bab i pendahuluan a. latar belakang...
TRANSCRIPT
Desvian Bandarsyah, 2014
Pengembangan pendekatan hermeneutika model gadamer dalam pembelajaran sejarah (studi fenomenologis pada mahasiswa
Program studi pendidikan sejarah uhamka dan unj) Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |
perpustakaan.upi.edu
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penelitian
Keprihatinan terhadap kemunduran kemanusiaan dan kerusakan
lingkungan yang semakin meluas telah menjadi bagian yang tak terpisahkan dari
persoalan modernitas, dan telah menjadi fokus perhatian pemerintahan di seluruh
dunia. Bukan hanya dampak eksternal, tetapi juga logika kebebasan yang
dibangun dalam perkembangan teknologi dan perkembangan ilmiah akan saling
bertentangan jika bahaya serius dan tak tertahankan tidak dapat dihindari.
Humanisasi teknologi tampaknya telah menyebabkan semakin meningkatnya isu
moral dalam relasi yang kini “sangat instrumental” antara manusia dengan
lingkungan (Giddens, 1990: 170). Dengan demikian, kesadaran semacam ini perlu
mendorong pendidikan untuk lebih memperhatikan, bukan saja persoalan
humanisasi terhadap teknologi dan ilmu-ilmu kealaman, tetapi juga perlu
mendorong proses humanisasi terhadap ilmu-ilmu sosial dan sejarah, dengan
berlandaskan pada kesadaran sikap bahwa pendidikan untuk menjadikan manusia
Indonesia yang berakhlak mulia, berbudi pekerti, cerdas, terampil, singkatnya
menjadi manusia yang “sempurna”.
2
Desvian Bandarsyah, 2014
Pengembangan pendekatan hermeneutika model gadamer dalam pembelajaran sejarah
(studi fenomenologis pada mahasiswa Program studi pendidikan sejarah uhamka dan unj) Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Itulah misi dan sekaligus juga tantangan utama dari pendidikan Indonesia.
Desain ilmu-ilmu, khususnya ilmu sosial dalam pendidikan, terutama pendidikan
sejarah agar lebih menawarkan kemandirian, melalui pengembangan kesadaran
dan nalar kritisnya dengan memfungsikan kesadaran etis dan estetika yang
dimilikinya. Nalar kritis mahasiswa dalam menganalisis sejarah akan memberikan
perspektif keilmuan sekaligus juga pemahaman etis terhadap kehidupan sosial
dalam masyarakatnya. Sedangkan pemahaman estetika akan menghadirkan bentuk
kesadaran yang menghargai keindahan akan keunikan dalam keragaman peristiwa
dan realitas yang dihadapinya.
Menurut Paul Kennedy (dalam: Wiriaatmadja, 2002: 286-287), bahwa
analisis kritis yang berjangka panjang dan holistik terhadap berbagai variabel
sosial dalam peristiwa sejarah akan menempatkan mahasiswa ke dalam situasi
cerminan pembelajaran di dalam menanggapi perubahan dengan mengambil
teladan dari peristiwa yang telah terjadi. Tantangan lama yang terdapat dalam
sejarah, dengan berbagai peristiwa dalam materi sejarah dapat dijadikan model
belajar dari sejarah. Dari sini menjadi penting model pembelajaran sejarah yang
mengedepankan pendekatan hermeneutika dengan mengajukan konsep-konsep
kesejarahan sebagai dasar pijakan berpikir dalam menganalisis informasi
kesejarahan. Dengan demikian perlu ditegaskan juga bahwa yang terpenting
bukan hanya bagaimana belajar dari sejarah yang sarat dengan nilai-nilai dan etika
kehidupan, tetapi juga bagaimana mempelajari sejarah dengan benar.
3
Desvian Bandarsyah, 2014
Pengembangan pendekatan hermeneutika model gadamer dalam pembelajaran sejarah
(studi fenomenologis pada mahasiswa Program studi pendidikan sejarah uhamka dan unj) Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Dalam kelanjutan gagasan tersebut, Wiriaatmadja (2002: 294),
mengatakan bahwa sejarah termasuk kelompok ilmu yang lamban di dalam
merespon perubahan. Padahal sikap optimisme terhadap sejarah sebagai sebuah
disiplin yang menjanjikan nilai-nilai spiritual, dan kultural karena kajiannya yang
bersifat memberikan pedoman terhadap keseimbangan hidup, harmoni, nilai-nilai,
dan keteladanan dalam keberhasilan dan kegagalan, dan cerminan bagi
pengalaman kolektif suatu masyarakat bangsa yang dapat menjadi petunjuk bagi
kehidupan masa depan. Kesadaran sejarah dapat mengendalikan kecenderungan
berkembangnya keserakahan yang semakin “menggurita” dari kemajuan teknologi
dan industri dengan mengeksploitasi hutan, sungai, udara, lautan, daratan tempat
di mana manusia tinggal. Kesadaran sejarah dalam konteks ini, menunjukkan
bahwa ketidakarifan dalam pemanfatan kekayaan alam dan akal budi manusia
pada gilirannya akan membawa eksistensi kemanusiaan dan peradabannya ke
dalam kehancuran.
Konsekuensinya, pembelajaran sejarah tidak dapat disampaikan materinya
kepada mahasiswa dengan cara-cara superfisial, yang hanya bergelut pada
informasi tentang tokoh, peristiwa, dan tahun saja, sebab sejarah yang
disampaikan semacam itu jelas tidak bermakna dan tanpa jiwa (soulless).
Sesungguhnya banyak metode atau pendekatan pembelajaran yang dapat
memberikan kebermaknaan dalam pembelajaran, dalam hal ini sejarah sebagai
4
Desvian Bandarsyah, 2014
Pengembangan pendekatan hermeneutika model gadamer dalam pembelajaran sejarah
(studi fenomenologis pada mahasiswa Program studi pendidikan sejarah uhamka dan unj) Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
dimensi pengetahuan yang berfungsi sebagai sumber atau pedoman dalam moral
dan keteladanan perlu disampaikan dengan pendekatan yang bermakna juga.
Kebermaknaan dalam pembelajaran menjadi penting dalam kajian ilmu-
ilmu sosial khususnya pendidikan ilmu pengetahuan sosial. Karena pengetahuan
kesejarahan yang dimiliki mahasiswa tidak dapat mencapai pemahaman yang
mendalam tanpa didukung oleh kemampuan analisis dari berbagai disiplin ilmu-
ilmu sosial atau pendidikan ilmu sosial. Artinya mahasiswa diharapkan memiliki
kemampuan untuk melakukan kajian interdisipliner, multidisipliner dan
transdisipliner yang menjadi ciri khas Pedidikan Ilmu Pengetahuan sosial
(PIPS).
