bab i pendahuluan a. latar belakang...

18
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum merupakan salah satu sarana untuk mencapai keadilan dengan adanya hukum diharapkan akan tercapai tatanan masyarakat yang adil, tertib dan demokratis. Oleh sebab itu, sudah seharusnya hukum berperan untuk melindungi serta memberikan prosedur sebagaimana telah diatur dalam undang-undang bagi tiap warga negara untuk memperjuangkan dan membela kepentingan-kepentingan serta hak dan kewajibannya sebagai warga negara. Reformasi konstitusi berlangsung melalui beberapa kali amandemen Undang- Undang Dasar 1945 sehingga membawa perubahan yang sangat besar bagi hukum nasional dan hal tersebut bermakna pula pada; adanya pengakuan prinsip supremasi hukum, dianutnya prinsip pemisahan dan pembatasan kekuasaan menurut sistem konstitusional yang diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945, adanya jaminan- jaminan hak asasi manusia, adanya prinsip peradilan yang bebas dan tidak memihak yang menjamin persamaan setiap warga negara dalam hukum, dan adanya jaminan keadilan bagi setiap orang termasuk terhadap penyalahgunaan wewenang oleh pihak yang berkuasa. 1 Sistem hukum Indonesia dan Undang-Undang Dasar 1945 menjamin adanya persamaan dihadapan hukum (equality before the law), sehingga dalam pasal 27 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945 disebutkan “Setiap warga Negara bersamaan 1 Susy Susilawati. 2011. Upaya Perlindungan Paralegal Dalam RUU Bantuan Hukum, Semiloka . LBH. Kanwil Kumham DI. Yogyakarta. Hlm. 4

Upload: lamthien

Post on 07-Jul-2019

222 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Hukum merupakan salah satu sarana untuk mencapai keadilan dengan adanya

hukum diharapkan akan tercapai tatanan masyarakat yang adil, tertib dan

demokratis. Oleh sebab itu, sudah seharusnya hukum berperan untuk melindungi

serta memberikan prosedur sebagaimana telah diatur dalam undang-undang bagi

tiap warga negara untuk memperjuangkan dan membela kepentingan-kepentingan

serta hak dan kewajibannya sebagai warga negara.

Reformasi konstitusi berlangsung melalui beberapa kali amandemen Undang-

Undang Dasar 1945 sehingga membawa perubahan yang sangat besar bagi hukum

nasional dan hal tersebut bermakna pula pada; adanya pengakuan prinsip supremasi

hukum, dianutnya prinsip pemisahan dan pembatasan kekuasaan menurut sistem

konstitusional yang diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945, adanya jaminan-

jaminan hak asasi manusia, adanya prinsip peradilan yang bebas dan tidak memihak

yang menjamin persamaan setiap warga negara dalam hukum, dan adanya jaminan

keadilan bagi setiap orang termasuk terhadap penyalahgunaan wewenang oleh

pihak yang berkuasa.1

Sistem hukum Indonesia dan Undang-Undang Dasar 1945 menjamin adanya

persamaan dihadapan hukum (equality before the law), sehingga dalam pasal 27

ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945 disebutkan “Setiap warga Negara bersamaan

1 Susy Susilawati. 2011. Upaya Perlindungan Paralegal Dalam RUU Bantuan Hukum, Semiloka . LBH. Kanwil Kumham DI. Yogyakarta. Hlm. 4

2

kedudukannya dalam hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya.”

Salah satu upaya untuk mewujudkan keadilan atau persamaan kedudukan dalam

hukum yaitu dengan adanya bantuan hukum bagi setiap warga Negara yang terlibat

dalam kasus hukum, akan tetapi pada kenyataannya bantuan hukum hanya mampu

dirasakan oleh orang yang mampu saja.2

Kehidupan bermasyarakat yang tidak terlepas dari berbagai polemik

permasalahan yang kompleks menimbulkan berbagai masalah hukum. Hal tersebut

dikarenakan manusia adalah makhluk sosial, yang tidak terlepas dari dinamika

sosial yang rawan konflik. Problematika hidup yang besar maupun kecil

mengharuskan untuk diselesaikan baik secara kekeluaragaan atau secara hukum

guna terciptanya keadilan sosial. Namun dalam hal penyelesaian masalah,

seringkali tidak bisa dengan mudah untuk di atasi secara mandiri. Sehingga

dibutuhkan pihak ketiga untuk membantu menyelesaikan masalah tersebut yang

mana pihak yang paham dan mengerti mengenai suatu permasalahan yang dihadapi

tersebut. Maka dari itu orang yang berperkara membutuhkan nasehat dan bantuan

dari orang yang lebih mengetahui tentang hukum acara dalam suatu peradilan.

