bab i pendahuluan a. latar belakang -...

14
1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Berbagai macam faktor dapat menimbulkan terjadinya Suatu tindakan kriminal, faktor tersebut yaitu rendahnya pendidikan, moral agama, serta faktor lingkungan, namun faktor yang sangat mempengaruhi timbulnya tindakan kriminal adalah faktor ekonomi. kebutuhan ekonomi yang harus terpenuhi secara mendesak, sedangkan lapangan pekerjaan yang tersedia tidak dapat memenuhi semua masyarakat Indonesia untuk bekerja dan memperoleh penghasilan yang tetap, sehingga dalam memenuhi kebutuhannya banyak masyarakat yang melakukan segala cara untuk memenuhi kebutuhannya, hal ini yang membuat angka kriminal yang tinggi, seperti penipuan, pemerasan dan pencurian. Tindak pidana pencurian merupakan jenis tindak pidana yang paling banyak terjadi dibandingkan dengan jenis tindak pidana terhadap harta kekayaan yang lain. 1 Alasan seseorang melakukan Pencurian adalah untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dengan berbagai cara baik itu dengan mencuri atau bahkan dengan melakukan kekerasan untuk mempermudah melakukan aksi pencuriannya, seseorang berfikir dengan mencuri maka dapat memenuhi kebutuhan hidupnya. Kegiatan mencuri tersebut seringkali dilakukan pada saat malam hari, akan tetapi apapun alasannya mencuri bukanlah perbuatan yang dibenarkan dan perlu mendapatkan perhatian yang serius karena 1 Tongat. 2003. Hukum pidana materiil. Malang. UMM Press. Hal 13

Upload: lethuan

Post on 06-Aug-2019

215 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Berbagai macam faktor dapat menimbulkan terjadinya Suatu tindakan

kriminal, faktor tersebut yaitu rendahnya pendidikan, moral agama, serta

faktor lingkungan, namun faktor yang sangat mempengaruhi timbulnya

tindakan kriminal adalah faktor ekonomi. kebutuhan ekonomi yang harus

terpenuhi secara mendesak, sedangkan lapangan pekerjaan yang tersedia tidak

dapat memenuhi semua masyarakat Indonesia untuk bekerja dan memperoleh

penghasilan yang tetap, sehingga dalam memenuhi kebutuhannya banyak

masyarakat yang melakukan segala cara untuk memenuhi kebutuhannya, hal

ini yang membuat angka kriminal yang tinggi, seperti penipuan, pemerasan

dan pencurian.

Tindak pidana pencurian merupakan jenis tindak pidana yang paling

banyak terjadi dibandingkan dengan jenis tindak pidana terhadap harta

kekayaan yang lain.1 Alasan seseorang melakukan Pencurian adalah untuk

memenuhi kebutuhan hidupnya dengan berbagai cara baik itu dengan mencuri

atau bahkan dengan melakukan kekerasan untuk mempermudah melakukan

aksi pencuriannya, seseorang berfikir dengan mencuri maka dapat memenuhi

kebutuhan hidupnya. Kegiatan mencuri tersebut seringkali dilakukan pada

saat malam hari, akan tetapi apapun alasannya mencuri bukanlah perbuatan

yang dibenarkan dan perlu mendapatkan perhatian yang serius karena

1 Tongat. 2003. Hukum pidana materiil. Malang. UMM Press. Hal 13

2

berdampak buruk bagi kehidupan masyarakat seperti timbulnya rasa

kekhawatiran yang tinggi untuk keluar malam dan melewati jalan yang sepi

sehingga dapat menghambat masyarakat untuk beraktifitas dan merugikan

masyarakat. Tindak pidana pencurian dengan kekerasan atau biasa disebut

dengan begal merupakan perbuatan yang merugikan dan bertentangan dengan

moral agama, moral kesusilaan, serta membahayakan masyarakat, sehingga

perlu adanya upaya dan perhatian khusus untuk memberantas begal oleh

kepolisian.

