN….., Deka Listyanti, FKIP UMP, 2015
30
C. Keadaan Sosial dan Budaya Masyarakat Desa Pekuncen
Masyarakat desa Pekuncen sejak dahulu sudah mengenal sistem
bercocok tanam yang baik dan benar sehingga mayoritas mata pencahariaanya
masyarakat desa Pekuncen adalah sebagai petani. Hal ini disebabkan oleh
beberapa faktor karena adanya sistem turun-temurun dari nenek moyang yang
mengajarkan pertanian dan berkebun. Masyarakat desa Pekuncen tidak
memperhatikan pendidikan, tetapi lebih mementingkan hasil dari pertanian
tersebut. Mereka menganggap bahwa pendidikan tidak penting karena adanya
pengaruh sosial di dalam masyarakat desa Pekuncen. Selain menjadi petani
masyarakat desa Pekuncen tidak memiliki keterampilan lain. Oleh karena itu,
mayoritas masyarakat Pekuncen memilih bertani atau memilih berternak kambing
atau sapi. Selain masyarakatnya memiliki lahan pertanian sendiri, ada juga yang
menjadi buruh tani di tempat orang lain dengan menggarapkan lahan sawah
karena pemiliknya kurang mahir dalam menggarap sawah (Wawancara dengan
Irfan Sidqon, 09 Mei 2015).
Petani di desa Pekuncen sangat mengandalkan hujan untuk menggarap
lahan pertaniannya. Pada musim penghujan sawah mereka ditanami padi,
sedangkan pada musim kemarau mereka biasa menanam jagung. Dalam
menggarap sawah petani masih menggunakan alat tradisional, yaitu cangkul atau
menggunakan jasa kerbau. Untuk pemupukan petani memanfaatkan kotoran
hewan ternak mereka, seperti pupuk kandang yang digunakan untuk menyuburkan
tanah dan tanaman pertanian mereka. Namun, pupuk kandang tidak mempercepat
pertumbuhan tanaman padi, pertumbuhan terbilang cukup lambat sehingga sangat
KOMUNITAS TRADISI SADRANAN….., Deka Listyanti, FKIP UMP, 2015
31
mempengaruhi pada penghasilan para petani, sedangkan pada musim kemarau
sebagian besar lahan sawah mereka tidak digarap karena kurangnya sumber air
untuk pertanian (Wawancara dengan Irfan Sidqon, 09 Mei 2015).
Banyak faktor yang mempengaruhi dalam sektor pertanian di desa
Pekuncen. Dari hasil pertanian yang mereka dapatkan hanya cukup untuk
menggarap sawah mereka. Untuk kebutuhan sehari-hari mereka juga harus
mengeluarkan biaya untuk menggarap sawah mereka selanjutnya. Untuk
memenuhi kebutuhan mereka, sebagian masyarakat desa Pekuncen bekerja
menjadi buruh di kota-kota besar dan di Jakarta sebagai buruh bangunan.
Masuk pada sekitar tahun 1990-an desa Pekuncen mulai tersentuh dengan
adanya era modern dan teknologi, terutama teknologi dalam bidang pertanian.
Saat ini para petani di desa Pekuncen, telah banyak yang menggunakan alat-alat
pertanian yang modern dan mulai meninggalkan alat-alat pertanian tradisional.
Dalam membajak sawah dulu hanya menggunakan jasa hewan seperti kerbau dan
sapi, tetapi sekarang sudah menggunakan traktor utuk membajak sawah dan diesel
sebagai alat penyedot air (Wawancara dengan Irfan Sidqon, 09 Mei 2015).
Keadaan sosial masyarakat desa Pekuncen dilihat dari perekonomian
mayoritas pertanian sekitar 70%, tetapi lahan pertanian menjadi sumber
kehidupan bagi masyarakat desa Pekuncen. Hasil pertanian pada setiap tahunnya
terus meningkat pesat, untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari masyarakat
Pekuncen tergantung pada hasil pertanian. Hasil pertanian padi merupakan
sumber pokok penghasilan sehari-hari. Kini hasil dari mereka bercocok tanam
cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, seiring berjalannya waktu dan
KOMUNITAS TRADISI SADRANAN….., Deka Listyanti, FKIP UMP, 2015
32
pemikiran masyarakatnya yang cukup maju. Penghasilan buruh tani cukup
rendah, karena itu pemuda-pemudi memilih untuk bekerja atau merantau ke kota-
kota besar untuk mencari penghasilan yang lebih baik. Mereka telah mengenyam
pendidikan meski, baik hanya sampai jenjang SMP maupun SMA (Wawancara
dengan Irfan Sidqon, 09 Mei 2015).