Di Indonesia sebagian besar anggota masyarakatnya masih hidup di bawah

garis kemiskinan, dan minimnya pengetahuan hukum masyarakat juga merupakan

hambatan dalam menerapkan hukum dimasyarakat, terlebih lagi budaya hukum dan

tingkat kesadaran hukum masyarakat Indonesia yang masih rendah.3 Akses

terhadap keadilan mensyaratkan masyarakat miskin dan marginal dapat

2 Frans Hendra Winarta. 2011 Bantuan Hukum di Indonesia. Elex Media Komputindo. Jakarta.

Hlm 71 3 Ibid. Hlm. 39

3

menjangkau institusi peradilan dan kelembagaan hukum dalam upaya

menyelesaikan masalah di komunitasnya, dalam upaya pencaipaian tujuan tersebut

maka negara harus menjamin bahwa sistem hukum yang ada telah mengadopsi dan

mengimplementasikan prinsip-prinsip peradilan yang bersih dan adil serta adanya

pengakuan atas persamaan perlakuan di depan hukum tanpa diskriminasi. Oleh

karena itu, tidak ada sedikitpun pembatasan yang dapat dilakukan oleh negara untuk

menjamin hak konstitusional warga negara mendapatkan hak persamaan di depan

hukum. Kemiskinan seseorang tidak menghilangkan haknya untuk mendapatkan

pembelaan dan pendampingan dari seorang Pemberi Bantuan Hukum. Pembelaan

dan pendampingan hukum bagi masyarakat miskin, marginal dan kelompok rentan

lainnya akan menciptakan keseimbangan dalam proses hukum (due process of law)

sehingga keadilan akan berlaku bagi setiap orang tanpa terkecuali (justice for all).4

Lahirnya Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2011 tentang Bantuan Hukum,

selanjutnya disebut Undang-Undang Bantuan Hukum adalah dalam rangka

mewujudkan akses terhadap keadilan (acces to justice) bagi setiap orang terutama

orang miskin atau tidak mampu agar memperoleh jaminan dalam pemenuhan

haknya atas bantuan hukum. Hampir semua pendapat mengenai munculnya

paralegal pada intinya mempunyai kesamaan, akan tetapi menurut M. Irsyad

Thamrin dan kawan-kawan selain pendapat-pendapat yang telah dipaparkan di atas

masih ada lagi alasan munculnya paralegal yaitu kondisi geografis Indonesia yang

terdiri atas 17.000 pulau dan jumlah masyarakat Indonesia yang mencapai 220 juta

4 Erna Ratnaningsih. Peran Paralegal Dalam Pemberian Hukum. http://business-

law.binus.ac.id. diakses tanggal 10 November 2016

4

jiwa, tidak sebanding dengan jumlah dan sebaran advokat dan organisasi bantuan

hukum.5

Sebagai negara hukum (rechtsstaat) sebagaimana bunyi pasal 1 ayat (3)

Undang-Undang Dasar 1945 yang menyatakan “Negara Indonesia adalah negara

hukum”, maka negara harus menjamin persamaan setiap orang di hadapan hukum

serta melindungi hak asasi manusia. Persamaan di hadapan hukum memiliki arti

bahwa semua orang memiliki hak untuk diperlakukan sama di hadapan hukum

(equality before the law). Persamaan perlakuan di hadapan hukum bagi setiap orang

berlaku dengan tidak membeda-bedakan latar belakangnya (ras, agama, keturunan,

pendidikan atau tempat lahirnya), untuk memperoleh keadilan melalui lembaga

peradilan.

Jaminan atas hak bantuan hukum merupakan implementasi dari prinsip

persamaan dihadapan hukum (equality before the law) sebagaimana amanat

konstitusi dalam Pasal 28D ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945 yang berbunyi

“Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlin- dungan, dan kepastian

hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum” dan Pasal 28H

ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945 yang berbunyi “Setiap orang berhak

mendapat kemudahan dan perlakuan khusus untuk memperoleh kesempatan dan

manfaat yang sama guna mencapai persamaan dan keadilan”. Negara terutama

pemerintah sebagai penyelenggaran negara memiliki tanggung jawab dalam

pemenuhan hak atas bantuan hukum sebagai hak konstitusional warga negara.