Pembelajaran Pendidikan IPS dan pembelajaran sejarah di perguruan
tinggi diharapkan membantu mengembangkan kesadaran sosial mahasiswa, etos
perguruan tinggi dengan pengembangan kesadaran semacam ini merupakan sendi
utama yang mutlak diperlukan mahasiswa sebagai bentuk kedewasaan berpikir
dalam ranah Pendididikan IPS. Hal ini sejalan dengan tujuan pembelajaran sejarah
yang merupakan bagian dari Pendidikan IPS yang ingin memberikan kesadaran
kepada mahasiswa dalam mencari kehidupan yang penuh makna yang seringkali
teralihkan di dalam prosesnya karena didorong oleh kebutuhan yang berjangka
pendek dan cepat kepada hasil yang menunjukkan bias pengaruh dari proses
dehumanisasi dan depersonalisasi (Wiriaatmadja, 2002: 296). Perguruan tinggi
perlu menjadi hati nurani atau conscience jamannya, hati nurani kemanusiaan,
5
Desvian Bandarsyah, 2014
Pengembangan pendekatan hermeneutika model gadamer dalam pembelajaran sejarah
(studi fenomenologis pada mahasiswa Program studi pendidikan sejarah uhamka dan unj) Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
sehingga pada gilirannya dapat berfungsi di dalam mendorong kesadaran
mahasiswa akan identitas diri dan bangsanya yang dapat dipupuk dan
dikembangkan sejalan dengan perkembangan kepribadian mahasiswa sebagai
bagian dari intelektual bangsa. Pengajaran sejarah yang mengedepankan
pendekatan hermeneutika dapat meningkatkan kemampuan berpikir kesejarahan
mahasiswa secara analitis, logis, dan kritis.
Hermeneutika, yang merupakan upaya penafsiran atau interpretasi
terhadap suatu teks, memegang peranan penting dalam ilmu-ilmu sosial
khususnya sejarah. Hal ini dapat dipahami karena jika berbicara tentang
hermeneutika pada hakikatnya sangat berhubungan dengan bahasa yang
memiliki fungsi universal (Gadamer, 2004: 455-491). Kita berbicara dan
menulis dengan bahasa, begitu juga kita bisa mengerti dan membuat
interpretasi dengan bahasa. Bahkan seni, yang dengan jelas tidak
menggunakan sesuatu bahasa tertentu, berkomunikasi dengan seni-seni yang
lainnya juga menggunakan bahasa (Sumaryono, 1999: 26). Semua bentuk
seni yang dipertunjukkan secara visual (misalnya, patung, lukisan, tarian, dan
lain-lain) juga diapresiasi dengan menggunakan bahasa. Bagaimana ketika
kita mengungkapkan keindahan mendengarkan musik klasik ciptaan Mozart
maupun Bach, ataupun saat melihat kekaguman lukisan karya Afandi maupun
Picasso, semuanya itu melalui bahasa.
6
Desvian Bandarsyah, 2014
Pengembangan pendekatan hermeneutika model gadamer dalam pembelajaran sejarah
(studi fenomenologis pada mahasiswa Program studi pendidikan sejarah uhamka dan unj) Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Tentu saja, nuansa-nuansa bahasa tersebut bukan merupakan sesuatu
hal yang baru, karena jauh sebelumnya Hans-Georg Gadamer dalam bukunya
“Wahrheit und Methode” atau “Truth and Method” atau “Kebenaran dan
Metode” telah mengemukakan sebagai berikut: “bahasa merupakan modus
operandi dari cara kita berada di dunia dan merupakan wujud yang seakan-
akan merangkul seluruh konstitusi tentang dunia ini”. Dengan pernyataan
tersebut, Gadamer telah menyederhanakan status manusia di dunia ini
sebagai bagian yang seakan-akan tidak terbedakan dari dunia itu sendiri. Di
mana kita tidak mungkin dapat berbuat banyak di dunia ini, jika tanpa
menggunakan bahasa. Mengingat dengan bahasa maka setiap orang
menemukan dirinya di dunia yang terus berubah ini. Walaupun Gadamer
tidak setuju jika bahasa dianggap sebagai yang selalu mengalami perubahan,
akan tetapi hendaknya bahasa itu dipikirkan sebagai yang memiliki
“ketertujuan” (teleologi) di dalam dirinya (Gadamer, 2004: 62). Dengan kata
lain bahwa kata-kata atau ungkapan secara aksidental tidak pernah memiliki
“kebakuan”. Kata-kata ataupun ungkapan mempunyai tujuan (telos)
tersendiri atau penuh dengan makna, sebagaimana banyak diungkap oleh
Wilhelm Dilthey (1962). Setiap kata tidak pernah tidak bermakna. Meskipun
diketahui juga bahwa arti kata itu bersifat konvensioanal (arti diambil
berdasarkan kesepakatan bersama), atau perumusannya tidak mempunyai
7
Desvian Bandarsyah, 2014
Pengembangan pendekatan hermeneutika model gadamer dalam pembelajaran sejarah
(studi fenomenologis pada mahasiswa Program studi pendidikan sejarah uhamka dan unj) Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
dasar logika, namun pada kenyataannya kata-kata itu tidak pernah dibentuk
secara aksidental saja atau sembarang saja.
Dengan demikian, hermeneutika dapat diibaratkan cara untuk „bergaul‟
melalui bahasa. Sebab dengan bahasa menjelemakan kebudayaan maupun
peradaban manusia. Henri Bergson menyatakan bahwa bila seseorang memahami
bahasa suatu negara, dapat dipastikan ia tidak akan mungkin benci terhadap
negara itu (Bergson, 1959: 159). Hal ini dapat dipahami, karena bila seseorang
mampu memahami sesuatu bahasa tertentu, maka ia memahami segala sesuatu
tentang masyarakat, bangsa yang bersangkutan. Dengan demikian bahasa
merupakan medium tanpa batas, yang membawa segala sesuatu di dalamnya –
tidak hanya kebudayaan yang telah disampaikan kepada individu melalui bahasa,
melainkan juga segala sesuatu tanpa ada kecualinya – sebab segala sesuatu
termuat dalam domain pemahaman (Sumaryono, 1999: 28). Dengan kata lain
bahasa adalah perantara yang nyata bagi hubungan manusia. Segala tradisi dan
kebudayaan kita semuanya terungkap di dalam bahasa, baik yang terukir pada
batu prasasti maupun yang ditulis pada daun lontar (Gadamer, 1977: 59-68).