Keadaan sosial masyarakat desa Pekuncen dari tingkat pendidikannya
masih kurang, masih banyak yang lulusan SMP, bahkan mayoritas lulusan
SMPsehingga untuk tingkat pendidikan masih kurang yang lulusan SMA atau
sarjana, bahkan ada juga yang tidak lulus sekolah atau tidak sekolah. Kurangnya
kesadaran masyarakat desa Pekuncen tentang pendidikan, sangat berpengaruh
terhadap kemajuan zaman karena masyarakat desa Pekuncen belum banyak yang
mengenal teknologi modern. Oleh karena itu, masyarakat desa Pekuncen hanya
mengenal sistem pertanian saja. Kurangnya keterampilan (skill) atau kemampuan
dalam bidang bekerja, yang dimiliki oleh masyrakat Pekuncen.
Keadaan sosial masyarakata desa Pekuncen, dalam bidang agama
khususnya, mayoritas menganut beragama Islam. Adapun masyarakat desa
Pekuncen yang beragama Islam, tetapi menganut kepercayaan dari nenek moyang
berdasarkan turun-temurun (trah) masih banyak dijumpai di desa Pekuncen. Pada
tahun 2003 banyak masyarakat yang dari non-muslim menjadi muslim. Karena
adanya pengaruh agama Islam di lingkungan masyarakat sehingga masyarakat
non-muslim tertarik, untuk pindah keyakinan agama Islam. Penganut komunitas
penghayat kepercayaan di desa Pekuncen sekitar 30%, dari tahun ke tahun terus
meningkat (Wawancara dengan Irfan Sidqon, 09 Mei 2015).
KOMUNITAS TRADISI SADRANAN….., Deka Listyanti, FKIP UMP, 2015
33
Masyarakat desa Pekuncen, terutama yang beragama Islam. tetapi
menganut komunitas penghayat kepercayaan, masih kental sekali dengan nilai-
nilai budaya yang ada di Jawa. Agama kejawen bagi masyarakat desa Pekuncen
masih dijunjung tinggi. Setiap masyarakat memiliki kebudayaan yang berbeda.
Salah satu budaya yang menonjol adalah adat istiadat atau tradisi kejawen. Dalam
setiap bentuk masyarakat di dalamnya terdapat sebuah sistem nilai-nilai budaya,
yang mempunyai pengaruh terhadap adat istiadat masyarakat dan kehidupan
sehari-hari. Salah satu kebudayaan yang masih melekat di Jawa yaitu tradisi
Sadranan.
Masyarakat di desa Pekuncen masih kental sekali dengan tradisi
Sadranan. Yang dilaksanakan setiap tahun dan menjadi upacara khusus bagi
komunitas penghayat kepercayaan yang ada di desa Pekuncen. Tradisi Sadranan
sangat berpengaruh dan disakralkan oleh masyarakat desa Pekuncen. Salah
satunya yaitu tradisi resik kubur yang dilaksanakan setiap Jumat Kliwon
dikuburan para leluhur (Wawancara dengan Irfan Sidqon, 09 Mei 2015) .
Nilai-nilai budaya merupakan konsep yang terbangun di masyarakat yang
tumbuh dalam pikiran manusia, tentang hal-hal yang bernilai, yang dianggap
penting bagi kehidupannya, dan menjadi pedoman hidup yang memberikan arah
dan tujuan bagi masyarakat desa Pekuncen. Adapun nilai-nilai yang masih
dijunjung tinggi masyarakat desa Pekuncen,yaitu nilai kepercayaan terhadap
nenek moyang. Sering suatu kepercayaan dikaitkan, baik dengan cara hidup
maupun adat istiadat yang melekat pada diri manusia sehingga menjadi
pendukung kebudayaan di kehidupan masyarakat itu sendiri, misalnya, adanya
KOMUNITAS TRADISI SADRANAN….., Deka Listyanti, FKIP UMP, 2015
34
upacara adat yang selalu dikaitkan dengan religi. Ritual-ritual yang berkaitan
dengan tradisi bagi masyarakat desa Pekuncen masih dianggap sakral karena
adanya kepercayaan animisme yang masih melekat di jiwa masyarakat desa
Pekuncen (Wawancara dengan Irfan Sidqon, 09 Mei 2015).