5 M. Irsyad Thamrin dan M. Farid, 2010. Panduan Bantuan Hukum Bagi Paralegal. LBH

Yogyakarta dan Tifa Foundation. Yogyakarta. Hlm . 204

5

Berdasarkan pertimbangan inilah secara yuridis urgennya eksistensi Undang-

Undang Bantuan Hukum.

Sementara itu, fakir miskin merupakan tanggung jawab Negara yang diatur

dalam pasal 34 Undang-Undang Dasar 1945 yang berbunyi, “Fakir miskin dan

anak-anak terlantar dipelihara oleh Negara.” oleh karena itu, gerakan bantuan

hukum sesungguhnya merupakan gerakan konstitusional.

Peraturan apapun bentuknya diharapkan agar dapat mewujudkan keinginan-

keinginan dari masyarakat yang mendambakan keadilan, tetapi hal tersebut belum

sepenuhnya terealisasikan dikarenakan penegakkan hukum di Indonesia tidak

bersesuaian dengan prosuder hukum acara, sehingga terjadi ketimpangan hukum

dalam proses penegakkan hukumnya.

Setiap orang yang memiliki hak dan ingin mempertahankannya di muka

pengadilan dapat bertindak sebagai pihak dalam perkara asalkan memenuhi

persyaratan, yakni mampu dan berwenang untuk menjadi pendukung hak dan dapat

bertindak atau melakukan perbuatan hukum. Orang-orang yang tidak mampu

bertindak hukum, meskipun memiliki kepentingan langsung dapatlah diwakili oleh

orang lain. Disinilah, peran bagi paralegal sangat terbuka dan nampak diakui

keberadaannya.

Berdasarkan pasal 9 huruf (a) Nomor 16 Tahun 2011 Tentang Bantuan Hukum,

mengenai Pemberi Bantuan Hukum Berhak “melakukan rekrutmen terhadap

advokat, paralegal, dosen, dan mahasiswa fakultas hukum”, dalam hal ini

dijelaskan bahwa paralegal sebagai sebuah tugas dan pekerjaan yang diberikan oleh

advokat untuk memudahkan dalam memberikan bantuan hukum, munculnya

6

fenomena paralegal ini karena dibutuhkan lingkungan masyarakat mengingat

banyaknya permintaan dari masyrakat dalam hal penyelesaian permasalahan

hukum. Hal ini sesuai dengan ruang lingkup kegiatan paralegal, pada salah satu sisi

bergerak didalam hubungan-hubungan hukum dalam menjalankan fungsi, yang

menjembatani komunitas yang mengalami ketidakadilan ataupun pelanggaran hak-

hak asasi manusia akibat sistem hukum yang berlaku, sementara itu disisi lain

paralegal juga bergerak dalam hubungan-hubungan sosial dan fungsi-fungsi

mediasi, advokasi, dan pendamping masyarakat. Oleh karena itu peranan paralegal

tidak hanya terbatas pada fungsi penunjang lembaga kepengacaraan atau fungsi

"intermediaries".

Dengan adanya Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2011 Tentang Bantuan

Hukum ini maka fungsi paralegal menjadi jelas sebagai pemberi bantuan hukum

kepada masyarakat dan dapat mendapampingi masyarakat sampai pada tahapan

litigasi dengan pertimbangan bahwa jumlah advokat yang terhimpun tidak memadai

sebagaimana disebutkan dalam pasal 13 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 42

Tahun 2013 Tentang Syarat Dan Tata Cara Pemberian Bantuan Hukum Dan

Penyaluran Dana Bantuan Hukum yang berbunyi“Dalam hal jumlah Advokat yang

terhimpun dalam wadah Pemberi Bantuan Hukum tidak memadai dengan

banyaknya jumlah Penerima Bantuan Hukum, Pemberi Bantuan Hukum dapat

merekrut paralegal, dosen,dan mahasiswa fakultas hukum”.

Dengan adanya paralegal maka harapannya dapat membantu dan

mempermudah advokat dalam memberikan bantuan hukum sebagai upaya

menciptakan keadilan dan persamaan dalam hukum, bahwa peranan paralegal ini

7

sangat penting untuk menegakkan hak-hak dari setiap warga Negara. Pembelaan

terhadap masyarakat menengah begitu penting agar tidak ada perbedaan penangan

hukum terhadap pihak yang lemah dan agar pemberian bantuan hukum tepat

sasaran guna memperluas akses masyarakat miskin terhadap keadilan dan

masyarakat dapat memahami hukum secara utuh guna mewujudkan kepatuhan

terhadap hukum.