Dari uraian di atas dapat dipahami betapa pentingnya hermeneutika dan
penerapannya yang cukup luas dalam ilmu-ilmu kemanusiaan, seperti sejarah,
agama, filsafat, seni, kesusasteraan, maupun linguistik. Memang disiplin yang
pertama banyak menggunakan hermeneutika adalah ilmu tafsir kitab suci. Sebab
semua karya yang mendapatkan inspirasi Illahi seperti Al-Quran, Taurat, Injil,
8
Desvian Bandarsyah, 2014
Pengembangan pendekatan hermeneutika model gadamer dalam pembelajaran sejarah
(studi fenomenologis pada mahasiswa Program studi pendidikan sejarah uhamka dan unj) Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Veda, dan Upanisad, agar dapat dimengerti memerlukan interpretasi atau
hermeneutika. Begitu juga teks sejarah yang ditulis dalam bahasa yang rumit yang
beberapa abad tidak dipedulikan oleh para pembacanya, tidak dapat dipahami
dalam kurun waktu seseorang tanpa penafsiran yang benar. Istilah-istilah yang
dipakai mungkin ada kesamaannya, tetapi arti atau makna dari istilah itu bisa
berbeda. Perang pada zaman dahulu dengan perang zaman sekarang pada
hakikatnya sama saja, tetapi dalam setiap perang memerlukan penafsiran lebih
jauh. Sebagai contoh pada Perang Bubat dan Perang Diponegoro, memiliki
nuansa dan substansi yang berbeda. Meminjam istilah Dilthey di samping
memiliki perbedaan antara wajah dalam (interior) dan wajah luar (eksterior),
dalam pandangan dualistis tersebut, suatu peristiwa bisa dilihat aspek eksterior-
kontekstualnya (kapan, dimana, dan siapa tokohnya), sedangkan secara interior
dapat dilihat dari dasar „kesadaran‟ (mengapa dan bagaimana peristiwa) itu terjadi
(Tuttle, 1969: 65).
Kedua dimensi tersebut tidak bisa dipisah-pisahkan dalam teks sejarah. Di
sini perlunya disusun sebuah dasar bagi pertimbangan sejarah yang menempatkan
penyelidikan sejarah supaya sejajar dengan penelitian ilmiah lainnya. Padahal
dalam penelitian ilmiah disiplin lainnya hanya terdapat satu dimensi, yaitu
dimensi eksterior saja. Sedangkan aspek „kesadaran‟ pada penelitian-penelitian
ilmiah sebelumnya tidak dilibatkan dalam eksperimennya. Dalam konteks itu,
Hans-Georg Gadamer (200: 50), tidak bermaksud menjadikan hermeneutika
9
Desvian Bandarsyah, 2014
Pengembangan pendekatan hermeneutika model gadamer dalam pembelajaran sejarah
(studi fenomenologis pada mahasiswa Program studi pendidikan sejarah uhamka dan unj) Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
sebagai metode, tetapi untuk meletakkan pemahaman yang mengarah kepada
tingkat ontologis, bukan metodologis. Sebab menurut Gadamer kebenaran
menerangi metode–metode individual, sedangkan metode justru merintangi atau
menghambat kebenaran. Dalam arti bahwa Gadamer ingin mencapai kebenaran
bukan melalui metode, melainkan melalui dialogis dan reflektif (Gadamer, 2004:
224: 439: 441). Sebab di dalam proses dialogis dan reflektif, kesempatan untuk
mengajukan pertanyaan secara bebas lebih banyak kemungkinannya dibandingkan
dengan proses metodis. Pada dasarnya metode adalah struktur yang dapat
membekukan dan memanipulasi unsur-unsur yang memudahkan prosedur tanya-
jawab, sedangkan proses dialogis dan reflektif tidaklah demikian (Gadamer, 2004:
561-562). Di samping itu tidak semua ilmu pengetahuan kemanusiaan dapat
diterapi melalui suatu metode tertentu, kesusasteraan dan seni tidak dapat
diterapkan melalui metode itu, dan dalam hal ini hermeneutika dapat membantu
dalam memahami dan menafsirkan pada domain ilmu-ilmu tersebut.
Dalam pengembangan model hermeneutika Gadamer, yang sangat
menarik adalah konsep “permainan” yang menempatkan mahasiswa sebagai
bagian dari permainan, karena dalam hermeneutika model Gadamer yang
terpenting bukan pemainnya, tetapi permainannya, di mana “permainan” dapat
dijadikan kerangka berpikir dalam proses memahami yang menjadi pokok tujuan
hermeneutika. “Permainan” sebagaimana yang dimaksudkan Gadamer selalu
mendampingi penafsir pada saat menghadapi objek-objek yang dihadapi,
10
Desvian Bandarsyah, 2014
Pengembangan pendekatan hermeneutika model gadamer dalam pembelajaran sejarah
(studi fenomenologis pada mahasiswa Program studi pendidikan sejarah uhamka dan unj) Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
walaupun kebanyakan hal ini tidak disadarinya. Sebagai contoh: ketika pemain
bermain catur umpamanya, umumnya pemain tidak menyadari bahwa permainan
itu diciptakan untuk sebuah aktivitas tertentu. Namun sebaliknya para pemain
catur itu sendiri begitu serius dan larut dalam permainan itu sehingga permainan
tersebut menguasai aktivitas mereka sebagai pemain catur. Subjek “permainan”
yang sebenarnya bukanlah para pemainnya, melainkan permainannya sendiri
(Gadamer, 1985: 92). Dalam hal ini siapa-pun yang ikut bermain harus betul-betul
larut dalam “permainan” itu. Begitu-pun setiap “permainan”, mempunyai aturan
atau dinamikanya sendiri yang bersifat independen terhadap kesadaran para
pemainnya. Walaupun demikian, untuk bermain dengan baik yang harus
dilakukan pemain, pertama-tama harus mengetahui lebih dahulu aturan-aturan dan
dinamikanya. Setelah menguasai aturan-aturan dan dinamika “permainan”
tersebut, maka pemain akan menyadari adanya aturan-aturan tersebut sekaligus
tidak menyadarinya bahwa ini hanyalah sebuah “permainan”.
Di sinilah Gadamer menolak hermeneutika dipersepsikan sebagai metode,
meskipun baginya hermeneutika adalah sebuah cara untuk mendapatkan
“pemahaman” namun ia tetap tidak menyatakan sebagai metode. Pernyataan ini
terungkap dalam karyanya yang berjudul Philosophical Apprenticeships atau
“Magang Filsafat” (1985). Dalam retorikanya ia kemukakan: “Dapatkah tujuan
sebuah metode menjamin kebenaran? Filsafat harus menuntut sains dan
11
Desvian Bandarsyah, 2014
Pengembangan pendekatan hermeneutika model gadamer dalam pembelajaran sejarah
(studi fenomenologis pada mahasiswa Program studi pendidikan sejarah uhamka dan unj) Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
metodenya supaya mengenali dirinya sendiri terutama dalam konteks eksistensi
manusia dan penalarannya” (Gadamer, 1985: 179).