Adanya Undang – undang no 2 tahun 2002 tentang Kepolisian Negara

Republik Indonesia serta Kitab Undang Undang Hukum Acara pidana. Dalam

pasal 2 Undang-undang no 2 tahun 2002 menjelaskan bahwa polri mempunyai

fungsi untuk pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat, penegakan

hukum, perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat, dalam

pasal 4 juga dijelaskan bahwa polri mempunyai kewajiban untuk mewujudkan

keamanan dalam negeri yang meliputi terpeliharanya keamanan dan ketertiban

masyarakat, tertib dan tegaknya hukum, terselenggaranya perlindungan,

pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat, serta terbinanya

ketenteraman masyarakat dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia.2 Polri

menduduki posisi aparat “penegak hukum” sesuai dengan prinsip “diferensiasi

fungsional” yang digariskan KUHAP. Kepada polri diberikan “peran” (role)

berupa “kekuasaan umum menangani kriminal” (general policing in criminal

2 Lihat pasal 2 dan 4 Undang-undang no 2 tahun 2002 tetang Kepolisian Negara Republik

Indonesia

3

matter) di seluruh wilayah Negara.3 Sehingga dalam menjalankan tugasnya

seperti melakukan penangkapan, penahanan, dan penyelidikan, polisi telah

memiliki pedoman kerja untuk dapat menanggulangi pencurian dengan

kekerasan yang biasa dikenal dengan istilah begal.

Banyaknya kasus pencurian dengan kekerasan yang terjadi di wilayah

Pasuruan membuat masyarakat menjadi resah, Seperti salah satu kasus

pencurian dengan kekerasan yang terjadi di wilayah hukum Polres Pasuruan

yang terjadi pada bulan Desember 2015,

“Sekitar pukul 11 siang, dua orang pelajar yang bernama Gandavi dan

rijal pulang dari sekolah berboncengan dengan mengendarai sepeda

motor vario warna hitam pink. Dalam perjalanan pulang pada saat

melewati jalan raya warungdowo Pasuruan, dua orang pelajar tersebut

tiba-tiba dipepet oleh 3 orang pelaku yang berboncengan, salah satu

pelaku yang berinisial JL (22 tahun) memukul Gandavi yang sedang

mengemudi karena takut korban mengehentikan sepeda motornya,

kemudian para pelaku menghampiri korban dan menanyai asal

sekolah serta alamat rumah korban, belum sempat korban menjawab

kemudian salah RJ memukul korban lagi, karena takut korban

mundur, kemudian Rj membawa motor korban. Jarak beberapa meter

dari TKP korban meminta pertolongan ke salah satu petugas SPBU,

kemudian petugas SPBU tersebut menelepon pihak polsek

setempat”.4

Pencurian dengan kekerasan seperti tersebut diatas dikenal pula

dengan istilah begal. Begal menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah

penyamun, membegal adalah merampas di jalan atau menyamun dan

pembegalan adalah proses, cara perbuatan membegal atau merampas di jalan.5

3 Yahya harahap. 2010. Pembahasan Permasalahan Dan Penerapan KUHAP Penyidikan Dan

Penuntutan Edisi Kedua, Sinar Grafika, Jakarta. Hal. 91

4 Hasil wawancara pra survey Unit opsinal Reskrim Polres Malang Bripda Adi

5 http://kbbi.web.id/begal, diakses tanggal 09 mei 2016, pukul 16.10 WIB

4

Begal dapat dikategorikan sebagai pencurian dengan kekerasan hal tersebut

dapat dilihat bahwa pelaku tidak bekerja sendirian melainkan dilakukan oleh

beberapa orang dan dilakukan pada saat malam hari, Hal tersebut sesuai

dengan unsur-unsur pidana yang dirumuskan dalam pasal 365 Kitab Undang-

Undang Hukum Pidana (KUHP)6.