Berdasarkan keterangan yang penulis dapat dari wawancara dengan Saudara

Yuliansyah selaku paralegal dan alumni fakultas hukum Universitas

Muhammadiyah Malang yang mana saudara ini tergabung dalam Lembaga

Konsultasi dan Bantuan Hukum Aisyiyah salah satu Lembaga Bantuan Hukum di

wilayah Kota Malang, saudara Yuliansyah meyebutkan bahwa “saat ini kami

paralegal masih belum boleh untuk beracara di pengadilan, paralegal hanya sebatas

mendampingi klien secara non-litigasi”6. Kemudian berdasarkan keterangan dari

saudara Kasyful Qulub selaku paralegal dan alumni fakultas hukum Universitas

Muhammadiyah Malang yang mana saudara ini tergabung dalam Lembaga Bantuan

Hukum Pemberdayaan Masyarakat untuk Keadilan Malang salah satu Lembaga

Bantuan Hukum di wilayah Kota Malang, saudara Kasyful Qulub menyebutkan

“Paralegal belum boleh beracara, paralegal hanya sebatas mendampingi di dalam

persidangan dan yang menjadi perwakilan dari klien dalam persidangan tetap

Advokat”7. Berdasarkan keterangan-keterangan tersebut maka dalam hal ini jelas

6 Wawancara 7 Wawancara

8

adanya kesenjangan antara fakta di lapangan dengan peraturan yang mengaatur

mengenai paralegal.

Dari uraian tersebut penulis tartarik untuk meneliti permasalahan eksistensi

dan peran paralegal dalam beracara di pengadilan dan ingin mengetahui tentang apa

sebenarnya yang menjadi permasalahan sehingga paralegal masih dipersulit dalam

memberikan bantuan hukum di masyarakat khususnya bantuan secara litigasi.

Sehingga penulis tertarik melakukan penulisan skripsi dengan judul :

“IMPLEMENTASI PASAL 9 HURUF (A) UNDANG-UNDANG NOMOR 16 TAHUN 2011 TENTANG BANTUAN HUKUM TERKAIT PERAN PARALEGAL DALAM MEMBERIKAN BANTUAN HUKUM SECARA LITIGASI DAN NON-LITIGASI KEPADA MASYARAKAT ( STUDI DI WILAYAH HUKUM KOTA MALANG )”

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan di atas, terdapat beberapa hal

yang menjadi pokok masalah dalam penelitian ini.

1. Bagaimana implementasi peran paralegal berdasarkan Pasal 9 Huruf (A)

Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2011 Tentang Bantuan Hukum dalam

memberikan bantuan hukum secara Litigasi dan Non-Litigasi kepada

masyarakatdi Pengadilan Negeri Kota Malang ?

2. Apa yang menjadi faktor-faktor pendukung dan kendala bagi paralegal dalam

memberikan bantuan hukum secara litigasi dan non-litigasi kepada masyarakat?

9

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penulisan penelitian ini antara lain sebaga berikut :

1. Untuk mengetahui implementasi peran paralegal berdasarkan Pasal 9 Huruf

(A) Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2011 Tentang Bantuan Hukum dalam

memberikan bantuan hukum secara Litigasi dan Non-Litigasi kepada

masyarakat di Pengadilan Negeri Kota Malang.

2. Untuk mengetahui factor-faktor pendukung dan kendala bagi paralegal dalam

memberikan bantuan hukum secara litigasi dan non-litigasi kepada masyarakat

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat dan

informasi dengan memberikan wawasan baru guna kepentingan perkembangan

ilmu hukum dalam hal peranan paralegal di masyarakat berdasarkan ketentuan

hukum yang berlaku saat ini. Sehingga diharapkan akan mendapatkan hasil

yang dapat berguna untuk masa yang akan datang.