Selain itu Gadamer begitu intens perhatiannya terhadap seni (meliputi;
bildung, sensus communis, pertimbangan, dan taste atau selera). Baginya
hermeneutika adalah „seni‟, bukan proses mekanis. Karena itu, jika pemahaman
adalah jiwa dari hermeneutika, maka pemahaman tidak dapat dijadikan pelengkap
proses mekanis. Pemahaman dan hermeneutika hanya dapat diberlakukan sebagai
suatu karya seni. Sedangkan dalam berpikir tentang seni terdapat intuisi maupun
imajinasi serta spekulasi. Oleh karena itu dalam proses hermeneutika hampir
dapat dipastikan tidak dapat diramalkan sebelumnya.
Aktivitas dalam hermeneutika harus menghasilkan suatu esensi
batiniah yang dalam, yang merupakan realitas utama yang dianggap benar.
Esensi dalam hal ini harus dipahami dan diungkapkan. Adalah keharusan
hermeneutika untuk melaksanakan secara rekonstruktif. Hal ini berarti
peneliti yang menciptakan suatu karya paling tidak harus dapat mendekati
konstruksi yang ideal. Dengan demikian, bila pernyataan Gadamer tersebut
diinterpretasi, maka berarti kedua belah tangan hermeneutik sejarah harus
penuh kreativitas, sebab realitas dan manusia selalu berkembang dan
berubah. Namun ia juga mengatakan bahwa perilaku sejarah terhadap jiwa
masa lampau tidak hanya terdiri dari penyempurnaan atau pembaharuan
kehidupan masa lampau saja, melainkan juga terdiri dari mediasi yang setia
12
Desvian Bandarsyah, 2014
Pengembangan pendekatan hermeneutika model gadamer dalam pembelajaran sejarah
(studi fenomenologis pada mahasiswa Program studi pendidikan sejarah uhamka dan unj) Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
terhadap kehidupan kontemporer, sehingga manusia yang mempelajari
sejarah dapat menangkap dan memahami bahwa nilai-nilai yang terkandung
dalam peristiwa sejarah sebagai kontekstualisasi yang memberikan makna
bagi kehidupan dirinya dan manusia lainnya.
Oleh karena itu narasi sejarah tidak boleh kering-kerontang, rigid, dan
terlalu bersifat tekstual. Karena interpretasi bukanlah sekedar sesuatu yang
ditambahkan atau dipaksakan masuk ke dalam pemahaman. Namun
sebaliknya “memahami” berarti mendayagunakan apa saja yang dikumpulkan
dari panca indera dan semangat intuisi dan imajinasi penafsir untuk memberi
keutuhan kepada teks maupun narasi sejarah dari proses intelektual penafsir.
Inilah sebabnya yang mendorong peneliti untuk mengkaji Pengembangan
Pendekatan Hermeneutika Model Gadamer dalam Pembelajaran Sejarah (Studi
Fenomenologi pada Mahasiswa Jurusan Pendidikan Sejarah di UHAMKA dan
UNJ). Penelitian ini menjadikan mahasiswa sebagai subjek yang bernalar dan
menafsirkan teks sejarah dalam dimensi sosio-kultural yang dihadapi mahasiswa
dalam kehidupannya, sehingga tugas sejarah di tangan mahasiswa menjadi lebih
layak dan bermakna bagi kehidupannya dan masyarakatnya.
B. Identifikasi Masalah
13
Desvian Bandarsyah, 2014
Pengembangan pendekatan hermeneutika model gadamer dalam pembelajaran sejarah
(studi fenomenologis pada mahasiswa Program studi pendidikan sejarah uhamka dan unj) Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Berdasarkan latar belakang penelitian maka peneliti melakukan proses
identifikasi masalah sebagai upaya menuju kepada perumasan masalah. Berikut
ini identifikasi masalah tersebut:
1. Bagaimanakah proses pembelajaran sejarah mampu menumbuhkan
kemampuan mahasiswa dalam memahami materi sejarah dalam bentuk
teks sejarah?
2. Bagaimanakah pemahaman mahasiswa melalui pendekatan hermeneutika
terhadap proses pembelajaran sejarah terkait dengan kerangka Pendidikan
Ilmu Pengetahuan Sosial?
3. Mengapa pendekatan hermeneutika penting untuk diterapkan dalam
pembelajaran sejarah di perguruan tinggi
4. Bagaimana konsep hermeunitika sebagai sebuah pendekatan dalam proses
pembelajaran sejarah memberikan pemahaman yang mendalam terhadap
materi sejarah?
5. Bagaimana mengembangkan daya kritis dan analisis mahasiswa melalui
pendekatan hermeneutik dengan studi fenomenologis?
6. Bagaimana pengembangan pendekatan hermeneutika model Gadamer
dalam pembelajaran sejarah dengan studi fenomenologis?
C. Rumusan Masalah
14
Desvian Bandarsyah, 2014
Pengembangan pendekatan hermeneutika model gadamer dalam pembelajaran sejarah
(studi fenomenologis pada mahasiswa Program studi pendidikan sejarah uhamka dan unj) Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Dengan memperhatikan latar belakang penelitian serta identifikasi
masalah, maka rumusan masalah yang dikaji dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut:
1. Bagaimanakah pemahaman mahasiswa terhadap konsep hermeneutika
yang selama ini mereka pahami sebagai suatu pendekatan dalam
pembelajaran sejarah?
2. Bagaimanakah desain perencanaan pembelajaran untuk menerapkan
pendekatan hermeneutika model Gadamer dalam pembelajaran sejarah
dengan studi fenomenologis?
3. Bagaimanakah langkah-langkah penerapan pengembangan hermeneutika
model Gadamer dalam pembelajaran sejarah dengan studi fenomenologis?
4. Bagaimanakah hasil-hasil penerapan pengembangan hermeuneutika model
Gadamer dalam pembelajaran sejarah dengan studi fenomenologis?
5. Bagaimana solusi pembelajaran hermeneutika model Gadamer dalam
menghadapi kendala-kendala yang dihadapi dengan studi fenomenologis?
D. Tujuan Penelitian
Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan pendekatan
hermeneutika model Gadamer dalam Pembelajaran Sejarah, dengan menggunakan
studi fenomenologi. Karena selama ini pendekatan hermenutika dalam
pembelajaran sejarah belum pernah diterapkan atau paling tidak, banyak
15
Desvian Bandarsyah, 2014
Pengembangan pendekatan hermeneutika model gadamer dalam pembelajaran sejarah
(studi fenomenologis pada mahasiswa Program studi pendidikan sejarah uhamka dan unj) Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
mahasiswa yang belum mengenal penerapan hermenutika model Gadamer dalam
pembelajaran sejarah secara konkret. Melalui penerapan pendekatan hermeneutika
model Gadamer ini, diharapkan pemahaman mahasiswa dalam mengembangkan
interpretasi dan pemahaman teks sejarah lebih komprehensif, utuh dan sesuai
dengan jiwa zamannya dalam mengembangkan kemampuan berpikir kesejarahan.