Dalam pasal 365 KUHP terdapat unsur “didahului” atau “disertai”

atau “diikuti” kekerasan atau ancaman kekerasan haruslah terkait erat dengan

upaya untuk mempermudah atau mempersiapkan atau dalam hal tertangkap

tangan untuk memungkinkan melarikan diri bagi diri sendiri atau peserta lain

atau untuk menjamin tetap dikuasainya barang yang dicuri, sedangkan

penjelasan atas pengertian “kekerasan” dapat dilihat dalam pasal 89 KUHP,

yang menyatakan bahwa membuat orang pingsan atau tidak berdaya

disamakan dengan menggunakan kekerasan. Apabila unsur kekerasan atau

ancaman kekerasan diatas dapat dihubungkan dengan unsur lain dalam pasal

365 KUHP, yaitu unsur “luka berat atau mati”, maka dapat disimpulkan

bahwa yang dimaksud dengan “kekerasan atau ancaman kekerasan” dalam

pasal 365 KUHP adalah kekerasan dalam arti fisik.7 Begal dalam melakukan

aksinya seingkali melakukan kekerasan untuk mempermudah menjalankan

aksinya, sehingga dapat dikatakan begal telah memenuhi unsur yang ada pada

pasal 365 KUHP.

6 Lihat pasal 365 KUHP

7 Tongat. 2003. Hukum pidana materiil. Malang. UMM Press. Hal 36-37

5

Tindak pidana pencurian dengan kekerasan “Begal” merupakan

sebuah kejahatan yang terjadi di masyarakat, untuk mempelajari sebab-sebab

kejahatan dikenal istilah Kriminologi secara harfiah berasal dari kata “crimen

yang berarti kejahatan atau penjahat dan “logos” yang berarti ilmu

pengetahuan, maka kriminologi dapat berarti ilmu tentang kejahatan atau

penjahat.

Wolfgang, Savitz dan Johnston dalam The Sociology of Crime and

Deliquency memberikan definisi kriminologi sebagai kumpulan ilmu

pengetahuan tentang kejahatan yang bertujuan untuk memperoleh

pengetahuan dan pengertian tentang gejala kejahatan dengan jalan

mempelajari dan menganalisa secara ilmiah keterangan-keterangan,

keseragaman-keseragaman, pola-pola dan faktor-faktor kausal yang

berhubungan dengan kejahatan, pelaku kejahatan serta reaksi

masyarakat terhadap keduanya.8

Sesuai dengan definisi diatas, kriminologi terutama ditujukan untuk

mencari sebab-sebab kejahatan, disamping itu juga meneliti latar belakang

kelakuan jahat. Oleh karena itu, secara sederhana kriminologi dapat juga

disebut sebagai ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang kejahatan

yang timbuldari gejala-gejala social (fenomena social). dengan

diketahuinya sebab-sebab kejahatan maka Polisi dapat mengetahui cara

untuk menggulangi kejahatan tersebut.

Polisi telah melakukan berbagai upaya dalam menagggulangi tindak

pidana pencurian dengan kekerasan yaitu melalui upaya prefentif seperti

penyuluhan serta upaya represif dengan menindak pelaku berdasarkan pasal

365 KUHP. Apabila unsur-unsur terpenuhi selanjutnya dapat dilakukan

penyidikan terhadap pelaku tersebut, akan tetapi meski sudah dilakukan

8 ibid

6

berbagai upaya praktek tindak pidana pencurian dengan kekerasan masih saja

tetap dilakukan, hal ini diakibatkan oleh komponen hukum yang tidak berjalan

secara harmonis. Dalam bukunya Saifullah yang berjudul Refleksi Sosiologi

Hukum, 1997, yang mengutip pendapat Lawrence M.Friedman dalam

bukunya yang berjudul The Legal System A Social Science Perspective, 1975;