2. Manfaat Praktis

a. Bagi Penulis

Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangsih pemikiran

yuridis dan untuk meningkatkan pola pikir ilmiah dalam analisa serta pengujian

ilmu dan pengetahuan yang didapat dari hasil penelitian yang berkaitan dengan

Peran Paralegal dalam memberikan batuan hukum kepada masyarakat. Hasil

penelitian ini merupakan bahan masukan bagi penulis yang sangat berguna

dalam menambah pengatahuan terutama dibidang peradilan hukum perdata;

10

b. Bagi Masyarakat

Diharapkan dapat memberikan kejelasan kepada masyarakat tentang

peranan dan eksistensi paralegal dalam aktivitas bantuan hukum bagi

masyarakat baik itu sebagai fasilitator maupun pendamping masyarakat;

c. Bagi Pemerintah

Diharapkan dapat memberikan masukan bagi aparat penegak hukum/instansi

yang terkait agar lebih memperhatikan kepentingan masyarakat dalam

pelaksanaan penegakan hukum di Indonesia tanpa membedakan latar

belakang ras, warna kulit, agama, budaya, sosial ekonomi, kaya/miskin,

keyakinan politik, gender dan ideologi. Khususnya dalam hal

memberikan bantuan hukum yang dilakukan oleh paralegal;

E. Metode Penelitian

1. Tipe atau Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif, karena penelitian ini

membutuhkan data-data empiris dari kegiatan objek penelitian. Sehingga,

pengetahuan diperoleh dari hasil pengamatan terhadap fenomena yang terjadi..

Apa yang harus dilakukan adalah mengamati apa yang terjadi dan membuat

kesimpulan. Pengetahuan didapatkan atas berbagai fakta yang diperoleh dari

hasil penelitian dan observasi. Kemudian data yang diperoleh dari kedua objek

tersebut dikomparasikan menurut variable-variabel yang sudah ditentukan.

Metode pendekatan yang digunakan dalam penyusunan penulisan hukum

11

sebagai perilaku manusia dalam masyarakat8. Penelitian ini menggunakan

pendekatan Yuridis Sosiologis terkait Implementasi Pasal 9 Huruf (A)

Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2011 Tentang Bantuan Hukum Terkait

Peran Paralegal Dalam Memberikan Bantuan Hukum Secara Litigasi Dan Non-

Litigasi Kepada Masyarakat Studi Di Wilayah Hukum Kota Malang.

2. Lokasi Penelitian

Dalam penelitian ini penulis akan melakukan penelitian di 4 (empat)

lembaga yang berbeda di daerah Kota Malang. Lokasi Penelitian yang dipilih

berdasarkan populasi sekaligus sampel yang secara purposive sampling, yaitu

“teknik penentuan sampel dengan pertimbangan tertentu”9. Teknik ini bisa

diartikan sebagai suatu proses pengambilan sampel dengan menentukan

terlebih dahulu jumlah sampel yang hendak diambil, kemudian pemilihan

sampel dilakukan dengan berdasarkan tujuan-tujuan tertentu, asalkan tidak

menyimpang dari ciri-ciri sampel yang ditetapkan untuk memudahkan

penelitian.

Adapun yang menjadi pertimbangan penulis dalam menentukan objek

penelitian yaitu dengan melakukan penelitian di lembaga/instansi peradilan di

wilayah hukum kota malang. Berdasarkan jumlah populasi Lembaga Bantuan

Hukum yang terakreditasi dan lulus verifikasi di wilayah kota malang

berjumlah 4 (empat) lembaga/instansi pemberi bantuan hukum sehingga

8 Fakultas Hukum. 2016. Pedoman Penulisan Hukum. Malang. Fakultas Hukum. Universitas

Muhammadiyah Malang. Hlm 16 9 Sugiyono. 2008. Metode Penelitian Kuantitati., Kualitatif Dan R & D. Alfabeta. Bandung.

Hlm 85

12

penulis melakukan pengambilan sampel dengan teknik purposive sampling

dengan pertimbangan melakukan pendekatan langsung terhadap lembaga-

lembaga bantuan hukum yang terakriditasi berdasarkan Keputusan Menteri

Hukum dan HAM RI Nomor M.HH-01.HN.03.03 Tahun 2016, sehingga

harapannya dengan teknik purposive sampling ini bisa representatif terhadap

objek populasi yang penulis teliti. Yang mana penulis akan melakukan

penelitian di lembaga/instansi terkait, yaitu :

1) Pengadilan Negeri Kota Malang

2) POLRES Kota Malang

3) Kejaksaan Negeri Malang

4) Lembaga Konsultasi dan Bantuan Hukum di Kota Malang :

a. Badan Konsultasi dan Bantuan Hukum Universitas Muhammadiyah

Malang

b. Lembaga Bantuan Hukum Pemberdayaan Masyarakat untuk

Keadilan Malang

c. Lembaga Konsultasi dan Bantuan Hukum Aisyiyah

3. Jenis Data

Dalam penelitian ini penulis menggunakan beberapa bahan hukum sebagai

berikut :

a. Jenis Data Primer

Jenis Data Primer adalah jenis data, dokumen tertulis, file, rekaman,

informasi, pendapat dan lain-lain yang diperoleh dari sumber yang

13

utama/pertama10. Data primer yang didapat langsung dari sumber utama tanpa

adanya perantara yang didapat melalui proses interview atau wawancara pada

tempat yang diteliti.