Secara khusus, penelitian ini bertujuan untuk: Pertama, untuk
mengembangkan pemahaman dan keterampilan atau skill interpretasi mahasiswa
terhadap konsep hermeneutika yang selama ini mereka pahami sebagai suatu
pendekatan dalam pembelajaran sejarah. Kedua, untuk mendesain rancangan
pembelajaran penerapan pendekatan hermeneutika model Gadamer dalam
pembelajaran sejarah dengan studi fenomenologis; Ketiga, untuk menyusun
langkah-langkah pengembangan penerapan hermeneutika model Gadamer dalam
pembelajaran sejarah dengan studi fenomenologis; Keempat, untuk menyimak dan
menganalisis hasil-hasil pembelajaran penerapan pendekatan hermeneutika model
Gadamer dalam pembelajaran sejarah dengan studi fenomenologis tersebut;
Kelima, untuk menganalisis dan memecahkan masalah dalam memahami kendala-
kendala serta mengatasi sejumlah persoalan yang ditimbulkan selama penerapan
hermeneutika model Gadamer dengan studi fenomenologis tersebut.
E. Manfaat Penelitian
16
Desvian Bandarsyah, 2014
Pengembangan pendekatan hermeneutika model gadamer dalam pembelajaran sejarah
(studi fenomenologis pada mahasiswa Program studi pendidikan sejarah uhamka dan unj) Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Manfaat yang akan diperoleh dari hasil penelitian ini bersifat teoretis dan
praktis. Secara teoretik, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan
kontribusi terhadap pengembangan aspek-aspek substansial dari pembelajaran
sejarah yang kritis melalui kajian teoretis-hermeneutik dengan pengembangan
kesadaran sejarah baik dalam wajah eksterior maupun interior dalam pemahaman
kesejarahan. Sejauh yang dicermati penelitian mengenai pembelajaran sejarah di
perguruan tinggi masih sangat terbatas, dengan lingkup kajian yang juga terbatas,
yaitu terbatas pada aspek pembelajaran praktis, karena belum sampai pada
persoalan filosofis-praktis bernalar secara konseptual-teoretik dengan kritis yang
dibutuhkan dalam pembelajaran sejarah pada mahasiswa melalui pendekatan
hermeneutika sebagai pisau analisisnya.
Dengan demikian penelitian ini merupakan hal baru yang berupaya untuk
melakukan eksplorasi lebih jauh terhadap teori dan konsep hermeneutika dalam
konteks pembelajaran sejarah yang dirumuskan dan dikembangkan secara sinergis
dengan ragam teoritis lainnya dalam tujuan mengembangkan keterampilan
berpikir kesejarahan yang lebih relevan dan kontekstual untuk situasi
perkembangan masyarakat Indonesia dewasa ini.
Pada tataran praktis, hasil penelitian ini nantinya diharapkan dapat
memberikan kontribusi terhadap perbaikan dan peningkatan kualitas praktik
pembelajaran sejarah di perguruan tinggi yang lebih komprehensif. Selama ini
upaya perbaikan dan peningkatan kualitas praktik pembelajaran sejarah cenderung
17
Desvian Bandarsyah, 2014
Pengembangan pendekatan hermeneutika model gadamer dalam pembelajaran sejarah
(studi fenomenologis pada mahasiswa Program studi pendidikan sejarah uhamka dan unj) Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
dilakukan melalui pengembangan pendekatan dan metode pembelajaran, belum
sampai pada eksplorasi filosofis-teoretis-praktis yang bersifat kesejarahan,
sehingga mahasiswa terjebak pada pola berpikir instrumental-mekanikal dalam
memandang realitas yang dihadapinya. Oleh karena itu, hasil penelitian ini
nantinya dapat dimanfaatkan oleh: (1). pakar pendidikan sejarah dan ilmu-ilmu
sosial sebagai bahan informasi rujukan filosofis, teoretis, dan kontekstual dalam
mengembangkan paradigma pembelajaran sejarah dan ilmu-ilmu sosial; (2).
Praktisi pendidikan sejarah sebagai bahan informasi dan rujukan konsep
pragmatik dalam mengembangkan pembelajaran sejarah pada setiap jenjang,
terutama di perguruan tinggi.
F. Penjelasan Istilah
Untuk memudahkan pemahaman dalam kajian tulisan ini, peneliti
sebelumnya akan memberikan penjelasan istilah secara konseptual yang ada
dalam judul tersebut, yakni:
Pertama; “pengembangan”, dimaksudkan sebagai tindakan dalam
melakukan aktivitas, dalam hal ini pembelajaran sejarah. Pengembangan sebagai
upaya untuk menerapkan model hermeneutika dalam pembelajaran sejarah,
karena selama ini hermeneutika dikenal dan diterapkan dalam konteks
pemahaman terhadap teks, maka penelitian ini bermaksud menerapkan
hermeneutika model Gadamer ke dalam pembelajaran sejarah, untuk itu dilakukan
18
Desvian Bandarsyah, 2014
Pengembangan pendekatan hermeneutika model gadamer dalam pembelajaran sejarah
(studi fenomenologis pada mahasiswa Program studi pendidikan sejarah uhamka dan unj) Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
modifikasi sesuai dengan konteks pembelajaran yang mengandung kepentingan
penanaman nilai dan keilmuan, bukan sebagai konteks keilmuan yang bebas nilai.
Istilah hermeneutika model Gadamer mengacu kepada paradigma
efistemologi ilmu-ilmu kemanusiaan yang pendekatan tidak bersifat posivistik-
dualistik-mekanistik yang bebas nilai, melainkan pendekatan yang terikat dengan
nilai sebagai sebagai kebenaran dengan memperhatikan aspek intuisi dan
imajinasi dalam menangkap konteks realitas sebagai kebenaran. Dengan
demikian, penelitian ini juga menggunakan istilah fenomenologi sebagai
efistemologi dalam menangkap realitas yang sarat dengan nilai tersebut.
Kedua; “hermeneutika”, diartikan sebagai proses mengubah sesuatu atau
situasi ketidaktahuan menjadi mengerti. Batasan umum ini selalu dianggap benar,
baik hermeneutika dalam pandangan klasik maupun dalam pandangan modern
(Palmer, 1969: 3). Gadamer (2004: 197) memaknai hermeneutika sebagai disiplin
klasik yang berkaitan dengan seni dalam memahami teks. Pada kenyataannya,
hermeneutika kemudian dipahami sebagai perspektif yang komprehensif meliputi
persoalan kompleks. Pemahaman memberikan pada kesadaran hermeneutika
sebagai bagian dari proses menghadirkan makna, di mana arti dari semua
pernyataan dari teks dibentuk dan disempurnakan.