menyebutkan bahwa sistem hukum terdiri atas struktur hukum (berupa

lembaga hukum), substansi hukum (peraturan perundang-undangan) dan

kultur hukum atau budaya hukum. Ketiga komponen ini mendukung

berjalannya sistem hukum di suatu negara.9

Secara kontekstual teori tesebut diterapkan untuk melihat sejauh mana

sistem hukum yang ada dapat berjalan lancar secara utuh dan sempurna,

sistem tidak dapat berjalan dengan baik apabila salah satu komponen tidak

berjalan, bila tindak pidana pencurian dengan kekerasan masih banyak terjadi

meskipun telah dilakukan upaya dalam hal penanganannya, tentu

menimbulkan banyak pertanyaan, tindak pidana tersebut dilakukan meskipun

terlihat pada komponen substansi hukum yang ada sudah terdapat aturan

hukum yang jelas, mengapa tindak pidana tersebut masih terjadi di masyarakat

meskipun ada ketentuan hukum dengan sanksi yang tegas, maka ada

kemungkinan untuk komponen kedua struktur hukumnya yaitu aparat yang

kurang tegas, atau ketiga yaitu tindak pidana pencurian dengan kekerasan

sudah menjadi kebiasaan di masyarakat.

9 Saifullah, 1997, Refleksi Sosiologi Hukum, PT.Refika Aditama, Bandung, Hal 26

7

Data statistik kasus Pencurian yang diperoleh dari Polres Pasuruan

periode 2011-2016 Menunjukkan bahwa pada tahun 2011 pencurian dengan

kekerasan berjumlah terlapor 8 kasus dan yang terselesaikan 6 kasus, 2012

berjumlah 21 kasus terlapor dan terselesaikan 11 kasus, 2013 berjumlah 47

kasus terlapor dan 27 kasus terselaikan, 2014 berjumlah 33 kasus terlapor dan

21 kasus terselesaikan, 2015 berjumlah 23 kasus terlapor dan 11 kasus

terselesaikan, dan pada tahun 2016 laporan mengenai tindak pidana pencurian

dengan kekerasan berjumlah 20 kasus terlapor dan 10 kasus yang diselesaikan

oleh pihak polres Pasuruan. Dari data tersebut dapat dilihat bahwa kepolisian

telah melakukan berbagai upaya untuk meminimalisir angka Tindak Pidana

pencurian dengan kekerasan, namun Tindak pidana tersebut masih sering

terjadi di masyarakat, meski telah dilakukan berbagai upaya untuk mencegah

terjadinya tindak pidana pencurian dengan kekerasan “Begal” oleh Polres

Malang, namun tindak pidana tersebut masih sering terjadi di wilayah hukum

Polres Pasuruan.

Berdasarkan latar belakang diatas maka penulis tertarik untuk

mengambil judul : Tinjaun Kriminologi Tindak Pidana Pencurian Dengan

Kekerasan “Begal”

B. RUMUSAN MASALAH

1. Apa yang menjadi faktor-faktor penyebab terjadinya tindak pidana

pencurian dengan kekerasan “begal” ?

2. Apa saja upaya kepolisian resort Pasuruan dalam menanggulangi tindak

pidana pencurian dengan kekerasan “begal” ?

8

3. Apa kendala yang dihadapi kepolisian dalam menanggulangi tindak pidana

pencurian dengan kekerasan “begal”?

C. TUJUAN PENULISAN

1. Untuk mengetahui faktor-faktor penyebab terjadinya tindak pidana

pencurian dengan kekerasan “begal” ?

2. Untuk mengetahui sejauh mana upaya kepolisian resort Pasuruan dalam

menanggulangi tindak pidana pencurian dengan kekerasan “begal”

3. Untuk mengetahui kendala yang dihadapi kepolisian resort Pasuruan

dalam menanggulangi tindak pidana pencurian dengan kekerasan “begal”

D. MANFAAT PENELITIAN

1. Manfaat Akademis

Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat

akademis, dengan memberikan wawasan baru atau memberikan gambaran

yang berguna bagi pengembangan dan penelitian secara lebih jauh

terhadap ilmu hukum, sehingga diharapkan akan mendapatkan hasil yang

bermanfaat dan berguna untuk masa yang akan datang.

2. Manfaat Praktis

Hasil penelitian ini diharapkan mempunyai kegunaan informatif

yaitu sebagai bahan masukan informasi bagi masyarakat terhadap

pemecahan masalah Tindak pidana pencurian dengan kekerasan “begal”

yang terjadi di wilayah hukum Polres Pasuruan.