1) Hasil Wawancara

Data yang didapatkan dari responden atau pihak-pihak (narasumber)

yang terkait dari penelitian melalui pertanyaan-pertanyaan yang diajukan

penulis untuk memperkuat data yang dikaji dan menjadi bahan

pertimbangan bagi penulis dalam melakukan penelitian.

2) Dokumen

Studi dokumtasi melalui dokumen atau arsip-arsip dari pihak yang terkait

denga cara mencatat atau meringkas dokumen-dokumen. Data yang

didapatkan dari penelitian ini seperti formulir, prosedur baik tulisan

maupun gambar, foto, dll.

b. Jenis Data Sekunder

Jenis data sekunder diperoeh dengan cara studi kepustakaan melalui bahan-

bahan literature yaitu undang-undang dan peraturan-peraturan, buku, jurnal,

dan penelusuran situs-situs internet yang berhubungan dengan penelitian ini.

c. Jenis Data Tersier

Jenis data tersier berupa jeis data mengenai pengertian buku, istilah buku yang

diperoleh dari insklopedia, kamus, glossary, dll.

10 Fakultas Hukum, 2016, Pedoman Penulisan Hukum, Malang, Fakultas Hukum, Universitas

Muhammadiyah Malang. Hlm 16

14

4. Teknik Pengumpulan Data

Adapun teknik pengumpulan data yang digunakan penulis dalam

penelitian ini adalah sebagai berikut :

a. Wawancara

Yaitu memperoleh dan mengumpulkan data melalui Tanya jawab, dialog

atau diskusi dengan responden dari penelitian yaitu responden dari lembaga-

lembaga terkait yang dianggap mengetahui banyak mengenai permasalahan

dalam penelitian yakni terkait Implementasi Pasal 9 Huruf (A) Undang-

Undang Nomor 16 Tahun 2011 Tentang Bantuan Hukum Terkait Peran

Paralegal Dalam Memberikan Bantuan Hukum Secara Litigasi Dan Non-

Litigasi Kepada Masyarakat Studi Di Wilayah Hukum Kota Malang.

Berdasarkan teknik pengambilan sampel yang penulis pilih maka penulis akan

melakukan wawancara terhadap pihak-pihak yang mempunyai keterkaitan

dengan objek yang penulis teliti yaitu :

1) Ketua/ wakil Ketua dari Pengadilan Negeri Malang

2) Staff bagian SPKT (Sentra Pelayanan Kepolisian Terpadu) POLRESTA

Malang Kota

3) Staff Bagian Tata Usaha dan Kasi Pidum Kejaksaan Negeri Malang

Responden dipilih berdasarkan populasi sekaligus sampel yang

secara purposive dengan pertimbangan tertentu. Berdasarkan teknik

pengambilan sampel yang penulis pilih maka penulis akan melakukan

wawancara terhadap pihak-pihak yang mempunyai keterkaitan dengan

objek yang penulis teliti yaitu :

15

1) Responden Ketua/ Lembaga Bantuan Hukum yang dijadikan sampel

lokasi penelitian :

a. Ketua Lembaga Konsultasi dan Bantuan Hukum Aisyiyah

b. Ketua Lembaga Bantuan Hukum Pemberdayaan Masyarakat untuk

Keadilan Malang

c. Ketua Badan Konsultasi dan Bantuan Hukum Universitas

Muhammadiyah Malang

2) Paralegal yang tergabung didalam Lembaga Bantuan Hukum dari

populasi dan sampel yang dijadikan sampel lokasi penelitian yaitu :

a. Paralegal di Lembaga Konsultasi dan Bantuan Hukum Aisyiyah

b. Paralegal di Lembaga Bantuan Hukum Pemberdayaan Masyarakat

untuk Keadilan Malang

c. Paralegal di Badan Konsultasi dan Bantuan Hukum Universitas

Muhammadiyah Malang

Yang dianggap mengetahui banyak mengenai permasalahan dalam

penelitian yakni mengenai Implementasi Pasal 9 Huruf (A) Undang-Undang

Nomor 16 Tahun 2011 Tentang Bantuan Hukum Peran Paralegal Dalam

Memberikan Bantuan Hukum Secara Litigasi Dan Non-Litigasi Kepada

Masyarakat Studi Di Wilayah Hukum Kota Malang.