Hermeneutika mengarah pada penafsiran dengan ekspresi yang penuh
makna dan dilakukan dengan sengaja oleh manusia, dan melakukan interpretasi
atas interpretasi yang telah dilakukan oleh pribadi atau kelompok manusia
19
Desvian Bandarsyah, 2014
Pengembangan pendekatan hermeneutika model gadamer dalam pembelajaran sejarah
(studi fenomenologis pada mahasiswa Program studi pendidikan sejarah uhamka dan unj) Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
terhadap situasi mereka sendiri. Setiap peristiwa atau karya memiliki makna dari
interpretasi para pelaku atau pembuatnya. Karya yang merupakan interpretasi atas
sesuatu tersebut selanjutnya menghadapi pembaca atau pengamatnya dan
ditangkap dengan interpretasi dan diinterpretasi pula. Atau menurut istilah
Gadamer dalam menjelaskan karya, bahwa setiap karya akan selalu diciptakan
kembali oleh pengamat atau pembacanya, yaitu mendapatkan makna baru yang
dicipta oleh pengamatnya (penghayatnya) tersebut.
Ketiga; “Model Gadamer”, adalah pola yang digagas oleh Hans-Georg
Gadamer (1900-2002), di mana dalam penyajian pendekatan hermeneutiknya
menekankan pada: (1) Teks/narasi sejarah sebagai sesuatu yang bersifat seni;
Dalam penelitian ini „seni‟ yang dimaksud adalah sesuatu yang tidak terikat oleh
daya nalar yang logis-rasional, melainkan dapat bersifat imajinatif dan intuitif. (2)
hermeneutika dalam sejarah lebih menyerupai permainan di mana subjeknya
adalah “permainan” itu sendiri bukan pemainnya. Dalam penelitian ini permainan
yang dimaksud adalah suatu kesepakatan antara dosen dan mahasiswa tentang
aturan main dalam pengkajian narasi kesejarahan, sehingga mahasiswa dapat
merasakan manfaat praktis dari pendekatan hermeneutika model Gadamer melalui
pemahaman karya, menjiwai karya, memahami bahasa, dan jiwa jaman yang
terkandung di dalam teks sejarah, yang menuntun mahasiswa untuk memperoleh
kebermaknaan dalam mempelajari sejarah.
20
Desvian Bandarsyah, 2014
Pengembangan pendekatan hermeneutika model gadamer dalam pembelajaran sejarah
(studi fenomenologis pada mahasiswa Program studi pendidikan sejarah uhamka dan unj) Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Keempat; “pembelajaran sejarah” adalah sebuah corak wacana intelektual
yang kritis dan rasional. Ia bukan semata-mata wacana yang menggunakan
ilustrasi dengan kisah yang bersumber pada masa lalu, sehingga sebagai bahan
pembelajaran, sejarah tidak menjadi kering dan monoton, sebagai bahan
pembelajaran sejarah menjadi menarik karena memberikan berbagai informasi
berharga. Sebagai kajian ia perlu dibarengi dengan pemikiran kritis yang akan
memberikan pemahaman jernih dan mendalam terhadap masa silam. Dalam hal
ini pembelajaran sejarah dapat memunculkan satu pemikiran rasional yang
menghubungkan peristiwa masa lalu dengan realitas masa sekarang dan perspektif
masa yang akan datang, sehingga kesinambungan sejarah sebagai suatu
kontinuitas yang mengalir dipahami mahasiswa dengan lebih baik lagi.
Oleh karena itu pembelajaran sejarah yang menampilkan sejarah
sebagaimana adanya dan tidak diikuti dengan proses pengolahan materi yang
memadai serta tidak memberikan kesempatan kepada mahasiswa untuk
mengembangkan nalar interpretatif melalui kemampuan berpikirnya akan
mengakibatkan mahasiswa tidak memiliki wawasan yang memadai dalam
memahami sejarah bangsanya secara utuh. Selanjutnya kondisi yang demikian ini
menjadikan mahasiswa berada pada pihak yang dirugikan dalam proses
pembelajaran sejarah yang berlangsung.
Berkaitan dengan kajian fenomenologi, istilah fenomenologi mengacu
pada ide filosofis teroretis Edmund Husserl (1889-1938), seorang filosof aliran
21
Desvian Bandarsyah, 2014
Pengembangan pendekatan hermeneutika model gadamer dalam pembelajaran sejarah
(studi fenomenologis pada mahasiswa Program studi pendidikan sejarah uhamka dan unj) Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
fenomenologi. Sesuai dengan namanya, fenomenologi merupakan ilmu (logos)
mengenai gejala yang tampak (phenomenon). Dalam hal ini, fenomenologi
merupakan sebuah pendekatan filsafat yang berpusat pada analisis terhadap gejala
yang dihadapi kesadaran manusia. Fenomenologi merupakan studi tentang
pengetahuan yang berasal dari kesadaran, atau cara memahami suatu objek atau
peristiwa dengan mengalaminya secara sadar. Namun, Husserl menawarkan
fenomenologi untuk memahami keteraturan sistemik dalam persepsi dan
pemahaman melalui kepastian terhadap pengetahuan dunia objektif sebagai
realitas, yaitu dengan cara menerima apa yang sebenarnya terlihat dalam
fenomena, dan menggambarkannya secara jujur.
Sebagai salah satu aliran filsafat, Husserl menginginkan fenomenologi
dapat melahirkan ilmu yang lebih bermanfaat bagi kehidupan manusia, sehingga
fenomenologi berkembang tidak hanya sebagai salah satu aliran filsafat, juga
menjadi salah satu varian dalam pendekatan penelitian kualitatif dalam payung
paradigma interpretatif yang memperkaya epistemologi ilmu dalam riset yang
ditetapkan dalam berbagai disiplin ilmu sosial.
Fenomenologi, dengan demikian, secara sederhana dapat dipandang
sebagai sikap hidup yang mengajarkan individu untuk selalu membuka diri
terhadap berbagai informasi, tanpa cepat-cepat menilai, menghakimi, atau
mengevaluasi berdasarkan prakonsepsi kita sendiri. Kita berdialog dengan
fenomena yang kita hadapi. Kita membiarkan fenomena ini “membuka
22
Desvian Bandarsyah, 2014
Pengembangan pendekatan hermeneutika model gadamer dalam pembelajaran sejarah
(studi fenomenologis pada mahasiswa Program studi pendidikan sejarah uhamka dan unj) Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
mulutnya", bercerita tentang dirinya: kita bertanya, mendengarkan, dan
menangkap pola serta maknanya. Sebagai metode ilmiah, fenomenologi
menunjukkan jalan perumusan ilmu pengetahuan melalui tahap-tahap tertentu, di
mana suatu fenomena yang dialami manusia menjadi subjek kajiannya. Penelitian
ini membatasi pada fenomenologi sebagai studi dalam penelitian ilmu-ilmu sosial.