Pada ritual tradisi sadranan mengalami perkembangan, dilihat dari
banyaknya penganut komunitas himpunan penghayat kepercayaan (HPK) setiap
tahunnya.Adanya turun-temurun (trah) dari setiap keluarga, menambah
banyaknya jumlah komunitas tradisi sadranan di desa Pekuncen. Masyarakat desa
Pekuncen masih menjunjung tinggi nilai-nilai sosial di dalam masyarakat, yang
masih sangat melekat di dalam jiwa mereka. Contohnya dalam mempersiapkan
ritual tradisi sadranan, perlu adanya gotong-royong untuk mencapai sebuah tujuan
bersama. Salah satunya melakukan bersih kubur di setiap makam yang dianggap
keramat atau disakralkan oleh komunitas himpunan penghayat
kepercayaan(HPK), membersihkan Balai Ageng secara bersama-sama, sedangkan
para ibu-ibu komunitas penghayat kepercayaan saling gotong-royong memasak
atau menyiapkan sesaji yang akan disajikan, menjadi ritual khusus tradisi
sadranan. Biasanya para ibu-ibu komunitas himpunan penghayat
kepercayaan(HPK) berkumpul di rumah Juru Kunci untuk memasak sesaji yang
akan dipakai upacara ritual (Wawancara Dengan Irfan Sidqon, 09 Mei 2015).
Tradisi sadranan ini sudah mendarah daging secara turun-temurun.
Komunitas penghayat kepercayaan jarang melaksanakan kewajibannya terhadap
Tuhan. Mereka beranggapan bahwa selain Tuhan, nenek moyanglah yang
memberi segala-galanya seperti kesehatan dan keselamatan di dunia. Mereka
KOMUNITAS TRADISI SADRANAN….., Deka Listyanti, FKIP UMP, 2015
35
menganggap bahwa di dunia hanya nunut ngumbe (sementara) tidak abadi.
Adanya pemujaan terhadap nenek moyang atau roh-roh para leluhur, bagi mereka
sudah menjadi bukti ketaatan mereka menjalani hidup di dunia.
Biasanya di desa Pekuncen dilaksanakan ritual puncak tradisi sadranan
yang dilaksnakan setiap hari Jumat pada minggu ketiga di bulan sadranan. Ritual
ini disebut dengan unggah-unggahan atau perlu gede. Ritual terakhir pada awal
pekan di bulan Syawal dengan menggelar upacara turunan. Perwujudan doa dari
keluarga kepada leluhur atau nenek moyang. Dengan cara membakar kemenyan
di makam leluhur atau nenek moyang dan mengadakan upacara kendurian, baik
secara kelompok maupun dilaksanakan secara lingkup keluarga. Bagian dari
tradisi sadranan yaitu bersih kubur setiap tahunnya. Masyarakat desa Pekuncen
masih sangat melekat pada pengaruh sosial maupun budaya tentang tradisi
sadranan (Wawancara dengan Irfan Sidqon, 09 Mei 2015).
Masyarakat desa Pekuncen menyadari bahwa masyarakat dan
kebudayaan itu selalu berubah karena faktor perkembangan zaman. Generasi
mudanya sebagian tidak bisa melestarikan budaya peninggalan nenek moyang
mereka meskipun ada juga masyarakat yang masih melestarikannya dan sudah
mendarah daging di dalam diri mereka sehingga susah untuk dihilangkan.
Contohnya dalam hal yang rasional, misalnya, dalam kegiatan penanaman padi
serta panen harus didahulukan dengan ritual menaruh sesaji di sawah tujuannya
agar memperoleh keselamatan dan berkah agar hasil panen selanjutnya lebih
melimpah.
KOMUNITAS TRADISI SADRANAN….., Deka Listyanti, FKIP UMP, 2015
36
Seiring dengan perkembangan zaman yang modern hal-hal yang tersebut
sedikit demi sedikit mulai ditinggalkan oleh masyarakat desa Pekuncen. Sarana
informasi yang sedemikian ini tidak mengherankan kalau perubahan budaya dapat
berlangsung. Perkembangan zaman dan perubahan kebudayaan juga berimbas
pada minat yang besar dari masyarakat untuk menyekolahkan anak-anaknya
sampai ke jenjang yang lebih tinggi, tetapi masyarakat desa Pekuncen masih tetap
melestarikan tradisi yang sudah menjadi turun temurun dari nenek moyang
mereka sampai sekarang (Wawancara dengan Irfan Sidqon, 09 Mei 2015).
KOMUNITAS TRADISI SADRANAN….., Deka Listyanti, FKIP UMP, 2015