b. Dokumentasi

Yaitu pengumpulan data-data yang dimiliki oleh pihak terkait dengan teknik

dokumentasi, yaitu mencari data yang relevan berupa dokumen, asrsip-arsip,

16

catatan, buku, makalah, dan website dalam hal berkenaan dengan proses

penelitian ini.

c. Studi Kepustakaan

Yaitu dengan melakukan penelusuran dan pencarian bahan kepustakaan

dengan penelusuran undang-undang dan dari berbagai literatur buku-buku, atau

internet ataupun jurnal yang berhubungan dengan objek penelitian.

5. Teknik Analisis Data

Bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, bahan hukum tersier yang

telah dikumpulkan akan diurutkan secara sistematis dan sedemikian rupa guna

menjawab permasalahan yang diteliti oleh penulis dengan menggunakan teknik

analisa yang menekankan pada metode deduktif sebagai pegangan utama dan

metode induktif sebagai tata kerja penunjang.11

Seluruh data yang terkumpul dianalisis menggunakan analisis deskriptif

kualitatif kemudian disajikan secara deskriftif yaitu menjelaskan,

menguraikan, dan menggambarkan sesuai dengan permasalahan penelitian

hukum. Penelitian-penelitian kualitatif yakni penelitian-penelitian tersebut

harus mampu menjelaskan secara cukup rinci tentang metode-metode dan

prosedur-prosedur untuk memungkinkan peniruan (replikasi) penelitian.12

Sedangkan, penelitian kualitatif adalah deskriptif. Data deskriptif adalah

data yang dikumpulkan lebih mengambil bentuk kata-kata atau gambar

11Amiruddin dan Zainal Asikin. 2012. Pengantar Metode Penelitian Hukum. Rajagrafindo

Persada. Jakarta. Hlm. 166 12 Hartono. 2002. Bagaimana Menulis Tesis “Petujuk Komprehensif tentang Isi dan Proses”.

Malang. UMM Press. Hlm 78.

17

daripada angka-angka. Hasil penelitian tertulis berisi kutipan-kutipan dari data

untuk mengilustrasikan dan menyediakan bukti presentasi.13

F. SISTEMATIKA PENULISAN

Dalam penyusunan penulisan hukum ini, penulis membagi 4 bab dan masing-

masing bab terdiri atas sub bab yang bertujuan agar mempermudah pemahamannya.

Adapun sistematika penulisannya sebagai berikut :

BAB I PENDAHULUAN

Merupakan bab yang memuat pendahuluan yang meliputi latar belakang,

permasalahan, tujuan penelitian, manfaat penlitian, metode penelitian, dan

sistematika penulisan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

bab ini berisi tentang kajian-kajian teori-teori hukum yang mendukung penulisan

dalam menulis skripsi terkait permasalahan yang diangkat oleh penulis yaitu

tentang Implementasi Pasal 9 Huruf (A) Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2011

Tentang Bantuan Hukum Terkait Peran Paralegal Dalam Memberikan Bantuan

Hukum Secara Litigasi Dan Non-Litigasi Kepada Masyarakat Studi Di Wilayah

Hukum Kota Malang.

BAB III PEMBAHASAN

Dalam bab ini berisi mengenai pembahasan yang diangkat oleh penulis guna

melakukan penelitian, mengkaji, kesesuaian, dan keselarasan berdasarkan

13 Emzir. 2010. Metodologi Penelitia Kualitatif : Analisis Data. Jakarta. Rajagrafindo Persada.

Hlm. 3

18

kenyataan yang ada pada obyek penelitian (yang terjadi) didukung dengan teori-

teori yang dengan permasalan dalam penulis ini.

BAB IV PENUTUP

Bab ini merupakan bab akhir dalam penulisan hukum ini dimana berisi kesimpulan

dan pembahasan bab sebelumnya dan berisikan saran penulis dalam menanggapi

permasalahn yang diteliti.