E. KEGUNAAN PENELITIAN

1. Bagi penulis

9

Penelitian ini dapat berguna sebagai penambah wawasan dan ilmu

pengetahuan tentang permasalahan yang diteliti oleh penulis, sekaligus

sebagai syarat untuk penulisan Tugas Akhir dan menyelesaikan studi S1 di

Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Malang.

2. Bagi Masyarakat

Penelitian ini dapat digunakan sebagai sarana masyarakat untuk

memperoleh pandangan dan pengetahuan terkait dengan penanggulangan

tindak pidana pencurian dengan kekerasan “begal”

3. Bagi Kalangan Akademisi

Penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan referensi atau

rujukan awal untuk penelitian lebih lanjut berkaitan dengan

penanggulangan tindak pidana pencurian dengan kekerasan “begal”

F. METODE PENULISAN

1. Metode Pendekatan

Metode yang digunakan dalam penyusunan penulisan hukum ini

adalah pendekatan yuridis sosiologis, yakni melihat hukum sebagai

perilaku manusia dalam masyarakat10, metode yang digunakan lebih

menitikberatkan pada studi lapang terhadap fenomena hukum yang telah

terjadi di masyarakat. Metode pendekatan sosiologis hukum adalah suatu

pengkajian hukum positif, yang cenderung menyangkut persoalan-

persoalan hukum dalam hubungan peraturan hukum yang berlaku.

10 Fakultas Hukum. 2012. Pedoman Penulisan Hukum. Fakultas Hukum Universitas

Muhammadiyah Malang. Hal. 18

10

Dengan menggunakan metode yuridis sosiologis penulis

melakukan survey di lapangan yaitu polres Pasuruan, untuk meneliti

fenomena kasus tindak pidana pencurian dengan kekerasan yang terjadi di

wilayah hukum Polres Pasuruan. Dalam penelitian ini penulis meneliti

mengenai hukum yang mengatur tindak pidana pencurian dengan

kekerasan serta upaya penanggulangan yang dilakukan oleh polres

Pasuruan.

2. Lokasi Penelitian

Untuk mendapatkan data dan informasi yang diperlukan berkaitan

dengan permasalahan dan pembahasan penulisan skripsi ini, maka penulis

memilih penelitian di Polres Pasuruan. Alasan pemilihan lokasi tersebut

dipilih dengan pertimbangan marak terjadi kasus pencurian dengan

kekerasan “Begal” yang terjadi di wilayah hukum Polres Pasuruan, selain

alasan tersebut penulis mengambil lokasi di Polres Pasuruan, karena di

Polres Pasuruan terdapat kasus tindak pidana pencurian dengan kekerasan

yang baru ditangani, sehingga penulis dapat meneliti upaya yang

dilakukan oleh pihak Polres Pasuruan dalam menangani kasus tindak

pidana tersebut.

3. Sumber Data

Dalam penulisan penelitian ini penulis menggunakan beberapa bahan

hukum sebagai berikut :

a. Sumber Data Primer

11

Data primer yaitu data yang diperoleh secara langsung dari

polres Malang yang berupa hasil wawancara dengan pihak kepolisian

Unit opsinal Reskrim Polres Pasuruan serta dokumen-dokumen yang

berhubungan dengan penelitian ini.

b. Sumber Data Sekunder

Data sekunder yaitu data yang diperoleh melalui kepustakaan

yang relevan yaitu Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, Undang-

undang nomor 2 tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik

Indonesia, kitab undang-undang hukum acara pidana, buku-buku

ilmiah di bidang hukum yang berkaitan dengan topik penelitian,

literature dan hasil penelitian.

c. Sumber Data Tersier

Sumber data tersier dapat berupa jenis data mengenai

pengertian baku, istilah baku yang diperoleh dari ensiklopedia, kamus,

dan lain-lain.

d. Studi Kepustakaan

Dalam studi kepustakaan ini penulis mendapat data yang

bersifat teoritis yaitu dengan jalan membaca dan mempelajari buku-

buku, literatur, dokumen, majalah, internet, peraturan perundang-

undangan, hasil penelitian serta bahan lain yang erat hubungannya

dengan masalah yang diteliti.