Dalam penelitian ini, fenomenologi bertindak sebagai efistemologi yang
memberikan ruang bagi mahasiswa untuk memahami gejala kesejarahan dalam
kehidupannya. Fenomenologi memberikan perspektif yang menjadikan realitas
sosial yang dihadapi mahasiswa dalam kesehariannya dapat dihubungkan dengan
realitas masa lampau dalam teks sejarah, sehingga diharapkan pemahaman sejarah
mahasiswa tidak hanya mengakar pada masa lampau, tetapi juga memiliki visi
pemahaman dalam konteks kekinian.
G. Hasil-hasil Penelitian Terdahulu
Penelitian tentang hemeneutika model Gadamer dengan kajian
fenomenologis ini bukan merupakan penelitian yang pertama. Sebelumnya telah
banyak kajian tentang hermeneutika Gadamer dan kajian fenomenologis. Namun
yang membedakan adalah berbagai hasil penelitian itu dominan dengan kajian
keilmuan murni. Hanya satu yang ditulis oleh Sembodo yang terkait dengan
pendidikan. Berikut adalah beberapa hasil penelitian terdahulu yang dilakukan
berbagai peneliti.
23
Desvian Bandarsyah, 2014
Pengembangan pendekatan hermeneutika model gadamer dalam pembelajaran sejarah
(studi fenomenologis pada mahasiswa Program studi pendidikan sejarah uhamka dan unj) Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
1. Sembodo Ardi Widodo, 2008, Metode Hermeneutik dalam Pendidikan,
Yogyakarta: Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga.
Dengan mencermati uraian-uraian sebelumnya, dapat diambil intisari
pembahasan sebagai berikut: Pertama, hermeneutika mengambil model
pemahaman dari wilayah human studies daripada natural sciences.
Pemahaman tidak ubahnya seperti membaca teks atau mempelajari analog-
analognya daripada mengobservasi objek. Sebuah teks selalu mempunyai
makna, tetapi karena pengarangnya tidak hadir, meninggal, atau berasal dari
kultur yang berbeda dengan kita, maka makna harus diinterpretasikan untuk
kondisi waktu sekarang.
Bagi hermeneutik, interpretasi adalah “hati” pemahaman. Pandangan
ini akan cocok bagi guru karena perannya adalah untuk memahami manusia
dan kreasi-kreasinya serta mengembangkan pemahaman ini kepada murid.
Mengajar dalam perspektif hermeneutika adalah seni, bukan ilmu atau
teknologi. Sebagai guru kita harus menanyakan apa makna materi pelajaran
yang kita ampu bagi kita, dan apa maknanya bagi murid. Kita harus
memperkenalkannya dan menolong murid untuk memahaminya. Dalam
kacamata hermeneutika, core dari proses pembelajaran adalah membaca dan
berdiskusi atas teks dan analog-analognya yang muncul secara spontan.
Kedua, menurut hermeneutika, kita memulai dengan pra-pemahaman terhadap
teks dan analognya. Tanpa pra-pemahaman ini kita tidak memiliki ide apa
24
Desvian Bandarsyah, 2014
Pengembangan pendekatan hermeneutika model gadamer dalam pembelajaran sejarah
(studi fenomenologis pada mahasiswa Program studi pendidikan sejarah uhamka dan unj) Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
yang sedang kita hadapi, lebih-lebih untuk dipahami. Sebagai seorang guru,
kita bertanya kepada murid-murid untuk topik terlebih dahulu dalam
cakrawala pengetahuan dan interestnya sekarang, dan kemudian menyuruhnya
untuk memodifikasi sikap-sikap mereka dalam merespon apa yang oleh topik
dikatakan kepada mereka. Dengan cara ini mereka akan mengembangkan
horizon mentalnya terhadap horizon topik. Inilah langkah kreatif dari pra
pemahaman. Ketiga, bagi hermeneutik, proses pembelajaran itu seperti dialog
atau “permainan” di mana mereka yang terlibat dibawa oleh sesuatu yang
lebih besar dari dirinya kepada pandangan yang tidak mereka antisipasi
sebelumnya. Diskusi sejati tidak pernah direncanakan kemajuan dan hasilnya.
Guru dan murid-murid berbicara secara spontan. Sebagaimana layaknya
dalam “permainan” pemahaman, mereka bisa merubah pandangan atau
respon-responnya terhadap teks tanpa batas.
2. O. Hasbiansyah, 2008, Pendekatan Fenomenologi: Pengantar Praktik
Penelitian dalam Ilmu Sosial dan Komunikasi, Bandung: Unisba.
Praktik penelitian fenomenologi sebenarnya tidak serumit bayangan
kebanyakan orang ketika memahami fenomenologi dalam kajian filsafat. Pada
dasarnya, penelitian fenomenologi ingin menggali dua dimensi saja: apa yang
dialami subjek (orang yang diteliti) dan bagaimana subjek tersebut memaknai
pengalaman tersebut. Pengalaman subjek dalam hal ini merupakan fenomena
yang menjadi subject matter yang diteliti. Dimensi pertama merupakan
25
Desvian Bandarsyah, 2014
Pengembangan pendekatan hermeneutika model gadamer dalam pembelajaran sejarah
(studi fenomenologis pada mahasiswa Program studi pendidikan sejarah uhamka dan unj) Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
pengalaman faktual si subjek, bersifat objektif bahkan fisikal. Sedangkan
dimensi kedua merupakan opini, penilaian, evaluasi, harapan dan pemaknaan
subjek terhadap fenomena yang dialaminya. Dimensi kedua bersifat subjektif.
Namun seorang peneliti perlu memahami terlebih dahulu prinsip-prinsip
fenomenologi. Tanpa memahaminya, ia tidak akan mampu menganalisis data
penelitian yang sudah ditranskripsikan ke dalam uraian atau tabel dalam
konteks fenomenologi. Hal yang perlu ditekankan adalah bahwa tahapan-
tahapan penelitian yang dikemukakan bukanlah prosedur baku dalam
penelitian fenomenologi. Apa yang telah diuraikan hanyalah salah satu variasi
metodologi penelitian fenomenologi yang dapat dipakai. Di luar itu masih ada
sejumlah prosedur yang dapat digunakan.
3. Ratna Indriati, 2011, Serat Aji Pamasa dalam Kajian Hermeneutika Gadamer.
Semarang: Unnes.
Serat Aji Pamasa sebagai teks sastra yang di dalamnya mengandung
bahasa dengan tingkat ambiguitas yang tinggi, diperlukan pemahaman yang
akurat. Oleh sebab itu, serat Aji Pamasa akan dipahami melalui empat konsep
hermeneutika Gadamer. Dengan demikian, tujuan penelitian ini untuk
memaparkan interpretasi serat Aji Pamasa melalui empat konsep pemahaman
hermeneutika Gadamer. Teori yang digunakan adalah teori hermeneutika
Gadamer dengan pendekatan penelitian mengggunakan pendekatan dialektika.