12

4. Metode Pengumpulan Data

Adapun Teknik pengumpulan data yang digunakan penulis dalam

penelitian ini adalah sebagai berikut :

a. Wawancara

Yaitu memperoleh dan mengumpulkan data melalui Tanya

jawab, dialog/diskusi dengan pihak terkait dan dianggap mengetahui

banyak mengenai permasalahan dalam penelitian penanggulangan

Tindak Pidana pencurian dengan kekerasan “Begal” salah satunya

yakni Aiptu Rianto dan bripda Yuda selaku Kasat Reskrim dan staff di

bagian unit opsinal Reskrim Polres Pasuruan.

b. Observasi

Yaitu dengan melakukan pengamatan secara langsung di polres

malang dan meneliti mengenai hukum yang mengatur tindak pidana

pencurian dengan kekerasan serta upaya penanggulangan yang

dilakukan oleh polres Pasuruan.

c. Dokumentasi

Yaitu pengumpulan data-data yang berupa perkembangan kasus

tindak pidana pencurian dengan kekerasan, data statistik tindak pidana

pencurian dengan kekerasan, dan arsip-arsip yang dimiliki oleh pihak

POLRES Pasuruan serta ditambah dengan penelusuran perundang-

undangan dalam hal berkenaan dengan proses penelitian ini.

13

5. Teknik Analisa Data

Seluruh data yang terkumpul dianalisis menggunakan analisis

Deskriptif Kualitatif yang berarti menjabarkan atau menguraikan dari

suatu hasil penelitian ke dalam sebuah tulisan, dengan menggunakan data

yang bermutu dalam bentuk kalimat yang teratur, runtut, logis, tidak

tumpang tindih, dan efektif. Sehingga memudahkan dalam pemahaman

dan interpretasi data.11 Penulis menjabarkan atau menguraikan hasil

wawancara dan dokumentasi dengan pihak Polres Pasuruan kedalam

bentuk tulisan yang mudah dimengerti dan dipahami.

6. Sistemika Pembahasan

Sistem pembahasan penelitian yang akan disejikan dalam

penelitian ini terdiri atas 4 (empat) bab, yang terdiri:

a. BAB I PENDAHULUAN

Bab ini berisikan latar belakang yang menjelasakan alasan-alasan

penulis meneliti tindak pidana pencurian dengan kekerasan “Begal”.

Berikutnya mengenai rumusan masalah yang menjadi inti dari

pembahasan penelitian ini, penulis dalam hal ini akan membahas

mengenai upaya serta kendala yang dihadapi Polres Pasuruan dalam

menanggulangi tindak pidana pencurian dengan kekerasan “Begal”.

Selanjutnya dalam Bab I ini penulis mencantumkan tujuan, manfaat

penelitian, metode penelitian dan sistematika penulisan hukum.

11Abdulkadir Muhammad. 2004. Hukum dan Penelitian Hukum.Citra Aditya Bakti. Bandung.

Hal 172.

14

b. BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Bab ini akan menguraikan teori-teori yang bersumber dari peraturan

perundang-undangan maupun literarur lainnya yang berkaitan dengan

permasalahan yang diangkat oleh penulis yakni mengenai

penanggulangan Tindak Pidana Pencurian dengan kekerasan “Begal”.

c. BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN

Bab ini berisi uraian pembahasan dan pemaparan data-data dari hasil

penelitian yang didapat dari teknik pengumpulan data dengan tujuan

untuk mendukung analisis penulis terkait dengan penanggulangan

Tindak Pidana Pencurian dengan kekerasan “Begal” (studi di Polres

Pasuruan)

d. BAB IV PENUTUP

Bab terakhir ini berisi kesimpulan dari pembahasan hasil penelitian

serta saran-saran yang perlu disampaikan terkait dengan permasalahan

yang telah diteliti.