Model yang digunakan adalah model hermeneutika dan teknik analisis data
26
Desvian Bandarsyah, 2014
Pengembangan pendekatan hermeneutika model gadamer dalam pembelajaran sejarah
(studi fenomenologis pada mahasiswa Program studi pendidikan sejarah uhamka dan unj) Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
dengan teknik analisis deskriptif. Hasil penelitian ini berdasar konsep Bildung,
pemahaman yang diperoleh tentang serat Aji Pamasa yang merupakan puisi
Jawa klasik bermetrum macapat terdiri dari tiga belas pupuh yakni
dhandhanggula, sinom, asmarandana, kinanthi, pucung, pangkur, gambuh,
durma, megatruh, pangkur, girisa, asmarandana, sinom dengan keseluruhan
jumlah bait yakni 689 bait.
Serat Aji Pamasa secara tekstual tersebutkan penciptanya adalah
Ranggawarsita dengan bukti adanya sandiasma. Serat Aji Pamasa dibuat atas
kehendak Mangkunegara IV dan dijadikan sebagai salah satu bahan wayang
madya. Berdasarkan konsep sensus communis, pemahaman yang diperoleh
yakni pandangan tentang keberadaan serat Aji Pamasa yang diciptakan
sebagai bahan wayang madya untuk mengisi kekosongan antara wayang
purwa dan wayang gedhog. Hal itu untuk menunjukkan adanya mata rantai
bahwa raja-raja di Jawa merupakan keturunan Parikesit. Berdasarkan konsep
pertimbangan, pemahaman yang diperoleh yakni cerita wayang madya
terintegrasi dari wayang purwa yang penceritaannya terpusat pada cerita para
Pandawa dan Kurawa. Berdasarkan konsep taste atau selera, pemahaman yang
diperoleh yakni bahwa nama tokoh-tokoh dalam serat Aji Pamasa jika
ditafsirkan mewakili sifat dan wujud perilaku dalam cerita serta pesan yang
disampaikan pengarang yakni seolah-olah pengarang mencari sosok pemimpin
27
Desvian Bandarsyah, 2014
Pengembangan pendekatan hermeneutika model gadamer dalam pembelajaran sejarah
(studi fenomenologis pada mahasiswa Program studi pendidikan sejarah uhamka dan unj) Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
yang baik dan menganggap Mangkunegara IV sebagai sosok pemimpin yang
baik. Rasa yang ingin disugestikan oleh pengarang ialah rasa damai.
Berdasar penelitian ini, saran yang bisa diberikan agar serat Aji
Pamasa dikaji lebih lanjut menggunakan teori sastra lain, misalnya saja
menggunakan teori strukturalisme untuk membedah serat Aji Pamasa dari segi
strukturnya. Dengan demikian, dapat menambah wawasan terhadap karya
sastra sebagai kebudayaan manusia.
4. Hambali, R. Yuli A., 2005, Pemulihan Peran Subjek dalam Hermeneutika
Hans Georg Gadamer, Yogyakarta: UGM.
Peryataan Descartes yang menegaskan bahwa rasio adalah satu-
satunya tolok ukur bagi lahirnya kebenaran dan pengetahuan ternyata
memunculkan sejumlah persoalan serius di sekitar sumber pengetahuan.
Sebab, ini mengandaikan filsafat hendak merumuskan suatu fondasi. Dalam
perspektif fondasional, diyakini bahwa segala pengetahuan membutuhkan
suatu disiplin keras yang dapat mengecek dan mendasari klaim-klaimnya
tentang kebenaran. Disiplin ini adalah epistemologi. Suatu ilmu baru memiliki
derajat validitas yang terhormat bila penemuan dapat memenuhi pengujian
epistemologis. Sisi lain yang muncul dari tradisi epistemologi adalah
penafsiran tentang pemahaman pengetahuan. Pengetahuan dilihat sebagai
representasi realitas yang betul-betul independen terhadap manusia.
28
Desvian Bandarsyah, 2014
Pengembangan pendekatan hermeneutika model gadamer dalam pembelajaran sejarah
(studi fenomenologis pada mahasiswa Program studi pendidikan sejarah uhamka dan unj) Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Pada titik ini, persoalannya terasa jadi lebih mendasar, karena ini
menyangkut soal hakikat dan posisi manusia selaku subjek dalam dunia.
Hermeneutika Gadamer memiliki pandangan berbeda tentang ini. Dengan
melanjutkan tradisi pemikiran Heidegger, Gadamer memandang hermeneutika
sebagai ciri khas keberadaan manusia. Untuk menafsirkan teks bukanlah
melulu berkaitan dengan ilmu pengetahuan, tetapi merupakan bagian dari
totalitas pengalaman manusia di dalam dunianya (being in the world).
Berbeda dengan apa yang telah diupayakan oleh Scheilmacher dan
Dilthey, Gadamer berupaya menggeser bidang penelitian hermeneutika dari
wilayah teori pengetahuan atau epistemologi ke ontologi, yaitu cara manusia
memaknai dan melibatkan pengalaman keberadaannya di dunia. Pengalaman
manusia saat bersentuhan dengan persoalan-persoalan filosofis, seni estetika,
dan sejarah menjadi model-model pengalaman yang selalu melibatkan
manusia dimana kebenaran yang dikomunikasikan tidak bisa diverifikasi
dengan sarana-sarana metodis ilmu pengetahuan. Penelitian ini merupakan
penelitian kepustakaan (library research) dengan menggunakan metode
historis, sedangkan tekhnik yang digunakan adalah interpretasi atas sejumlah
naskah terutama dari Truth and Method (1975).
H. Paradigma Penelitian
Berikut ini adalah bagan paradigma penelitian
Pendapat Dosen dan Mahasiswa
29
Desvian Bandarsyah, 2014
Pengembangan pendekatan hermeneutika model gadamer dalam pembelajaran sejarah
(studi fenomenologis pada mahasiswa Program studi pendidikan sejarah uhamka dan unj) Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Konteks dan Aktivitas Dosen dan
Mahasiswa
Dokumen (Kampus, Dosen,
Mahasiswa)
Konsep dan dokumen
Hermeneutika Model Gadamer
dalam Pembelajaran Sejarah
Eksemplar hasil-hasil
Penelitian/meta-analisis
Analisis
Kontekstual
Analisis
Konseptual/
Pemikiran
Analisis Teori dan
Hermeneutika
Model Gadamer
DASAR-DASAR
KONTEKSTUAL
DASAR-DASAR
KONSEPTUAL /
PEMIKIRAN
DASAR-DASAR
TEORETIK DAN
FILOSOFIS
STUDI FENOMENOLOGIS
HERMENEUTIKA
MODEL GADAMER
PENGEMBANGAN
HERMENEUTIKA MODEL
GADAMER
PENGEMBANGAN PENDEKATAN HERMENEUTIKA MODEL GADAMER
DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH DENGAN STUDI FENOMENOLOGIS